bab iii
DESCRIPTION
mata tenang visus turun- perlahan- mendadakTRANSCRIPT
BAB III
PENGLIHATAN TURUN TANPA MATA MERAH
III.1.2 Penglihatan turun tanpa mata merah mendadak
III.1.2.1 Neuritis Optik
III.1.2.1.1 Definisi
Merupakan atau berasal dari inflamasi dari demielinisasi nervus optikus (Sidarta, 2012)
III.1.2.1.2 Etiologi
Neuritis disebabkan idiopatik. Neuritis optic dapat merupakan gejala dini atau permulaan
penyakit multiple sklerosis (Sidarta, 2012).
- Anak-anak : Post viral, Herpes simpleks atau zoster,Sarcoid,Leukimia
- Usia Pertengahan : Proses granulamatous,Multiple sclerosis
- Usia Tua : Giant cell arteri, Iskhemik yang berhubungan
III.1.2.1.3 Epidemiologi
Neuritis idiopatik sering terjadi pada perempuan berusia 20-40 tahun, bersifat unilateral.
Pada golongan ini penyembuhan disertai perbaikan tajam penglihatan berjalan sangat sempurna
walaupun terdapat edem papil saraf optic yang berat, penglihatan warna akan terganggu (Sidarta,
2012).
III.1.2.1.4 Patofisiologi
Perjalanan penyakit biasanya penglihatan merasa sedikit redup selama beberapa minggu,
kemudian diikuti dengan mendadak turunnya tajam penglihatan yang dapat berlangsung
intermiten dan sembuh kembali dengan sempurna, papil terlihat pucat, normal setelah beberapa
minggu. Bila sembuh sempurna akan mengkibatkan atrofi papil saraf optic parsial atau total.
Biasanya disertai dengan rasa sakit disekitar mata yang menandakan terjadi peradangan papil
saraf optic, rasa sakit terasa terutama jika mata digerakan disertai dengan rasa pegal.
12
13
III.1.2.1.5 Klasifikasi
III.1.2.1.5.1 Neuritis Intraokular atau papilitis
Neuritis yang terjadi dimana peradangannya terletak pada serabut retina bagian
anterior saraf optic yang masuk pada papil saraf optic yang berada didalam bola mata.
Penglihatan pada papilitis akan terganggu dengan lapang peradangan menciut, bintik buta
melebar, skotoma sentral, sekosentral dan altitudinal. Pada papil terlihat perdarahan, eksudat star
figure dengan perubahan pada pembuluh darah darah retina dan arteri menciut dengan vena yang
melebar (Sidarta, 2012).
III.1.2.1.5.2 Neuritis Retrobulbar
Merupakan radang saraf optic dibelakang bola mata yang biasanya berjalan akut
yang mengenai satu atau kedua mata. Neuritis retrobulbar dapat diakibatkan oleh sklerosis
multiple, penyakit myelin saraf, anemia pernisiosa, DM dan intoksikasi. Bola mata bila
digerakan akan terasa semakin berat di bagian belakang bola mata, rasa sakit akan bertambah
bila bola mataditekan yang disertai dengan sakit kepala. Penyakit ini mempunyai gejala seperti
neuritis akan tetapi dengan gambaran fundus yang sama sekali normal. Pada keadaan lanjut
didapatkan reaksi pupil yang lambat. Gambaran fundus pasien normal dan diagnosis ditegakan
dengan pemeriksaan lapang pandang dan turunnya tajam penglihatan yang berat (Sidarta, 2012).
III.1.2.1.5 Gejala dan tanda klinis
a. Sakit
Biasanya dijumpai pada 63 % kasus. Dapat ringan bahkan sampai berat. Dari
pengalaman, rasa sakit ini dinyatakan dengan sakit yang tumpul pada retro bulbar atau rasa sakit
yang tajam pada mata jika mata digerakkan atau di raba. Pada 19 % pasien, sakit dapat didahului
hilangnya visus, dalam 7 hari. Biasanya berlangsung 24-28 jam sebelum bersamaan dengan
hilangnya visus. Sakit yang menetap lebih dari 10- 14 hari jarang ditemukan. Jika didapati,
diagnosa haruslah dipertimbangkan kembali. Tak ada hubungan yang nyata antara rasa sakit
dengan keparahan hilangnya visus atau gambaran fundusnya (papilitis vs retrobulbar optik
neuritis) (Sidarta, 2012).
14
b. Kaburnya penglihatan dalam beberapa menit atau beberapa jam yang lalu juga didapati pada
optik neuritis.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal ini termasuk :
- Gangguan afektif
- Latihan
- Unthoff’s syndrom (29%)
- Menstruasi (8 %)
- Meningkatnya penerangan / cahaya (3 %)
- Makanan (2 %)
- Merokok (0,8 %)
Unthoff’s syndrome merupakan hilangnya visus sementara waktu yang terjadi secara
intermiten yang terjadi di Multiple sclerosis dan optic neuropati. Syndrome ini juga dapat
dicetuskan oleh stress emosional, perubahan cuaca, menstruasi, cahaya, makanan, merokok
(Peate, 2012).
III.1.2.1.6 Terapi
Pengobatan kausal neuritis tergantung etiologinya. Untuk membantu mencari
penyebab neuritis optikus biasanya dilakukan pemeriksaan foto sinar X kanal optik, sela tursika
atau dilakukan pemeriksaan CT orbita dan kepala. Pada sifilis maka diindikasikan untuk
pemberian anti sifilis. Pembersihan fokal infeksi adalah hal yang penting. Pengobatan neuritis,
papilitis maupun neuritis retrobulbar, adalah sama yaitu kartikosteroid atauACTH. Bersma-sama
kortikosteroid diberikan antibiotik untuk menahan infeksi sebagai penyebab. Selain dari pada itu
diberikan vasodilatansia dan vitamin (Peate, 2012).
