bab iii
TRANSCRIPT
BAB III
GETARAN SEDERHANA
3.1 Latar Belakang
Getaran secara sederhana dapat diartikan sebagai osilasi mekanik yang terjadi di
sekitar titik keseimbangan (equilibrium point). Osilasi dapat terjadi secara periodik,
contohnya seperti pada pendulum, atau terjadi secara random, seperti pada gerakkan ban
kendaraan pada jalan yangt tidak rata/ kasar.
Vibrasi dapat menjadi maanfaat, misal vibrasi yang terjadi pada garpu tala, instrumen
musik, dan lain-lain. Namun demikian vibrasi juga bisa sangat merugikan, misalnya seperti
yang terjadi pada engine, motor listrik, dan alat-alat mekanik lain, karena vibrasi tersebut
dapat menyebabkan energi terbuang, suara berisik (sound noise), ketidak seimbangan (yaitu
bergeraknya elemen dari dudukan/ posisi yang semestinya, disebut juga dengan simpangan).
Berdasarkan keuntungan dan kerugian vibrasi tersebut, tentunya sangat penting untuk
mempelajari tentang vibrasi ini.
3.2 Tujuan Praktikum
a. untuk mengetahui hubungan antara massa benda, kekuatan dari pegas, dan frekuensi osilasi
untuk sistem pegas massa sederhana yang mempunyai satu derajat kebebasan.
b. untuk mengamati efek dari bermacam kuantitas peredaman untuk suatu respon pada
sistem getaran.
3.3 Teori Dasar
Semua sistem yang memiliki massa dan elastisitas dapat mengalami getaran bebas
atau getaran yang terjadi tanpa rangsangan luar. Hal pertama yang menarik untuk sistem
semacam ini adalah frekuensi natural getarannya.
Redaman dalam jumlah yang sedang mempunyai pengaruh kecil pada frekuensi
natural dan dapat diabaikan perhitungnnya. Pengaruh redaman sangat jelas pada
berkurangnya amplitudo getaran terhadap waktu. Walaupun terdapat banyak model redaman,
namun hanya model yang mnghasilkan cara analitik yang mudah yng dibahas dalam
permasalahan ini.
26
A. Persamaan Gerak-Frekuensi Natural
Sistem berosilasi yang paling sederhana terdiri dari massa dan pegas seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 3.1, pegas yang menunjang massa dianggap mempunyai satu
derajat kebebasan karena geraknya digambarkan oleh koordinat x saja.
Bila digerakkan, osilasi akan terjadi pada frekuensi natural (fn), yang merupakan milik
(property) sistem. Hukum Newton kedua adalah dasar pertama untuk meneliti gerak sistem.
Seperti yang ditunjukan Gambar 3.1, perubahan bentuk pada pegas posisi kesetimbangan
static adalah Δ, dan gaya pegas k Δ adalah sama dengan gaya gravitasi (w) yang bekerja pada
massa m :
kΔ = w=m.g ………………..(1)
Dengan mengukur simpangan x dari posisi kesetimbangan statik, maka gaya-gaya yang
bekerja pada m adalah k(Δ+x) dan w. Dengan x yang dipilih positif dalam arah ke bawah,
semua besaran gaya, percepatan, dan kecepatan juga positif dalam arah ke bawah.
Hukum Newton ke-2 untuk gerak diterapkan pada massa m adalah :
m.x = ΣF=w-k(Δ+x)
dan k arena kΔ = w, diperoleh : mx=-kx ………….. (2)
Gambar 3.1 Sistem Pegas-Massa dan Diagram Benda Bebas
Pemilihan posisi kesetimbangan statik sebagai acuan untuk x mengeliminasi w, yaitu gaya
yang diakibatkan oleh gravitasi, dan gaya pegas statik kΔ dari persamaan gerak hingga gaya
resultante pada m adalah gaya pegas karena simpangan x saja.
