bab iii pemikiran ekonomi islam moh....
TRANSCRIPT
53
BAB III
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MOH. HATTA
A. Biografi dan Karya-karya Moh. Hatta
Mohammad Moh. Hatta dilahirkan pada 12 Agustus 1902 (1321 H.) di
Batuampar, Sumatra Barat. Ayahnya, Haji Mohammad Jamil, kelahiran
Batuampar, sedangkan ibunya, Siti Saleha, kelahiran Bukittinggi. Kakeknya
dari pihak ayah, Syekh Arsyad, adalah seorang guru agama terkenal;
sedangkan kakeknya dari pihak ibu, Ilyas Bagindo Marah, adalah seorang
pedagang. Dalam susunan keluarga, Moh. Hatta adalah anak kedua. Mulanya,
semenjak dilahirkan, ia bernama Mohammad Athar; namun ia dipanggil
dengan nama kecil "Atta", yang pada akhirnya berubah menjadi Hatta.
Hatta dibesarkan dalam keluarga yang berada dan terpandang.
Sungguh pun demikian, bukan saja ia tidak bersifat sombong dan manja, tetapi
sejak kecil sudah menunjukkan sikap disiplin. Selain itu, sejak Sekolah Dasar
Moh. Hatta telah gemar membaca. Semula Moh. Hatta belajar di Sekolah
Rakyat sampai tahun ketiga; kemudian pindah ke sekolah Belanda, Europese
Lagere School (ELS), dan selesai pada 1916. Selain sekolah, Moh. Hatta pun
belajar mengaji, khususnya, setelah magrib di Surau. Tiga tahun kemudian,
1919, Moh. Hatta menyelesaikan sekolahnya di Meer Uitgebreid Lagere
Onderwijs (MULO), setingkat SMP sekarang. Kemudian, Moh. Hatta
melanjutkan belajarnya ke Sekolah Menengah Dagang Jakarta; dan ia berhasil
menyelesaikannya pada 1921. Dari Jakarta, Moh. Hatta berangkat ke
54
Rotterdam, Belanda, untuk melanjutkan studinya di Nederland Handelshoge
School. la berhasil menamatkan studinya dengan gelar "Drs." dalam bidang
Ilmu Dagang pada 1932, ketika ia berusia 30 tahun.73
Kalau Hatta kemudian terkenal sebagai salah seorang tokoh dan
pelopor pergerakan nasional, sesungguhnya semangat tersebut sudah mulai
diperlihatkannya sejak ia sekolah di MULO. Ketika itu, di Padang, ia sudah
giat berkecimpung dalam berbagai organisasi pergerakan: misalnya menjadi
salah seorang pengurus (bendahara) Jong Sumatranen Bond. Kemudian ketika
pindah belajar ke Jakarta, antara. 1920—1921, menjadi bendahara Jong
Sumatranen Bond (JBS). Selama studi di Belanda, berbagai kepengurusan
sempat ia pegang. Antara tahun 1922—1925 ia menjadi bendahara
Perhimpunan Indonesia dan sekaligus menjadi staf redaksi majalah
perhimpunan tersebut, Indonesia Merdeka. Dari bendahara, ia meningkat
terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia 1.925-1930.
Dua tahun setelah terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia, ia
dipercaya sebagai perwakilan Indonesia menjadi anggota pucuk pimpinan
Liga melawan Imperialisme dan Penjajahan yang berkedudukan di Berlin,
Jerman Timur sekarang; keanggotaan tersebut dijabatnya sampai 1931.
Kemudian pada Agustus 1927 Moh. Hatta mengikuti Kongres Democratique
International IV di Beirville, Paris. Pada kesempatan yang sama ia
mengunjungi Kongres Liga di Brussel sebagai utusan perhimpunan-
73 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, 1992, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:
Djambatan Anggota IKAPI, hlm. 310
55
perhimpunan nasional Indonesia. Ketika kembali ke Belanda, ia ditangkap dan
dipenjarakan di Den Haag, 23 September 1927-22 Maret 1928.74
Setelah selesai studi, 1932, Moh. Hatta kembali ke tanah air. Setahun
kemudian ia menjadi ketua Pendidikan Nasional Indonesia sampai 1934.
Sebagaimana ketika studi di Belanda, di tanah air pun Moh. Hatta dianggap
cukup berbahaya bagi kepentingan politik kolonial. la dipenjarakan
pemerintah Belanda selama 8 tahun, 1934— 1942. Sebebas dari penjara Moh.
Hatta kembali aktif dalam berbagai kepengurusan, misalnya, menjadi pucuk
pimpinan Bumi Putra bersama dengan Sukarno, Ki Hajar Dewantara, dan
K.H. Mas Mansur terkenal dengan sebutan empat serangkai. Akhirnya, pada
17 Agustus 1945, bersama Sulkarno dan atas-nama seluruh rakyat Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Esoknya, 18 Agustus 1945,
ditetapkan menjadi wakil presiden RI pertama.
Selain tokoh pergerakan nasional, proklamator, dan wakil presiden,
serta beberapa jabatan penting lainnya, Moh. Hatta pun, sesungguhnya,
seorang ilmuwan. Dalam mengabdikan ilmunya, Moh. Hatta mengajar,
misalnya, di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat di Bandung antara 1951-
1959. Kemudian, mengajar di Universitas Gajah Mada 1954-1959. Antara
1966-1971, Moh. Hatta menjadi guru besar luar biasa pada Universitas
Hasanuddin di Ujungpandang; sedangkan di Universitas Pajajaran, Bandung,
pada 1967-1971.
74 Mohammad Hatta, 1971, Membangun Kooperasi dan Kooprasi Membangun, Jakarta:
Pusat Kooprasi Pegawai Negeri, hlm. XVII
56
Karena jasa-jasanya yang luar biasa terhadap tanah air, ia memperoleh
berbagai anugerah Doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa), misalnya, dari
Universitas Gajah Mada; begitupun, anugerah yang sama diterimanya dari
Universitas Hasanuddin dan Universitas Indonesia, masing- masing pada 1973
dan 1975. 75
Sebagai ilmuwan, Moh. Hatta terkenal sangat produktif. Karya-
karyanya meliputi bidang politik, falsafat, dan ini yang terpenting bidang
ekonomi. Sebagai ekonom, Moh. Hatta sangat besar perhatiannya terhadap
pembaharuan sistem ekonomi nasional. Salah satu gagasannya untuk
memperbaiki perekonomian nasional adalah sistem koperasi. Karena sistem
ini dipandang sangat sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia yang, di samping
memiliki semangat gotong royong, juga sesuai dengan semangat masyarakat
yang sedang berkembang.
