bab iii hepaticopsida
DESCRIPTION
deskripsi hepaticopsidaTRANSCRIPT
BAB III HEPATICOPSIDA
Hepaticopsida adalah kelompok taksonomi yang anggotanya memiliki struktur tubuh pipih dan
pada umumnya berbentuk hati. Oleh karena itu anggota kelompok ini sering disebut sebagai
lumut hati. Ada kurang lebih 8000 spesies telah diketahui tersebar meluas di seluruh dunia.
Bentuk tubuh pipih berwarna hijau, berlobus dikenal dengan sebutan thallus (talus). Lumut hati
yang berbentuk talus merupakan 20 % dari seluruh populasi lumut hati. Bentuk talus pada lumut
ini merupakan generasi gametofit, berkembang dari spora. Jika spora berkecambah akan
menghasilkan protonema, yang merupakan gametofit muda sel-sel berbentuk filament pendek.
Selanjutnya akan berkembang menjadi gametofit dewasa. Talus mempunyai dua permukaan.
Permukaan atas halus berwarna hijau tua dengan berbagai ukiran dan pori. Sudut-sudut dinding
sel pada umumnya menebal. Permukaan bawah berwarna lebih muda dan mempunyai risoid
yang terdiri dari satu sel. Gambar II.01. Struktur umum Marchantia, digambarkan secara grafis
(.......... ) Marchantia (Liverwort/Lumut hati) A. Reproduksi Aseksual Perkembangbiakan secara
aseksual pada Marchantia menggunakan gemmae (tunggal : Gemma) atau kuncup. Strukturnya
halus, berbentuk seperti lensa dan dapat melepaskan diri dari talus. Gema dibentuk dalam
mangkuk yang tersebar pada permukaan atas gametofit (gambar II.02.) Tetesan air hujan
menyebabkan pemencaran gema sejauh satu meter dari induk. Selama gema berada dalam
mangkuk, gema tidak akan berkembang sebab dihambat oleh asam lunularat (Lunularic acid),
tetapi masing-masing gema dapat tumbuh menjadi talu baru begitu terlepas dari gametofit.
Selanjutnya talus yang lama akan mengalami kematian. Gambar II.02. Mangkuk atau gemma
cup, berisi gema terdapat pada permukaan atas gametofit marhantia (Raven) B. Reproduksi
Seksual Gametangia Marchantia secara terpisah pada gametofit jantan dan betina akan
menghasilkan gametofora (gametophore), suatu struktur seperti payung dengan tangkai panjang
yang muncul dari celah tengah pada permukaan atas talus. Ujung gametofora jantan atau
antheridiophore (anteridiofora) berbentuk cawan dengan bagian tepi yang melekuk ke atas,
sedangkan gametofora betina atau archegoniophore (arkegoniofora) berebentuk piringan dan
jari-jari (jeruji) pada roda kendaraan (gambar II.03.). Gametangium jantan atau antheridium
(anteridium) berbentuk gada (pemukul) mengandung beberapa sperma dihasilkan dalam deretan
pada lapisan dekat dengan permukaan atas anteridiofora. Archegonia (arkegonium) merupakan
gametangia betina, berbentuk seperti botol, masing-masing mengandung satu sel telur.
Arkegonia dibentuk dalam deretan dan bagian leher menggantung pada jejari arkegoniofora.
Tetesan air hujan menyebabkan pemencaran sperma yang mempunya bulu cambuk. Fertilisasi
dapat terjadi sebelum tangkai arkegoniofora selesai bertumbuh. A B Gambar II.03. Gametangia
pada Marchantia. A. Gametangium jantan atau anteridiofora dan B. gametangium betina atau
arkegoniofora. (Raven) Setelah fertilisasi, zygote (sigot) berkembang menjadi embrio (sporofit
muda) yang multiseluler dan secara fisiologis total bergantung pada gametofitnya. Kaki
berbentuk kenob menancap pada jaringan arkegoniofora. Sporofit dengan bagian utamanya, yaitu
capsula (kapsula) menggantung dengan perantaraan tangkai pendek yang disebut seta. (gambar
II.04.) GambarII.04. Sporogonium yang telah dewasa pada Marchantia (Stern) C. Siklus Hidup
Siklus hidup atau pergiliran keturunan Marchantia meliputi pergiliran keturunan secara aseksual
dan seksual. Pergiliran keturunan secara aseksual melibatkan gema, sedangkan pergiliran
keturunan secara seksual, melibatkan pertemuan sel-sel gamet, baik sperma maupun ovum. Di
dalam pergiliran keturunan secara seksual pembelahan reduksi dari 2N menjadi N terjadi pada
sporosit menjadi spora. (gambar II.05). Gambar II.05. Pergiliran keturunan pada Marchantia.
