bab iii
TRANSCRIPT
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral
disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.
Anestesi memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan
menimbulkan sakit yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis
yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
3.1 TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUM
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya
kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan
kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien
dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi
angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
3.1.1 PENILAIAN PRE ANESTESI
Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi bukan cerita untuk
menakut-nakuti atau dibuat-buat, karena memang pernah terjadi di Indonesia.
Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokkan dengan gelang yang
dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang
akan di operasi.
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak
1
2
nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih
baik. Beberapa penelitit menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah
dimasa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan
digunakan ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe
berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-
2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem
kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk mengaktfkan kerja silia jalan
pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi sputum. Kebiasaan
minum alcohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.
Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ
tubuh pasien.
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan
urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan
foto thoraks.
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan utnuk menilai kebugaran fsiik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).
Kelas I : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas
rutin terbatas.
3
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak
perlu harus dihindari. Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan
huruf E.
Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia
harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum
induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi
anestesia. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan
minumobat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi
anestesia.
3.1.2 PREMEDIKASI
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesia
diantaranya:
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan
2. Memperlancar induksi anestesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
4
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi cairan lambung
8. Mengurangi refleks yang membahayakan
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi
yang tidak pasti. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-
15mg beberapa jam sebelum induksi anestesia. Untuk mengurangi mual-muntah
pasca bedah sering ditambahkan premedikasi suntikan intramuscular untuk
dewasa droperidol 2,5-5mg atau ondansetron 2-4mg (zofran,nafroz).
Waktu dan cara pemberian premedikasi yaitu pemberian obat secara
subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara intramuscular minimum harus
ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat dengan waktu tindakan
pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara intravena. Obat
akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum dimulai dalam
waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak
dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat
menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat
dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.
Obat-obat yang sering digunakan:
1. Analgesik narkotik
a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
5
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5
mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001
mg/kgBB
b. DBP
c. Narfoz, rantin, primperan.
3.1.3 INDUKSI ANASTESI
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien
tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia
sampai tindakan pembedahan selesai.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan
usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon
(cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan napas.
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)
yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa
trakea mudah dimasukkan.
6
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S : Suction penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
Induksi intravena
Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan dengan
hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan
dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien,
nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan
pada pasien yang kooperatif. Obat-obat induksi intravena:
1. Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg sebelum
digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5%
( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-
7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan
menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia
atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan
likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat
kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.
2. Propofol (diprivan, recofol)
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan
intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan
dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita
hamil.
7
3 Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia,
hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan
mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian
sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam
(valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salvias
diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin
dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50
mg), 10% ( 1ml = 100 mg).
4. Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga
banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk
anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis
rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
a. N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%.
Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan
anastetik lain seperti halotan.
8
b. Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi
semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,
terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor,
depresi miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi
lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga
mininggikan kadar gula darah.
c. Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap
otot lurik lebih baik disbanding halotan.
d. Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial.
Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi
dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak
digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga
digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner.
e. Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi
napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas
sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
9
f. Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga
digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Pelumpuh otot nondepolarisasi
Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkna
depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin
tidak dapat bekerja.
Tracurium 20 mg (Antracurium). Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis
rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama 20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2
menit. Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot adalah Cegukan (hiccup), Dinding
perut kaku, Ada tahanan pada inflasi paru
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan
saraf otot mencegah asetilkolin-esterase bekrja, sehingga asetilkolin dapat bekerja.
Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah neostigmin (prostigmin),
piridostigmin dan edrophonium.
Dosis neostigmin 0,04-0,08 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg,
edrophonium 0,5-1,0 mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik
menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus dan
hipermotilitas usus sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik
seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kg atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kg sampai
0,2-0,3 mg pada dewasa.
3.1.4 RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)
Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan
inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.
Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis)
sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
10
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-
50 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia
cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena
dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan
infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena,
pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi
dengan udara + O2 atau N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan
perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran
2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan,
dibantu atau dikendalikan.
3.2 MONITORING PERIANESTESIA
Tujuan monitoring untuk membantu anestetis mendapatkan informasi fungsi
organ vital selama peri anestesia, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring
secara elektronik membantu anestetis mengadakan observasi pasien lebih efisien
secara terus-menerus.
3.2.1 MONITORING KARDIOVASKULAR
1. Nadi
Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan, karena gangguan
sirkulasi sering terjadi selama anestesi. Makin bradikardi makin
menurunkan curah jantung.
Monitoring nadi secara kontinyu dapat dilakukan dengan peralatan
elektronik seperti EKG atau oksimeter yang disertai dengan alarm.
