bab iii gambaran umum wilayah penelitian dari mutasi dan...

21
BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan Permasalahan. 3.1. Pengantar Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB), struktur organisasinya, dan proses mutasi pendeta serta permasalahan yang di hadapi dalam proses mutasi pendeta. Disini penulis dapat melihat dengan jelas dari awal berdirinya GKPB sampai saat ini. Bab III juga akan membahas mengenai hasil penelitian berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden dan juga membahas mengenai makna mutasi serta dampak dari mutasi pendeta itu sendiri. Kebijakkan dalam proses mutasi pendeta juga akan dibahas. Penempatan pendeta dalam proses mutasi harus di rancang dengan baik, supaya tidak terjadi kesalahan atau ketidak adilan baik itu bagi pendeta dan jemaat yang bersangkutan. Dalam perjalanan pelayanan pendeta-pendeta di GKPB, ada beberapa pendeta yang berulang ditempatkan di desa. Ada pula pendeta yang mengalami proses mutasi kurang dari lima kali dan pelayanan yang dilakuka hanya di kota saja. Hal tersebut juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan pendeta dan vikaris. Dalam satu tahun jumlah pendeta atau vikaris yang dimutasi tidak pasti karena tergantung dari kebutuhan jemaat dan dalam skala yang lebih besar. Untuk dapat melihat dengan jelas proses mutasi pendeta yang sudah berjalan sampai sekarang ini, dapat kita lihat dalam daftar pelayanan pendeta yang aktif.

Upload: lytuong

Post on 27-Apr-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

��

BAB III

Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan

Permasalahan.

3.1. Pengantar

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang Gereja Kristen

Protestan di Bali (GKPB), struktur organisasinya, dan proses mutasi pendeta serta

permasalahan yang di hadapi dalam proses mutasi pendeta. Disini penulis dapat melihat

dengan jelas dari awal berdirinya GKPB sampai saat ini. Bab III juga akan membahas

mengenai hasil penelitian berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden dan

juga membahas mengenai makna mutasi serta dampak dari mutasi pendeta itu sendiri.

Kebijakkan dalam proses mutasi pendeta juga akan dibahas.

Penempatan pendeta dalam proses mutasi harus di rancang dengan baik, supaya tidak

terjadi kesalahan atau ketidak adilan baik itu bagi pendeta dan jemaat yang bersangkutan.

Dalam perjalanan pelayanan pendeta-pendeta di GKPB, ada beberapa pendeta yang berulang

ditempatkan di desa. Ada pula pendeta yang mengalami proses mutasi kurang dari lima kali

dan pelayanan yang dilakuka hanya di kota saja. Hal tersebut juga dapat menimbulkan

kecemburuan sosial di kalangan pendeta dan vikaris.

Dalam satu tahun jumlah pendeta atau vikaris yang dimutasi tidak pasti karena

tergantung dari kebutuhan jemaat dan dalam skala yang lebih besar. Untuk dapat melihat

dengan jelas proses mutasi pendeta yang sudah berjalan sampai sekarang ini, dapat kita lihat

dalam daftar pelayanan pendeta yang aktif.

Page 2: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

��

3.2. Latar Belakang dan Sejarah GKPB

Masuknya kekristenan di Bali adalah berkat jasa para misionaris yang berusaha keras

untuk memberitakan Injil di tengah-tengah masyarakat yang penduduknya mayoritas

beragama Hindu, Budha dan kepercayaan terhadap nenek moyang. Ada tiga periode penting

mengenai pertumbuhan dan perkembangan Injil di Bali. Pertama adalah periode permulaan

sekitar tahun 1597-1930. Kedua adalah pekerjaan Tsang To Hang dan pelayanan Gereja

Kristen Jawi Wetan (GKJW) pada tahun 1931-1947. Terakhir adalah periode sejak Gereja

Kristen Protestan di Bali (GKPB) mulai berdiri tahun 1948 sampai sekarang. Injil mulai

masuk ke Bali pada tahun 1597, tetapi boleh dikatakan usaha para misionaris untuk

memasukkan Injil ke Bali gagal, sebab tidak berhasil mendirikan gereja di Bali. Namun

demikian pada tahun 1866 misionaris yang diutus memberitakan Injil di Tengger (Jawa)

berhasil membaptiskan seorang wanita Bali yang berumur 18 tahun yang adalah satu-

satunya hasil dari misionaris terhadap orang Bali.

Pada tahun 1929 Injil mulai lagi diberitakan di Bali oleh Salam Watias. Atas

pertolongan Drs. Van Engelen, Salam Watias diangkat menjadi pengawai British and

Foreign Bible Society (BFBS) sebagai kolporteur di Bali.40 Salam Watias dengan penuh

semangat menyapaikan Injil kepada orang Bali di daerah Singaraja, Denpasar, Tabanan,

Gianyar, Bangli, Negara, Klungkung bahkan sampai ke pelosok-pelosok. Hasil dari

pekerjaannya itu pertengahan tahun 1930 ada kira-kira 80 orang Bali mengajukan

permintaan supaya kepada mereka diberikan pelajaran agama Kristen dan dibaptiskan. Tentu

bagi Salam Watias tidak mungkin melayani orang yang banyak itu karena tugas pokoknya

sebagai kolporteur, itulah sebabnya dia menulis surat kepada GKJW supaya melayani di

Bali. Tetapi permintaan itu tidak mendapatkan jawaban, karena Bali masih tertutup bagi

para misionaris.

�������������������������������������������������������������40 I Ketut Suyaga Ayub, Sejarah Gereja Bali Dalam Tahap Permulaan, (Batu: Departemen Literatur

YPPII, 1999), 28.

Page 3: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

Setelah mendapatkan ijin menginjili orang-orang Tionghoa di Bali, maka penginjilan

dilanjutkan oleh misionaris Tsang To Hang yang berasal dari The Chinese Foreign

Missionary Union yang diutus ke Bali. Pada bulan Februari 1931 penginjilan tersebut

menghasilkan gereja pertama di Bali, yang didirikan khusus untuk orang-orang Tionghoa

saja. Awalnya banyak jemaat yang datang, tetapi setelah setengah tahun hanya tersisa empat

orang Tionghoa saja yang masih memeluk agama Kristen, diantaranya ada yang memiliki

istri orang Bali.

