bab iii hasil penelitian dan analisis€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang...

86
121 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Pokok uraian dalam Bab III ini adalah, pertama hasil penelitian yang berisi mengenai uraian atau posisi kasus dari 10 (sepuluh) putusan-putusan KPPU mengenai penyalahgunaan posisi dominan. kedua analisis terhadap semua putusan-putusan KPPU. A. Hasil Penelitian Sesuai dengan latar belakang di atas, yang mana untuk lebih memahami konsep penyalahgunaan posisi dominan ini, maka Penulis menyajikan kasus posisi yang dibagi atas 3 (tiga) varian, yaitu pertama,Terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) dan memenuhi Pasal 25 ayat (2), Kedua Tidak Terbukti Melanggar Pasal 25 ayat (1) Tapi Terbukti memenuhi Pasal 25 ayat (2), ketiga Tidak Terbukti Melanggar Pasal 25 ayat (1) dan Tidak memenuhi Pasal 25 ayat (2). Adapun putusan-putusan KPPU yang berkaitan dengan penyalahgunaan posisi dominan yang dibagi atas 3 (tiga) varian tersebut, yaitu: 1. Terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) dan Memenuhi Pasal 25 ayat (2)

Upload: others

Post on 11-Dec-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

121

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Pokok uraian dalam Bab III ini adalah, pertama

hasil penelitian yang berisi mengenai uraian atau

posisi kasus dari 10 (sepuluh) putusan-putusan KPPU

mengenai penyalahgunaan posisi dominan. kedua

analisis terhadap semua putusan-putusan KPPU.

A. Hasil Penelitian

Sesuai dengan latar belakang di atas, yang mana

untuk lebih memahami konsep penyalahgunaan posisi

dominan ini, maka Penulis menyajikan kasus posisi

yang dibagi atas 3 (tiga) varian, yaitu pertama,Terbukti

melanggar Pasal 25 ayat (1) dan memenuhi Pasal 25

ayat (2), Kedua Tidak Terbukti Melanggar Pasal 25

ayat (1) Tapi Terbukti memenuhi Pasal 25 ayat (2),

ketiga Tidak Terbukti Melanggar Pasal 25 ayat (1) dan

Tidak memenuhi Pasal 25 ayat (2).

Adapun putusan-putusan KPPU yang berkaitan

dengan penyalahgunaan posisi dominan yang dibagi

atas 3 (tiga) varian tersebut, yaitu:

1. Terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) dan

Memenuhi Pasal 25 ayat (2)

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

122

a. Perkara Nomor : 04/KPPU-I/2003

Pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dilakukan

oleh PT. JAKARTA INTERNATIONAL CONTAINER

TERMINAL (PT. JICT) yang beralamat kantor di

Jalan Sulawesi Ujung Nomor 1 Tanjung Priok,

Jakarta Utara 14310.1

PT. JICT telah melakukan kegiatan yang dapat

menghambat konsumen untuk melakukan

kerjasama usaha dengan pelaku usaha

pesaingnya, dalam bentuk pengiriman surat

penegasan yang ditandatangani oleh PT. JICT,

kepada salah satu pengguna jasanya pada tanggal

5 April 2001, yang pada pokoknya menyatakan

bahwa untuk mendapatkan pelayanan bongkar

muat petikemas di pelabuhan Tanjung Priok

harus mengikatkan diri pada kontrak yang

bersifat ekslusif. Tanpa adanya kontrak yang

mengikat tersebut, maka tidak akan dilayani PT.

JICT.

Bentuk hambatan itu semakin nyata, ketika PT.

JICT menggunakan klausul 32.4 di dalam

1Perkara Nomor : 04/KPPU-I/2003, hal. 1

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

123

authorization agreement tersebut untuk meminta

klarifikasi dan memprotes kebijakan Pelabuhan

Tanjung Priok Jakarta Utara yang memberikan

ijin operasi kepada PT. Segoro Fajar Satryo,

selanjutnya disebut Segoro, untuk menggunakan

Dermaga 300 yang kemudian melayani jasa

bongkar muat petikemas.2

Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara adalah

pemegang hak pengelolaan pelabuhan umum

sebagaimana diatur di dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 57 Tahun 1991, telah

memberikan konsesi pengelolaan terminal

petikemas kepada PT. JICT dengan jaminan

bahwa tidak akan ada pembangunan terminal

petikemas sebagai tambahan dari Unit Terminal

Petikemas I, Unit Terminal Petikemas II, dan Unit

Terminal Petikemas III sebelum tercapainya

throughput sebesar 75% (tujuh puluh lima persen)

dari kapasitas rancang bangunnya sebesar 3,8

juta Teus sebagaimana dinyatakan klausul 32.4 di

dalam authorization agreement. Klausul 32.4 di

dalam authorization agreement tersebut

merupakan bentuk hambatan strategis yang

nyata bagi para pelaku usaha baru yang akan

2Ibid., hal. 8

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

124

memasuki pasar bersangkutan pelayanan

bongkar muat petikemas di pelabuhan Tanjung

Priok.

Bahwa dalam Ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf c

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

menetapkan bahwa pelaku usaha dilarang

menggunakan posisi dominan baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk

menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi

menjadi pesaing untuk memasuki pasar

bersangkutan. Dalam memutus perkara ini, maka

Majelis Komisi KPPU mempertimbangkan unsur-

unsur yang terkandung dalam Pasal 25 ayat (1)

huruf c UU No.5 tahun 1999.3 Yaitu:

Pertama PT. JICT merupakan pelaku usaha

sebagaimana didefinisikan dalam Pasal

1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 yang faktual memiliki

posisi dominan pada pasar

bersangkutan.

Kedua Bahwa pelaku usaha memiliki posisi

dominan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 Ayat (2) huruf a Undang-

3Ibid., hal. 24

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

125

Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah

apabila satu pelaku usaha atau

sekelompok pelaku usaha menguasai

50% (lima puluh persen) atau lebih

pangsa pasar satu jenis barang atau

jasa tertentu. Dalam pemeriksaan di

KPPU, pihak PT. JICT mengakui

memiliki posisi dominan di Pelabuhan

Tanjung Priok, baik dalam arti tidak

mempunyai pesaing yang berarti di

pasar bersangkutan maupun dalam arti

menguasai 50% (lima puluh persen)

atau lebih pangsa pasar pada pasar

bersangkutan. Data empirik pun

membuktikan bahwa PT. JICT telah

menguasai lebih dari 50% (lima puluh

persen) pangsa pasar pada pasar

bersangkutan, sehingga esensi

kepemilikan posisi dominan pada pasar

bersangkutan sebagaimana dimaksud

pada Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi.

Ketiga Bahwa posisi dominan yang dilakukan

PT. JICT harus memenuhi esensi

penyalagunaan posisi dominannya

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

126

tersebut, yang di dalam perkara ini

adalah dengan menghambat pelaku

usaha lain yang berpotensi menjadi

pesaing untuk memasuki pasar

bersangkutan.

Keempat Bahwa Surat tanggal 12 Pebruari 2002

dari Terlapor I kepada Terlapor III dan

surat tertanggal 5 April 2002 dari

Terlapor I dan Terlapor II kepada satu

pengguna jasa terminal bongkar muat

petikemas yang identitas lengkapnya

ada pada Mejelis Komisi, serta Surat

teguran dari penasehat hukum Terlapor

I, Hiswara Bunjamin & Tandjung,

kepada Terlapor III tertanggal 05

Pebruari 2003, membuktikan bahwa

Terlapor I telah menyalahgunakan posisi

dominannya secara tidak langsung

untuk menghambat pelaku usaha lain

yaitu Segoro dan MTI yang berpotensi

menjadi pesaing untuk memasuki pasar

bersangkutan, sehingga esensi unsur

penyalahgunaan posisi dominan secara

tidak langsung untuk menghambat

pelaku usaha lain yang berpotensi

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

127

menjadi pesaing untuk memasuki pasar

bersangkutan sebagaimana dimaksud

pada Pasal 25 ayat (1) huruf c Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi.

Putusan Majelis Komisi KPPU menyatakan bahwa

PT. JICT secara sah dan meyakinkan telah

melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf c Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999.4

b. Perkara Nomor: 06/KPPU-L/2004

Pelanggaran ini dilakukan oleh PT.Arta Boga

Cemerlang, beralamat kantor di Jalan Palmerah

Barat No. 82, Jakarta Barat 11480.

Kasus ini berawal pada pertengahan bulan

Februari 2004, PT Panasonic Gobel Indonesia

(selanjutnya disebut PT PGI) telah melaksanakan

program “Single Pack Display” dengan ketentuan

setiap toko yang mendisplay baterai single pack

(baterai manganese tipe AA) dengan menggunakan

standing display akan diberikan 1 (satu) buah

senter yang sudah diisi dengan 4 baterai dan toko

yang selama 3 (tiga) bulan mendisplay produk

tersebut akan mendapatkan tambahan 1 buah

4Ibid., hal. 27

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

128

senter yang sama, sedangkan untuk material

promosi (standing display) diberikan gratis oleh PT

PGI.

Selanjutnya pada bulan Maret 2004 diperoleh

informasi bahwa PT.Arta Boga Cemerlang sedang

melaksanakan Program Geser Kompetitor

(selanjutnya disebut PGK). Isi atau kegiatan dari

program tersebut tertuang dalam suatu “Surat

Perjanjian PGK Periode Maret-Juni 2004” yang

berisi:

1) Program Pajang dengan mendapatkan

potongan tambahan 2%, dengan ketentuan

Toko mempunyai space/ruang pajang baterai

ABC dengan ukuran minimal 0,5 x 1 meter,

Toko bersedia memajang baterai ABC, Toko

bersedia memasang POS (material promosi)

ABC.

2) Komitmen toko untuk tidak menjual baterai

Panasonic dengan mendapatkan potongan

tambahan 2%, dengan ketentuan Toko yang

sebelumnya jual baterai Panasonic, mulai

bulan Maret sudah tidak jual lagi, sehingga

Toko hanya menjual baterai ABC.

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

129

3) Mengikuti Program Pajang dan Komitmen

untuk tidak jual baterai Panasonic sehingga

patut diduga PGK tersebut dilakukan oleh

PT.Arta Boga Cemerlang; PT.Arta Boga

Cemerlang diduga melaksanakan PGK dengan

cara membuat perjanjian dengan toko untuk

tidak menjual baterai Panasonic; Bahwa

berdasarkan informasi yang diperoleh Pelapor

dari toko-toko, PT.Arta Boga Cemerlang diduga

melaksanakan PGK tersebut dengan tujuan

untuk menghambat penjualan produk baterai

merek Panasonic. Sejak PT PGI mengeluarkan

produk single pack untuk jenis baterai AA dan

melaksanakan program promosi Single pack

Display telah menambah peningkatan

penjualan baterai Panasonic; Bahwa dengan

adanya PGK banyak diantara toko-toko yang

berusaha untuk mendapatkan potongan

tambahan sebagaimana yang dijanjikan oleh

PT.Arta Boga Cemerlang. Bahkan terdapat

toko-toko yang jelas-jelas mempunyai

komitmen untuk tidak memajang dan/atau

menjual baterai Panasonic, padahal

sebelumnya yang bersangkutan adalah peserta

program single pack display dari PT PGI.

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

130

Bahwa perilaku PT.Arta Boga Cemerlang

sebagai pelaku usaha dalam melaksanakan

kegiatan usahanya bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan maupun etika

bisnis yang ada, yaitu dengan membuat

perjanjian mengenai harga atau potongan

harga tertentu atas produk baterainya dengan

memuat persyaratan bahwa pemilik toko yang

menerima barang-barang dari PT.Arta Boga

Cemerlang tidak akan membeli barang-barang

yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain

yang menjadi pesaing dari pelaku usaha

pemasok; Bahwa PT.Arta Boga Cemerlang

telah menyalahgunakan posisi dominannya

untuk menghambat pelaku usaha lain yang

berpotensi menjadi pesaingnya untuk

memasuki pasar yang bersangkutan dan

menetapkan syarat-syarat perdagangan yang

menghambat atau menghalangi konsumen

memperoleh barang dan/atau jasa yang

bersaing.

Pada akhirnya Majelis Komisi berpendapat bahwa

PT.Arta Boga Cemerlang menguasai 88,73%

pangsa pasar baterai manganese AA secara

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

131

nasional, sehingga unsur posisi dominan telah

terpenuhi.

Dengan posisi dominan tersebut PT.Arta Boga

Cemerlang menyalahgunakan dengan

menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan

tujuan untuk mencegah dan/atau menghalangi

konsumen memperoleh barang dan/atau jasa

yang bersaing, baik dari segi harga maupun

kualitas. Dimana PT.Arta Boga Cemerlang telah

menetapkan syarat-syarat perdagangan yang

terkandung di dalam surat perjanjian PGK

dimana salah satu syarat pemberian potongan

tambahan sebesar 2% adalah jika toko grosir dan

semi grosir tidak menjual baterai Panasonic,

dengan tujuan untuk mencegah atau menghalangi

konsumen memperoleh baterai Panasonic yang

bersaing dengan baterai ABC baik segi harga

maupun kualitas di grosir atau semi grosir yang

mengikuti PGK PT.Arta Boga Cemerlang.

Putusan Majelis Komisi KPPU menyatakan bahwa

PT.Arta Boga Cemerlang terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf a

jo. ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5

tahun 1999.

