bab iii

10
BAB III PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT A. Pengertian Filsafat Secara etimologi istilah ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani ‘philein’yang artinya ‘cinta’ dan ‘shopos’ yang artinya ‘hikmah’ atau ‘kebijaksanaan’ atau ‘wisdom’. Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut : Pertama : Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian. 1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan 2. Filsafat sebagai suatu jenis problema Kedua : Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya. Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut : 1. Matefisika 2. Epistemologi 3. Metodologi 4. Logika 5. Etika 6. Estetika

Upload: yolanda

Post on 11-Nov-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IIIPANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFATA. Pengertian FilsafatSecara etimologi istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani phileinyang artinya cinta dan shopos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom. Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut :Pertama : Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian.1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan2. Filsafat sebagai suatu jenis problemaKedua : Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya.Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut :1. Matefisika2. Epistemologi3. Metodologi4. Logika5. Etika6. EstetikaB. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai suatu systemSistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :1. Suatu kesatuan bagian-bagian2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan 4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang komplek.1. Susunan Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat OrganisKesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologism manusia sebagai pendukung dari int2. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan berbentuk PiramidalKesatuan sila-sila Pancasila yang memiliki susunan hierarkhis pyramidal ini maka sila Ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis dari sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat keijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia3. Rumusan hubungan Kesatuaan Sila-sila PancasilaKesatuan sila-sila Pancasila yang Majemuk Tunggal , hirarkhis Paramida juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. C. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat1. Dasar Antropologis Sila-sila PancasilaDasar ontologism Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh arena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis.2. Dasar Epistemologis Sila-sila PancasilaDasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila.3. Dasar Aksiologis Sila-sila PancasilaSila-sila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.

Nilai-nilai Pancasila sebagai Suatu SistemSejak dahulu cita-cita tersebut telah didambakan oleh bangsa Indonesia agar terwujud dalam suatu masyarakat yang gemah ripah loh jinawi, tata tentram karta raharja dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia. C. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia 1. Dasar Filosofis Dasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila, dijelaskan sebagai berikut. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.

2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung Empat pokok Pikiran yang bilamana dianalisis makna yang terkandung didalamnya tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.D. Inti Isi Sila-sila Pancasila 1. Sila Ketuhanan Yang Maha EsaDalam sila Ketuhanan yang Maha Esa terkandung nilai bahwa Negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan BeradabDalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa Negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.3. Persatuan Indonesia Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa Negara adalah sebagai penjelmaaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ PerwakilanNilai filosofis yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. 5. Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat IndonesiaKeadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan tuhannya.

BAB IVPANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

A. Sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normative ataupun praktis melainkan merupakan suatu system nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma baik meliputi norma moral maupun norma hokum, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hokum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.Pengertian EtikaEtika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaiman kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moralB. Pengertian Nilai, Norma, Moral1. Pengertian NilaiIstilah nilai didalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. 2. Hierarkhi NilaiNilainilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut :a. Nilai-nilai kenikmatan : senang atau sakitb. Nilai-nilai kehidupan : kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umumc. Nilai-nilai kejiwaan : keindahan,, kebenaran, dan pengetahuan murnid. Nilai-nilai kerohanian : nilai-nilai pribadiWalter G. Everet menggolong-golongkan niali-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu :1. Nilai-nilai ekonomis 5. Nilai-nilai watak2. Nilai-nilai kejasmanian6. Nilai-nilai estetis3. Nilai-nilai hiburan 7. Nilai-nilai Intelektual4. Nilai-nilai sosial8. Nilai-nilai keagamaan.Notonagoro membagi niali menjadi 3 macam, yaitu1. Nilai material 2. Nilai vital3. Nilai kerokhaniana. Nilai Kebenaranb. Nilai Keindahanc. Nilai Kebaikand. Nilai Religius

Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksisa. Nilai DasarNilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu, misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segla sesuatu lainnya. b. Nilai Instrumental nilai instrumental inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai Instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral.c. Nilai PraksisNilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksisitu merupakan suatu system perwujudannya tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut.

3. Hubungan Nilai, Norma dan Moral Nilai berkaitan juga dengan harapan, cita-cita, keinginan dan segala sesuatu pertimbangan internal manusia. Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai macam norma tersebut hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum.C. Etika PolitikEtika politik berkaitan erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.1. Pengertian PolitikPengertian politik berasal dari kosa kata politics yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu.2. Dimensi Politis Manusiaa. Manusia sebagai Makhluk Individu-SosialManusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung kepada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai warga masyarakat atau sebagai makhluk socialb. Dimensi Politis Kehidupan ManusiaDimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak, sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia. Manusia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakannya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap orang lain.3. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika PolitikDalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral religious (sila 1) serta moral kemanusiaan (sila II).