bab iii
DESCRIPTION
case obgynTRANSCRIPT
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Diabetes Pregestational dan Diabetes gestational1. Definisi diabetes pragestasional dan diabetes gestasional2. Klasifikasi3. Patofisiologi 4. Screening 5. Diagnosis6. Penanganan
2.1 Diabetes Pregestational
Menurut Diabetes pragestasional atau overt diabetes atau preexisting
merupakan ibu hamil yang sudah diketahui mengidap diabetes sebelum
kehamilan dengan, riwayat kadar gula tinggi dengan glukouri atau ketoasidosis,
kadar gula sewaktu ˃ 200 mg / dl dengan gejala trias (polidipsi, poliuri dan berat
badan turun yang tidak bisa dijelaskan ), Kadar gula darah puasa ˃ 125 mg/dl,
dan Tergantung Insulin.
2. Diabetes gestasional : Adanya intoleransi karbohidrat dengan derajat bervariasi yangterjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan tanpa memandang apakah insulindipergunakan atau tidak dalam penanganannya.
3. TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral), tes diagnostic, dengan memberikan beban 75 gram glukosa anhidrus setelah berpuasa selama 8 – 14 jam.
4. OAD : Obat Anti Diabetes
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau
janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu.2 WHO dan American College of
Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih, kematian
janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 2,3 The US National Center
for Health Statistics menyatakan bahwa Intrauterine fetal death adalah kematian pada
fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau
lebih.
2.1 Faktor Risiko
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor
risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan
meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50%
lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun.
Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara dibanding
multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian risiko terkait usia ini
adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple, diabetes
gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.
Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal.
Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok meningkatkan risiko
retardasi pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta. Merokok menjadi faktor
kausatif utama stillbirth khususnya pada kehamilan prematur.
Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko
IUFD, hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh
Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700
primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang
mengalami kelebihan berat badan (IMT 25-29,9) ternyata memiliki risiko dua kali
lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan IMT ≤ 19,9. Risiko ini akan
jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT ≥ 30). Kenaikan berat badan yang terjadi
selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD.2
Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi
risiko terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah
ternyata memiliki risiko dua kali lipat menderita IUFD.2
2.3. Etiologi
Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai
penurunan angka mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat
dibutuhkan untuk perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam
kesehatan perinatal.2
Persentase penyebab IUFD 6
Faktor Maternal3,7
Kehamilan post-term
Diabetes Mellitus tidak
terkontrol
Systemic lupus erythematosus
Infeksi
Hipertensi
Pre-eklampsia
Eklampsia
Hemoglobinopati
Penyakit rhesus
Ruptura uteriAntiphospholipid
sindrom
Hipotensi akut ibu
Kematian ibu
Umur ibu tua
Faktor fetal
Kehamilan ganda
Intrauterine growth restriction
(Perkembangan Janin
Terhambat)
Kelainan kongenital
Anomali kromosom
Infeksi (Parvovirus B-19,
CMV, listeria)
Faktor Plasenta
Cord accident (kelainan tali pusat)
Abruptio Plasenta (lepasnya plasenta)
Insufisiensi plasenta
Ketuban pecah dini
Vasa previa
Perdarahan Feto-maternal
Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh dari
audit perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai berikut :
1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah
ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding
janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena
proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan
insufisiensi plasenta.2 IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui
berhubungan dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom
fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD
adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko
memicu terjadinya persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi
lebih dari 41 minggu, risiko IUFD juga semakin meningkat.2
2. Penyakit Medis Maternal
Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD
pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non
diabetik.8 Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat kendali glikemi yang
tidak baik dan komplikasi makrosomia, polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin
intrauterine dan preeklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan
peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan
multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat
dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut. 2
Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis
dan superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai
pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna.2
Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada wanita dengan defisiensi antitrombin
herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein C dan protein S.
Sindrom antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat
dan IUFD terkait dengan gangguan implantasi, trombosis dan infark pada plasenta.