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

132

c. Perkara Nomor: 09/KPPU-L/2009

Pelanggaran UU larangan praktik monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat ini berawal dari PT.

Carrefour Indonesia mengakuisisi PT.Alfa

Retailindo,Tbk. dimana PT.Carrefour menguasai

pangsa pasar yang sebelumnya hanya sebesar

46,30 persen setelah itu meningkat menjadi

sebesar 57,99 persen di tahun 2008. Peningkatan

pangsa pasar5 ini disalahgunakan oleh

PT.Carrefour Indonesia dengan cara menetapkan

berbagai syarat perdagangan (trading terms)

kepada pemasok menimbulkan persaingan tidak

sehat dan menghambat konsumen memperoleh

barang dan jasa yang bersaing. Hal ini dapat

dilihat dari pengakuan ketua Gabungan

Elektronik (GABEL) yang mengatakan bahwa

PT.Carrefour Indonesia merupakan suatu

kekuatan yang cukup besar di Indonesai,

sehingga apabila produk Gabel tidak ada di

PT.Carrefour Indonesia maka nilai brand GABEL

tersebut berkurang. Sehingga sekalipun GABEL

mengalami kerugian akibat persyaratan yang

ditetapkan oleh PT.Carrefour Indonesia salah

5Pasal 1 angka (13) UU No.5 tahun 1999. Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai olehpelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu.

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

133

satunya harus memasok juga pada PT.Alfa

Retailindo yang diakuisisi oleh PT.Carrefour

Indonesia, yang mana dalam persyaratan yang

diberlakukan PT.Alfa Retailindo harus sama pada

PT.Carrefour Indonesia.6

Setelah Tim Pemeriksa KPPU melakukan

pemeriksaan hingga selesai, Majelis Komisi KPPU

menyatakan bahwa PT. Carrefour Indonesia

terbukti sah dan meyakinkan melanggar Pasal 25

ayat (1) huruf a Undang-Undang No.5 tahun 1999

tentang larangan praktik monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.

d. Perkara Nomor: 17/KPPU-I/2010

Pelanggaran ini dilakukan oleh PT Pfizer

Indonesia, Pfizer Inc., Pfizer Overseas LLC, Pfizer

Global Trading dan PT Pfizer Corporation Panama.

Kasus ini berawal dari Kelompok Usaha Pfizer

diduga melakukan pelanggaran Pasal 25 ayat (1)

Undang-undang nomor 5 tahun 1999 yaitu

menyalahgunakan posisi dominannya untuk

mempengaruhi dokter dan/atau apotek agar

hanya meresepkan obat dengan merek Norvask.

6Putusan KPPU Nomor : 09/KPPU-L/2009

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

134

Dimana pangsa pasar Norvask sepanjang periode

2000-2007 mencapai di atas 50%. Kondisi

tersebut memenuhi kriteria posisi dominan

sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat (2).

Posisi dominan Pfizer untuk produk Norvask

menjadi lebih kuat karena adanya hak paten yang

baru habis pertengahan 2007. Hak paten tersebut

mengakibatkan tidak ada pelaku usaha pesaing

yang dapat menawarkan produk sejenis (selain PT

Dexa Medica) dalam periode yang bersangkutan.

Pasca paten Norvask habis pertengahan 2007,

pangsa pasar Norvask mengalami penurunan

seperti tercatat di tahun 2008 menjadi 45.52%

dan 2009 mencapai tingkat 39.50. Pfizer

Indonesia mencanangkan program HCCP pada

tahun 2005 yang melibatkan rekanan dokter dan

apotik. Berdasarkan BAP dari apotik serta

kesaksian para ahli farmakolog, peran dokter

dalam peresepan obat sangat penting.

Pihak apotik tidak dapat merubah resep yang

sudah dituliskan dokter. Selain itu, pihak dokter

lah yang memberikan kartu anggota HCCP kepada

pasien, dimana pihak apotik hanya melaksanakan

fungsi input data pasien melalui mesin EDC yang

disediakan Pfizer Indonesia.

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

135

Kesaksian dari para farmakolog menyebutkan

bahwa terdapat interaksi antar dokter dengan

perusahaan farmasi yang diduga berakibat

kepada keputusan dokter dalam peresepan obat.

Berdasarkan dokumen, diperoleh data rekanan

dokter dan apotik yang masuk dalam program

HCCP Pfizer Indonesia.

Tim pemeriksa menilai bahwa program HCCP

yang menjalin kemitraan dengan para dokter akan

mempengaruhi preferensi para dokter untuk

meresepkan obat kepada pasien nya, terutama

untuk produk-produk Pfizer, termasuk Norvask.

Tim berpendapat bahwa keputusan peresepan

tersebut mempengaruhi obyektifitas dokter

sehingga akan tetap meresepkan produk produk

Pfizer Indonesia khususnya Norvask untuk pasien

penderita hipertensi. Kondisi ini diperkuat dengan

fakta bahwa sejak tahun 2007-awal 2010,

indicator most sold generic tetap dipegang oleh

produk Norvask, sementara walau sudah tersedia

branded generic (termasuk generic) lain dengan

harga relatif lebih murah di pasar, merk alternatif

tersebut belum banyak terjual atau diresepkan

oleh dokter.

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

136

Putusan Majelis Komisi KPPU menyatakan bahwa

PT Pfizer Indonesia, Pfizer Inc., Pfizer Overseas

LLC, Pfizer Global Trading dan PT Pfizer

Corporation Panama terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar Pasal 5, Pasal 11, Pasal

16, Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No 5 Tahun

1999.

2. Tidak Terbukti Melanggar Pasal 25 ayat (1) Tapi

Terbukti Memenuhi Pasal 25 ayat (2).

a. Perkara Nomor: 05/KPPU-I/2005

Dugaan pelanggaran Pasal 25 ayat (1) huruf c ini

dilakukan oleh PT BURSA EFEK JAKARTA atau

disingkat PT BEJ (Terlapor I) dan PT LIMAS

STOKHOMINDO, TBK, atau disingkat PT LS

(Terlapor II). Kasus ini berkaitan dengan

pengembangan sistem pelaporan elektronik

perusahaan tercatat di Bursa Efek Jakarta.

Dimana pelanggaran ini disebabkan oleh karena

adanya perjanjian antara Terlapor I dengan

Terlapor II yang tertuang dalam Perjanjian

Kerjasama Dalam Rangka Pengembangan Sistem

Pelaporan Elektronik Perusahaan Tercatat Nomor

SP-036/BEJ-HKM/06-2003 yang diduga dapat

menimbulkan penguasaan produksi dan/atau

pemasaran barang dan/atau jasa oleh Terlapor I

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

137

dan Terlapor II. Penunjukan Terlapor II oleh

Terlapor I untuk mengembangkan sistem

pelaporan elektronik perusahaan tercatat diduga

dilakukan dengan cara diskriminasi terhadap

pesaing Terlapor II.

Terlapor I memiliki posisi dominan terhadap

pasar jasa e-reporting & monitoring di Bursa Efek

Jakarta yang diduga dapat menghambat pelaku

usaha lain untuk memasuki pasar bersangkutan.

Kemudian dalam putusannya, Majelis Komisi

menyatakan bahwa PT BEJ (Terlapor I) dan PT LS

(Terlapor II) tidak terbukti melanggar Pasal 25

ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999, oleh karena BEJ (Terlapor I) tidak

menghambat pelaku usaha lain memasuki pasar

bersangkutan sehingga unsur menghambat

pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi

pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.

b. Perkara Nomor: 21/KPPU-L/2005

Dugaan pelanggaran Pasal 25 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini

dilakukan oleh PT. Pertamina (Terlapor I), PT.

Banten Inti Gasindo, yang selanjutnya disebut PT

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

138

BIG (Terlapor II) dan PT. Isma Asia Indotama,

yang selanjutnya disebut sebagai PT IAI (Terlapor

III).

Kasus ini berkaitan dengan diskriminasi

distribusi gas yang dilakukan oleh PT Pertamina,

yaitu dengan menetapkan syarat-syarat

perdagangan kepada para trader (JPMT, SBLC,

gas make up, harga gas, sistem pembayaran dan

sebagainya ) yang akan melakukan hubungan

dagang dengan PT. Pertamina.

Berdasarkan laporan PT. Igas Utama menyatakan

PT. Pertamina telah melakukan diskriminasi

terhadap PT. Igas Utama dan PT. Banten Inti

Gasindo dalam hal PT. Banten Inti Gasindo

mendapatkan lebih besar pasokan gas dan

dipermudah persyaratan PJBGnya.

Kemudian dalam putusannya, Majelis Komisi

menyatakan bahwa PT. Pertamina (persero) tidak

terbukti melanggar ketentuan Pasal 25 ayat (1)

huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Dengan pertimbangan bahwa meskipun PT.

Pertamina terbukti memiliki posisi dominan dan

juga terbukti menetapkan syarat-syarat

perdagangan akan tetapi tidak terbukti mencegah

dan/atau menghalangi konsumen memperoleh

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

139

barang dan/atau jasa yang bersaing, baik dari

segi harga maupun kualitas.

c. Perkara Nomor: 15/KPPU-L/2006

Dugaan pelanggaran Pasal 25 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini

dilakukan oleh Terlapor dalam hal ini PT

Pertamina (Persero). Kasus ini berkaitan dengan

pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan.

Dimana menerbitkan surat No.

057/E22000/2006-S3 yang pada pokoknya

melarang agen Elpiji di Pulau Bangka untuk

membeli dan mengisi Elpiji di DSP Pulau Layang

dan harus mengisi di APPEL Muntok terhitung

mulai tanggal 3 Maret 2006.

Setelah terbitnya Surat No. 057/E22000/2006-S3

harga ex agen yang ditetapkan oleh Terlapor

turun menjadi Rp 63.747,- (enam puluh tiga ribu

tujuh ratus empat puluh tujuh rupiah) per

tabung 12 Kg. Hal ini disebabkan karena agen

tidak lagi menanggung biaya tambahan sebesar

Rp 17.500,- (tujuh belas ribu lima ratus rupiah)

namun turun menjadi Rp 11.639,40,- (sebelas

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

140

ribu enam ratus tiga puluh sembilan koma empat

puluh rupiah).

Bahwa berdasarkan surat GM No.

058/E22000/2006-S3 agen di Pulau Bangka

akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp

5.560,44,- (lima ribu lima ratus enam puluh

koma empat puluh empat rupiah) per tabung 12

Kg tetapi kenyataan di lapangan, keuntungan

yang diperoleh agen lebih rendah dari yang

ditetapkan oleh Terlapor. Hal ini terjadi karena

pertama APPEL melakukan penjualan langsung

melalui toko-toko dengan harga berkisar antara

Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) sampai

dengan Rp. 61.000,- (enam puluh satu ribu

rupiah). Kedua Salah satu pemegang saham PT.

Niaga Utama Pura Prima membeli elpiji secara

langsung dari agen di Palembang dan

memasarkannya ke Pulau Bangka dengan harga

antara Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah)

sampai dengan Rp 63.000,- (enam puluh tiga ribu

rupiah) per tabung 12 kg.

Kemudian dalam putusannya, Majelis Komisi

menyatakan bahwa Terlapor tidak terbukti

melanggar ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf a

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

141

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, dengan

pertimbangan karena Terlapor telah mencabut

surat larangan pengisian Elpiji di DSP Pulau

Layang dan memberikan kebebasan kepada agen

di Pulau Bangka untuk memilih tempat pengisian

Elpiji, sehingga unsur menetapkan syarat-syarat

perdagangan tidak terpenuhi.

d. Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007

Dugaan pelanggaran Pasal 25 ayat (1) huruf b

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini

dilakukan oleh

Terlapor I (Temasek Holdings Pte. Ltd)

Terlapor II (Singapore Technologies

Telemedia Pte. Ltd)

Terlapor III (STT Communications Ltd)

Terlapor IV (Asia Mobile Holding Company

Pte. Ltd)

Terlapor V (Asia Mobile Holdings Pte. Ltd)

Terlapor VI (Indonesia Communications

Limited

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

142

Terlapor VII (Indonesia Communications

Pte. Ltd)

Terlapor VIII: Singapore

Telecommunications Ltd)

Terlapor IX (Singapore Telecom Mobile Pte.

Ltd)

Terlapor X (PT. Telekomunikasi Selular)

Kasus ini berkaitan dengan Telkomsel yang

menyalahgunakan posisi dominannya untuk

membatasi pasar dan pengembangan teknologi

sehingga melanggar pasal 25 ayat (1) huruf b UU

No 5 Tahun 1999.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan

Lanjutan (LHPL) Tim Pemeriksa pada pokoknya

menyatakan telah terjadi hambatan interkoneksi

yang dilakukan oleh Telkomsel sesuai dengan

bukti:

Pertama kesaksian Mastel (vide Bukti B52), yang

menyatakan bahwa degree of competition

industri seluler selama ini kurang

diakibatkan oleh operator incumbent

pada kondisi yang dapat mengancam

hubungan interkoneksi pada operator

yang menurunkan tingkat tarif. Selain

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

143

itu, meskipun sejak tahun 2007, rezim

interkoneksi sudah berbasis pada biaya

namun hingga saat ini belum terdapat

adanya PKS antar operator yang

memuat perjanjian tersebut.

Pada praktiknya, operator pencari

interkoneksi tidak memiliki posisi tawar

yang seimbang dengan operator

incumbent, sehingga masih mengikuti

kehendak incumbent dengan ancaman

hubungan interkoneksi diputus (BAP

Saksi Mastel tanggal 25 September

2007.