Berdasarkan Will Eye Manual pengobatan neuritis optic pada keadaan akut adalah sebagai
berikut :
- Visus sama atau lebih baik dari 20/40 dilakukan pengamatan saja
- Visus sama atau kurang 20/50
o Pengamatan atau
o Metilprednisolon 250 mg intravena, dilanjutkan dengan prednisone tablet
15
Tabel 1. Diagnosa banding neuritis optic
Sumber : sidarta, 2012
III.1.2.2 Ablasio Retina
III.1.2.2.1 Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) adalah salah satu kelainan retina yang dapat
menimbulkan kebutaan apabila tidak ditangani segera. Retinal detachment menandakan
pemisahan retina sensorik dari epitel pigmen retina dibawahnya (Peate, 2012).
III.1.2.2.2 Klasifikasi
Retinal detachment diklasifikasikan atas :
- Regmatogen
Retinal detachment regmatogen merupakan bentuk yang paling banyak
dijumpai, karakteristiknya adalah pelepasan total (full thickness) suatu regma di
retina sensorik, traksi korpus vitreus dan mengalirnya korpus vitreus cair melalui
defek retina sensorik ke dalam ruang subretina. Mata yang berbakat terkena adalah
myopia tinggi, pasca retinitis, degenerasi, dan trauma. Sebanyak 90% sampai 97%
dijumpai adanya retinal break dan sebagian besar pasien mengeluh adanya photopsia
dan floaters. Tekanan bola mata cenderung rendah dibandingkan dengan mata
16
sebelah. Tanda khas yang dijumpai yakni shafer sign (tobacco dust). Manajemen
rhegmatogenous retinal detachment dapat dilakukan dengan cara tehnik bakel sclera
yang bertujuan menutup robekan retina dengan cara indentasi sclera maka traksi
vitreus berkurang dan mengurangi masukan vitreus cair melalui robekan retina ke
ruang subretina. Sehingga daerah robekan retina menempel kembali dengan EPR.
Pada tehnik pneumatic retinopexy, gelembung udara diinjeksikan ke dalam rongga
vitreus yang berfungsi sebagai temponade terhadap robekan retina sehingga retina
melekat kembali. Kedua tehnik diatas dapat menghasilkan perlekatan retina yang kuat
dengan melakukan cryotheraphy, laser atau diathermy dan kadang perlu dilakukan
vitrektomi. Kegagalan tehnik diatas sering disebabkan oleh adanya Proliferative
Vitreo Retinopathy (PVR) dimana terjadi proliprasi membran periretina yang
menimbulkan traksi kuat yang menyulitkan penempelan retina atau timbulnya retinal
break yang baru dan juga bias menimbulkan ablasio retina traksional (Peate, 2012).
- Traksional
Retinal Detachment traksional adalah bentuk kedua tersering. Hal ini terutama
disebabkan oleh Retinopati diabetik proliferatif, vitreo retinopati proliferatif dan
trauma mata dimana membran yang timbul pada vitreus menarik neurosensori retina
dari RPE. Gambaran karakteristiknya yaitu permukaan retina yang licin dan imobil.
Terapi dari traksional retinal detachment merupakan kombinasi antara vitrektomi dan
tehnik bakel sclera (Peate, 2012).
- Eksudatif
Retinal Detachment Eksudatif, ini disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah
retina atau RPE. Sehingga memungkinkan penimbunan cairan dibawah retina
sensorik. Hal ini sering disebabkan oleh infeksi, neoplasma. Adanya sifting fluid
merupakan karakteristik dari eksudatif retinal detachment karena cairan subretina
dipengaruhi oleh gaya grafitasi maka dimana cairan ini menumpuk disana terjadi
ablasio retina. Ablasio retina eksudatif ini dapat mengalami regresi spontan. Setelah
cairan subretina mengalami resorbsi, oleh karena itu terapi ablasio ini diarahkan
terhadap penyebabnya sehingga jarang dilakukan operasi (Peate, 2012).
17
III.1.2.2.3 Gejala klinis
Ablasi retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat pijaran api (fotopsia)
pada lapangan penglihatan. Apabila mengenai daerah supratemporal sangat berbahaya karena
akan mengenai daerah macula lutea sehingga dapat menyebabkan penglihatan turun secara
mendadak. Pada funduskopi apabila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas, kadang
terdapat pigmen pada badan kaca. Tekanan bola mata biaanya rendah dan dapat tinggi apabila
terjadi neovaskuar glaucoma pada ablasi yang telah lama terjadi (French, 2002).
III.1.2.2.4 Terapi
Gambar 4. Terapi ablasio retina
Sumber : Retina RSPAD GS Ditkesad
Pengobatan pada ablasi retina adalah pembedahan. Sebelum pembedahan pasien dirawat
dengan mata ditutup. Pembedahan dilakukan secepatnya dan sebaiknya antara 1-2 hari.
Pengobatan ditujukan untuk melekatkan kembali bagian retina yang lepas dengan krioterapi atau
laser. Krioterapi dapat berupa :
- Krioterapi permukaan (Surface diaterny)
- Krioterapi setengah tebal sclera (partial penetrating diaterny) sesudah reseksi sklera
Operasi krioterapi dapat dilakukan dengan atau tanpa mengeluarkan cairan subretina.
Pengeluaran dilakukan di daerah reseksi dan terutama di daerah dimana ablasi paling banyak
18
Berbagai teknik bedah lainnya :
- Retinopeksi pneumatic udara/gas disuntikan ke dalam vitreus untuk mempertahankan
retina pada posisinya
- Scleral buckling mempertahankan retina di posisinya dengan melekukan sclera
menggunakan eksplan yang dijahitkan pada daerah robekan retina
- Vitrektomi pelepasan traksi vitreoretina, jika diperlukan penyuntikan plefurokarbon atau
cairan dan udara/gas yang dapat mempertahankan posisinya jika dibutuhkan tamponade
retina yang lebih lama
III.1.2.2.5 Prognosis
Prognosis pasca bedah tergantung dari keadaan makulanya, jika terlepas hasil tidak
sempurna, jika masih melekat harus segera dilakukan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik (French, 2002)..