2. Tekanan Darah
Tekanan darah dapat diukur secara manual atau otomatis dengan manset
yang harus tepat ukurannya
3. Banyaknya Perdarahan.
11
3.2.2 MONITORING RESPIRASI
1. Tanpa Alat
Dengan inspeksi kita dapat mengawasi pasien secara langsung gerakan
dada-perut baik pada saat bernapas spontan atau dengan napas kendali dan
gerakan kantong cadang apakah sinkron. Untuk oksigenasi warna mukosa
bibir, kuku pada ujung jari dan darah pada luka bedah apakah pucat,
kebiruan, atau merah muda.
2. Stetoskop
Dengan stetoskop prekordial atau esophageal dapat didengar suara
pernapasan.
3. Oksimetri Denyut
Untuk mengetahui saturasi oksigen. Selain itu dapat diketahui frekuensi
nadi dan adanya disritmia
4. Kapnometri
Untuk mengetahui secara kontinyu kadar CO2 dalam udara inspirasi atau
ekspirasi. Kapnometer dipengaruhi oleh sistem anestesia yang digunakan.
3.2.3 MONITORING SUHU BADAN
Dilakukan pada bedah lama atau pada bayi dan anak kecil. Pengukuran suhu
sangat penting pada anak terutama bayi, karena bayi mudah sekali kehilangan
panas secara radiasi, konveksi, evaporasi dan konduksi, dengan konsekuensi
depresi otot jantung, hipoksia, asidosis, pulih anestesia lambat.
3.2.4 MONITORING GINJAL
Untuk mengetahui keadaan sirkulasi ginjal. Produksi air kemih normal
minimal 0,5-1,0 ml/kgBB/jam dimonitor pada bedah lama dan sangat bermanfaat
untuk menghindari resistensi urin atau distensi buli.
3.2.5 MONITORING BLOKADE NEUROMUSKULAR
Stimulasi saraf untuk mengetahui apakah relaksasi otot sudah cukup baik
atau sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus otot sudah kembali normal.
12
3.2.6 MONITORING SISTEM SARAF
Pada pasien sehat sadar, oksigenasi pada otaknya adekuat kalau orientasi
terhadap personal, waktu dan tempat baik. Pada saat pasien dalam keadaan tidak
sadar, monitoring terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respons pupil
terhadap cahaya, respon terhadap trauma pembedahan, respons terhadap otot
apakah relaksasi cukup atau tidak.
3.3 VENTILATOR MEKANIK
Ventilator mekanik ialah alat yang menghasilkan tekanan positif secara
ritmik untuk mengembangkan paru selama ventilasi artificial. Fungsi ventilator
umumnya sebagai berikut:
1. Mengembangkan paru selama inspirasi
2. Dapat mengatur waktu, dari inspirasi ke ekspirasi
3. Mencegah paru untuk menguncup sewaktu ekspirasi
4. Dapat mengatur waktu fase ekspirasi ke fase inspirasi
Fase Inspirasi
Rumus untuk menentukan aliran udara ke paru dan volume inspirasi jika gas
dialirkan ke jalan napas atas:
Aliran : perbedaan tekanan (pressure gradient) jalan napas-alveolar
Resistensi jalan napas
Volum: kenaikan tekanan dalam alveolar x komplien
Fase Perubahan Inspirasi ke Ekspirasi
Terdapat 4 jenis Fase perubahan inspirasi ke ekspirasi:
1. Putaran volum
Perubahan terjadi setelah ventilator mengirimkan volum yang telah
ditentukan. Jika ada kebocoran volum berubah.
2. Putaran waktu
Perubahan terjadi setelah tercapainya waktu inspirasi yang
sebelumnya telah ditentukan.
13
3. Putaran tekanan
Perubahan terjadi setelah tercapainya tekanan inspirasi dalam jalan
napas atas yang sebelumnya telah ditentukan.
4. Putaran aliran
Perubahan terjadi setelah aliran inspirasi menurun sesuai yang
telah ditentukan sebelumnya.
Fase Ekspirasi
Selama ekspirasi, paru dibiarkan menguncup sendiri sampai tercapai
tekanan 1 atmosfir atau setelah tercapai tekanan akhir ekspirasi positif.
Periksa Ventilator
Sebelum Ventilator Mekanik digunakan harus diperiksa hal-hal seperti
dibawah ini:
1. Gunakan kantong cadang (reservoir bag) sebagai model paru untuk
memeriksa apakah VM bekerja baik.
2. Alirkan oksigen sekitar 200-300 ml/menit
3. Tentukan volum tidal, frekuensi laju napas, rasio inspirasi-ekspirasi
sesuaivkebutuhan pasien.
4. Isi balon dengan oksigen secara mendadak (Oxygen Flush)
5. Awasi pengembangan kantong cadang sewaktu inspirasi.
6. Periksa semua alat monitor VM apakah bekerja normal. Misalnya
tekanan inspirasi puncak sekitar 20-30 cm H2O pada kantong cadang,
apakah ada kebocoran.