Kedua kesaksian Hutchinson (vide Bukti B14)

yang menyatakan bahwa Sempat

terdapat hambatan interkoneksi yang

dialami oleh operator baru yang

dilakukan Telkomsel dengan

mempersyarakatkan terpenuhinya

traffic sebesar 48 erl, yang sulit

dipenuhi oleh operator-operatror baru.

Dalam salah satu perjanjian

interkoneksi Telkomsel dengan salah

satu operator, diatur mengenai

Pembebanan Biaya, Penagihan dan

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

144

Pembayaran. Lebih lanjut, dalam

ayatnya disebutkan bahwa ”Tarif yang

dikenakan kepada Pengguna untuk jasa

layanan SMS merupakan kewenangan

masing-masing Pihak, sehingga para

pihak berhak untuk menetapkan sendiri

tarif yang dikenakan kepada

Penggunanya masing-masing dengan

batasan bahwa tarif yang dikenakan

oleh operator X kepada Penggunanya

tidak boleh lebih rendah dari tarif yang

dikenakan oleh Telkomsel kepada

Penggunanya. Operator X akan

melakukan penyesuai tarif yang

dikenakan kepada Penggunanya

selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan, sejak

pemberitahuan perubahan tarif yang

disampaikan oleh Telkomsel kepada

Operator X sebagai waktu sosialisasi

bila Telkomsel melakukan perubahan

tarif yang dikenakan kepada

Pengguannya.” Namun, ketentuan

dalam Perjanjian tersebut kemudian

dicabut berdasarkan amandemen

Perjanjian.

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

145

Bentuk hambatan lain, adalah

persyaratan untuk pembangunan link

interkoneksi diharuskan menggunakan

pihak ketiga yang ditunjuk oleh

Telkomsel. Hal tersebut menaikan biaya

secara signifikan bagi pencari

interkoneksi. Kepemilikan dan

pengoperasian link tersebut pun

menjadi milik pihak ketiga dan

telkomsel bukan menjadi milik pencari

interkoneksi.(BAP Saksi Hutchinson

tanggal 21 Juni 2007).

Ketiga Dokumen perjanjian kerja sama antara

Telkomsel dengan salah satu operator.

Selanjutnya dalam pendapat atau pembelaan

Telkomsel pada pokoknya menyatakan tidak

pernah menghambat pengembangan teknologi,

Telkomsel merupakan operator telekomunikasi

seluler pertama yang mengenalkan:

Bisnis pre-paid di Indonesia yang

menggunakan teknologi IN;

Layanan berbasis teknologi GPRS dan

EDGE;

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

146

Layanan value added services tertentu

seperti ring back tone;

Electronic voucher;

Layanan-layanan 3G yang menyediakan

layanan video call, video streaming.

Pengembangan-pengembangan teknologi yang

digunakan oleh Telkomsel yang kemudian juga

diaplikasikan oleh kompetitor kompetitor

Telkomsel lainnya dan yang dapat memberikan

kontribusi positif bagi perkembangan pasar

telekomunikasi selular.

Sebelum menganalisa pemenuhan unsur pasal 25

ayat (1) huruf b, Majelis Komisi terlebih dahulu

mengurai pendekatan analisa terhadap pasal 25

yaitu menurut Majelis Komisi analisa terhadap

pasal 25 dapat dilakukan secara per se rule

maupun rule of reason. Penggunaan pendekatan

per se rule adalah pendekatan minimalist karena

dari segi rumusannya pasal 25 tidak tercantum

salah satu dari dua kalimat yaitu „dapat

menimbulkan praktik monopoli‟ dan/atau

„persaingan usaha tidak sehat‟. Penggunaan

pendekatan rule of reason adalah pendekatan

maximalist. Perspektif ini mendasarkan pada

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

147

asumsi bahwa kebijakan pelaku usaha seperti

tercantum dalam ayat (1) huruf a, b, atau c belum

tentu dapat menimbulkan dampak negatif

terhadap persaingan. Untuk itu perlu dibuktikan

bahwa kebijakan pelaku usaha dimaksud

menimbulkan atau berpontensi menimbulkan

dampak negatif. Dalam perkara ini, Majelis

Komisi menggunakan perspektif maximalist yaitu

rule of reason.

Kemudian dalam putusannya, Majelis Komisi

menyatakan bahwa PT. Pertamina (persero) tidak

terbukti melanggar ketentuan Pasal 25 ayat (1)

huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Dengan pertimbangan bahwa meskipun telah

terjadi pembatasan pasar melalui hambatan

interkoneksi namun tidak terjadi pembatasan

pengembangan teknologi, sehingga dengan tidak

terpenuhinya unsur pembatasan pengembangan

teknologi maka Majelis Komisi tidak perlu menilai

dampak yang terjadi akibat terjadinya

pembatasan pasar dan pengembangan teknologi

tersebut.

3. Tidak Terbukti Melanggar Pasal 25 ayat (1) dan

Tidak Memenuhi Pasal 25 ayat (2)

Page 28: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

148

a. Perkara Nomor: 03/KPPU-L-I/2000

Dugaan pelanggaran UU persaingan usaha ini

dilakukan oleh PT. Indomarco Prismatama, yang

beralamat di Jl. Ancol I No.9 10, Ancol Barat

Jakarta 14430, sebagai pemilik dan pemegang

hak merek dagang "Indomaret" untuk usaha

ecerannya dalam bentuk baik toko swalayan milik

sendiri maupun toko swalayan dengan sistem

waralaba. Kasus ini berawal dari laporan

tertulisnya tertanggal 12 April 2000 yang diterima

oleh Komisi pada tanggal 9 Agustus 2000 oleh

sebuah lembaga swadaya masyarakat yang

selanjutnya disebut sebagai Saksi Pelapor.

Berdasarkan wawancara langsung kepada 429

orang pengusaha kecil/pemilik warung yang

dianggap mewakili seluruh pemilik warung di

wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi

(Jabotabek). Sebanyak 129 pengusaha kecil yang

diwawancarai tersebut menyatakan bahwa sejak

berdirinya Swalayan Indomaret mempunyai

dampak negatif terhadap usahanya, karena

keberadaan Indomaret tersebut mempunyai

dampak merugikan pengusaha kecil yang ada

disekitarnya, di setiap satu Toko Swalayan

Indomaret. Padahal di sekitarnya diperkirakan

Page 29: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

149

ada 10 usaha kecil, maka apabila ada 290 Toko

Swalayan Indomaret akibatnya 2900 usaha kecil

terancam mati, karena kalah bersaing dengan

harga dan kenyamanan yang disediakan oleh

Indomaret. Apabila dibiarkan rencana berdirinya

sampai 2000 Toko Swalayan Indomaret, maka

diperkirakan 20.000 usaha kecil yang berada di

Jabotabek akan mati atau minimal 80.000 orang

masyarakat miskin tambah melarat, resah

kehilangan mata pencaharian.

Selain itu juga sistem yang diterapkan oleh PT.

Indomarco adalah pemegang hak merek Swalayan

Indomaret dan jaminan pemasokan barang

dagangan dengan harga distributor. Sedangkan

pewaralaba berkewajiban menyiapkan gedung

dan investasi + 300 juta (termasuk untuk

Franchise Fee Rp.82,5 juta yang diberikan kepada

PT. Indomarco).

Kemudian dalam pertimbangan KPPU, Majelis

Komisi menyatakan bahwa tidak ditemukan

bukti-bukti Terlapor mempunyai posisi dominan

karena tidak menguasai pangsa pasar 50% (lima

puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis

barang atau jasa tertentu. Selain itu juga tidak

ditemukan bukti-bukti Terlapor melakukan

Page 30: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

150

secara bersama-sama dengan satu atau dua

pelaku usaha lain yang menguasai 75% atau lebih

pangsa pasar satu jenis barang atau jasa

tertentu.

Atas dasar fakta ini Terlapor tidak dapat

dinyatakan dan dikategorikan mempunyai posisi

dominan secara mutlak. Karena itu tuduhan

pelanggaran yang dilakukan Terlapor terhadap

Pasal 1 adalah tidak relevan, sehingga dalam

putusan KPPU, Majelis Komisi tidak secara tegas

menyatakan bahwa Terlapor tidak terbukti secara

sah dan meyakinkan melanggar Pasal 25 UU No.5

tahun 1999.

b. Perkara Nomor: 02/KPPU-I/2004

Dugaan pelanggaran Pasal 25 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 ini dilakukan oleh PT.

Telekomunikasi Indonesia Tbk (Terlapor). Kasus

ini berkaitan dengan tindakan pemblokiran

terhadap SLI kode akses 001 dan 008 milik PT.

Indosat oleh Terlapor, dengan cara Menutup

layanan SLI kode akses 001 dan 008 di beberapa

warung telekomunikasi (wartel), dan menyediakan

layanan internasional dengan kode akses 017.

Serta mengubah perjanjian kerjasama dengan

Page 31: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

151

pemilik wartel, bahwa wartel hanya diperbolehkan

menjual produk Terlapor dan Terlapor berhak

melakukan blocking/menutup akses layanan

milik operator lain dari wartel.

Kemudian dalam putusan KPPU, Majelis Hakim

Menyatakan bahwa Terlapor tidak terbukti secara

sah dan meyakinkan melanggar Pasal 25 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dengan

pertimbangan bahwa pasar bersangkutan dalam

perkara ini adalah jasa telepon internasional

melalui akses jaringan tetap lokal nasional

sehingga posisi dominan pelaku usaha ditentukan

dari pangsa pasar jasa telepon internasional yang

dijual atau disediakannya. Posisi Terlapor

meskipun menguasai 90-95% jaringan tetap tidak

dapat disimpulkan sebagai pemegang posisi

dominan karena pelaku usaha dalam jasa telepon

internasional melalui akses jaringan tetap lokal

nasional dalam perkara ini adalah PT Indosat.

Sehingga unsur pelaku usaha memiliki posisi

dominan dalam pasar bersangkutan sebagaimana

dimaksud pasal 25 ayat (2) tidak terpenuhi.

Oleh karena unsur ayat (2) pasal 25 sebagai

persyaratan untuk mempertimbangkan ayat (1)

pasal 25 tidak terpenuhi, Majelis berpendapat

Page 32: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

152

tidak perlu lagi mempertimbangkan unsur-unsur

penyalahgunaan posisi dominan ayat (1) pasal 25.

Dari kesepuluh putusan-putusan KPPU mengenai

penyalahgunaan posisi dominan di atas, maka untuk

lebih memudahkan dalam memahami putusan-

putusan KPPU tersebut, penulis menyajikannya dalam

bentuk tabel 1 di bawah ini yaitu:

Tabel 1

10 (sepuluh) Putusan KPPU

Tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan

No Putusan-Putusan KPPU Melanggar

Pasal 25 ayat

(1)

Memenuhi

Pasal 25 ayat

(2)

1 Perkara Nomor: 04/KPPU-I/2003

√ √

2 Perkara Nomor: 06/KPPU-L/2004

√ √

3 Perkara Nomor: 09/KPPU-L/2009

√ √

4 Perkara Nomor: 17/KPPU-I/2010

√ √

5 Perkara Nomor: 05/KPPU-I/2005

X √

6 Perkara Nomor: 21/KPPU-L/2005

X √

7 Perkara Nomor: 15/KPPU-L/2006

X √

8 Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007

X √

9 Perkara Nomor: 03/KPPU-L-I/2000

X X

10 Perkara Nomor: 02/KPPU-I/2004

X X

Page 33: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

153

Berdasarkan isi tabel 1 di atas, maka ada 4

(empat) putusan KPPU yang terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan penyalahgunaan posisi

dominan oleh karena melanggar Pasal 25 ayat (1) UU

No.5 tahun 1999 dan memiliki posisi dominan.

Sementara itu, ada 4 (empat) putusan KPPU yang

tidak terbukti secara sah menyalahgunakan posisi

dominan sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) akan tetapi

terbukti memiliki posisi dominan. Sedangkan yang

tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2)

terdiri atas 2 (dua) putusan.

Page 34: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

154

B. Analisis

Analisis mengenai putusan-putusan KPPU

berkaitan dengan penyalahgunaan posisi dominan

dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah

dalam Bab I mengenai bagaimana konsep

penyalahgunaan posisi dominan dalam hukum

persaingan usaha. Putusan-putusan KPPU ini

pertama-tama, diuraikan mengenai posisi dominan

kemudian penyalahgunaan posisi dominan,

selanjutnya penulis mengaitkan fakta-fakta tersebut

dengan teori dan peraturan berkaitan dengan

penyalahgunaan posisi dominan.

Adapun uraian mengenai posisi dominan dan putusan

Majelis Hakim tentang penyalahgunaan posisi

dominan dalam (10) perkara ini, yaitu:

1. Perkara Nomor: 03/KPPU-L-I/2000

PT. Indomarco Prismatama sebagai pemegang hak

merek Swalayan Indomaret dan jaminan pemasokan

barang dagangan dengan harga distributor,

dinyatakan tidak terbukti mempunyai posisi dominan

karena tidak menguasai pangsa pasar 50% (lima puluh

persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau

jasa tertentu serta tidak ditemukan bukti-bukti PT.