(Stern) D. Perkembangan Organ Seksual 1. Anteridium Anteridium Marchantia merupakan
organ kelamin jantan, mempunyai struktur seperti gada (tongkat pemukul) lonjong dengan
tangkai yang pendek terbenam dalam jaringan penyusun cawan anteridiofora. Anteridium
dilapisi oleh selapis dinding anteridium dan di dalamnya terdapat sel-sel androgonium yang akan
menghasilkan spermatosit. Spermatosit selanjutnya mengalami metamorfosis membentuk sperma
yang menyerupai tanda koma dengan dua flagel di ujungnya. Apabila sperma telah dewasa,
dinding anteridium pecah, sehingga sperma dapat tersebar keluar melalui pori yang terdapat
permukaan anteridiofor. Anteridium berasal dari sel-sel yang terdapat pada permukaan cawan
anteridiofora yang disebut dengan inisial anteridium. Sel ini mempunyai struktur yang agak
berbeda dengan sel-sel superfisial di sekitarnya, yakni mempunyai bentuk dan ukuran yang
berbeda dengan sel-sel sekitarnya. Inisial anteridium mula-mula membelah secara horizontal
memnghasilkan dua tumpukan sel, disebut dengan sel atas (SA) dan sel bawah (SB). Sel bawah
dalam perkembangan selanjutnya akan bergabung dengan dengan tangkai anteridium. Sel atas
membelah dalam bidang horizontal menghasilkan sel anteridium primer dan sel tangkai primer.
Sel tangkai primer dalam perkembangan berikutnya akan mengalami pembelahan mitosis
beberapa kali menghasilkan sel tangkai, selanjutnya sel tangkai tersebut bergabung dengan sel
bawah membentuk tangkai anteridium. Disisi lain sel anteridium primer berkembang menjadi sel
anteridium, yang akan membelah secara mitosis dua kali berturut-turut menghasilkan 4 sel yang
berfungsi sebagai anteridium muda. Anteridium muda membelah mitosis secara periklinal
menghasilkan sel jaket dan sel androgonium primer. Sel jaket mengalami pembelahan pada
bidang antiklinal mengahsilkan inisial dinding, selanjutnya akan berkembang menjadi dinding
anteridium. Sel androgonium primer akan membelah secara mitosis beberapa kali sehingga
menghasilkan sel-sel androgonium dan dalam perkembangan berikutnya akan menjadi
spermatosit (gambar II.06) Gambar II.06. Proses pembentukan anteridium pada Marchantia. A
sel-sel superficial sebagai inisial anteridium; B. Sel atas dan sel bawah; C. sel anteridium primer,
sel tangkai primer dan sel bawah; D. Sel anteridium, sel tangkai dan sel bawah; E. Anteridium
muda; F-G anteridium muda mengalami pembelahan secara periklinal; H. anteridium dewasa 2.
Spermatogenesis Proses pembentukan sperma pada Marchantia tidak melibatkan pembelahan
meiosis atau reduksi, sebab sel-sel androgonium bersifat haploid. Spermatogenesis tersebut lebih
tepat disebut sebagai peristiwa metamorfosis androsit. Diawali dengan pembelahan pada bidang
miring pada setiap sel androgonium, sehingga masing-masing menghasilkan androsit yang
berbentuk segitiga, masing-masing dengan inti yang besar dan sitoplasma yang penuh. Pada
bagian sudut masing-masing androsit terdapat struktur yang disebut blepharoplast (bleparopas).
