bab iii konflik dan upaya penyelesaiannya di jemaat … · ibadah, meliputi: 1) pelayanan ibadah...

35
38 BAB III KONFLIK DAN UPAYA PENYELESAIANNYA DI JEMAAT GPM REHOBOTH Jemaat GPM Rehoboth didiami oleh berbagai etnis dengan ragam budaya, adat istiadat, juga hidup berdampingan dengan 14 Organisasi Gereja Dedominasi dan disekitarnya ada masyarakat yang beragama Islam dan Katolik. Kondisi ini menjadikan Jemaat GPM Rehoboth heterogen. Heterogenitas itu tentu saja dapat menjadi modal pembangunan kehidupan jemaat yang terwujud dalam sikap saling menghargai, menghormati dan membantu dalam lingkup pelayanan Jemaat maupun terhadap jemaat- jemaat lain (yang bukan warga jemaat GPM Rehoboth). Kendati begitu, heterogenitas masyarakat dari segi-segi diatas bisa saja menjadi ancaman. Hal inilah yang menjadi bagian dari hasil-hasil temuan dalam penelitian ini. Secara geografis, kondisi fisik wilayah pelayanan sebagian besar merupakan daerah berbukit khususnya pada bagian Selatan dan hanya sebagian kecil daerahnya yang datar yakni pada bagian Utara. Kondisi wilayah pelayanan yang cukup luas dengan kondisi fisik wilayah yang berbukit, merupakan tantangan pelayanan tersendiri. A. Gambaran Umum Jemaat Rehoboth a. Kondisi Wilayah Pelayanan Secara administratif pemerintahan, wilayah pelayanan Jemaat GPM Rehoboth terletak di Kecamatan Nusaniwe, dan anggota jemaatnya membaur serta menyebar dengan masyarakat lainnya pada 4 Kelurahan dan 1 Negri (bac:Desa), yakni; (1) Kelurahan Kudamati; (2) Kelurahan Wainitu; (3) Kelurahan Mangga Dua; (4) Kelurahan

Upload: others

Post on 31-Jan-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 38

    BAB III

    KONFLIK DAN UPAYA PENYELESAIANNYA DI JEMAAT GPM

    REHOBOTH

    Jemaat GPM Rehoboth didiami oleh berbagai etnis dengan ragam budaya, adat

    istiadat, juga hidup berdampingan dengan 14 Organisasi Gereja Dedominasi dan

    disekitarnya ada masyarakat yang beragama Islam dan Katolik. Kondisi ini menjadikan

    Jemaat GPM Rehoboth heterogen. Heterogenitas itu tentu saja dapat menjadi modal

    pembangunan kehidupan jemaat yang terwujud dalam sikap saling menghargai,

    menghormati dan membantu dalam lingkup pelayanan Jemaat maupun terhadap jemaat-

    jemaat lain (yang bukan warga jemaat GPM Rehoboth). Kendati begitu, heterogenitas

    masyarakat dari segi-segi diatas bisa saja menjadi ancaman. Hal inilah yang menjadi

    bagian dari hasil-hasil temuan dalam penelitian ini.

    Secara geografis, kondisi fisik wilayah pelayanan sebagian besar merupakan

    daerah berbukit khususnya pada bagian Selatan dan hanya sebagian kecil daerahnya

    yang datar yakni pada bagian Utara. Kondisi wilayah pelayanan yang cukup luas dengan

    kondisi fisik wilayah yang berbukit, merupakan tantangan pelayanan tersendiri.

    A. Gambaran Umum Jemaat Rehoboth

    a. Kondisi Wilayah Pelayanan

    Secara administratif pemerintahan, wilayah pelayanan Jemaat GPM Rehoboth

    terletak di Kecamatan Nusaniwe, dan anggota jemaatnya membaur serta menyebar

    dengan masyarakat lainnya pada 4 Kelurahan dan 1 Negri (bac:Desa), yakni; (1)

    Kelurahan Kudamati; (2) Kelurahan Wainitu; (3) Kelurahan Mangga Dua; (4) Kelurahan

  • 39

    Waihaong; dan; (5) Negeri Urimessing (Dusun Seri). Sedangkan secara administratif

    Gereja, wilayah pelayanan Jemaat GPM Rehoboth terbentang dari pesisir Tanah Lapang

    Kecil menuju daerah perbukitan Gunung Nona dengan luas lebih kurang 1,20 Km2, dan

    terbagi dalam 19 sektor dengan membawahi 66 unit pelayanan.

    Kondisi fisik wilayah sangat variatif, sebagian besar wilayah merupakan daerah

    perbukitan khususnya pada daerah sebelah Selatan, sedangkan daerah sebelah Utara

    relatif datar, dengan batas-batas wilayah pelayanan sebagai berikut:

    Sebelah Utara : Teluk Ambon

    Sebelah Selatan : Jemaat GPM Kesya, Jemaat GPM Seri.

    Sebelah Barat : Jemaat GPM Imanuel – OSM dan Jemaat

    GPM Eden.

    Sebelah Timur : Jemaat GPM Silo, Jemaat Kategorial

    GPM Sinar Kasih,

    POLRI dan Jemaat GPM Menara Kasih.

    B. Potensi Sumberdaya Jemaat dan Tantangan Pelayanan

    Perkembangan anggota jemaat (masyarakat) pada periode lima tahun terakhir

    nampaknya terus menunjukkan angka kenaikan, baik yang disebabkan oleh kelahiran,

    migrasi maupun perpindahan akibat tugas dengan rata-rata pertumbuhan 2,5 persen

    pertahun.

    a. Demografi.

    Sampai dengan tahun 2011, jumlah anggota jemaat GPM Rehoboth tercatat

    sebanyak 9.119 jiwa, terdiri dari perempuan sebanyak 4.660 jiwa (51 persen) dan laki-

    laki sebanyak 4448 jiwa (49 persen). Dilihat dari komposisi umur, jumlah terbanyak

  • 40

    adalah usia 16-45 tahun yakni sebanyak 4.503 jiwa, selanjutnya usia 46-59 tahun

    sebanyak 1.276 jiwa, usia 60-85 tahun sebanyak 685 jiwa,usia 13-15 tahun sebanyak

    585 jiwa, usia 7-9 tahun sebanyak 556 jiwa, usia 10-13 tahun sebanyak 538 jiwa dan

    diikuti dengan kelompok uisa lainnya. (lihat tabel I).

    Tabel I

    Jumlah Anggota Jemaat GPM Rehoboth

    Menurut Kategori Usia Tahun 2011

    N

    O.

    Sektor

    Kategori Usia

    0 – 3 4 – 6 7 – 9 10 – 12 13 - 15 16 – 45 46 - 59 60-85 >86

    Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr L

    k

    Pr

    1 Elim 9 5 9 12 12 6 10 4 8 12 78 97 13 24 10 14 - 1

    2 Galilea 22 16 15 13 18 15 12 11 14 15 141 135 33 31 15 18 - -

    3 Petra 10 12 6 4 13 7 17 8 7 17 83 87 19 21 17 17 - -

    4 Tiberias 16 9 5 5 14 8 5 6 7 11 58 67 16 19 6 12 - -

    5 Siloam 14 13 14 5 9 12 7 16 8 17 78 95 20 26 17 19 - -

    6 Bethania 12 4 3 4 6 7 9 9 12 10 102 117 17 30 15 21 1 1

    7 Yarden 11 11 10 11 17 13 22 28 22 18 150 186 36 47 34 38 - 3

    8 Ora et Labora 10 8 10 9 8 6 16 10 11 15 83 84 24 28 11 26 - 1

    9 Bethlehem 27 27 17 17 27 18 20 23 27 20 223 224 50 44 17 11 - 1

    10 Calvari 14 17 16 20 24 28 22 18 20 32 156 181 50 59 30 33 - 1

    11 Sion 20 18 13 16 19 17 35 19 23 30 179 192 48 48 37 50 - -

    12 Imanuel 10 9 17 15 14 10 13 10 9 9 108 85 18 25 8 9 - 1

    13 Bethabara 22 20 15 19 26 23 13 20 19 19 221 208 73 81 19 26 - 2

    14 Sinai 11 8 13 11 12 8 18 10 13 17 97 77 29 41 9 15 1 1

    15 Karmel 8 6 9 8 2 5 6 8 12 15 29 26 35 38 22 21 1 -

    16 Christy

    Natalia

    8 9 20 10 15 22 10 14 17 14 152 140 34 47 20 17 1 -

    17 Viadolorosa 12 15 10 17 27 23 22 19 12 12 27 53 25 20 5 3 - 1

    18 Sumber Kasih 7 20 14 24 12 28 15 13 24 12 119 128 25 24 10 14 - -

    19 Zaitun 13 8 22 10 11 14 11 9 11 14 115 122 27 31 10 9 - -

    Sumber: Renstra Jemaat GPM Rehoboth

    Dari jumlah anggota jemaat di atas, yang telah menjadi anggota Baptis sebanyak 8.289

    orang, diteguhkan sebagai Sidi Gereja sebanyak 6.607 orang, sedangkan yang telah

    menikah sebanyak 4.592 orang.