Pada saat itu penginjili di Bali ditunjukkan kepada orang-orang asli Bali, meskipun hal

itu dilarang oleh pemerintahan Belanda. Penginjilan tersebut menghasilkan beberapa orang

yang mau percaya kepada Kristus. Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

beberapa rumah milik orang percaya. Dengan cara itu, maka semakin banyak orang yang

mau mengikut Kristus. Di sisi lain, banyak juga orang Hindu Bali yang tidak senang dengan

pekabaran Injil, bahkan membenci orang-orang yang menjadi pengikut Kristus.

Baptisan pertama kali berjumlah 12, yaitu: Pan Loting, Gusti Putu Sanur, Pekak

Timotius, Pan Bungkalan, Pan Lipeg, Made Gelendung dan Pan Made Paul.41 Baptisan ini

dilayani oleh Dr. R.A. Jaffray dengan baptisan selam di Tukad Yeh Poh pada tanggal 11

November 1931. Inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya kekristenan di Bali. Tidak

hanya sampai disitu Tsang To Hang jaga memberitakan Injil ke tempat-tempat lainnya yang

ada di Bali. Pada bulan November 113 orang dibaptiskan di Denpasar. Di beberapa tempat

yang berbeda juga diadakan baptisan, yaitu tanggal 18, 24, 29 Mei 1933 dilakukan baptisan

kedua sebanyak 44 orang. Tanggal 11 November 1934 juga diadakan baptisan sebanyak 15

orang. Tanggal 1 Desember 1935 juga diadakan baptisan sebanyak 21 orang.42 Pada masa

penginjilan ini jumlah orang percaya di Bali sudah semakin banyak.

�������������������������������������������������������������41 Kroger Muller, Sejarah Gereja di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1966), 252. 42 Suyaga Ayub, Sejarah Gereja Bali Dalam Tahap Permulaan, 48.

Page 4: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!�

Pertumbuhan orang-orang Kristen pada saat itu sangat rendah, sehingga tidaklah

mudah bagi mereka untuk tetap bertahan hidup ditenggah-tenggah umat Hindu yang sangat

marah dan membeci orang Kristen. Akibatnya setiap orang Hindu yang sudah masuk Kristen

tidak lagi mendapatkan warisan dalam keluarga, tidak mendapatkan tanah untuk kuburan,

sawah-sawah tidak dapat aliran air dari Subak (irigasi), bahkan diancam keluar dari desanya

dan dilarang berbelajan ke pasar. Kehidupan orang percaya pada saat itu sangat

memprihatikan. Pada bulan Agustus 1933 ijin penginjilan di Bali di cabut dan Tsang To

Hang diusir dari Bali karena ajaran yang disampaikan terlalu keras, sehingga menimbulkan

perselisihan antara orang percaya dengan masyarakat Hindu.

Setelah penginjilan dari luar dilarang masuk ke Bali, penginjilan selajutnya diteruskan

oleh GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan). Pada tahun 1934 mereka berusahan mendekati

pemerintahan, tetapi tidak membuahkan hasil. Sekitar tahun 1935 mereka berhasil

mendekati pemerintahan Hindia-Belanda sehingga mendapatkan ijin dari pemerintahan

untuk melayani jemaat Bali. GKJW mengirim beberapa pendeta untuk melayani sakramen

bagi jemaat Bali. Pada tahun 1936 mulai diadakan pekerjaan dengan mengadakan kursus-

kursus Alkitab untuk pemimpin jemaat dan juga terbuka bagi umum.

Kebencian orang Hindu terhadap orang Kristen semakin besar, sehinggga orang

Kristen sering mendapatkan kesukaran. Pada tahun 1939 orang Kristen di Bali dipindahkan

ke Blimbingsari dengan tujuan mereka mendapatkan penghidupan yang lebih layak.

Tepatnya pada tanggal 30 November 1939 orang-orang kristen berangkat dan membukan

hutan. Sehingga terbentuklah kampung Kristen dan menjadi kampung Kristen yang terbesar

sampai sekarang. Tahun 1942 di sana telah terdapat 700 jiwa. Dari sumber yang ada

mengatakan bahwa orang-orang Kristen di Blimbingsari dapat hidup secara damai, rukun

dan bisa bekerjasama karena berkat penyertaan kasih Tuhan.

Page 5: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

"�

Tahun 1948 mulai diadakan persidangan-persidangan mengenai gereja yang mandiri

dan pemberian nama untuk persekutuan orang Kristen yang ada di Bali. Pada awalnya nama

persekutuan ini adalah Persekutuan Kristen Protestan Bali (PKPB). Selanjutnya nama itu

diubah menjadi Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB), dan sampai sekarang nama ini

masih di pakai. Tahun 1956 telah ada jemaat-jemaat GKPB di beberapa wilayah. Tahun

1959 GKPB telah memiliki kantor sinode di Denpasar. Tahun 1972 GKPB memberi banyak

pelayanan di dalam dan luar gereja serta pendeta yang memimpin jemaat juga mulai

diperhatikan, khususnya mengenai pendidikannya.43 Tanggal 11 November 1932 diperingati

sebagai tanggal terbentuknya GKPB dengan pertimbangan bahwa tata ibadah yang

digunakan dalam penginjilan dapat menumbuhkkan keKristenan di Bali.

3.3. Bentuk dan Struktur Organisasi GKPB

Gereja Kristen Protestan di Bali menegaskan diri sebagai Gereja Protestan. Sifat ini

melanjutkan hasil reformasi, yang telah di mulai oleh Marti Luther, Johannes Calvin dan

yang lainya. Reformasi itu telah mengembalikan gereja pada tugas asas, yaitu: sola gratia,

yang berarti bahwa keselamatan itu hanyalah anugrah Allah semata, sola fide, yang berarti

bahwa keselamata itu hanya dapat di terima melalui iman saja, dan sola sciptura, yang

berarti bahwa pola hidup manusia dan keselamatan itu hanya bersumber dari alkitab saja.

