bab iii

72
BAB III PEROLEHAN DATA PENILAIAN FORMASI UNTUK IDENTIFIKASI KERUSAKAN FORMASI Penilaian formasi adalah serangkaian kegiatan pencatatan atau pengukuran data tentang sifat fisik batuan dan fluida formasi yang ditembus oleh lubang bor. Kegiatan ini dapat dilakukan baik ketika pemboran sedang berlangsung maupun pada saat pemboran dihentikan sementara atau setelah mencapai target yang dikehendaki. Perolehan data penilaian formasi untuk identifikasi kerusakan formasi menggunakan metode Analisa Inti Batuan, Well Logging dan Well Testing. Selain itu, metode penilaian formasi juga berfungsi untuk mendapatkan lokasi dari akumulasi hidrokarbon dengan cepat, menentukan jenis reservoir, menilai potensial sumur serta untuk mengetahui penyebab adanya gangguan pada semua produksi. 3.1. Analisa Inti Batuan Core atau inti batuan merupakan contoh batuan yang diambil dari formasi dan kemudian dianalisa di laboratorium. Setiap core yang diterima di laboratorium

Upload: rahman-el-hasyim-el-diaz-el-shirazy

Post on 02-Jan-2016

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Teori Dasar mengenai ESP lagi Sodara Sodara... ini paling penting dan sangat pentingj hahaha

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III

BAB III

PEROLEHAN DATA PENILAIAN FORMASI UNTUK

IDENTIFIKASI KERUSAKAN FORMASI

Penilaian formasi adalah serangkaian kegiatan pencatatan atau pengukuran

data tentang sifat fisik batuan dan fluida formasi yang ditembus oleh lubang bor.

Kegiatan ini dapat dilakukan baik ketika pemboran sedang berlangsung maupun pada

saat pemboran dihentikan sementara atau setelah mencapai target yang dikehendaki.

Perolehan data penilaian formasi untuk identifikasi kerusakan formasi

menggunakan metode Analisa Inti Batuan, Well Logging dan Well Testing. Selain

itu, metode penilaian formasi juga berfungsi untuk mendapatkan lokasi dari

akumulasi hidrokarbon dengan cepat, menentukan jenis reservoir, menilai potensial

sumur serta untuk mengetahui penyebab adanya gangguan pada semua produksi.

3.1. Analisa Inti Batuan

Core atau inti batuan merupakan contoh batuan yang diambil dari formasi dan

kemudian dianalisa di laboratorium. Setiap core yang diterima di laboratorium setelah

disusun sesuai dengan nomor sampel dan urutan kedalamannya kemudian dianalisa

satu persatu. Analisa core ini untuk mengukur besaran-besaran petrofisik dari core

secara langsung meliputi pengukuran porositas, permeabilitas, saturasi fluida dan

tekanan kapiler. Core yang diambil dari formasi paling tidak telah mengalami dua

proses, yaitu proses pemboran dan proses perubahan kondisi tekanan dan temperatur,

dari kondisi formasi ke kondisi permukaan. Pada saat pemboran, core dipengaruhi

oleh air filtrat lumpur pemboran yang dipergunakan yang akan mengubah harga

saturasi, sedangkan adanya perubahan kondisi dari kondisi formasi ke permukaan,

mempengaruhi harga saturasi core akibat terjadinya ekspansi gas.

Page 2: BAB III

3.1.1. Penentuan Porositas

Pengukuran besarnya harga porositas dilakukan dengan cara menentukan

besarnya volume pori-pori dan volume bulk batuan dengan menggunakan dua

metode, yaitu:

a. Boyle’s Law Porosimeter

Pada boyle’s law porosimeter (Gambar 3.1), dua buah cell yang telah

diketahui volumenya, yaitu V1 dan V2 dihubungkan dengan manometer G melalui

kran A. Pada kondisi I kran B tertutup, sedang kran A yang berhubungan dengan

manometer dibuka, sehingga gas mengisi cell 1 sampai tekanannya menjadi (P1 + Pa).

Selanjutnya core ditempatkan pada cell 2 pada tekanan atmosfer, kemudian kran B

dibuka sehingga kedua cell itu saling berhubungan dan tekanan di cell 2 adalah

(P2 + Pa), keadaan ini disebut sebagai kondisi II. Dengan mengasumsikan terjadi

ekspansi isothermal dari gas tersebut maka besarnya volume butiran batuan

ditentukan dengan menggunakan persamaan:

Vs = V1 + V2 – (P1/P2 ) V1 ................................................... (3-1)

dimana:

Vs = volume butiran

V1 = volume cell-1

V2 = volume cell-2

P1, P2 = tekanan manometer pada keadaan I dan II

Dengan mengetahui besarnya bulk volume batuan, maka volume pori dapat

diperoleh dengan cara sebagai berikut:

volume pori = bulk volume - volume butiran ......................... (3-2)

sedangkan untuk memperoleh besarnya bulk volume dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu:

1. Menggunakan dimensi sampel core untuk bentuk sampingan teratur

Page 3: BAB III

2. Menggunakan peralatan elektronik Hg picnometer yang telah dikalibrasikan

dengan pertolongan bola besi yang telah diketahui volumenya, untuk bentuk

sampel core yang tidak teratur.

Gambar 3.1 Skema Boyle’s Law Porosimeter

(Pirson, S.J.; “Oil Reservoir Engineer”)

b. Saturation Method

Pada saturation method ini volume pori-pori core diukur secara gravimetri,

yaitu dengan jalan menetesi core sampai jenuh dengan fluida yang telah diketahui

berat jenisnya. Kemudian core ditimbang, baik pada waktu kering maupun pada

waktu jenuh. Volume pori-pori core dicari dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

.......................................................................... (3-3)

dimana:

Vp = volume pori-pori

Ws = berat sampel dalam keadaan jenuh

Wd = berat sampel dalam keadaan kering

Page 4: BAB III

f = berat jenis fluida

Secara skematis peralatan yang digunakan pada pengukuran porositas dengan

saturation method dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Skema Saturation Method

(Gatlin C.; “Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”)

3.1.1.3. Penentuan Saturasi

Pengukuran saturasi fluida pada analisa core dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu:

a. Metode Retort

Dalam metode ini, core yang akan dianalisa ditempatkan pada retort dan

dipanaskan pada temperatur 400 F selama satu jam. Fluida yang menguap

dikondensasikan kemudian minyak yang dihasilkan dipisahkan dengan centrifuge.

Selanjutnya temperatur dinaikkan sampai 1200 oF dengan harapan minyak berat dapat

teruapkan dan hasil kondensasinya dicatat. Gambar 3.3 menunjukkan skema retort

apparatus yang biasa digunakan.

Page 5: BAB III

Gambar 3.3Skema Retort Apparatus

(Helander, D.P.; “Fundamental of Formation Evaluation”)

Besarnya saturasi fluida dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut:

................................................................................... (3-4)

................................................................................... (3-5)

dimana:

Sw = saturasi air

So = saturasi minyak

Vw = volume air yang diperoleh dari kondensasi

Vo = volume minyak yang diperoleh dari kondensasi

Page 6: BAB III

Vp = volume pori-pori batuan

Kelemahan dari metode ini adalah pada temperatur tinggi, bukan hanya air

yang keluar tetapi juga hidrat dan kristal yang akan mengembun dalam tabung

pengukur. Cracking hidrokarbon dapat pula terjadi, demikian pula dengan

kemungkinan pengendapan bahan-bahan padat, sedangkan keuntungan metode ini

adalah cepat untuk dilakukan dan pengukuran air serta minyak dapat langsung dibaca.

b. Metode Destilasi

Dalam metode ini, core yang akan dianalisa ditimbang terlebih dahulu,

kemudian ditempatkan pada thimble yang telah diketahui beratnya, dan dimasukkan

ke dalam suatu flask yang berisi cairan toluena (C6H5CH3) yang bertitik didih 112 oC.

Larutan toluena ini kemudian dipanaskan sehingga air dan toluena menguap, uap

yang terjadi dikondensasikan dan cairan yang didapat dicatat. Core dipanaskan terus

hingga volume cairan yang terkumpul konstan setelah itu core diambil dari thimble,

dikeringkan dan ditimbang. Saturasi fluidanya dapat dihitung dari berat total yang

hilang, volume air yang tertampung dan berat jenis minyak. Pada Gambar 3.4 dapat

dilihat skema dari Stark Dean Destilation Apparatus.

Saturasi fluidanya dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai

berikut:

Wt = Wo + Ww ........................................................................... (3-6)

Ww = Vw . Dw .............................................................................. (3-7)

Vo = {[(Wo + Ww) – Ww]}/Do ................................................... (3-8)

dimana:

Wo = berat minyak

Ww = berat air

Wt = berat total yang hilang

Vo = volume minyak

Vw = volume air yang terbaca pada trap

Dw = berat jenis air

Do = berat jenis minyak

Page 7: BAB III

Selanjutnya saturasi fluida dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan (3-4)

dan (3-5), dimana volume pori-pori telah diketahui sebelumnya.