Page 35: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

155

Indomarco Prismatama melakukan secara bersama-

sama dengan satu atau dua pelaku usaha lain yang

menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis

barang atau jasa tertentu. PT. Indomarco Prismatama

bukan satu satunya perusahaan pengecer yang

mempunyai kemampuan keuangan lebih tinggi

dibandingkan dengan perusahaan pengecer kecil yang

lain (wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi),

akan tetapi masih terdapat beberapa perusahaan

pengecer lainnya yang juga mempunyai kemampuan

keuangan lebih tinggi dibanding pengecer kecil.

Atas dasar fakta bahwa PT. Indomarco

Prismatama tidak memiliki posisi dominan. Maka

Majelis Komisi KPPU tidak perlu mempertimbangkan

dugaan penyalahgunaan posisi dominan. Pemenuhan

ketentuan ayat (2) dalam hal ini posisi dominan

merupakan syarat untuk mempertimbangkan ayat (1).

Sehingga PT. Indomarco Prismatama tidak melakukan

penyalahgunaan posisi dominan.

Dari kasus yang melibatkan PT. Indomarco

Prismatama ini, ada 3 (tiga) hal yang menarik untuk

menurut penulis yaitu:

PT. Indomarco Prismatama tidak hanya diduga

melanggar Pasal 25 akan tetapi juga diduga

melanggar Pasal 1 angka (4) dalam hal ini

Page 36: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

156

menguasai pangsa pasar karena kemampuan

keuangan, kemampuan akses pada pasokan.

Penggunaan Pasal 1 angka (4) ini

mengidikasikan bahwa Pasal 1 angka (4)

dilarang dan bisa ditarik sebagai pelanggaran

tersendiri. Secara tidak langsung KPPU

melarang Pelaku Usaha Dominan. Padahal

menurut penulis, Pelaku usaha yang memiliki

posisi dominan tidak dilarang sepanjang dalam

memperoleh atau mendapatkan posisi

dominannya itu melalui persaingan sehat dan

tidak melanggar UU Persaingan Usaha.

Dari putusan KPPU dalam perkara ini PT.

Indomarco Prismatama diduga melanggar Pasal

25, tanpa menyebut ayat berapa dan huruf apa.

Dengan hanya mencatumkan Pasal 25

mengidikasikan bahwa semua atau seluruh

unsur atau isi dalam Pasal 25 diduga dilanggar

oleh PT. Indomarco Prismatama. Kalau dari ayat

1 huruf a, b dan c dalam pasal ini memang

dikategorikan sebagai penyalahgunaan posisi

dominan dan dilarang oleh UU Persaingan

Usaha. Akan tetapi khusus ayat 2 huruf a dan b

tidak dikategorikan sebagai penyalahgunaan

posisi dominan secara tersendiri dan tidak

Page 37: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

157

dilarang oleh KPPU. Ketentuan ayat 2 ini sebagai

standar minimal sebuah pelaku usaha

dikatakan memiliki posisi dominan. Artinya

ketentuan ini hampir mirip dengan Pasal 1

angka (4) di atas yang mengatur mengenai posisi

dominan dan kedua-duanya tidak dilarang.

Dalam pertimbangan Majelis Komisi

menyimpulkan bahwa PT. Indomarco

Prismatama Tidak terbukti melanggar Pasal 25

ayat (1) dan tidak memiliki posisi dominan

secara mutlak, akan tetapi yang

membingungkan ialah dalam putusan KPPU

tersebut, Majelis Komisi tidak secara tegas

menyatakan bahwa Terlapor terbukti atau tidak

melanggar Pasal 25 UU No.5 tahun 1999.

Memang dalam pertimbangan Majelis Komisi

menyatakan bahwa PT. Indomarco Prismatama

tidak terbukti memiliki posisi dominan, dan

KPPU menyatakan bahwa dengan tidak

terbuktinya pelaku usaha yang bersangkutan

memiliki posisi dominan maka tidak perlu

menganalisis Pasal 25 ayat 1 huruf a, b, dan c.

akan tetapi menurut hemat penulis, Majelis

Komisi dalam putusannya harus secara tegas

menyatakan bahwa PT. Indomarco Prismatama

Page 38: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

158

tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat 1 huruf

a, b dan c.

2. Perkara No.04/KPPU-I/2003

PT. JICT terbukti melakukan penguasaan produksi

pelayanan bongkar muat petikemas dengan menguasai

lebih dari 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa

pasar pada pasar bersangkutan, dimana posisi

terakhir penguasaan pasar PT.JICT pada tahun 2002

adalah sebesar 69,53% (enam puluh sembilan koma

lima puluh tiga persen) dari total arus petikemas pasar

bersangkutan. Pangsa pasar tersebut membuat

PT.JICT menduduki posisi utama dalam pasar.

Kemudian dalam putusannya, Majelis Komisi

menyatakan bahwa PT.JICT terbukti melakukan

penyalahgunaan posisi dominan sehingga melanggar

Pasal 25 ayat (1) huruf c. Yang dalam perkara ini

PT.JICT melakukan penyalahgunaan posisi dominan

dalam hal menghambat pelaku usaha lain yang

berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar

bersangkutan. Yakni dengan menggunakan klausul

32.4 di dalam authorization agreement. Klausul

authorization agreement ini merupakan suatu bentuk

perilaku antikompetisi dari PT.JICT, hal ini klausal

Page 39: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

159

tersebut digunakan dalam rangka menghambat

konsumen untuk melakukan kerjasama usaha dengan

pelaku usaha pesaingnya. Yang pada pokoknya

menyatakan bahwa untuk mendapatkan pelayanan

bongkar muat petikemas di pelabuhan Tanjung Priok

pelaku usaha lain (Segoro dan MTI) harus

mengikatkan diri pada kontrak yang bersifat ekslusif.

Tanpa adanya kontrak yang mengikat tersebut, maka

pelaku usaha lain tidak akan dilayani. Dengan fakta

tersebut, PT.JICT terbukti menyalahgunakan posisi

dominannya secara tidak langsung untuk

menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi

menjadi pesaing untuk memasuki pasar

bersangkutan.

Dalam memutus Perkara Nomor : 04/KPPU-I/2003,

KPPU menggunakan patokan Pasar Bersangkutan

dalam Posisi Dominan dengan pertimbangan Pasal 1

angka (6) UU No.5 tahun 1999 Persaingan usaha tidak

sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran

barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara

tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha. Dimana kalimat „menghambat

persaingan usaha‟ dalam Pasal 1 angka (6) tersebut

dihubungkan dengan kalimat “menghambat pelaku

Page 40: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

160

usaha lain” dan “pasar bersangkutan” dalam Pasal 25

ayat (1) huruf c menjadi unsur yang diperhintungkan

untuk menyatakan JICT melanggar Pasal 17 ayat (1)

UU No.5 tahun 1999. Oleh karena keterkaitan

Penyalahgunaan Posisi Dominan dengan Pasal 17

dalam hal Perusahaan dengan posisi dominan pada

hakikatnya identik dengan memiliki kekuatan

monopoli. Dalam kondisi tersebut potensi terjadinya

praktik monopoli yang menghambat persaingan sehat

sangat mungkin terjadi.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pelanggaran

Posisi Dominan dalam hal unsur “menghambat pelaku

usaha lain” dan “pasar bersangkutan” ditarik sebagai

pelanggaran terhadap Praktik Monopoli dalam Pasal

17 ayat (1) UU No.5 thn 1999. Hal yang menarik dalam

kasus ini adalah keterkaitan Pasal 25 dengan Pasal

17, dimana Perusahaan dengan posisi dominan pada

hakekatnya identik dengan memiliki kekuatan

monopoli. Dalam kondisi tersebut potensi terjadinya

praktik monopoli yang menghambat persaingan usaha

sehat sangat mungkin terjadi.

3. Perkara Nomor: 02/KPPU-I/2004

Page 41: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

161

PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Terlapor) tidak

terbukti memiliki posisi dominan pada pasar

bersangkutan dalam hal ini pasar jasa telepon

internasional yang diakses melalui jaringan tetap lokal

nasional di Indonesia, karena komposisi pangsa pasar

sambungan telepon internasional dari traffic outgoing

sebagai nilai jual jasa telepon internasional adalah 70-

75% dikuasai SLI-001 dan SLI-008 milik Indosat dan

25-30% lainnya dikuasai produk ITKP. Produk ITKP

TelkomGobal-017 sendiri memiliki 10% dari pangsa

pasar sementara produk SLI-007 Telkom tidak

dihitung karena baru diproduksi secara resmi pada

tanggal 7 Juni 2004.

Putusan Majelis Komisi menyatakan bahwa oleh

karena unsur Pasal 25 ayat (2) sebagai persyaratan

untuk mempertimbangkan pasal 25 ayat (1) tidak

terpenuhi, Majelis berpendapat tidak perlu lagi

mempertimbangkan unsur-unsur penyalahgunaan

posisi dominan Pasal 25 ayat (1). Sehingga PT.

Telekomunikasi Indonesia tidak terbukti melakukan

penyalahgunaan posisi dominan.

4. Perkara No.06/KPPU-L/2004

Page 42: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

162

PT.ABC (Arta Boga Cemerlang) terbukti menguasai

88,73% pangsa pasar baterai manganese AA secara

nasional. Dalam putusan Majelis Komisi KPPU,

menyatakan bahwa PT.ABC terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan penyalahgunaan posisi

dominan sehingga melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf a

jo. ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 tahun

1999. Yakni PT.ABC menetapkan syarat-syarat

perdagangan dengan tujuan untuk mencegah

dan/atau menghalangi konsumen memperoleh barang

dan/atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga

maupun kualitas. PT.ABC telah menetapkan syarat-

syarat perdagangan yang terkandung di dalam surat

perjanjian PGK dimana salah satu syarat pemberian

potongan tambahan sebesar 2% adalah jika toko grosir

dan semi grosir tidak menjual baterai Panasonic.

Syarat-syarat perdagangan dalam PGK tersebut

ditujukan untuk mencegah atau menghalangi

konsumen memperoleh baterai Panasonic yang

bersaing dengan baterai ABC baik segi harga maupun

kualitas di grosir atau semi grosir yang mengikuti PGK

Terlapor.

Putusan KPPU ini membuktikan bahwa cakupan

Pasal 25 ayat (1) adalah sangat luas karena mencakup

perjanjian yang menyebabkan terjadinya dampak yang

Page 43: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

163

tercantum dalam Pasal tersebut, yakni: terhalanginya

konsumen untuk memperoleh barang dan/atau jasa

yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.7

Sebenarnya Pasal yang secara langsung melarang

perjanjian semacam ini adalah Pasal 15 ayat (3) huruf

b.8 Namun, KPPU berhasil membuktikan bahwa PT

ABC mempunyai posisi dominan dalam produk yang

bersangkutan, sehingga bisa menerapkan Pasal 25

ayat (1). KPPU juga mengatakan bahwa PT ABC

melanggar Pasal 19 huruf a karena PT ABC dengan

perjanjian semacam itu dianggap telah “menolak

dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk

melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar

bersangkutan.”

5. Perkara No.05/KPPU-L/2005

PT BURSA EFEK JAKARTA atau disingkat PT BEJ

Terbukti memiliki posisi dominan oleh karena PT BEJ

merupakan satu-satunya pelaku usaha yang bergerak

7Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No.5 tahun 1999. 8Pasal 15 ayat (3) huruf b berbunyi: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa dai pelaku usaha pemasok … tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pealku usaha pemasok”.

Page 44: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

164

di bidang usaha menyelenggarakan kegiatan usaha

bursa efek di Jakarta.

Dalam putusan Majelis Komisi KPPU, menyatakan

bahwa PT BEJ tidak terbukti melakukan

penyalahgunaan posisi dominan. Dengan demikian PT

BEJ tidak melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf c Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999. Karena PT BEJ tidak

terbukti tidak menghambat pelaku usaha lain

memasuki pasar bersangkutan sehingga unsur

menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi

menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan

tidak terpenuhi.

6. Perkara No.21/KPPU-L/2005

Perkara ini, KPPU hanya menyatakan bahwa PT

Pertamina menggunakan posisi dominannya memaksa

PT Igas Utama untuk menandatangani Surat

Kesepakatan Bersama Nomor (SKB)

925/D00000/2004-SI dengan ancaman jika tidak

menandatangani SKB maka gas tidak akan dialirkan.

Majelis Komisi KPPU tidak secara tegas menyebutkan

berapa pangsa pasar PT Pertamina pada saat itu. Tapi

dari pernyataan KPPU tersebut, bisa dikatakan bahwa

PT Pertamina memiliki posisi dominan.

Page 45: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

165

Mengenai dugaan penyalahgunaan posisi

dominan yang dilakukan oleh PT Pertamina, Majelis

Komisi memutuskan bahwa PT Pertamina (persero)

tidak terbukti melakukan penyalahgunaan posisi

dominan sehingga tidak melanggar ketentuan Pasal 25

ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Dengan mempertimbangkan unsur menetapkan syarat-

syarat perdagangan. Yang dimaksud dengan

menetapkan syarat-syarat perdagangan dalam hal ini

adalah syarat-syarat perdagangan yang dipersyaratkan

oleh PT Pertamina kepada para trader yang akan

melakukan hubungan dagang dengan PT Pertamina.