Gereja Kristen Protesta di Bali merupakan bagian dari gereja yang esa, kudus dan am serta

oikumenis. Karena Kristus, Gereja disebut kudus, artinya, gereja disendirikan, atau

dikhususkan, dengan semua kelemahan dan dosanya, agar menjadi sarana yang efektif di

tengah dunia. Sifat am- kata lain dari ‘Katolik’ menunjukkan keterbukaan Gereja Kristen

Protestan di Bali bagi semua suku, bangsa dan ras. Sebab itu Gereja Kristen Protestan di

Bali juga oikumenis, yaitu berada dalam jalinan persatuan gereja-gereja di seluruh dunia.

�������������������������������������������������������������43 Wayan S. Yonatan, Sejarah Gereja Kristen Protestan di Bali, yang telah diketik ulang oleh Ir.

Chirsnawan Solaiman, (Abianbase : 1 Februari 1972), 25-29.

Page 6: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

#�

Sejalan dengan pemahaman tersebut diatas, maka menetapkan visi dan misi dari

GKPB yaitu, Visi: Bumi Bersukacita Dalam Damai Sejahtera, sedangkan misinya adalah:

Menjadi Berkat dan Terang Bangsa-bangsa, Membangun Peradaban yang Dijiwai Kasih

Terhadap Tuhan, Sesama dan Lingkungan.” Yang dimana gereja berupaya mewujudkan

perdamaian baik itu dalam masyarakat maupun dunia. Agar GKPB dapat menjalankan

pelayanannya lebih baik sesuai dengan visi dan misinya maka struktur organisasi perlu terus

diperhatikan dan dimantapkan. Langkah ini diprogram dan ditangani melalui sekretariat

Majelis Sinode, baik dalam aras MSH (Majelis Sinode Harian) maupun di departemen dan

jemaat-jemaat oleh majelis jemaat. Sarana pelayanan dalam bentuk tata gereja, peraturan-

peraturan, liturgi gereja, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Yayasan-yayasan

milik GKPB, urai tugas aparat gereja dari tingkat Majelis Sinode Lengkap sampai Majelis

Jemaat di jemaat-jemaat dan Balai Perkabaran Injil (BPI). Adapun struktur organisasi

GKPB:

Page 7: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

$�

STRUKTUR GKPB

Apabila memperhatikan struktur GKPB, kedudukan tertinggi adalah Sinode GKPB

yang terdiri dari wakil-wakil tiap wilayah. Dibawah Sinode ada Majelis Sinode yang terdiri

dari Badan Pengawas Perbendaharaan (BPP), Majelis Sinode Harian (MSH), dan Majelis

Pertimbangan (MP). Majelis Sionode GKPB adalah badan yang melaksanakan tugas dan

tanggungjawab yang diterimanya dari keputusan sidang sinode. Untuk melaksanakan

pekerjaan itu, Majelis Sinode mendelegasikan tugas itu kepada Majelis Sinode Harian.

Majelis Sinode Harian yang terdiri dari ketua sinode (Bishop), sekretaris sinode (Sekum),

dan bendahara sinode (Bendum). Mereka inilah yang bertanggungjawab atas departemen-

MP BPP

MAJELIS WILAYAH

JEMAAT JEMAAT JEMAAT JEMAAT JEMAAT

SINODE

MS

---------------

MSH

Page 8: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

��

departemen, yayasan, dan gereja-gereja yang dimiliki oleh GKPB, sekaligus berperan

sebagai pembina.

GKPB terdiri dari 76 jemaat dan 56 pendeta yang terbagi atas beberapa wilayah

pelayanan, dimana setiap wilayah terdapat beberapa gereja dan Balai Pekabaran Injil (BPI).

Tim ministry wilayah yang ada adalah sebagai berikut: tim ministry wilayah Tabanan,

wilayah Bali Timur, wilayah Bali Timur Laut, wilayah Kota Denpasar, wilayah Jembrana,

wilayah Buleleng, wilayah Badung Selatan, dan wilayah Badung Utara. Dalam setiap

wilayah pelayanan dibentuk pengurus wilayah yang diketuai oleh pendeta wilayah, dan

merekalah yang bertanggungjawab kepada Sinode atas pelayanan yang dilakukan oleh

gereja-gereja yang berada dalam wilayah. Pendeta di setiap jemaat dapat berkoordinasi

dengan ketua wilayah untuk melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan dalam ruang lingkup

wilayah.

Karena dalam setiap wilayah diketuai oleh pendeta, maka pendeta wajib memajukan

tempat dimana pendeta ditempatkan. Pendeta adalah pelayan firman yang terpanggil dan

sudah terdidik secara teologis, serta banyak melakukan tugas sebagai fungsi-fungsi pastoral.

Memimpin ibadah, melayani sakramen, berkhotbah, melayani kelompok dan individu-

individu serta mewakili jemaat untuk gereja dan dunia yang sesuai dengan peraturan GKPB

nomor 13 tentang vikaris dan jabatan gerejawi, pasal 8344. Selain itu pendeta juga

mengawasi berbagai kegiatan atau aktifitas orang lain yang juga melakukan sebagai fungsi

pastoral. Misalnya, kepala sekolah, pemimpin paduan suara, guru-guru sekolah Kristen, dan

lain sebagainya.

Sebagai seorang pendeta, ia juga harus menjalakan peran sebagai pemimpin rohani

ketika bekerja sama dengan orang-orang lain dalam pelayanan. Adapun deskripsi jabatan

�������������������������������������������������������������44 Keputusan Sinode ke-40 GKPB, Tata Gereja, (Denpasar: Sinode GKPB, 2006), 13.