Sindrom fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit lain
misalnya SLE. Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor
kausatif pada IUFD. Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan
peningkatan kadar asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas
janin. Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat
ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana.2
3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin
Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk
melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah
kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan
13 sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering ialah 45x.2
Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun restriksi
pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata berhubungan dengan
confined placental mosaicism (CPM), yang ditandai oleh adanya ketidaksesuaian
antara kariotipe 9 janin dan plasenta. Trisomi kromosom spesifik lebih sering
dijumpai pada CPM daripada kasus lainnya dengan trisomi 7,16 dan 18 yang makin
banyak terjadi.2
Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat meninggal
akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian besar janin dengan
malformasi lethal mengalami IUFD akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru,
dan penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan hernia
diafragmatika.2
4. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat
Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta, tali pusat
dan membran plasenta.
1. Plasenta
Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari pembuluh
darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit.8
2. Tali Pusat
Tali pusat terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan
mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 – 60 cm dengan diameter 12 mm. Hal
ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama. Tali pusat
abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm, Tali pusat pendek : < 30 cm. Sejumlah
kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi membran, kompresi
tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang tampak sebagai infark
dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio. Komplikasi tali pusat juga
dilaporkan memicu IUFD secara langsung.2 Kompresi tali pusat dapat menghambat
aliran darah dan oksigen ke janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan
kematian.
Kompresi tali pusat.8
Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab kematian pada
janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan warna pada tubuh janin yang
berhubungan dengan keadaan hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat
tertekannya arteri umbilikalis. 9
Lilitan tali pusat. 9
Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan IUFD dan
anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD akibat FMH sebesar
4%.2 Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi
fetomaternal. Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio
placenta adalah separasi premature plasenta dengan implantasi normalnya di uterus,
dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD.10
Abruptio Plasenta. 9
5. Infeksi
Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental
(hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD terkait
infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD. Beberapa agen
dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin. Infeksi virus kongenital
oleh parvovirus B19 dan cytomegalovirus (CMV) juga sering dilaporkan sebagai
pemicu kematian janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan berhubungan
dengan IUFD walaupun lebih jarang.
Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada kasus
yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine dari herpes
simpleks. Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan
menuju janin dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin.
Beberapa agen bakterial yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah
Streptococcus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, lues, mycoplasma
genital dan Ureaplasma urealyticum. Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga
dipertimbangkan dapat memicu IUFD. Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD.
Kematian janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan
parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat
infeksi trans-plasental. Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis
pada plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan.2 Infeksi dapat memicu pecahnya
ketuban sebelum waktunya yang mengakibatkan persalinan pre-term bahkan dapat
berakhir dengan kematian janin.
Penyebaran infeksi pada ketuban pecah dini9
6. Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan.
Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan berkisar
12-50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan ini juga berbeda
dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik. Menurut Froen dkk, IUFD
mendadak ini cenderung meningkat seiring usia gestasional, usia maternal, pemakaian
rokok yang tinggi, edukasi yang rendah dan obesitas. Asap rokok telah terbukti
menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko sindrom
kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan
bibir sumbing, kelainan jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat IUFD
sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut. Huang dkk
melaporkan dari 196 studi IUFD dari tahun 1961-1974 dan 1978-1996 bahwa faktor
independen yang terkait dengan IUFD yang tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra
kehamilan lebih dari 68 kg, rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih dari 1,15,
kunjungan antenatal yang lebih jarang, primiparitas, paritas lebih dari tiga, status
sosioekonomi rendah dan usia maternal lebih dari 40 tahun.2
2.5. Diagnosis
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS IUFD1,3,5
Anamnesis :
1. Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
2. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak
seperti biasanya)
3. Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan
4. Penurunan berat badan
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia
kehamilannya tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat
pada ibu yang kurus.
2. Palpasi : Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakan-
gerakan janin.
3. Auskultasi : Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan
10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonic Doppler merupakan bukti
kematian janin yang kuat.
Pada foto radiologik dapat dilihat adanya :
1. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding) yaitu tumpang
tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi akibat
likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang membentuk
tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian. Namun ciri-ciri
yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.
Tanda Spalding
2. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)
3. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
4. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)
5. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan Digunakan untuk
menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari system skelet.
Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan
hypofibrinogenemia 25%.