Gambar 3.4 Skema Stark Dean Destilation Apparatus

(Helander, D.P.; “Fundamental of Formation Evaluation”)

3.1.3. Penentuan Permeabilitas

Permeabilitas yang diukur adalah permeabilitas absolut dari sampel core,

dengan menggunakan alat Permeability Plug Method (Fancher Core Holder).

Pengukurannya adalah dengan memberikan suatu test aliran pada core tersebut. Pada

test ini fluida yang biasa digunakan adalah gas atau udara, hal ini disebabkan aliran

steady state cepat tercapai, udara kering tidak mengubah komposisi mineral dalam

sampel core dan saturasi 100 % mudah diperoleh. Core yang akan diukur dimasukkan

ke dalam holder yang sesuai. Gas dialirkan melalui sampel core kemudian diukur

tekanan masuk dan tekanan keluar dengan manometer sebagai P1 dan P2. Skema

pengukuran permeabilitas absolut ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Page 8: BAB III

Gambar 3.5Skema Penentuan Permeabilitas Absolut dengan Manometer

(Helander, D.P.; “Fundamental of Formation Evaluation”)

Harga permeabilitasnya kemudian ditentukan dengan persamaan Darcy

sebagai berikut:

K = ..................................................... (3-9)

dimana:

K = permeabilitas batuan, darcy

Q2 = laju alir gas yang keluar, cc/dt

= viscositas gas pada temperatur test, cp

L = panjang sampel core, cm

A = luas penampang sampel core, cm2

P1 = tekanan masuk, atm

P2 = tekanan keluar, atm

Pengukuran permeabilitas absolut dengan menggunakan gas diperlukan suatu

koreksi, Klinkernberg memberikan cara koreksi sebagai berikut:

Kg = Ka (1 + b / Pm) ................................................................. (3-10)

dimana:

Kg = permeabilitas batuan terhadap udara yang diukur pada tekanan Pm

Ka = permeabilitas absolut batuan

B = konstanta yang tergantung pada ukuran pori

Page 9: BAB III

Pm = tekanan rata-rata pada saat test dilakukan

Berdasarkan hasil yang didapat, plot antara Kg terhadap 1/Pm , harga Ka diperoleh dari

ekstrapolasi grafik ke harga 1/Pm = 0.

Gambar 3.6Grafik Kg vs 1/Pm

(Gatlin C.; “Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”)

3.2. Well Logging

Metode logging pada dasarnya adalah pencatatan data sifat-sifat batuan

formasi, seperti sifat kelistrikan, radioaktifitas, cepat rambat gelombang suara dan

sebagainya ke dalam bentuk grafik terhadap kedalaman lubang bor. Grafik ini

digunakan untuk menginterpretasikan kondisi dari lubang bor atau formasinya untuk

dapat melakukan interpretasi dengan baik harus memahami sifat-sifat dari kurva

setiap log serta kondisi-kondisi yang mempengaruhinya. Dengan demikian

kesimpulan hasil interpretasi tidak akan menyimpang jauh dari kondisi yang

sebenarnya. Adapun metode logging yang akan dibicarakan di sini adalah:

1. Log Listrik (Elektric Log)

2. Log Radioaktif (Radioactive Log)

3. Log Akustik (Sonic Log)

Page 10: BAB III

3.2.1. Log Listrik

Log listrik (electric log) merupakan suatu plot antara sifat-sifat listrik lapisan

batuan yang ditembus oleh lubang bor terhadap kedalaman lubang bor tersebut. Sifat-

sifat ini diukur dengan berbagai variasi konfigurasi elektroda yang diturunkan

kedalam lubang bor dengan kabel baja.

Padatan batuan sedimen (butiran, matrik, semen) pada umumnya mempunyai

sifat tidak dapat menghantarkan arus listrik. Tetapi dengan adanya pori-pori yang

terisi fluida yang dapat menghantarkan arus listrik (air asin) atau terisi mineral clay,

maka batuan sedimen tersebut dapat menghantarkan arus listrik. Jika pori-pori batuan

sedimen tersebut hanya terisi minyak dan gas, maka batuan sedimen tersebut tidak

dapat menghantarkan arus listrik, karena minyak dan gas merupakan fluida yang

tidak dapat menghantarkan arus listrik.

Tahanan listrik (resistivity) formasi berkisar antara 0.2 sampai 1000 ohm

meter. Batuan yang banyak mengandung air formasi (air asin) akan mempunyai

resistivity yang rendah, sedangkan apabila banyak mengandung minyak atau gas atau

air tawar, maka resistivitynya akan lebih tinggi daripada batuan yang mengandung air

asin. Untuk formasi batuan clean sand yang mengandung air asin, tahanan formasinya

dapat dinyatakan dengan suatu faktor formasi dalam hubungannya dengan

persamaan:

Ro = F x Rw ........................................................................ (3-11)

dimana:

Ro = tahanan formasi dengan saturasi air formasi sebesar 100 %

F = faktor formasi

Rw = tahanan air formasi (air garam)

Tahanan batuan formasi akan tergantung pada jumlah fluida yang dapat

menghantarkan arus listrik pada ruang antar butiran. Jumlah fluida yang dapat

menghantarkan arus listrik dikontrol oleh porositas, sedangkan porositas yang

berhubungan dikontrol oleh sementasi dan distribusi ukuran butir, sehingga terdapat

hubungan antara faktor formasi dengan porositas dan sementasi. Hubungan tersebut

telah dikemukakan oleh Archie dan Humble, dapat dilihat pada pembahasan

Page 11: BAB III

mengenai sifat kelistrikan batuan. Pada umumnya log listrik dapat dibedakan menjadi

dua jenis:

1. Resistivity Log

2. Spontaneous Potensial Log (SP Log)

Pada Gambar 3.7 dapat dilihat mengenai simbol-simbol yang digunakan dalam

interpretasi log.

Gambar 3.7 Simbol yang Digunakan dalam Interpretasi Log

(Adi Harsono; “Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log”)

3.2.1.1. Resistivity Log

Kurva yang terbentuk pada resistivity log adalah sebagai akibat dari

pengukuran tahanan listrik formasi dengan dua atau tiga elektrode yang diturunkan

kedalam lubang bor. Dibandingkan dengan pengukuran SP log maka resistivity log

ini lebih sulit dan kompleks, karena peralatannya mempunyai elektrode ganda dan

Page 12: BAB III

Juga menggunakan sumber arus listrik. Dewasa ini banyak sekali jenis-jenis dari

resistivity log, diantaranya adalah:

1. Normal Log Device

Skema rangkaian dasar dari normal log device dapat dilihat pada Gambar 3.8,

dengan menganggap bahwa pengukurannya pada medium yang mengelilingi

elektrode-elektrode adalah homogen dengan tahanan batuan sebesar R ohm meter.

Elektrode A dan B pada rangkaian tersebut merupakan elektrode potensial, sedangkan

elektrode M dan N merupakan elektrode arus. Potensial P yang bersumber dari

generator mengalir dari elektrode A ke M, sehingga akan mengalir melingkar keluar

melalui formasi.

Gambar 3.8Skema Rangkaian Dasar Normal Log

(Helander, D.P.; “Fundamental of Formation Evaluation”)

Page 13: BAB III

Besarnya potensi yang mengalir tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

V = ................................................................. (3-12)

dimana:

V = intensitas arus konstan dari elektrode A, volt

AM = jarak antara elektrode A ke M , inchi

R = tahanan formasi, ohm meter

= konstanta : 3,14

Jarak antara A ke M disebut spacing, dimana untuk log normal ini mempunyai dua

spacing, yaitu:

a) Short normal device, dengan spacing 16 inchi

b) Long normal device, dengan spacing 64 inchi

Spacing ini akan mempengaruhi jarak penyelidikan di sekitar lubang bor, semakin

panjang spacingnya akan semakin dalam pula kemampuan penyelidikannya. Pada log

yang mempunyai spacing sepanjang 64” biasanya digunakan untuk mengukur

tahanan formasi yang sebenarnya (Rt). Sedangkan log dengan spacing pendek 16”

digunakan untuk mengukur tahanan formasi yang terkena invasi air filtrat lumpur

(Ri). Jadi pemilihan spacing ini akan tergantung pada tujuan atau jarak penyelidikan

yang diinginkan.

2. Lateral Log Device

Lateral log device ini mempunyai tiga elektrode yang dimaksudkan untuk

mendeteksi tahanan formasi yang tidak terinvasi oleh lumpur bor (Rt). Skema dari

rangkaian dasar lateral log device ini dapat dilihat pada Gambar 3.9. Arus listrik

konstan dialirkan melalui elektrode A, sedangkan beda potensial antara elektrode M

dan N ditempatkan pada permukaan lingkaran ekuipotensial yang berpusat di A, di

tengah-tengah antara elektrode M dan N terdapat titik O, dengan jarak AO adalah 18’

8”.