  • 41

    b. Pendidikan.

    Keunggulan kompetitif kualitas di setiap jenjang pendidikan menunjukkan

    kemajuan yang cukup baik. Itu berarti merupakan potensi yang cukup besar bagi

    kemajuan pembinaan pelayanan. Kualitas pelayanan seyogianya juga perlu didukung

    dengan sumberdaya manusia yang terampil dan berkualitas.

    Dari data yang diperoleh ternyata klasifikasi pendidikan anggota jemaat sangat

    bervariasi, antara lain untuk S3 sebanyak 15 orang, S2 sebanyak 78 orang, S1 sebanyak

    1.033 orang, Diploma sebanyak 521 orang, SMU/SMK sebanyak 4.298 orang, SLTP

    sebanyak 1.301 orang dan SD sederajat sebanyak1.056 orang. Gambaran secara jelas

    tentang klasifikasi pendidikan formal anggota jemaat dapat diikuti pada tabel II.

    Tabel II.

    Klasifikasi Pendidikan Anggota Jemaat GPM Rehoboth

    Tahun 2007 – 2011

    Tahun

    Klasifikasi Pendidikan

    S3 S2 S1 Diplom

    a

    SLTA SLTP SD

    2007

    2008

    2009

    2010

    2011

    5

    5

    6

    8

    15

    59

    65

    66

    70

    78

    741

    854

    918

    942

    1.033

    379

    436

    469

    476

    521

    3.226

    3.756

    4.009

    4.115

    4.298

    1.002

    1.092

    1.155

    1.207

    1.301

    755

    796

    869

    910

    1.056 Sumber : PHMJ GPM Rehoboth

    Gambaran tabel II di atas, menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2011 jumlah

    anggota Jemaat GPM Rehoboth yang memiliki klasifikasi pendidikan terbanyak adalah

    pada jenjang pendidikan SLTA yakni 29,14 persen, selanjutnya SLTP sebanyak 8,82

    persen, SD sebanyak 7,17 persen, S1 sebanyak 7,00 persen, Diploma sebanyak 3,53

    persen, S2 sebanyak 0,53 persen dan S3 sebanyak 0,10 persen.

  • 42

    Di sisi penyediaan prasarana dan sarana (infrastruktur) pendidikan baik oleh

    pemerintah maupun lembaga pendidikan Kristen di daerah pelayanan Jemaat GPM

    Rehoboth, tersedia 2 Unit Taman Kanak-Kanak, 3 komplek persekolahan Sekolah

    Dasar, 2 komplek persekolahan Sekolah Menengah Pertama, 3 komplek persekolahan

    Sekolah Menengah Umum/Kejuruan dan 1 lembaga perguruan tinggi (UKIM).

    Khusus untuk sarana dan prasarana pendidikan yang dikelola oleh Yayasan

    Pendidikan Persekolahan Kristen (YPPK) Dr.J.B. Sitanala yakni, 1 komplek

    persekolahan mulai dari jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) sampai dengan

    menengah (SMU), melalui pergumulan yang panjang atas kerjasama Sinode Gereja

    Protestan Maluku dengan lembaga pendidikan Yayasan Lentera Harapan Jakarta telah

    disepakati untuk dikelola oleh Yayasan Lentera Harapan.

    Kesepakatan terhadap kerjasama, mulai tahun 2011 persekolahan Rehoboth

    milik YPPK disiapkan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan terintegrasi

    dibawah tanggung jawab pembinaan dan pengelolaan oleh Yayasan Pendidikan Lentera

    Harapan Jakarta. Untuk menunjang proses pembelajaran pada persekolahan Lentera

    Harapan, sampai dengan tahun 2011 terdapat 302 siswa SD dengan guru 16 orang, siswa

    SMP 150 orang dengan guru 10 orang dan siswa SMA 195 orang dengan guru 11, dan

    ini dapat terlihat pada tabel III

    Kesepakatan kerjasama antara GPM dengan Yayasan Lentera Harapan

    mewajibkan pihak Yayasan Lentera untuk menyediakan sumberdaya tenaga pendidik

    dan melatih meningkatkan kapasitas serta mutunya agar dapat memenuhi standar

    pendidikan yang berkualitas sehingga dapat bersaing dengan lembaga pendidikan secara

    nasional.

  • 43

    Tabel III

    Jumlah Siswa dan Guru pada kompleks

    Persekolahan YPPK Rehoboth

    No.

    Kelas

    Jumlah Siswa dan Guru pada Setiap Jenjang

    SD SMP SMA

    Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    12.

    I

    II

    III

    IV

    V

    VI

    VII

    VIII

    IX

    X

    XI

    XII

    55

    58

    45

    44

    48

    52

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    16

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    60

    45

    45

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    10

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    55

    62

    78

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    11

    -

    -

    Jumlah 302 16 150 10 195 11 Sumber: YPPK Sitanala Rehoboth

    c. Putus Sekolah dan Pengangguran.

    Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) baru saja mengeluarkan survei

    terbarunya mengenai angka pengangguran pada anak yang putus sekolah. Survei

    menemukan tingkat pengangguran sangat besar di antara mereka yang putus sekolah

    yakni pada kelompok usia 15 – 17 tahun dengan angka pengangguran sebesar 71 persen.

    Besaran tersebut berkurang secara berangsur-angsur menjadi sekitar 53 persen untuk

    usia 19 - 20 tahun dan 20 persen untuk usia 23 – 24 tahun. Anak yang putus sekolah dan

    masuk dunia kerja memang dapat membantu perekonomian keluarga untuk jangka

    pendek, namun tidak sampai di usia dewasa. Ia kemungkinan besar gagal atau kurang

  • 44

    berhasil dalam kehidupan bekerjanya ketimbang mereka yang berhasil menamatkan

    pendidikannya.

    Salah satu penyebab anak putus sekolah adalah karena ekonomi keluarga yang

    kurang mampu dan distribusi bantuan pemerintah yang belum merata. Kondisi yang

    demikian ditemui pada Jemaat GPM Rehoboth, di mana beberapa tahun terakhir ini

    jumlah anak putus sekolah memang tidak terlalu menonjol, namun angka pengangguran

    sangat tinggi yakni lebih kurang 28 - 30 persen. Tingginya angka pengangguran

    dipengaruhi berbagai faktor. Misalnya, minimnya perhatian dari orang tua untuk

    menyekolahkan anaknya dan juga pengaruh lingkungan masyarakat sekitar yang kurang

    ―mendukung‖.

    Putus Sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik

    yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan berikutnya. Masalah putus

    sekolah khususnya pada jenjang pendidikan rendah, kemudian tidak bekerja atau

    berpenghasilan tetap, dapat merupakan beban masyarakat bahkan sering menjadi

    penggangu ketentraman masyarakat. Hal ini ini diakibatkan kurangnya pendidikan atau

    pengalaman intelektual, serta tidak memiliki keterampilan, sehingga sulit diterima kerja.

    Itupun juga kalau Ia tidak berusaha menyeimbangkannya dengan pengalaman-

    pengalaman kerja di bidang informal yang kurang memperhatikan tenaga kerja dari latar

    belakang pendidikan tinggi. Orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah bisa

    mengalami frustasi dan merasa rendah diri tetapi bersikap over acting, bisa

    menimbulkan gangguan-gangguan dalam masyarakat berupa perbuatan yang

    bertentangan dengan norma-norma sosial.

  • 45

    C. Pembinaan Jemaat.

    a. Pelayanan Jemaat.

    Proses pembinaan dan pendampingan umat dalam konteks pelayanan jemaat

    sangat variatif dengan tetap berpedoman pada norma dan etika tata pelayanan jemaat

    GPM. Tujuannya adalah untuk memotivasikan umat agar berkarya dan berbuat dengan

    tetap mengedepan karya keselamatan Allah dalam ketritunggalan-Nya. Keterpanggilan

    umat dalam tanggung jawab pelayanan dilakukan secara teratur dalam berbagai bentuk

    ibadah, meliputi:

    1) Pelayanan ibadah minggu sebanyak 11 kali dalam seminggu pada

    7 rumah gereja, disertai dengan pelayanan rumah kepada orang

    sakit, lanjut usia oleh seluruh perangkat pelayan di jemaat.

    2) Pelayanan ibadah Unit pada setiap hari jumat.

    3) Pelayanan ibadah Sektor pada setiap akhir bulan.

    4) Pelayanan HUT pernikahan keluarga yang dilaksanakan oleh para

    Pendeta.

    5) Pelayanan HUT kelahiran pada unit-unit pelayanan yang

    dilaksanakan oleh Majelis Jemaat dan Koordinator Unit.

