bab iii
DESCRIPTION
BAB IIITRANSCRIPT
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Cervical Root Syndrome (CRS) adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh iritasi atau penekanan radiks saraf cervical ditandai dengan adanya rasa nyeri
pada leher yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks yang
terganggu. Dapat dikatakan bahwa Cervical root syndrome merupakan suatu
kumpulan gejala yang diakibatkan karena adanya pergeseran patologik dari radiks
saraf spinal
Penyebab dari CRS bervariasi dan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu
adanya penyempitan foramen intervertebra atau tidak. Terjadinya penyempitan
foramen ini biasanya disebabkan oleh adanya spondilosis dan disertai oleh proses
degerasi yang sering terjadi pada usia lanjut.
Spondilosis merupakan kondisi dimana terjadi perubahan degeneratif
pada sendi intervertebralis antar corpus dan diskus vertebra. Yang ditandai dengan
pertumbuhan osteofit pada corpus vertebra tepatnya pada tepi inferior dan
superior. Spondilosis Cervical adalah diagnosa radiologik untuk suatu kondisi
dimana terdapat degenerasi yang progresif dari sendi-sendi intervertebral bagian
cervical (Sidharta,1999).
Secara radiologik spondylosis dapat menimbulkan cervical root syndrome
dengan memperlihatkan kelainan berupa osteofit yang menonjol kedalam foramen
intervertebralis (penyempitan pada bagian posterior diskus vertebralis),
berdegenerasi dan rata, sehingga timbul rasa nyeri radikuler (Hudaya,2009).
Hal ini akan menyebabkan terjadinya kompresi/penekanan pada isi
foramen intervertebral ketika gerakan ekstensi, sehingga timbul nyeri yang pada
akhirnya akan menyebabkan penurunan mobilitas/toleransi jaringan terhadap
suatu regangan yang diterima menurun.
II. Anatomi Fungsional
2.1 Osteologi
10
Osteologi adalah ilmu pengetahuan tentang tulang. Tulang adalah jaringan
ikat yang paling keras pada tubuh dengan spesifikasi khusus dan bereaksi secara
terbatas terhadap suatu keadaan yang abnormal. Tulang terdiri dari beberapa lain
yang di bedakan menjadi : periosteum (lapisan terluar pada tulang keras),
perichondrium (lapisan terluar pada tulang rawan), endosteum / periosteum
internum (lapisan pada tulang yang meliputi rongga yang terletak di dalam tulang)
Pearce, 1990).
Dalam hal ini sistem skeletal yang akan dibahas adalah tulang vertebra
cervical.
1) Os Vertebra
Tulang vertebra mempunyai suatu bentuk tertentu tapi bukan merupakan
suatu tiang yang lurus melainkan membentuk suatu lengkungan yang cembung
kebelakang dan cembung kedepan pada bidang sagital. Yaitu kyposis thoracalis
dan sacralis serta lordosis cervicalis dan lumbalis. Selain itu juga ada scoliosis
yang melenkung ke samping dalam bidang frontal.
Columna vertebralis membentuk struktur dasar batang badan yang terdiri
dari 32-33 ruas vertebra dan terbagi menjadi : 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra
thoracalis, 5 vertebra lumbalis , 5 vertebra sacralis, 3-4 vertebra coccygealis.
Keterangan gambar:
1. Vertebra Cervical 1-7
2. Vertebra Thoracic 1-12
3. Vertebra Lumbalis 1-5
4. Os sacrum
5. Os coccygeus
6. Atlas
7. Axis
8. Vertebra promineus
9. Foramen intervertebralis
10. Promontorium
11
Vertebra umumnya terdiri dari sebuah badan (corpus) dan sebuah
lengkungan (arcus). Lengkungan terdiri dari dua bagian yaitu lengkungan radik
dan procesus spinosus.
2) Os Cervical
Columna vertebralis di bentuk oleh tujuh tulang vertebra dan di bagi
menjadi dua yaitu upper atau posterior segment (C1-C2) terdiri dari vertebra
pertama (atlas) dan vertebra kedua (axis). Lower atau inferior segment (C3-C7)
mulai dari permukaan superior vertebra thorakal 1 (Th1). Secara fungsional ke
dua segment tersebut saling bekerja sama dalam membentuk sedikit pergerakan
rotasi, lateral flexi, flexi dan extensi dari kepala.