PT Pertamina membuat beberapa persyaratan dalam

PJBG yang dibuat dengan para trader yaitu JPMT,

SBLC, gas make up, harga gas, sistem pembayaran,

dimana PT. Pertamina telah melakukan diskriminasi

terhadap PT. Igas Utama dan PT. Banten Inti Gasindo

dalam hal PT. Banten Inti Gasindo mendapatkan lebih

besar pasokan gas dan dipermudah persyaratan

PJBGnya. Dengan demikian, maka unsur menetapkan

syarat-syarat perdagangan terpenuhi.

Selain itu, Majelis Komisi KPPU

mempertimbangkan unsur bertujuan atau menghalangi

konsumen memperoleh barang. Yang dimaksud dengan

unsur bertujuan atau menghalangi konsumen dalam

Page 46: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

166

perkara ini adalah syarat-syarat perdagangan yang

diterapkan oleh PT Pertamina mengakibatkan

terhalangnya trader untuk mencari produsen gas

lainnya. Dari syarat-syarat dagang yang diterapkan

oleh PT Pertamina sebagaimana diuraikan pada butir

2.6 (PT. Igas Utama menyatakan PT Pertamina telah

melakukan diskriminasi terhadap PT. Igas Utama dan

PT. Banten Inti Gasindo dalam hal PT. Banten Inti

Gasindo mendapatkan lebih besar pasokan gas dan

dipermudah persyaratan PJBGnya) tidak terdapat

persyaratan dagang yang mengakibatkan para trader

tidak dapat berhubungan dengan produsen gas selain

PT Pertamina atau persyaratan yang membagi alokasi

pasar dari masing-masing trader dalam

mendistribusikan gas. Dengan demikian, maka unsur

bertujuan menghalangi konsumen memperoleh barang

tidak terpenuhi.

7. Perkara No.15/KPPU-L/2006

Perkara ini melibatkan PT Pertamina, dimana PT

Pertamina diduga melanggar ketentuan Pasal 25 ayat

(1) huruf a UU No.5 tahun 1999. Dalam pertimbangan

Majelis Komisi KPPU mengenai posisi dominan pada

kasus perkara ini, PT Pertamina (Persero) merupakan

satu-satunya pemasok Elpiji di Indonesia, termasuk

Page 47: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

167

didalamnya wilayah Pulau Bangka. Dengan

pertimbangan Pasal 1 angka (4) UU No.5 tahun 1999,

maka PT Pertamina (Persero) memenuhi unsur posisi

dominan sehingga dinyatakan PT Pertamina memiliki

posisi dominan tanpa menyebut lagi berapa pangsa

pasarnya.

Kemudian dalam putusan Majelis Komisi KPPU,

menyatakan bahwa PT Pertamina tidak terbukti

melakukan penyalahgunaan posisi dominan sehingga

tidak melanggar ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf a

UU No.5 tahun 1999. Oleh karena, unsur menetapkan

syarat-syarat perdagangan tidak terpenuhi, karena

larangan pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang telah

dicabut oleh PT Pertamina sejak 14 Februari 2007 dan

mengijinkan agen di Pulau Bangka untuk memilih

pengisian di DSP Pulau Layang atau di APPEL.

Sehingga larangan pengisian Elpiji di DSP sudah tidak

berlaku lagi. Oleh karena unsur menetapkan syarat-

syarat perdagangan tidak terpenuhi maka Majelis

Komisi KPPU tidak perlu membuktikan unsur lainnya.

Dari kasus tersebut, ada dua hal yang menarik untuk

di analis penulis yaitu Pertama, keterkaitan Pasal 25

dengan Pasal 15 UU Persaingan Usaha. Dan Kedua,

masalah jangka waktu pemberlakuan syarat-syarat

perdagangan dan pencabutannya serta laporan

Page 48: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

168

pelanggaran yang dilakukan oleh PT Pertamina

(Persero) dan putusan Majelis Komisi.

a) Keterkaitan Pasal 25 dengan Pasal 15 UU

Persaingan Usaha.

Syarat-syarat perdagangan dalam bentuk surat

larangan pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang

No. 057/E22000/2006-S3 tanggal 3 Maret

2006, dikaitkan dengan pelanggaran pasal 15

ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf a.

Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999 menyatakan

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha lain yang memuat

persyaratan bahwa pihak yang menerima

barang dan/atau jasa hanya akan memasok

atau tidak memasok kembali barang

dan/atau jasa tersebut kepada pihak

tertentu dan/atau tempat tertentu”.

Menurut Majelis Komisi, Syarat-syarat

perdagangan dalam bentuk surat larangan

pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang No.

057/E22000/2006-S3 tidak melanggar Pasal

15 ayat (1) karena bukan merupakan Unsur

Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa

Page 49: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

169

pihak yang menerima barang dan/atau jasa

hanya akan memasok atau tidak memasok

kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada

pihak tertentu dan/atau tempat tertentu.

Dengan alasan:

Perjanjian keagenan LPG antara Terlapor

dengan agen.

Agen di Pulau Bangka memperoleh ijin dari

Pertamina bahwa agen tersebut hanya

mendistribusikan dan memasarkan Elpiji di

wilayah Pulau Bangka Agen di Pulau

Bangka membeli dengan sistem beli putus

dari Pertamina, tetapi Terlapor menetapkan

harga jual tertinggi yang diperbolehkan bagi

para agen.

Penetapan harga jual tertinggi oleh Terlapor

terkait dengan tindakan pemerintah yang

tidak menyetujui usulan kenaikan harga

jual Elpiji.

Elpiji merupakan komoditas bebas, namun

pada kenyataannya Pemerintah mengatur

atau setidak-tidaknya ikut mengatur

pemasaran Elpiji terutama dalam

penentuan harga jual tertinggi;

Page 50: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

170

Dengan demikian perjanjian antara Terlapor

dengan agen bukan merupakan bentuk

perjanjian yang bertujuan untuk membatasi

agen dalam mendistribusikan dan

memasarkan Elpiji.

Perjanjian Pengusahaan dan Penggunaan

Agen Pengangkutan dan Pengisian Elpiji

antara Terlapor dengan APPEL.

PT. Bina Mulia Jaya Abadi selaku APPEL

hanya diperkenankan menjual Elpiji kepada

agen yang ditunjuk oleh Terlapor dan

dilarang melakukan penjualan langsung

kepada konsumen baik industri maupun

rumah tangga.

Keberadaan APPEL bertujuan untuk

mendistribusikan Elpiji di Pulau Bangka

kepada konsumen melalui agen agar

tercapai harga jual yang lebih murah

dibandingkan sebelum adanya APPEL.

Pengaturan penjualan Elpiji yang dilakukan

oleh Terlapor kepada APPEL dimaksudkan

untuk menjaga ketersediaan Elpiji di

masing-masing agen dengan harga yang

lebih murah.

Page 51: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

171

Dengan demikian perjanjian pengusahaan

dan penggunaan agen pengangkutan dan

pengisian elpiji antara Terlapor dengan

APPEL dalam hal pengaturan penjualan

Elpiji yang dilakukan oleh PT Pertamina

(Persero) kepada APPEL bukan merupakan

bentuk pembatasan penjualan

Dari kedua fakta tersebut di atas, maka

perjanjian antara Terlapor dengan agen dan

Terlapor dengan APPEL bukan merupakan

perjanjian sebagaimana dimaksud pada Pasal

15 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999.

Selanjutnya Majelis Komisi mempertimbangkan

Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan “Pelaku

usaha dilarang menggunakan posisi dominan

baik secara langsung maupun tidak langsung

untuk: Menetapkan syarat-sarat perdagangan

dengan tujuan untuk mencegah dan/atau

menghalangi konsumen memperoleh barang

dan/atau jasa yang bersaing baik dari segi

harga maupun kualitas.

Dalam pertimbangkan Majelis Komisi

menyatakan bahwa unsur pelaku usaha dan

Page 52: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

172

unsur posisi dominan Terpenuhi, namun unsur

Menetapkan syarat-syarat perdagangan

dinyatakan Tidak Terbukti karena PT

Pertamina (Persero) telah telah mencabut surat

surat No. 057/E22000/2006-S3 tentang

larangan pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang

dan memberikan kebebasan kepada agen di

Pulau Bangka untuk memilih tempat pengisian

Elpiji.

b) Jangka Waktu

Hasil pemeriksaan awal Tim Pemeriksa KPPU

tanggal 28 Maret 2006 menemukan bahwa

memang benar PT Pertamina (Persero)

menetapkan syarat-syarat perdagangan, akan

tetapi sejak 14 Februari 2007 Terlapor

mencabut surat larangan tersebut dan

mengijinkan agen di Pulau Bangka untuk

memilih pengisian di DSP Pulau Layang atau di

APPEL bahwa dengan demikian larangan

pengisian Elpiji di DSP sudah tidak berlaku

lagi.

Hal ini menjadi aneh, mengingat KPPU

menerima laporan dugaan pelanggaran ini Pada

Page 53: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

173

tanggal 28 Maret 2006, dimana dugaan

pelanggaran oleh PT Pertamina (Persero) ini

dilakukan pada tanggal 3 Maret 2006.

Kemudian sejak 14 Februari 2007 PT

Pertamina (Persero) mencabut surat larangan

tersebut. Atas dasar pencabutan inilah, melalui

putusan Majelis Komisi KPPU pada tanggal

tanggal 23 Mei 2007 memutuskan bahwa PT

Pertamina (Persero) tidak terbukti melanggar

pasal 25 ayat (1) huruf a.

Penanganan kasus ini terkesan tidak adil

karena yang dirugikan adalah korban atas

surat GM No. 058/E22000/2006-S3. Yang

mana PT Pertamina (persero) sudah

menetapkan syarat-syarat perdagangan akan

tetapi karena telah mencabut surat tersebut

disela-sela pemeriksaan Lanjutan maka

dinyatakan tidak terbukti melanggar. Putusan

ini bisa menjadi bumerang bagi kelangsungan

persaingan usaha sehat di Indonesia, bisa saja

pelaku usaha lain meniru tindakan PT

Pertamina (persero) yang membuat syarat-

syarat perdagangan dengan pertimbangan

kalaupun nanti ketahuan dan diperiksa oleh

KPPU maka langkah selanjutnya Pelaku usaha

Page 54: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

174

yang bersangkutan segera mencabutnya

sebelum dibacakan putusan.

KPPU memang diberi janga waktu penangganan

perkara sampai pembacaan Putusan Majelis

Komisi yaitu 434 hari. Akan tetapi ini

merupakan jangka waktu maksimal. Jadi

sebaiknya KPPU mempertimbangkan jangka

waktu agar lebih cepat dalam menangani

perkara-perkara tertentu supaya tidak

diamanfaatkan secara tidak bertanggungjawab

oleh pelaku-pelaku usaha yang diduga

melakukan pelanggaran terhadap UU

Persaingan Usaha.

Perubahan perilaku pelaku usaha memang

dimungkinkan menurut Pasal 37 Peraturan

KPPU No.1 tahun 2006 tentang Tata Cara

Penanganan Perkara di KPPU. Komisi dapat

menetapkan tidak perlu dilakukan

Pemeriksaan Lanjutan meskipun terdapat

dugaan pelanggaran, apabila Terlapor

menyatakan bersedia melakukan perubahan

perilaku. Perubahan perilaku ini dapat

dilakukan dengan membatalkan perjanjian

dan/atau menghentikan kegiatan dan/atau

menghentikan penyalahgunaan posisi dominan

Page 55: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

175

yang diduga melanggar dan/atau membayar

kerugian akibat dari pelanggaran yang

dilakukan.Pelaksanaan perubahan perilaku

dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari

dan dapat diperpanjang sesuai dengan

penetapan Komisi. Komisi dalam hal ini

Sekretariat melakukan monitoring terhadap

pelaksanaan penetapan tentang perubahan

perilaku.Dalam melakukan kegiatan monitoring

oleh Sekretariat Komisi dapat membentuk Tim

Monitoring Pelaksanaan Penetapan. Monitoring

Pelaksanaan Penetapan dilakukan untuk

menilai pelaksanaan Penetapan Komisi. Hasil

Monitoring disusun dalam bentuk Laporan

Pelaksanaan Penetapan yang sekurang-

kurangnya memuat isi penetapan, pernyataan

perubahan perilaku Terlapor dan bukti yang

menjelaskan telah dilaksanakannya penetapan

Komisi. Sekretariat Komisi menyampaikan dan

memaparkan Laporan Pelaksanaan

Penetapan dalam suatu Rapat Komisi. Dalam

hal Komisi menilai bahwa Terlapor telah

melaksanakan Penetapan Komisi, maka Komisi

menetapkan untuk menghentikan monitoring

pelaksanaan penetapan dan tidak melanjutkan

Page 56: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

176

ke Pemeriksaan Lanjutan. Sebaliknya apabila

Komisi menilai bahwa Terlapor tidak

melaksanakan Penetapan Komisi, maka Komisi

menetapkan untuk menghentikan monitoring

pelaksanaan penetapan dan menetapkan untuk

melakukan Pemeriksaan Lanjutan.

Jadi Perubahan Perilaku ini hanya bisa

dilakukan sebelum KPPU melakukan

Pemeriksaan Lanjutan. Dalam Perkara ini, PT

Pertamina (Persero) melakukan Pencabutan

surat GM No. 058/E22000/2006-S3 dalam

periode Pemeriksaan Lanjutan. Sehingga

menurut penulis, Pencabutan surat ini tidak

bisa dikategorikan sebagai Perubahan Perilaku.

Oleh karena itu, pertimbangan Majelis Komisi

yang menyatakan PT Pertamina tidak

melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf a karena

telah mencabut surat GM No.