Pada perkembangan selanjutnya sitoplasma masing-masing androsit mengalami penyusutan,
pada daerah bleparoplas muncul flagel, sementara bleparoplas meluas seiring dengan makin
menyusutnya sitoplasma. Inti bergabung denga bleparoplas yang makin meluas yang kemudian
membentuk bentukan seperti koma, proses ini dilanjutkan dengan penyusutan sitoplasma, dan
akirnya terbentuklah sperma yang menyerupai koma dengan dua flagel pada ujungnya. (gambar
II.07.) Gambar II.07. Spermatogenesis pada Marchantia. A-G adalah peristiwa metamorfosis
mulai dari sel-sel androgonium (A) menjadi sperma (G). 3. Arkegonium Arkegonium
Marchantia mempunyai bentuk seperti botol yang dapat dibedakan menjadi bagian leher yang
panjang dan ramping dan bagian perut yang membulat. Pada ujung bagian leher terdapat sel
penutup dan di dalam bagian leher terdapat sel saluran leher. Bagian perut dilapisi oleh satu lapis
dinding, didalamnya terdapat dua sel, yang atas disebut sel saluran perut dan yang bawah sel
telur mempunyai ukuran lebih besar daripada sel saluran perut. Arkegonium melekat pada jeruji
cawan arkegoniofora dalam posisi meng-gantung, bagian leher menjulang ke bawah, sedangkan
bagian perut melekat pada jaringan arkegoniofora. Apabila arkegonium telah dewasa, sel
penutup terbuka, sel saluran leher dan sel saluran melebur membentuk lendir, sehingga
memungkinkan sperma berenang menuju sel telur. Proses terbentuknya arkegonium, diawali
terbentuknya inisial arkegonium yang berasal dari sel superfisial arkegoniofora. Inisial
arkegonium selanjutnya membelah pada bidang horizontal membentuk dua yang yang
bertumpukan. Kedua sel tersebut dinamakan sel atas (SA) dan sel bawah (SB). Sel bawah secara
terbatas berkembang menjadi jaringan yang menancapkan arkegonium pada jaringan
arkegoniofora. Sel atas berkembang dan berfungsi sebagai sel induk arkegonium dan mengalami
pembelahan mitosis pada bidang miring 3x berturut turut menghasilkan tiga sel inisial peripheral
dan satu sel aksial primer. Sel inisial periferal membelah pada bidang horizontal menghasilkan 6
sel jaket yang terdiri dari 3 sel jaket atas dan 3 sel jaket bawah. Sel jaket atas berkembang dan
berfungsi sebagai sel inisial leher yang akan membelah mitosis secara melintang beberapa kali
menghasilkan sel leher. Sel jaket bawah berkembang dan berfungsi sebagai sel inisial perut,
selanjutnya menjadi dinding perut. Sel aksial primer membelah secara horizontal menghasilkan
sel penutup primer dan sel sentral. Sel penutup primer akan berkembang menjadi sel penutup dan
sel sentral membelah secara horizontal menghasilkan sel saluran leher primer dan sel perut
primer. Sel saluran leher primer membelah secara melintang beberapa kali menghasilkan sel
saluran leher. Sel perut primer membelah menghasilkan dua sel dengan ukuran yang berbeda. Sel
dengan ukuran lebih kecil berada di atas berfungsi sebagai sel saluran perut dan yang bawah
lebih besar berfungsi sebagai sel telur. (Gambar II.08) Gambar II.08. Perkembangan arkegonium.
A-G Tahap-tahap perkembangan diawali dari inisial arkegonium sampai dengan terbentuknya
arkegonium dewasa. 4. Fertilisasi Fertilisasi adalah suatu peristiwa meleburnya inti sel sperma
dengan inti sel telur. Peristiwa ini dapat terlaksana bila cukup air. Di awali terlepasnya sperma
dari anteridium, kemudian berenang menuju ke arkegonium. Masuk melalu lubang yang sudah
terbuka pada ujung leher dan berenang menembus sel leher dan sel perut yang berisi lender hasil
peleburan sel saluran leher dan sel saluran perut menuju ke sel telur dan diakhiri dengan
peleburan keduanya. Hasil peleburan sperma dan sel telur adalah sigot. 5. Sporogonium a
Struktur umum Sporogonium Marchantia mempunyai bagian-bagian utama yaitu (i) Kaki, organ
absortif yang tertanam tertanam membentuk bagian basal sporogonium. Tersusun sel-sel
parenkimatik dan terbenam pada reseptakel jantan pada permukaan bawah; (ii) Seta atau tangkai,
pendek menghubungkan kai dengan kapsula. Sel-selnya tersusun dalam deretan tegak. Dengan
terbentuknya spora tetrad dalam kapsula, tangkai tumbuh memanjang menyebabkan rusaknya
kaliptra. Tangkai mendorong kapsula menembus lembaran yang menutup bagian perut.