Corpus vertebra terletak tepat di belakang arcus vertebra, pada vertebra
cervical ke tiga sampai ke enam (C3-C6) ujungnya bercabang. Antara corpus dan
arcus cervical terdapat foramen vertebra yang relatif besar, procesus tranversus
tebentang ke lateral.
Pada vertebra C5 procesus spinosus bifida (bercabang dua) foramen
transvesarium membagi procesus membagi procesus tansversus menjadi
tuberculum anterius dan tuberculum posterius, diantara tuberculum tersebut
terdapat sulcus nervi spinalis yang dilalui oleh n.spinalis.
Pada vertebra C6 tuberculum anterior membesar yang disebut juga
tuberculum caroticum yang berdekatan dengan arteri carotis. Dan pada vertebra
C7 procesus spinosus tak bercabang dan sangat menonjol disebut juga prominens.
Tuberculum anterior mengecil/menghilang, tetapi jika tumbuh disebut tuberculum
costarius.
12
Keterangan gambar:
1. Axis
2. Atlas
3. Axis
4. Vertebra promineus
5. Processus Spinosus
3) Myologi
Myologi adalah ilmu yang mempelajari tentang otot. Otot adalah jaringan
yang mempunyai kemampuan khusus untuk berkontraksi. (Evelyn C, Pierce,
1990). Penulis akan membahas otot dari gerak yang dipersyarafi oleh n. cervicalis
adalah terdiri dari otot-otot cervical.
1) Otot-otot Cervical
(1) M. Rectus capitis posterior major
Berorigo di procesus spinosus axis, insertionya di linea nuchealis inferior
dan inervasinya dari N. suboccipotalis.
(2) M. Rectus capitis posterior minor
Berorigo di tuberculum posterius dari arcus posterior (atlas), insertionya di
linea nuchealis inferior dan inervasinya dari N. suboccipotalis.
(3) M. Obliqus capitis superior
Berorigo di tuberculum posterius dari arcus tranversus (atlas), insertionya
di linea nuchealis inferior dan inervasinya dari N. suboccipotalis.
(4) M. Obliqus capitis inferior
Berorigo di procesus spinosus axis, insertionya di procesus tranversus dan
inervasinya di N. suboccipotalis.
(5) M. Rectus capitis lateralis
13
Berorigo di procesus tranversus bagian depan, insertio di procesus
jugularis os accipitale dan inervasinya dari N. Cervicalis. Kelima otot tersebut
berfungsi menyelaraskan posisi dan kinematik sendi kepala.
(6) M. Sternocleidomastoideus
Berorigo di caput longum dari permukaan ventral sternum, caput breve
dari 1/3 sternal clavicula. Insertio di lingkar belakang procesus mastoideus dan ½
bagian lateral linea nuchalis superior. Inervasi dari N. accesorius pleksus
cervicalis dan fungsinya menegakkan kepala, fleksi leher, rotasi leher ke sisi
berlawanan.
(7) M. Scalenus anterior
Berorigo di tubercula anterior dari procesus tranversi VC 3-6, insertio di
tuberculum musculi scaleni anterior costa I, inervasi dari cabang pleksus
cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya thorax mengangkat 2 tulang rusuk
sebelah cranial (otot-otot inspirasi), tulang belakang flexi lateral tulang belakang
leher.
(8) M. Scalenus medius
Berorigo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua VC, insertio
caput breve pada costa I, lateral dari M. Scalenus anterior, belakang sulkus arteria
subclavia, inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan
fungsinya thorax mengangkat 2 tukang rusuk sebelah cranial (otot-otot inspirasi),
tulang belakang flexi lateral tulang belakang leher.
(9) M. Scalenus anterior
Berorigo di tubercula posterior dari procesus tranversi semua VC 5-6,
insertio bertendon pendek dan pipih pada tepi atas costa II dan III, inervasi dari
cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya thorax mengangkat
2 tukang rusuk sebelah cranial (otot-otot inspirasi), tulang belakang flexi lateral
tulang belakang leher.
