bab iii

30
BAB III TINJAUAN PUSTAKA Definisi Diabetes Pregestational dan Diabetes gestational1. Definisi diabetes pragestasional dan diabetes gestasional 2. Klasifikasi 3. Patofisiologi 4. Screening 5. Diagnosis 6. Penanganan 2.1 Diabetes Pregestational Menurut Diabetes pragestasional atau overt diabetes atau preexisting merupakan ibu hamil yang sudah diketahui mengidap diabetes sebelum kehamilan dengan, riwayat kadar gula tinggi dengan glukouri atau ketoasidosis, kadar gula sewaktu ˃ 200 mg / dl dengan gejala trias (polidipsi, poliuri dan berat badan turun yang tidak bisa dijelaskan ), Kadar gula darah puasa ˃ 125 mg/dl, dan Tergantung Insulin. 2. Diabetes gestasional : Adanya intoleransi karbohidrat dengan derajat bervariasi yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan tanpa memandang apakah insulin dipergunakan atau tidak dalam penanganannya. 3. TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral), tes diagnostic, dengan memberikan beban 75 gram

Upload: jendriella-laaee

Post on 09-Aug-2015

34 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

case obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Diabetes Pregestational dan Diabetes gestational1. Definisi diabetes pragestasional dan diabetes gestasional2. Klasifikasi3. Patofisiologi 4. Screening 5. Diagnosis6. Penanganan

2.1 Diabetes Pregestational

Menurut Diabetes pragestasional atau overt diabetes atau preexisting

merupakan ibu hamil yang sudah diketahui mengidap diabetes sebelum

kehamilan dengan, riwayat kadar gula tinggi dengan glukouri atau ketoasidosis,

kadar gula sewaktu ˃ 200 mg / dl dengan gejala trias (polidipsi, poliuri dan berat

badan turun yang tidak bisa dijelaskan ), Kadar gula darah puasa ˃ 125 mg/dl,

dan Tergantung Insulin.

2. Diabetes gestasional : Adanya intoleransi karbohidrat dengan derajat bervariasi yangterjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan tanpa memandang apakah insulindipergunakan atau tidak dalam penanganannya.

3. TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral), tes diagnostic, dengan memberikan beban 75 gram glukosa anhidrus setelah berpuasa selama 8 – 14 jam.

4. OAD : Obat Anti Diabetes

Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical

Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau

janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu.2 WHO dan American College of

Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death (IUFD)

Page 2: BAB III

ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih, kematian

janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 2,3 The US National Center

for Health Statistics menyatakan bahwa Intrauterine fetal death adalah kematian pada

fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau

lebih.

2.1 Faktor Risiko

Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor

risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan

meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50%

lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun.

Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara dibanding

multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian risiko terkait usia ini

adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple, diabetes

gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.

Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal.

Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok meningkatkan risiko

retardasi pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta. Merokok menjadi faktor

kausatif utama stillbirth khususnya pada kehamilan prematur.

Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko

IUFD, hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh

Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700

primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang

mengalami kelebihan berat badan (IMT 25-29,9) ternyata memiliki risiko dua kali

lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan IMT ≤ 19,9. Risiko ini akan

Page 3: BAB III

jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT ≥ 30). Kenaikan berat badan yang terjadi

selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD.2

Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi

risiko terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah

ternyata memiliki risiko dua kali lipat menderita IUFD.2

2.3. Etiologi

Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai

penurunan angka mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat

dibutuhkan untuk perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam

kesehatan perinatal.2

Persentase penyebab IUFD 6

Faktor Maternal3,7

Kehamilan post-term

Diabetes Mellitus tidak

terkontrol

Systemic lupus erythematosus

Infeksi

Hipertensi

Pre-eklampsia

Eklampsia

Page 4: BAB III

Hemoglobinopati

Penyakit rhesus

Ruptura uteriAntiphospholipid

sindrom

Hipotensi akut ibu

Kematian ibu

Umur ibu tua

Faktor fetal

Kehamilan ganda

Intrauterine growth restriction

(Perkembangan Janin

Terhambat)

Kelainan kongenital

Anomali kromosom

Infeksi (Parvovirus B-19,

CMV, listeria)

Faktor Plasenta

Cord accident (kelainan tali pusat)

Abruptio Plasenta (lepasnya plasenta)

Insufisiensi plasenta

Ketuban pecah dini

Vasa previa

Perdarahan Feto-maternal

Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh dari

audit perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai berikut :

1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)

Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah

ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding

janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena

proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan

insufisiensi plasenta.2 IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui

berhubungan dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom

Page 5: BAB III

fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD

adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko

memicu terjadinya persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi

lebih dari 41 minggu, risiko IUFD juga semakin meningkat.2

2. Penyakit Medis Maternal

Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD

pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non

diabetik.8 Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat kendali glikemi yang

tidak baik dan komplikasi makrosomia, polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin

intrauterine dan preeklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan

peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan

multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat

dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut. 2

Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis

dan superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai

pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna.2

Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada wanita dengan defisiensi antitrombin

herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein C dan protein S.