    Selain ibadah-ibadah jemaat, dilaksanakan juga ibadah-ibadah oleh Wadah

    Pelayanan laki-laki dan perempuan serta pemuda maupun pada unit tertentu di beberapa

    Sektor juga dilaksanakan Ibadah Binakel/Gatris pada setiap hari Sabtu, dengan

    pembagian menjadi beberapa kelompok. Hasil evaluasi terhadap kehadiran anggota

    jemaat dalam setiap ibadah, khususnya pada ibadah di unit-unit maupun wadah-wadah

    pelayanan lainnya masih belum terlalu maksimal, dan ini menjadi tantangan yang cukup

  • 46

    besar untuk digumuli. Pada tabel IV tergambar secara jelas rata-rata kehadiran anggota

    jemaat dalam ibadah Unit maupun Wadah Pelayanan selama tahun 2011 hanya sebesar

    55,74 persen, terdiri dari laki-laki sebesar 46,57 persen, sedangkan perempuan sebesar

    64,91 persen.

    Tabel IV

    Kehadiran Anggota Jemaat Dalam Setiap Ibadah Unit dan

    Wadah-Wadah Pelayanan Jemaat GPM Rehoboth

    NO SEKTOR

    KEHADIRAN

    LAKI-LAKI

    (%)

    KEHADIRAN

    PEREMPUAN

    (%)

    KET

    1. Sumber Kasih 28 69

    2. Yarden 38 45

    3. Orel 64 96

    4. Sinai 47 90

    5. Viadolorosa 42 100

    6. Christy Natalia 94 94

    7. Imanuel 37 72

    8. Calvary 49 42

    9. Petra 45 49

    10. Sion 47 50

    11. Bethabara 51 44

    12. Gelilea 64 66

    13. Elim 84 73

    14. Bethlehem 50 39

    15. Bethania 30 64

    16. Zaitun 32 55

    17. Siloam 30 62

    18. Tiberias 46 78

    19. Karmel 30 49 Sumber data: Renstra Jemaat GPM Rehoboth 2010-2015

    b. Pendidikan Anak dan Remaja

    Gereja Protestan Maluku menyelenggarakan pendidikan formal gereja pada

    jenang pendidikan anak, remaja dan katekisasi. Jenjang pendidikan Anak dan remaja

    sebagai basis sumberdaya manusia gereja adalah aset yang harus diperhatikan secara

  • 47

    serius di dalam mengantisipasi pergerakan dunia di era globalisasi yang dengan sangat

    cepat dan transparan menawarkan hal-hal positif maupun negatif. Dengan demikian

    pembinaan di jenjang anak, remaja dan katekisasi menjadi hal yang utama di dalam

    pembentukan spiritualitas umat yang membumi serta mampu menjawab perkembangan

    zaman dengan segala tantangannya. Oleh karena itu penguatan sumberdaya manusia

    melalui pendidikan berjenjang beserta tenaga pendidik menjadi penting di dalam proses

    pembinaan dimaksud.

    Penguatan sumberdaya umat melalui Sekolah Minggu Tunas Pekabaran Injil

    (SM-TPI) mengacu pada kurikulum sinode GPM yang bertumpu pada 3 pilar utama

    yaitu Firman, Gereja dan Konteks. Penguasaan ruang lingkup ketiga pilar tersebut

    membutuhkan bukan hanya kuantitas tetapi juga kualitas pengasuh (pendidik), sehingga

    pelayanan terhadap seluruh umat khususnya anak dan remaja dapat terjangkau. Di dalam

    perjalanannya SM-TPI Jemaat GPM Rehoboth mampu membuktikan hal ini dalam

    beberapa prestasi penting baik di tingkat Klasis maupun Sinode. Pada tahun 2009, SM-

    TPI Jemaat GPM Rehoboth meraih juara I lomba pidato bahasa Inggris Jambore Remaja

    tingkat Klasis Pulau-Pulau Ambon. Pada tahun 2010, SM-TPI Jemaat GPM Rehoboth

    meraih juara I lomba cerdas cermat memperingati HUT GPM tingkat Sinode dan pada

    tahun 2011, meraih juara harapan III lomba Pesparawi Kota Ambon.

    Jemaat GPM Rehoboth merupakan salah satu jemaat dengan karakteristik

    geografis dan etnografis sangat beragam (heterogen). Dengan demikian pendekatan

    kelompok ajar berdasarkan letak geografis dipraktekan selama ini dan dirasakan cukup

    efektif. Di dalam wilayah pelayanan Jemaat GPM Rehoboth terdapat 32 kelompok

  • 48

    belajar SM-TPI, dan ini dapat dilihat pada tabel V. Dengan adanya pembagian kelompok

    seperti ini maka tantangan karakteristik wilayah dapat diminimalisasi.

    Tantangan lain yang sangat berpengaruh didalam meningkatkan efektivitas

    pembinaan adalah peran serta orang tua didalam memberi dorongan kepada peserta didik

    bahwa keikutsertaannya di sekolah minggu merupakan sarana pembentukan karakter

    mereka. Peran serta para pelayan maupun koordinator unit atau sektor selama ini

    memang diharapkan untuk meningkatkan kinerja para pengasuh di kelompok-kelompok

    tersebut. Oleh karena itu fungsi kontrol terhadap aktivitas SM-TPI menjadi agenda rutin

    dari para pelayanan di Unit maupun Sektor pelayanan.

    Tabel V

    Kelompok Mengajar SM-TPI Jemaat GPM Rehoboth

    No. Sektor Kelompok SMTPI

    1 Elim Desemse

    2 Galilea Galilea 2, Galilea 3

    3 Petra Petra, Apostolos

    4 Tiberias Tiberias, Via Dolo Rosa

    5 Siloam Siloam

    6 Behtania Alhairani, Pniel

    7 Yarden Eklesia, Kawan Seiman

    8 Ora et Labora Dalyer, Orel 3

    9 Bethlehem Bethlehem, Bt. Gantung 2, Bethabara Bt. Gantung

    10 Calvari Calvari

    11 Sion Sion

    12 Zaitun Exaudia

    13 Via Dolo Rosa Diaspora 1, Diaspora2

    14 Imanuel Doulas, Gets Batu Gantung

    15 Christi Natalia Christi Natalia

    16 Karmel Yerikho

    17 Sinai Kumatu,Euaggelion, Nazareth

    18 Sumber Kasih Sumber Kasih 1, Sumber Kasih 2

    19 Bethabara Bethabara 1, Bethabara 2 Sumber :Sub Komisi Anak dan Remaja GPM Rehoboth

    Jemaat GPM Rehoboth memiliki 2.053 orang anak tanggung dan 585 anak

    remaja yang diasuh oleh tenaga pengasuh sebanyak 278 orang dan terdistribusi dalam 4

  • 49

    jenjang dan 12 sub jenjang (komunikasi interpersonal). Dari jumlah keseluruhan

    pengasuh jika dikuantifikasi maka, kurang lebih 1 pengasuh mengasuh 6 sampai 7 orang

    nara didik. Rasio ini, sebenarnya cukup ideal untuk menunjang peningkatan kualitas

    Proses Belajar Mengajar (PBM). Artinya dengan rasio ini diharapkan PBM lebih efektif,

    sehingga pengasuh lebih mudah membimbing dan mengenal nara didiknya.

    Persoalannya adalah bagaimana mekanisme distribusi tenaga pengasuh tiap jenjang

    berdasarkan kemampuannya yang mereka miliki. Nara didik tidak mudah memahami

    topik atau materi yang diberikan kalau kemampuan pengasuh tidak mampu menciptakan

    suasana pembelajaran yang nyaman serta pandai menggunakan sumberdaya di sekitar.

    Sehingga dapat menarik perhatian nara didik terlibat proses pembelajaran.

    Penguatan sumberdaya nara didik jenjang anak dan remaja yang selama ini

    sudah dilakukan dalam bentuk PBM, bimbingan pengasuh, penataran pengasuh,

    pelatihan kepemimpinan anak dan remaja, evaluasi akhir semester dan sebagainya, tentu

    tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan fasilitas yang menunjang pembelajaran. Oleh

    karena itu fasilitas/alat pembantu mengajar atau alat peraga tersebut juga merupakan hal

    penting yang dibutuhkan dalam PBM, sehingga penerapan garis-garis besar pokok

    pengajaran sesuai topik ataupun konteks yang akan diajarkan lebih optimal.

    c. Katekisasi.

    Katekisasi merupakan jenjang pendidikan formal gereja tertinggi bagi anggota

    jemaat yang akan diteguhkan menjadi anggota sidi gereja. MJ GPM Rehoboth

    melakukan pembinaan katekisasi terhadap anggota jemaat yang berasal dari berbagai

    latar belakang dan usia (khususnya yang belum sidi). Jumlah siswa yang terdaftar

    katekisasi berbeda-beda setiap tahun dan terdistribusi pada 4 gereja dan dilayani oleh 10

  • 50

    orang tenaga pengajar. Tenaga pengajar katekisasi adalah yang memiliki latar belakang

    sebagai Pendeta dan Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK). Materi pembelajaran

    yang diberikan kepada siswa adalah yang sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan oleh

    Sinode GPM. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum berbasis konteks dan

    merupakan kelanjutan dari kurikulum SM-TPI.

