bab iii diskusi cuuu

14
BAB III DISKUSI Diskusi Bronkopneumonia merupakan peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal 1 . Bronkopneumonia disebabkan oleh bermacam-macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing 17. Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobules, disebut juga pneumonia lobaris 9. Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia anak usia 1 – 5 tahun adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Stretococcus grup A, dan S. aureus. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna. Jadi patogen penyebab 13

Upload: maheer-joefrie

Post on 09-Jul-2016

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

diskusi

TRANSCRIPT

BAB III

DISKUSI

Diskusi

Bronkopneumonia merupakan peradangan pada paru dimana proses

peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di

alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal1. Bronkopneumonia

disebabkan oleh bermacam-macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan

benda asing17. Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh

eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan

di dekat lobules, disebut juga pneumonia lobaris 9.

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini

dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.

Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia anak usia 1 – 5

tahun adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Stretococcus

grup A, dan S. aureus. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita

bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu

mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen

juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia,

pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna. Jadi patogen penyebab

bronkopneumonia pada anak bervariasi tergantung usia, status lingkungan,

kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara), status imunitas, faktor

pejamu (penyakit penyerta dan malnutrisi) 1.

Gejala yang timbul pada bronkopneumonia biasanya mendadak tetapi dapat

didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Dari anamnesa

didapatkan gejala anatara lain suhu dapat naik secara mendadak sampai 39 - 40ºC

dan mungkin disertai kejang karena demam yang terlalu tinggi, batuk dimana

terkadang pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif, sesak,

kebiruan di sekitar mulut, menggigil, nyeri dada, anak sangat gelisah, pada bayi

bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang menurun.

Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering

13

menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang

atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis, atau ileus 17,1.

Pada pemeriksaan fisik penderita bronkopneumonia ditemukan adalah suhu

≥ 39ºC, dari inspeksi didapatkan dispneu (inspiratory effort) yang ditandai dengan

takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung

dan mulut. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan

pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling

dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Gerakan dinding thoraks dapat

berkurang pada daerah yang terkena. Pada palpasi stem fremitus akan meningkat

pada sisi yang sakit, tetapi terkadang ditemukan stem fremitus yang simetris. Pada

perkusi tidak didapatkan adanya kelainan (normal), terkadang juga ditemukan

redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama

melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapang

paru yag terkena 17.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil diantaranya pada pemeriksaan

darah tepi dapat terjadi leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan

hitung jenis bergeser ke kiri. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah (BGA) menunjukkan

keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat

rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis

respiratorik, asidosis metabolic, dan gagal nafas. Pemeriksaan kultur darah jarang

memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak

menunjukkan respons penanganan awal. Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar

yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru. Luas kelainan pada gambaran

radiologis biasa sebanding dengan derajat klinis penyakit, kecuali pada infeksi

mikoplasma gambaran radiologis lebih berat daripada keadaan klinis. Gambaran

lain yang dapat dijumpai konsolidasi pada stu lobus atau lebih pada pneumonia

lobaris, penebalan pleura pada pleuritis, komplikasi pneumonia seperti atelektasis,

efusi pleura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses. Pemeriksaan fungsi paru

didapatkan volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan

jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia. Pemeriksaan

14

elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah 3. Terdapat kriteria diagnosis dari

bronkopneumonia, ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut: (1) Sesak

nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada, (2)

Demam, (3) Ronkhi basah sedang nyaring (crackles), (4) Foto thorax

menunjukkan gambaran infiltrat difus, (5) Leukositosis (pada infeksi virus tidak

melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri

15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan).

Klasifikasi Pnemonia berdasarkan kelompok usia :

2 bulan – 5 tahun

Pnemonia berat :

Bila ada sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pnemonia :

Bila tidak ada sesak napas

Ada napas cepat dengan laju napas :

1. > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

2. > 40 x/menit untuk anak 1-5 tahun

Tidak perlu rawat inap, diberikan anti biotik oral

Bukan Pnemonia :

Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat inap dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan

pengobatan simptomatis seperti penurun panas.

Usia di bawah 2 bulan

Pnemonia :

Bila ada napas cepat > 60x/menit atau sesak napas

Harus dirawat inap dan di berikan antibiotik

Bukan Pnemonia :

Tidak ada napas cepat atau sesak napas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.1

15

Pada anamnesa pasien ini ditemukan demam sejak 2 hari yang lalu, sejak 5

hari yang lalu batuk (+), grok-grok (+), dahak susah keluar, pilek (+), sesak (+)

mulai 2 hari yang lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien

tampak rewel, suhu tubuh 38ºC, dispneu, nafas cuping hidung (+/+), sekret di

hidung (+/+),terdapat retraksi intercosta (+), pada auskultasi paru didapatkan

ronkhi basah halus di seluruh lapangan paru.