Sebagai seorang muslim yang taat dan, sekaligus, sebagai ekonom,
Moh. Hatta pernah mengemukakan gagasan tentang pendayagunaan zakat.
Menurut Hatta, zakat merupakan sumber daya ekonomi umat yang sangat
potensial, jika dikelola dengan sistem yang tepat. Karenanya, untuk
kepentingan tersebut, pada 1966, Moh. Hatta pernah membuat Undang-
Undang Pokok Wajib Zakat. Akhirnya, tokoh pergerakan nasional,
proklamator, dan wakil presiden Republik Indonesia pertama yang memiliki
keterlibatan sangat kuat dengan Islam, wafat pada 14 Maret 1980 (1400 H) di
Jakarta 76
75Mohammad Hatta, 1978, Memoir, Jakarta: Tintamas, hlm. 158. 76 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, op. cit, hlm. 311-312.
57
Di bawah ini beberapa pidato-pidato, tulisan dan ceramah-ceramah
Mohammad Moh. Hatta yang telah dicetak dan dijadikan buku:
1. Alam Pikiran Yunani, UI Press, Jakarta, 1986
2. Membangun Kooperasi dan Kooprasi Membangun, Jakarta: Pusat
Kooprasi Pegawai Negeri, 1971
3. Sosialisme Religius, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2001
4. Mohammad Moh. Hatta Bicara Marxis dan Sosialisme di Indonesia,
Melibas, Jakarta, 2000
5. Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan, Penerbit PT. Pembangunan,
Jakarta,1954.
6. Islam Society, Democracy and Peace, KBRI, New Delhi, 1955.
7. Lampau dan Datang, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1965.
8. Tanggung Jawab Moril Seorang Intelegensia, Pidato Hari Alumni
Universitas, 1957.
9. Demokrasi Kita, Cetakan I, Penerbit Pandji Masyarakat, Jakarta, 1960,
Cetakan 11, Penerbit Pustaka Antara, Jakarta, 1961.
10. Peranan Pemuda Menuju Indonesia Merdeka Adil dan Makmur, Penerbit
Angkasa, Bandung, 1966.
11. Pancasila Jalan Lurus, Penerbit Angkasa, Bandung, 1966.
12. Islam Masyarakat Demokrasi dan Perdamaian, Penerbit Tinta Mas,
Jakarta, 1957.
13. Bung Moh. Hatta Berpidato Bung Moh. Hatta Menulis, Penerbit Mutiara,
Jakarta, 1979.
58
14. Kumpulan Karangan Jilid Ī II, III, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1966.
15. Pengertian Pancasila, Pidato Peringatan lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni,
1955 di Gedung Kebangkitan Nasional, Penerbit Idayu Press, Jakarta,
1977.
16. Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Penerbit Tinta Mas, Jakarta, 1969.
B. Pemikiran Ekonomi Islam Moh. Hatta
1. Agama dan Ilmu (Termasuk Ilmu Ekonomi)
Menurut Moh. Hatta, agama merupakan kepercayaan yang mutlak
sehingga kebenarannya tidak bisa dibantah. Selanjutnya Moh.Hatta
menyatakan: yang pokok dari agama ialah Tuhan, dan peraturan Tuhan. Kalau
dipelajari apa yang tercantum dalam ajaran agama, maka tujuan Tuhan
menurunkan agama kepada manusia ialah agar manusia berbuat baik, berbuat
keadilan dalam dunia ini, sebagai jenjang buat kembali ke akhirat. Oleh karena
itu itu manusia harus berbuat baik, berbuat keadilan melaksanakan perintah
Tuhan itu.
Lebih jauh Moh.Hatta menandaskan bahwa Tuhan itu absolute, Ia ada
selama-lamanya, tidak terbatas. Oleh karena itu perintah Tuhan wajib
dijalankan. Tuhan tidak bisa disamai, dan tidak bisa disekutukan dengan
Tuhan lainnya. Dalam Islam hanya satu Tuhan, tidak dua, tiga, tapi satu. Dan
buat agama, banyak bisa dipakai metode teleologi. Jadi tujuan ke sana, apa
jalan yang bisa dilaksanakan di dunia ini supaya tujuan itu bisa tercapai. Kalau
dipikirkan dalam-dalam, maka tujuan agama ialah mencari keselamatan dan
59
damai dunia dan akhirat. Kewajiban manusia dalam dunia ini ialah berbuat
baik. Di dunia ini melakukan amal buat akhirat. Jadi kalau dapat
melaksanakan amal di dunia ini sebaik-baiknya, akhirat pun akan terjamin.