    Dalam perkembangannya ternyata pembinaan katekisasi juga memiliki beberapa

    kendala antara lain:

    1) Para orang tua belum sepenuhnya memahami betapa pentingnya

    proses pembinaan secara berkelanjutan terhadap perkembangan

    rohani seorang anak dalam keluarga kristen. Kebanyakan masih

    memiliki pemahaman bahwa katekisasi hanya merupakan

    kebijakan formalitas yang harus diikuti oleh seluruh umat dalam

    suatu jemaat. Ketidakseriusan para orang tua tampak terlihat

    ketika baru mendaftarkan anaknya setelah katekhisasi berjalan

    selama 2-3 bulan.

    2) Dari sisi nara didik, sebagai siswa katekisasi juga ternyata ada

    yang sangat sulit menerima materi-materi yang disampaikan.

    Kesulitan ini lebih diakibatkan karena ternyata nara didik

    tersebut tidak mengikuti program pendidikan di tingkat SM-TPI,

    sehingga tidak ada keberlanjutan di dalam pembelajaran atau

    proses pembinaan terhadap anak.

    3) Waktu katekisasi 1 kali seminggu dan kurang dari 2 jam,

    ternyata dirasakan kurang efektif di dalam menyelesaikan

  • 51

    keseluruhan materi dalam kurikulum yang dipakai tersebut,

    apalagi dalam perjalanannya diselingi dengan waktu libur.

    D. Gambaran Umum Kondisi Kepemudaan Jemaat GPM Rehoboth

    Pemuda merupakan penerus perjuangan generasi terdahulu untuk mewujukan

    cita-cita bangsa. Pemuda menjadi harapan dalam setiap kemajuan di dalam suatu

    bangsa, Pemuda lah yang dapat merubah pandangan orang terhadap suatu bangsa dan

    menjadi tumpuan para generasi terdahulu untuk mengembangkan suatu bangsa dengan

    ide-ide ataupun gagasan yang berilmu, wawasan yang luas, serta berdasarkan kepada

    nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.

    Baik buruknya suatu masyarakat dilihat dari kualitas pemudanya, karena

    generasi muda adalah penerus dan pewaris Bangsa, Negara dan Gereja. Generasi muda

    harus mempunyai karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan Gerejanya,

    memiliki kepribadian tinggi, semangat nasionalisme, berjiwa saing, mampu memahami

    pengetahuan dan teknologi untuk bersaing secara global. Pemuda juga perlu

    memperhatikan bahwa mereka mempunyai fungsi sebagai Agent of change, moral force

    and sosial kontrol sehingga fungsi tersebut dapat berguna bagi masyarakat.

    Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen

    perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Peran aktif pemuda sebagai

    kekuatan moral diwujudkan dengan menumbuhkembangkan aspek etik dan moralitas

    dalam bertindak pada setiap dimensi kehidupan kepemudaan, memperkuat iman dan

    taqwa serta ketahanan mental-spiritual, dan meningkatkan kesadaran hukum. Sebagai

  • 52

    kontrol sosial diwujudkan dengan memperkuat wawasan kebangsaan, membangkitkan

    kesadaran atas tanggungjawab, hak, dan kewajiban sebagai warga negara,

    membangkitkan sikap kritis terhadap lingkungan dan penegakan hukum, meningkatkan

    partisipasi dalam perumusan kebijakan publik, menjamin transparansi dan akuntabilitas

    publik, dan memberikan kemudahan akses informasi.

    Dalam proses pembangunan masyarakat, pemuda merupakan kekuatan moral,

    kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai perwujudan dari fungsi, peran, karakteristik,

    dan kedudukannya yang strategis dalam pembangunan nasional. Untuk itu, tanggung

    jawab dan peran strategis pemuda di segala dimensi pembangunan perlu ditingkatkan

    dalam kerangka hukum nasional sesuai dengan nilai yang terkandung di dalam Pancasila

    dan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan

    berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kebhinekaan,

    demokratis, keadilan, partisipatif, kebersamaan, kesetaraan, dan kemandirian.

    Gereja protestan Maluku memiliki organisasi kepemudaan yang dikenal dengan

    sebutan Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (disingkat AM-GPM). Organisasi

    tersebut memiliki cabang dan ranting di semua wilayah GPM. Secara operasional

    memiliki tujuan membina Pemuda GPM sebagai pewaris dan penerus nilai-nilai Injili

    agar memiliki ketahanan iman, iptek, sosio ekonomi, sosio budaya dan sosio politik

    untuk mewujudkan tanggung jawabnya dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat,

    berbangsa dan bernegara. Sesuai Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga AM-

    GPM Bab VIII tentang Keanggotaan, pasal 12 menyebutkan anggota AM-GPM adalah

    semua Anggota GPM yang berusia 17-45 tahun. Sedangkan menurut UU Kepemudaan

    nomor 40 tahun 2009 batasan usia pemuda Indonesia yakni 15 sampai dengan 30 tahun.

  • 53

    Dalam teori perkembangan kognitif Piaget57

    usia 11 tahun sampai dewasa

    merupakan kategori usia dengan periode operasi berpikir formal. Di dalam proses

    periode ini, kekuatan baru kognitif mereka bisa mengarah kepada idealisme dan

    utopianisme yang mengejutkan. Pikiran idealistik dan utopis seperti itu membawa di

    dalamnya sejenis egosentrime baru. Egosentrisme mengacu pada ketidakmampuan

    untuk membedakan perspektifnya sendiri dari perspektif orang lain. Mereka bermimpi

    tentang ―masa depan yang menakjubkan atau mentransformasi dunia lewat ide-ide tanpa

    berusaha mengetes pikiran-pikiran mereka di dalam realitas.

    Dalam masa-masa pertumbuhan mencari jati diri, tahap perkembangan ini

    memperlihatkan masa transisi yang berdampak luar biasa terhadap moralitas pemuda.

    Kondisi pemuda yang sementara labil ini sangat rentan terhadap berbagai persoalan,

    apalagi jika tidak memiliki pegangan yang kuat, karena harus berhadapan dengan

    berbagai pengaruh dari lingkungan di sekitarnya. Kerentanan mereka terhadap berbagai

    pengaruh, dapat membawa pada pergaulan yang negatif. Hal inilah yang ditunjukkan

    dalam konteks kehidupan pemuda di Kelurahan Batu Gantung, jemaat GPM Rehobot.

    Kaum muda yang notabene berada pada usia produktif, terlibat dalam pergaulan

    kelompok-kelompok tertentu. Pergaulan kelompok-kelompok ini, dapat menjurus pada

    hal-hal yang negatif, walaupun ada potensi-potensi positif yang sesungguhnya dapat

    mereka kembangkan. Hal ini tercermin dari kehidupan mereka sehari-hari yang sering

    duduk bergerombolan di pingggiran jalan, melakukan perjudian, balapan liar, minuman

    keras. Dan terakhir konflik komunitas.

    57

    Bnd., Jean Piaget dalam William Crain, Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi, (Yogjakarta:

    Pustaka Pelajar, 2007), 202-2014

  • 54

    Walaupun tidak semua hal yang dilakukan oleh kelompok pemuda ini negatif,

    karena ada kegiatan-kegiatan positif yang juga biasa dilakukan untuk memberikan rasa

    persaudaraan tetapi juga menimbulkan rasa bangga bagi tempat tinggal mereka. Peran

    positif mereka terlihat dalam proses pembuatan taman Batu Gantung, selain itu mereka

    juga terlibat dalam di grup tari (Bagada dance) dan kelompok balap motor resmi dan

    juga aktif dalam organisasi-organisasi gerejawi seperti seperti, Gerakan Mahasiswa

    Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Anak Muda Kristen Indonesia (GAMKI) dan

    Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AM-GPM).

    E. Faktor-faktor Terjadinya Konflik

    Berikut ini akan di paparkan mengenai kondisi sosial yang berkorelasi dengan

    fokus kajian yang diteliti berkaitan dengan konflik dua komunitas Pemuda Batu

    Gantung. Seperti telah disebutkan bahwa Jemaat GPM Rehoboth memiliki potensi

    konflik cukup besar di beberapa titik pelayanannya. Namun, sejauh yang diketahui,

    konflik dua Komunitas pemuda yang terjadi Batu Gantung Dalam dan Batu Gantung

    Ganemo merupakan konflik yang tingkat eskalasinya tinggi.58

    Oleh karenanya

    menimbulkan keresahan bagi masyarakat Ambon.

    Di bagian terdahulu, sudah disebutkan kondisi umum Jemaat Rehoboth. Mulai

    dari kondisi pendididikan, mata pencaharian, putus sekolah dan kondisi pelayanannya

    semuanya memberikan petunjuk bahwa jemaat Rehoboth mengalami ketidakberdayaan

    di hampiir semua sisi pelayanan. Kondisi-kondisi sosial yang demikian berpotensi

    konflik. Seperti yang akan dipaparkan berikut ini.