Sindrom antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat

dan IUFD terkait dengan gangguan implantasi, trombosis dan infark pada plasenta.

Sindrom fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit lain

misalnya SLE. Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor

kausatif pada IUFD. Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan

peningkatan kadar asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas

Page 6: BAB III

janin. Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat

ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana.2

3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin

Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk

melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah

kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan

13 sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering ialah 45x.2

Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun restriksi

pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata berhubungan dengan

confined placental mosaicism (CPM), yang ditandai oleh adanya ketidaksesuaian

antara kariotipe 9 janin dan plasenta. Trisomi kromosom spesifik lebih sering

dijumpai pada CPM daripada kasus lainnya dengan trisomi 7,16 dan 18 yang makin

banyak terjadi.2

Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat meninggal

akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian besar janin dengan

malformasi lethal mengalami IUFD akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru,

dan penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan hernia

diafragmatika.2

4. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat

Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta, tali pusat

dan membran plasenta.

1. Plasenta

Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari pembuluh

darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit.8

2. Tali Pusat

Page 7: BAB III

Tali pusat terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan

mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 – 60 cm dengan diameter 12 mm. Hal

ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama. Tali pusat

abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm, Tali pusat pendek : < 30 cm. Sejumlah

kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi membran, kompresi

tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang tampak sebagai infark

dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio. Komplikasi tali pusat juga

dilaporkan memicu IUFD secara langsung.2 Kompresi tali pusat dapat menghambat

aliran darah dan oksigen ke janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan

kematian.

Kompresi tali pusat.8

Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab kematian pada

janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan warna pada tubuh janin yang

berhubungan dengan keadaan hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat

tertekannya arteri umbilikalis. 9

Page 8: BAB III

Lilitan tali pusat. 9

Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan IUFD dan

anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD akibat FMH sebesar

4%.2 Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi

fetomaternal. Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio

placenta adalah separasi premature plasenta dengan implantasi normalnya di uterus,

dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD.10

Abruptio Plasenta. 9

5. Infeksi

Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental

(hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD terkait

Page 9: BAB III

infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD. Beberapa agen

dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin. Infeksi virus kongenital

oleh parvovirus B19 dan cytomegalovirus (CMV) juga sering dilaporkan sebagai

pemicu kematian janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan berhubungan

dengan IUFD walaupun lebih jarang.

Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada kasus

yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine dari herpes

simpleks. Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan

menuju janin dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin.

Beberapa agen bakterial yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah

Streptococcus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, lues, mycoplasma

genital dan Ureaplasma urealyticum. Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga

dipertimbangkan dapat memicu IUFD. Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD.

Kematian janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan

parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat

Page 10: BAB III

infeksi trans-plasental. Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis

pada plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan.2 Infeksi dapat memicu pecahnya

ketuban sebelum waktunya yang mengakibatkan persalinan pre-term bahkan dapat

berakhir dengan kematian janin.

Penyebaran infeksi pada ketuban pecah dini9

6. Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan.

Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan berkisar

12-50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan ini juga berbeda

dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik. Menurut Froen dkk, IUFD

mendadak ini cenderung meningkat seiring usia gestasional, usia maternal, pemakaian

rokok yang tinggi, edukasi yang rendah dan obesitas. Asap rokok telah terbukti

menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko sindrom

kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan

bibir sumbing, kelainan jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat IUFD

sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut. Huang dkk

melaporkan dari 196 studi IUFD dari tahun 1961-1974 dan 1978-1996 bahwa faktor

independen yang terkait dengan IUFD yang tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra

kehamilan lebih dari 68 kg, rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih dari 1,15,

Page 11: BAB III

kunjungan antenatal yang lebih jarang, primiparitas, paritas lebih dari tiga, status

sosioekonomi rendah dan usia maternal lebih dari 40 tahun.2

2.5. Diagnosis

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS IUFD1,3,5

Anamnesis :

1. Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.

2. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak

seperti biasanya)

3. Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan

4. Penurunan berat badan

Pemeriksaan Fisik :

1. Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia

kehamilannya tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat

pada ibu yang kurus.

2. Palpasi : Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakan-

gerakan janin.

3. Auskultasi : Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan

10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonic Doppler merupakan bukti

kematian janin yang kuat.

Pada foto radiologik dapat dilihat adanya :

1. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding) yaitu tumpang

tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi akibat

likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang membentuk

tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian. Namun ciri-ciri

yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.

Page 12: BAB III

Tanda Spalding

2. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)

3. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)

4. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)

5. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan Digunakan untuk

menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari system skelet.

Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan

hypofibrinogenemia 25%.