Tugas manusia di dunia ini, tidak hanya buat akhirat saja, tapi juga berbuat
baik di dunia ini. Tapi amal ialah jalan ke akhirat. Oleh karena itu keselamatan
di dunia ini, memudahkan jalan ke akhirat.77
Dalam pandangan Tuhan, semua manusia sama, yang membedakan
adalah takwa. Namun dalam pandangan manusia bahwa setiap orang kadfang
dibedakan apakah ia kaya atau miskin. Yang kaya, diberi kedudukan yang
tinggi, sedangkan yang miskin direndahkan. Dalam pandangan Tuhan, bahwa
manusia bergantung pada amal hidupnya di dunia ini. Kalau amalnya baik di
dunia mendapat kedudukan yang baik pula nanti di akhirat. Jadi tugas manusia
ialah, sebelum menempuh jalan ke akhirat, berbuatlah amal yang sebaik-
baiknya di dunia ini. Amal yang sebaik-baiknya ialah supaya umat Tuhan
yang sama di dunia ini, mendapat pembagian yang sama. Kekayaan alam,
bumi ini dibuat oleh Tuhan buat membantu hidup manusia. Janganlah hanya
sebagian saja yang menikmati dunia ini. Sebagian lagi kelaparan. Itu tidak
boleh, sebab Tuhan yang punya dunia ini. Kalau meninggal apa yang" dibawa
ke akhirat itu. Toh tidak lebih dari kain kafan yang membalut badan. Harta-
harta yang terkumpulkan ditinggalkan buat orang yang di dunia juga.78
Ilmu memberi keterangan tentang bagaimana duduknya suatu masalah
dalam hubungan sebab dan akibat. Ilmu mempelajari hubungan kausal di
77 M. Hatta, 1983, Ilmu Dan Agama, Jakarta: Yayasan Idayu, hlm. 12 78 Ibid, 13
60
antara sejenis masalah. Kebenaran yang didapat dengan keterangan ilmu
hanya benar atas syarat yang diumpamakan dalam keterangan itu. Karena itu
keterangan ilmu relatif sifatnya. Orang ilmu menerima tiap kebenaran yang
didapat dari penyelidikan ilmu dengan pandangan yang kritis. Sikap yang
kritis itulah yang menjadi tabiat ilmu. Tiap-tiap pendapat yang dikemukakan
diuji kebenarannya. Itulah yang membawa kemajuan ilmu. Boleh dikatakan:
ilmu bermula dengan sikap tidak percaya.
Agama bermula dengan percaya. la menerima suatu kebenaran Dengan
tidak mau dibantah. Kebenaran agama bersifat absolut. Percaya adalah
pangkal dan tujuan penghabisan daripada agama. Menurut dasarnya yang
sedalam-dalamnya, agama menghendaki persatuan umat manusia dalam
persaudaraan. la mengemukakan dasar-dasar normatif, bagaimana mestinya.
Tujuan agama ialah memberi pegangan hidup kepada manusia sebagai
individu dan sebagai anggota masyarakat untuk berbuat yang benar, yang
baik, yang adil, yang jujur dan yang suci, supaya ada kesejahteraan dalam
hidup manusia dan bangsa.
Tetapi, sungguhpun agama mempunyai medan sendiri, terpisah dari
medan ilmu, agama adalah datum bagi ilmu. Sebagaimana ilmu yang
dipahamkan dapat memperdalam keyakinan agama, demikian juga
kepercayaan agama dapat memperkuat keyakinan ilmu dalam menuju cita-
citanya. Juga ilmu dituntut, pada hakikatnya, untuk keselamatan dan
kebahagiaan hidup manusia. Tidak sedikit korban yang diberikan oleh
pujangga ilmu sepanjang masa untuk mencapai pengetahuan guna
61
keselamatan hidup manusia dan perbaikan masyarakat. Kekuatan jiwa untuk
berkorban itu sering diperoleh dari tekad dan keyakinan agama.79
Sekarang nyatalah, bahwa ilmu dituntut tidak semata-mata untuk tahu
saja, untuk memuaskan keinginan akan pengetahuan. Ilmu dituntut guna
keselamatan dan perbaikan hidup manusia di atas dunia ini. Sebagai anggota
masyarakat orang berilmu bertanggung jawab, sekurang-kurangnya merasai
tanggung jawabnya, tentang baik atau buruk keadaan masyarakat.
Memang, ada masanya dalam sejarah bahwa orang mempelajari ilmu
semata-mata untuk tahu saja, dengan tiada mengharapkan keuntungan dari itu.
Misalnya, di zaman Yunani purbakala, ahli-ahli pikir memecah otaknya untuk
mengupas berbagai masalah yang dilihatnya di alam. Berhadapan senantiasa
dengan alam yang begitu luas, yang sangat indah dan ajaib tampaknya pada
malam hari, timbul di hatinya keinginan untuk mengetahui rahasia alam itu.
Hati mereka terpikat dengan irama yang begitu tetap dalam edaran bintang,
matahari dan bulan.80 Lalu timbul pertanyaan di dalam hati: apa yang
mengatur peredaran yang begitu teratur, adakah hukum yang menguasai alam
ini? Dan adakah atau siapakah arsiteknya? Kemudian timbul pula pertanyaan
di dalam hati: dari mana datangnya alam ini, betapajadinya, bagaimana
kemajuannya dan ke mana sampainya? Pertanyaan-pertanyaan ini membawa
manusia memikirkan masalah kausalita, soal hubungan sebab dan akibat. Tiap
yang jadi ada sebabnya dan ada kelanjutannya. Berhubung dengan itu datang
pula dua masalah teoritika. Apakah hubungan sebab dan akibat itu berlaku
79 Mohammad Hatta, 2002, Kumpulan Pidato II, Jakarta: PT Gunung Agung, hlm. 42-43 80 Mohammad Hatta, 1986, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas, hlm. 19.
62
menurut garis yang lurus ataukah sebab, keadaan dan kelanjutan terjadi dalam
kedudukan yang bertentangan, menurut jalan dialektik? Demikianlah beratus
tahun alam besar itu menjadi soal dan pertanyaan, yang mengikat perhatian
ahli-ahli pikir Yunani.
Ada suatu cerita tentang filosof Yunani yang pertama, Thales. la suka
sekali menyisihkan diri dari pergaulan yang biasa, dan kesenangannya ialah
memikirkan masalah alam semesta dan mencari keterangan tentang sebab
yang penghabisan dari segala yang ada. Pada suatu hari, waktu ia sedang
berjalan-jalan dan matanya asyik memandang ke atas, melihat keindahan
alam, ia terjatuh ke dalam suatu lubang. Seorang perempuan tua yang lewat di
dekatnya menertawakan dia, sambil berkata, "Hai Thales, jalan di langit
engkau ketahui, tetapi jalanmu sendiri di atas bumi ini tidak kau tahu.81
Tetapi, tidak selama-lamanya orang Yunani dahulu kala memikirkan
masalah alam, semata-mata untuk tahu saja. Lambat-laun pengetahuannya
tentang alam dan hukum-hukumnya itu dipergunakannya untuk memperbaiki
dasar hidupnya di atas dunia ini. Dari ilmu teoritika, yang dituntut selama ini,
timbullah applied science.