Page 9: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

��

pendeta, yaitu: 45 (1) Melayani sebagai pelayan utama dan pemimpin jemaat. (2)

Memperlengkapi anggota untuk melayani satu sama lain dan melayani semua orang. (3)

Merencanakan dan memimpin kebaktian, memberitakan firman Allah, melayani sakramen,

melayani jemaat, kelompok maupun individu; serta mewakili jemaat bagi gereja dan dunia.

(4) Melayani sebagai penilik dan konsultan bagi organis maupun pemimpin musik, pengurus

sekolah Minggu, serta berbagai bagian dan organisasi dalam gereja. Termasuk di sini

sekolah Kristen, yang berada di bawah pengawasan kepala sekolah. (5) Melayani sebagai

anggota penasehat bagi semua kelompok resmi dalam jemaat. (6) Memegang data kegiatan

resmi gereja, perubahan keanggotaan, perkawinan, kematian, pembaptisan, konfirmasi dan

komuni. Data ini merupakan milik jemaat. (7) Mengawasi pekerjaan sekretaris kantor

gereja. (8) Membantu koster (yang bekerja di bawah pengawasan pengurus propeti) untuk

mengkoordinasikan kegiatannya dengan berbagai kegiatan departemen dalam gereja.

GKPB juga memiliki aturan-aturan yang mengatur kehidupan bergereja maupun

pekerja gereja. Salah satunya adalah peraturan GKPB nomor 13 tentang penempatan

pendeta dan vikaris. Mutasi pendeta GKPB sesuai dengan Tata Gereja pasal 86 ayat 1 dan 2

adalah (1) Mutasi bagi seorang pendeta dalam suatu pelayanan dilaksanakan setiap 4

(empat) tahun, kecuali ada pertimbang-pertimbangan khusus yang ditetapkan oleh Majelis

Sinode secara tertulis dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan jemaat yang

bersangkutan. (2) Perpanjang masa pelayanan seorang pendeta di suatu tempat pelayanan

tertentu maksimun 4 (empat) tahun.

3.4. Kebijakan Mutasi di GKPB

Di Bali terdapat 76 gereja yang tersebar diseluruh pulau Bali dengan jumlah

pelayannya 56 orang. Karena begitu banyaknya gereja yang ada dan mininnya jumlah

�������������������������������������������������������������45 Edgar Walz, Bagaimana Mengelola Gereja Anda?: pedoman bagi pendeta dan pengurus awan,

diterjemahkan oleh S.M. Siahaan, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 11-12.

Page 10: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!��

pendeta maka diberlakukannya mutasi pendeta. Untuk mencangkup luasnya bidang

pelayanan di GKPB, maka sinode GKPB mengadakan mutasi pendeta.

Mutasi pendeta merupakan salah satu keputusan yang ditetapkan oleh sinode dan

wajib dilaksanakan serta dipatuhi. Yang menjadi landasan dasar dari mutasi pendeta

berdasarkan peraturan gereja pasal 8 adalah: 46 1) Untuk menciptakan penyegaran pelayanan

bagi pendeta dijemaat GKPB. 2) Agar terjadi pemerataan pertumbuhan kerohanian jemaat

GKPB, sesuai dengan talenta pendeta dan jemaat. 3) Agar terjadi keseimbangan secara

sinodal, antara jemaat yang besar dengan jemaat yang kecil. Dengan mempertimbangkan

dasar dari mutasi pendeta, maka konsep awal komposisi mutasi dibuat oleh seluruh tim

mutasi yang terdiri dari MSH, para SEKDEP dan para pimpiman lembangan GKPB. 47 Tim

mutasi inilah yang menyusun tugas dari mutasi pendeta GKPB.

Ada pun tugas dari tim mutasi pendeta yang telah ditetapkan dalam peraturan GKPB

pasal 10 yaitu: 48 1) Menyusun konsep awal dengan berbagai pertimbangan, baik dalam

kaitannya dengan pendeta maupun jemaat. 2) Menyerahkan konsep kepada MSH untuk

diteruskan kepada MSL (Majelis Sinode Lengkap) untuk ditetapkan. 3) MSH mengadakan

pemahaman terhadap para pendeta dan majelis jemaat mengenai dasar dan tujuan mutasi. 4)

Bagi pendeta yang diperpanjang masa pelayanannya dibuatkan daftar alasannya dan

diteruskan kepada MSH.

Berdasarkan hal di atas maka tugas selanjutnya dari tim mutasi adalah menjalankan

proses mutasi dengan memperhatikan tata gereja pasal 85 dan 86 mengenai penempatan

pendeta atau vikaris. Pasal 85 dan 86 mengatakan bahwa:

“Pasal 85: Yang pertama, penempatan pendeta dan vikaris diatur

oleh Majelis Sinode dengan memperhatikan semua pihak yang �������������������������������������������������������������

46 Himpuman Peraturan-peraturan Gereja Kristen Protestan Bali (Denpasar: Sinode GKPB, 2007), 10. !$�Hasil wawancara dengan Pendeta Rio (nama samaran), di kantor sinode, Kamis 26 Oktober 2011,

pukul 11.00 WITA.�48 Himpuman Peraturan-peraturan Gereja Kristen Protestan Bali, 11 �

Page 11: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!��

bersangkutan. Yang kedua, syarat-syarat penerimaan dan

penempatan pendeta dan pentabisan vikaris menjadi pendeta diatur

dalam peraturan khusus yang ditetapkan oleh Majelis Sinode dalam

sidang Majelis Sinode Lengkap.” 49 “Pasal 86: Pertama, Mutasi bagi

seorang pendeta dalam suatu pelayanan dilaksanakan setiap 4

(empat) tahun, kecuali ada pertimbangan-pertimbangan khusus

yang ditetapkan oleh Majelis Sinode secara tertulis dengan terlebih

dahulu berkonsultasi dengan jemaat yang bersangkutan. Kedua,

perpanjangan masa pelayanan seorang pendeta di suatu tempat

pelayanan tertentu maksimum 4 (empat) tahun.” 50

Bertolak dari pasal 85 dan 86 dalam tata gereja mengenai mutasi pendeta, maka

langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melaksanakan proses mutasi pendeta yang sesuai