Page 14: BAB III

Gambar 3.9Skema Rangkaian Dasar Lateral Log Device

(Helander, D.P.; “Fundamental of Formation Evaluation”)

Besarnya perbedaan tegangan yang dipindahkan antara elektrode M dan N

adalah sebesar:

V = ................................................... (3-13)

Persamaan (3-13) di atas diturunkan berdasarkan anggapan bahwa lapisan batuan

formasinya cukup tebal dan merupakan formasi homogen.

Normal log dan lateral log sering disebut konvensional resistivity log, yang

hanya dapat digunakan dalam lumpur jenis water base mud. Dalam lumpur yang

salinitasnya besar, hasil pengukuran dengan konvensional resistivity log ini akan

menghasilkan data yang kurang akurat. Pembacaan yang baik akan didapatkan pada

Page 15: BAB III

lapisan tebal dan resistivity yang relatif tinggi. Harga tahanan yang dicatat oleh

konvensional resistivity log adalah harga tahanan semu bukan tahanan yang

sebenarnya. Hal ini karena harga tahanan yang tercatat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu diameter lubang bor, ketebalan lapisan, tahanan lumpur, diameter invasi

air filtrat lumpur, tahanan zone invasi dan tahanan lapisan batuan diatas dan

dibawahnya. Untuk mengoreksi pengaruh-pengaruh tersebut dapat digunakan suatu

set kurva seperti pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10Contoh Kurva Departure untuk Normal Log dan Lateral Log

(Helander, D.P.; “Fundamental of Formation Evaluation”)

Page 16: BAB III

Untuk menggunakan kurva tersebut diperlukan data resistivity lumpur Rm pada

temperatur formasi dan diameter lubang bor. Cara penggunaan kurva departure

adalah sebagai berikut:

a) Untuk Short Normal

Hitung harga R16” / Rm dan masukkan ke margin kiri, kemudian tarik garis

hingga memotong ukuran diameter lubang bor yang sesuai, dan baca harga

Ri/Rm di dasar kurva. Maka akan diperoleh harga Ri.

b) Untuk Lateral Log

Hitung harga R18’8” / Rm, selanjutnya langkah pengerjaannya sama dengan short

normal, hingga didapatkan harga Rt.

3. Induction Log

Pengukuran tahanan listrik batuan formasi dengan konvensional resistivity log

memerlukan adanya lumpur bor yang bersifat konduktif agar dapat digunakan untuk

menghantarkan arus listrik ke formasi. Akibatnya tidak satupun peralatan tersebut

yang dapat digunakan apabila lubang bor kosong, terisi minyak, gas, oil base mud

atau udara. Untuk mengatasi hal-hal semacam ini, maka dikembangkan peralatan

khusus yang dapat digunakan tanpa terpengaruh oleh kondisi-kondisi tersebut di atas.

Peralatan tersebut adalah Induction Log.

Prinsip kerja alat ini adalah arus bolak balik dengan frekuensi tinggi, yang

mempunyai intensitas konstan dikirimkan melalui kumparan pengirim (transmitter

coil) sehingga menghasilkan medan elektromagnetik yang akan menimbulkan arus

induksi di dalam formasi. Arus induksi yang berputar ini juga akan menimbulkan

medan magnet kedua yang dapat dideteksi oleh receiver coil. Besarnya medan

magnet yang kedua ini akan sebanding dengan konduktifitas formasi. Konduktifitas

formasi itu sendiri sebenarnya adalah kebalikan dari resistivity formasi. Skema

rangkaian induction log dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Page 17: BAB III

Gambar 3.11Skema Peralatan Induction Log

(Helander, D.P.; “Fundamental of Formation Evaluation”)

Tujuan utama dari induction log adalah menghasilkan suatu daerah investigasi

yang jauh di dalam lapisan tipis untuk menentukan Rt dan kadang-kadang untuk

korelasi, tanpa memandang jenis lumpur yang digunakan. Induction log ini akan

optimum pada kondisi berikut:

a) Dalam susunan batuan sand shale dengan Rt lebih kecil dari 100 ohm meter

b) Ketebalan lapisan lebih dari 5 feet.

c) Perbandingan antara Rmf terhadap Rw lebih dari 20

d) Rxo lebih besar dari harga Rt

Kelebihan dari induction log adalah dapat memperkecil pengaruh diameter

lubang bor, lapisan batuan di sekitarnya dan invasi air filtrat lumpur bor. Induction

log bila dikombinasikan dengan SP log dan Short normal 16”, akan membentuk

sebuah kombinasi yang lazim disebut dengan Induction Elektrical Survey (IES). Pada

kombinasi ini short normal 16” merupakan log pelengkap induction log dalam

Page 18: BAB III

menentukan Rt, selain itu juga dapat digunakan untuk mengoreksi induction log. IES

log ini akan memberikan harga Rt yang cukup akurat, kecuali bila invasi lumpur bor

terlalu jauh masuk ke dalam formasi, atau dalam lapisan yang mempunyai resistivity

yang lebih tinggi. Kondisi operasi yang baik adalah pada lumpur tanpa kandungan

garam dan formasi yang tidak terlalu resistif.

4. Laterolog (Guard Log)

Laterolog digunakan untuk mengukur Rt, terutama bila pengukuran Rt dengan

induction log banyak mengalami kesalahan, di samping itu juga dapat digunakan

untuk korelasi batuan. Laterolog ini hanya dapat digunakan dalam lumpur jenis water

base mud dan dianjurkan pada kondisi harga Rt/Rm serta Rt/Rs yang besar (salt mud

dan resistivitas formasi tinggi). Laterolog tidak dapat bekerja pada oil base mud,

inverted emulsion dan dalam case hole. Dalam laterolog terdapat beberapa macam

rangkaian, yaitu jenis laterolog 3, laterolog 7 dan laterolog 8. Perbedaan dari ketiga

jenis tersebut adalah pada jumlah elektrodanya dan penggunaannya pada lapisan dan

ketebalan yang berbeda.

Dasar pengukuran laterolog yaitu mengukur tahanan listrik batuan formasi

dan sekitarnya, sehingga dapat memperkecil pengaruh lubang bor, lapisan yang

berdekatan dan ketebalan lapisan.

Penggunaan laterolog ini untuk mengukur Rt akan optimum pada kondisi-

kondisi sebagai berikut:

a) Pada batuan karbonat dengan lumpur salt mud

b) Ketebalan lapisan lebih dari 2 feet

c) Range resistivity batuannya antara 1 - 200 ohm meter

Apabila harga Rmf rendah dan ketebalan formasi mencapai 5 ft atau lebih, maka

pencatatan resistivity akan mendekati harga Rt sehingga dapat dianggap sebagai Rt

tanpa perlu mengoreksi. Pengaruh dari invasi lumpur dapat dirumuskan sebagai

berikut:

RLL = J x Rxo + (1 - J) Rt ..................................................... (3-14)

Page 19: BAB III

dimana:

RLL = hasil pembacaan resistivity laterolog

J = faktor pseudo geometri yang merupakan fungsi dari diameter air filtrat

lumpur.

Hubungan antara porositas, diameter invasi dan faktor pseudo-geometris dapat

dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1Hubungan antara Porositas, Diameter Invasi dan Faktor Pseudo-Geometris(Pirson, S.J.; “Handbook of Well Log Analysis for Oil and Gas Formation Evaluation”)

Porositas, % Diameter invasi (Di) Pseudo Geometris (J)

5 – 10 10 dh* 0.6

10 – 15 5 dh 0.4 15 – 20 2,5 dh 0.2

*) dh = diameter lubang bor

5. Micro Resistivity Log

Micro resistivity log dirancang untuk memperoleh harga tahanan formasi pada

daerah flush zone (Rxo) dan sebagai indikator untuk mengetahui adanya lapisan

porous dan permeabel yang ditandai dengan adanya mud cake. Hasil pembacaan Rxo

oleh alat ini dipengaruhi oleh tahanan mud cake (Rmc) dan ketebalan mud cake

(hmc). Ketebalan mud cake dapat dideteksi dari besar kecilnya diameter lubang bor

yang direkam oleh caliper log.

Terdapat 3 jenis micro resistivity log yang biasa digunakan:

a. Microlog

Kurva microlog dihasilkan dari alat yang dilengkapi dengan suatu pad yang dapat

mengembang atau menyusut sesuai dengan ukuran diameter lubang bor, dimana

pad ini menempel pada dinding lubang bor. Pada permukaan pad dipasang tiga

buah elektroda yang terletak dalam satu garis, dengan jarak masing-masing

elektroda 1 inch.

Microlog hanya dapat digunakan didalam lumpur jenis water base mud. Pada

keadaan pad tertutup, microlog dapat digunakan untuk mengukur tahanan lumpur

Page 20: BAB III

Rm. Kriteria yang harus diperhatikan agar pengukuran microlog dapat optimum

adalah:

1. Sebagai indikator lapisan porous permeabel di dalam susunan sand shale

dengan range resistivity batuan formasi antara 0.5 sampai 100 ohm meter.

