bab iii
TRANSCRIPT
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan
dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan
dan tungkai.1
B. Sinonim2
Tinea sirsinata
Tinea glabrosa
Scherende flechte
Kurap
Herpes sircine trichophytique
C. Epidemiologi
Penyakit ini menyerang semua umur, namun lebih sering pada orang
dewasa. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah tropis
dengan kelembapan udara yang tinggi. Jamur ini sering terjadi pada orang
yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang
kotor dan lembab.1
D. Etiologi
Jenis yang predominan menyebabkan dermatofitosis adalah genus
Tricophyton, diikuti Epidermophyton dan Microsporum.3 Walaupun semua
dermatofita dapat menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling banyak
adalah T. rubrum.4
8
E. Patogenesis
Jalan masuk yang mungkin pada infeksi dermatofita adalah kulit yang
luka, jaringan parut, dan adanya luka bakar. Infeksi ini disebabkan oleh
masuknya artrospora atau konidia. Patogen menginvasi lapisan kulit yang
paling atas, yaitu pada stratum korneum, lalu menghasilkan enzim keratinase
dan menginduksi reaksi inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi ini
dapat menghilangkan patogen dari tempat infeksi sehingga patogen akan
mecari tempat yang baru di bagian tubuh. Perpindahan organisme inilah yang
menyebabkan gambaran klinis yang khas berupa central healing.3
Dermatofita dapat bertahan pada stratum korneum kulit manusia karena
stratum korneum merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan dermatofita
dan untuk pertumbuhan miselia jamur.4 Infeksi dermatofita terjadi melalui
tiga tahap: adhesi pada keratinosit, penetrasi, dan perkembangan respon
host.4,5
1. Adhesi pada keratinosit
Adhesi dapat terjadi jika fungi dapat melalui barier agar artrokonidia
sebagai elemen yang infeksius dapat menempel pada keratin. Organisme
ini harus dapat bertahan dari efek sinar ultraviolet, variasi suhu dan
kelembaban, kompetisi dengan flora normal, dan zat yang dihasilkan oleh
keratinosit. Asam lemak yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea bersifat
fungistatik.
2. Penetrasi
Setelah adhesi, spora harus berkembang biak dan melakukan penetrasi
pada stratum korneum. Penetrasi didukung oleh sekresi proteinase, lipase,
dan enzim musinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk fungi ini.
Trauma dan maserasi juga memfasilitasi penetrasi dan merupakan faktor
yang penting juga pada patogenesis tinea. Mannan yang terdapat pada
dinding sel jamur menyebabkan penurunan proliferasi keratinosit.
Pertahanan yang baru timbul pada lapisan kulit yang lebih dalam,
termasuk kompetisi besi oleh transferin yang belum tersaturasi dan dapat
menghambat pertumbuhan jamur yang didukung oleh progesteron.
9
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu status imun
penderita dan organisme itu sendiri. Deteksi imun dan kemotaksis pada sel
yang mengalami inflamasi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme.
Beberapa jamur menghasilkan kemotaktik faktor seperti yang dihasilkan
juga oleh bakteri. Jamur juga bisa mengaktivasi komplemen melalui jalur
alternatif, yang kemudian menghasilkan faktor kemotaktik berasal dari
komplemen.
Pembentukan antibodi tidak memberikan perlindungan pada infeksi
dermatofita, seperti yang terlihat pada penderita yang mengalami infeksi
dermatofita yang luas juga menunjukkan titer antibodi yang meningkat
namun tidak berperan untuk mengeliminasi jamur ini. Akan tetapi, reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) berperan dalam melawan
dermatofita. Respon dari imunitas seluler diperankan oleh interferon-γ
yang diatur oleh sel Th1. Pada pasien yang belum pernah mendapatkan
paparan dermatofita sebelumnya, infeksi primer akan menghasilkan
inflamasi yang ringan dan tes trikopitin biasanya menunjukkan hasil yang
negatif. Infeksi akan tampak sebagai eritema dan skuama ringan, sebagai
hasil dari percepatan tumbuhnya keratinosit. Ada yang mengungkapkan
hipothesis bahwa antigen dari dermatofita lalu diproses oleh sel
Langerhans dan dipresentasikan di nodus limfatikus kepada sel limfosit T.
Sel limfosit T berproliferasi klonal dan bermigrasi ke tempat infeksi untuk
melawan jamur. Saat itu lesi kulit menunjukkan reaksi inflamasi dan barier
epidermal menjadi permeable untuk migrasi dan perindahan sel. Sebagai
akibat dari reaksi ini jamur dieliminasi dan lesi menjadi sembuh spontan.
Dalam hal ini tes trikopitin menunjukkan hasil yang positif dan
penyembuhan terhadap infeksi yang kedua kalinya menjadi lebih cepat.4
Selain reaksi hipersensitivitas tipe lambat, infeksi jamur juga dapat
menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1).3 Mekanisme imun
yang terlibat di dalam patogenesis infeksi jamur masih perlu diteliti lebih
jauh lagi. Penelitian yang baru menunjukkan bahwa munculnya respon
10
imun berupa reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau tipe lambat
(tipe IV) terjadi pada individu yang berbeda. Antigen dari dermatofita
menstimulasi produksi IgE, yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas
tipe cepat, terutama pada penderita dermatofitosis kronik. Dalam
prosesnya, antigen dermatofita melekat pada antibodi IgE pada permukaan
sel mast kemudian menyebabkan cross-linking dari IgE. Hal ini dapat
menyebabkan terpicunya degranulasi sel mast dan melepaskan histamin
serta mediator proinflamasi lainnya.6
F. Gejala Klinis
Lokalisasi lesi tinea korporis adalah wajah, anggota gerak atas dan
bawah, dada, punggung. Gejala subjektif yaitu keluhan gatal, terutama jika
berkeringat. Karena gatal dan digaruk, lesi akan makin meluas, terutama pada
daerah kulit yang lembap. Efloresensi/sifat-sifatnya lesi adalah berbentuk
makula / plak yang merah / hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan
penyembuhan sentral. Pada tepi lesi dijumpai papula-papula eritematosa atau
vesikel. Pada perjalanan penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi.