dengan aturan gereja, yaitu,51 (1) MSH terlebih dahulu mengadakan sosialisasi terhadap para

pendeta dan jemaat. (2) Untuk membina hubungan harmonis antara pendeta dan jemaat,

proses mutasi wajib dilakukan dengan perpisahan dengan jemaat yang lama dan perkenalan

di jemaat yang baru. (3) Mutasi hendaknya di awali dengan pemberitahuan yang dilakukan

oleh MSH. (4) Setelah komposisi mutasi ditetapkan oleh MSL, MSH melakukan mutasi

sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang pindah tugas. (5) Segala biaya mutasi

ditanggung oleh MSH, dibantu oleh jemaat yang bersangkutan. (6) Penyimpangan, yaitu

perpanjangan dan atau pengurangan masa dinas seorang pendeta di jemaat yang

bersangkutan, harus disertakan alasan yang kuat. Setelah proses mutasi itu terlaksana, maka

dibuatlah draf mengenai mutasi pendeta yang kemudian diserahkan kepada MSH (Majelis

�������������������������������������������������������������49 Penjelasan Tata Gereja Th. 2006 Gereja Kristen Protestan di Bali, 14 50 Penjelasan Tata Gereja Th. 2006 Gereja Kristen Protestan di Bali, 10 51 Himpunan Peraturan-peraturan Gereja Kristen Prostestan Bali, 11-12.

Page 12: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!��

Sinode Harian) untuk diperiksa, yang kemudian diserahkan kepada MSL (Majelis Sinode

Lengkap).

Kemudian MSL memutuskan pendeta mana saja yang akan dimutasi dan kejemaat

mana. Setelah ditetapkan, maka dikeluarkannya keputusan mengenai mutasi pendeta. Jadi

penempatan pendeta diatur oleh Majelis Sinode dengan memperhatikan semua pihak yang

bersangkutan. Semua pihak yang bersangkutan adalah semua pihak atau unsur yang saran-

saran dan pendapatnya patut didengar yaitu pendeta atau vikaris yang akan ditempatkan,

majelis jemaat yang bersangkutan dan Majelis Sinode yang diwakili oleh Majelis Sinode

Harian sebagai badan yang akan menetapkan. Dengan adanya peraturan-peraturan dalam

proses mutasi pendeta sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketetapan yang berlaku, sehingga

penempatan pendeta sesuai dengan kemampuan pendeta dan kebutuhan jemaat.

3.5. Profil Pendeta GKPB

Penempatan pendeta dalam proses mutasi di rancang dengan baik, supaya kelak tidak

terjadi kesalahan atau ketidak adilan baik itu bagi pendeta dan jemaat yang bersangkutan.

Kalau kita melihat dalam perjalanan pelayanan pendeta-pendeta di GKPB, ada beberapa

pendeta yang lebih banyak ditempatkan di desa dari pada dikota. Ada pula pendeta yang

mengalami proses mutasi kurang dari 5 kali dan pelayanan yang dilakukanya hanya di kota

saja. Hal tersebut juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan pendeta dan

vikaris.

Di sini sinode atau tim mutasi pendeta meninjau kembali proses pengorganisasian atau

penempatan pendeta supaya sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan dari awal.

Supaya terjadi keseimbangan antara penempatan pelayanan di desa maupun di kota. Dengan

Page 13: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

! �

memperhatikan hal ini setidaknya sinode dapat mengurangi ketimpangan yang terjadi dalam

proses mutasi pendeta.52

Dalam daftar perjalanan pendeta, pendeta dimutasikan sejak ia menjadi seorang

vikaris yang rata-rata berumur sekitar 25 sampai 38 tahun. Setiap pendeta GKPB di berikan

kesempatan melayani jemaat sampai umur 65 tahun. Tentunya dalam perjalanan pelayanan

pendeta GKPB ada kalanya pendeta di tempatkan di kantor Sinode, di utus untuk study

lanjut, menjadi pendeta utusan, menjadi kepala panti asuhan, kepala sekolah, guru agama,

bishop, dan sebagainya. Jadi selama batas waktu yang ditentukan pendeta tidak secara penuh

mengalami proses mutasi di jemaat-jemaat.

Dalam hal ini penulis melihat adanya ketidak adilan dalam proses mutasi pendeta.

Misalkan saja pendeta A yang memulai pelayanannya (vikaris) pada umur 25 tahun dan

sekarang berumur 62 tahun mengalami proses mutasi ke jemaat sebanyak 3 kali. Sedangkan

pendeta yang umurnya sama 25 tahun mengalami proses mutasi ke jemaat sebanyak 10 kali

yang sekarang berumur 58 tahun. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Sinode atau tim mutasi

pendeta kurang cermat atau tidak adil dalam penempatan pendeta (mutasi pendeta).

Berdasarkan hal tersebut beberapa pendeta berharap supaya sinode juga memperhatikan

kesejahteraan dalam pendeta GKPB. Para pendeta juga berharap sinode mau mendengarkan

pendapat atau keluh kesah dari setiap pendeta, supaya beban atau persoalan yang selama ini

dihadapi dalam proses mutasi pendeta dapat terlepas dan pendeta dapat kembali segar untuk

tugas yang baru.

Dalam satu tahun jumlah pendeta atau vikaris yang dimutasi tidak pasti karena

tergantung dari kebutuhan jemaat dan dalam skala yang lebih besar. Kalau dilihat dari data

yang diperoleh jumlah jemaat dan vikaris/pendeta tidaklah seimbang, jadi ada kalanya satu

pendeta melayani satu sampai tiga jemaat sekaligus. Untuk dapat melihat dengan jelas

�������������������������������������������������������������52 Hasil wawancara dengan Pdt. Gede (nama samaran), di rumah subyek- Abianbase, Rabu 26

Oktober 2011, pukul 15.00 WITA.

Page 14: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!!�

proses mutasi pendeta yang sudah berjalan sampai sekarang ini, dapat kita lihat dalam daftar

pelayanan pendeta yang aktif (terlampir).