058/E22000/2006-S3 tidak tepat karena

pencabutan surat tersebut tidak bisa

dikategorikan sebagai „Perubahan Perilaku‟.

8. Perkara No.07/KPPU-L/2007

Page 57: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

177

Pangsa Pasar PT. Telekomunikasi Selular

(Telkomsel) pada pangsa pasar seluler sejak tahun

2001 sampai dengan tahun 2006 telah lebih dari 50%,

dengan rata-rata sebesar 61,24%. Sehingga Majelis

Komisi KPPU menyimpulkan bahwa Telkomsel memiliki

posisi dominan.

Putusan Majelis Komisi KPPU menyatakan bahwa

Telkomsel tidak terbukti melakukan penyalahgunaan

posisi dominan sehingga tidak melanggar Pasal 25 ayat

(1) huruf b UU No 5 Tahun 1999. Dimana unsur

pembatasan Pasar dan Teknologi tidak sepenuhnya

terpenuhi, sebab yang terjadi hanya pembatasan pasar

melalui hambatan interkoneksi namun tidak terjadi

pembatasan pengembangan teknologi. Karena tidak

dipenuhinya semua unsur membatasi pasar dan

pengembangan teknologi, maka Majelis Komisi tidak

perlu menilai dampak yang terjadi akibat terjadinya

pembatasan pasar dan pengembangan teknologi.

Dari fakta-fakta di atas, menurut penulis ada dua hal

yang menarik yaitu pertama, pemenuhan unsur

pembatasan pasar saja tidak cukup menjerat pelaku

usaha akan tetapi juga mesti harus diiringi

pelanggaran lain yakni Unsur Pembatasaa

Pengembangan Teknologi. Hal ini memang sesuai

dengan rumusan Pasal 25 ayat (1) huruf b yang

Page 58: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

178

menggunakan kata “dan”. Yang mana antar

Pembatasan Pasar dan Pembatasan Pengembangan

Teknologi harus bersatu atau beriringan dalam

tindakan dan tidak boleh dipisahkan.

Kedua,Unsur yang berkaitan dengan dampak atau

akibat terjadinya pasar dan pengembangan ikut

dianalisis. Dalam tataran teori pendekatan analisa

terhadap pasal 25 mestinya dilakukan secara per se.

Akan tetapi dalam menganalisis kasus ini, KPPU dapat

juga menggunakan pendekatan secara rule of reason.

Yang mana, pendekatan rule of reason ini

mensyaratkan adanya dampak atau efek negatif dari

suatu tindakan pelaku usaha, padahal dalam Pasal 25

ini tidak ada unsur atau kata “mengakibatkan”.

Majelis Komisi berargumen bahwa Penggunaan

pendekatan rule of reason adalah pendekatan

maximalist. Perspektif ini mendasarkan pada asumsi

bahwa kebijakan pelaku usaha seperti tercantum

dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, b, atau c belum tentu

dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

persaingan. Untuk itu perlu dibuktikan bahwa

kebijakan pelaku usaha dimaksud menimbulkan atau

berpontensi menimbulkan dampak negatif. Dalam

perkara ini, Majelis Komisi menggunakan perspektif

maximalist yaitu rule of reason.

Page 59: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

179

9. Perkara No.09/KPPU-L/2009

PT. Carrefour Indonesia memiliki pangsa pasar

lebih dari 50% (limapuluh persen), yaitu sebesar

57,99% (limapuluh tujuh koma sembilan puluh

sembilan persen) pada pasar jasa hypermarket dan

supermarket di seluruh wilayah Indonesia. Dengan

demikian menurut Majelis Komisi KPPU, PT. Carrefour

Indonesia memiliki posisi dominan.

Kemudian, dalam putusan Majelis Komisi KPPU

menyatakan bahwa PT. Carrefour Indonesia terbukti

secara sah dan meyakinkan melakukan

penyalahgunaan posisi dominan sehingga melanggar

Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No.5 Tahun 1999. Karena

setiap tahun PT. Carrefour Indonesia membuat syarat

perdagangan (trading terms) dalam suatu perjanjian

nasional dengan para pemasok yang memuat syarat

dan ketentuan bagi PT. Carrefour Indonesia dan

pemasoknya dalam rangka melakukan pasokan

barang kepada PT. Carrefour Indonesia. Pemasok

dalam hal ini merupakan pemakai (konsumen) dari

jasa ritel yang disediakan oleh hypermarket dan

supermarket pada gerai-gerai dan sistem yang dimiliki

oleh hypermarket dan supermarket untuk kepentingan

pemasok tersebut. Adapun dampak dari penerapan

Page 60: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

180

trading terms tersebut yaitu menyebabkan dampak

negatif terhadap persaingan.

Dengan demikian, Majelis Komisi KPPU menyimpulkan

bahwa dampak syarat perdagangan (trading terms)

yang diterapkan oleh Terlapor terhadap pemasok

menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan

menghambat konsumen memperoleh barang dan jasa

yang bersaing.

10. Perkara No.17/KPPU-I/2010

PT. Pfizer Indonesia (Terlapor) memiliki pangsa

pasar lebih dari 50% untuk pasar bersangkutan obat

anti hipertensi dengan zat aktif Amlodipine Besylate

selama periode tahun 2000 – 2007. Dengan demikian,

Majelis Komisi KPPU menilai bahwa PT. Pfizer

Indonesia terbukti memiliki posisi dominan pada Pasal

25 ayat (2) huruf a.

Putusan Majelis Komisi KPPU menyatakan bahwa

Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan penyalahgunaan posisi dominan sehingga

melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No 5 Tahun

1999. Oleh karena Terlapor telah menetapkan syarat-

syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah

dan /atau menghalangi konsumen memperoleh barang

Page 61: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

181

dan/atau jasa yang bersaing. Syarat-syarat

perdagangan yang dimaksud dalam hal ini adalah

dalam program HCCP yang melibatkan dokter

berpotensi melibatkan dokter dalam praktik penjualan

obat resep secara tidak langsung. Dengan

keterlibatannya tersebut preferensi dan objektivitas

dokter dalam meresepkan obat kepada pasiennya

khususnya Norvask akan terpengaruh. Meskipun

program HCCP memberikan diskon kepada pasien,

harga produk Norvask masih tetap lebih mahal

dibandingkan rata-rata obat generik dalam pasar

bersangkutan yang sama.

Berikut penulis menyatukan pertimbangan

Majelis Komisi KPPU tentang posisi dominan dan

penyalahgunaan posisi dominan dalam tabel 2 di

bawah ini.

Tabel 2 Pertimbangan Majelis Komisi KPPU tentang Posisi

Dominan Dan Penyalahgunaan Posisi Dominan

Perkara

No.

Posisi Dominan

PD Penyalahgunaan Posisi Dominan

PPD

Ada

Tidak

Ada

Tidak

03 thn 2000

Pangsa pasar sebesar 50%

PT. Indomarco Prismatama

√ Tidak melanggar Pasal 25 ayat (1).

Karena PT. Indomarco

Page 62: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

182

(Terlapor) bukan satu satunya perusahaan pengecer yang mempunyai kemampuan keuangan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan pengecer kecil yang lain (wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi), akan tetapi masih terdapat beberapa perusahaan pengecer lainnya yang juga mempunyai kemampuan keuangan lebih tinggi dibanding pengecer kecil.

Prismatama (Terlapor) tidak memiliki posisi dominan. Maka Majelis Komisi KPPU tidak perlu mempertimbangkan dugaan penyalahgunaan posisi dominan.

04 thn 2003

Pangsa pasar sebesar 69,53%

penguasaan produksi pelayanan bongkar muat petikemas.

√ Terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf c.

PT.JICT melakukan penyalahgunaan posisi dominan dalam hal menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan, yakni dengan menggunakan klausul 32.4 di dalam authorization agreement (Yang pada pokoknya menyatakan bahwa untuk mendapatkan

Page 63: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

183

pelayanan bongkar muat petikemas di pelabuhan Tanjung Priok pelaku usaha lain (Segoro dan MTI) harus mengikatkan diri pada kontrak yang bersifat ekslusif. Tanpa adanya kontrak yang mengikat tersebut, maka pelaku usaha lain tidak akan dilayani

02 thn 2004

Pangsa pasar sebesar <50%

PT. Telkomsel pada pasar bersangkutan jasa telepon internasional yang diakses melalui jaringan tetap lokal nasional di Indonesia.

√ Tidak melanggar Pasal 25 ayat (1).

Oleh karena unsur Pasal 25 ayat (2) sebagai persyaratan untuk mempertimbangkan pasal 25 ayat (1) tidak terpenuhi, maka Majelis Komisis KPPU berpendapat tidak perlu lagi mempertimbangkan unsur-unsur penyalahgunaan posisi dominan Pasal 25 ayat (1).

06 thn 2004

Pangsa pasar sebesar 88,73%

Pasar baterai manganese AA secara nasional.

√ Terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf a jo. ayat (2) huruf a.

PT.ABC (Terlapor) telah menetapkan syarat-syarat perdagangan yang terkandung di dalam surat perjanjian PGK dimana salah satu

Page 64: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

184

syarat pemberian potongan tambahan sebesar 2% adalah jika toko grosir dan semi grosir tidak menjual baterai Panasonic. Syarat-syarat perdagangan PGK tersebut ditujukan untuk mencegah atau menghalangi konsumen memperoleh baterai Panasonic yang bersaing dengan baterai ABC baik segi harga maupun kualitas di grosir atau semi grosir yang mengikuti PGK Terlapor.

05 thn 2005

Pangsa pasar sebesar >50%

Kegiatan usaha bursa efek di Jakarta.

√ Tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf c.

Karena PT BEJ tidak terbukti menghambat pelaku usaha lain memasuki pasar bersangkutan.

21 thn 2005

Pangsa pasar sebesar >50%

Trader produsen gas.

√ Tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf a.

Karena PT Pertamina (Terlapor) telah menetapkan syarat-syarat perdagangan kepada para trader yang akan melakukan hubungan dagang dengan PT

Page 65: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

185

Pertamina. PT Pertamina membuat beberapa persyaratan dalam PJBG yang dibuat dengan para trader yaitu JPMT, SBLC, gas make up, harga gas, sistem pembayaran, dimana PT. Pertamina telah melakukan diskriminasi terhadap PT. Igas Utama dan PT. Banten Inti Gasindo dalam hal PT. Banten Inti Gasindo mendapatkan lebih besar pasokan gas dan dipermudah persyaratan PJBGnya. Akan tetapi, unsur menghalangi konsumen tidak terpenuhi.

15 thn 2006

Pangsa pasar sebesar >50%

Pemasok Elpiji di Indonesia, termasuk didalamnya wilayah Pulau Bangka.

√ Tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf a.

Karena unsur menetapkan syarat-syarat perdagangan tidak terpenuhi. Sebab larangan pengisian Elpiji di DSP Pulau Layang telah dicabut oleh PT Pertamina sejak 14 Februari 2007 dan mengijinkan agen di Pulau Bangka untuk memilih pengisian

Page 66: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

186

di DSP Pulau Layang atau di APPEL. Sehingga larangan pengisian Elpiji di DSP sudah tidak berlaku lagi.

07 thn 2007

Pangsa pasar sebesar 61,24%

Pangsa pasar seluler.

√ Tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b.

Karena unsur pembatasan Pasar dan Teknologi tidak sepenuhnya terpenuhi, sebab yang terjadi hanya pembatasan pasar melalui hambatan interkoneksi namun tidak terjadi pembatasan pengembangan teknologi.

09 thn 2009

Pangsa pasar sebesar 57,99%

Pada pasar jasa hypermarket dan supermarket di seluruh wilayah Indonesia.

√ Terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf a.

Membuat syarat-syarat perdagangan (trading terms) dalam suatu perjanjian nasional dengan para pemasok yang memuat syarat dan ketentuan bagi PT. Carrefour Indonesia dan pemasoknya dalam rangka melakukan pasokan barang kepada PT. Carrefour Indonesia. Yang menyebabkan dampak negatif terhadap persaingan.

17 Pangsa pasar √ Terbukti melanggar √

Page 67: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

187

thn 2010

sebesar >50%

pada pasar bersangkutan obat anti hipertensi dengan zat aktif Amlodipine Besylate.

Pasal 25 ayat (1) huruf a.

Menetapkan syarat-syarat perdagangan dalam program HCCP yang melibatkan dokter berpotensi melibatkan dokter dalam praktik penjualan obat resep secara tidak langsung.

Dari uraian mengenai pembuktian posisi dominan di

atas, menekankan pada pembuktian posisi dominan di

pasar bersangkutan. Pemenuhan syarat kuantitatif

dalam Pasal 25 ayat (2) yang pada pokoknya

mensyaratkan pangsa pasar satu pelaku usaha atau

satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% /dua

atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha

menguasai 75% atau lebih pangsa pasar merupakan

syarat mutlak untuk dinyatakan memiliki posisi

dominan. Jika ketentuan pangsa pasar ini tidak

memenuhi maka suatu kasus ini di „Stop‟ atau

dihentikan, yang pada akhirnya dugaan pelanggaran

pasal 25 ayat (1) tidak dilanjutkan.