2. Porositas batuan lebih besar dari 15 %.

3. Rxo/Rmc lebih kecil dari 15.

4. Ketebalan mud cake kurang dari 0.5 inch.

5. Kedalaman invasi lumpur 4 inch atau lebih besar.

b. Microlaterolog

Microlaterolog mempunyai sebuah lempeng karet yang dapat menekan ke dinding

lubang bor dan sebuah elektroda pusat Ao, serta 3 buah ring elektroda M1, M2 dan

A1 yang masing-masing letaknya konsentris terhadap Ao. Jarak antar elektroda

sekitar 0.5 sampai 1 inch. Microlaterolog hanya dapat merekam satu kurva yaitu

flush zone Rxo dengan kedalaman penyelidikan sekitar 3 - 4 inch. Alat ini

merupakan Rxo tool yang terbaik dalam kondisi lumpur salt mud dan formasi

dengan resistivity yang relatif tinggi.

Agar didapat hasil pengukuran yang optimum, maka pada microlaterolog ini perlu

diperhatikan beberapa faktor, yaitu :

1. Pada batuan karbonat yang terinvasi

2. Porositas batuan medium (lebih kecil dari 15 %)

3. Range tahanan formasi 0.5 sampai 100 ohm meter

4. Ketebalan mud cake lebih kecil dari 0.25 inch

5. Rxo/Rmc lebih besar dari 15

6. Kedalaman invasi filtrat lumpur lebih besar atau minimal sama dengan

4 inch

c. Proximity Log

Alat ini lebih sesuai untuk menentukan Rxo pada kondisi ketebalan mud cake sama

atau kurang dari ¾ inch. Kedalaman daerah penyelidikan bisa sampai 16 inch.

Satu-satunya faktor yang mempengaruhinya yaitu kedalaman invasi air filtrat

lumpur yang dangkal. Dalam hal ini pembacaan proximity log lebih dipengaruhi

Page 21: BAB III

oleh harga tahanan batuan pada uninvaded zone (Rt), sehingga harus dilakukan

koreksi. Hasil pembacaan proximity log dapat dinyatakan dalam

persamaan berikut:

RPL = J x Rxo + (1 - J) Rt ................................................... (3-15)

dimana J adalah faktor pseudo geometris dari uninvaded zone.

Proximity log akan mengukur Rt apabila invasi lumpur sangat dangkal,

sehingga secara praktis harga RPL sama dengan Rt. Optimasi penggunaan

proximity log adalah:

1. Pada batuan karbonat atau pasir yang terinvasi

2. Porositas batuan medium

3. Jenis lumpurnya adalah water base mud

4. Range tahanan batuan antara 0.5 sampai 100 ohm meter

5. Invasi lumpur cukup dalam

6. Ketebalan mud cake lebih kecil dari ¾ inch

Dari ketiga jenis log tersebut, hanya kombinasi microlog dan caliper log yang dapat

digunakan untuk mendeteksi adanya lapisan porous dan permeabel, ketebalan lapisan

produktif dan ketebalan mud cake. Microlaterolog dan proximity log dapat mengukur

Rxo secara langsung sedangkan microlog tidak dapat menunjukkan harga Rxo secara

langsung.

3.2.1.2. Spontaneous Potential Log

SP Log merupakan pencatatan perbedaan potensial antara elektrode tetap di

permukaan dengan elektrode yang bergerak di dalam lubang bor, terhadap kedalaman

lubang bor. Skema rangkaian dasar pengukuran SP log dapat dilihat pada Gambar

3.12. Kurva yang terjadi dihasilkan dari sebuah sirkuit sederhana yang terdiri dari dua

buah elektrode dan sebuah galvanometer. Elektrode referensi (N) ditanam di

permukaan dan elektrode satunya lagi (M) diturunkan ke dalam lubang sumur.

Sebuah baterai dan sebuah potensiometer dipasang untuk menguatkan potensial yang

konstan pada kedua elektrode tersebut.

Page 22: BAB III

Manfaat dari SP log antara lain adalah untuk mendeteksi lapisan-lapisan

porous dan permeabel serta untuk menentukan letak batasnya, mengestimasi harga

tahanan air formasi (Rw) dan dapat untuk membuat korelasi batuan dari beberapa

sumur yang berdekatan. Sebaiknya SP log diturunkan di dalam kondisi lumpur water

base mud, hal ini karena SP log hanya dapat bekerja pada kondisi lumpur yang

konduktif. SP log ini juga tidak dapat digunakan di dalam lubang bor yang sudah

dicasing.

Gambar 3.12 Skema Rangkaian Dasar SP Log

(Helander D.P; “Fundamentals of Formation Evaluation”)

Page 23: BAB III

Bentuk kurva SP log dengan berbagai kondisi batuan dan kandungan di

dalamnya adalah sebagai berikut:

a) Pada lapisan shale, kurva lapisan konstan dan mengikuti suatu garis lurus yang

disebut dengan shale base line.

b) Pada lapisan permeabel mengandung air asin, defleksi akan berkembang ke arah

kiri dari garis shale atau negatif.

c) Pada lapisan permeabel mengandung hidrokarbon, defleksi akan berkembang

negatif.

d) Pada lapisan permeabel mengandung air tawar, defleksinya positif (ke arah kanan

garis shale base line).

Jadi pada prinsipnya defleksi negatif akan terjadi apabila salinitas kandungan

lapisan lebih besar daripada salinitas lumpur. Sedangkan defleksi positif terjadi

apabila salinitas kandungan lebih kecil daripada salinitas lumpur. Bila salinitas

kandungan lapisan sama dengan salinitas lumpur, maka defleksi kurva akan

merupakan garis lurus seperti pada shale. Selain pada shale dan salinitas yang sama,

kurva SP juga akan lurus pada lapisan batuan yang kompak. Besarnya defleksi kurva

SP selalu diukur dari garis shale. Bentuk dan besarnya defleksi dipengaruhi oleh

ketebalan lapisan, tahanan shale dalam formasi, tahanan lapisan batuan dan lumpur

bor, diameter lubang bor, invasi mud filtrat dan kandungan fluida dalam formasi.

Pada formasi yang mempunyai resistivity tinggi dan jenis batuan kompak

maka batas-batas lapisan permeabel umumnya tidak dapat didefinisikan. Pada lapisan

permeabel yang tebal dan bersih defleksi kurva akan konstan dan disebut dengan sand

base line. Persamaan yang digunakan dalam interpretasi kurva SP log yaitu:

............................................ (3-16)

dimana:

SSP = static spontaneous potensial, mV

Rmf = tahanan air filtrat lumpur, ohm meter

Rw = tahanan air formasi

Page 24: BAB III

K = faktor lithologi batuan

= 70.7 pada temperatur F

t = temperatur formasi, F

3.2.2. Log Radioaktif

Hampir semua batuan sedimen mengandung jejak-jejak garam radioaktif,

sebagai akibatnya garam-garam ini dapat menimbulkan radiasi radioaktif secara

alamiah. Batuan sedimen dengan butiran halus lebih banyak mengandung unsur

radioaktif dibandingkan dengan yang berbutir kasar, karena unsur-unsur radioaktif

banyak terserap oleh partikel-partikel clay. Unsur-unsur yang termasuk radioaktif

adalah seri Uranium-Radium, seri Thorium, seri Aktinium dan isotop Pothassium.

Unsur radioaktif mempunyai kemampuan untuk melakukan desintegrasi

nuklir, yaitu dengan memancarkan energi dalam bentuk partikel-partikel alpha, beta

dan gamma. Partikel alpha adalah inti atom helium (He24), sedangkan partikel beta

adalah elektron (e1). Kedua partikel ini mempunyai daya tembus yang relatif rendah,

dengan ketebalan material relatif kecil secara efektif partikel tersebut sudah dapat

dihentikan. Sinar gamma mirip dengan sinar X (keduanya merupakan gelombang

elektromagnetik) yang dapat menembus atau baja sampai beberapa inch.

Perbandingan daya tembus ketiga partikel tersebut adalah 1:100:10.000, jadi

peralatan pelindung hanya digunakan untuk melindungi radiasi sinar gamma,

mengingat daya tembusnya yang sangat besar.

Berdasarkan sifat-sifat batuan formasi yang mengandung unsur radioaktif

inilah maka log radioaktif digunakan. Salah satu keuntungan log radioaktif adalah

bahwa log tersebut dapat digunakan pada sumur yang sudah dicasing, tidak seperti

pada log listrik yang hanya dapat digunakan pada sumur yang belum dicasing.

Jenis log radioaktif yang biasa digunakan di lapangan adalah :

1. Log Density (Density Log)

2. Log Sinar Gamma (Gamma Ray Log)

3. Log Neutron (Neutron Log)

3.2.2.1. Density Log

Page 25: BAB III

Density log disebut juga dengan gamma ray log, tujuannya adalah untuk

menentukan porositas batuan formasi, dengan jalan mengukur densitas batuan.