3.6. Prosedur Mutasi

Proses mutasi pendeta terjadi ketika semua pihak yang bersangkutan dihadirkan dalam

rapat penetapan pendeta, diantaranya: pendeta, majelis jemaat yang bersangkutan, dan

Majelis Sinode yang diwakili oleh Mejelis Sinode Harian. Proses mutasi pendeta sendiri

dilaksanakan setiap empat tahun sekali, yang sesuai dengan tata gereja GKPB. Selama

empat tahun pendeta diberikan kesempatan untuk membangun hubungan, baik itu dengan

jemaat dan berusaha untuk menjaga keseimbangan di antara jemaat. Selama proses mutasi

itu terlaksana, maka pendeta juga dituntut untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibanya

yang sesuai dengan tujuan dari mutasi pendeta.

Suatu kewajiban bagi pendeta untuk mengenal jemaat dan daerah pelayanannya.

Sebelum proses mutasi dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan sosialisasi ke jemaat,

majelis jemaat yang dilakukan bersama dengan MSH. MSH membuat draf atau daftar

pendeta yang akan dimutasikan, kemudian Majelis Sinode menyampaikan kepada

MSL/perwakilan dari selurus jemaat yang ada. Dalam proses mutasi pendeta tidak satu

persatu diajak untuk berunding tetapi semua pendeta diajak berunding dalam satu kali

pertemuan. Perpanjangan masa mutasi pendeta hanya bisa dilakukan 1 kali saja yang sesuai

dengan peraturan atau tata gereja. Dalam tata gereja dan himpuman peraturan segala biaya,

hak-hak dalam mutasi telah diatur.53

Dalam proses penempatan pendeta, pendeta merupakan salah satu anggota yang

pendapatnya juga harus didengar. Tapi pada kenyataan yang sering terjadi, pendeta tidak

�������������������������������������������������������������53 Hasil Wawancara dengan Pdt. Made (nama samaran), di kantor Sinode-Kapal, Senin 24 Oktober

2011, pukul 09.00 WITA.

Page 15: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!"�

diundang untuk menghadiri proses penempatan pendeta.54 Pendeta hanya menerima surat

dari sinode, yaitu surat pemberitahuan bahwa pendeta yang bersangkutan akan di mutasi ke

jemaat lain.55 Pendeta yang akan dimutasikan harus menerima hasil keputusan yang telah

ditetapkan oleh MSH selaku wakil dari Majelis Sinode untuk penetapan pendeta dengan

wilayah pelayanannya. Sebelum proses mutasi terjadi sinode yang diwakilkan oleh MSH

terlebih dahulu melakukan sosialisasi kepada jemaat dan majelis jemaat.

Komitmen untuk melayani haruslah di miliki oleh setiap pendeta di GKPB, supaya

tujuan dari mutasi pendeta dapat tercapai. Mutasi pendeta dapat juga dikatakan suatu hal

yang sangat menyenangkan dan tidak menyenangkan, karena setiap orang memiliki caranya

sendiri dalam menghadapi lingkungan yang baru dan itu dapat mempengaruhi pelayanannya.

Bagi para pendeta sendiri mutasi itu merupakan suatu penyegaran baik itu secara jasmani

maupun rohani.56 Dimana pendeta dapat bertemu dengan jemaat, lingkungan, dan suasana

yang baru. Dengan suasanan, lingkungan, dan jemaat baru, tentunya banyak permasalahan

yang dihadapi baik itu yang positif atau pun negatif. Selama empat tahun diharapkan

pendeta mampun membangun jemaat atau membuat suatu program yang dapat

meningkatkan iman jemaat itu sendiri. Karena jemaat merupakan sumber daya yang sangat

penting dalam proses manajemen.57 Jemaat juga merupakan kunci utama dalam proses

mutasi pendeta, karena merekalah yang menentukan keberhasilan pendeta dalam

menjalankan tugasnya. Pendeta dikatakan berhasil ketika ia mampu bersosialisasi dan dapat

membagun jemaatnya. Sedangkan, pendeta yang dikatakan gagal, karena ia tidak bisa

menjawab kebutuhan jemaatnya.

�������������������������������������������������������������54 Hasil wawancara dengan Pdt. Ketut (nama samaran), di rumah subyek-Denpasar, Rabu 26 Oktober

2011, pukul 10.00 WITA. 55 Hasil Wawancara dengan Pdt. Gede (nama samaran), di rumah subyek-Abianbase, Rabu 26 Oktober

2011, pukul 16.00 WITA. 56 Hasil wawancara dengan Pdt. Nyoman (nama samaran), di rumah subyek-Abianbase, Sabtu 29

Oktober 2011, pukul 11.00 WITA. 57 Hasil wawancara dengan Made (nama samaran), di rumah subyek-Abianbase, Selasa 25 Oktober

2011, pukul 10.00 WITA.

Page 16: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!#�

Beberapa pendeta mengatakan bahwa permasalahan mengenai pemulangan pendeta

bukan disebabkan karena mutasi pendeta. Salah satu penyebab pemulangan pendeta ialah

pendeta yang kedapatan menikahkan tamu asing di hotel tanpa sepengetahuan majelis

jemaat dan jemaat.58 Oleh sebab itu majelis jemaat dan jemaat marah karena mereka merasa

bahwa pendeta hanya memikirkan diri mereka sendiri bukan kebutuhan jemaat. Bagaimana

seorang pendeta dapat menyampaikan firman Tuhan kalau dalam hal ini saja pendeta masih

berbohong. Hal ini menyebabkan majelis jemaat dan jemaat mengembalikan atau

memulangkan pendeta kepada sinode dan disertai dengan beberapa alasan pemulangan

pendeta. Lain halnya dengan Komang, ia mengatakan bahwa pendeta tidak mau dimutasikan

bukan disebabkan karena mutasi pendeta, melainkan karena keinginan dari pendeta

sendiri.59 Biasanya pendeta yang tidak di mutasi dalam dua periode itu disebabka karena ada

proyek atau tugas yang belum diselesaikan.