(10) M. longus capitis
Berorigo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua C3-6, insertio
di permukaan luar pars basilaris ossis occipitalis, inervasi dari cabang pleksus
cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya flexi leher.
14
Pada kasus ini, spasme terjadi disekitar otot leher bagian posterior.
Terutama pada otot upper trapezius.
Keterangan gambar :
1. M. Sternocleidomastoideus
2. M. Semispinalis
3. M. Splenius Capitis
4. M. Levator Scapulae
5. M. Scaleneus Anterior
6. M. Scaleneus Medius
7. M. Scaleneus Posterior
8. M. Trapezius
4) Ligamen
Ligamen merupakan jaringan ikat yang berbentuk seperti tali atau pita
yang berfungsi sebagai penghubung tulang-tulang dan menstabilkan sendi.
Ligament yang memperkuat cervical, antara lain:
1) Ligamentum longitudinal anterior
Dimulai dari tulang occipital atau tuberkulum anterius atlas berjalan turun
kebawah anterior terhadap permukaan corpus vetebra sampai ke sacrum. Ligamen
tersebut semakin melebar kekaudal dan selalu terikat erat dengan corpus vertebra,
tetapi tidak pada discus intervertebralis. Ligamen longitudinal anterior anterior
yang kuat menghubungkan bagian depan corpus.
2) Ligamentum longitudinal posterior
Berasal dari tulang occipital dan berjalan kebawah sepanjang permukaan
belakang corpus vertebra dan berakhir di sacrum. Ligamen ini terikat erat pada
discus intervetebralis dan merupakan ligamen yang lebih lemah tapi sensitif
15
terutama terhadap rangsang nyeri dan berfungsi untuk membatasi gerakan utama
pada gerakan flexi-ekstensi dan melindungi discus intervertebralis.
3) Ligamentum flavum
Merupakan ligamen vertebralis yang paling lentur yang terbentang luas
secara segmental antara arcus vertebra. Ligamentum flavum membatasi sebelah
medial dan sisi dorsal foramen intervertebralis. Walapun dalam keadaan istirahat
ini tetap tegang. Sewaktu flexi columna vertebra, ligamen ini menjadi lebih
terenggang dan membantu columna vertebralis kembali dalam sikap tegak.
4) Ligamentum nuchea
Terbentang dari crista occypitalis externa sampai processus spinosus
vertebra cervicalis. Pada posisi sagital memungkinkan tempat melekatnya otot-
otot dan terus ke bawah pada daerah cervical sebagai ligamentum interspinal dan
ligamentum supraspinal.
5) Ligamentum intertransversum dan interspinale
Merupakan jaringan ikat yang pendek diantara processus tranversus.
6) Ligamentum interspinale
Merupakan ligamen vertebralis yang paling kuat dan dimulai dari
processus spinosus vertebra cervicalis ketujuh dan terbentang sampai sejauh
sacrum dan menghubungkan vertebra dan sacrum.
5) Diskus Vertebra Cervical
Diskus intervetebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk sebuah
bantalan di antara dua tulang belakang. Material yang keras dari fibrosa
digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola di bagian tengah diskus
dinamakan Nukleus Pulposus. (1) Discus pada vertebrae cervical lebih kecil
disbanding dari toracal dan lumbal. (2) Terdiri dari nucleus pulposus, annulus
fibrosus, dan 2 cartilaginous end plate. (3) Lebih tertutup tulang bila dibandingkan
dengan vertebra yang lain.
6) Inervasi
System syaraf terdiri dari 12 pasang syaraf cranial yang meninggalkan
otak dan melintasi foramina cranium dan 31 pasang syaraf spinalis yang
meninggalkan otak dan melintasi foramina intervertebralis columna vertebralis.
Dalam makalah ini penulis hanya membatasi persyarafan yang keluar dari C5-C6
16
yaitu Nervus Axilaris dan Nervus Musculocutaneus. Nervus Axilaris berasal dari
fasikulus anterior pleksus brachialis dan terdiri atas serabut - serabut yang berasal
dari segment C5-C6. Cabang- cabang motorik mempersyarafi : (1) M. Deltoid, (2)
M. Teres minor. Nervus Musculocutaneus timbul dari fasiculus lateralis pleksus
brachialis dan terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen cervical 5-6.