Dengan mendefinisikan frekuensi lingkaran ωn lewat persamaan :
27
ωn2=
km
Persamaan (2) dapat ditulis sebagai
x +ωn2x = 0 ……………(4)
Persamaan ini adalah persamaan gerak harmonik. Persamaan (4), suatu persamaan
differensial linier orde kedua yang homogen, mempunyai solusi persamaan berikut :
X = A sinωnt + Bcosωnt ……………(5)
Dengan A dan B adalah dua konstanta. Konstanta-konstanta ini dihitung dari kondisi awal
x (0) dan x(0), dan persamaan (5) dapat ditunjukkan menjadi :
X = x(0)ωn
sin ωn t+ x (0 ) cos ωn t…………..(6)
Periode osilasi dibentuk dari ωnτ = 2π, atau :
Τ = 2π√ mk
………………(7)
Dan frekuensi natural adalah :
fn = 1τ
= 12 π
.√ km
……………(8)
Besaran-besaran ini dapat dinyatakan dalam penyimpangan statik Δ dengan mengamati
persamaan (1), kΔ = m.g. Jadi persamaan (8) dapat diyatakan dalam penyimpangan statik Δ
sebagai :
fn = 12 π √ g
Δ ………………..(9)
Dan frekuensi natural sistem dengan satu derajat kebebasan ditentukan secara unik oleh
penyimpangan statik Δ.
B. Getaran Bebas Teredam
28
Bila sistem linier dengan satu derajat kebebasan dirangsang, maka responnya akan
tergantung pada jenis rangsangan dan redaman yang ada. Bentuk persamaan gerak pada
umumnya adalah :
m.x+ Fd + kx = F(t) ………(10)
F(t) adalah perangsang dan Fd gaya redaman. Walaupun gambaran gaya redaman sebenarnya
adalah sulit, dapat diasumsikan model-model redaman ideal yang sering menghasilkan
perkiraan respon yang memuaskan, dan model-model ini, gaya redaman karena kekentalan,
yang sebanding dengan kecepatan menghasilkan pengolahan matematika yang paling mudah.
Gaya redaman karena kekentalan dinyatakan oleh persamaan :
Fd = c.x ……..(11)
Dengan c adalah konstanta kesebandingan. Secara simbolik gaya ini dinyatakan oleh peredam
seperti terlihat dalam Gambar 3.2. Dari diagram benda bebas persamaan gerak dapat ditulis
sebagai :
m.x + c.x + k.x = F(t) ………..(12)
Solusi persamaan di atas dua macam. Jika F(t) = 0, maka diperoleh persamaan differensial
homogen yang solusinya secara fisis sesuai dengan getaran teredam-bebas. Dengan F(t) ≠ 0,
diperoleh solusi khusus yang disebabkan karena rangsangan tanpa tergantung pada solusi
homogen. Mula-mula akan diperiksa persamaan homogen yang akan memberikan pengertian
tentang peranan redaman. Dengan persamaan homogen :
m.x + c.x + k.x = 0 ………………(13)
Maka pendekatan yang bisa adala dilakukan adalah memisalkan solusi dengan bentuk
x = est………(14)
29
Gambar 3.2 Sistem Massa-Pegas-Peredaman dan Diagram Benda BebasDengan s adalah konstanta. Dengan mensubtitusikan kedalam persamaan differensial
diperoleh :
(ms2+cs+k).est = 0
Yang dipenuhi untuk semua nilai t, bila :
s2 + cm
. s+ km
=0 ……………….(15)
Persamaan (15) yang dikenal sebagai persamaan karakteristik mempunyai dua akar, yaitu :
s1,2 = −c2m
±√¿¿ ……………….(16)
Jadi solusi umum diberikan oleh persamaan :
x=A.es1t+B.e
s2t ……………………(17)
Dengan A dan B adalah konstanta-konstanta yang dihitung dari kondisi awal x (0) dan x (0).
Persamaan (16) yang disubtitusikan ke persamaan (17) menghasilkan :
x =e−( c
2m)[A.e
√¿¿¿ ] …….(18)
Suku pertama e−( c
2 m) adalah fungsi waktu yang menyeluruh (decaying) secara eksponensial.
Tetapi sifat suku-suku di dalam kurung tergantung pada nilai numerik di bawah akar yaitu
positif, nol, negatif. Bila suku redaman (c
2m)2 lebih besar
km
, maka eksponen pada persamaan
di atas merupakan bilangan riil dan getaran tidak mungkin. Keadaan tersebut adalah banyak
30
teredam (overdamped). Bila suku (c
2m)2 kurang dari
km
, maka eksponensialnya menjadi
bilangan khayal , karena
maka suku-suku persamaan (18) dalam kurung adalah berosilasi. Keadaan ini disebut kurang
teredam (underdamped). Sebagai batas antara gerak berosilasi dan gerak tanpa berosilasi
didefinisikan redaman kritis sebagai nilai C yang mereduksi nilai di bawah tanda akar
(radikal) menjadi nol.