Sedangkan bagi beberapa pendeta mengatakan bahwa, mutasi adalah suatu bentuk

penyegaran bagi pendeta. Mengapa dikatakan sebagai suatu penyegaran karena selama

empat tahun pendeta sudah berjuang dengan segala resiko yang mereka hadapi di jemaat

yang lama. Proses mutasi itu terjadi empat tahun berturut-turut, kecuali ada pertimbangan-

pertimbangan khusus yang ditetapkan oleh Majelis Sinode. Ada pun pertimbangan-

pertimbangan khusus yang dimaksudkan adalah: perkembangan jemaat akan terhambat

apabila pendeta yang bersangkutan tidak segera dimutasikan, karena yang bersangkutan

terpilih atau diangkat dalam jabatan yang lebih tinggi, alasan kesehatan, atas permintaan

sendiri, dan karena sanksi jabatan.

�������������������������������������������������������������

58 Hasil wawancara dengan Pdt. Komang (nama samaran), di rumah subyek-Abianbase, Rabu 26 Oktober 2011, pukul 16.00 WITA.

59 Hasil wawancara dengan Pdt. Komang (nama samaran), di rumah subyek-Abianbase, Rabu 26 Oktober 2011, pukul 16.00 WITA. �

Page 17: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!$�

3.7. Permasalahan Mutasi

Mutasi pendeta bukan merupakan suatu hal yang mudah, mengapa karena ada begitu

banyak persoalan yang dihadapi. Baik itu permasalahan keluarga, keuangan dan jemaat.

Bagi seorang pendeta keluarga merupakan hal yang terpenting dan yang utama. Dalam

kehidupan seorang pendeta yang sudah berkeluarga, kehidupan dan kesejahteraan keluarga

adalah yang utama karena keluargalah yang akan mendukung pelayanannya nanti.

Salah satu dampak bagi mutasi dalam kehidupan keluarga pendeta ialah, istri atau

anak mengikuti dimana suaminya ditempatkan. Istri pendeta yang bekerja sebagai ibu rumah

tangga rata-rata tidak mengalami permasalahan dalam proses mutasi pendeta, melainkan

permasalahan muncul dari pihak anak. Dimana anak harus mampu untuk beradaptasi dengan

sekolah yang baru, lingkungan, teman, dan dengan jemaat yang baru.

Istri pendeta yang bekerja sebagai pengawai negeri mutasi pendeta merupakan suatu

pilihan yang sulit. Mengapa, karena sang istri harus mencari pekerjaan baru yang setidaknya

dekat dengan tempat pelayanan suaminya atau harus tinggal saling berjauhan. Beberapa istri

pendeta memilih untuk tinggal berjauhan dan hal ini juga berpengaruh terhadap

perkembangan psikologis anak ke depannya.60

Permasalahan tidak hanya terjadi di lingkungan keluarga saja, melainkan juga dalam

kehidupan berjemaat. Kehidupan dan kesejahteraan jemaat merupakan suatu hal yang sangat

penting, karena manusia merupakan sumber daya yang sangat penting bagi gereja. Seorang

pendeta tidak dapat melayani jika tidak ada jemaat yang datang untuk beribadah, karena itu

langkah awal seorang pendeta sangat menentukan penerimaan jemaat terhadap pendeta baru.

Bagi seorang pendeta waktu dan perkembangan iman jemaat sangatlah penting, oleh sebab

�������������������������������������������������������������60 Hasil wawancara dengan ibu Nia (nama samaran), di rumah subyek-Abianbase, Senin 24 Oktober

2011, pukul 09.00 WITA.

Page 18: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!��

itu pendeta harus mampun bersosialisasi dan membangun relasi yang baik dengan majelis

jemaat maupun dengan jemaat.

Pendeta, jemaat, dan majelis jemaat harus mengerti terlebih dahulu peranan dan posisi

mereka masing-masing dalam bergereja. Ketika peranan itu salah dimengerti atau dipahami

maka akan timbul kekacauan dalam gereja. Jemaat biasanya lebih suka membandingkan

pendeta yang lama dengan pendeta yang baru. Hal inilah yamg membuat pendeta merasakan

tidak dihargai dan tidak diterima dalam jemaat. Sukarnya medan yang dihadapi dalam

pelayanan juga menjadi suatu penghambat bagi pendeta dalam melayani.

Di samping itu pendeta juga harus mengetahui hakekat dari pelayanan yang mereka

lakukan, untuk benar-benar dapat menyampaikan kebenaran firman Tuhan di tengah

masyarakat yang beranekaragam.61 Di tengah kemajemukan yang ada pendeta harus bisa

memahani kebudayaan dan kebiasaan jemaat. Dan bagi sebagian pendeta waktu empat tahun

adalah waktu yang pas untuk proses mutasi pendeta. Tapi ketika masa jabatan itu di

perpanjang dalam satu jemaat yang sama, maka akan menimbulkan suatu kejenuhan baik itu

bagi jemaat maupun pendeta.62

Dalam proses mutasi pendeta tentu memerlukan biaya yang cukup besar. Baik itu

biaya perpindahan, ongkos pengiriman barang, biaya pendidikan dan lain-lain. seperti yang

tertulis dalam tata gereja segala biaya yang berhubungan dengan mutasi pendeta ditanggung

oleh sinode dan di bantu oleh jemaat yang akan ditinggalkan. Tapi yang menjadi

permasalahannya adalah biaya mengenai pendidikan anak.