Namun demikian, ada beberapa putusan KPPU

mengenai penyalahgunaan posisi dominan di atas

tidak menggunakan ketentuan Pasal 25 ayat (2) tapi

menggunakan ketentuan Pasal 1 angkta (4). Ketentuan

Page 68: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

188

posisi dominan dalam Pasal 1 angkta (4) menganggap

ukuran posisi dominan adalah relatif dan tidak

tergantung hanya kepada pangsa pasar. Hal ini sejalan

dengan pendapat Heermann yang mengatakan bahwa

posisi dominan tidak harus berarti pangsa pasar

paling sedikit 50% atau 75%. Yang mana jika suatu

pelaku usaha tidak menguasai pangsa pasar lebih dari

50% untuk satu pelaku usaha (monopoli), tetapi dalam

praktiknya dapat melakukan praktik monopoli

dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Hal ini

tergantung korelasi penguasaan pangsa pasar suatu

pelaku usaha yang mempunyai pangsa pasar yang

lebih tinggi dibandingkan dengan sisa pangsa pasar

yang dimiliki oleh pesaing-pesaingnya.

Ketentuan penetapan penguasaan pasar lebih

dari 50% untuk satu pelaku usaha atau satu

kelompok pelaku usaha dan penguasaan pangsa pasar

lebih dari 75% untuk dua atau tiga pelaku usaha tidak

berlaku mutlak, karena penguasaan pangsa pasar di

bawah 50% untuk pasar monopoli dan di bawah 75%

untuk pasar oligopoli yang ditetapkan oleh Pasal 25

ayat (2) UU No. 5 dapat melakukan persaingan usaha

tidak sehat, tergantung berapa sisa pangsa pasar yang

dimiliki oleh pesaing-pesaingnya. Tentu saja, dalam

pembuktian posisi dominan ini dikaitkan dengan

Page 69: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

189

pasar bersangkutan (produk dan geografis). Pasar

bersangkutan ini lebih menekankan pada konteks

horizontal yang menjelaskan posisi pelaku usaha

beserta pesaingnya. Hal ini dapat dikategorikan dalam

dua perspektif yaitu pasar berdasarkan produk terkait

dengan kesamaan atau kesejenisan dan/atau tingkat

substitusinya dan pasar berdasarkan geografis yang

terkait dengan jangkauan dan/atau daerah

pemasaran. Pendefinisian pasar bersangkutan ini

merupakan salah cara untuk mengidentifikasi

seberapa besar penguasaan produk tertentu dalam

pasar tersebut oleh suatu pelaku usaha. Dari 10

(sepuluh) perkara yang telah di putus oleh Majelis

Komisi di atas, hanya ada 2 putusan yang

mendefenisikan secara langsung pasar bersangkutan

sebagai wujud posisi kasus suatu perkara yakni

Perkara Nomor 04/KPPU-I/2003 dan Perkara Nomor

02/KPPU-I/2004. Perkara-perkara lainnya tidak

dianalisis secara „gambalang‟ mengenai defenisi pasar

bersangkutan.

Sementara pembuktian penyalahgunaan posisi

dominan dalam 10 (sepuluh) putusan KPPU di atas,

Majelis Komisi KPPU masih berpatokan pada

pemenuhan semua unsur dalam Pasal 25 ayat 1 huruf

a, b dan c. Dari bunyi Pasal 25 ayat (1) ini nampak

Page 70: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

190

bahwa dalam membuktikan pelanggaran terhadap

Pasal tersebut menggunakan pendekatan per se. Akan

tetapi, dalam pembuktian terhadap pelaku usaha yang

diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 25 ayat

(1) dalam Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007. Dalam

pertimbangan Majelis Komisi KPPU secara tegas

menyatakan bahwa pendekatan analisa terhadap

pasal 25 dapat dilakukan secara per se rule maupun

rule of reason. Penggunaan pendekatan per se rule

adalah pendekatan minimalist karena dari segi

rumusannya pasal 25 tidak tercantum salah satu dari

dua kalimat yaitu “dapat menimbulkan praktik

monopoli” dan/atau “persaingan usaha tidak sehat”.

Penggunaan pendekatan rule of reason adalah

pendekatan maximalist. Perspektif ini mendasarkan

pada asumsi bahwa kebijakan pelaku usaha seperti

tercantum dalam ayat (1) huruf a, b, atau c belum

tentu dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

persaingan. Untuk itu perlu dibuktikan bahwa

kebijakan pelaku usaha dimaksud menimbulkan atau

berpontensi menimbulkan dampak negatif. Dalam

perkara ini, Majelis Komisi menggunakan perspektif

maximalist yaitu rule of reason.

Sedangkan kesembilan putusan-putusan lainnya yang

berkaitan dengan penyalahgunaan posisi dominan,

Page 71: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

191

secara tersirat menurut penulis Majelis Komisi KPPU

menggunakan pendekatan rule of reason dalam

pembuktian terhadap pelaku usaha yang diduga

melakukan pelanggaran terhadap Pasal 25 ayat (1).

Dengan menggunakan pendekatan rule of reason pada

satu sisi menyebabkan ketidakpastian hukum.

Meskipun kedua pendekatan ini memang tidak diatur

secara tegas dalam UU Persaingan Usaha Indonesia,

namun demikian dari berbagai literatur menunjukkan

bahwa kedua pendekatan tersebut bisa dibedakan dan

lazim dilakukan dalam menyelesaikan kasus-kasus

pelanggaran UU Persaingan Usaha. Akan tetapi disisi

yang lain jika pendekatan per se yang akan digunakan

maka akan membatasi pertumbuhan (perkembangan)

pelaku usaha yang efisien dan inovatif serta kompetitif

di pasar yang bersangkutan.

Jadi, kalau misalnya pendekatan per se maka

dari segi kepastian hukum dalam teori Gustav

Rabruch akan tercapai, dengan resiko bisa membatasi

pertumbuhan/perkembangan atau bahkan merugikan

pelaku usaha yang memiliki dominan. Penerapan

seperti ini memang akan memicu perdebatan diantara

KPPU dengan praktisi hukum yang menginginkan

ketentuan Pasal 25 diterapkan sesuai dengan

ketentuan Pasal 25 tersebut tanpa perlu

Page 72: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

192

menginterpretasikan lebih lanjut. Akan tetapi harus

dilihat prinsip dan tujuan hukum persaingan usaha,

yaitu bukan untuk menghambat persaingan tetapi

untuk mendorong persaingan usaha. Pelaku usaha

yang dapat bersaing dengan sehat dan melakukan

efisiensi dan inovasi serta dapat menjadi lebih unggul

atau mempunyai posisi dominan lebih dari pada yang

ditetapkan di dalam Pasal 25 tidak seharusnya

dilarang.

Jika tetap menggunakan pendekatan rule of

reason bisa menjadi solusi untuk membuktikan

apakah pelaku usaha dominan melakukan

penyalahgunaan posisi dominan atau tidak, namun

disisi lain menimbulkan ketidakpastian menurut teori

Gustav Radbruch. Sisi ketidakpastian jika tidak

menggunakan ini lebih kepada faktor Perundang-

undangan, artinya ketidakpastian terhadap

konsistensi mengikuti ketentuan yang telah ada

selama ini. Pandangan ini bukan hendak mengatakan

bahwa rule of reason tidak memiliki kepastian hukum

malahan pendekatan ini menurut penulis sangat layak

untuk digunakan dalam pembuktian penyalahgunaan

posisi dominan, akan tetapi ini masalah konsistensi

dimana dalam beberapa literatur dikatakan bahwa

pembuktian Pasal 25 ayat 1 UU No.5 tahun 1999

Page 73: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

193

menggunakan pendekatan Per Se. Jadi sekali lagi

penulis tegaskan bahwa ketidakpastian yang

dimaksud adalah masalah substansi ketidakpastian

mengikuti pendekatan sesuai dengan Perundang-

Undangan.

Oleh karena itu, pendekatan dalam penangganan

penyalahgunaan posisi dominan ini hendaknya

menjadi salah satu faktor yang wajib direvisi oleh

pembentuk atau pembuat UU (eksekutif dan legislatif)

jika seandainya UU persaingan usaha ini dirubah.

Sehingga permasalahan pendekatan rule of reason ini

bisa diakomodasi dalam pembuktian penyalahgunaan

posisi dominan.

Hal lain yang menarik dari kesepuluh kasus

tersebut, khususnya perkara No.15/KPPU-L/2006

yang berkaitan dengan jangka waktu pencabutan

syarat-syarat perdagangan. Pencabutan syarat-syarat

perdagangan yang menjadikan terlapor tidak

dinyatakan melakukan penyalahgunaan posisi

dominan terkesan tidak adil menurut Gustav

Radbruch karena yang dirugikan adalah korban atas

surat GM No. 058/E22000/2006-S3. Yang mana PT

Pertamina (persero) sudah menetapkan syarat-syarat

perdagangan akan tetapi karena telah mencabut surat

tersebut disela-sela pemeriksaan Lanjutan maka

Page 74: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

194

dinyatakan tidak terbukti melanggar. Putusan ini bisa

menjadi bumerang bagi kelangsungan persaingan

usaha sehat di Indonesia, bisa saja pelaku usaha lain

meniru tindakan PT Pertamina (persero) yang

membuat syarat-syarat perdagangan dengan

pertimbangan kalaupun nanti ketahuan dan diperiksa

oleh KPPU maka langkah selanjutnya Pelaku usaha

yang bersangkutan segera mencabutnya sebelum

dibacakan putusan.

Pasal 25 ayat (1) tidak memetingkan penggunaan

kata „tujuan‟ (purpose), akan tetapi mensyaratkan

adanya kesengajaan dari pemegang posisi dominan.

Hal ini karena formulasi Pasal ini berbunyi “dilarang

menggunakan posisi dominan untuk „menetapkan‟

atau „membatasi pasar’ atau „menghambat pelaku

usaha lain’ kata kerja aktif „menetapkan‟, „membatasi‟

dan „menghambat‟ mensyaratkan adanya tindakan

kesengajaan dari pelakunya. Dengan tidak

memetingkan penggunaan „tujuan‟ berarti ketentuan

Pasal 25 ayat (1) UU persaingan usaha Indonesia

sangat keras. Hal ini karena walaupun tidak terbukti

adanya purpose atau intent, apabila pemegang posisi

dominan dengan sengaja melakukan suatu tindakan

yang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang

disebut dalam Pasal 25 ayat 1 ini, maka pemegang

Page 75: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

195

posisi dominan sudah dikatakan melanggar. Jadi,

nampak bahwa ketentuan Pasal 25 ayat (1) UU

Persaingan Usaha Indonesia mengikuti posisi Alcoa

dan United Shoe di Amerika Serikat.

Pembuktian penyalahgunaan posisi dominan di

Indonesia ini, yang tidak mensyaratkan adanya

„tujuan‟ pada tindakan penetapan harga. Misalnya

syarat „tujuan‟ untuk „mencegah dan/atau

menghalangi konsumen untuk memperoleh barang

atau jasa yang bersaing‟. Itu artinya apabila predatory

pricing yang mana tindakan pelaku usaha

memberikan harga produknya sangat murah sehingga

pesaing-pesaingnya tidak mampu menyainginya

kemudian terpaksa keluar dari pasar. Setelah pesaing-

pesaing tersebut keluar dari pasar, pelaku usaha

tersebut dapat menaikkan harga pada tingkat

monopoli dan dapat menutupi kerugian-kerugian yang

telah dialami. Tindakan ini dilakukan oleh pemegang

posisi dominan terbukti „menghambat pelaku usaha

lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki

pasar bersangkutan‟, maka sudah dapat dikatakan

pelaku usaha tersebut menyalahgunakan posisi

dominannya walaupun „tujuan‟ (purpose atau intent)

untuk itu tidak terbukti. Meskipun pada putusan

No.21/KPPU_L/2005 mensyaratkan adanya „tujuan‟

Page 76: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

196

dalam hal ini menghalangi konsumen memperoleh

barang dan/atau jasa.

Hukum persaingan usaha Amerika Serikat,

Putusan-Putusan Mahkamah Agung menyatakan

bahwa Section 2 Sherman Act tidak menyalahkan

pemilikan kekuatan monopoli yang diperoleh secara

sah tetapi melarang tindakan yang menggunakan

kekuatan monopoli dengan melihat pada purpose dan

intent pelaku. Namun, beberapa putusan telah

berbeda dalam menafsirkan kedua istilah tersebut.

Menurut Standart Oil9 dan American Tobacco,10 actual

purpose or intent harus ada, yakni pelaku usaha harus

mempunyai “positive drive to monopolize”. Artinya,

harus ada praktik-praktik “predatory” yang

menghalangi kemampuan pelaku usaha lain untuk

bersaing. Namun, putusan hakim Hand dalam Alcoa11

menunjukkan bahwa bukti actual intent dalam hal ini

„tujuan‟ kurang diperlukan; yang penting adalah bukti

adanya kesengajaan (deliberateness) oleh pemegang

kekuatan monopoli untuk mempertahankan posisi

monopolinya. Dalam Alcoa, hal ini ditunjukkan dengan

tindakan aktif Alcoa memperbesar kapasitas produksi

9Standart Oil Co. Of N.J. v. United States 221 U.S. 1.31 S.Ct. 502, 55 L.Ed. 619

(1911). 10United States v. American Tobacco Co. 221 U.S. 106, 31 S.Ct. 632, 55 L.Ed. 663 (1911). 11

United States v. Aluminium Co. (USA) 148 F. 2d. 416 2nd

cir (1945).