Prinsip kerjanya adalah dengan jalan memancarkan sinar gamma dari sumber radiasi

sinar gamma yang diletakkan pada dinding lubang bor. Pada saat sinar gamma

menembus batuan, sinar tersebut akan bertumbukkan dengan elektron pada batuan

tersebut, yang mengakibatkan sinar gamma akan kehilangan sebagian dari energinya

dan yang sebagian lagi akan dipantulkan kembali, yang kemudian akan ditangkap

oleh detektor yang diletakkan diatas sumber radiasi. Intensitas sinar gamma yang

dipantulkan tergantung dari densitas batuan formasi.

Gambar 3.13 Skema Rangkaian Density Log

(Helander D.P; “Fundamentals of Formation Evaluation”)

Berkurangnya energi sinar gamma tersebut sesuai dengan persamaan:

................................................................. (3-17)

dimana:

Page 26: BAB III

No = intensitas sumber energi

Nt = intensitas sinar gamma yang ditangkap detektor

= densitas batuan formasi

k = konstanta

S = jarak yang ditembus sinar gamma

Sinar gamma yang menyebar dan mencapai detektor dihitung dan akan

menunjukkan besarnya densitas batuan formasi. Formasi dengan densitas tinggi akan

menghasilkan jumlah yang rendah pada detektor. Yang ditentukan di sini sebenarnya

adalah densitas elektron, yaitu jumlah elektron per cm3 batuan formasi. Densitas

elektron akan berhubungan dengan densitas batuan sebenarnya, b yang besarnya

tergantung pada densitas matrik, porositas dan densitas fluida yang mengisi pori-

porinya. Kondisi penggunaan yang baik untuk density log adalah pada formasi

dengan densitas rendah dimana tidak ada pembatasan penggunaan lumpur bor tetapi

tidak dapat digunakan pada lubang bor yang sudah di casing (cased hole). Kurva

density log hanya terpengaruh sedikit oleh salinitas maupun ukuran lubang bor.

Kondisi optimum dari density log adalah pada formasi unconsolidated sand

dengan porositas antara 20 - 40 %. Kondisi optimum ini akan diperoleh dengan baik

apabila operasi penurunan peralatan ke dalam lubang bor dilakukan secara

perlahan-lahan agar alat tetap menempel pada dinding lubang bor, sehingga pada

rangkaian peralatan tersebut biasanya dilengkapi dengan spring.

Hubungan antara densitas batuan density log dengan porositas dan lithologi

batuan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

.............................................................................. (3-18)

dimana:

ma = densitas matrik batuan, gr/cc

b = densitas batuan density log, gr/cc

f = densitas fluida rata-rata, gr/cc

= 1.0 – 1.1 gr/cc (mud filtrat)

Adanya pengaruh shale dalam batuan formasi dapat dinyatakan dalam persamaan:

Page 27: BAB III

....................... (3-19)

Pada shale ini akan tidak terlalu besar apabila densitas shale tidak banyak berbeda

dengan densitas matriknya. Densitas matrik dari beberapa jenis batuan dapat dilihat

pada Tabel 3.2, dimana untuk clean sandstone harga densitasnya 2.65 gr/cc,

sedangkan densitas shale rata-rata 2.70 gr/cc.

Tabel 3.2Grain Density

( _______; “Log Interpretation Principle/Applications”)

Jenis Batuan Densitas (gr/cc)

Anhydrite 2.95

Dolomite 2.85

Calcite 2.71

Limestone 2.70

Quartz 2.66

Kaolinite 2.63

Illite 2.76

Montmorillonite 2.00

Halite 2.17

Coal 1.00 – 1.80

3.2.2.2. Gamma Ray Log

Prinsip kerja dari gamma ray log adalah sonde dari log sinar gamma yang

terdiri dari sebuah detektor yang mencatat emisi sinar gamma yang dipancarkan oleh

formasi, kemudian ditransmisikan ke permukaan dengan kabel sebagai impuls listrik

dan dicatat sebagai fungsi dari kedalaman. Detektor yang dapat digunakan ada

beberapa jenis, yaitu:

1. Ionization Chamber

Merupakan tabung ionisasi sederhana yang terdiri dari sebuah tabung berisi gas

bertekanan tinggi dan ditengahnya terdapat kawat bertekanan, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 3.14. Sinar gamma yang masuk pada chamber akan

berinteraksi dengan gas yang kemudian akan menimbulkan gerakan elektron yang

Page 28: BAB III

cepat. Karena tabrakan dengan gas maka gerakan elektron tersebut makin lama

makin lambat, akibatnya dapat ditangkap oleh kawat yang bermuatan positif.

Akibatnya akan timbul arus listrik dalam chamber tersebut. Arus yang

ditimbulkan atau dihasilkan dari sinar gamma inilah yang akan dideteksi.

Gambar 3.14 Ionization Chamber

(Lynch J. Edward : “Formation Evaluation”)

2. Geiger Muller Counter

Prinsipnya sama dengan ionisasi namun tegangan kawatnya lebih tinggi dan

tekanan gas lebih rendah. Pada alat ini sinar gamma yang masuk akan

melemparkan elektron kedalam gas dimana elektron tersebut akan membebaskan

elektron pada saat gerakannya mulai lambat. Elektron-elektron sekunder ini akan

ditarik oleh kawat dengan cepat, sehingga diperoleh tenaga untuk melemparkan

elektron tambahan pada saat bertabrakan dengan gas. Keadaan ini berulang

sampai terjadi ionisasi.

3. Scintillation Counter

Terdiri dari 2 komponen utama yaitu:

- Kristal transparan yang dapat mengeluarkan kilatan cahaya sangat kecil bila

dilewati sinar gamma.

- Sebuah photo multiplier tube, yang menghasilkan dorongan listrik bila

kilatan cahaya melanggarnya.

Prinsip kerja alat ini adalah, radiasi sinar gamma yang masuk ke counter dengan

melewati kristal transparan, sehingga akan menimbulkan photon-photon cahaya.

Photon cahaya ini akan dipancarkan berupa elektron oleh elektroda ke multiplier

Page 29: BAB III

yang akan memancarkan dan memantulkan kembali elektron tersebut dalam

jumlah yang lebih banyak ke multiplier berikutnya. Proses ini berlangsung sampai

10 tingkat, sehingga jumlah elektron akan semakin banyak. Getaran-getaran

cahaya elektron inilah yang kemudian dicatat.

Gambar 3.15 Gambar 3.16 Geiger Muller Counter Scintillation Counter(Lynch J. Edward : “Formation Evaluation”) (Lynch J. Edward : “Formation Evaluation”)

Keuntungan dan kelemahan dari masing-masing jenis detektor tersebut

adalah:

a. Ionization chamber, keuntungannya adalah konstruksinya sederhana dan

tegangan kawat yang dibutuhkan rendah. Kelemahannya adalah kesulitan

dalam menciptakan dan mengukur arus sebesar 10-3 ampere, serta adanya

kebocoran pada insulator.

b. Geiger muller counter, keuntungannya adalah menghasilkan getaran-getaran

yang besar dan mudah ditransmisikan. Kesulitannya adalah dalam

memperoleh tekanan kawat yang sangat tinggi.

c. Scintillation counter, keuntungannya adalah mempunyai effisiensi

tinggi (50 - 60 %) dan peralatannya kecil. Sedangkan kelemahannya adalah

pada multiplier tube yang sangat sensitif terhadap perubahan temperatur,

tetapi hal semacam ini dapat diatasi dengan insulasi.

Kandungan radioaktif pada batuan shale umumnya lebih tinggi dibandingkan

dengan batuan lainnya, sehingga log sinar gamma akan dapat membedakan lapisan-

lapisan shale dengan jelas. Dengan demikian gamma ray log dapat digunakan untuk

mengukur porositas. Selain itu juga dapat digunakan untuk korelasi dan mengontrol

Page 30: BAB III

kedalaman lubang sumur untuk perforasi karena log ini dapat digunakan pada lubang

bor yang sudah dicasing serta tidak ada pembatasan dalam penggunaan lumpur.

Selain itu dapat juga untuk mengindikasi adanya lapisan shaly sand pada interpretasi

log listrik. Gamma ray log dapat menggantikan SP log bila kondisi lubang bor tidak

cocok untuk SP log. Akan tetapi kurva gamma ray log tidak begitu teliti apabila

digunakan untuk menghitung parameter formasi secara kuantitatif.

3.2.2.3. Neutron Log

Prinsip kerja dari alat ini yaitu menembakkan partikel neutron berenergi tinggi

ke dalam formasi secara terus menerus dan konstan dari suatu sumber radioaktif.

Neutron merupakan partikel listrik yang netral dengan massa yang hampir sama

dengan massa atom hidrogen. Partikel neutron yang menembus formasi akan

bertumbukkan dengan material-material formasi. Akibat tumbukan ini neutron akan

kehilangan sedikit energi, yang besarnya tergantung dari perbedaan massa neutron

dengan massa material formasi tersebut. Kehilangan energi yang terbesar yaitu pada

saat neutron bertumbukan dengan material yang memiliki massa hampir sama atau

sama misalnya atom hidrogen.

