bab iii diskusi cuuu
DESCRIPTION
diskusiTRANSCRIPT
BAB III
DISKUSI
Diskusi
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal1. Bronkopneumonia
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan
benda asing17. Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh
eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan
di dekat lobules, disebut juga pneumonia lobaris 9.
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia anak usia 1 – 5
tahun adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Stretococcus
grup A, dan S. aureus. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita
bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen
juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia,
pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna. Jadi patogen penyebab
bronkopneumonia pada anak bervariasi tergantung usia, status lingkungan,
kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara), status imunitas, faktor
pejamu (penyakit penyerta dan malnutrisi) 1.
Gejala yang timbul pada bronkopneumonia biasanya mendadak tetapi dapat
didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Dari anamnesa
didapatkan gejala anatara lain suhu dapat naik secara mendadak sampai 39 - 40ºC
dan mungkin disertai kejang karena demam yang terlalu tinggi, batuk dimana
terkadang pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif, sesak,
kebiruan di sekitar mulut, menggigil, nyeri dada, anak sangat gelisah, pada bayi
bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang menurun.
Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
13
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang
atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis, atau ileus 17,1.
Pada pemeriksaan fisik penderita bronkopneumonia ditemukan adalah suhu
≥ 39ºC, dari inspeksi didapatkan dispneu (inspiratory effort) yang ditandai dengan
takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung
dan mulut. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling
dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Gerakan dinding thoraks dapat
berkurang pada daerah yang terkena. Pada palpasi stem fremitus akan meningkat
pada sisi yang sakit, tetapi terkadang ditemukan stem fremitus yang simetris. Pada
perkusi tidak didapatkan adanya kelainan (normal), terkadang juga ditemukan
redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama
melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapang
paru yag terkena 17.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil diantaranya pada pemeriksaan
darah tepi dapat terjadi leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan
hitung jenis bergeser ke kiri. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah (BGA) menunjukkan
keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat
rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis
respiratorik, asidosis metabolic, dan gagal nafas. Pemeriksaan kultur darah jarang
memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak
menunjukkan respons penanganan awal. Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar
yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru. Luas kelainan pada gambaran
radiologis biasa sebanding dengan derajat klinis penyakit, kecuali pada infeksi
mikoplasma gambaran radiologis lebih berat daripada keadaan klinis. Gambaran
lain yang dapat dijumpai konsolidasi pada stu lobus atau lebih pada pneumonia
lobaris, penebalan pleura pada pleuritis, komplikasi pneumonia seperti atelektasis,
efusi pleura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses. Pemeriksaan fungsi paru
didapatkan volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan
jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia. Pemeriksaan
14
elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah 3. Terdapat kriteria diagnosis dari
bronkopneumonia, ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut: (1) Sesak
nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada, (2)
Demam, (3) Ronkhi basah sedang nyaring (crackles), (4) Foto thorax
menunjukkan gambaran infiltrat difus, (5) Leukositosis (pada infeksi virus tidak
melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri
15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan).
Klasifikasi Pnemonia berdasarkan kelompok usia :
2 bulan – 5 tahun
Pnemonia berat :
Bila ada sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pnemonia :
Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas :
1. > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
2. > 40 x/menit untuk anak 1-5 tahun
Tidak perlu rawat inap, diberikan anti biotik oral
Bukan Pnemonia :
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat inap dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
Usia di bawah 2 bulan
Pnemonia :
Bila ada napas cepat > 60x/menit atau sesak napas
Harus dirawat inap dan di berikan antibiotik
Bukan Pnemonia :
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.1
15
Pada anamnesa pasien ini ditemukan demam sejak 2 hari yang lalu, sejak 5
hari yang lalu batuk (+), grok-grok (+), dahak susah keluar, pilek (+), sesak (+)
mulai 2 hari yang lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien
tampak rewel, suhu tubuh 38ºC, dispneu, nafas cuping hidung (+/+), sekret di
hidung (+/+),terdapat retraksi intercosta (+), pada auskultasi paru didapatkan
ronkhi basah halus di seluruh lapangan paru.