Dianjurkan untuk memeriksa tiga keadaan itu dengan lebih teliti, dengan
menggunakan besaran-besaran yang dipakai dalam praktek dan dimulai dari redaman kritis.
C. Redaman Kritis
Untuk redaman kritis Cc, radikal dalam persamaan (18) adalah nol.
Atau
Nilai suatu redaman biasanya dinyatakan dalam redaman kritis oleh rasio nondimensional :
Dengan mengingat bahwa :
Sehingga persamaan (16) menjadi
31
……………….. (19a)
……………….. (19b)
……………….. (20a)
……………….. (20b)
……………….. (21)
D. Gerak Berosilasi (ζ<1) Keadaan Kurang Teredam
Dengan mensubtitusikan persamaan (21) ke dalam persamaan (17) solusi umum menjadi :
Persamaan di atas dapat ditulis seperti salah satu dari kedua bentuk berikut:
Dengan konstanta-konstanta X, Φ, atau C1, C2 ditentukan dari kondisi awal x(0) dan, dapat
ditunjukkan bahwa persamaan (14) menjadi :
Persamaan ini menunjukkan bahwa frekuensi getaran teredam adalah sama dengan :
Gambar 3.3 menggambarkan wujud umum gerak osilasi
Gambar 3.3 Getaran Teredam ζ < 1
E. Gerak tak osilasi ζ< 1 (keadaan banyak teredam)
Bila ζ lebih besar dari satu maka kedua akar tetap berada pada sumbu riil Gambar 3.2
dan berpisah, satu membesar dan satu mengecil. Solusi umum menjadi :
32
……………….. (22)
……………….. (23)
……………….. (24)
……………….. (25)
……………….. (26)
……………….. (27)
dengan
Gerak ini merupakan fungsi menurun secara eksponensial terhadap waktu seperti terlihat
pada Gambar 3.4 dan disebut aperiodik.
Gambar 3.4 Gerak Aperiodik ζ > 1,0
Gerak teredam kritis (ζ =1) diperoleh akar ganda s1 = s2= -ωn, dan kedua suku persamaan (17)
bergabung hingga membentuk suku tunggal.
Solusi untuk kondisi awal dapat dicari persamaan (25) dengan ζ > 1.0
Gambar 3.5 menunjukkan tiga jenis respon dengan simpangan awal x(0). Bagian-bagian
yang bergerak pada instrumen adalah kritis untuk mencegah penyimpangan yang melampaui
batas dan osilasi.
Gambar 2.5 Gerak Teredam Kritis ζ = 1,0
33
……………….. (28)
F. Pengurangan Logaritmik
Suatu cara mudah untuk menentukan jumlah redaman yang ada dalam sistem adalah
dengan mengukur laju peluruhan osilasi bebas. Makin besar redamannya, makin besar
peluruhannya (kemundurannya). Suatu getaran teredam yang dinyatakan oleh persamaan
umum (23)
yang ditunjukkan secara grafik pada Gambar 3.6. Istilah pengurangan logaritmik
(logarithmic decrement) didefinisikan sebagai logaritmik natural dari rasio dua amplitiudo
yang berurutan. Jadi rumusan pengurangan logaritmik menjadi :
dan karena nilai-nilai sinusnya adalah sama bila waktu ditambah dengan periode redaman τd,
maka hubungan di atas menjadi
Gambar 3.6 Laju Peluruhan Osilasi yang Diukur dengan Pengurangan Logaritmik
Dengan mensubtitusikan periode redaman τd = 2π / ωn.√1−ζ 2, maka pengurangan logaritmik
di atas menjadi :
δ = 2.π . ζ
√1−ζ 2 ………….(31)
34
……………….. (29)
……………….. (30)
yang merupakan persamaan eksak, bila ζ kecil, √1−ζ 2 ~ 1 dan diperoleh persamaan
pendaekatan
δ = 2.π.ζ
3.4 Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Simple Vibration Apparatus. Rangka
dapat bergerak secara vertikal pada roller guides dengan membawa central stud ke massa
yang dapat dipasangkan. Dimana :
a. massa frame 1,7 kg.
b. massa tiap piringan 1 kg.
c. tiga buah pegas masing-masing dengan k1 = 0,47 kN/m, k2 = 1,22 kN/m, k3 = 3,3 kN/m.
d. kertas yang digerakkan motor sinkron menghasilkan amplitudo/ time recording (kecepatan
kertas = 0,02 m/s)
3.5 Urutan Kerja
A. Hubungan Konstanta Pegas (k) dengan Defleksi Statis (y)
a) Mengukur pegas k1 sebelum diberi beban apapun.b) Memasang pegas k1 pada peralatan vibration apparatus, mengencangkan mur-
murnya.c) Mengukur panjang awal pegas dengan beban awal tersebut sebelum ditambah beban
lebih lanjut.d) Menambahkan beban pada pegas dan mengukur panjang pegas, lalu mengulangi
proses tersebut dengan menambah beban.
e) Mengulangi prosedur-prosedur di atas untuk pegas yang lain.