Sampai kehilangan energi pada jumlah tertentu, maka neutron akan menyebar

secara tidak teratur di dalam formasi tanpa mengalami kehilangan energi lagi, dan

akhirnya dapat tertangkap oleh inti-inti batuan formasi seperti atom hidrogen

chlorine, silikon dan sebagainya. Penangkapan partikel neutron (gamma ray capture)

ini akan dapat dicatat oleh detektor, yang terletak 10-18 inch dari sumber radioaktif.

Apabila kerapatan atom hidrogen (jumlah) dalam formasi cukup tinggi maka hampir

semua partikel neutron mengalami kehilangan energi dan dapat ditangkap tidak jauh

dari sumber radioaktifnya, akibatnya hanya sedikit radiasi sinar gamma yang dapat

dicatat oleh detektor. Sebaliknya bila jumlah atom hidrogen sedikit maka partikel–

partikel neutron akan memancar lebih jauh kedalam formasi sebelum ditangkap,

sehingga kecepatan mencatat pada detektor akan meningkat sesuai dengan jumlah

atom hidrogen yang semakin kecil. Hal inilah yang dijadikan dasar hubungan antara

jumlah sinar gamma yang dicatat oleh detektor per detik dengan porositasnya. Bila

jumlah sinar gamma yang dicatat tinggi berarti porositas batuan tersebut rendah,

Page 31: BAB III

sedangkan apabila yang dicatat hanya sedikit maka porositas batuan tersebut cukup

tinggi. Rangkaian dasar neutron log dapat dilihat pada Gambar 3.17.

Gambar 3.17Skema Rangkaian Neutron Log

(Helander D.P; “Fundamentals of Formation Evaluation”)

Neutron log mempunyai kedudukan yang penting pada penilaian formasi,

karena dapat diturunkan dalam semua jenis lumpur bor dan gas filled hole, serta pada

kondisi case hole maupun open hole. Neutron log ini dapat digunakan sebagai

porosity tool pada batuan dengan porositas rendah sampai sedang, dan dapat juga

digunakan untuk korelasi batuan. Variasi ukuran lubang bor dan casing, serta semen

di belakang casing akan mengurangi ketelitian pengukuran neutron log.

Terdapat beberapa jenis neutron log yang dapat digunakan yaitu:

a) Thermal neutron log, yang optimalnya digunakan untuk formasi non shaly yang

mengandung liquid dengan porositas antara 1 - 10 %.

b) Ephithermal neutron log (SNP), yang mempunyai kondisi optimum pada formasi

non shaly yang mengandung liquid dengan porositas kurang dari 30 %.

Page 32: BAB III

c) Compensated neutron log (CNL), yang merupakan pengembangan dari kedua alat

sebelumnya.

Adanya shale dalam batuan akan memperbesar pembacaan harga porositas batuan,

oleh karena itu perlu adanya koreksi. Pengaruh adanya shale dalam batuan formasi

dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

.................................................................. (3-20)

dimana:

N = porositas kurva neutron log

= porositas batuan sebenarnya

Vclay = kandungan clay dalam batuan formasi

N.clay = pembacaan kurva neutron log pada formasi shale 100 %

Karena neutron log mengukur porositas batuan tanpa memandang apakah pori-pori

tersebut berisi hidrokarbon atau air, maka neutron log dapat digolongkan sebagai

porosity tool.

3.2.3. Sonic Log

Sonic log dirancang untuk mengukur porositas batuan formasi dengan cara

mengukur interval transite time, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh gelombang suara

untuk merambat di dalam batuan formasi sejauh satu feet. Peralatan sonic log

menggunakan sebuah transmitter (pemancar gelombang suara) dan dua buah receiver

(penerima). Jarak antara keduanya adalah satu feet.

Bila pada transmitter dipancarkan gelombang suara, maka gelombang tersebut

akan merambat ke dalam batuan formasi dengan kecepatan tertentu yang akan

tergantung pada sifat elastisitas batuan, kandungan fluida, porositas dan tekanan

formasi. Kemudian gelombang ini akan terpantul kembali menuju lubang bor dan

akan diterima oleh kedua receivernya, dimana receiver pertama akan menerima yang

pertama kali kemudian baru diterima oleh receiver yang kedua. Selisih waktu

penerimaan ini direkam oleh log dengan satuan microsecond per feet (s/ft) yang

dapat dikonversikan dari kecepatan merambat gelombang suara dalam ft/sec.

Page 33: BAB III

Interval transite time (t) suatu batuan formasi tergantung dari lithologi dan

porositasnya. Sehingga bila lithologinya diketahui, maka tinggal tergantung pada

porositasnya. Ketergantungan pada porositas inilah yang menyebabkan sonic log

dapat digunakan untuk menentukan porositas. Pada Tabel 3.3 ditunjukkan kecepatan

rambat gelombang suara longitudinal dari beberapa jenis batuan formasi.

Tabel 3.3Transite Time untuk Beberapa Jenis Batuan

(Wyllie, M.P.,Gregor, A.R. and Gardner,G.H.F.; “An Experimental Investigation of Factors Affecting Elastic Wave Velocities in Porous Media”)

MATERIAL

SONIC VELOCITY(FT/SEC)

TRANSITE TIME

(ΜS/FT)Oil 4300 232Water (mud) 5000 - 5300 200 - 189Shale 6000 - 16000 167 - 62.5Sandstone > 18000 55.6Anhydrite 20000 50Carbonate 21000 - 23000 47.6 - 43.5Dolomite 24000 42

Didalam batuan formasi yang bersih dan terkonsolidasi dengan baik, dengan

distribusi porositas yang kecil dan uniform dapat diberlakukan hubungan sebagai

berikut (Wyllie formula):

........................................................................... (3-21)

dimana:

= porositas batuan formasi, %

tlog = transite time kurva sonic log, s/ft

tma = transite time matrik batuan, s/ft

tf = transite time fluida atau filtrat lumpur, 189 s/ft

Kedalaman penyelidikan sonic log terhadap batuan relatif dangkal. Alat ini

tidak bergantung pada jenis lumpur bor yang digunakan, tetapi tidak dapat diturunkan

Page 34: BAB III

pada gas filled hole. Adanya gas cut pada lumpur bor akan mengurangi efisiensi

pengukurannya. Log ini juga tidak dipengaruhi oleh lapisan-lapisan di luar spacing

kedua receivernya. Pada laminasi lapisan yang tipis hasil rekamannya akan kurang

baik, akan tetapi log ini dapat digunakan sebagai porosity tool yang baik dalam

batuan pasir dan karbonat. Kondisi optimum dari sonic log adalah bila digunakan di

dalam batuan formasi yang terkonsolidasi dengan baik dengan porositas antara 10 -

20 %. Kelemahan sonic log adalah tidak dapat mendeteksi adanya porositas sekunder.

Adanya shale dalam batuan akan juga mengurangi kecepatan rambat gelombang

suara, sehingga akan memperbesar harga transite time batuan. Menurut Wyllie,

pengaruh adanya shale dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

........................... (3-22)

dimana:

Vclay = ketebalan lapisan clay, ft

tclay = transite time clay, s/ft

3.2.4. Log Tambahan

Selain jenis log yang telah dibicarakan sebelumnya dimana log-log tersebut

adalah merupakan log utama, masih terdapat log-log lain yang berfungsi untuk

menunjang keberhasilan kegiatan penilaian formasi. Log-log tersebut adalah Caliper

Log dan Dipmeter Log.

3.2.4.1. Caliper Log

Caliper log menyajikan hasil pengukuran terhadap ukuran lubang bor sebagai

fungsi dari kedalaman lubang bor. Pada log ini digunakan suatu pegas yang dapat

mengembang secara fleksibel, untuk menyesuaikan kondisi lubang bor yang tidak

rata. Ujung paling bawah dari pegas ini dihubungkan dengan rod yang posisinya

tergantung pada kompresi pegasnya, oleh karenanya akan tergantung juga pada

ukuran lubang bornya. Arus dan kumparan perekam merupakan coupling induksi

sehingga potensial yang diinduksi dalam kumparan perekam akan tergantung pada

Page 35: BAB III

posisi rod. Hal inilah yang akan menghasilkan pencatatan voltage yang bervariasi

dengan ukuran lubang bor, dimana selanjutnya dicatat oleh alat di permukaan. Skema

peralatan dari caliper log dapat dilihat pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18 Skema Peralatan Caliper Log

(Gatlin,C.; “Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”)

Manfaat utama dari caliper log adalah untuk membantu perhitungan volume

lubang bor dengan tepat pada kegiatan penyemenan, selain itu dapat berguna untuk:

a) Menentukan letak dari setting packer yang tepat pada operasi DST

b) Membantu interpretasi log listrik dengan memberikan ukuran lubang bor yang

tepat, karena ukuran lubang bor yang digunakan pada interpretasi log listrik

biasanya diasumsikan sama dengan ukuran pahatnya

c) Estimasi ketebalan mud cake didepan zone permeabel yang akan memberikan

dukungan pada analisa logging secara kualitatif

Page 36: BAB III

d) Perhitungan kecepatan lumpur di annulus, dalam hubungannya dengan

pengangkatan cutting

e) Menentukan atau memperkirakan litologi batuan

3.2.4.2. Dipmeter Log

Tujuan pengukuran dengan dipmeter log adalah untuk menentukan

kemiringan (dip) formasi, baik sudut maupun arahnya. Peralatan dipmeter ada

beberapa jenis tergantung pada sistem elektroda yang digunakan, yaitu resistivity

dipmeter, SP continous dipmeter dan microlog continous dipmeter. Peralatan yang

terakhir ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan yang lainnya.