Kemudian, di sebelah alam besar, yang berada di luar dirinya, terdapat
oleh ahli pikir Yunani alam kecil, yang berada di dalam dirinya. Alam ini tiada
terlihat dengan mata, melainkan dapat dirasai adanya. Lalu timbul pertanyaan
di dalam hatinya: apa ujud lahirku, apa kewajiban hidupku? Betapa
seharusnya sikap hidupku, dan apa yang harus kubuat untuk mendatangkan
81 Ibid, hlm. 5-8
63
bahagia? Dengan keinsafan itu manusia mulai menghadapkan ke mukanya
masalah etik.82
Sejak etik mulai mempengaruhi pikiran manusia, ia tidak dapat lagi
mempelajari ilmu semata-mata untuk pengetahuan ilmu saja. Ilmu
pengetahuan yang diperolehnya itu ia pergunakan untuk perbaikan kehidupan.
Ilmu menjadi alat yang penting dalam perjuangan buat hidup dan untuk
mencapai penghidupan yang lebih sempurna.
Sejarah ilmu alam dan teknik membuktikan sejelas-jelasnya betapa
besar pengaruhnya atas kemajuan masyarakat dari masa ke masa. Pendapatan-
pendapatan baru dalam daerah teknik segera dipergunakan orang untuk
menyempurnakan produksi dan alat-alat perhubungan di darat dan di laut,
kemudian juga di udara. Begitulah kita lihat revolusi teknik segera disusul
oleh revolusi industri, transpor dan distribusi. Kita sekarang masuk ke dalam
masa yang sering disebut orang "abad atom". Kelanjutan ilmu tentang ini
sangat mendahsyatkan, karena tenaga atom itu pertama kali dipergunakan
untuk menghancurkan. Tetapi sekarang telah timbul keinsafan, bahwa tenaga
atom itu harus dipergunakan untuk keperluan peradaban, untuk memperhebat
industri berbagai rupa dan untuk perbaikan jaminan hidup. Menuntut ilmu
untuk kemajuan ilmu dikerjakan orang juga, tetapi di sebelah itu terdapat
kegiatan untuk mempergunakannya di dalam praktek. Ilmu dipergunakan
untuk mencapai perbaikan hidup manusia di atas dunia yang jauh dari
sempurna ini.83
82 M.Hatta, op. cit, hlm. 44-45 83 Ibid, hlm. 45
64
Sekarang timbul pertanyaan: "Apakah sumbangan Islam dalam hal ini?
Islam adalah agama, bukan ilmu. Sebagai agama ia tak dapat langsung
memberi isi kepada ilmu. Sumbangan Islam kepada ilmu terdapat pada
anjurannya kepada penganut-penganutnya untuk mempelajari ilmu sebanyak-
banyaknya di mana saja dan dari siapa saja. Kaum muslimin diharuskan
menuntut kemuliaan hidup dan ketinggian derajat, dan untuk mencapai tingkat
itu perlu benar ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya maka diharuskan menuntut
ilmu, seperti ucapan Syeikh Muhammad Abduh, "Di segala tempat serta
menjemputnya dari segala lidah." Tentang agama, tempat orang menuntut
ilmu tidak menjadi soal, yang diperhatikan hanya hikmat dan kepandaiannya.
Nabi besar Muhammad s.a.w. bersabda, "Alhikmatu dhadl-latul mukmini
jahaisu wajadaha fahua ahaqqu biha. " (Hikmat itu barang tuntutan mukmin,
di mana saja ia dapati, ialah yang paling patut menjemputnya.)
Sejarah Islam membuktikan pula, bahwa berabad-abad lamanya Islam
menjadi pendorong atas persebaran ilmu. Pujangga-pujangga Islam dahulu
kala menghidupkan kembali ilmu-ilmu Yunani yang telah terpendam di masa
Zaman Tengah dan menyebarkannya ke Eropa dengan melalui Asia Minor
(Asia Kecil), Afrika Utara dan Spanyol. Sisa-sisa kebesaran kultur Islam di
Spanyol masih kelihatan di Spanyol Katolik sekarang. Kalau tidak karena
dorongan agama Islam, tidak akan mungkin suatu bangsa di Arabia, yang
terkebelakang dalam segala rupa, dalam peradaban dan kebudayaan, dalam
tempo yang begitu singkat menjadi pemangku dan penyebar ilmu.84
84 Ibid, hlm. 45
65
Sumber daripada kegiatan itu ialah karena Islam tidak membatasi tugas
penganut-penganutnya hingga urusan akhirat saja. Islam adalah buat dunia dan
akhirat. Islam tidak saja menyuruh orang beribadat, menyembah Tuhan
semata-mata, akan tetapi mewajibkan juga orang mengatur penghidupan di
dunia sebaik-baiknya..
Seperti diketahui, Islam artinya damai. Tidak di dalam ibadatnya saja
juga dalam salamnya orang Islam mengucapkan damai! Damai' bagi segala
umat manusia. Dan damai pulalah hukum yang setinggi-tingginya di dalam
Islam. Sebab keadilan hidup baru tercapai, apabila tiap-tiap orang tenteram
hatinya, jiwanya dikuasai oleh perasaan damai terhadap keadaannya dan alam
sekitarnya. Hanya dunia yang damai, berdasarkan persaudaraan antara segala
manusia dapat menimbulkan kesejahteraan dan kemakmuran dalam
masyarakat.
Sebenarnya didikan Islam adalah didikan damai. Segala ibadat kita,
kita tujukan dengan sepenuh-penuh makrifat kepada Allah, Yang Maha Esa,
Tuhan seru sekalian alam. Sembahyang lima kali sehari kita lakukan dengan
muka yang bersih serta jiwa yang murni, karena hanya dalam keadaan
begitulah kita dapat berhadapan dengan Allah, tempat kita menyerahkan
seluruh isi jiwa kita, yang kita tidak putus-putus memuji kebesaran-Nya:
Allahu Akbar. Sewaktu kita akan menghadap Allah, hati kita harus suci, bebas
dari segala perasaan buruk dan niat jahat, bebas daripada amarah.85 Semuanya
ini terkias pada cara mengambil wudhu, yang ditetapkan dalam agama.