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin,
pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif
untuk mencari penyebab kematian janin termasuk hal-hal yang berhubungan
dengan penyakit maternal, yaitu perlunya diperiksa kadar TSH, HbA1c dan
TORCH. Sehingga dapat mengantisipasi pada kehamilan selanjutnya. 7
Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan
Hollier (1997)1:
1. Deskripsi bayi
Malformasi
bercak/ noda
warna kulit – pucat, pletorik
derajat maserasi
2. Tali pusat
prolaps
pembengkakan - leher, lengan, kaki
hematoma atau striktur
jumlah pembuluh darah
panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
warna – mekoneum, darah
konsistensi
volume
4. Plasenta
berat plasenta
bekuan darah dan perlengketan
malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
edema – perubahan hidropik
5. Membran amnion
bercak/noda
ketebalan
Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFDGejala dan Tandayang Selalu Ada
Gejala dan Tanda yangKadang- Kadang Ada
KemungkinanDiagnosis
Gerakan janin berkurangatau hilang, nyeri perut
hilang timbul atau
Syok, uterus tegang/kaku, gawat
janin atau DJJ tidak
Solusio Plasenta
menetap,perdarahan pervaginam
sesudah hamil 22 minggu
terdengar
Gerakan janin dan DJJ tidak
ada, perdarahan, nyeri peruthebat
Syok, perut kembung/ cairan
bebas intra abdominal, kontur
uterus abnormal, abdomen nyeri,
bagian-bagian janin teraba,denyut nadi ibu cepat
Ruptur Uteri
Gerakan janin berkurangatau hilang, DJJ abnormal
(<100/mnt/>180/mnt)
Cairan ketuban bercampurmekonium
Gawat Janin
Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan berhenti,
TFU berkurang, pembesaran
uterus berkurang
IUFD
2.6. Komplikasi 3
Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga,
apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi
ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari
2 minggu.
2.7. Penatalaksanaan8,12
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau
kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga
tidak diobati.8
1. Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5
hari. Tandatandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi
columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp.
2. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan
ketuban berkurang.
3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien
selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan
besar dapat lahir pervaginam.
4. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
5. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan
hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi
6. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif.
7. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu
- Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
- Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi
- Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
8. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
- Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6
jam
- Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali
dan jangan melebihi 4 dosis.
9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati
11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi .
SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD2
Non-Interferensi2 minggu
METODE-METODE TERMINASI
1) Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :
- Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi
pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan
dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian
Kasus refrakter di mana terminasi kehamilan dalam 2 minggu indikasikan 80%
Partus spontan 2 minggu (80%)
Psikologis InfeksiPenurunan kadar fibrinogen Retensi janin lebih dari 2 minggu
Rawat di RS, induksi Persalinan
Servik Matang
Infus Oksitosin
Gagal
Oksitosin diulang + prostaglandin gel pervaginam
Serviks Belum Matang
PG Gel diulang 6-8 jam
Gagal
Ditambah dengan infus oksitosin
dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus dimulai
dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30
tetes per menit. Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis
dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi
harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu
yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat
menurunkan resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat
diulang setelah pemberian prostaglandin pervaginam. Kemungkinan terdapat
kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi
persalinan.
- Prostaglandin
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior
sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pemberian
dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian
oksitosin.
2) Operasi Sectio Caesaria (SC)
Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang
dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC (dua atau lebih) dan letak lintang.
2.8. Pencegahan 3, 8
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm
adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin
terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio
plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan
dengan koagulasi pembuluh anastomosis. Resiko kematian janin dapat sepenuhnya
dihindari dengan antenatal care yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi,
merokok, minuman beralkohol atau penggunaan obatobatan. Tes-tes antepartum
misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal elektronik dapat
digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan
terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.
Daftar Pustaka
1. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in Latin
America. Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 371–8
2. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to
Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of
Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University
Hospital, Stockholm, Sweden 2002.
3. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35.
4. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical
Journal 2008, ;23(1)
5. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and
Related Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F
Receptor Deficient Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74
6. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by
Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind
2004;54(6):561-3
7. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of
Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley
Medical Center. 2008
8. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom
KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001
9. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 – 2009
10. Sarah D. McDonald, MD . Risk of Fetal Death Associated With Maternal
Drug Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study.
1Department of Obstetrics and Gynecology, McMaster University, Hamilton
ON. 2007
11. Dr. Joe Antony, MD, 265, Girinagar, Cochin- 20, India. 2007. diakses dari
www.ultrasound-images.com
12. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of
Gynecology and Obstetrics 2007 99 : S156–S159
13. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with
Intrauterine Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25