III.1.2.3 Oklusi Arteri Retina
Merupakan suatu keadaan dimana arteri retina tersumbat oleh embolus.
Gejala klinik yang ditimbulkan yaitu suram mendadak tanpa rasa nyeri. Terdapat
2 jenis Oklusi arteri retina yaitu tipe sentral (OARS) yaitu sumbatan di belakang
lamina kribosa , dan tipe cabang (OARC) yaitu sumbatan di depan lamina
kribosa. Etiologinya :
• Arteriosklerosis
• Hipertensi
• Penyakit arteria karotis
• Diabetes melitus
• Penyakit katup jantung
• Lain-lain : kontrasepsi oral, trauma, koagulopati toksoplasmosis, dll
Manifestasi klinis dari Oklusi Arteri Retina adalah :
• Visus mendadak suram (1/300 - PC)
19
• Mata luar tenang
• Funduskopi
– ‘cherry-red spot’ (seluruh retina pucat keabu-abuan kecuali fovea)
– arteri kecil, ukuran tidak teratur
– vena kecil, segmental
Pada OAR Cabang
• Visus tidak terlalu buruk, kecuali bila makula terkena
• Retina pucat hanya pada kuadran ttt
• Perubahan a/v hanya pada cabang yang tersumbat
Komplikasi:
• Atrofi papil
• NVI + GNV
Prognosis:
• Buruk. Visus dapat pulih hanya bila : 1. Oklusi teratasi 1-2 jam set kejadian, 2. Sumbatan
sementara (spasme), 3. Ada arteri silioretinal
Terapi:
• Tujuan terapi adalah memulihkan aliran darah retina secepatnya. Caranya dgn
menurunkan tekanan intraokular :
– parasentesis (aspirasi cairan HA 0.15 - 0.2 cc)
– Asetasolamid (Diamox) 500 mg. i.v.
– masase digital bola mata
– campuran 95% O2 - 5% CO2
20
• Cari penyebab --> konsul Peny. Dalam
III.1.2.4 Oklusi Vena Retina
Seperti OAR, keluhan suram mendadak tanpa rasa nyeri. Dikenal 2 jenis
yaitu tipe sentral (OVRS) sumbatan di belakang lamina krobrosa dan tipe
cabang (OVRC) sumbatan di depan lamina kribrosa, prevalensinya OVR 4-5
kali lebih sering dari OAR (French, 2002)..
• Sebab-sebab :
– hipertensi & arteriosklerosis (60%)
• T.adventitia sama pada persilangan a-v. sklerosis --> vena
terdesak --> aliran lambat --> trombus --> oklusi
– glaukoma sudut terbuka (40-7-%)
– hiperviskositas (polisitemi, hiperlipidemi, leukemi, dll)
– trombloflebitis
– dll
• Gejala :
– visus mendadak suram
– mata luar tenang
– funduskopi :
• vena dialtasi dan berkelok-kelok
• edema, perdarahan, eksudat lunak
• Komplikasi :
– GNV
• 30-35% dari OVRS, 1-3 bulan set.onset
• Pada OVRC :
– jarang terjadi GNV
– cabang nasal --> visus tidak terganggu
• Prognosis :
– tanpa GNV --> edema, perdarahan, eksudat perlahan-lahan diserap
• Terapi :
– terapi medikamentosa tidak ada manfaat
21
– fotokoagulasi laser
– cari penyebab --> konsul Peny. Dalam
Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah
III.1.3 Katarak
III.1.3.1 Definisi
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak
kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi,
pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis
anterior (Smeltzer, Suzzane C, 2002). Menurut Corwin (2001), katarak adalah
penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih
abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-
protein lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi.
Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan
pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan
berjalan progresif. Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah kekeruhan lensa yang
normalnya transparan dan dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh
berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan (Indiana University, 2012).
III.1.3.2 Klasifikasi
Jenis- jenis katarak menurut Vaughan, Dale (2000) terbagi atas :
- Katarak senilis
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satusatunya
gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
- Katarak pada anak-anak
22
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak
katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat
faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau
beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab
spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan olehtrauma, baik tumpul maupun
tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
- Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa
atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya
benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan
kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
- Katarak Komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada
fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya
mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan
dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa dan pelepasan retina.
- Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut:
diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik,
galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
- Katarak Toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai
akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu
23
makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik
maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
Klasifikasi lain :
- Katarak Develompental
Merupakan kelainan kongenital kekeruhan lensa yang timbul pada saat lensa
dibentuk. Kekeruhan lensa sudah terdapat pada waktu bayi baru lahir. Katarak
kongenital sering ditemukan dengan ibu-ibu yang menderita rubella, diabetes melitu,
toksoplasmosis dan lain sebagainya (Indiana University, 2012).. Pemeriksaan yang
bisa kita lakukan untuk mencari penyebab dan faktor resiko yaitu :
o Riwayat prenatal ibu
o Pemakaian obat saat hamil
o Adanya kejang, tetani, ikterus, hepatosplenomegali
o Bayi premature
o Bayi dengan gangguan saraf atau retardasi mental
Untuk gejala klinisnya :
o Pupil bayi akan terlihat bercak putih / leukokoria
o Adanya ambliopia sensoris terjadi karena macula lutea tidak mendapat cukup
rangsangan karena tidak berkembang
o Terdapat nistagmus
Bentuk-bentuk katarak kongenital antara lan :
Arteria Hialoidea yang persisten terjadi karena penyerapan arteri
hialoidea tidak berlangsung sempurna sehingga tertinggal di belakang
lensa sebagai bercak putih
Katarak Polaris anterior berbentuk pyramid mempunyai dasar dan
puncak
Katarak Polaris posterior
24
Katarak zonularis kekeruhan padat, tersusun sebagai garis yang
mengelilingi bagian yang keruh (Riders). Biasanya disertai dengan
keluhan kejang.