Cabang-cabang motorik mempersyarafi : (1) M. Biceps brachii, (2) M. Brachialis.
Keterangan gambar Nervus Axilaris : 1. Suprascapular
2. Axilary
3. Radial
4. Deep Branch of Radial
17
Keterangan gambar : 1. Lateral Anterior Thoracic
2. Medial Anterior Thoracic
3. Musculocutaneus
4. Median
5. Radial
6. Ulnar
7. Volar Interosseous
III. Patologi
Adanya degenerasi diskus intervertebralis secara progresif kemudian
mengarah terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang-tulang vertebra dan
diskus. Kemudian degenerasi diskus terjadi dan elastisitas serabut-serabut dari
annulus menurun dan berubah menjadi jaringan fibrous sehingga menyebabkan
fleksibilitas dan gerakan daerah cervical menjadi kaku. Ligamen-ligamen yang
menambat pada posterior vertebra menjadi lemah sehingga setiap tekanan
terhadap ligamen memungkinkan terlepasnya periosteal yang menyebabkan
material diskus dari tonjolan annulus diskus antara vertebra dan mendorong
ligamen menonjol keluar kemudian menghasilkan reaksi nyeri. Reaksi iritasi
dapat menyebabkan perubahan jaringan fibrous yang diikuti terjadinya
pengapuran.
18
Degenerasi akan diikuti oleh timbulnya penebalan subchondral yang
kemudian terjadi osteofit yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan pada
foramen intervertebralis. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
kompresi/penekanan pada isi foramen intervertebral ketika gerakan ekstensi,
sehingga timbul nyeri yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan
mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang diterima menurun.
IV. Etiologi
Rangsangan pada akar syaraf cervical dapat disebabkan oleh reaksi
radang, trauma, ligamen dan capsul sendi yang tidak stabil, pembentukan osteofit,
frakture dan dislokasi kelainan congenital serta penekanan pada arteria vertebralis.
Spondilosis terjadi karena adanya kelainan degeneratif pada diskus
intervertebralis secara progresif. Radiologis tampak perubahan discus
intervertebralis, pembentukan osteofit paravertebral dan facet joint serta
perubahan arcus laminalis posterior. Osteofit yang terbentuk seringkali menonjol
ke dalam foramen intervertebrale dan mengadakan iritasi atau menekan akar saraf.
Ekstensi servikal dapat meningkatkan intensitas rasa nyeri yang menyebabkan
timbulnya gejala kaku (stiffness) pada cervical spine bawah dan tidak jarang
menimbulkan hipermobilitas cervical spine atas. Sehingga tubuh mengalami suatu
reaksi iritasi (defance mechanism) dengan penggantian jaringan disekitar vertebra
dan diikuti proses pengapuran dan akhirnya menjadi osteofit yang dapat dilihat
dengan foto rontgen (Cailliet, 1991).
V. Manifestasi Klinik
Seperti yang telah diketahui bahwa saraf cervical yang berperan dalam
persarafan bahu, lengan, sampai jari adalah saraf cervical yang berasal dari
segmen medula spinalis C5, C6, C7, dan C8 maka radiks-radiks dari segmen
inilah yang memegang peranan dalam masalah cervical root syndrome ini. Pada
anamnesa biasanya dijumpai pasien dengan keluhan nyeri tengkuk serta kaku
pada otot leher dan kadang disertai dengan sakit daerah belakang kepala. Rasa
nyeri biasanya timbul pada pergerakan kepala dan leher disertai adanya penjalaran
ke lengan sesuai dengan persarafan radiks yang terkena, ini yang dinamakan nyeri
radikuler.
19
Pada pemeriksaan tidak jarang leher mengalami keterbatasan dalam
lingkup geraknya dan biasanya pasien juga merasakan hal itu dengan atau tidak
disertai nyeri leher. Kelainan neurologiknya, terhadap radiks saraf spinal akan
menimbulkan gangguan sensibilitas dan motorik. Untuk ganguan sensibilitas
pengenalan klinisnya ditentukan oleh terdapatnya nyeri saraf daerah kulit yang
dipersarafi oleh radiks dorsalis yang terangsang. Hal tersebut yang dinamakan
dengan dermatom. Sedangkan kelaianan motorik ditandai dengan adanya
kelemahan pada daerah lengan dan tangan. Pemeriksaan lebih lanjut dinilai refleks
tendonnya yang terkadang menurun pada otot yang dipersarafinya.
