bab iii metodologi penelitian

5
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan April sampai dengan November 2011. 3.2. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah kandang tikus berpenutup kawat kasa, timbangan Triple Beam Balance, gelas objek, cover glass, cotton bud, mikroskop, syringe 24 G, spoid 1 ml, sonde lambung, penggaris, kamar hitung Neubauer, hand tally counter, cawan porselin, pipet leukosit, tabung reaksi, tabung eppendorf, mesin sentrifuse, pipet, freezer, timbangan analitik, kertas saring, peralatan bedah (alas, pisau, pinset, gunting), tisu, dan kertas label. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah susu kedelai fermentasi, larutan NaCl fisiologis (0,9%), akuades, larutan eter, dan kit testosteron. 3.3. Persiapan Penelitian 3.3.1. Hewan Coba Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley betina berusia 16 minggu pada awal penelitian dan tikus jantan berusia 16 minggu untuk mengawini betina. Selama penelitian tikus dipelihara di Fasilitas Hewan Coba, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Kandang yang digunakan dalam penelitian berbahan dasar plastik, berukuran 30 x 20 x 12 cm, berpenutup kawat kasa pada bagian atasnya, dan diberi alas sekam yang diganti secara periodik. Pakan dan air minum tikus diberikan ad libitum. Tikus bunting didapatkan dengan perkawinan yang dilakukan secara alamiah dengan mencampurkan tikus jantan dan betina dalam satu kandang dengan perbandingan 1:2. Setiap pagi masing-masing dari tikus betina

Upload: umdatul-mufiidah

Post on 14-Feb-2015

18 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab III Metodologi Penelitian

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi,

Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Bogor pada bulan April sampai dengan November 2011.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah kandang tikus

berpenutup kawat kasa, timbangan Triple Beam Balance, gelas objek, cover

glass, cotton bud, mikroskop, syringe 24 G, spoid 1 ml, sonde lambung,

penggaris, kamar hitung Neubauer, hand tally counter, cawan porselin, pipet

leukosit, tabung reaksi, tabung eppendorf, mesin sentrifuse, pipet, freezer,

timbangan analitik, kertas saring, peralatan bedah (alas, pisau, pinset,

gunting), tisu, dan kertas label. Bahan yang digunakan dalam penelitian

adalah susu kedelai fermentasi, larutan NaCl fisiologis (0,9%), akuades,

larutan eter, dan kit testosteron.

3.3. Persiapan Penelitian

3.3.1. Hewan Coba

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus

putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley betina berusia 16 minggu

pada awal penelitian dan tikus jantan berusia 16 minggu untuk mengawini

betina. Selama penelitian tikus dipelihara di Fasilitas Hewan Coba, Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Kandang yang digunakan

dalam penelitian berbahan dasar plastik, berukuran 30 x 20 x 12 cm,

berpenutup kawat kasa pada bagian atasnya, dan diberi alas sekam yang

diganti secara periodik. Pakan dan air minum tikus diberikan ad libitum.

Tikus bunting didapatkan dengan perkawinan yang dilakukan secara

alamiah dengan mencampurkan tikus jantan dan betina dalam satu kandang

dengan perbandingan 1:2. Setiap pagi masing-masing dari tikus betina

Page 2: Bab III Metodologi Penelitian

18

tersebut dilakukan ulas vagina untuk mendeteksi adanya perkawinan.

Indikator terjadi perkawinan adalah ditemukannya sperma pada preparat

ulas vagina. Bila pada preparat ulas vagina yang diamati tersebut ditemukan

sperma, pada umumnya tikus betina dinyatakan bunting (H1). Tikus betina

yang telah dinyatakan bunting dikandangkan secara individu.

3.3.2. Fitoestrogen

Fitoestrogen yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari olahan

kacang kedelai yaitu susu kedelai yang telah difermentasi menggunakan

Lactobacilus plantarum dan didapat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI). Setiap 100 gram susu kedelai fermentasi mengandung

kadar isoflavon sebanyak 70.61 mg yang terdiri dari 66.81 mg daidzein dan

3.80 mg genestein (hasil analisis Laboratorium Pengujian-Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian-Kementrian

Pertanian).

3.4. Metode Penelitian

3.4.1. Pengelompokan Hewan Coba

Sebanyak 12 ekor tikus betina bunting dibagi ke dalam empat

kelompok percobaan yang masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor

tikus betina. Kelompok-kelompok tersebut terdiri dari:

1. Kelompok K yang tidak diberi susu kedelai fermentasi selama

kebuntingan dan menyusui atau sebagai kontrol.

2. Kelompok A yang diberi susu kedelai fermentasi pada usia awal

kebuntingan (H2-H11).

3. Kelompok B yang diberi susu kedelai fermentasi pada akhir

kebuntingan sampai dengan partus (H12-H21).

4. Kelompok C yang diberi susu kedelai fermentasi pada masa laktasi

(P2-P11).

Pemberian susu kedelai fermentasi dilakukan secara peroral dengan

dosis sebanyak 4.99 gr/kg BB/hari dalam volume 4 ml dan dilakukan setiap

sore hari. Tikus-tikus tersebut dibiarkan tidak terusik sampai proses

Page 3: Bab III Metodologi Penelitian

19

melahirkan secara alami. Anak tikus tersebut dibiarkan menyusu pada

induknya sampai usia 21 hari. Anak tikus yang dilahirkan inilah merupakan

subjek penelitian.