Gambar 3.19Skema Dipmeter Log

(Gatlin,C.; “Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”)

Microlog continous dipmeter menggunakan sistem tiga elektroda yang

masing-masing mempunyai sudut 120 terhadap bidang tegak lurus lubang bor, yang

dapat mencatat tiga kurva sekaligus secara serentak. Salah satu dari elektroda yang

Page 37: BAB III

mencatat variasi kedalaman, sedangkan yang lainnya akan mencatat batas zona atau

lapisan. Orientasi kemiringan elektroda dan kemiringan serta arah lubang bor juga

akan mencatat sekaligus. Skema peralatan dipmeter log dapat dilihat pada Gambar

3.19.

3.2.4.3. Log Resonansi Magnetik

Banyak kemajuan teknologi yang telah dicapai dalam sejarah logging, namun

beberapa sifat penting reservoir belum juga dapat diukur secara langsung, diantaranya

Page 38: BAB III

adalah permeabilitas, saturasi air sisa dan saturasi minyak sisa. Dan berkat kemajuan

teknologi dan didukung oleh penelitian laboratorium yang intensif, akhirnya masalah

tersebut di atas dapat terpecahkan. Log NMR (Nuclear Magnetic Resonance) hadir

dan telah banyak mengambil posisi penting dalam beberapa pengukuran yang

tentunya tidak dapat dilakukan oleh logging konvensional.

Log NMR mengacu pada prinsip fisika yaitu bahwa tanggapan dari suatu inti

atom terhadap medan magnet dapat menghasilkan sinyal-sinyal yang dapat diukur.

Sinyal yang terdeteksi pada sebagian besar unsur adalah kecil. Namun demikian,

hidrogen memiliki momentum magnetik yang relatif besar dan banyak sekali terdapat

pada air maupun hidrokarbon dalam celah pori batuan. Dengan menala alat NMR

pada frekuensi resonansi magnetik dari atom hidrogen, sinyalnya menjadi optimal

dan dapat diukur.

Parameter yang terukur adalah amplitudo dan pelapukan sinyal. Amplitudo

sinyal NMR berbanding langsung terhadap jumlah inti atom hidrogen yang ada dan

dikalibrasikan untuk memberikan porositas yang bebas dari sumber radioaktif dan

efek lithologi, sedang peristiwa pelapukan sinyal NMR selama tiap siklus pengukuran

yang disebut waktu relaksasi, itu tergantung pada ukuran pori-pori, pori-pori kecil

memperpendek waktu relaksasi. Waktu yang terpendek berasosiasi dengan air-ikat

lempung dan air-ikat kapiler. Pori-pori besar memberikan waktu relaksasi panjang

dan biasanya mengandung fluida yang dapat diproduksi. Jadi agihan waktu relaksasi

merupakan suatu pengukuran agihan ukuran pori-pori sesuatu yang baru dalam

petrofisika. Waktu relaksasi dan agihannya dapat diinterpretasikan untuk memberikan

nilai-nilai petrofisika seperti permeabilitas, porositas efektif dan saturasi air sisa.

Aplikasi lain mencakup kurva tekanan kapiler, identifikasi jenis hidrokarbon dan

sebagai alat bantu analisa fasies batuan.

Dua jenis waktu relaksasi dan agihan dapat diukur selama percobaan NMR.

Instrumen laboratorium biasanya mengukur waktu relaksasi longitudinal, agihan T1

dan T2, sedangkan instrumen logging membuat pengukuran yang lebih cepat atas

waktu relaksasi transversal T2 dan agihan T2. Jadi T2 bisa diartikan sebagai waktu

relaksasi transversal.

Page 39: BAB III

Gambar 3.20 Skema Peralatan NMR

(Adi Harsono; “Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log”)

Seperti dipaparkan di atas bahwa selain dapat menentukan porositas dengan

lebih baik, NMR juga mampu untuk menghasilkan log permeabilitas secara langsung

di lapangan, sehingga mengurangi pengambilan core dan pengujian kandung lapisan.

Alat CMR seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.20, panjangnya hanya 14

ft dan dapat disambungkan dengan alat log lainnya. Kontak dilakukan oleh suatu

pegas penyamping atau caliper dari alat logging lain. Daerah pengukuran dirancang

berkisar antara 0.5 inch hingga 1.25 inch ke dalam formasi dan merentangkan

Page 40: BAB III

panjang antena sekitar 6 inch, sehingga memberikan resolusi vertikal yang sangat

baik.

3.3. Well Testing

Tujuan utama dari uji sumur yaitu untuk mengukur kemampuan formasi

dalam memproduksikan fluida yang dikandungnya atau dengan kata lain mengukur

produktivitas formasi. Prinsip dasar pengukuran adalah membuat perbedaan tekanan

Page 41: BAB III

antara formasi dengan lubang bor. Perencanaan, pengoperasian dan analisa hasil uji

sumur yang tepat akan membantu melengkapi data tentang permeabilitas, derajat

kerusakan sumur, tekanan reservoir, kemungkinan batas-batas reservoir dan

heterogenitas formasi.

3.3.1. Drill Stem Test

DST mula-mula diperkenalkan pada tahun 1926 oleh Halliburton untuk

memastikan apakah suatu formasi produktif atau tidak, dapat dilakukan pada sumur-

sumur yang sedang dibor maupun pada sumur pengembangan

Penentuan zona test didasarkan pada petunjuk adanya minyak dari analisa

cutting dan logging. Untuk melakukan pengetesan zona tersebut, maka rangkaian

peralatan DST disambungkan dengan rangkaian drill string kemudian diturunkan

sampai zona test. DST ini merupakan temporary completion dan zona test diisolasi

untuk menghilangkan pengaruh tekanan hidrostatik lumpur, sehingga memungkinkan

fluida formasi mengalir melalui drill pipe dan secara kontinu mencatat tekanan

selama test berlangsung.

Umumnya prosedur DST meliputi periode aliran mula-mula yang pendek (the

initial flow period), suatu periode penutupan mula-mula yang pendek (the initial built

up), suatu periode aliran periode kedua yang panjang (the final built up). Jika test

DST ini hanya dilakukan satu periode penutupan dan satu periode penutupan, cara ini

disebut sebagai “satu cycle” dan apabila test ini meliputi the initial built up dan the

final built up sebagai “dua cycle”.

Cara Kerja/Operasi Pelaksanaan Test

Pada prinsipnya cara kerja atau prosedur pelaksanaan test dibagi menjadi lima

bagian, yaitu:

A. Going in Hole

Prosedur going in hole ini adalah mempersiapkan lubang bor untuk dilakukan

test:

Page 42: BAB III

1. Sebelum alat dimasukkan ke dalam lubang bor, diadakan sirkulasi untuk

membersihkan lubang bor.

2. Catat data-data sumur meliputi:

a. Kedalaman sumur serta interval pengujian

b. Tebal lapisan yang akan diuji

c. Diameter sumur, baik sudah dicasing maupun belum

d. Berat jenis lumpur pemboran yang digunakan

e. Karakteristik umum lapisan yang akan diuji

Hal ini dilakukan untuk menentukan jenis alat yang akan dipergunakan, misalnya

berapa panjang anchor, dimana packer diletakkan dan sebagainya

3. Turunkan alat secara pelan-pelan untuk menghindari kemungkinan terjadinya

break down formation.

4. Pasang flow line yang akan mengalir fluida hasil pengujian ke separator test.

B. Making Test

Prosedur making test adalah sebagai berikut:

1. Setelah mencapai lapisan yang akan diuji, kembangkan packer dan buka tester

valve.

2. Fluida yang masuk kedalam lubang bor akan mendesak bantalan air (water

cushion) serta udara di atasnya.

Bila aliran udara telah habis, maka kerangan dibuka untuk mengalirkan fluida

formasi menuju separator test. Laju aliran diukur pada separator test. Bila tidak

terjadi semburan udara berarti terjadi kelainan pada sistem kerja alat penguji atau

bila aliran terhenti berarti tekanan reservoir tidak mampu mengangkat fluida

reservoir ke permukaan.

Page 43: BAB III

Gambar 3.21Rangkaian Peralatan DST

(Gatlin, C.; “Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”)

C. Taking Closed in Pressure

Setelah tahapan making test maka langkah berikutnya adalah sebagai berikut:

Bila laju aliran tidak stabil, maka operasikan “Closed in Valve” untuk

mengakumulasikan tekanan reservoir. Pada saat ini terjadi suatu “Pressure Build Up”

dari tekanan.