Radiks Nyeri dijalarkan dari leher ke:
Kelemahan otot
Gangguan sensibilitas
Refleks tendon
C5 Bahu bagian bawah dan lengan atas bagian lateral
Supraspinatus Deltoideus Infraspinatus Biceps
Permukaan ventral lengan atas dan bawah Tidak ada gangguan sensibilitas pada jari-jari
Refleks biceps tidak terganggu atau menurun
C6 Bagian lateral (radial) lengan bawah
Biceps Brachioradialis
Permukaan ibu jari dan tepi radial dari lengan
Refleks biceps, menurun / menghilang
C7 Bagian dorsal lengan bawah
Triceps Permukaan jari telunjuk, jari tangan dan dorsum manus
Refleks triceps menurun atau menghilang
C8 Bagian medial (ulnar) lengan bawah
Otot-otot tangan: interossei
Jari kelingking dan jari manis
Refleks biceps dan triceps tidak terganggu
VI. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis memegang peranan penting mengingat banyaknya kausa yang
dapat menyebabkan cervical root syndrome ini, terutama mengenai identitas, serta
riwayat hidup seperti umur, riwayat trauma sebelumnya, riwayat pekerjaan.
20
b. Inspeksi
Perhatikan sikap tubuh pasien saat menanyakan riwayat penyakit.
Bagaimana posisi kepala dan leher selama wawancara. Biasanya pasien
menekukkan kepala menjauhi sisi yang cedera dan leher terlihat kaku. Gerak leher
ke segala arah menjadi terbatas, baik yang mendekati maupun menjauhi sisi
cedera
c. Palpasi
- Nyeri kaku pada leher
- Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
- Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps. Berkurangnya reflex biceps
- Dijumpai nyeri alih (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu”
hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.
d. Pemeriksaan fungsi motorik
Pemeriksaan motorik sangatlah penting untuk menentukan tingkat radiks
servikal yang terkena sesuai dengan distribusi myotomal. Sebagai contoh:
Kelemahan pada abduksi pundak menunjukkan radikulopati C5. Kelemahan pada
fleksi siku dan ekstensi pergelangan tangan menunjukkan radikulopati C6.
Kelemahan pada ekstensi siku dan fleksi pergelangan tangan menunjukkan
radikulopati C7 dan kelemahan pada ekstensi ibu jari dan deviasi ulnar dari
pergelangan tangan menunjukkan radikulopati C8. Pemeriksaan refleks tendon
sangat membantu menentukan tingkat radiks yang terkena. Seperti : Refleks
biseps mewakili tingkat radiks C5-6, Refleks triseps mewakili tingkat radiks C7-8.
e. Pemeriksaan fungsi sensorik
Pemeriksaan fungsi sensorik dilakukan bila ada gangguan sensorik.
Namun seringkali gangguan sensorik tidak sesuai dermatomal atlas anatomik. Hal
ini disebabkan oleh adanya daerah persarafan yang bertumpang tindih satu sama
lain . Pemeriksaan ini juga menunjukkan tingkat subyektivitas yang tinggi.
f. Tes Provokasi
- Tes Spurling
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher
diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan
ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah
21
ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik
namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada pasien
yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara
manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi
leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.
- Tes Lhermitte
Penderita disuruh duduk kemudian oleh pemeriksa dilakukan kompresi pada
kepalanya dalam berbagai posisi (miring kanan, miring kiri, tengadah,
menunduk). Hasil tes ini dinyatakan positif bila pada penekanan dirasakan adanya
rasa nyeri yang dijalarkan.
- Tes Distraksi Kepala Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi
terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks
syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab
lain belum dapat disingkirkan.
22
- Tes Valsava
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di
kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal
akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat
proses patologis di kanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan
intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia
menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di
leher menjalar ke lengan.