3.4.2. Pelaksanaan

Tikus-tikus betina dihitung lama kebuntingannya dan dibiarkan

melahirkan secara alami. Pada hari pertama kelahiran dilakukan

penghitungan jumlah anak sekelahiran. Penghitungan rataan bobot badan

anak dilakukan pada hari kedua setelah kelahiran. Pengamatan jarak celah

anogenital dilakukan untuk menentukan jenis kelamin tikus. Tikus betina

memiliki jarak celah anogenital yang lebih pendek dibandingkan dengan

tikus jantan (Suckow et al. 2006). Setelah diketahui jenis kelamin anak,

anak yang berjenis kelamin jantan diambil sebagai objek penelitian. Anak

tikus jantan yang telah berusia 15 dan 21 hari dari masing-masing kelompok

dilakukan pengukuran celah anogenital. Anak tikus jantan dipisahkan

dengan induk pada hari ke-28 dan dikandangkan sesuai dengan

kelompoknya masing-masing. Pada usia 28 hari (prapubertas) dan usia 42

hari (menjelang pubertas) satu anak tikus jantan dari setiap kelompok

perlakuan dinekropsi untuk diambil data tampilan reproduksi. Data yang

diambil berupa bobot badan, bobot organ reproduksi (testis), dan jumlah

sperma. Selain itu, sampel darah juga diambil untuk menentukan kadar

hormon hewan jantan (testosteron). Segera setelah pembiusan dengan

menggunakan eter, sebanyak 1 ml darah diambil dari jantung dengan

menggunakan jarum suntik tuberculin. Darah ditempatkan dalam tabung

darah dan dibiarkan selama kira-kira 1 jam, disentrifuse dengan kecepatan

2500 rpm selama 15 menit. Serum yang terbentuk dimasukkan ke dalam

tabung eppendorf dan disimpan di dalam freezer sampai pengujian. Diagram

bagan penelitian disajikan pada Gambar 6.

Page 4: Bab III Metodologi Penelitian

20

3.5. Parameter yang Diambil dan Teknik Pengukurannya

Kinerja Induk

1. Lama Kebuntingan

Lama kebuntingan didapatkan dengan cara menghitung masa

kebuntingan induk dari hari pertama sampai dengan partus.

2. Jumlah Anak Sekelahiran dan Rataan Bobot Badan Lahir Anak

Jumlah anak sekelahiran dihitung melalui jumlah total anak pada

hari pertama kelahiran setiap induk. Rataan bobot lahir anak diperoleh

pada saat anak berusia dua hari. Data ini didapat dengan cara menimbang

bobot badan total seluruh anak dari setiap induk dan dibagi dengan

jumlah anak.

Kinerja Reproduksi Anak Jantan

1. Jarak Celah anogenital Usia 15 dan 21 Hari

Celah anogenital pada anak didapatkan dengan mengukur jarak celah

yang dibentuk oleh anus dan alat genital menggunakan penggaris. Data

didapat dalam skala centimeter.

2. Bobot Badan Anak Usia 28 dan 42 Hari

Bobot badan anak masing-masing diukur dengan menggunakan

timbangan Triple Beam Balance. Hasil pengukuran dinyatakan dalam

satuan gram.

3. Bobot Testis dan Jumlah Sperma Usia 28 dan 42 Hari

Bobot testis diukur dengan menggunakan timbangan analitik yang

merupakan bobot basah organ. Organ testis didapatkan melalui

euthanasia tikus percobaan menggunakan larutan eter dan pembedahan.

Bobot yang didapat dinyatakan dalam satuan gram. Jumlah sperma

didapat dengan mengencerkan semen yang ada pada cauda epididimis

dengan larutan NaCl fisiologis hangat. Kemudian cairan ini dihisap

dengan menggunakan pipet leukosit sampai dengan angka 11 dan

dibuang beberapa tetes lalu diletakkan pada kamar hitung Neubauer guna

dihitung jumlah sperma yang ada. Sperma dihitung dengan menggunakan

hand tally counter. Hasil penghitungan kemudian dikalikan dengan 50.

Page 5: Bab III Metodologi Penelitian

21

4. Kadar Hormon Testosteron

Kadar hormon testosteron diukur pada anak jantan usia 28 hari dan 42

hari. Pengukuran kadar testosteron ini dilakukan dengan menggunakan

teknik RIA memakai kit komersial. Konsentrasi hormon testosteron yang

terkandung dalam serum akan dibaca dengan menggunakan gamma

counter. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan ng/ml.

3.6. Analisis Statistik

Hasil parameter yang telah diukur dinyatakan dalam rataan ±

simpangan baku. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara

statistika melalui analisa sidik ragam (ANOVA) dengan pola rancangan

acak lengkap, dilanjutkan dengan uji Duncan dengan selang kepercayaan

95% (α=0.05) (Steel & Torrie 1991).

Kelompok A Kelompok B Kelompok C

Keterangan: : Pemberian susu kedelai fermentasi pada induk.

Gambar 6 Diagram bagan penelitian

Partus Anak Tikus Jantan

Induk

Tikus Betina Tikus Jantan

Tikus Betina Bunting

1 2 1112 2 11 15 21 28 42 (hari)

Jumlah anak lahir

BB Anak

Celah Anogenital

Sampling : a. BB anak b. Bobot Testis c. Kadar

Testosteron d. Jumlah

Sperma