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin,

pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif

untuk mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal yang berhubungan

dengan penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa kadar TSH, HbA1c dan

TORCH. Sehingga dapat mengantisipasi pada kehamilan selanjutnya. 7

Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan

Hollier (1997)1:

1. Deskripsi bayi

Page 13: BAB III

Malformasi

bercak/ noda

warna kulit – pucat, pletorik

derajat maserasi

2. Tali pusat

prolaps

pembengkakan - leher, lengan, kaki

hematoma atau striktur

jumlah pembuluh darah

panjang tali pusat

3. Cairan Amnion

warna – mekoneum, darah

konsistensi

volume

4. Plasenta

berat plasenta

bekuan darah dan perlengketan

malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius

edema – perubahan hidropik

5. Membran amnion

bercak/noda

ketebalan

Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFDGejala dan Tandayang Selalu Ada

Gejala dan Tanda yangKadang- Kadang Ada

KemungkinanDiagnosis

Gerakan janin berkurangatau hilang, nyeri perut

hilang timbul atau

Syok, uterus tegang/kaku, gawat

janin atau DJJ tidak

Solusio Plasenta

Page 14: BAB III

menetap,perdarahan pervaginam

sesudah hamil 22 minggu

terdengar

Gerakan janin dan DJJ tidak

ada, perdarahan, nyeri peruthebat

Syok, perut kembung/ cairan

bebas intra abdominal, kontur

uterus abnormal, abdomen nyeri,

bagian-bagian janin teraba,denyut nadi ibu cepat

Ruptur Uteri

Gerakan janin berkurangatau hilang, DJJ abnormal

(<100/mnt/>180/mnt)

Cairan ketuban bercampurmekonium

Gawat Janin

Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan berhenti,

TFU berkurang, pembesaran

uterus berkurang

IUFD

2.6. Komplikasi 3

Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga,

apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi

ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari

2 minggu.

2.7. Penatalaksanaan8,12

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau

kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga

tidak diobati.8

1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5

hari. Tandatandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi

columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.

2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan

kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda

Page 15: BAB III

kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan

ketuban berkurang.

3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien

selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan

besar dapat lahir pervaginam.

4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,

perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan

hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi

tanpa komplikasi

6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan

penanganan aktif.

7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

- Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau

prostaglandin.

- Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan

prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan

amniotomi karena berisiko infeksi

- Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan

serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

- Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6

jam

- Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis

menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali

Page 16: BAB III

dan jangan melebihi 4 dosis.

9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,

waspada koagulopati

11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan

melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi

plasenta dan infeksi .

SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD2

Non-Interferensi2 minggu

Page 17: BAB III

METODE-METODE TERMINASI

1) Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :

- Infus Oksitosin

Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi

pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml

larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan

dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian

Kasus refrakter di mana terminasi kehamilan dalam 2 minggu indikasikan 80%

Partus spontan 2 minggu (80%)

Psikologis InfeksiPenurunan kadar fibrinogen Retensi janin lebih dari 2 minggu

Rawat di RS, induksi Persalinan

Servik Matang

Infus Oksitosin

Gagal

Oksitosin diulang + prostaglandin gel pervaginam

Serviks Belum Matang

PG Gel diulang 6-8 jam

Gagal

Ditambah dengan infus oksitosin

Page 18: BAB III

dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus dimulai

dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30

tetes per menit. Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis

dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi

harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu

yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat

menurunkan resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat

diulang setelah pemberian prostaglandin pervaginam. Kemungkinan terdapat

kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi

persalinan.

- Prostaglandin

Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior

sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pemberian

dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian

oksitosin.

2) Operasi Sectio Caesaria (SC)

Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang

dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC (dua atau lebih) dan letak lintang.

2.8. Pencegahan 3, 8

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm

adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin

terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio

plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan

dengan koagulasi pembuluh anastomosis. Resiko kematian janin dapat sepenuhnya

Page 19: BAB III

dihindari dengan antenatal care yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi,

merokok, minuman beralkohol atau penggunaan obatobatan. Tes-tes antepartum

misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal elektronik dapat

digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan

terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.

Daftar Pustaka

Page 20: BAB III

1. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in Latin

America. Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 371–8

2. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to

Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of

Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University

Hospital, Stockholm, Sweden 2002.

3. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35.

4. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical

Journal 2008, ;23(1)

5. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and

Related Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F

Receptor Deficient Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74

6. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by

Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind

2004;54(6):561-3

7. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of

Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley

Medical Center. 2008

8. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom

KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001

9. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 – 2009

10. Sarah D. McDonald, MD . Risk of Fetal Death Associated With Maternal

Drug Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study.

Page 21: BAB III

1Department of Obstetrics and Gynecology, McMaster University, Hamilton

ON. 2007

11. Dr. Joe Antony, MD, 265, Girinagar, Cochin- 20, India. 2007. diakses dari

www.ultrasound-images.com

12. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of

Gynecology and Obstetrics 2007 99 : S156–S159

13. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with

Intrauterine Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25