85 Ibid, hlm. 47-48
66
Sungguhpun badan telah bersih sesudah mandi, namun anggota-anggota tubuh
dicuci juga. Supaya mulut bersih daripada ucapan yang keji-keji, muka bersih
sebagai cermin hati, tangan bersih daripada memegang yang tak halal, telinga
bersih daripada mendengar fitnah, hasutan, dan yang tidak-tidak, kening
bersih mencahayakan kalbu yang terang, kaki bersih dari jalan yang serong.
Sembahyang kita sudahi pula dengan mengucapkan "assalamualaikum" ke
kanan dan ke kiri, menghaturkan damai kepada semuanya, kepada sekitar
alam.
Setiap hari, dengan berjangka waktu, kita melatih diri kita, untuk
menguasai hawa-nafsu dan untuk mengontrol diri kita sendiri, untuk menanam
dalam jiwa kita perasaan suci dan murni. Tetapi sayang, tidak selalu kita insaf
akan segala yang kita perbuat itu. Sering-sering kita melakukan ibadat
menurut kebiasaan saja dan lupa, bahwa sebenarnya kita melakukan latihan
rohani dan jasmani di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Sebab itu ada baiknya,
sewaktu-waktu kita renungkan dengan penuh keinsafan, betapa tegasnya
pimpinan yang diberikan Islam kepada kita.
Islam memimpin kita ke jalan damai, mengajar kita, berhati sabar,
tetapi semuanya di atas dasar kebenaran dan keadilan. Karena, hanya
kebenaran dan keadilanlah yang dapat menimbulkan suasana damai. Sebab itu,
mencari kebenaran, yang juga ujud yang terutama bagi ilmu, dan menuntut
keadilan adalah kewajiban yang utama bagi umat Islam.86
86 Ibid, hlm. 47
67
Segala barang yang baik dan suci tidak didapat dengan begitu saja di
atas dunia yang tidak sempurna ini. Semuanya itu harus .diperjuangkan, dan
perjuangan menghendaki keberanian. Keberanian menghadapi berbagai
kesulitan, keberanian menderita dan berkorban untuk kemenangan cita-cita.
Juga di sini Islam memberi pimpinan.
Sendi daripada keberanian terletak dalam kepercayaan. Dasar
kepercayaan Islam memberi kita pegangan yang teguh untuk berjuang
menuntut kebenaran dan keadilan. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang menjadi sebab segala-galanya, "yang tidak beranak dan dianakkan,
dan tidak ada yang menyamainya", kepercayaan ini dengan sendirinya
menimbulkan rasit berani dalam hati orang Islam. Hanya Allah tempat orang
Islam takut, hanya Allah tempat ia menyerahkan segala isi jiwanya. la
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan tak takut kepada siapapun juga
selain dari Allah. Dari Tuhan datang kebenaran dan keadilan, dan karena itu
orang Islam yang berjuang di atas jalan Allah, tak pernah merasa takut dan
sunyi di mana saja ia berada. la merasa dalam jiwanya, bahwa Tuhan
senantiasa ada pada sisinya, memimpinnya dan melindunginya. Tawakal
menjadi sumber kekuatan bagi pahlawan dan pujangga Islam sepanjang
masa.87
Bagi orang Islam, tugas hidupnya dapat dibacanya di dalam Quran,
terpencar di dalam segala fasal. Seperti saya sebut tadi, Islam tidak saja
mengatur hal-ihwal ibadat dan aural, tetapi mengatur juga sikap hidup
87 Ibid, hlm. 48
68
manusia di dalam pergaulan, menentukan hak dan kewajibannya sebagai
anggota masyarakat dan sebagai warga negara. Ya, dasar pemerintahan negara
pun ditetapkan, yaitu musyawarah. Dalam Quran telah tertanam dasar
pemerintahan demokrasi. Cara melaksanakan pemerintahan demokrasi itu di
dalam praktek diserahkan kepada manusia yang berakal, akal yang
diperolehnya sebagai anugerah Tuhan. Dengan akalnya yang diberi Tuhan,
manusia harus melaksanakan pemerintahan negara dan susunan masyarakat
yang sebaik-baiknya, yang memberikan bahagia kepada segala umat manusia,
semuanya hamba Allah. Manusia harus setiap waktu bersyukur kepada Allah,
Tuhan seru sekalian alam, yang telah menikmati hidupnya. Agar tiap-tiap
orang tahu berterima syukur, hidupnya di dunia haruslah baik. Mencapai
masyarakat, yang menjamin kebahagiaan dan keselamatan hidup bagi segala
orang, adalah tugas seorang Islam.
Tugas dan suratan hidup orang Islam terpencar seluruh Quran, tertulis
dalam berbagai ayat. Semuanya itu perincian daripada pokok asasi yang
tercantum di dalam surat Al-Fatihah. Surat AI-Fatihah yang menjadi pokok
daripada Quran Suci! Orang Islam yang mengerjakan ibadat, membacakan Al-
Fatihah tidak kurang dari 17 kali sehari. Siapa yang memahamkan isi dan
makna surat ini sedalam-dalamnya, ia di situ mendapat petunjuk tentang apa
seharusnya tujuan hidupnya, betapa caranya ia harus berjuang di atas jalan
Allah dan dari mana ia mendapat kekuatan untuk berjuang.88
88 Ibid, hlm. 49.
69
Tuan semuanya tahu isi surat Al-Fatihah. Alangkah hebatnya getaran
jiwa yang ditimbulkan oleh AI-Fatihah ini di dalam tubuh orang Islam. Hanya
satu Tuhan yang disembah, yaitu Allah. Tuhan disembah bukan karena takut,
melainkan karena cinta. Tuhan orang Islam sifatnya pengasih dan penyayang.