    58

    Eskalasi merupakan sebuah istilah dalam teori konflik yang diperkenalkan oleh Pruitt. Merujuk pada

    situasi konflik yang terus ber-transformasi ke dalam bentuk-bentuk konflik yang lain dengan

    melibatkan symbol-simbol tertentu. Dean G. Pruitt, Op., Cit. 143

  • 55

    Kapan mula terjadinya konflik antara dua kelompok pemuda batu gantung

    hampir tidak dapat dipastikan. Tetapi yang pasti kejadian ini sudah berlangsung lama.

    Secara ekslusif dibenarkan oleh Bapak N Soumokil.59

    a. Heterogenitas.

    Gereja Protestan Maluku hidup dan berkembang dalam suatu realitas masyarakat

    heterogen, secara etnis, agama, budaya dan ras. Realitas ini merupakan suatu

    keniscayaan sosiologis dan bersifat taken for granted. Dan dari sekian banyak ragam

    masyarakat tersebut, yang paling dominan adalah kemajemukan masyarakat dari aspek

    etnis dan agama (etnoreligius). Enam etnis tersebut terdiri dari etnis Ambon dan Lease

    sebanyak 52,37 persen dan tersebar pada 52 unit pelayanan, Maluku Tenggara Barat

    sebanyak 19,10 persen dan tersebar pada 47 unit pelayanan, Maluku Tenggara sebanyak

    17,18 persen dan tersebar pada 40 unit pelayanan, Seram/Banda sebanyak 5,03 persen

    dan tersebar pada 35 unit pelayanan, Buru sebanyak 4,01 persen dan tersebar pada 11

    unit pelayanan serta lain-lain (Batak, Papua, Jawa, Sulawesi, dan sebagainya) 2,31

    persen dan tersebar pada 25 unit pelayanan (lihat tabel VI).

    59

    Wawancara dengan Bapak Nus Soumokil. Pada 13 oktober 2014. Pkl. 11.57 WIT. Bertempat di Kantor

    Jemaat GPM Rehoboth.

  • 56

    Tabel VI

    Prosentase Jumlah Anggota Jemaat GPM Rehoboth

    Berdasarkan Daerah Asal (Komunitas)

    No Komunitas Jumlah Jiwa Persen Tersebar

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    Ambon dan Lease

    Maluku Tenggara Barat

    Maluku Tenggara

    Seram, Banda, TNS

    Buru

    Lain-Lain (Luar Maluku)

    4.775

    1.741

    1.567

    459

    366

    211

    52,37

    19,10

    17,18

    5,03

    4,01

    2,31

    52 Unit

    47 Unit

    40 Unit

    35 Unit

    11 Unit

    25 Unit

    Jumlah 9.119 100

    Sumber: Renstra Jemaat GPM Rehoboth 2010-2015

    Nilai-nilai kultural yang selama ini menjadi benteng perekat hidup orang

    basudara (bac: secara kekeluargaan) dengan pendekatan pela gandong60

    mulai dirasuki

    dengan kepentingan kolonial. Bahasa lokal sebagai identitas perlahan-lahan punah

    akhirnya masyarakat seolah-olah kehilangan jati dirinya. Pasca penjajahan sampai masa

    orde baru telah mengerus pranata-pranata adat yang selama ini hidup dan berkembang di

    masyarakat dimusnahkan secara sistematis dengan diberlakukan kebijakan

    penyeragaman.

    Selain memiliki keragaman etnis, kedudukan Jemaat GPM Rehoboth juga

    bersentuhan langsung dengan 14 komunitas gereja-gereja saudara (dedominasi),

    komunitas agama Katolik dan komunitas agama Islam. Untuk komunitas agama Islam,

    bersentuhan langsung dengan anggota jemaat pada sektor Bethania, Elim, dan Petra,

    sedangkan pada beberapa sektor lainnya bersentuhan dengan masyarakat pemeluk

    agama Katolik maupun penganut Gereja Saudara.

    60

    Pela Gandong merupakan salah satu sistem budaya Maluku. Bnd. Rachel Iwamony-Tiwery dalam,

    Jurnal Tifa Teologi, Program Pasca Sarjana UKIM. Vol. 1. No.1, April 2011, 52

  • 57

    Konflik sosial pada tahun 1999-2004 yang memporak-porandakan pondasi hidup

    beragama dan persaudara sebagai orang basudara Salam-Sarane (Islam-Kristen)

    sebagai kearifan lokal, serta hubungan-hubungan kultural yang selama ini hidup dan

    berkembang dalam masyarakat menjadi hancur. Setelah merajut kembali tatanan

    kehidupan orang basudara pasca konflik dimaksud, dihancurkan lagi oleh badai konflik

    11 September 2011. Daerah permukiman Sektor Elim dan Betahania yang merupakan

    permukiman Kristen dan berbatasan langsung dengan kelompok Muslim di Kampung

    Beringin dan Telkom sebagian porakporanda dan hancur. Jatuhnya korban jiwa dan

    hilangnya harta benda pada kedua komunitas merupakan implikasi dari arogansi

    manusia yang terbakar emosi akibat ketahanan diri jemaat yang sangat rentang terhadap

    isu provokatif.

    Disamping konflik antar komunitas agama, juga sering terjadi konflik antar

    komunitas di dalam Jemaat GPM Rehoboth yang melibatkan warga jemaat pada wilayah

    Batu Gantung dan Kampung Ganemo, Kudamati (Farmasi) dengan Lorong Rumah

    Tingkat, Air Putri dengan Wainitu belakang bengkel Super Star, lorong Merpati dengan

    Air Putri. Sementara potret bergereja dalam kaitan hubungan dengan gereja-gereja aliran

    sering terjadi konflik interes berkaitan dengan perebutan anggota jemaat akibatnya status

    ganda warga jemaat tidak dapat terhindarkan.

    Konflik antar warga GPM dan gereja saudara disebabkan aspek dogma, ajaran

    maupun klaim-mengklaim kebenaran dalam melaksanakan penginjilan. Dokumen

    keesaan gereja yang menjadi payung aspek legalitas dalam praktek bergereja terabaikan

    dan tak mampu membendung konflik interes antar warga gereja.

  • 58

    Karena keberagaman merupakan realitas yang niscaya, dalam bentuk apa pun

    dan di mana pun, sikap inklusif pun menjadi suatu keniscayaan. Di sinilah kemudian

    muncul satu cara interaksi sosial antar keyakinan, agama kelompok, etnis dan ideologi,

    yakni apa yang biasa disebut sebagai ”dialog”. Karena itu, setiap pemeluk agama harus

    menyadari kenyataan tentang pluralisme ini, sebab hanya dengan kesadaran inilah

    hubungan dialogis antar umat beragama bisa dibangun.

    b. Hubungan putra-putri (hungan berdasarkan cinta)

    Informasi yang berkembang di masyarakat sejauh ini menyebutkan bahwa

    konflik Batu Gantung mulai terjadi ketika saat itu terjadi miskomunikasi dua kelompok

    pemuda berbeda dalam hal melihat permasalahan yang sedang dialami oleh dua

    pasangan muda-mudi yang saat itu sedang menjalankan hubungan berpacaran yang nota

    bene berasal dari dua komunitas Batu Gantung Dalam dan Pemuda Batu Gantung

    Ganemo.61

    Permasalahan ini tidak ditangani secara baik, terutama keluarga dari dua

    belah pihak sehingga menimbulkan rasa ketidakpuasaan kedua belah pihak.

    c. Minuman Keras (Sopi)

    Konflik tidak selalu bersifat tunggal. Inilah menjadi dasar mengapa konflik Batu

    Gantung hampir terus terjadi dan bereskalasi dalam proses sosial masyarakat disana.

    Karena konflik selalu merambat dan melilit masuk ke dalam elemen-elemen masyarakat,

    maka faktor penyebab konflik di Batu Gantung tidak hanya di akibatkan gagalnya

    hubungan pacaran yang berakhir dengan konflik. Konflik Batu Gantung juga di picu hal-

    hal lain, seperti disampaikan oleh Ny L Pattiwael. Menurutnya konflik juga dipengaruhi

    oleh faktor peredaran dan penggunan minuman keras.

    61

    Wawancara dengan Bapak A. Pelupessy. 29 Juli 2014

  • 59

    Sopi adalah salah satu dari jenis minuman keras yang cukup banyak beredar di

    tengah masyarakat Kota Ambon. Sopi terbuat dari hasil olahan air enau (tifar mayang).

    Kadar alkoholnya sangat tinggi sehingga dengan cepat bisa mempengaruhi kesadaran

    pikiran bagi mereka yang menggunakannya.

    Di Kota Ambon dan sekitarnya sopi sering digunakan dalam pergelaran adat.

    Berkaitan dengan acara nikah adat, acara masuk rumah baru, buka sasi adat bahkan

    untuk menjaga stamina tubuh. Namun sering kali orang mengkonsumsinya di luar acara

    adat atau digunakan dalam kadar yang tidak terbatas pada moment-moment yang tidak

    resmi. Terutama hal itu dilakukan oleh pemuda-pumda Batu Gantung yang di

    latarbelakangi oleh tujuan ―senang-senang‖ tetapi juga karena wujud solidaritas di antara

    mereka.

    d. Tegur Sapa

    Masyarakat Ambon dapat dibilang masih kental dengan tata cara hidup

    persaudaraan. Hal ini dapat ditunjukan dari pergaulan masyarakat sehari-hari. Mislanya

    ketika berpapasan dengan orang lain, mereka bertegur sapa. Walaupun ada diantara

    mereka tidak sempat kenal.

