bab iii

5
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definisi Produk Sayur asin merupakan produk olahan sayuran yang mempunyai rasa khas. Sayur asin dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin sebagai bahan pertumbuhan bakteri.Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak. Sayur asin ini selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti: genjer, kubis dan lain-lain. Sayur asin merupakan suatu produk yang mempunyai cita rasa yang khas, yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat. (Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pangan, 1981). 3.2 Bakteri Yang Berperan Dalam proses fermentasi sayuran digunakan bakteri alami yang terdapat dalam sayur-sayuran, seperti sawi hijau, kubis, dsb. Jenis bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalah Leuconostoc mesenteroide, Lactobacillus cucumeris, L. plantarum dan L. pentoaceticus. Pada awal fermentasi, bakteri yang aktif dalam jumlah besar adalah bakteri coliform, seperti Aerobacter cloacer, yang menghasilkan gas dan asam-asam yang mudah menguap dan pada kondisi tersebut aktif pula bakteri Flavo-bacterium rhenanus, yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk cita rasa yaitu kombinasi dari asam dan alkohol pembentuk ester. Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob, namun bila dalam tempat fermentasi ada udara, akan mengakibatkan terjadinya proses pembusukan pada sayur asin. 3.3 Proses Fermentasi Dalam pembuatan sayur asin ditambahkan garam. Penambahan garam tersebut berfungsi untuk mengurangi bakteri pembusuk dan

Upload: angga-adyta

Post on 22-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Produk

Sayur asin merupakan produk olahan sayuran yang mempunyai rasa khas. Sayur asin dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin sebagai bahan pertumbuhan bakteri.Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak. Sayur asin ini selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti: genjer, kubis dan lain-lain. Sayur asin merupakan suatu produk yang mempunyai cita rasa yang khas, yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat. (Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pangan, 1981).

3.2 Bakteri Yang Berperan

Dalam proses fermentasi sayuran digunakan bakteri alami yang terdapat dalam sayur-sayuran, seperti sawi hijau, kubis, dsb. Jenis bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalah Leuconostoc mesenteroide, Lactobacillus cucumeris, L. plantarum dan L. pentoaceticus. Pada awal fermentasi, bakteri yang aktif dalam jumlah besar adalah bakteri coliform, seperti Aerobacter cloacer, yang menghasilkan gas dan asam-asam yang mudah menguap dan pada kondisi tersebut aktif pula bakteri Flavo-bacterium rhenanus, yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk cita rasa yaitu kombinasi dari asam dan alkohol pembentuk ester. Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob, namun bila dalam tempat fermentasi ada udara, akan mengakibatkan terjadinya proses pembusukan pada sayur asin.

3.3 Proses Fermentasi

Dalam pembuatan sayur asin ditambahkan garam. Penambahan garam tersebut berfungsi untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri yang dikehendaki dan garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sawi tertarik keluar melalui proses osmosis. Setelah penyimpanan selama 1 minggu, sayur tersebut berbau busuk, berwarna putih kekuningan, dan terbentuk cairan. Adanya pembusukan ini diindikasikan oleh aromanya yang amis. Pembusukan ini disebabkan oleh sedikitnya air yang keluar dari sayur tersebut. Hal itu disebabkan karena selama proses fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan Mycoderma di atas larutan garam tetapi kita tidak membuangnya, jadi selaput tersebut merupakan mikoorganisme yang menyebabkan bau busuk tersebut. Untuk mencegah hal tersebut, botol-botol fermentasi harus disimpan dalam udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral yang netral di atas larutan garam.

Page 2: BAB III

Cara penambahan garam ada dua cara yaitu cara kering (penambahan bubuk garam pada sayuran) dan cara basah (menggunakan larutan garam). Cara kering menggunakan garam dalam bentuk padat atau kristal, dilakukan dengan cara menyusun bahan dan garam dalam wadah secara berlapis dan ditetapkan pada pembuatan sawi asin. Cara basah digunakannya larutan garam untuk merendam sawi yang akan digarami dan umumnya pada pembuatan sawi asin. Pada proses fermentasi, bakteri asam laktat anaerobik yang berperan ialah Lactobacillus brevis, Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum. Kondisi lingkungan, jumlah dan jenis mikroorganisme, kebersihan, konsentrasi dan distribusi garam, suhu dan penutupan akan sangat menentukan berlangsungnya proses fermentasi. Menurut (Bukle, dkk, 1987) faktor-faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah :

1. Terciptanya keadaan anaerobik

2. Penggunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat gizi dari sayur

3. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi

4. Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai

Fermentasi mengakibatkan adanya peningkatan gula reduksi pada sayur asin sebab air tajin mengandung pati amilosa. Pati yang berupa amilosa tersebut didegradasi oleh bakteri asam laktat menjadi glukosa dan maltosa. Glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat. Glukosa dan maltosa yang masih terdapat dalam air tajin terukur sebagai gula reduksi (Steinkraus, 1983). pH awal fermentasi sayur asin berkisar antara pH 6,4-6,58. Setelah dilakukan proses fermentasi selama 4 hari terjadi penurunan pH berkisar antara pH 3-3,42. Nilai pH dipengaruhi oleh kandungan asam yang dihasilkan selama fermentasi sayur asin. Pada proses fermentasi sayur asin terjadi pertumbuhan secara spontan bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat. Semakin tinggi jumlah beras yang digunakan dalam pembuatan air tajin, maka nilai pH sayur asin semakin menurun. pH akhir dari fermentasi adalah ±3,6. Hal ini disebabkan kandungan gula reduksi meningkat dan dapat dimanfaatkan 15

oleh bakteri asam laktat secara optimal dalam menghasilkan asam, yaitu asam laktat dan asam asetat (Pederson, 1971).