- Katarak Degeneratif
o Katarak Primer
Menurut usia terdapat 3 golongan
Katarak juvenile < 20 tahun
Katarak presenilis 20-50 tahun
Katarak Senilis ≥50
o Katarak Komplikata
Merupakan katark akibat penyulit dari penyakit lain. Penyebabnya bisa
penyakit lokal dimata, penyakit sistemik dan trauma.
Penyakit mata
Uveitis kekeruhan dapat bermacam-macam, bisa difus, total,
terbatas pada tempat sinekia posterior
Glaukoma kekeruhan seperti bercak porselen
Miopia maligna degenerasi badan kaca yang menyebabkan
nutrisi lensa terganggu. Sering bersama dengan dislokasi lensa.
Alasio retina yang sudah lama terjadi
Penyakit sistemik
DIabetik pada umur pubertas atau dewasa tampak sebagai
kekeruhan berupa bercak salju di lensa.
Trauma
Akibat trauma tembus maupun yang tak tembus dapat mersak
kapsul lensa, cairan COA masuk kedalam lens sehingga terjadi
kekeruhan yang menyebabkan terjadinya katarak.
III.1.3.3 Etiologi
Penyebab terjadinya katarak bermacam-macam. Umumnya adalah usia
lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di
25
masa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan perkembangan. Dapat juga
terjadi karena traumatik, terapi kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik
atau metabolik, seperti diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik.
Rokok dan konsumsi alkohol meningkatkan resiko katarak (Edward, 2012).
III.1.3.4 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela (Edward,
2012).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa
suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak (Edward, 2012).
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang
26
normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol,
merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama (Edward, 2012).
III.1.3.4 Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan
penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika
lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan
dan susah melihat di malam hari (Edward, 2012).
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau
putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika
katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan
mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu
mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkel yang
disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang
perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka.
Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan
menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Edward,
2012).
27
Menurut mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu insipiens, matur, imatur,
dan hipermatur.
Tabel 2. Klasifikasi katarak primer
Sumber : Nana, Wiljana 1993
III.1.3.5 Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak,
lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah
mengangkat lensa in toto, yakni didalam kapsulnya melaui insisi limbus superior
140-1600. pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior,
bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks
28
lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan
irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang
menggunakan getaran- getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks
melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah
penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak
senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika
dimasukkan lensa intraokuler. Pada beberapa tahun silam, operasi katarak
ekstrakapsular telah menggantikan prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah
katarak yang paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa apabila kapsul
posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke dalam kamera
posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan edema
makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh (Sidarta, 2012).
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi
biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga,
tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan
atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut
selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang
pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata.
Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah
operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa
intraokuler sambil menantikan kacamata permanen (Sidarta, 2012).
III.1.4 Glaukoma
III.1.4.1 Definisi
Adalah kelompok penyakit mata yang disebabkan oleh tingginya tekanan
bola mata sehingga menyebabkan rusaknya saraf optik yang membentuk bagian-
bagian retina dibelakang bola mata (Sidarta, 2012).
III.1.4.2 Epidemiologi
29
Di Indonesia, angka kejadian glaukoma 0,4 persen. Di AS, angka kejadian
glaukoma 0,27 persen hingga 5,6 persen. Di Swedia 0,86 persen, Inggris 0,64
persen, dan Jamaika 1,4 persen (Sidarta, 2012).
III.1.4.3 Etiologi
Badan siliar memproduksi terlalu banyak cairan mata sedang pengeluarannya pada
anyaman trabekulum normal (glaukoma hipersekresi) (Sidarta, 2012).
Hambatan pengaliran pada pupil waktu pengaliran cairan dari bilik mata belakang
kedepan bilik mata depan (glaukoma blockade pupil).
Pengeluaran dari sudut mata tinggi (glaukoma simpleks, glaukoma sudut tertutup,
glaukoma sekunder akibat geniosinekia).
III.1.4.4 Faktor Predisposisi
Umur ( >40 tahun)
Riwayat glaukoma di dalam keluarga.
Tekanan bola mata tinggi
Miopia (rabun jauh)
Diabetes (kencing manis)
Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Migrain atau penyempitan pembuluh darah otak (sirkulasi buruk)
Kecelakaan/operasi pada mata sebelumnya
Obat-obatan
III.1.4.5 Klasifikasi
30
Glaukoma primer
Penyebab tidak diketahui, dibagi atas dua petunjuk :
Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks).
Glaukoma sudut tertutup (galukoma sudut sempit).
Bersifat diturunkan, pada pasien usia di atas 40 tahun.
Biasanya mengenai kedua mata.
a. Glaukoma primer sudut terbuka (Glaukoma simpleks, glaukoma kronik, wide angle
glaucoma).
Perjalanan penyakit kronik, bisa tanpa gejala dan berakhir dengan kebutaan.
Tekanan pada bola mata selamanya di atas batas normal atau lebih besar dari 24
mmHg.
Lapang pandangan memperlihatkan gambaran khusus kampus glukoma seperti
melebarnya titik buta, skotoma bjerrum dan skotoma tangga ronne.
Mengenai ke-2 mata dan sering derajat beratnya penyakit tidak sama.
Pada pemeriksaan funduskopi terlihat ekskavasi glaukomatosa papil.
Pada pemeriksaan genioskopi terlihat sudut bilik mata terbuka lebar. Sudut bilik
mata depan terbuka, hambatan aliran humor akuesus mungkin terdapat pada
trabekulum, kanal schlemn dan pleksus vena didaerah intrasklera.
Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan proses degenerasi dari trabekulum
ke kanal schlemn.
Terlihat penebalan dan sclerosis dari serat trabekulum, vakuol dalam endotel dan
endotel yang hiperselular yang menutupi trubekulum dan kanal schlemn.
Biasanya pada usia 40 tahun atau lebih, penderita DM, pengobatan kortikosteroid
lokal ataupun sismetik yang lama, riwayat glaukoma pada keluarga.
31
Tanda-tanda glaucoma simpleks :
Bilateral.
Herediter.
Tekanan intra ocular yang meninggi.
Sudut COA yang terbuka.
Bola mata yang tenang.
Lapang pandangan yang mengecil dengan macam-macam skotoma yang
khas.
Penggaungan saraf optik.
Perjalanan penyakitnya yang lambat progresif.
(Glaukoma kongresif akut, angle closure glaucoma, closed angle glaucoma)
B. Glaukoma primer sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan mendadak dari
tekanan intra okuler, yang disebabkan penutupan sudut COA yang mendadak oleh akar
iris, sehingga menghalangi sama sekali keluarnya humor akueus melalui trabekula,
menyebabkan :
- Meningginya tekanan intra okuler.
- Sakit yang sangat dimata secara mendadak.
- Menurunnya ketajaman pengelihatan secara mendadak.
- Tanda-tanda kongesti dimata (mata merah, kelopak mata bengkak).
C. Glaukoma sekunder
Merupakan glaukoma yang diketahui penyebabnya, biasanya dari penyakit mata
yang lain. Glaukoma sekunder, kelainannya terdapat pada :
32
Sudut bilik mata, akibat geniosinekia, hifema, stafiloma kornea dan kontusio sudut bilik
mata.
Pupil, akibat seklusi pupil dan oklusi relative pupil oleh sferotakia.
Badan silier, seperti rangsangan akibat luksasi lensa.
Kelainan lensa, katarak imatur, hiperatur, dan dislokasi lensa.
Kelainan uvea, uveitis anterior.
Trauma, hifem, dan inkarserasi iris.
Pasca bedah, blockade pupil, goniosinekia
Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke sudut bilik
mata.
Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan penutupan
sudut bilik mata.
Katarak hiperatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi jalan keluar
cairan mata.
Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian lensa yang
lisis ini disebut glaukoma fakolitik, pasien dengan galukoma fakolitik akan mengeluh
sakit kepala berat, mata sakit, tajam pengelihatan hanya tinggal proyeksi sinar. Pada
pemeriksaan objektif terlihat edema kornea dengan injeksi silier, fler berat dengan tanda-
tanda uveitis lainnya, bilik mata yang dalam disertai dengan katarak hiperatur. Tekanan
bola mata sangat tinggi.
D. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital terdiri dari berbagai penyakit. Dapat timbul saat lahir atau
dalam tahun pertama (Sidarta, 2012). Gejala dan tanda termasuk:
Mata berair berlebihan
Peningkatan diameter kornea (buftalmos)
33
Kornea berawan karena edema epitel
Terpisahnya membran Descement
Glaukoma kongenital biasanyaa diterapi dengan pembedahan. Dibuat insisi pada jalinan
trabekula (goniotomi) untuk meningkatkan drainase akueous atau dibuat pasase langsung
di kanal Schlemm dan bilik mata anterior (trabekulotomi).
E. Galukoma absolut
Glaukoma absolut adalah akhir dari semua macam glaukoma, merupakan
suatu glaukoma yang terbengkalai sampai buta total. Matanya keras seperti batu,
karena tekanan intraokuler yang sangat tinggi, buta dan sering sakit sekali.
(Sidarta, 2012).
Bila timbul sakit yang tak tertahankan dapat disuntikkan alcohol
retrobulber atau dilakukan krioterapi untuk mengurangi nyerinya. Kalau dengan
pengobatan tak dapat di atasi dilakukan enukleasi bulbi. Jika tak menimbulkan
rasa sakit, dibiarkan saja. (Sidarta, 2012).
III.1.4.5 Manifestasi klinis
Bila memandang lampu neon/sumber cahaya maka akan timbul warna pelangi di sekitar
neon.
Mata terasa sakit karena posisi mata dalam keadaan membengkak.
Penglihatan yang tadinya kabur lama kelamaan akan kembali normal.
Glaukoma akut ditandai oleh nyeri mata hebat dan gangguan lapang pandang secara
mendadak. Individu melaporkan bahwa is melihat “halo” cahaya di sekitar benda.
Pembesaran mata dapat terjadi.
34
Glaukoma kronis ditandai oleh penurunan secara lambat ketajaman penglihatan dan
penglihatan kabur, yang dimulai di penglihatan perifer. Sakit kepala dan nyeri mata dapat
terjadi ketika kondisi memburuk. Mata mungkin merah dan nyeri jika disentuh.
III.1.4.6 Diagnosa Banding
Pada iriditis akut terdapat lebih banyak fotofobia, tetapi rasa nyerinya kurang jika
dibandingkan dengan glaukoma. Tekanan intraokular normal, pupil kecil dan kornea
tidak sembab. “Flare” dan sel-sel terlihat didalam bilik mata depan, dan terdapat injeksi
siliar dalam (deep ciliary injection). (Sidarta, 2012).
Pada konjungtivitis akut tidak begitu nyeri atau tidak nyeri sama sekali, dan tajam
pengelihatan tidak menurun. Ada kotoran mata dan konjungtiva sangat meradang, tetapi
tidak ada injeksi siliar. Reksi pupil normal, kornea jernih dan tekanan intraokular normal.
(Sidarta, 2012).