Page 77: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

197

aluminium untuk mengantisipasi permintaan dan

mempertahankan kapasitas produksi yang eksesif

sehingga dapat menghambat pelaku usaha baru

masuk ke pasar. Alcoa dianggap mempunyai tujuan

atau intent terhadap akibat dari tindakan-tindakannya

tersebut. Pengadilan dalam United Shoe mengikuti

Alcoa.12 United Shoe memperkuat Alcoa dengan

menyatakan bahwa penyalahgunaan kekuatan

monopoli dalam Section 2 Sherman Act cukup dengan

menunjukkan praktik-praktik yang dilakukan dengan

sengaja yang menghambat pesaing masuk ke pasar

walaupun tindakan-tindakan itu sendiri tidak illegal.

Namun, pengadilan-pengadilan semenjak tahun

1870an tidak lagi mengikuti pendekatan Alcoa dan

United Shoe dan membatasi cakupan pelanggaran

Section 2 Sherman Act. Jadi telah terjadi

perkembangan di Amerika Serikat. Standart Oil (1911)

dan American Tobacco (1911) mengunakan „teori

penyalahgunaan‟ (the abuse theory), Alcoa (1945) dan

United Shoe (1953) kemudian meninggalkannya.

Kemudian, mulai tahun 1979, pengadilan kembali

menggunakan teori penyalahgunaan. Artinya,

sebagaimana dalam Standard Oil dan American

12

United States v. United Shoe Machinery Corp., 110 F. Supp. 295 (D.C.Mass. 1953).

Page 78: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

198

Tobacco, actual purpose or intent harus terbukti untuk

penyalahgunaan posisi dominan.

Ketentuan pasal 25 ayat (1) ini sesuai dengan

posisi di Uni Eropa. Di Uni Eropa, ECJ dalam

Hoffmann-La Roche13 menegaskan bahwa

penyalahgunaan posisi dominan menurut Pasal EU

Article 102 ( ex Article 82) European Community Treaty

merupakan konsep yang objektif berkaitan dengan

tingkah laku pemegang posisi dominan yang

mempengaruhi struktur pasar yang menyebabkan

persaingan dalam pasar tersebut menjadi lemah.

Sebelumnya, dalam Continental Can,14 ECJ juga

menegaskan bahwa pelanggaran EU Article 102 ( ex

Article 82) tersebut terjadi apabila pemegang posisi

dominan telah dengan sengaja memperkuat posisinya

dan memperlemah persaingan dengan melakukan

merger dengan pelaku usaha lain, walaupun tidak ada

bukti bahwa pelaku usaha tersebut telah

mengeksploitasi kekuatan pasarnya. Jadi,

penyalahgunaan posisi dominan menurut EU Article

102 (ex Article 82) bisa terjadi walaupun tidak ada

intent atau purpose untuk melakukan penyalahgunaan

asalkan telah terjadi dampak negatif terhadap

13Hoffmann-La Roche & Co AG v. Commission (1979) ECR 461, (1979) 3 CMLR 211. 14

Continental Can Co Inc, Re (1972JO L7/25, (1972) CMLR D11

Page 79: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

199

persaingan. Jadi dapat dikatakan bahwa

penyalahgunaan posisi dominan menurut Pasal 25

ayat (1) bisa terjadi walaupun tidak ada intent atau

purpose dari pemegang posisi dominan.

Undang-undang persaingan usaha Indonesia

mengambil sikap yang termasuk ketat. Pasal 25 ayat

(1) lebih mudah menyimpulkan adanya posisi dominan

dan lebih mudah melarang tindakan pemegang posisi

dominan. Pasal ini dalam menentukan adanya

tindakan penyalahgunaan posisi dominan mengikuti

posisi di Uni Eropa. Hal demikian ini di satu sisi dapat

memberikan kemudahan dalam pembuktian, tetapi di

sisi lain lebih membatasi ruang gerak pemegang posisi

dominan yang belum tentu dapat meningkatkan

persaingan yang sehat antar pelaku usaha. Posisi yang

lebih bijak perlu dipertimbangkan agar dapat

memberikan perlakuan yang adil seperti tujuan

hukum menurut Gustav Radbruch antara pelaku

usaha yang mempunyai posisi dominan dan yang tidak

dengan tetap memberikan perlindungan kepada

pelaku usaha yang lemah untuk meningkatkan

persaingan yang sehat.

Dari beberapa putusan Majelis Komisi tentang

penyalahgunaan posisi dominan ini menunjukkan

bahwa UU persaingan usaha Indonesia ini berusaha

Page 80: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

200

menjaga kepentingan umum dan mencegah praktik

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Hal

ini sesuai dengan teori Pound yang salah satunya

menekankan pada aspek hukum sebagai alat kontrol

sosial. Selain itu, UU persaingan usaha Indonesia ini

juga berusaha untuk meningkatkan efisiensi ekonomi

nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif

melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, dan

berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam

kegiatan usaha, yang mana hal ini menurut Pound

hukum disebut sebagai alat rekayasa sosial. Jika

seandainya kedepan implementasi UU persaingan

usaha dapat dilakukan sesuai dengan tujuan UU

persaingan usaha ini, apalagi kalau misalnya ada

beberapa perbaikan yang menuju kearah yang lebih

baik dalam perubahan UU persaingan ini maka

dipastikan UU ini khususnya pengaturan mengenai

penyalahgunaan posisi dominan pasti akan membawa

nilai positif bagi perkembangan iklim usaha di

Indonesia, yang selama ini dapat dikatakan jauh dari

kondisi ideal.

Dengan berbagai uraian di atas, maka dugaan

pelanggaran Pasal 25 awalnya difokuskan pada ayat

(1). Laporan mengenai pencapain tujuan yang diatur

dalam ayat (1) ini merupakan syarat yang selalu

Page 81: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

201

menjadi dasar orang/badan hukum serta KPPU dalam

memeriksa pelaku usaha yang diduga melakukan

penyalahgunaan posisi dominan. Sementara dalam

pembuktiannya, ayat (1) selalu dianalisa setelah ayat

(2) dalam hal ini indikator (pasar bersangkutan dan

pangsa pasar) terpenuhi. Yang artinya bahwa,

indikator seperti pendefenisian serta pembuktian

pasar bersangkutan (pasar produk dan pasar

geografis) serta pemenuhan batas kuantitatif pangsa

pasar yakni 50% dan 75% atau lebih, menjadi hal yang

utama untuk menentukan apakah suatu kasus

pemeriksaannya dilanjutkan atau dihentikan. Kalau

seandainya ketentuan batas kuantitif pangsa pasar

tidak terpenuhi maka secara otomatis pemeriksaan

terhadap dugaan pelanggaran ayat (1) dihentikan,

sementara jika seandainya pangsa pasar dipenuhi

maka pemeriksaan dilanjutkan tentunya setelah

diketahui bagaimana pelaku usaha tersebut mencapai

posisi dominannya apakah melanggar hukum atau

tidak. Karena pemenuhan ayat (2) bukan merupakan

pelanggaran hukum sepanjang posisi dominannya

diperoleh secara wajar dan tidak

menyalahgunakannya.

Sehingga, konsep penyalahgunaan posisi dominan

dalam hukum persaingan usaha berdasarkan

Page 82: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

202

pengaturan dan putusan-putusan KPPU di atas adalah

bentuk tindakan yang bersifat anti persaingan dari

pelaku usaha yang memiliki posisi dominan yang

bertujuan untuk menyingkirkan/mengeluarkan

pesaing yang telah ada, membatasi/

menghambat/mencegah pesaing untuk memasuki

pasar bersangkutan, mengeksploitasi pemasok barang

dan/atau jasa dan mencegah/menghalangi konsumen

memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing.

Dari konsep penyalahgunaan posisi dominan yang

berhasil dibuat oleh penulis, ada dua hal yang paling

mendasar yaitu bersifat anti persaingan (dampak

terhadap persaingan) dan dampak terhadap

konsumen.

Bentuk tindakan yang bersifat anti persaingan

dari pelaku usaha yang memiliki posisi dominan ini,

berdampak terhadap persaingan. Yang disebabkan

oleh tingginya market power perusahaan dominan

relatif terhadap para pesaingnya sehingga

memudahkan pelaku usaha dominan tersebut untuk

menentukan output dan harga tanpa terpengaruh

keputusan pesaing. Terdapat dua bentuk dampak

yang diakibatkan oleh penyalahgunaan posisi dominan

yaitu dampak yang pertama muncul sebagai akibat

dari penerapan perilaku strategis yang bersifat

Page 83: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

203

kooperatif. Keputusan pelaku usaha dominan untuk

menetapkan harga tinggi sebagai bentuk penggunaan

market power secara optimum akan menjadi pelindung

dan insentif bagi pesaing-pesaingnya untuk turut

menikmati harga yang tinggi tersebut. Fenomena ini

adalah bentuk dari munculnya price leadership. Price

leadership pelaku usaha dominan ini mempunyai

kekuatan sebagai price setter (penentu harga). Harga

yang ditetapkan oleh pelaku usaha dominan kemudian

akan diikuti oleh pelaku-pelaku usaha lainnya sebagai

price taker. Kehadiran Price leadership dalam suatu

industri menyebabkan pilihan konsumen untuk

menikmati harga yang lebih murah menjadi

terhambat. Indikasi terjadinya Price leadership adalah

tingginya harga produk, serta tingginya margin

keuntungan antar pelaku usaha.

Dampak yang kedua adalah hasil dari perilaku

strategis yang bersifat non kooperatif. Penerapan

strategi ini akan mampu membatasi atau

mempersempit ruang gerak bagi para pemain baru

yang akan masuk ke dalam industri, dan bahkan

mampu mengeluarkan atau membangkrutkan pelaku

usaha pesaingnya.

Tindakan-tindakan seperti ini nampak dalam putusan

KPPU nomor 04/KPPU-I/2003 dimana PT JICT (PT.

Page 84: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

204

Jakarta International Container Terminal) sebagai pihak

terlapor terbukti menghambat konsumen untuk

melakukan kerjasama dengan pelaku usaha lain

sebagai akibat dari menghambat pelaku usaha lain

yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki

pasar bersangkutan. Kemudian Perkara Nomor

06/KPPU-L/2004 yang menyatakan PT.ABC (Terlapor)

terbukti mengusir atau menghambat pelaku usaha

lain dalam hal ini Panasonic, mencegah dan/atau

menghalangi konsumen memperoleh barang dan/atau

jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun

kualitas. Selanjutnya perkara Nomor 07/KPPU-L/2007

yaitu Telkomsel (pelaku usaha dominan) terbukti

membatasi interkoneksi namun tidak terjadi

pembatasan pengembangan teknologi dan yang

terakhir Perkara Nomor 05/KPPU-I/2005, yang

menyatakan bahwa pihak Terlapor tidak terbukti

menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi

menjadi pesaing. Menghambat pelaku usaha lain ini

menjadi syarat untuk dinyatakan melakukan

penyalahgunaan posisi dominan.

Dampak terhadap konsumen ini dapat diketahui

pada periode Predatory Pricing dimana pelaku usaha

dominan menetapkan harga yang serendah-

rendahnya, tentu saja konsumen mendapatkan

Page 85: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

205

dampak positif dari tindakan tersebut yakni terjadi

peningkatan consumer surplus. Akan tetapi setelah

periode Predatory Pricing tersebut berakhir, dan

perusahaan dominan telah berhasil „mengusir‟

pesaingnya keluar dan bersiap untuk melakukan

manuver sebagai monopolis, dapat dipastikan

peningkatan harga oleh perusahaan dominan akan

terjadi karena pesaing menjadi lebih sedikit dan nyaris

tidak memiliki kekuatan. Sehingga consumer loss yang

muncul sebagai akibat dari tingginya harga jual

produk dibandingkan dari yang seharusnya dapat

dijangkau lebih murah atau kuantitas output di

pasaran yang jumlahnya lebih rendah atau sedikit dari

yang seharusnya konsumen dapatkan menjadi naik.

Kerugian konsumen lainnya dengan adanya tindakan

PPD ini adalah hilangnya kesempatan konsumen

untuk memperoleh harga yang lebih rendah, hilagnya

kesempatan konsumen untuk menggunakan layanan

yang lebih banyak pada harga yang sama, kerugian

intangible konsumen, serta terbatasnya alternatif

pilihan konsumen.

Tindakan pelaku usaha dominan tersebut juga

ditemukan dalam Perkara Nomor 09/KPPU-L/2009

dimana Carrefour sebagai pihak yang memiliki posisi

dominan terbukti menetapkan syarat-syarat

Page 86: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · peraturan perundang-undangan maupun etika bisnis yang ada, yaitu dengan membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu

206

perdagangan sehingga menimbulkan persaingan tidak

sehat dan menghambat konsumen memperoleh barang

dan/atau jasa yang bersaing dan Perkara Nomor

21/KPPU-L/2005, dimana Terlapor menetapkan

syarat-syarat perdagangan tetapi tidak terbukti

mencegah dan/atau menghalangi konsumen

memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing baik

dari segi harga maupun kualitas.

Jadi tindakan-tindakan penyalahgunaan posisi

dominan tersebut berupa tindakan yang bersifat anti

persaingan setalah itu melakukan tindakan untuk

menyingkirkan/mengeluarkan pesaing yang telah ada,

membatasi/menghambat/mencegah pesaing untuk

memasuki pasar bersangkutan, mengeksploitasi

pemasok barang dan/atau jasa dan mencegah/

menghalangi konsumen memperoleh barang dan/atau

jasa yang bersaing.