Dia menjadi hakim di hari kemudian. Artinya, Tuhan orang Islam adalah
Mahaadil. Kepada Tuhan Yang Pengasih dan Penyayang serta Mahaadil itu
orang Islam minta pertolongan, minta dipimpin ke jalan yang lurus, jalan yang
benar dan adil, jalan mereka yang diberkati oleh Tuhan. la minta dijauhkan
dari jalan yang sesat, jalan mereka yang dimurkai oleh Tuhan. Kekuatan jiwa
Islam terletak pada tawakalnya dan pada menyerah sepenuh-penuhnya kepada
Tuhan.
Ibadat dan perbuatan orang Islam di atas dunia hendaklah sesuai
dengan sifat-sifat yang dipujikan kepada Tuhan Yang Maha Esa: pengasih dan
penyayang serta adil, dan selalu berdiri di atas jalan yang benar. Kalau tidak
akan dikerjakan, apa artinya pujian yang sebanyak itu yang dipanjatkan ke
hadirat Allah? Tuhan tidak kekurangan apa pun juga, tidak kurang besar dan
tidak kurang hormat, la adalah Zat yang lengkap dengan segala rupa. Karena
itu segala pujian yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa berarti
bersedia melaksanakannya dengan perbuatan di atas dunia yang fana ini.
Penjelmaan daripada sifat pengasih dan penyayang itu ialah
persaudaraan. Persaudaraan antara orang sebangsa dan antara segala bangsa.
Betapa juga besarnya perbedaan paham antara seseorang dengan seorang,
antara partai dengan partai tentang berbagai masalah hidup, persatuan bangsa
70
tetap terpelihara, rasa persaudaraan tetap berkuasa. Selanjutnya, persaudaraan
segala bangsa hendaklah menjadi tujuan. Hanya di atas persaudaraan itulah
bisa tercapai rukun dan damai dalam pergaulan internasional.
Tetapi, sebaliknya, ternyata pula, bahwa persaudaraan hanya mungkin
di atas derajat yang sama. Antara tuan dan budak, antara si penindas dan si
tertindas, tidak mungkin tercapai persaudaraan yang sebenarnya, rasa
persaudaraan tidak dapat dipaksakan, ia harus keluar dari hati yang suci
sebagai sambutan terhadap perlakuan. Untuk mencapai dasar yang sehat bagi
persaudaraan bangsa-bangsa sedunia, perlulah lenyap lebih dahulu stelsel
imperialisme dan kolonialisme, yang menimbulkan penindasan bangsa yang
satu oleh bangsa yang lain dan yang menggalangi kemajuan kebudayaan dan
perekonomian bangsa yang tertindas.
Penjelmaan sifat Tuhan Yang Maha Adil, yang menjadi hakim di hari
kemudian, ke dalam perbuatan kita sehari-hari, terletak dalam melakukan
keadilan. Kita, dalam segala perbuatan kita, hams bersifat adil, kita hams cinta
kepada keadilan dan bersedia pula membela keadilan di dalam dunia ini.
Membela keadilan meliputi juga tuntutan, supaya keadilan sosial menjadi
dasar pergaulan dalam masyarakat antara manusia dan manusia dan antara
bangsa dan bangsa di dunia seluruhnya.
Perdamaian yang dituju oleh Islam hanya mungkin tercapai, apabila
dunia internasional telah sempurna tersusun dengan berdasarkan hukum.
Bukan hukum yang diperintahkan oleh yang kuat kepada yang jemah - karena
itu sebenarnya perkosa - melainkan hukum yang lahir dari sumbernya yang
71
sedalam-dalamnya, menjelma ke dunia sebagai hasil dari permusyawaratan
segala bangsa. Seperti diperingatkan tadi, hukum yang setinggi-tingginya
menurut Islam ialah damai. Dan hukum yang lahir dari bermusyawarat dan
berdamai, dengan tiada paksaan, adalah pula keadilan yang sebesar-besarnya,
yang dapat dicapai oleh manusia. Di atas dasar ini dunia bisa jadi aman dan
damai, bangsa- bangsa di dunia akan merasakan hidup dalam lingkungan
hukum yang adil.
Sebelum ada hukum yang mengikat dan menguasai tindakan tiap- tiap
bangsa terhadap yang lain, belumlah sempurna hukum dunia. Dan belumlah
pula dapat dicapai apa yang diciptakan oleh almarhum Roosevelt sebagai
kemerdekaan yang ketiga dan yang menjadi slogan dalam Perang Dunia
Kedua, yaitu freedom from fear.
Apa yang dikemukakan .itu sebagai dasar dunia baru tidak berbeda
dengan tuntutan Islam. Perasaan damai baru bisa meresap dalam jiwa
manusia, apabila ia terlepas dari rasa takut, apabila di sekitarnya berlaku
hukum dan keadilan. Sebab itu umat Islam dari segala negeri mempunyai
kewajiban ikut serta berjuang untuk mencapai keadilan hukum dan keadilan
sosial di dunia.
Keadilan sosial belum tercapai, apabila dalam masyarakat masih
terdapat pertentangan yang hebat antara kaya dan miskin, apabila
kemakmuran belum merata ke seluruh lapisan masyarakat. Manusia harus
terlepas dari kesengsaraan hidup, dapat merasai freedom from want, barulah
72
tercapai keadilan sosial. Sumber-sumber produksi di dalam negeri harus
dikerahkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat semuanya.
Salah satu jalan untuk mencapai keadilan sosial ialah kooperasi, yang
mengujudkan kerja sama dengan dasar tolong-menolong. Organisasi-
organisasi kooperasi sesuai benar dengan cita-cita Islam, karena Islam
meletakkan tanggung jawab pada individu untuk keselamatan masyarakat
seluruhnya. Selanjutnya, untuk mencapai keadilan sosial menurut Islam,
negara hendaklah merupakan suatu welfare state, yang menjamin
kemakmuran bagi segala orang. Bukan kemakmuran jasmani saja, melainkan
juga dan terutama kemakmuran rohani. Manusia akan tetap merasa miskin,
apabila ia tidak dapat serta dalam perkembangan kultur. Kesejahteraan hidup
baru tercapai, apabila ada perimbangan antara kemakmuran jasmani dan
rohani; Perimbangan itu hanya tercapai, apabila seruan agama cukup
berpengaruh dalam masyarakat.