Iridosiklitis dengan glaukoma sekunder kadang-kadang sukar dibedakan. Goniuskopi
untuk menentukan jenis sudut sangatlah membantu. Jika pengamatan terganggu dengan
adanya kekeruhan kornea atau kekeruhan didalam bilik mata depan, maka untuk
memastikan diagnosis bisa dilakukan genioskopi pada mata lainnya, dan ini sangat
membantu. (Sidarta, 2012).
GLSTT GLS GLIN
Serangan Dekade ke 5 Dekade ke 6 Bayi
Tipe penderita Emosional Arteriosklerotik Genetic
B.M.D Dangkal Normal Dalam sekali
Sudut BMD Sempit Biasa terbuka Kel. Kongenital
Halo + saat serangan - -
Papil Ekskavasi bila
lanjut
+ dini Dalam sekali
Tekanan Naik bisa
diprovokasi
Variasi diurnal
tinggi
Tinggi
Pengobatan Dini. Iridektomi Obat bila gagal Goniotomi
35
FILTR
Prognosis Dini baik Sedang/buruk Buruk
Tabel 3.Glaukoma (Martin Doyle)
Sumber : Ilyas, Sidarta 2012
III.1.4.7 Diagnosis
Diagnosis glukoma sudut terbuka primer ditegakan apabila ditemukan kelainan –
kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang disertai peningkatan
tekanan intraokular, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan tidak terdapat
sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. (Sidarta, 2012).
Sekitar 50 % pasien glaukoma sudut terbuka primer memperlihatkan tekanan intraokular
(Sidarta, 2012).yang normal sewaktu pertama kali diperiksa, sehingga untuk menegakan
diagnosis diperlukan pemeriksaan Tonometri berulang. (Sidarta, 2012).
Bila ternyata tensi intraokulernya lebih dari 20 m Hg, harus dilakukan pemeriksaan
glukokoma yang lengkap sepeti :
Tonometri, lapang pandangan, oftalmoskopi, gonioskopi, tes provokasi (tes minum air,
pressure congestion test, tes steroid ), tonografi.
1.1.4.8 Terapi
1.1.4.8.1 Pencegahan
Melakukan pengukuran tekanan bola mata secara rutin.
Pemeriksaan mata rutin setiap 6 bulan sekali.
Menggunakan pelindung mata jika memiliki pekerjaan yang beresiko tinggi
cedera.
Tidak menggunakan steroid dalam jangka waktu lama.
Mengontrol penyakit yang menjadi factor resiko glaukoma, seperti DM dan
hipertensi.
1.1.4.8.2 Farmakologi
Antagonis Beta-Adrenergik
Berfungsi menurunkan TIO dengan mengurangi pembentukan Humor Aqueus.
36
Penghambat Beta yang umum adalah Timolol, Levobunolol (Betagen), dan
Optipranolol (Metipranolol). Bahan selektif beta, seperti Bataksolol (Betoptic)
hanya mempengaruhi tempat reseptor beta tertentu. (Sidarta, 2012).
Kolinergik
Bahan kolinergik topical (misalnya Pilokarpin Hidroklorida 1 % - 4 %,
Asetilkolin Klorida, Karbakol) digunakan dalam penanganan glaukoma jangka
pendek dengan penyumbatan pupil akibat efek langsungnya pada reseptor
parasimpatis iris dan badan siliar. (Sidarta, 2012).
Sebagai akibatnya, spincter pupil akan berkonstriksi, iris mengencang, volume
jaringan iris pada sudut akan berkurang. Iris perifer tertarik menjauhi jaring-jaring
trabekula. Perubahan ini memungkinkan Humor Aqueus mencapai saluran keluar
dan akibatnya terjadi penurunan TIO (Sidarta, 2012).
Agonis Adrenergik
Digunakan bersama dengan bahan penghambat beta-adrenergik, berfungsi saling
sinergi dan bukan saling belawanan.
Agonis Adrenergik Topikal menurunkan TIO dengan meningkatkan aliran keluar
Humor Aqueus, memperkuat dilatasi pupil, menurunkan produksi Humor Aqueus,
dan menyebabkan konstriksi pembuluh darah konjungtiva.
Contohnya adalah Epinefrin dan Fenilefrin Hidroklorida ( Neosynephrine )
(Sidarta, 2012).
Inhibitor anhidrase karbonat
Inhibitor Anhidrase Karbonat, Misasetazolamid ( Diamox ) diberikan secara
sistemik untuk menurunkan TIO dengan menurunkan pembuatan Humor Aqueus.
Digunakan untuk menangani glaukoma sudut terbuka ( jangka panjang ) dan
glaukoma penutupan sudut ( jangka pendek ) dan galukoma yang sembuh sendiri,
seperti yang terjadi setelah trauma.
Dapat diberikan secara oral atau intravena. (Sidarta, 2012).
Diuretika Osmotik
37
Bahan hiperosmotik oral ( Gliserol ) atau intravena ( misalnya Manitol ) dapt
menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolalitas plasma dan menarik air dari
mata ke dalam peredaran darah.
Berguna untuk penanganan jangka pendek glaukoma akut dan untuk menurunkan
TIO preoperative. (Sidarta, 2012).
III.1.4.8.3 Non- Farmakologi
Bedah Laser untuk Glaukoma
Pembedahan laser untuk memperbaiki aliram Humor Aqueus dan menurunkan
TIO dapat diindikasikan sebagai penanganan primer glaukoma atau bisa juga
dipergunakan jika terapi obat tidak bisa ditoleransi.
Laser dapat digunakan pada berbagai prosedur yang berhubungan dengan
penanganan glaukoma. Contohnya :
Laser Trabeculoplasty
Tindakan ini dilakukan dengan local anestesi unutk
membuat lubang di jaringan trabekular untuk membuka sudut
unutk mempermudah aliran keluar Humor Aqueus.