Proses reaksi fermentasi :

C6H12O6 2CH3CHOHCOOH + 22,5 kkal

Asam laktat

C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO2 + 22 kkal

Etil alcohol

3.4. Perubahan yang Terjadi

Page 3: BAB III

Agar fermentasi berlangsung dengan baik suhu ruangan harus kira-kira 30oC. Bila suhunya lebih rendah pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat sehingga tidak cukup banyak yang dihasilkan dan akibatnya produk menjadi busuk. Selama fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan Mycoderma di atas larutan garam. Selaput ini harus dibuang secara hati-hati karena mikroorganisme tersebut menggunakan asam yang dihasilkan dalam proses fermentasi untuk keperluannya sendiri, dan akibatnya mikroorganisme pembusuk tumbuh. Untuk mencegahnya, tong fermentasi harus disimpan dalam udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral yang netral di atas larutan garam. Lapisan ini menghambat tumbuhnya ragi pembentuk selaput tersebut, karena medium terjadi kekurangan oksigen. Sebaliknya karena bakteri asam laktat bersifat anaerob fakultatif maka pertumbuhannya menjadi lebih baik (Margono, dkk, 1993).

Seringkali dalam pembuatannya, produk sawi asin mengalami kerusakan hasil fermentasi. Kerusakan pada fermentasi sayuran umumnya disebabkan terjadinya fermentasi yang tidak normal. Tingginya suhu dapat menghambat tumbuhnya Leuconostoc mesenteroides dan menghasilkan cita rasa yang tidak diharapkan. Sebaliknya jika suhu fermentasi terlalu rendah akan menghambat aktivitas bakteri asam laktat dan mendorong pertumbuhan bakteri kontaminan yang berasal dari tanah seperti Enterobacter dan Flavobacterium. Waktu fermentasi yang berlebih juga dapat mendorong pertumbuhan bakteri pembentuk gas, yaitu Lactobacillus brevis, yang menghasilkan aroma asam yang tajam (Frazier dan Westhoff, 1979).

Kerusakan lain pada perusakan produk fermentasi sawi asin adalah pelunakan (softening). Pelunakan tekstur ini disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik yang dihasilkan olek mikroorganisme. Bakteri yang berperan dalam kerusakan ini antara lain Bacillus subtilis, Bacillus polymixa, Achromobacter, Erwinia,Enterobacter, Achromonas, dan Eschericia. Selain bakteri, kapang dan khamir juga berperan dalam terjadinya kerusakan ini. Kapang yang terlibat adalah Penicillium chrysogenum, sedangkan khamir yang terlibat adalah Saccharomyces oleaginosus (Vaughn, 1985).

Menurut Pederson (1982) kerusakan akibat adanya gas pada produk fermentasi sawi asin bisa berupa pembengkakan, berlubang, berongga, ataupun bentk pikel yang berlekuk-lekuk. Hal ini bisa diakibatkan oleh struktur bahan, pembentukan gas oleh mikroorganisme, pengaruh tekanan larutan terhadap permukaan bahan, serta akibat jenis dan tingkat kematangan dari buah itu sendiri. Kerusakan yang lain adalah produk berlendir yang disebabkan karena adanya bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh di permukaan, warna produk kemerahan (pink kraut) karena tumbuhnya khamir dari genus Rhodotorula pada suhu fermentasi yang terlalu tinggi, tempat fermentasi kotor, keasaman yang rendah, kelebihan garam, dan penyebaran garam yang tidak merata (Frazier dan Westhoff, 1978).

3.5 Karakteristik Produk Akhir

Konsentrasi garam yang paling baik untuk pembuatan sawi asin adalah 3%. Sawi asin dengan konsentrasi garam 3% memiliki pH yang lebih rendah dibanding pH sawi asin dengan konsentrasi garam 5%. Konsentrasi garam 3% menghasilkan produk sawi asin yang memiliki rasa yang asin sedikit asam, warna hijau muda, aroma khas sawi asin, dan tekstur renyah. Penambahan sumber karbohidrat berupa air tajin sebagai media fermentasi menyebabkan sawi asin memiliki mutu

Page 4: BAB III

organoleptik yang lebih baik dibanding tanpa penambahan air tajin. Penambahan air tajin lebih efektif bila dikombinasikan dengan konsentrasi garam 3%. Sawi asin dengan penggunaan air tajin dan konsentrasi garam 3% memiliki warna hijau muda, rasa asin, aroma khas sawi asin, dan tekstur yang renyah