Ilmu, terutama ilmu alam dan teknik, telah mencapai tingkat kemajuan
yang begitu tinggi sehingga, apabila tidak dikekang oleh agama, ia mudah
menjadi demon yang sehebat-hebatnya. Dengarlah jeritan jiwa seorang
pujangga besar sebagai Albert Einstein terhadap kemajuan ilmu yang dia
sendiri sebagian besar menciptakannya.
Demikian juga negara sebagai organisasi masyarakat. Negara bukan
tujuan tersendiri, melainkan alat untuk mencapai kebahagiaan, perdamaian
dan kemerdekaan bagi rakyat. Bukan rakyat untuk negara, melainkan
sebaliknya negara untuk rakyat.
73
Inilah juga cita-cita Islam. Bumi ini dan alam sekitarnya bukanlah
kepunyaan manusia, melainkan kepunyaan Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Tuhan yang menjadikan alam ini dan menjadikan bumi tempat kediaman
manusia. Kedudukan manusia di atas bumi ini tidak lain sebagai juru kuasa,
yang bertanggung jawab atas keselamatannya seterusnya. Sebab itu kewajiban
manusia yang mendiami bumi Allah ini ialah memeliharanya sebaik-baiknya
dan meninggalkannya kepada angkatan kemudian dalam keadaan yang lebih
baik dari yang diterimanya dari angkatan yang terdahulu dari dia.
Inilah sendi pandangan hidup Islam!
Tuan-tuan yang datang belajar ke Universitas Islam ini, dasarkanlah
ilmu yang Tuan tuntut di atas pandangan hidup Islam. Memang, logika ilmu
tetap tidak berubah, tetapi tujuan ke mana pengetahuan ilmu itu dikerahkan
hendaklah sepadan dengan etik Islam.
Apabila Tuan di sini mempelajari ilmu alam, ciptakanlah supaya
pengetahuan Tuan itu nanti dipergunakan untuk meringankan hidup manusia
di dalam dunia yang tidak sempurna ini. Tetapi tidak itu saja. Isi kepala dan
hati Tuan, hendaklah dilimpahkan pula untuk perjuangan menentang nafsu
dan kebuasan manusia yang mau mempergunakan ilmu untuk membuat
murderous instrument of mass destruction. Tuan berdosa kepada Allah,
apabila Tuan abaikan tugas ini.
Apabila Tuan di sini menuntut ilmu hukum atau ilmu politik atau ilmu
ekonomi, pendeknya ilmu sosial, pergunakanlah ilmu itu untuk menciptakan
bangunan masyarakat dan negara, yang menjamin keadilan sosial dan
74
persaudaraan, tidak saja antara manusia senegara melainkan juga antara
bangsa-bangsa.
Orang Islam melakukan tiap-tiap perbuatan karena Allah. Demikian juga hendaknya sikap Tuan dalam menuntut ilmu. Juga ilmu meminta korban diri (self sacrifice) dari penuntutnya, karena hanya dengan korban itu ilmu mencapai kemajuan.
2. Dakwah dan Pembangunan (Termasuk Pembangunan Ekonomi)
Apabila kita berkata tentang dakwah, maka teringat pada kita
kebesaran Tuhan yang tidak ada hingganya, yang kemurahan-Nya terhadap
hamba-Nya tertanam dalam Surat Al Fatihah, yang menjadi pokok seluruh
Kitab Al-Quran. Segala pekerjaan kita mulai dengan nama Allah Yang
Pemurah dan Penyayang dan menanam dalam keyakinan kita, bahwa segala
pujian hanya untuk Tuhan, Pemimpin semesta alam, selalu dengan sifat yang
Pemurah dan Penyayang. Apabila dalam keinsafan kita sudah hidup tekad dan
keyakinan, bahwa segala pujian hanya untuk Allah, Pemimpin seluruh alam,
maka tak ada tinggal lagi sisa pujian yang hams diberikan kepada sesama
manusia, betapa juga besar jasanya kepada kita. Segala pujian hanya untuk
Allah. Dalam Surat Al Fatihah kita diajar pula, bahwa Tuhan Yang Pemurah
dan Penyayang itu, memerintahkan hari pembalasan. Diterangkan dalam Surat
Az Zaizalah, ayat 7 dan 8, bahwa siapa yang mengerjakan perbuatan baik
sebesar atom akan dilihatnya. Siapa yang mengerjakan kejahatan seberat atom,
akan dilihatnya pula. Surat ini, sebagai suatu penjelasan dari Surat Al Fatihah
menggambarkan sejelas-jelasnya sifat Allah Yang Maha Adil. 89
89Ibid, hlm. 198
75
Dalam Surat Al Fatihah kita diajar seterusnya menyatakan keyakinan
kita yang diucapkan terhadap Allah: "Hanya Engkau yang kami sembah, dan
kepada Engkau saja kami memohon pertolongan." Ini berarti bahwa hanya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa kita sembahyang dan hanya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa kita memanjatkan doa. Tidak lagi kepada unsur-unsur
peninggalan takhyul lama atau kepada arwah nenek-moyang yang sudah
meninggal. Kita kadang-kadang ziarah pada kuburan mereka bukan dengan
kepercayaan bahwa mereka keramat dan memintakan pertolongan, melainkan
mendoakan kepada Tuhan, supaya hidup mereka di akhirat diberi bahagia oleh
Allah. Dalam Surat Al Fatihah seterusnya kita meminta kepada Allah:
"Pimpinlah kami kejalan yang lurus. Jalan mereka yang Engkau anugerahi
nikmat, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-
orang yang sesat."
Apabila kita meminta kepada Tuhan dengan begitu ikhlasnya, adakah
lagi bagi kita untuk berbuat lain daripada yang diminta itu? Apakah artinya
kita sebagai manusia, hamba Allah, apabila kita - setelah meminta kepada
Tuhan dipimpin ke jalan yang baik, yang benar - di sebelah itu berbuat lagi
hal-hal yang bertentangan dengan apa yang kita minta? Bukankah kita dengan
itu mempermainkan Tuhan? Akibatnya mempermainkan diri kita sendiri! 90
Pada tiap sembahyang kita mengucapkan, sebelum menyebut isi Surat
Al Fatihah, antara lain "sembahyangku, pengorbananku, kehidupanku dan
kematianku, semuanya untuk Tuhan, Pemimpin Semesta Alam. Dia (Tuhan
90Ibid, hlm. 199
76
itu) tidak mempunyai sekutu; dan itulah yang diperintahkan kepadaku, dan
aku orang pertama yang menundukkan diri kepada Tuhan."