Diagnosis bronkopneumoni Berat pada pasien ini didasarkan pada gejala
klinis dan pemeriksaan fisik yang khas, dan didukung dengan pemeriksaan
penunjang. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis kerja bronkopneumonia berat yaitu pemeriksaan laboratorium darah
lengkap yang hasilnya hemoglobin 12,5 g/dl, leukosit 12.100 /cmm
(leukositosis), hitung jenis 7/3/-/25/56/9 (bergeser ke kiri), eritrosit
4.740.000/cmm, trombosit 412.000/cmm, hematokrit 42,3,
MCV/MCH/MCHC 89,3/28,1/31,4. Kemudian dilakukan pemeriksaan
penunjang foto thorax yang hasil kesimpulannya adalah bronkopneumonia.
Sehingga dengan dasar anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
kami mendiagnosa pasien ini dengan bronkopneumonia berat.
Pada kasus ini pasien mengalami infeksi saluran pernapasan bagian bawah
dengan gejala yang menonjol seperti batuk dan pilek sejak 3 hari yang lalu dan
juga disertai demam dan sesak yang kami diagnosa dengan bronkopneumonia
berat. Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya infeksi penyakit. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka
mikroorganisme dapat melalui jalan nafas ke alveoli yang menyebabkan radang
pada dinding alveoli dan jaringan sekitar. Setelah itu mikroorganisme tiba di
alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium 11,12.
Pada stadium I (4-12 jam pertama), disebut hiperemia karena mengacu pada
respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permebilitas vaskuler di
16
tempat infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamine, dan prostaglandin, degranulasi
sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan
histamine dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vasuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema anatar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Aktifasi dari
mediator-mediator inflamasi ini akan menyebabkan timbulnya gejala seperti
batuk, peningkatan secret disaluran pernapasan, pilek, demam, sesak, dan gejala
yang lainya 16.
Pada stadium II (48 jam berikutnya), disebut hepatisasi merah karena terjadi
sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat, dan fibrin yang dihasilkan
oleh pejamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eristrosit, dan cairan
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam12.
Pada stadium III (3-8 hari), disebut hepatisasi kelabu karena terjadi sewaktu
sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapat fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis
sisa- sisa sel. Pada stadium ini, eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. Pada stadium IV (7 – 11 hari),
disebut juga resolusi ynag terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa –sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula 10.
17
Penatalaksanaan pada bronkopneumonia meliputi penatalaksana umum dan
penatalaksanaan khusus. (1) Penatalaksanaan umum meliputi pemberian
oksigenasi dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse
oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
Pemberian cairan dan kalori (bila perlu cairan parenteral). Jumlah sesuai dengan
berat badan, peningkatan suhu, dan status hidrasi. Asidosis diatasi dengan
pemberian bikarbonat intravena. (2) penatalaksanaan khusus meliputi pemberian
antibiotic berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan penyebab.
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48 – 72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis
dilakukan penggantian antibiotic sampai anak dinyatakan sembuh. Lama
pemberian antibiotic tergantung kemajuan klinis penderita, hasil laboratorium,
foto thorax dan jenis kuman penyebab (Staphylococcus perlu 6 minggu parenteral,
Haemophylus influenza/ Streptococcus pneumonia cukup 10-14 hari). Bila tidak
ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotic awal (24 – 72 jam pertama) menurut
kelompok usia, sebagai berikut: (a) Neonatus dan bayi (< 2 bulan), ampisilin 50
mg/kgBB/6 jam + aminoglikosida seperti amikasin 10 – 15 mg/kgBB/hari dalam
2 dosis terbagi, amokisisilin-asam klavulanat 30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
terbagi. Amosisilin 20-40 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi + amikasin 10 – 15
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi, sefalosporin generasi ke-3 seperti sefotaxim
100-150 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi atau seftriakson 50 – 75
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi. (b) Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-
5 tahun), amoksisilin 20-40 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi, ampisilin 100
mg/kgBB/6 jam, amokisisilin-asam klavulanat 30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
terbagi, sefalosporin generasi ke-3 seperti sefotaxim 100-150 mg/kgBB/hari
dalam 3 dosis terbagi atau seftriakson 50 – 75 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
terbagi, kotrimoksazol (trimetoprim 8mg/kgBB/hari + sulfametoksazol 40
mg/kgBB/hari) terbagi dalam 2 dosis, eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari dalam 3-4
dosis terbagi. Ditambah dengan kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 4 dosis. (c) anak usia sekolah (> 5 tahun), jika BB < 20 kg amoksisilin 20-
40 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi, jika BB > 20 kg amoksisilin 250-500
mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi atau eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari dalam
18
3-4 dosis terbagi, atau ampisilin 100 mg/kgBB/6 jam atau untuk anak usia 10
tahun ½ dosis dewasa. Pemberian obat simtomatik seperti antipiretik, mukolitik,
ekspektoran dan obat simtomatik lainsesuai dengan gejala klinis pasien. Jika
secret lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal salin.