D. Equalizing

Tahapan ini terjadi setelah periode penutupan akhir selesai, adapun

langkahnya adalah membuka “Equalizer Valve” untuk menyeimbangkan tekanan di

atas dan di bawah packer.

E. Reversing

Merupakan tahapan terakhir dari test sebelum rangkaian dicabut, perlu

diadakan sirkulasi lumpur, sehingga kondisi lubang sebelum dan sesudah pengujian

Page 44: BAB III

adalah sama. Kemudian cabut alat pelan-pelan untuk menghindari terjadinya “swab

effect”. Maka pengujian lapisan telah selesai.

Ada tiga kriteria tentang karakteristik hasil pencatatan tekanan yang baik dari

DST, yang dianjurkan oleh Murphy, Timmeran dan Van Poolen, yaitu sebagai

berikut:

1. Pressure base line adalah merupakan garis lurus dan jelas.

2. Tekanan hidrostatik mula-mula dan akhir yang dicatat sama dan tetap

terhadap kedalaman dan berat lumpur sama.

3. Tekanan aliran dan build up pressure yang dicatat merupakan kurva yang

smooth.

Dengan mengetahui karakteristik-karakteristik tersebut di atas, maka adanya

kondisi lubang bor/sumur yang buruk, alat yang tidak bekerja/berfungsi dengan baik

dan kesukaran lainnya dapat diketahui dari grafik pencatatan tekanan test DST.

Perencanaan, pengoperasian dan analisa hasil test sumur yang tepat akan melengkapi

data tentang permeabilitas, derajat kerusakan sumur (S), tekanan reservoir,

kemungkinan batas-batas reservoir dan heterogenitas formasi.

3.3.2. Pressure Build Up Test

Pressure build up test adalah suatu teknik pengujian transien tekanan yang

paling dikenal dan banyak dilakukan orang. Pada dasarnya, pengujian ini dilakukan

pertama-tama dengan memproduksikan sumur selama suatu selang waktu tertentu

dengan laju aliran yang tetap, kemudian menutup sumur tersebut (biasanya dengan

menutup kepala sumur di permukaan). Penutupan sumur ini menyebabkan naiknya

tekanan yang dicatat sebagai fungsi waktu (tekanan yang dicatat ini biasanya adalah

tekanan dasar sumur).

Berdasarkan data tekanan yang didapat dari hasil analisa pressure build up

tersebut, maka dapat ditentukan:

1. Permeabilitas formasi (k)

2. Adanya karakteristik kerusakan atau perbaikan formasi (faktor skin)

Page 45: BAB III

3. Produktivitas formasi (PI)

4. Tekanan statis (P*) dan tekanan rata-rata (P) reservoir

Dasar analisa PBU test ini dikemukakan oleh Horner, yang pada prinsipnya

adalah memplot tekanan terhadap suatu fungsi waktu berdasarkan suatu prinsip yang

dikenal dengan superposisi (superposition principle).

Berdasarkan prinsip superposisi tersebut, maka sumur diproduksi dengan laju

alir tetap selama waktu “tp”, kemudian sumur ditutup selama waktu “∆t”, sehingga

didapat bentuk umum persamaannya adalah:

.............................. (3-23)

dimana:

Pws = tekanan dasar sumur, psi

Pi = tekanan mula-mula reservoir, psi

q = laju produksi sebelum sumur ditutup, bbl/d

μ = viskositas minyak, cp

B = faktor volume formasi, bbl/STB

k = permeabilitas, mD

h = ketebalan formasi, ft

tp = waktu produksi sebelum sumur ditutup, jam = (Np/q) x 24

∆t = waktu penutupan sumur, jam

Dari Persamaan 3.23, terlihat bahwa apabila Pws diplot terhadap

log [(tp + ∆t)/∆t ] akan merupakan garis lurus dengan kemiringan (slope, m):

............................................................ (3-24)

Berdasarkan konsep tersebut, maka harga permeabilitas dapat ditentukan dari

slope “m”, sedangkan apabila garis tersebut diekstrapolasi ke harga “Horner

Time” [(tp + ∆t) /∆t] = 1, maka secara teoritis harga Pws sama dengan tekanan awal

reservoir .

Untuk menentukan apakah terjadi kerusakan atau perbaikan formasi yang

Page 46: BAB III

ditandai oleh harga skin factor (S), maka digunakan persamaan:

. (3-25)

Selanjutnya apabila ”S” ini:

Berharga positif (+) berarti ada kerusakan (damage) yang pada umumnya

dikarenakan adanya filtrat lumpur pemboran yang meresap ke dalam formasi atau

mud cake di sekeliling lubang bor pada formasi produktif yang kita amati.

Berharga negatif (–) berarti menunjukkan adanya perbaikan, yang biasanya terjadi

setelah dilakukan pengasaman atau suatu perekahan hidraulik.

Adanya hambatan aliran yang terjadi pada formasi produktif akibat adanya

skin effect, biasanya diterjemahkan kepada besarnya penurunan tekanan, ∆Ps yang

ditentukan menggunakan persamaan:

∆Ps = 0.87 x m x S, psi ............................................................ (3-26)

sehingga besarnya produktifitas formasi (PI) dan flow efficiency (FE) berdasarkan

analisa pressure build up ini dapat ditentukan menggunakan persamaan:

, BPD/Psi ................................................ (3-27)

dan

............................................. (3-28)

sedangkan untuk mengetahui besarnya radius of investigation (ri) dapat ditentukan

menggunakan persamaan:

...................................................... (3-29)

dimana Ct = kompresibilitas, Psi-1

3.3.3. Pressure Drawdown Test

Page 47: BAB III

Pressure drawdown test adalah suatu pengujian yang dilaksanakan dengan

jalan membuka sumur dan mempertahankan laju produksi tetap selama pengujian

berlangsung. Sebagai syarat awal, sebelum pembukaan sumur tersebut tekanan

hendaknya seragam di seluruh reservoir yaitu dengan menutup sumur sementara

waktu agar dicapai keseragaman tekanan di reservoirnya. Pada dasarnya pengujian ini

dilakukan pada:

a. Sumur baru

b. Sumur-sumur lama yang telah ditutup sekian lama hingga dicapai

keseragaman tekanan reservoir

c. Sumur-sumur produktif yang apabila dilakukan build up test, akan

mengalami kerugian

Informasi-informasi yang dapat dihasilkan dari analisa pressure drawdown

test diantaranya untuk menentukan:

a. Menentukan permeabilitas formasi (k)

b. Menentukan faktor skin (S)

c. Menentukan volume pori yang terisi fluida (Vp)

Metode analisa pressure drawdown test dibagi menjadi tiga (3), yaitu:

1. Pada saat periode transient (Infinite Acting)

Apabila suatu sumur diproduksi dengan laju aliran tetap dan tekanan awal

reservoir = Pi, maka persamaan tekanan pada lubang bor (rD = 1) yang dinyatakan

dalam variabel tidak berdimensi, adalah:

PD = ½ ln ( tD ) + 0.81................................................................ (3-30)

Setelah tD / rD2 > 100 dan setelah efek wellbore storage menghilang, maka akhirnya

akan didapat:

(3-31)

Dari Persamaan (3-29), terlihat bahwa plot antara Pwf vs log (t) merupakan

Page 48: BAB III

garis lurus dengan kemiringan (slope = m)

......................................................... (3-32)

Harga skin ditentukan dengan persamaan:

.............(3-33)

2. Periode tansient lanjut

Persamaan umumnya:

.................................... (3-34)

atau:

....(3-35)

Jika log (Pwf - P) vs t diplot harus merupakan garis lurus dengan kemiringan:

................................................... (3-36)

dan titik potongnya terhadap sumbu tegak (b), adalah:

................................................................ (3-37)

Plot antara log (Pwf - P) vs t akan linier asalkan P diketahui besarnya. Tetapi

sayangnya tidak, sehingga pada metode ini harus dilakukan coba-coba menggunakan

suatu harga P. Apabila harga P tadi cocok dengan kondisi yang ada, maka akan

didapatkan garis lurus dan apabila garis lurus telah didapatkan, maka permebilitas

dihitung dengan:

Page 49: BAB III

............................................................... (3-38)

lalu untuk volume pori:

Vp = 0.1115 ............................................................. (3-39)

Faktor skin didapat dari persamaan:

................................................. (3-40)

................................................................................... (3-41)

3. Periode semi mantap (Pseudo Steady State atau Semi Steady State)

Pengujian terutama untuk menentukan volume reservoir yang berhubungan

dengan sumur yang diuji, oleh sebab itu disebut “Reservoir Limit Testing”.

Persamaan dasar yang digunakan adalah:

....... (3-42)

Dari Persamaan (3-42), plot antara Pwf vs t merupakan suatu garis lurus dengan

kemiringan:

................................................................ (3-43)

kemudian dari kemiringan tersebut akan dapat ditentukan drainage volume (bbl):

................................................................. (3-44)