Pada paru normal ventilasi efektif dianjurkan menggunakan patokan sebagai
berikut:
1. Volum tidal 10-12 cc/kgBB
2. Laju napas 10-12 cc/kgBB
3. Rasio inspirasi:ekspirasi=1:2
4. Aliran inspirasi lambat. Tekanan tidak boleh >35 cmH2O (barotraumas
paru)
5. Jika mungkin disediakan kapnografi untuk menyesuaikan:
14
a. Besarnya aliran gas segar.
b. Besarnya volum tidal.
c. Frekuensi laju napas.
d. Menjaga supaya ‘end tidal’ CO2 antara 35-45 mmHg.
3.4 TATALAKSANA JALAN NAPAS
Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:
1. Hidung
Menuju nasofaring
2. Mulut
Menuju orofaring
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan
palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju
esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri
dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan
kuneiform.
A. Manuver tripel jalan napas
Terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
3. Mulut dibuka
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,
sehingga gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas
mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung
(naso-pharyngeal airway).
15
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke
jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan
untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk
semua ke trakea lewat mulut atau hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-
kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa
kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya
pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.
E. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut
(orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop
merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita
dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal
dua macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
16
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal
dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.
Gradasi Pilar faring Uvula Palatum Molle
1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -
Indikasi intubasi trakea
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea
melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan
umumnya digolongkan sebagai berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan
sekret jalan napas, dan lain-lainnya.
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan
efisien, ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Kesulitan intubasi
1. Leher pendek berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas
17
Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan
catatan tak akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan
cairan lainnya.
3.5 TATALAKSANA PASCA ANESTESIA
Pulih dari anestesia umum atau dari analgesia regional secra rutin dikelola
dikamar pulih atau unit perawatan pasca anestesi ( RR Recovery Room atau
PACU , Post Anestesia Care Unit ). Idealnya bangun dari anestesi secara
bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijumpai hal – hal yang
18
tidak menyenangkan akibat stress pasca bedah atau pasca anestesia yang berupa
gangguan napas, gangguan kardiovaskuler, gelisah, kesakitan mual-muntah,
menggigil dan kadang – kadang perdarahan.
Unit Perawatan Pasca Anestesi (UPPA) harus berada dalam satu lantai dan
dekat kamar bedah, supaya kalau timbul kegawatan dan perlu segera diadakan
pembedahan ulang tidak akan banyak mengalami hambatan. Selain itu karena
segera setelah selesai pembedahan dan anestesia dihentikan, pasien sebenarnya
masih dalam keadaan anestesi dan perlu diawasi dengan ketat seperti masih
berada di kamar bedah.
Pengawasan ketat di UPPA harus seperti sewaktu berada di kamar bedah
sampai pasien terbebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus
disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut ( Pulse Oksimeter ), EKG, perlatan
resusitasi jantung-paru dan obatnya harus disediakan tersendiri, terpisah dari
kamar bedah.
Personil dalam UPPA sebaiknya sudah terlatih dalampenanganan pasien
gawat, mahir menjaga jalan napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan dini
tanda vital yang membahayakan pasien.
3.5.1 GANGGUAN PERNAPASAN
Obstruksi napas parsial (napas berbunyi ) atau total, tidak ada ekspirasi
( tidak ada suara napas ) paling sering dialami pada pasien pasca anestesia umum
yang belum sadar, karena lidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring.
Penyebab lain adalah kejang laring (spasme laring) pada pasien menjelang sadar,
karena laring terangsang benda asing, darah, ludah sekret atau sebelumnya ada
intubasi trakea.
Jika penyebab obstruksi pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup
faring, hidung faring dan tentunya berikan oksigen 100%. Kalau tiak menolong,
pasang sungkup laring.
19
Obstruksi karena kejang laring atau edema laring, selain perlu oksigen
100%, bersihkan jalan napas, berikan preparat kortikosteroid (oradekson) dan
kalau tidak berhasil perlu dipertimbangkan memberikan pelumpuh otot.
Obstruksi napas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis (hiperkarbi,
hiper-kapni, PaCO2 > 45 mmHg) atau saturasi oksigen menurun (hipoksemi, Sa02
< 90 mmHg). Hal ini disebabkan pernapasan pasien lambat dan dangkal
(hipoventilasi). Pernapasan lambat sering akibat kebanyakan opioid dan dangkal
sering akibat pelumpuh otot masih berkerja. Jika penyebab jelas karena opioid
dapat diberikan nalokson dan jika pelumpuh otot dapat diberikan prostigmin-
atropin. Hipoventilasi yang berlanjut akan menyebabkan asidosis, hipertensi,
takikardi yang berakhir dengan depresi sirkulasi dan henti jantung.