Diagnosis bronkopneumoni Berat pada pasien ini didasarkan pada gejala

klinis dan pemeriksaan fisik yang khas, dan didukung dengan pemeriksaan

penunjang. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan

diagnosis kerja bronkopneumonia berat yaitu pemeriksaan laboratorium darah

lengkap yang hasilnya hemoglobin 12,5 g/dl, leukosit 12.100 /cmm

(leukositosis), hitung jenis 7/3/-/25/56/9 (bergeser ke kiri), eritrosit

4.740.000/cmm, trombosit 412.000/cmm, hematokrit 42,3,

MCV/MCH/MCHC 89,3/28,1/31,4. Kemudian dilakukan pemeriksaan

penunjang foto thorax yang hasil kesimpulannya adalah bronkopneumonia.

Sehingga dengan dasar anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

kami mendiagnosa pasien ini dengan bronkopneumonia berat.

Pada kasus ini pasien mengalami infeksi saluran pernapasan bagian bawah

dengan gejala yang menonjol seperti batuk dan pilek sejak 3 hari yang lalu dan

juga disertai demam dan sesak yang kami diagnosa dengan bronkopneumonia

berat. Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan

paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara

daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat

timbulnya infeksi penyakit. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka

mikroorganisme dapat melalui jalan nafas ke alveoli yang menyebabkan radang

pada dinding alveoli dan jaringan sekitar. Setelah itu mikroorganisme tiba di

alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium 11,12.

Pada stadium I (4-12 jam pertama), disebut hiperemia karena mengacu pada

respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.

Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permebilitas vaskuler di

16

tempat infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator

peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamine, dan prostaglandin, degranulasi

sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan

histamine dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vasuler paru dan

peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan

eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan

edema anatar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan

alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan

sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Aktifasi dari

mediator-mediator inflamasi ini akan menyebabkan timbulnya gejala seperti

batuk, peningkatan secret disaluran pernapasan, pilek, demam, sesak, dan gejala

yang lainya 16.

Pada stadium II (48 jam berikutnya), disebut hepatisasi merah karena terjadi

sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat, dan fibrin yang dihasilkan

oleh pejamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena

menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eristrosit, dan cairan

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam12.

Pada stadium III (3-8 hari), disebut hepatisasi kelabu karena terjadi sewaktu

sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini

endapat fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis

sisa- sisa sel. Pada stadium ini, eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih

tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu

dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. Pada stadium IV (7 – 11 hari),

disebut juga resolusi ynag terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,

sisa –sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula 10.

17

Penatalaksanaan pada bronkopneumonia meliputi penatalaksana umum dan

penatalaksanaan khusus. (1) Penatalaksanaan umum meliputi pemberian

oksigenasi dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse

oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.

Pemberian cairan dan kalori (bila perlu cairan parenteral). Jumlah sesuai dengan

berat badan, peningkatan suhu, dan status hidrasi. Asidosis diatasi dengan

pemberian bikarbonat intravena. (2) penatalaksanaan khusus meliputi pemberian

antibiotic berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan penyebab.

Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48 – 72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis

dilakukan penggantian antibiotic sampai anak dinyatakan sembuh. Lama

pemberian antibiotic tergantung kemajuan klinis penderita, hasil laboratorium,

foto thorax dan jenis kuman penyebab (Staphylococcus perlu 6 minggu parenteral,

Haemophylus influenza/ Streptococcus pneumonia cukup 10-14 hari). Bila tidak

ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotic awal (24 – 72 jam pertama) menurut

kelompok usia, sebagai berikut: (a) Neonatus dan bayi (< 2 bulan), ampisilin 50

mg/kgBB/6 jam + aminoglikosida seperti amikasin 10 – 15 mg/kgBB/hari dalam

2 dosis terbagi, amokisisilin-asam klavulanat 30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis

terbagi. Amosisilin 20-40 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi + amikasin 10 – 15

mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi, sefalosporin generasi ke-3 seperti sefotaxim

100-150 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi atau seftriakson 50 – 75

mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi. (b) Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-

