bab iii
TRANSCRIPT
28
BAB III
ANALISIS KASUS
Penderita adalah seorang anak laki-laki berusia 11 tahun, dengan berat
badan saat datang ke RSMH adalah 30 kg dan tinggi badan 116 cm (menurut
BB/TB ideal, BB penderita seharusnya adalah 21 kg). Penderita datang ke RSMH
pada tanggal 12 November 2013, dan saat dilakukan pemeriksaan untuk laporan
kasus ini, penderita telah dirawat selama 1 bulan.
Penderita datang dengan keluhan utama sembab pada seluruh tubuh.
Secara kronologis, penderita telah mengeluhkan terjadinya sembab tanpa
didahului gejala lainnya seperti demam, sesak, dll. sembab telah dikeluhkan sejak
±6 bulan SMRS, dan sembab timbul pada kelopak mata dan wajah di pagi hari
saat bangun tidur. ± 1 minggu SMRS, sembab dirasakan tidak menghilang, dan
sembab juga terjadi pada esktremitas bawah (yang dikeluhkan sebagai bengkak
oleh penderita), serta perut penderita juga dirasakan semakin membesar. Secara
patofisiologi, sembab atau edema dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya
penurunan tekanan osmotik dalam darah atau terjadinya peningkatan hidrostatik
dalam darah. Pada kasus ini, sembab yang dikeluhkan penderita bersifat
menyeluruh pada tubuh, atau disebut dengan edema anasarka, sehingga penyebab
edema lebih dominan pada penurunan tekanan osmotik darah yang dipengaruhi
oleh sebuah molekul mikroprotein, yaitu Albumin. Hal ini juga didukung dengan
tidak adanya sesak, nyeri dada dan jantung berdebar-debar, sehingga diagnosis
tidak mengarah pada kelainan pada jantung (seperti decomp cordis / CHF). Selain
itu, dalam aspek gizi, penderita bukan merupakan anak yang tergolong dalam gizi
buruk atau malnutrisi, sehingga sembabnya bukan terjadi akibat kekurangan
protein dalam darah yang bisa terjadi pada anak-anak yang mengalami malnutrisi.
Selain oleh penyebab dari gizi dan jantung yang telah disingkirkan,
penyebab dari kelainan hati juga dapat disingkirkan karena pembesaran pada perut
terjadi setelah terjadinya sembab pada kelopak mata dan wajah, disamping itu
juga tidak ada keluhan yang mengarah pada infeksi hati (hepatitis) seperti
didahului badan kuning dan mata kuning yang disertai dengan demam. Sampai
29
menjelang hari perawatan 1 bulan di RS, penderita tidak mengeluhkan gejala-
gejala lainnya selain sembab yang terjadi pada seluruh tubuh, sehingga diagnosis
bisa dicurigai mengarah pada kelainan di ginjal, yaitu Sindroma Nefrotik (SN)
atau Sindroma Nefritik Akut (SNA). Sebenarnya diagnosis cenderung ke arah SN
karena penderita tidak mengeluhkan BAK yang berwarna seperti air cucian
daging. Hal ini mendasari pada diagnosa Sindrom nefrotik, namun untuk
memastikan diagnosis masih membutuhkan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Dari hasil anamnesis lainnya, seperti riwayat penyakit dalam keluarga,
riwayat persalinan dan kelahiran, riwayat makanan, riwayat tumbuh kembang,
riwayat imunisasi dan riwayat sosio-ekonomi tidak didapatkan kondisi yang
berkaitan dengan arah diagnosis.