Apabila kita sanggup melakukan dakwah membawa manusia tawakal
kepada Allah dengan sepenuh-penuh jiwa dan raga, maka dapatlah kita
membentuk manusia yang ikhlas untuk menyumbangkan tenaganya bagi
segala usaha pembangunan. Bukankah Allah sudah berfirman dalam Quran,
bahwa manusia dua tugasnya sekali jalan: cari akhirat dan berbuat baik di
dunia.
Sejalan dengan itu berkali-kali dalam Islam kita diajarkan, bahwa kita
harus mengatur hidup demikian rupa, seolah-olah kita akan hidup lama, tetapi
seolah-olah kita akan meninggal besok. Pendek kata kita hams membangun
bumi Allah yang diadakan untuk kita sebagai tempat kediaman sementara,
dalam perjalanan kita menuju akhirat. Bumi Allah ini, yang dipinjamkan
kepada kita manusia sebagai tempat kediaman sementara, hendaklah kita
pelihara dengan baik dengan membangun berbagai segi penghidupan jasmani
dan rohani, supaya dapat kita tinggalkan bagi angkatan manusia yang akan
datang dalam keadaan yang lebih baik dan sempurna dari pada keadaan yang
kita terima dari angkatan yang mendahului kita.91 Untuk melaksanakan tugas
kita itu kita harus membangun. Pada bagian bumi yang kita duduki sebagai
bangsa, kita harus melaksanakan cita-cita yang tertanam dalam undang-
undang dasar, membangun suatu Indonesia yang adil dan makmur. Cita-city
ini sesuai benar dengan apa yang. diperintahkan Islam.
91 Ibid, hlm. 199
77
Selain dari tawakal kepada Tuhan Yang Maha Esa, tugas orang Islam
ialah membangun pojok bumi yang didiaminya. Islam menuntut umatnya
mengerjakan usaha membangun. Begitu pula bangsa Indonesia akan
dikaruniai Tuhan dengan keadaan yang lebih baik, penghidupan yang lebih
sempurna, apabila bangsa Indonesia sendiri, keseluruhannya dan tiap-tiap
orang anggotanya, berusaha memperbaiki nasibnya. Masing-masing harus ikut
serta dalam usaha pembangunan menurut kecakapan masing-masing. Yang
besar-besar dikerjakan oleh pemerintah, di pusat dan daerah, yang sedang
dikerjakan oleh kumpulan swasta yang mempunyai modal, yang modal itu
digabungkan mereka sebagai pokok membangun. 0rang-orang kecil, orang-
seorang dapat berusaha sendiri. Lebih baik orang-orang kecil bergabung
dalam kooperasi ekonomi, supaya modal mereka menjadi lebih besar dan
keyakinan mereka untuk membangun bidang mereka bertambah besar pula.
Dalam pengalaman yang saya hadapi sejak berpuluh-puluh tahun, sering saya
lihat orang- seorang, orang kecil, takut bergerak lebih maju, karena takut
kapitalnya akan dihancurkan oleh saingan lawan yang lebih besar.92 Tetapi
setelah tergabung dalam kooperasi, dengan gabungan kapital mereka yang
menjadi lebih besar, takut itu hilang dan keberanian timbul untuk menempuh
jalan maju. Dengan bersatu itu dalam kooperasi yang berdasarkan tolong-
menolong semangat jadi hidup dan akal bertambah luas.
Seperti sering saya peringatkan sejak berpuluh tahun yang lalu, Bahwa
juga badan-badan yang bukan semata-mata ekonomi sifatnya dapat ikut serta
92 Ibid, hlm. 200
78
membangun, membangun dengan memperkuat sendi-sendi hidupnya.
Ambillah misalnya pondok-pondok pendidikan agama, seperti surau,
pesantren dan lain-lain namanya. Apabila ada persekutuan dan kerja sama
antara guru dan murid, maka sekitar pondok itu atau pada tempat yang tidak
jauh dari situ diadakan daerah yang ditanami dengan padi atau buah-buahan,
dan tumbuh-tumbuhan yang bernilai besar yang hasilnya dapat menyediakan
biaya untuk menghidupi tempat pengajian itu. Tergantung kepada luasnya
tanah yang ditanami dan buah yang ditanam, hasil tanaman itu dapat
membiayai seluruh keperluan pondok itu dan murid-muridnya atau hanya
sebagian saja. Tetapi bagaimana juga tempat pengajian itu mendidik murid-
murid memahamkan jalan ke akhirat, tetapi juga melatih diri mereka untuk
menghadapi jalan mencari nafkah hidup pada pondok pengajian itu dapat pula
diadakan pelajaran bertukang kayu atau tukang besi dan lain-lain sebagai
persiapan untuk menghadapi tugas hidup utama di dunia yang fana itu.93
Begitulah, pondok atau surau atau pesantren hendaknya menjadi
tempat untuk melatih pengetahuan rohani dan jasmani, supaya muridnya -
apabila sudah tamat pelajaran mengaji tidak canggung menghadapi tugas
hidupnya di atas dunia yang fana ini. Lambat-laun tiap-tiap tempat pendidikan
agama itu dapat menjadi suatu badan otonomi yang melaksanakan pendidikan
rohani dan jasmani, yang hidupnya tidak terlalu bersangkut kepada bantuan
dari luar.
93 Ibid, hlm. 202
79
Cara lama, apabila kita mempunyai kesungguhan hati, dapat
ditinggalkan berangsur-angsur, cara lama yang pondok pengajian itu hanya
mendidik murid berpengetahuan berat sebelah dan akhirnya tidak mengerti
lagi kewajiban hidup di atas dunia yang fana ini. Marilah kita berpedoman
dengan Surat Al Qashash ayat 77 untuk mencari akhirat dan berbuat baik di
dunia.