    Tata krama seperti ini kelihatannya cukup sederhana dan kelihatan tidak ada

    artinya. Tetapi dalam tata cara pergaulan masyarakat di Kota Ambon dan sekitarnya hal

    itu justru memiliki arti yang cukup penting. Sebab tata cara pergaulan semacam ini

    dilakukan dengan kesadaran sebagai bentuk integrasi masyarakat. Jika seorang individu

    atau kelompok bertemu baik tidak sengaja disuatu tempat tanpa memberikan ucapan,

    dianggap tidak tahu menghargai orang lain. Ganjaran yang diberikan terhadap mereka

    yang tidak menjalankan tata pergaulan biasanya mendapat teguran secara halus sebagai

  • 60

    bentuk peringatan untuk menunjukan bahwa perilaku yang bersangkutan sudah

    menyinggung perasaan pihak lain. Seperti disampaikan seorang pemuda Batu Gantung

    Dalam. ―Dong kalo jalan paling susah kase suara katong‖62

    (artinya: mereka paling sulit

    menyapa kita). Kondisi ini dapat saja menghasilkan mispersepsi yang memungkinkan

    terjadinya konfrontasi fisik. Dan kecenderugan semacam ini selalu nampak dalam

    pergaulan pemuda-pemuda Batu Gantung.

    e. Kemiskinan

    Seperti yang sudah disinggung di awal tulisan ini bahwa, diawal tahun 1999

    Maluku mengalami tragedi kemanusian yang menyebabkan tewasnya ribuan korban

    jiwa dan melululantahkan ribuan rumah. Selain itu terjadi pengungsian besar-besaran,

    dari dan keluar wilayah Maluku. Menurut beberapa pihak tragedi kemanusian yang

    terjadi di Maluku dan Maluku Utara merupakan konflik antara dua komunitas agama

    Kristen dan Islam. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa konflik adalah akibat dari

    pengaruh kelompok pendukung pro-reformasi versus elit pro-Orde Baru yang

    memunculkan segregasi sosial-politik sehingga memicu terjadi konfrontasi fisik yang

    pada akhirnya agama dijadikan alat untuk memperluas jangkauan pengaruh di dalam

    masyarakat yang destruktif.63

    Situasi pasca konflik secara khusus di Kota Ambon saat ini memang tidak

    separah beberapa tahun lalu dimana hampir seluruh kantor-kantor pemerintah dan

    swasta tidak beroperasi karna vasilitasnya di rusak, di bakar dan dihancurkan. Rumah-

    rumah ibadah juga menjadi sasaran empuk amukan massa dari kedua belah pihak yang

    62

    Johanes, bukan nama sebenarnya. 9 Oktober 2014 63

    Band., George Aditjondro dalam Tri Ratnawati, “Maluku Dalam Catatan Seorang Peneliti”, Jakarta:

    Pustaka Pelajar, 2006), 5

  • 61

    sedang bertikai. Akibat lainnya ialah hancurnya sentra-sentra ekonomi dan hilangnya

    mata pencaharian ekonomi warga. Tetapi telah terjadi pembenahan di hampir semua

    sektor kehidupan. Saat ini pemerintah dan masyarakat rame-rame membangun kembali

    kondisi kota yang sempat hancur itu. Mulai dari membangu kembali gedung-gedung

    pemerintahan, vasilitas umum seperti jalan-jalan protokol dan sejumlah rumah–rumah

    ibadah. Dibangun juga pasar-pasar baru dan revitalisasi pasar-pasar lama. Dibukanya

    juga lowongan pekerjaan Pegawai Negri Sipil (PNS), lowongan pekerjaan Tentara

    Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri). Hanya saja, semua

    upaya pembangunan infrastruktur pasca konflik belum mampu mengentaskan

    kemiskinan.

    Menurut data Rencana Strategi (Renstra) Jemaat GPM Rehoboth tahun 2012-

    2016. Terdapat sekitar 785 kepala keluarga (KK) miskin. Selain itu, terdapat kategori

    keluarga penyandang masalah sosial, meliputi; janda 371 orang, cacat fisik 42 orang,

    cacat mental 26 orang, anak yatim/piatu 286 orang, serta duda 102 orang.

    Dari data tersebut, ternyata kondisi ekonomi jemaat berkorelasi dengan konflik

    Batu Gantung. Seperti yang diungkapkan Bapak N Soumokil. ―pemuda-pemuda yang

    berasal dari kalangan keluarga miskin cenderung melampiaskan rasa frustrasi mereka

    dengan cara mengkonsumsi minuman keras secara berlebihan sehingga menimbulkan

    hilangnya kontrol diri. Ketika kehilangan kontrol diri akibat pengaruh alkohol dapat

    dengan muda mendorong perbuatan makar‖.

    Akibat lain, hilangnya kontrol diri karena telah dipengaruhi alkohol ialah sering

    mengeluarkan kalimat-kalimat tidak senonoh. Situasi ini dengan mudah memprovokasi

    lingkungan masyarakanya. Ketika kalimat yang dikeluarkan mengusik identitas

  • 62

    kelompok lain, maka dengan cepat dapat menimbulkan kegaduhan dan tindakan-

    tindakan yang mengarah pada suatu tindakan kekerasan.

    Lebih parahnya lagi, walau sudah mendapat laporan masyarakat namun aparat

    keamanan terkesan tidak responsif terjun cepat ke tempat kejadian perkara. Ketika

    konflik lamban ditangani maka akan sangat cepat menyebar ke lokasi lainnya. Dengan

    demikian dapat dikatakan bahwa ada unsur pembiaraan pemerintah melalui aparat

    keamanan dalam memberikan rasa aman.

    f. Sentiment Etnis

    Ambon menjadi salah satu pusat perjumpaan masyarakat dari berbagai daerah

    karena statusnya sebagai Kota Madya. Hal ini mempengaruhi masyarakatnya sangat

    heterogenitas secara agama, budaya dan etnis. Kondisi ini juga secara otomatis

    menyebabkan terjadinya perubahan struktural yang terjadi terus menerus dalam

    masyarakat. Perubahan tersebut meliputi perubahan perilaku, yang dilandasi oleh konsep

    pengendalian diri dan kelembagaan, perilaku yang beroryentasi pada rasionalitas dan

    fungsi, kebauran dan diversivikasi Kultural.

    Masalah utama yang paling sering dihadapi masyarakat semacam ini, ialah

    adanya persaingan memperebutkan pengaruh untuk menguasai sumber daya ekonomi

    bahkan persaingan untuk mendapatkan pengaruh dan mendapatkan keuntungan secara

    kultural yang dilakukan secara perorangan ataupun kelompok. Dalam masyarakat

    heterogen, biasanya menginginkan bermacam-macam hak yang dipertimbangkan demi

    mempertahankan identitas kolektif mereka64

    .

    64

    Bhikhu Parekh, “Rethinking Multiculturalism: Keberagamn Budaya dan Teori Politik”, (Yogjakarta:

    Kanisius, 2008), 284

  • 63

    Hal yang paling mungkin terjadi dari kondisi seperti ini ialah adanya persaingan

    yang kurang sehat sehingga dapat memicu terjadinya sentiment terhadap yang berbeda-

    beda itu dalam hal ini etnis. Parahnya lagi perasaan semacam itu seharusnya tidak hidup

    dan berkembang dalam masyarakat yang dikelilingi rumah-rumah ibadah. Tetapi

    tampaknya tidak demikian bagi sebagian anggota jemaat Gereja Rehoboth. Akibat yang

    ditimbulkan ialah sering terjadi gesekan dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti yang

    diungkapkan beberapa anggota masyarakat yang ditemui. ―dong kamari bawa dong pung

    kalakuang seng bae tu (artinya: mereka yang datang dari luar Ambon bawa-bawa

    mereka punya perilaku busuk )‖65

    . ―Memangnya dorang sapa la datang kase rusak

    katong? (artinya: mereka itu siapa lalu datang merusak—tatanan masyarakat)66

    . Dong tu

    memang kasta biadab. (artinya: mereka dari kasta biadab).67

    Katong tau kamong orang

    Ambon tapi jang biking katong bagini.68

    (artinya: katong tau kalian orang Ambon tapi

    jangan perlakukan kita begini). Sapa juga pusing deng kamong. Kamong bikin katong

    jua biking. Katong lia sapa yang jago (siapa juga yang mau ambil pusing, kalian bikin

    kita juga bikin)69

    Tampaknya masing-masing etnis menyatakan keberatan dan cenderung

    membenarkan sikap mereka masing-masing. Mereka ingin diakui dan dihargai namun

    kelihatannya sangat sulit mempertemukan kesamaan dan ternyata perbedaan yang selalu

    dikemukakan. Pada akhirnya menimbulkan konflik.