Seluruh landasan teori di atas bersumber pada Panduan Praktikum Fenomena Dasar.B. Hubungan massa (m) dengan Frekuensi (f)
a) Mengatur paper strip pada roll sehingga siap digunakan.
b) Memasangkan pena pada penjepit pena.
35
……………….. (29)
c) Memasang pegas sesuai dengan konstanta yang akan dicobakan
d) Menekan pegas sampai dasar, sebelum dilepas dipastikan motor dalam posisi
on, sehingga roller berputar, kemudian melepaskan pegas.
e) Mencatat hasil osilasi sesuai tabel. Mengukur panjang gelombang yang
tergambar di kertas.
f) Menambahkan beban, kemudian mengulangi percobaan seperti tahap d di atas.
C. Hubungan Putaran Katup (n) dengan Konstanta Redaman (c)
a) Memasang peralatan damper.
b) Mengatur putaran sesuai dengan bukaan yang dikehendaki.
c) Mengulangi percobaan seperti tahap keempat pada percobaaan B.
d) Menambahkan beban dan mengulangi percobaan.
e) Mengukur dan mencatat tinggi gelombang pada kertas seperti pada Gambar 3.6.
f) Menghitung nilai redaman dengan persamaan (32), (29), (19a), (20b).
g) Memasukkan ke dalam tabel dan melakukan percobaan dengan teliti dan benar.
3.6 Anlisis Data dan Pembahasan
A. Hubungan konstanta pegas (k) dengan defleksi statis (y)
Tabel 3.1 Konstanta Pegas (k) VS Defleksi Status (y)
k(kN/m)
m0 = 0 kg m1 = 2,7 kg m2 = 3,7 kg m3 = 4,7 kg
L0
(m)L
(m)y = L- L0
(m)L
(m)y = L-L0
(m)L
(m)y = L-L0
(m)0,47 0.145 0.205 0.06 0.226 0.081 0.25 0.105
1,22 0.155 0.171 0.016 0.185 0.03 0.195 0.043,3 0.150 0.145 0.149 0.151 0.01
36
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
m = 2,7 kgm = 3,7m = 4,7 kg
k (kN/m)
y (m
)
Grafik 3.1 Konstanta Pegas (k) VS Defleksi Statis (y)
B. Hubungan massa (m) dengan frekuensi (f), (kecepatan kertas v = 0,02 m/s)
Tabel 3.2 Massa (m) VS Frekuensi Osilasi (f)
m(kg)
f = 1T
= vs=0 , 02
s( Hz)
k1 = 0,47 kN/m
k2 = 1,22kN/m
k3 = 3,3kN/m
s (m) f (Hz) s (m) f (Hz) s (m) f (Hz)
2,7 0,033 0,606 0,025 0,800 0,011 1,818
3,7 0,040 0,500 0,034 0,588 0,016 1,250
4,7 0,049 0,408 0,037 0,540 0,026 0,769
37
2.5 3 3.5 4 4.5 50
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
k = 0,47 kN/mk = 1,22 kN/mk = 3,3 kN/m
m (kg)
f (Hz
)
Grafik 3.2 Massa Beban (m) VS Frekuensi Osilasi (f)
C. Hubungan Putaran Katup (n) dengan Konstanta Peredaman (c), dengan Konstanta Pegas (k) = 3,3 kN/m
Tabel 3.3 Bukaan Putaran Katup (n) VS Konstanta Peredaman (c)
Bukaan katup, n
(putaran)
c = 2.ζ.√m.k (N . s
m¿
m1 = 2,7 kg m2 = 3,7 kg m3 = 4,7 kgx1
(m)x2
(m)c (
N . sm
¿
x1 (m)
x2 (m)
c
( N .sm
)
x1 (m)
x2 (m)
c(
N . sm
¿
5 0,0050 0,0015 1,1241 0,0080 0,0030 1,0784 0,0090 0,0040 0,8950
8 0,0070 0,0025 0,9659 0,0090 0,0040 0,8950 0,0090 0,0040 0,8950
11 0,0075 0,0030 0,8619 0,0100 0,0045 0,8815 0,0110 0,0050 0,8706
14 0,0075 0,0030 0,8619 0,0100 0,0045 0,8815 0,0110 0,0050 0,8706
38
0 2 4 6 8 10 120
2
4
6
8
10
12
m= 2.7, k= 3.3 kN/mm= 3.7, k= 3.3 kN/m2m= 4.7, k= 3.3 kN/m22
n (putaran)
c (N
.s/m
)
Grafik 3.3 Bukaan Putaran Katup (n) VS Konstanta Peredaman (c)
D. Pembahasan
Terlihat pada Grafik 3.1, bahwa untuk semua pembebanan, dengan semakin besarnya
