bab iii (ansus)

9
BAB III ANALISA KASUS Pasien merupakan rujukan dari RSUD Sukoharjo dengan keterangan G1P0A0, usia 27 tahun, UK 33 minggu dengan PEB partial HELLP syndrome primigravida h. preterm belum dalam persalinan. Dari anamnesis saat ini didapatkan pasien berusia 27 tahun hamil pertama dan pasien merasa hamil > 7 bulan. Gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah (-). Pasien mengeluhkan kepala pusing di bagian temporal, pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), mual (-) dan muntah (-). Riwayat hipertensi sebelumnya (-), sakit jantung (-), diabetes (-), alergi (-), asma (-). Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga (-). Pasien menyatakan hingga saat ini sudah berkunjung ke bidan, yaitu 1 kali saat umur kehamilan sudah 2 bulan dan 2 kali pada trimester ke 2 kehamilan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 200/120 mmHg. IMT pasien 25,78 kg/cm 2 . Pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-) pada daerah seluruh lapang perut, teraba janin tunggal, intreuterin, memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, HIS (-), DJJ (+) 151/reguler. Pada pemeriksaan 31

Upload: fernando-feliz-christian

Post on 06-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

anus

TRANSCRIPT

BAB III

ANALISA KASUS

Pasien merupakan rujukan dari RSUD Sukoharjo dengan keterangan G1P0A0, usia 27 tahun, UK 33 minggu dengan PEB partial HELLP syndrome primigravida h. preterm belum dalam persalinan.

Dari anamnesis saat ini didapatkan pasien berusia 27 tahun hamil pertama dan pasien merasa hamil > 7 bulan. Gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah (-). Pasien mengeluhkan kepala pusing di bagian temporal, pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), mual (-) dan muntah (-). Riwayat hipertensi sebelumnya (-), sakit jantung (-), diabetes (-), alergi (-), asma (-). Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga (-). Pasien menyatakan hingga saat ini sudah berkunjung ke bidan, yaitu 1 kali saat umur kehamilan sudah 2 bulan dan 2 kali pada trimester ke 2 kehamilan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 200/120 mmHg. IMT pasien 25,78 kg/cm2. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-) pada daerah seluruh lapang perut, teraba janin tunggal, intreuterin, memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, HIS (-), DJJ (+) 151/reguler. Pada pemeriksaan dalam VT didapatkan vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak mencucu di belakang, eff 0%, belum ada pembukaan, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), STLD (-). Pada pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan edema pada kedua tungkai.

Dari pemeriksaan penunjang pada tanggal 26 Juni 2015, pada pemeriksaan darah didapatkan LDH: 604, AT: 329.103/uL, SGOT: 21, SGPT: 18, albumin: 2.8, AL: 29,3.103/uL, pada pemeriksaan protein kuantitatif +2. Disimpulkan terdapat kenaikan pada kadar LDH, AL dan protein kuantitaif ditemukan positif.

Pada pemeriksaan USG pada tanggal: tampak janin tunggal, intra uterin, memanjang, puki, preskep, DJJ (+) dengan FB: BPD: 8,60, AC: 29,2, FL: 6,38 EFBW: 2205 gr. Tampak plasenta insersi di corpus gr II, tampak air kawah kesan cukup, tak tampak kelainan kongenital mayor. Kesan saat ini janin dalam keadaan baik.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan PEB partial HELLP syndrome primigravida H. preterm belum dalam persalinan. Diagnosis PEB ini ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu keluhan pasien pusing (+) di bagian temporal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya hipertensi (200/120 mmHg), dan tidak didapatkan oedem. Pasien menderita hipertensi sejak kehamilan berusia 24 minggu, yaitu setelah pasien melakukan ANC yang ketiga, sebelumnya pasien tidak pernah memiliki tekanan darah tinggi. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya proteinuria (+2). Adanya salah satu atau lebih gejala hipertensi 160/110 atau proteinuria 5gr/24 jam (+4 pada dipstik) termasuk dalam kategori Pre Eklampsi Berat (PEB). Faktor predisposisi terjadinya PEB pada pasien ini adalah primigravida dan obesitas.Diagnosis HELLP syndrome ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium darah. Berdasarkan kriteria Tennesse, klasifikasi HELLP syndrome dibagi menjadi dua, yaitu partial HELLP syndrome (mempunyai satu atau dua kelainan) atau HELLP syndrome total (ketiga kelainan ada). Pada pasien ini didiagnosis dengan partial HELLP syndrome karena dari hasil pemeriksaan laboratorium darah LDH : 604 u/l, AT: 329.000/uL, SGOT: 21 u/l, SGPT: 18 u/l. Disimpulkan LDH pasien meningkat > 600, sedangkan AT, SGOT serta SGPT masih dalam batas normal.Plasenta yang abnormal diketahui merupakan penyebab utama PEB murni, dan terminasi plasenta merupakan bentuk terapi utama PEB. Hal ini disebabkan oleh implantasi abnormal dari plasenta dan perfusi darah plasenta yang buruk yang akhirnya mengakibatkan terbetuknya anti oksidan, kondisi hipoksia dan pelepasan faktor-faktor anti angiogenik. Faktor anti angiogenik akan menyebabkan disfungsi endotel, dan akhirnya akan menyebabkan sindroma hipertensi serta mikroangiopati. Pemeriksaan histopatologi plasenta pada wanita yang mengalami PEB menunjukkan beberapa fokus infark, trombosis serta atherosis dan kronik inflamasi. Anti angiogenik protein yang dihasilkan plasenta yang abnormal yaitu Endoglin terlarut (sEng) dan growthreceptor 1 endotel vaskular terlarut (sFlt-1), hal ini memicu disfungsi endotel dengan menyebabkan inhibisi dari faktor pro-angiogenik seperti placental growth factor (PIGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Kadar sFlt-1 pada ibu menunjukkan keparahan pre eklampsi yang diderita, hal yang berkebalikan ditunjukkan dari kadar VEGF dan PIGF pada darah ibu yang cenderung menurun, yang diperbandingkan antara penderita PEB dan pada kehamilan normal. Perubahan genetik pada sFlt-1 dan PIGF juga mempengaruhi pada kejadian PEB onset cepat atau onset lambat (Jameil et al., 2014). Penanganan untuk pre-eklampsia adalah menyingkirkan plasenta yang abnormal, hal ini juga berarti memulai proses kelahiran bayi. Penderita pre eklampsia berat dapat di induksi setelah umur kehamilan memasuki minggu ke 37. Sebelum usia kehamilan ini, pasien dengan PEB biasanya menjalani rawat inap dan dipantau secara ketat, untuk mengetahui perkembangan penyakit pre-eklampsia ataupun komplikasi dari pre-eklampsi. Janin yang masih imatur, dapat diberikan kostikosteroid untuk proses pematangan paru. Pada pasien dengan PEB, induksi persalinan seharusnya dipertimbangkan setelah usia kehamilan memasuki 34 minggu. Pada kasus-kasus seperti ini, derajat keparahan penyakit harus dipertimbangkan, karena berkaitan dengan prematuritas janin. Dalam keadaan emergensi, pemantauan tekanan darah dan kemungkinan kejang harus diprioritaskan. Kriteria dilakukan persalinan pada wanita dengan PEB adalah denyut jantung janin ireguler, ruptur membran, oligohidramnion (dengan AFI < 5 cm), tekanan darah tidak terkontrol, IUGR berat, Oligouria (< 500 mL/24 jam), kadar kreatinin darah < 1.5mg/dl, oedem pulmo, depresi napas atau nyeri dada disertai saturasi oksigen