Gambaran lesi dapat polisiklis, anular atau geografis.1
G. Pemeriksaan Penunjang
Gejala klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain seperti
pemeriksaan histopatologik dan imunologik tidak diperlukan. Pada
pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis
yang berupa kerokan kulit. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan
dikumpulkan kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH lalu diperiksa
langsung dengan mikroskop. Pemeriksaan kerokan kulit dengan ditambahkan
KOH akan dijumpai adanya hifa.
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong
pemeriksaan langsung dengan sediaan basah dan untuk menentukan spesies
11
jamur. Pembiakan dilakukan pada medium agar Sabouraud karena dianggap
merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan jamur.2
Pemeriksaan lainnya dengan lampu wood (sinar ultraviolet), pada tinea
kapitis akan memunculkan fluoresensi berwarna kehijauan.7
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding tinea korporis dimana terdapat plak berbatas tegas
dengan skuama, yaitu dermatitis kontak alergi, dermatitis atopi, eritema
anular, psoriasis, dermatitis seboroik, pitriasis rosea, pitiriasis alba, pitiriasis
versikolor, lupus eritematosus subakut, mikosis fungoides,8 dermatitis
numularis.4
Diagnosis banding yang lain, diantaranya:
1. Kandidosis
a. Pasien mengeluh rasa gatal yang hebat disertai rasa panas seperti
terbakar, terkadang juga nyeri jika ada infeksi sekunder
b. Lokasi biasanya terdapat di bokong sekitar anus, lipat ketiak lipat
paha, lipat bawah payudara, sekitar umbilikus, garis-garis kaki dan
tangan, kuku.
c. Efloresensi berupa daerah yang eritematosa, erosif, kadang dengan
papul dan skuama. Pada keadaan yang kronik dapat terjadi
likenifikasi, hiperpigmentasi, hyperkeratosis, dan kadang berfisura.
d. Pada tes KOH ditemukan pseudohifa
e. Pada media Sabouroud terlihat koloni berwarna coklat mengkilat,
permukaannya basah.
2. Psoriasis
a. Dimulai dengan makula dan papula eritematosa dengan ukuran
lentikular sampai nummular, menyebar secara sentrifugal
b. Lokasi biasanya pada siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki dan
tangan, punggung, tungkai atas dan bawah, serta kuku.
c. Efloresensi berupa macula eritematosa yang besarnya bervariasi dari
miliar sampai nummular, dengan gambaran yang beraneka ragam,
12
dapat arsinar, sirsinar, polisiklis, dan geografis. Macula ini berbatas
tegas, ditutupi oleh skuama yang kasar berwarna putih mengkilat.
Jika skuama digores dengan benda tajam menunjukkan tanda tetesan
lilin. Jika penggoresan diteruskan maka akan timbul titik-titik
perdarahan yang disebut sebagai Auspitz sign. Dapat pula
menunjukkan fenomena Koebner atau reaksi isomorfik, yaitu timbul
lesi-lesi psoriasis pada bekas trauma atau garukan.9
Lesi tinea tampak tenang di tengahnya atau disebut central healing.
Bila tinea salah didiagnosis sebagai dermatitis kemudian digunakan steroid
sebagai terapi, maka inflamasi akan mereda dan karakteristik central healing
tidak terlihat jelas. Hal ini akan mempersulit diagnosis. Manifestasi tersebut
disebut sebagai tinea incognito.10
I. Terapi
Tinea korporis dengan lesi yang tidak luas dapat digunakan terapi
topikal, untuk lesi yang luas dan dengan inflamasi yang berat diindikasikan
terapi oral. Obat topikal harus bisa penetrasi ke dalam kulit dan bertahan di
dalamnya untuk menekan jamur. Pemilihan terapi didasarkan pada tempat
dan luasnya infeksi, juga efikasi dan keamanan obat.
Agen antifungi oral untuk pengobatan dermatofitosis:11
Golongan Obat Dosis 4
Miscellaneous Griseofulvin Dewasa:Azoles Ketoconazole Fluconazole, 150 mg/mggTriazoles Itraconazole
Fluconazole Voriconazole
Itraconazole, 100 mg/hariTerbinafine, 250 mg/hariGriseofulvin, 500 mg/hari
Allylamines Terbinafine Anak-anak:Griseofulvin, 10-20 mg/kg/hariItraconazole, 5 mg/kg/hariTerbinafine, 3-6 mg/kg/hari
13
Agen antifungi topikal untuk pengobatan dermatofitosis: 11
Golongan Obat Morpholine derivatives AmorolfineAllylamines and benzylamine derivatives
Naftifine, Terbinafine, Butenafine
Azole derivatives Bifonazole, butoconazole, clotrimazole, croconazole, eberconazole, econazole, fenticonazole, flutrimazole, isoconazole, ketoconazole, miconazole, omoconazole, oxiconazole, sertaconazole, sulconazole,terconazole, tioconazole.
Miscellaneous compounds Ciclopiroxolamine, griseofulvin, haloprogin, tolnaftate, Whitfield´s ointment, undecilenic acid.
14