Laser Iridotomy/ Iridektomy Perifer
Mengurangi tekanan dengan mngeluarkan bagian iris
untuk membangun kembali outflow Humor Aqueus. (Sidarta,
2012).
Bedah Konvensional
Prosedur bedah konvensional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil atau
peralatan laser tidak tersedia. Macam-macam bedah konvensional, antara lain :
Iridektomy Perifer atau Sektoral
38
Untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran Humor
Aqueus dari kamera posterior ke kamera anterior. Diindikasikan pada
penanganan glaukoma dengan penyumbatan pupil. (Sidarta, 2012).
Trabekulektomy ( Prosedur Filtrasi )
Untuk menciptakan saluarn pengairan baru melalui sklera.
Trabekulektomy meningkatkan aliran keluar Humor Aqueus dengan memnita
struktur pengairan pengaliran yang alamiah. Komplikasi meliputi Hipotoni
( TIO rendah yang tidak norma ), Hifema ( darah di kamera anterior mata ),
infeksi, kegagalan filtrasi. (Sidarta, 2012).
Prosedur Seton
Meliputi penggunaan berbagai alat lintasan Aqueus Sintetis untuk
menjaga kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuka diimplantasi ke kamera
anterior dan menghubungkan dengan medan pengaliran episklera. Alat ini
paling sering digunakan pada mereka yang memiliki TIO tinggi, yang berisiko
terhadap pembedahan atau yang prosedur filtrasi awalnya gagal. (Sidarta,
2012).
III.1.4.9 Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar penyakit glaukoma dapat
ditangani dengan baik. (Sidarta, 2012).
III.1.4.10 Komplikasi
Sinelia Anterior Perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar.
(Sidarta, 2012).
Katarak
Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak.
Lensa yang membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang akan
menambah hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat
hambatan sudut. (Sidarta, 2012).
39
Atrofi retina dan saraf optik
Daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang
tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi
retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion. (Sidarta, 2012).
III.1.5 Retinopati
III.1.5.1 Definisi
Retinopati adalah kelainan pembuluh darah yang menuju ke mata berupa
perdarahan, tidak adekuatnya pasokan darah dan penyumbatan pembuluh darah.
Akibat yang serius adalah kerusakan retina, yang kadang-kadang menetap dan
menyebabkan penurunan fungsi penglihatan bahkan kebutaan. (Sidarta, 2012).
III.1.5.2 Klasifikasi
- Retinopati Diabetik
Retinopati Diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa
aneurismata, melebarnya vena,perdarahan dan eksudat lemak. Penderita Diabetes
Mellitus akan mengalami retinopati diabetik hanya bila ia telah menderita lebih dari 5
tahun. Bila seseorang telah menderita DM lebih 20 tahun maka biasanya telah terjadi
kelainan pada selaput jala / retina.Retinopati diabetes dapat menjadi agresif selama
kehamilan, setiap wanita diabetes yang hamil harus diperiksa oleh ahli optalmologi/
dokter mata pada trimester pertama dan kemudian paling sedikit setiap 3 bulan
sampai persalinan. (Sidarta, 2012).
Klasifikasi :
o Retinopati Diabetes non proliferatif / NPDR (Non proliferative diabetic
retinopathy) adalah suatu mirkoangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kebanyakan orang
dengan NPDR tidak mengalami gejala atau dengan gejala yang minimal pada
fase sebelum masa dimana telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi.
(Sidarta, 2012).
40
o Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR adalah penyulit mata yang paling
parah pada diabetes melitus adalah retinopati diabetes proliferatif, karena
retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan membentuk
pembuluh darah baru yang abnormal (neovaskuler). Neovaskuler atau
pembuluh darah liar ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah
pecah sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah kedalam badan kaca yang
mengisi rongga mata, menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters
(bayangan benda-benda hitam melayang mengikuti penggerakan mata) atau
mengeluh mendadak penglihatannya terhalang. Penatalaksanaan bedah untuk
penyakit ini adalah :
o Perdarahan vitreous: the diabetic retinopathy vitrectomy study (DRVS) telah
menetapkan vitrektomi awal pada pasien dengan perdarahan vitreous sekunder
pada PDR. (Sidarta, 2012).
o Traktional retinal detashmen: vitrektomi bertujuan untuk memperbaiki traksi
vitreoretina dan memfasilitasi perlekatan kembali retina oleh penarikan atau
pengelupasan vitreous kortikal atau posterior hialoid keluar dari permukaan
retina (Sidarta, 2012).
Medical management prinsipnya adalah memperlambat dan mencegah
komplikasi. Ini bisa dicapai oleh pelaksanaan pemeriksaan lokal dan
menyeluruh yang mempengaruhi onset NPDR dan progresif menjadi PDR.
(Sidarta, 2012).
- Retinopati Hipertensi
Retinopati Hipertensi (hypertensive retinopathy) adalah kerusakan pada retina
akibat tekanan darah tinggi. Retinopati Hipertensi adalah kelainan-kelainan retina dan
pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Kelainan pembuluh darah dapat
berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam,
fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah. Kelainan pembuluh darah ini dapat
mengakibatkan kelainan pada retina yaitu retinopati hipertensi.Retinopati hipertensi
41
dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat
memberikan gambaran seperti bintang (star figure). Sejak tahun 1990, beberapa
penelitian epidemiologi telah dilakukan pada sekelompok populasi penduduk yang
menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak
ditemukan pada usia 40 tahun ke atas. (Sidarta, 2012).
Ketika tekanan darah menjadi tinggi, seperti pada Hipertensi, retina menjadi
rusak. Bahkan hipertensi ringan bisa merusak pembuluh darah retinal jika tidak
segera diobati dalam setahun. Hipertensi merusak pembuluh darah kecil pada retina,
menyebabkan dinding retina menebal dan dengan demikian mempersempit pembuluh
darah terbuka dan mengurangi suplai darah menuju retina. Potongan kecil pada retina
bisa menjadi rusak karena suplai darah tidak tercukupi. Sebagaimana perkembangan
Retinopati Hipertensi (Hypertensive retinopathy), darah bisa bocor ke dalam retina.