konstanta pegas (k), maka defleksi statis yang terjadi (y) akan semakin kecil. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut. Konstanta pegas merupakan suatu nilai yang menyatakan
kekakuan seuatu pegas. Semakin besar nilai konstanta pegas, artinya pegas tersebut makin
kaku. Semakin kaku suatu pegas artinya semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuat
suatu defleksi pada pegas tersebut.
Terlihat pula dalam Grafik 3.2, bahwa untuk semua jenis konstanta pegas, dengan
meningkatnya massa, maka frekuensi getaran yang terjadi semakin rendah. Artinya jumlah
getaran yang terjadi setiap detiknya akan semakin sedikit pada pembebanan yang semakin
besar, namun demikian, pada pembebanan yang semakin besar, maka amplitudo (simpangan)
akibat getaran yang terjadi akan semakin besar. Hal ini dapat dilihat pada bagian lampiran
simple vibration.
Terlihat dari Grafik 3.3 terdapat suatu kecenderungan jika jumlah bukaan putaran
katup (n) semakin bertambah, maka konstanta peredaman (c) akan semakin menurun.
Penurunan konstanta peredaman inti artinya getaran yang terjadi semakin sulit untuk
diredam, dengan kata lain dengan semakin kecilnya nilai konstanta peredaman tersebut, maka
amplitudo getaran (x2) yang terjadi akan semakin besar, hal ini dpat dilihat dalam Tabel 3.3.
39
3.7 Penutup
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai
berikut.
1. Dengan semakin tingginya nilai konstanta pegas (k), maka kekakuan pegas akan semakin
tinggi, sehingga akan semakin sulit untuk membuat terjadinya defleksi statis pada pegas
tersebut.
2. Semakin besar beban yang diberikan pada pegas, maka frekuensi getaran yang terjadi akan
semakin kecil. Artinya semakin sedikit jumlah getaran per satuan waktu yang terjadi pada
pegas tersebut.
3. Semakin banyak bukaan katup (n) yang diberikan, maka konstanta peredaman fluida
peredam (oli) akan semakin kecil, sehingga akan semakin sulit untuk meredam getaran,
dengan kata lain amplitudo getaran yang terjadi (x2) akan semakin besar.
B. Saran
1. Sebaiknya jadwal pelaksanaan praktikum ini dilakukan tidak terlalu mendekati waktu ujian
semester, sehingga tidak praktikan dapat berkonsentrasi baik dalam pelaksanaan
praktikum maupun ujian semester.
2. Untuk mendapatkan nilai frekuensi getaran sebaiknya menggunakan osiloskop, dimana
dalam osiloskop akan terbaca secara presisi nilai periode getaran, sehingga dengan periode
tersebut dapat dicari nilai frekuensinya, dengan demikian diharapan nilai frekuensi yang
didapatkan lebih presisi.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Buku Petunjuk Fenomena Dasar. Laboratorium Fenomena Dasar. Fakultas
Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Mataram.
http://id.wikipedia.org/wiki/Prinsip_Bernoulli
http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan_Reynolds
McCabe, W.L, and Harriot, P, 1996, Unit Operational Of Chemical Engginering 5th edition,
McCraw-Hill Book Company.
41
LAMPIRAN
GAMBAR ALAT UNTUK PUNTIRAN (TWIST)
42
GAMBAR ALAT UNTUK DEPLEKSI PADA BATANG
GAMBAR ALAT UNTUK GETARAN SEDERHANA
43