5 tahun), amoksisilin 20-40 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi, ampisilin 100

mg/kgBB/6 jam, amokisisilin-asam klavulanat 30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis

terbagi, sefalosporin generasi ke-3 seperti sefotaxim 100-150 mg/kgBB/hari

dalam 3 dosis terbagi atau seftriakson 50 – 75 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis

terbagi, kotrimoksazol (trimetoprim 8mg/kgBB/hari + sulfametoksazol 40

mg/kgBB/hari) terbagi dalam 2 dosis, eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari dalam 3-4

dosis terbagi. Ditambah dengan kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari terbagi

dalam 4 dosis. (c) anak usia sekolah (> 5 tahun), jika BB < 20 kg amoksisilin 20-

40 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi, jika BB > 20 kg amoksisilin 250-500

mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi atau eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari dalam

18

3-4 dosis terbagi, atau ampisilin 100 mg/kgBB/6 jam atau untuk anak usia 10

tahun ½ dosis dewasa. Pemberian obat simtomatik seperti antipiretik, mukolitik,

ekspektoran dan obat simtomatik lainsesuai dengan gejala klinis pasien. Jika

secret lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal salin.

Pada kasus ini, pasien diberikan oksigen masker 6 liter/ menit karena pasien

datang dengan sesak yang dialami oleh pasien karena bronkopneumonia. Selain

itu pasien di berikan cairan secara intravena yaitu cairan D51/4 NS 600cc/ 24 jam

karena maintenance kebutuhan cairan per hari. Pemberian antibiotic pada pasien

ini disesuaikan dengan pilihan terapi untuk bronkopneumonia berdasarkan umur

pasien 4 bulan, keadaan umum pasien dan dugaan penyebab mikroorganisme pada

usia pasien 4 bulan adalah Haemophylus influenza/ Streptococcus pneumonia

sehingga kami berikan antibiotic spectrum luas seperti ampisilin ampisilin 50

mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi sehingga pada pasien ini diberikan ampisilin

4 x 150 mg secara intravena + kloramfenikol 3x 150 mg karena klinis berat.

Selain itu juga di injeksikan ranitidine 2 x 5 mg intravena karena pasien nafsu

makan menurun dan sulit untuk makan sehingga asam lambung cendrung

meningkat, ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 yang bekerja

menghambat sekresi asam lambung. Karena banyak secret pada jalan napas

sehingga memperberat pasien untuk bernapas, oleh karena itu dilakukan nebulizer

combivent yang mengandung ipratropium Br 0,5 mg dan salbutamol sulfat 2,5 mg

yang berkerja sebagai bronkodilator ditambahkan normal salin dengan

perbandingan 1:1 diberikan sehari 3x.

Pada pasien bronkopneumonia yang kemungkinan penyebab infeksinya

karena Haemophylus influenza/ Streptococcus pneumonia pemberian

antibiotiknya cukup selama 10-14 hari. Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48 –

72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan penggantian antibiotic sampai

anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotic tergantung kemajuan klinis

penderita, hasil laboratorium, foto thorax dan jenis kuman penyebab. Pada pasien

ini evaluasi pengobatan dilakukan 72 jam setelah pemberian lini pertama

antibiotic spectrum luas, selain melihat perbaikan dari gejala klinis pasien setiap

harinya, juga dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan laboratorium untuk

19

mengevaluasi apakah tanda infeksi sudah berkurang atau mengalami perbaikan,

karena leukosit masih tinggi meskipun sudah mengalami perbaikan atau

penurunan jumlah leukosit dari yang sebelumnya, maka diberikan pilihan

antibiotic spectrum luas dengan golongan antibiotic yang berbeda dengan

antibiotic yang sebelumya, kemudian 72 jam berikutnya dilakukan evaluasi

dengan pemeriksaan laboratorium kembali. Apabila sudah membaik pasien

diperbolehkan pulang tetapi harus tetap control apabila obat sudah habis, sehingga

pasien dirawat di rumah sakit selama 7 hari tetapi pengobatan terus dilakukan

selama 10-14 hari.

Prognosis pada bronkopneumonia baik, sebagaian besar akan sembuh total.

Mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-

anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk

pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.

Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan

peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan

memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-

duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi

dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi

dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

Jika penyebab demam yang pada kasus ini karena bronkopneumonia segera

diatasi dengan tepat dan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan baik sehingga

dapat meningkatkan sistem kekebalan atau imunitas pasien, serta pasien tidak

terpapar dengan pencetus terjadinya infeksi lagi maka pasien akan sembuh dengan

baik dan sehat.

20

21