Perpindahan sekolah atau masuk sekolah yang baru tentu memerlukan biaya yang

cukup besar. Setiap empat tahun sekali pendeta harus menyediakan dana yang cukup besar

untuk proses pendidikan anak di tempat yang baru. Oleh sebab itu sebagia dari pendeta �������������������������������������������������������������

61 Hasil wawancara dengan bapak Putu (nama samaran), di rumah subyek- Denpasar, Rabu 26 Oktober 2011, pukul 10.00 WITA.

62 Hasil wawancara dengan Ketut (nama samaran), di kantor sinode Kapal-Mengwi, Senin, 24 Oktober 2011, pukul 10.00 WITA.

Page 19: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

!��

merasa manajemen keuangan dalam mutasi pendeta tidak mencukupi kebutuhan pendeta

(kesejahteraan keluarga pendeta). Hal ini merupakan salah satu penghambat dalam proses

mutasi pendeta, khususnya bagi pendeta yang sudah berkeluargan dan sudah mempunyai

anak.63

Selain permasalahan diatas Ketut mengatakan bahwa mutasi adalah suatu bentuk

penyegaran bagi pendeta dan jemaat.64 Menurut Ketut dampak-dampak yang di hadapi

dalam proses mutasi pendeta yaitu: penyesuaian diri terhadap jemaat, penerimaan jemaat,

harus pandai melihat situasi atau keadaan dalam menyampaikan firman Tuhan, dan

pengenalan akan jemaat. Pendeta Ketut merasa bahwa penyegaran lebih sering di rasakan

oleh jemaat daripada pendeta, karena secara tidak langsung jemaat memperoleh seorang

pembimbing atau pelayan yang baru sehingga jemaat lebih bersemangat. Ketut merasa dari

segi ekomoni seorang pendeta juga dapat mempengaruhi pelayanan, pergaulan dan

penerimaan jemaat. Medan pelayanan juga sangat mempengaruhi pelayanan seorang

pendeta. Kebanyakan dari jemaat hidup berdampingan dengan masyarakat yang beragama

lain dan tak jarang penduduk lain mengancam keberadaan orang Kristen. Mereka mengacam

tidak akan memberikan air kepada orang Kristen, tetapi kalau mereka mau pindah agama

maka orang Kristen akan diberikan air. Dengan keadaaan jemaat yang dishantui rasa takut,

tentu tidaklah mudah bagi pendeta untuk menyampaikan firman. Menurut Ketut biaya

mutasi pendeta tidak mencukupi terutama bagi pendeta yang sudah berkeluarga dan

mempunyai anak. Mengapa demikian, karena selain untuk biaya pindah rumah juga

diperlukan biaya untuk perpindahan sekolah anak di tempat yang baru. Ketut mengharapkan

sinode dapat memperhatikan kesejahteraan keluarga dan keadilan dalam hal biaya untuk

proses mutasi. Ketut mengharapkan adanya perbedaan antara pendeta yang belum menikah,

�������������������������������������������������������������63 Hasil wawancara dengan Nyoman (nama samaran), di rumah subyek Abianbase-Mengwi, Sabtu 29

Oktober 2011, pukul 11.00 WITA. #!�Hasil wawancara dengan Ketut (nama samaran), di kantor sinode Kapal-Mengwi, Senin, 24 Oktober

2011, pukul 10.00 WITA.�

Page 20: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

"��

sudah menikah, dan pendeta yang sudah menikah dan mempunyai anak, supaya terjadi

keseimbangan atau kesejahteraan dalam kehidupan keluarga pendeta.65

Dengan adanya berbagai permasalahan yang muncul selama proses mutasi pendeta,

sinode mengharapakan setiap jemaat dan pendeta yang bersangkutan untuk menulis alasan-

alasan mengapan jemaat memulangkan pendeta dan mengapa pendeta tidak mau

dimutasikan baik itu dari jemaat yang lama maupun ke jemaat yang baru. Dengan demikian

sinode dapat mengambil suatu keputusan terhadap permasalah yang terjadi. Setiap pendeta

atau vikaris yang akan dimutasikan harus benar-benar memahami tugas pelayanan sebagai

hamba Tuhan dan memahami apa yang menjadi landasan dan tujuan dari mutasi pendeta.

Sehingga penyimpangan pelayanan tidak terjadi lagi.

Setiap pendeta yang di mutasi mendapatkan tanggungan biaya dari sinode, untuk

meringgankan beban dari pendeta. Sebelum proses mutasi di jalankan Majelis Sinode

melalui Majelis Sinode Harian mengadakan pertemuan dengan pendeta, majelis jemaat

yang bersangkutan supaya kelak tidak terjadi permasalahan dan sesuai dengan tata gereja

serta peratura gereja.

3.8. Penutup

Mutasi pendeta merupakan suatu perpindahan atau rotasi dari satu tempat ke tempat

yang lain selama empat tahun. Disatu sisi mutasi pendeta sangat bermanfaat bagi pendeta

karena menyegarkan pelayanan pendeta dan di satu sisi mutasi pendeta juga dapat

menimbulkan suatu permasalahan. Permasalahan biasanya muncul dari pihak keluarga,

jemaat yang bersangkutan dan jemaat yang ditinggalkan.

�������������������������������������������������������������65 Hasil wawancara dengan Ketut (nama samaran), di kantor sinode Kapal-Mengwi, Senin, 24 Oktober

2011, pukul 10.00 WITA.�

Page 21: BAB III Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dari Mutasi Dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1083/4/T1_712007015_BAB III...Ibadah-ibadah rumah tangga juga telah dilakukan di

"��

Dalam hal ini manajemen dalam mutasi pendeta sangat berpengaruh, karena dengan

adanya manajemen gereja proses mutasi dapat dilaksanakan. Karena lemahnya pengawasan

yang dilakukan sinode dalam proses mutasi pendeta, sehingga dapat menimbulkan konflik

atau permasalahan antara pendeta dengan jemaat yang bersangkutan karena ketidak

cocokkan.

Permasalahan yang terjadi juga disebabkan karena pendeta kurang memahani hakekat

pelayanannya. Sehingga tujuan yang hendak di capai oleh gereja dan sinode tidak tercapai

dengan baik. Dalam proses mutasi pendeta dasar teologis sanggat diperlukan, karena dari

dasar teologislah kita dapat mengetahui tujuan sebenarnya yang hendak dicapai. Jadi

perencanaan dan controlling sanggat diperlukan dalam proses mutasi pendeta, supaya setiap

keputusan yang diambil benar-benar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.