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan vital sign yang normal selain TD,
yakni 140/110, maka berdasarkan Standar Pelaksanaan IKA RSMH maka dapat
diinterpretasikan sebagai Hipertensi Grade II, yang besar kemungkinan
berkolerasi dengan kecurigaan pada SN atau SNA. Pada hasil pemeriksaan pada
kepala, didapatkan moon face (+) yang dicurigai sebagai efek samping jangka
panjang pada penderita yang lama mengonsumsi steroid. Dari hasil pemeriksaan
juga didapatkan sembab pada seluruh wajah dan kelopak mata, selain dari itu
tidak ada abnormalitas pada bagian kepala. Pada pemeriksaan di leher tidak
didapatkan peningkatan JVP sehingga kelainan yang bersifat kongesti pada
jantung dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan thorax, ternyata didapatkan stem fremitus kanan dan
kiri menurun, paru kanan dan kiri redup mulai ICS III kebawah dan vesikuler
paru kanan dan kiri menjauh (menurun), maka pada penderita dapat dicurigai
adanya efusi pleura. Karena penderita tidak mengeluhkan adanya nyeri dada
kanan atau sesak, maka efusi pleura kemungkinan besar bukan berasal dari
kelainan pada parenkim paru, dan hal ini dicurigai disebabkan oleh komplikasi
dari penyakit yang dialami oleh penderita. Untuk memastikan lebih lanjut
penyebab efusi pleura, dapat disarankan pemeriksaan rivalta test pada penderita.
Pada pemeriksaan jantung tidak didapatkan kelainan, hanya saja batas kiri
dan kanan jantung sulit dinilai karena adanya efusi pleura. Pada abdomen, tidak
30
ada tanda-tanda abnormalitas yang spesifik kecuali perut yang cembung dan
shifting dullness (+). Selain itu, tidak didapatkan massa meskipun hati dan lien
sulit dinilai. Hal ini dapat menyingkirkan kelainan-kelainan yang disebabkan oleh
keganasan atau tumor pada organ intraabdominal. Pada genitalia didapatkan
edema skrotum, dan pada pemeriksaan ekstremitas bawah didapatkan pitting
edema, yang diakibatkan oleh pengaruh gravitasi.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat diambil diagnosis
banding berupa SN, SNA, Efusi Pleura Bilateral, dan Hipertensi Grade II. Untuk
menegakkan diagnosis kerja, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Dari
hasil pemeriksaan lab tanggal 15 November 2013 (setelah dirawat 3 hari),
didapatkan peningkatan kadar leukosit (21.300/mm3) dan peningkatan neutrofil
segmen, sehingga dicurigai adanya proses infeksi yang terjadi yang berkaitan pada
penyakit yang dialami penderita, selain itu juga didapatkan hipoalbumin (0,7 g/dl)
dan Hiperkolesterolemia (267 mg/dl) , namun hasil ASTO negatif, sehingga
diagnosis SNA dapat disingkirkan. Selain itu didapatkan kadar K 2,5 yang
menunjukkan hipokalemia. Dari rangkaian hasil pemeriksaan, dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan lab, dapat ditegakkan diagnosis kerja Sindroma
Nefrotik Relaps + Efusi Pleura Dextra + Hipertensi Grade II.
Berdasarkan hasil diagnosis kerja, maka penderita diberikan tatalaksana
non-farmakologis berupa:
- Balans Cairan / 24 Jam selama perawatan
- Diet protein 60 gr/hari selama perawatan
- Diet rendah garam 30-60 gr/hari selama perawatan
Dan tatalaksana farmakologis berupa:
- Methyl Prednisolone 4-4-3 (4 mg Tab) selama 4 minggu; Tappering Off
- Furosemid 2 x 30 mg
- Spironolakton 2 x 25 mg tab
- Inj. Ceftriaxon 2 x1 gr IV
- Captopril 3 x 12,5 mg tab
- Antasid syr 3 x 1 c
- Albumin 20 % dalam 100 cc NS
31
Pada penderita diberikan Ceftriaxone atas indikasi kecurigaan adanya infeksi yang
mendasari proses kelainan pada glomerulus penderita dan digunakan sebagai
profilaksis atas penggunaan steroid jangka panjang yang bisa menyebabkan
immunocompromise. Untuk menangani kondisi hipoalbuminemia, maka pasien
juga diberikan Albumin 20% agar kadar albumin dapat sesegera mungkin kembali
normal dan keluhan sembab pada pasien dapat ditangani.