Lembaran tersebut dinamakan perigynium dan perichetium; (iii) Kapsula, berbentuk oval dan
berwarna kuning bila masak. Mempunyai lapisan luar yang steril disebut dinding kapsula.
Terselubungi oleh dinding kapsula, didalamnya terdapat massa meiospora dan elater. Meiospora
bentuknya bulat, kecil dan berdinding tebal. Dinding luar pada umumnya halus atau menjala
lebih tebal daripada dinding dalam. Dinding luatr disebut eksospor atau eksin dan dinding dalam
disebut endospor atau intin. b Perkembangan Diawali dengan terbentuknya sigot sebagai hasil
fertilisasi. Sigot membelah dengan dinding horizontal atau tegak lurus dengan sumbu tegak
arkegonium, menghasilkan batas antara daerah epibasal dan hipobasal. Sejak itu sebagai bagian
sporofit yang paling ujung, dibentuk dari bagian epibasal daerah embrio. Oleh karena itu
perkembangan embrio demikian dikenal eksoskopik. Pembelahan berikutnya tegak lurus dengan
bidang pembelahan pertama, sehingga embrio terdiri dari empat sel dan disebut fase kuadran.
Pembelahan berikutnya menghasilkan delapan sel, sehingga embrio pada fase ini disebut fase
oktan. Setelah fase ini embrio akan berkembang dengan cepat. Berkaitan dengan perkembangan
di dalam kapsula, terjadi perubahan-perubahan pada jaringan disekitar gametofit, yaitu : 1)
Tangkai arkegoniofora bertambah panjang 2) Sel-sel perut membelah secara periklinal
membentuk dua atau tiga lapisan kaliptra, yang akhirnya akan membungkus embrio yang sedang
berkembang dalam sporofit. 3) Periginium, struktur semacam kerah baju membentuk lembaran-
lembaran silindris setebal satu sel dan membungkus arkegonium dan sporogonium. 4)
Perkembangan perichaetium, semacam tirai yang membalut sekelompok arkegonium 5)
Berkembangnya jeruji dari tepi cawan betina di antara dua lobus. Disisi lain empat sel epibasal
penyusun oktan membelah berkali-kali dan mengalami diferensiasi menghasilkan kapsula.
Sedangkan empat sel hipobasal penyusun oktan membentuk kaki dan tangkai. Selanjutnya
bagian kapsula sel-selnya akan membelah secara periklinal, sehingga menghasilkan lapisan luar,
disebut amphithecium terpisah dengan lapisan dalam yang disebut endothecium. Amfitesium
membelah secara antiklinal menghasilkan dinding kapsula setebal satu sel. Seluruh endotesium
membentuk archesporium. Sel-sel arkesporial membelah secara mitosis terus menerus
membentuk jaringan yang kompak, dikenal dengan jaringan sporogen. Sel-sel penyusun jaringan
sporogen pada awalnya semuanya memanjang secara vertikal dan akan membelah secara
diagonal. Akhirnya mereka akan berdiferensiasi menjadi dua jenis sel, yaitu (1) Sel induk elater,
steril, memanjang, diploid, berbentuk fusiform dengan kedua ujungnya meruncing. Masing-
masing kemudian mengalami penebalan pita pada permukaan dalam dinding, sehingga
menyerupai spiral dan melepaskan semua isi protoplasnya sehingga membentuk elater; (2) Sel
induk spora, setengah dari sel-sel penyusun jaringan sporogen membelah dan membelah secara
melintang membentuk sel-sel dengan susunan tegak. Sel-sel tersebut dikenal sebagai sel induk
spora. Sel-sel ini mengandung sitoplasma yang pekat, berbentuk kubus dengan inti diploid yang
besar. Masing-masing sel induk spora kemudian membelah secara meiosis membentuk empat
meiospora yang haploid (gambar II.09.). Gambar III.09. Perkembangan sporogonium Marchantia
(Vashishta) 12 Embriologi Tumbuhan Bryophyta/Hepaticopsida Johanes Djoko Budiono
Biologi/FMIPA/UNESA