- Tes Naffziger
Dilakukan pada posisi berbaring atau berdiri dengan menekan vena
jugulare dengan kedua tangan pemeriksa sementara pasien mengejan. Akan terjadi
peningkatan intrakranial yang akan diteruskan sepanjang rongga arachnoidal
medula spinalis. Adanya proses desak ruang kanalis vertebralis akan
menimbulkan nyeri radikuler.
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiografi cervical
Foto polos servical ini biasanya rutin dilakukan pada pasien dengan cervical root
syndrome dengan kecurigaan spondilosis servikalis. Untuk keperluan tersebut
maka foto dibuat dengan berbagai proyeksi anterior-posterior, lateral, oblik
kanan-kiri. Pada pemeriksaan ini dinilai keadaan tulang, foramen, diskus, adanya
spur sehingga dapat ditentukan tingkat dari spondilosis.
2) CT Scan dengan myelografi
Digunakan untuk menilai spinal dan stenosis foraminal. Tetapi jarang digunakan
karena sifatnya invasif dan biasanya diagnosis dapat ditegakkan cukup dengan
pemeriksaan fisik dan foto polos rutin.
3) MRI
Salah satu prosedur untuk mendiagnosis cervical spondylosis. Keuntungannya
dapat memberikan gambaran dalam bermacam potongan, tidak invasif, dan dapat
mengidentifikasi kompresi radiks spinal.
4) EMG
Berguna untuk menilai lokasi radiks yang terlibat.
23
VII. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa :
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut.
Obat-obatan ini biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang
banyak digunakan biasanya dari golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan
nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang diperlukan juga analgetik golongan
narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga diberikan morfin. Ansiolitik
dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan mental. Pada kondisi
tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang
diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan. Kepala sebaiknya
diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam posisi flexi
sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah lateral.
Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau
kelompok nyeri non spesifik.
Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:
Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
Vit. B1, B6, B12
b. Non medikamentosa
Untuk mencapai kondisi pemulihan pasien sehingga bisa secepatnya
kembali bekerja adalah kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan lingkungan
kerja yang baik. Saran yang dapat diberikan antara lain:
- Sikap tubuh yang baik dimana tubuh tegak, dada terangkat, bahu santai, dagu
masuk, leher merasa kuat, longgar dan santai
- Tidur dengan bantal
- Penggunaan telepon dengan posisi leher menekuk dapat dikurangi dengan
menggunakan headset, menghindari penggunaan kacamata bifokal dengan
ekstensi leher yang berlebihan, posisi tidur yang salah.
24
- Saat menonton pertandingan pada lapangan terbuka, maupun layar lebar
sebaiknya menghindari tempat duduk yang menyebabkan kepala menoleh/berotasi
ke sisi lesi.
- Memelihara sendi otot yang fleksibel dan kuat dengan latihan yang benar.
- Pencegahan nyeri cervical ulangan yaitu dengan memperhatikan posisi saat
duduk, mengendarai kendaraan, dan posisi leher yang berkaitan dengan berbagai
pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
VIII. Rehabilitasi Medik
a. Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang
atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi
radiks saraf. Traksi dapat dilakukan 3 kali sehari selama 15 menit, dan dapat
dilakukan dengan frekuensi yang lebih sedikit selama 4 sampai 6 minggu. Setelah
keluhan nyeri hilang pun traksi masih dapat dianjurkan. Traksi
dikontraindikasikan pada pasien dengan spondilosis berat dengan mielopati dan
adanya arthritis dengan subluksasi atlanto-aksial.
b. Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta
mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar
yang benar-benar mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak
digunakan adalah SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam
dan diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan.
Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari
akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2
minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal non
spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu
2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit
motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.
c. Thermotherapy
25
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan
nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal
untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari
selama 15-30 menit, atau kompres panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali
sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan
antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung persepsi pasien
terhadap pengurangan nyeri.
d. Latihan
Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan
bisa dimulai pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan
mengangkat bahu atau penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan
nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun flexi. Pengurangan nyeri dapat
diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan
e. Operasi
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan
kompresi terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang
berkembang lambat serta melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan
kompresi tentunya harus dibuktikan dengan adanya keterlibatan neurologis serta
tidak memberikan respon dengan terapi medikamentosa biasa.
26