3.5.2 GANGGUAN KARDIOVASKULER
Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa
trakea, pemberian cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf
simpatis karena hipoksi, hiperkapni dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang
berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard,
disritmia, edema paru atau perdarahan otak. Terapi hipertensi diarahkan pada
faktor penyebabnya dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau
nitropruside (niprus) 0,5-1,0 µg/Kg/menit.
Hipotensi akibat isian balik vena (venous return) menurun disebabkan
perdarahan, terapi cairan kurang adekuat, hilanganya cairan ke rongga ketiga,
keluaran air kemih belum diganti, kontraksi miokardium kurang kuat atau tahanan
vaskuler perifer menurun. Hipotensi harus segera diatasi jika tidak akan terjadi
hipoperfusi organ vital yang berlanjut dengan hipoksemia dan kerusakan jaringan.
Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor penyebabnya. Berikan oksigen 100%
dan infus kristaloid RL atau asering 300-500 ml.
Disritmia disebabkan oleh hipokalemi, asidosis-alkalosis, hipoksemia,
hiperkapnia atau memang pasien menderita sakit jantung
20
3.5.3 GELISAH
Gelisah pasca anestesi dapat disebabkan karena hipoksia, asidosis,
hipotensi, kesakitan, efek samping obat misalnya ketamin atau buli-buli penuh.
Setelah disingkirkan sebab-sebab diatas, pasien dapat diberikan obat midazolam
(dormikum) 0,05-0,1 mg-KgBB.
3.5.4 NYERI
Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan.
Untuk meredakan nyeri pasca beda ada analgesia regional pasien dewsa , sering
ditambahkan morfin 0,05 – 0,10 mg. Saat memasukkan anastetik lokal keruang
sub arachnoid atau morfin 2 – 5 mg ke ruang epidural.
Tindakan ini sangat bermanfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca
bedah sekitar 10 -16 jam. Setelah itu nyeri yang timbul biasanya bersifat sedang
atau ringan dan jarang diperlukan tambahan opioid. Dan kalupun perlu, cukup
diberikan analgetik gologan OAINS misalnya 10-30mg iv atau im.
Opioid lain seperti pethidin atau fentanyl jarang digunakan intradural atau
epidural, karena efeknya lebih pendek 3-6 jam. Efek samping opioid intratekal
atau epidural ialah gatal daerah muka dan pada manula depresi napas belakangan
setelah 10-24 jam. Gatal dimuka dan depresi napas dapat dihilangkan ddengan
nalokson. Opioid intratekal atau intradural tidak dianjurkan pada manula kecuali
mendapat pengawasan ketat. Jika terjadi nyeri berat pasca bedah di UPPA
diberikan opioid bolus selanjutnya titrasi lewat infus.
3.5.5 MUNTAH-MUNTAH
Mual-Muntah pasca anatesi sering terjadi setelah anatesi umum umummnya
penggunaan opioid, bedah intraabdomen, hipotensi dan pada analgesia regional.
Obat mual muntah yang sering digunakan pada perianastesia ialah:
1. Dehydrobenzpridol (droperidol) 0,05-0,1mg/kgBB (amp 5mg/ml)
secara i.m atau i.v
2. Metoclopramide(primperan) 0,1mg/kgBB iv, sub 20mg
21
3. Ondancetron (zofran, narfooz) 0,05-0,1mg/kgBB i.v
4. Cyclizine 25-50mg
3.5.6 MENGGIGIL
Menggigil (shivering) terjadi akibat hipotermia atau efek obat anastesi.
Hipotermi terjadi akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA yang dingin, infus yang
dingin, cairan irigasi dingin, bedah abdomen luas dan lama. Menggigil akibat
turunnya suhu dapat juga disertai naiknya suhu dan biasanya akibt obat
anstesiinhalasi. Terapi pethidin 10-20mg iv pada dewasa sering dapat membantu
menghilangkan menggigil. Selain itu perlu selimut hangat, infus hangat dengan
infus warmer, lampu penghangat untuk menaikkan suhu tubuh.
NILAI PULIH dari ANASTESI
Selama di UPPA pasien dinilai tingkat pulih sadarnya untuk kriteria
pemindahan ke ruang perawatan biasa.
Tabel. Skala Pulih Anastesia
Nilai 2 1 0
Kesadaran Sadar, orientasi
baik
Dapat
dibangunkan
Tak dapat
dibangunkan
Warna Merah muda
(pink) tanpa O2
Sa > 92%
Pucat atau
kehitaman Perlu
O2 agar Sa > 90%
Sianosis dengan
O2 Sa < 90%
Aktivitas 4 ekstremitas
bergerak
2 ekstremitas
bergerak
Tak ada
ektremitas
bgerak
Respirasi Dapat napas
dalam, batuk
Napas dangkal,
sesak napas
Apneu atau
obstruksi
Kardiovaskuler Tekanan darah
berubah <20%
Berubah 20-30% Berubah >50%
Kriteria pindah dari UPPA jika nilai 9 atau 10