Perubahan ini menyebabkan kehilangan penglihatan secara bertahap, terutama jika
mempengaruhi macula,bagian tengah retina. (Sidarta, 2012).
Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie, sebagai berikut :
(1) Stadium I : terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil.
(2) Stadium 2 : penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan penciutan
setempat sampai seperti benang, pembuluh darah arteri tegang, membentuk
cabang keras.
(3) Stadium 3 : lanjutan stadium 2, dengan eksudat Cotton, dengan perdarahan
yang terjadi akibat diastole di atas 120 mmHg, kadang-kadang terdapat keluhan
berkurangnyapenglihatan.
(4) Stadium 4 : seperti stadium 3 dengan edema pupil dengan eksudat star figure,
disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastole kira-kira 150
mmHg.
Terapi yang diberikan pada retinopati hipertensi adalah
– terhadap hipertensinya minum obat hipertensi
– gejala o/ hipertensi bisa menghilang; o/ sklerosis menetap
• edema papil, konstriksi fokal cepat hilang
• perdarahan, eksudat lunak hilang dlm. bbrp. minggu-bulan
42
• eksudat keras hilang dlm 4-6 bln/>
- Retinopati Pigmentosa
Berdasarkan visual impairment and Blindness, Retinitis Pigmentosa
merupakan salah satu penyebab kehilangan visus yang penting pada usia-usia
produktif. Retinitis Pigmentosa merupakan merupakan distrofi pigmen retina primer,
merupakan kelainan heriditer yang kelainannya lebih menonjol pada rods dari pada
cone. Kebanyakan diturunkan secara autosomal resesif, diikuti dengan autosomal
dominan dan paling sedikit diturunkan melalui X-liked resesif. Retinopati pigmentosa
merupakan penyakit herediter, dimana terjadi degenerasi berpigmen dari jaringan
retina. Karakteristiknya adalah terjadinya degenerasi fotoreseptor dan EPR secara
progresif paling berat bila diturunkan secara X-linked resesif, paling ringan bila
otosomal dominan. Gejala subjekstif buta senja, visus menurun secara menahun
sampai < 6/60 dalam 4-10 tahun. Pada X-linked p.u. terjadi > dini (ggn. baca usia 20
thn, buta usia 40-an), sering disertai ggn. Pendengaran. Funduskopi : atenuasi
pembuluh darah retina, bercak-bercak pigmen bentuk seperti sel-sel tulang t.u.
midperifer sekitar pb. darah dgn retina agak abu-abu kotor. Pada perimetri terjadi
skotoma anularis. Sebagian besar pengobatan tidak berhasil, sampai saat ini belum
ada pengobatan yang efektif untuk penyakit ini. (Sidarta, 2012).
1.Evaluasi terhadap penghentian progresifitas perjalanan penyakit yang telah
dicoba dari tahaun ke tahun, termasuk: vasodilar, ekstrak plasenta, tranplantasi otot rektus
ke dalam rongga suprakoroid, light exclusion therapi, terapi ultrasonik, terapi akupuntur.
Belum lama ini, Vitamin A dan E telah direkomendasikan untuk mengontrol
progresifitas. (Sidarta, 2012).
2.Low vision aids (LVA) dalam bentuk magnifying glasses, dan night vision
device, mungkin dapat membantu.
3.Rehabilitasi pasien yang berpengaruh terhadap dirinya seperti latar belakang
sosial ekonomi.
4.Profilaksis, konseling genetik untuk tidak menikah dengan keturunan yang sama
untuk menghindari diturunkannya insiden penyakit ini. Selanjutnya bagi yang sudah
menikah dianjurkan untuk tidak mempunyai anak.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, Taylor. Trauma Mata. Dalam: Vaughan. Oftalmologi Umum Edisi XVII. Jakarta:
Widya Medika. 2008; 373-80.
2. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1993; 312-26.
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. FK-UI, Jakarta: 2004; 192-8.
4. Peate, W. F, Work Related Eye Injuries And Illness. Available at: www.aafp.org. February
17, 2012.
5. Soeroso, A. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Ruda Paksa. www.portalkalbe.com.
Diunduh pada 15 februari 2012.
6. Chew, Chris. Trauma. Dalam : James. Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta: Erlangga. 2006;
176 – 85.
7. Indiana University. Traumatic Cataract. Available at:
http://www.opt.indiana.edu/NewHorizons/Graphics/Tray2/Slide07. February 15 , 2012.
8. Edward SH Eye Institute. Digital Reference of Ophthalmology-Traumatic Cataract.
Available at: http://dro.hs.columbia.edu/lc2/soemmeringb. February 18 , 2012.
9. Webmaster. Traumatic Cataract. Available at
:http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/ophthalmology. February 18, 2012.
10. Berson, FG. Ocular and Orbital Injuries. In : Basic Ophtalmology. 6th ed. American Academy
of Ophtalmology. 1993; 82-87.
44
11. Khun Frenc, Piramici J Dante. In : Emergensi Management Of Trauma Ocular,. Department
of OphthalmologyUniversity of Pécs. Hungary. 2002; 71-86.
12. Rodriguez, Jorge. Prevention And Treatment Of Common Eye Injuries In Sport. Available
at: www.aafp.org. February 17, 2012.
13. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.
14. Mason H. Anatomy and Physiology of the Eye, in Mason, H. & McCall, S. Visual
Impairment: Access to Education for Children and Young People, David Fulton Publishers,
London, 1999. p:30-38
15. Rappon, Joseph M. Primary Care Ocular Trauma Management. Available at:
www.pacificu.edu/optometry. February 17, 2012.