    65

    Wawancara dengan sdr. Ongen (bukan nama sebenarnya), warga etnis Ambon. Pada tanggal 10 Oktober

    2014. 66

    Wawancancara dengan sdr Welim (bukan nama sebenarnya), warga etnis Ambon. 11 Oktober 2014 67

    Wawancara dengan sdr. Buce (bukan nama sebenarnya), warga etnis Ambon. 12 Oktober 2014 68

    Wawancara dengan sdr. Garang (bukan nama sebenarnya), warga etnis Maluku Tenggara. 9 Oktober

    2014 69

    Wawancara dengan sdri Bunga (bukan nama sebenarnya) warga etnis pulau seram. 13 Oktober 2014

  • 64

    g. Relasi dengan Gereja ber-Aliran Karismatik dan Pentakostal

    Gereja adalah persekutuan umat percaya yang dipanggil dan diutus oleh Allah

    untuk memberitakan Injil kepada semua mahkluk (Markus 16:15); menampakkan

    keesaan mereka seperti keesaan Tubuh Kristus dengan rupa-rupa karunia, tetapi satu

    Roh (I Korintus 12:4); menjalankan pelayanan dalam kasih dan usaha menegakkan

    keadilan (Markus 10:45, Lukas 4:18, 10:25-37; Yohanes 15:16). Tugas panggilan gereja

    ini sama dan tidak berubah. Dalam hubungan ini, maka gereja–gereja berkepentingan

    untuk merawat dan memelihara kebersamaannya dalam aksi untuk implementasi misi

    yang satu, seperti yang disebutkan di atas. Untuk itu, pada tahun 1950 gereja-gereja di

    Indonesia telah merumuskan kehadirannya secara strategis sebagai bagian yang integral

    dari masyarakat Indonesia, untuk menyatakan misinya dalam kehidupan berbangsa dan

    bernegara dengan membentuk Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), yang kemudian

    menjadi Persekutuan Gereje-gereja di Indonesia (PGI) pada Sidang Raya di Ambon.

    Sekalipun kesejarahan dan tradisi masing-masing gereja berbeda, namun misi panggilan

    dan pengutusannya satu. Dalam semangat dan dinamika itu, gerakan oikumene berada

    dalam lintasan sejarahnya untuk membantu gereja-gereja agar terus konsisten menjaga

    kebersamaannya dan secara strategis menyatakan misinya di tengah realitas kehidupan

    bermasyarakat dan berbangsa.

    Upaya merawat dan menjaga kebersamaan tersebut didasarkan pada kesepakatan

    bersama gereja-gereja di Indonesia yang dinyatakan dalam Dokumen Keesaan Gereja

    yang terdiri dari masing-masing dokumen yaitu:

    a. Pokok-pokok Tugas Panggilan

    Bersama

  • 65

    b. Pemahaman Bersama Iman Kristen

    c. Oikumene Gerejawi

    d. Tata dasar Persekutuan Gereja-

    gereja di Indonesia dan Tata Rumah

    Tangga Persekutuan Gereja-gereja

    di Indonesia.

    Dalam perkembangan gerakan Oikumene di Indonesia, GPM terlibat aktif sejak

    berdirinya sampai sekarang. Tercatat sejumlah pendeta GPM yang terlibat dalam

    kepemimpinan DGI/PGI, ini memperlihatkan komitmen GPM terhadap Gerekan

    Oikumene. Begitu juga, GPM menjadi pendiri dan anggota GPI, Dewan Gereja-Gereja

    di Asia (CCA), anggota gereja-gereja Reformis se Dunia (WARC) dan anggota Dewan

    Gereja-Gereja se Dunia (DGD/WCC). Dengan begitu, Jemaat GPM Rehoboth pun

    merasa berkewajiban untuk merawat dan membangun kehidupan oikumenis di wilayah

    pelayanannya. Dan ini adalah wujud dari sebuah tanggung jawab teologis sebagai gereja

    yang esa.

    Prinsipnya saling menghargai selalu dikedepankan dalam relasi sosial

    masyarakat. Termasuk saling menghargai teologi yang dianut masing-masing organisasi

    gereja. Namun pada kenyataanya, kondisi sebaliknya sering terjadi. Menurut Bapak N

    Soumokil, ―bentuk pekabaran injil dari anggota gereja-gereja beraliran karismatik dan

    pentakostal di wilayah jemat GPM Rehoboth, seperti menarik orang masuk dalam gereja

    mereka mengakibatkan terjadinya gesekan antar anggota gereja yang berbeda itu.

    “Banyak anggota kita yang tidak senang dengan metode pekabarana injil tersebut

    sehingga dalam kunjungan pastoral kami selalu mendengar alasan ketidaksenangan

  • 66

    anggota kami akan cara mereka menginjili. Mereka (anggota jemaat GPM Rehoboth)

    menganggap penginjilan sebagai bentuk pemaksaan”.

    h. Penegakan Hukum

    Indonesia merupakan negara hukum. Segala bentuk tindakan yang dipandang

    melawan hukum biasanya diselesaikan secara hukum pula. Meskipun begitu, beberapa

    wilayah di Indonesia khususnya pada wilayah rawan konflik penegakan hukum masih

    belum maksimal. Hal itu bisa saja menyangkut profesionalisme aparat penegak hukum

    dalam menangani perkara hukum. Begitu halnya sebagaimana yang terjadi dalam

    konflik pemuda Batu Gantung dalam dan Batu Gantung Ganemo.

    N. Soumokil, sekertaris Majelis Jemaat dan J. M Souhoka, Ketua Majelis jemaat

    memastikan bahwa konflik komunitas di Batu Gantung situasinya diperparah

    penanganan hukum yang lemah sehingga kasus-kasus pelanggaran yang sudah terjadi

    berulang-ulang statusnya hukumnya belum jelas atau tuntas. ―berarti itu bentuk

    pembiaraan‖ sebagaimana dikatakan oleh Bapak N Soumokil. ―Rasasanya aparat

    penegak hukum belum bersikap professional menjalankan fungsinya‖ demikian ucapan

    yang keluar dari mulut Bapak J. M Souhoka.

    Dalam kasus seperti ini, hukum harus ditegakan. Selain menimbulkan kepastian

    hukum bagi korban-korban yang menuntut keadilan hukum tetapi juga sebagai upaya

    untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku tindak kekerasan. Tugas seperti ini

    terutama menjadi tugas wewenang aparat kepolisian. Sebab kalau tidak ada tindakan

    permainan hakim sendiri dan gejolak-gejolak lain akan timbul.

  • 67

    F. Upaya-upaya terhadap Pendekatan Konflik

    Majelis Jemaat Rehoboth sangat memandang serius konflik yang terjadi antar

    pemuda batu gantung yang biasanya disebut “konflik keumatan” dengan menempuh

    beberapa cara. Maka pada bagian ini akan dijelaskan tentang mekanisme penyelesaian

    konflik yang selama ini dilakukan.

    a. Strategi Penyelesaian Konflik dengan Komunikasi Persuasif yaitu

    oleh Majelis Jemaat Rehoboth

    Ketika konflik pecah, hal yang umum dilakukan untuk mengatasinya ialah

    melalui komunikasi persuasif. Biasanya, baru mendengar laporan bahwa telah terjadi

    kekisruhan antar dua kelompok bertikai, unsur MJ langsung turun ke tempat kejadian

    perkara. Setelah berada di lokasi kejadian, biasanya unsur MJ langsung membangun

    komunikasi dengan kedua belah pihak dalam bentuk ―himbauan‖ dengan tujuan supaya

    masing-masing pihak segera menghentikan kekisruhan dan kembali tenang. Hal itu

    sebagaimana disampaikan ketua Majelis Jemaat GPM Rehoboth ―kami melakukan

    tindakan pencegehan dini. Caranya langsung turun ke lapangan berdasarkan konfirmasi

    anggota jemaat kami yang kebetulan berada di lapangan‖.70

    Jadi, strategi penyelesaian konflik melalui komunikasi persuasif bertujuan untuk

    mengubah atau memengaruhi sikap dan perilaku dua belah pihak sehingga kedua belah

    pihak dapat menyudahi konflik dan membuka kesempatan bagi tindakan penyelesaian

    yang lebih permanen. Tergantung tingkat eskalasinya. Sejauh ini tindakan tersebut

    berhasil walaupun tidak selalu berjalan mulus. Ada beberapa alasan, Pertama, dua pihak

    70

    Wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat GPM Rehoboth. 13 Oktober 2014.

  • 68

    bertikai cukup menghargai otoritas gereja sebagai lembaga etik-moral yang

    direpresentasikan oleh majelis jemaat sebagai pemimpin gereja. Artinya, sumber pesan

    atau komunikator mempunyai kredibilitas yang tinggi untuk mempengaruhi subjek.

    Kedua, dua kelompok yang bertikai merupakan anggota gereja Rehoboth, sehinga ada

    pengaruh lingkung didalam proses ini. Ketiga. Tidak dengan kekerasan. Keempat. ada

    keinginan dua kelompok bertikai untuk mengakhiri konflik.