Pada kasus ini, pasien diberikan oksigen masker 6 liter/ menit karena pasien
datang dengan sesak yang dialami oleh pasien karena bronkopneumonia. Selain
itu pasien di berikan cairan secara intravena yaitu cairan D51/4 NS 600cc/ 24 jam
karena maintenance kebutuhan cairan per hari. Pemberian antibiotic pada pasien
ini disesuaikan dengan pilihan terapi untuk bronkopneumonia berdasarkan umur
pasien 4 bulan, keadaan umum pasien dan dugaan penyebab mikroorganisme pada
usia pasien 4 bulan adalah Haemophylus influenza/ Streptococcus pneumonia
sehingga kami berikan antibiotic spectrum luas seperti ampisilin ampisilin 50
mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi sehingga pada pasien ini diberikan ampisilin
4 x 150 mg secara intravena + kloramfenikol 3x 150 mg karena klinis berat.
Selain itu juga di injeksikan ranitidine 2 x 5 mg intravena karena pasien nafsu
makan menurun dan sulit untuk makan sehingga asam lambung cendrung
meningkat, ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 yang bekerja
menghambat sekresi asam lambung. Karena banyak secret pada jalan napas
sehingga memperberat pasien untuk bernapas, oleh karena itu dilakukan nebulizer
combivent yang mengandung ipratropium Br 0,5 mg dan salbutamol sulfat 2,5 mg
yang berkerja sebagai bronkodilator ditambahkan normal salin dengan
perbandingan 1:1 diberikan sehari 3x.
Pada pasien bronkopneumonia yang kemungkinan penyebab infeksinya
karena Haemophylus influenza/ Streptococcus pneumonia pemberian
antibiotiknya cukup selama 10-14 hari. Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48 –
72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan penggantian antibiotic sampai
anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotic tergantung kemajuan klinis
penderita, hasil laboratorium, foto thorax dan jenis kuman penyebab. Pada pasien
ini evaluasi pengobatan dilakukan 72 jam setelah pemberian lini pertama
antibiotic spectrum luas, selain melihat perbaikan dari gejala klinis pasien setiap
harinya, juga dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan laboratorium untuk
19
mengevaluasi apakah tanda infeksi sudah berkurang atau mengalami perbaikan,
karena leukosit masih tinggi meskipun sudah mengalami perbaikan atau
penurunan jumlah leukosit dari yang sebelumnya, maka diberikan pilihan
antibiotic spectrum luas dengan golongan antibiotic yang berbeda dengan
antibiotic yang sebelumya, kemudian 72 jam berikutnya dilakukan evaluasi
dengan pemeriksaan laboratorium kembali. Apabila sudah membaik pasien
diperbolehkan pulang tetapi harus tetap control apabila obat sudah habis, sehingga
pasien dirawat di rumah sakit selama 7 hari tetapi pengobatan terus dilakukan
selama 10-14 hari.
Prognosis pada bronkopneumonia baik, sebagaian besar akan sembuh total.
Mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-
anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan
memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-
duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi
dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi
dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
Jika penyebab demam yang pada kasus ini karena bronkopneumonia segera
diatasi dengan tepat dan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan baik sehingga
dapat meningkatkan sistem kekebalan atau imunitas pasien, serta pasien tidak
terpapar dengan pencetus terjadinya infeksi lagi maka pasien akan sembuh dengan
baik dan sehat.
20