    Persoalannya apakah cara yang demikian selalu berhasil? Fakta menunjukan

    cara-cara tersebut memiliki celah yang cukup lebar sehingga sulit di kecilkan dan

    pelaksanaannya tidak selalu berhasil. Ada beberapa alasan mengapa cara tersebut tidak

    selalu berhasil; Pertama, apabila kelompok pemuda bertikai dikendalikan minuman

    keras/alkohol. Kedua, apabila konflik terjadi di malam hari. Dua kelompok bertikai

    kemungkinan tidak dapat mengenali kehadiran pihak-pihak yang menghendaki

    perdamaian. Ketiga, ditengarai ada keterlibatan provokator yang menginginkan susana

    gaduh dan tegang sehingga konflik tetap berjalan terus. Keempat, tidak semua pihak

    bertikai adalah warga jemaat Rehoboth sehingga tidak ada hubungan emosional.

    b. Upaya Pendekatan Represif yaitu oleh Kepolisian

    Pendekatan represif oleh aparat kepolisian merupakan langkah pengendalian

    sosial, bertujuan agar dua pihak dapat mematuhi norma dan nilai sosial yang ada dalam

    masyarakat. Sehingga tercipta ketentraman sosial. Pengendalian dilakukan setelah orang

    melakukan suatu tindakan penyimpangan sosial. Dan cenderung dilakukan secara tegas

    sehingga menimbulkan rasa sakit.

  • 69

    Berkaitan dengan fungsi dan tugasnya, kepolisian sebagai instrument negara

    bertanggung jawab terhadap keamanan sipil. Biasanya kehadiran mereka dilengkapi

    alat-alat keamanan berupa tameng, senjata api, water canon, senjata gas dan lain-lainnya.

    Kelengkapan tersebut biasanya menimbulkan tekanan psikologis pada masyarakat.

    Olehnya ketika kehadiran polisi warga yang sedang bertikai langsung membubarkan

    diri.

    Tetapi sejalan dengan meningkatnya ekskalasi konflik, biasanya mereka tidak

    lagi menghiraukan kehadiran aparat kepolisian. Hal itu disebabkan atas beberapa hal.

    Pertama, tidak netralnya aparat kepolisian dalam beberapa kasus mempengarahui

    rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut. Kedua,

    Penggunaan tindakan fisik justru semakin meningkatkan adrenalin kelompok pemuda

    bertikai. Ketiga, masyarakat cenderung memandang rendah profesi kepolisian

    menyebabkan institusi negara ini kehilangan kewibawaan di hadapan masyarakat.

    Olehnya, aparat kepolisian tidak bisa bekerja sendiri secara independe.

    c. Upaya Mediasi yaitu oleh Gereja

    Setelah melakukan pendekatan persuasif, Gereja mengambil langkah-langkah

    lanjutan yaitu dengan mediasi. Proses ini melibatkan Gereja dan dua komunitas pemuda

    bertikai. Dalam proses-proses mediasi, Gereja sempat mengundang bersama aparat

    kepolisian dan pemerintah setempat bertindak sebagai mediator. Tetapi dilakukan sesuai

    fungsi dan kewenangan mereka masing-masing.

    Proses awal mediasi yaitu, Gereja melakukan pendekatan dengan beberapa tokoh

    kunci yang dihormati dalam dua komunitas tersebut. Kemudian Gereja menawarkan diri

  • 70

    untuk menengahi konflik dan meminta kesedian dari dua kelompok bertikai hadir dalam

    satu kesempatan pada tanggal yang sudah sama-sama ditetapkan.

    Pada waktu pelaksanaan, tidak semua anggota kedua kelompok yang bertikai

    terlibat dalam proses mediasi. Mereka yang diundang hanya tokoh kunci yang dianggap

    berpengaruh dan dihormati. Pelaksanaan mediasi dilakukan bukan di hotel atau di rumah

    warga, melainkan di gedung gereja. Beberapa gedung gereja seperti Gereja Calvari,

    Betlehem dan gedung gereja Rehoboth menjadi pusat mediasi. Tiga gedung gereja ini

    tidak jauh dari lingkungan tempat tinggal dua komunitas pemuda bertikai. Selain gedung

    gereja, kediaman dinas wali kota Ambon juga sempat dijadikan lokasi berlangsungnya

    mediasi.71

    Dalam proses mediasi, mediator dan pihak-pihak bertikai sama-sama menggarap

    apa yang dipertikaikan. Artinya mereka sama-sama terlibat mencari kesepakatan-

    kesepakatan damai. Pihak-pihak bertikai diberikan kesempatan untuk memaparkan

    sebab-sebab terjadinya konflik dengan versi mereka masing-masing. Dalam proses

    mediasi, sering terjadi kegaduhan karena kedua pihak bertikai bertengkar mulut untuk

    memposisikan sebab dari konflik. Mediator mendengar dan memberikan kesimpulan.

    Beberapa kali mediasi dilakukan dan pada akhirnya muncul sebuah kesepakatan

    damai yaitu; kedua belah pihak bersedia menghentikan konflik tetapi pelaku-pelaku

    yang dianggap bertanggung jawab segera diproses hukum untuk memberikan efek jera

    dan memberikan rasa aman.

    71

    Wawancara dengan N Soumokil. Sekertaris Majelis Jemaat GPM Rehoboth. 13 oktober 2014. Pkl 11.57

    di gedung kantor jemaat GPM Rehoboth.

  • 71

    Proses-proses mediasi sering diwarnai interupsi dari pihak mediator dalam hal ini

    Gereja. Dalam setiap sesi, Gereja selalu mengingatkan dua belah pihak untuk sesegera

    menghentikan pertikaian. Menurut pihak mediator, konflik yang terjadi antara dua

    komunitas pemuda ini bukanlah hal baru, oleh karena itu tidak ada alasan untuk kedua

    belah pihak mengulanginya kembali.72

    Gereja sebagai pihak mediator sering kali

    menegur dan tidak segan-segan mencap buruk tindakan dua belah pihak. Selain itu

    (mereka) oleh Gereja diberikan ayat-ayat Alkitab yang menegaskan tindakan yang

    menimbulkan konflik secara teologis tidak bisa dipertanggungjawabkan di hadapan

    manusia dan Tuhan. Selain itu juga, pihak bertikai sering mendapat ancaman. Ancaman

    tersebut berupa, tidak akan dilayani kebutuhan rohaninya, dan pencabutan status

    keangotaan gereja.73

    Proses mediasi seperti ini terus diulangi apabila terjadi lagi konflik.

    Pihak-pihak bertikai diajak duduk kembali membahas masalah yang di pertikaikan.

    d. Pendekatan Pelayanan dan Konseling Pastoralia oleh Gereja

    Gereja terus menunjukan komitmennya untuk mendamaikan kedua belah pihak

    bertikai. Salah satunya adalah melalui pelayanan dan konseling pastoral. Seperti melalui

    khotbah-khotbah di mimbar pada saat kebaktian minggu dilakukan. Dalam kebaktian

    minggu, biasanya pelayan mimbar menggunakan ayat-ayat Alkitab tertentu sebagai

    landasan pemberitaannya.

    Dalam pelayanan mimbar, yang diyakini Gereja sebagai bentuk pelayanan

    pastoralia seringkali anggota jemaat mendapatkan ―nada-nada keras‖ khusunya

    ditujukan bagi anggota jemaat yang berasal dari daerah konflik. Karena bagi Gereja

    72

    Wawancara dengan bpk N Soumokil. Tanggal 8 Oktober 2014 73

    Wawancara dengan Sdr Petrus (bukan nama sebenarnya). Pemuda asal Batu Gantung Ganemo. 10

    Oktober 2014

  • 72

    konflik yang berulang-ulang kali terjadi terlalu berlebihan untuk sebuah persekutuan dan

    keutuhan umat.

    Selain melalui khotbah di mimbar, Gereja sering melakukan pelayanan pastoralia

    dengan mengunjungi anggota jemaatnya dari rumah ke rumah. Bentuk ini dilakukan

    dengan alasan agar dapat mengetahui pandangan jemaat mengenai apa yang

    sesungguhnya mereka harapkan. Dan sekaligus mereka diberikan kesempatan

    menawarkan alternatif penyelesaian yang mereka kehendaki sendiri. Bentuk ini

    sekaligus dilihat sebagai tindakan negosiasi untuk meredam kemarahan pihak-pihak

    berkonflik (mungkin untuk sementara waktu). Setelah itu ―mereka‖ didoakan secara

    khusus dan mendapat nasihat-nasihat rohani.

    Bentuk-bentuk diatas sebagai bukti keterlibatan Gereja. Menurut Bapak N

    Soumokil dan J. M. Souhoka langkah ini dinilai sedikit efektif. ―dengan bentuk seperti

    itu umat merasa kehadiran gereja secara langsung, tetapi juga semakin mengentalkan

    perasaan emosional antara pemimpin jemaat dengan anggota jemaat yang dipimpinnya‖.