bab iii

58
BAB III DASAR TEORI Salah satu metode pembongkaran pada batuan adalah metode pemboran dan peledakan. Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk membongkar batuan dari keadaan aslinya ke dalam ukuran – ukuran tertentu, guna memenuhi target produksi dan memperlancar proses pemuatan dan pengangkutan. Salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan pemboran dan peledakan adalah tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dari kegiatan pemboran dan peledakan tersebut. Diharapkan ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan selanjutnya. Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan penambangan apabila (Koesnaryo, 2001) : Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan). 16

Upload: martyson-yudha-prawira

Post on 02-Aug-2015

379 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III

BAB III

DASAR TEORI

Salah satu metode pembongkaran pada batuan adalah metode pemboran dan

peledakan. Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk membongkar batuan

dari keadaan aslinya ke dalam ukuran – ukuran tertentu, guna memenuhi target

produksi dan memperlancar proses pemuatan dan pengangkutan.

Salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan

pemboran dan peledakan adalah tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dari

kegiatan pemboran dan peledakan tersebut. Diharapkan ukuran fragmentasi

batuan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan

selanjutnya.

Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan

penambangan apabila (Koesnaryo, 2001) :

Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).

Penggunaan bahan peledak yang efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan

yang dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder factor).

Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkahan.

Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak dan

overhang, retakan-retakan).

Aman.

Dampak terhadap lingkungan (flyrock, kebisingan, gas beracun, dll) yang

minimal.

Untuk memenuhi kriteria-kriteria di atas, diperlukan kontrol dan

pengawasan terhadap teknis pemboran guna mempersiapkan lubang ledak dalam

suatu operasi peledakan.

16

Page 2: BAB III

Pada lapisan penutup dilakukan dua macam peledakan, yaitu peledakan

untuk produksi dan peledakan untuk jenjang akhir. Peledakan produksi bertujuan

untuk membongkar lapisan penutup yang berada di atas lapisan batubara

sebanyak mungkin. Pada gambar dapat dilihat lereng akhir yang terbentuk.

Lereng akhir tersebut merupakan batas dari suatu pit. Pada batas tersebut secara

teknis kegiatan penambangan masih dapat dilakukan dan dari segi ekonomis

masih menguntungkan.

17

Page 3: BAB III

Gambar 3.1. Pembentukan Lereng pada Akhir Kegiatan Tambang.

3.1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Peledakan

Kegiatan peledakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor rancangan

yang tidak dapat dikendalikan dan faktor rancangan yang dapat

dikendalikan.

3.1.1. Faktor Rancangan yang Tidak Dapat Dikendalikan

Faktor Rancangan yang Tidak Dapat Dikendalikan adalah

faktor - faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan

manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah.

Yang termasuk faktor – faktor ini adalah karakteristik massa batuan,

struktur geologi, pengaruh air,dan kondisi cuaca.

3.1.1.1. Karateristik Massa Batuan

Dalam kegiatan pemboran dan peledakan,

karakteristik massa batuan yang perlu diperhatikan dalam

kaitannya dengan fragmentasi batuan yaitu kekerasan

batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan, abrasivitas

batuan, dan kecepatan perambatan gelombang pada batuan,

serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang akan

diledakkan.

Semakin tinggi tingkat kekerasan batuan, maka akan

semakin sukar batuan tersebut untuk dihancurkan demikian

18

Page 4: BAB III

juga dengan batuan yang memiliki kerapatan tinggi. Hal ini

disebabkan karena semakin berat massa suatu batuan, maka

bahan peledak yang dibutuhkan untuk membongkar atau

menghancurkan batuan tersebut akan lebih banyak

Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk

kembali ke bentuk atau keadaan semula setelah gaya yang

diberikan pada batuan tersebut akan dihilangkan.

Secara umum batuan memiliki sifat Elastis Fragile

yaitu batuan dapat dihancurkan apabila mengalami

regangan yang melewati batas elastisitasnya. Abrasivitas

batuan merupakan suatu parameter batuan yang

mempengaruhi keausan (umur) dari mata bor yang

digunakan untuk melakukan pemboran pada suatu batuan.

Abrasivitas batuan tergantung kepada mineral penyusun

batuan. Semakin keras mineral penyusun batuan maka

tingkat abrasivitasnya akan semakin tinggi pula.

Kecepatan perambatan gelombang pada setiap batuan

berbeda. Batuan yang keras mempunyai kecepatan rambat

gelombang yang tinggi, secara teoritis batuan yang

memiliki kecepatan rambat gelombang yang tinggi akan

hancur apabila diledakkan dengan menggunakan bahan

peledak yang memiliki kekuatan yang tinggi.

Sifat kuat tekan dan kuat tarik batuan juga digunakan

dalam penggolongan terhadap mudah atau tidaknya batuan

untuk dibongkar. Batuan akan hancur atau lepas dari batuan

induknya apabila bahan peledak yang digunakan memiliki

tegangan tarik yang lebih besar daripada kuat tarik batuan

itu sendiri.

3.1.1.2. Struktur Geologi

Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan

peledakan adalah struktur rekahan (kekar) dan struktur

19

Page 5: BAB III

perlapisan batuan. Kekar merupakan rekahan – rekahan

dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang

disebabkan oleh gaya – gaya yang bekerja dalam kerak

bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan dimana

pergeseran dianggap sama sekali tidak ada. Dengan adanya

struktur rekahan ini maka energi gelombang tekan dari

bahan peledak akan mengalami penurunan yang disebabkan

adanya gas-gas hasil reaksipeledakan yang menerobos

melalui rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan daya

tekan terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan

daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang

diledakkan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya

bongkah pada batuan hasil peledakan bahkan batuan hanya

mengalami keretakan. Berkaitan dengan struktur kekar ini

penentuan arah peledakan menurut R.L. Ash (1963) adalah

sebagai berikut :

1) Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu

dengan yang lain, sudut horizontal yang dibentuk oleh

bidang kekar vertikal biasanya membentuksudut tumpul

dan pada bagian lain akan membentuk sudut lancip.

2) Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti

bentuk perpotongan bidang kekar. Apabila peledakan

diarahkan pada sudut runcing akan menghasilkan

pecahan melebihi batas (overbreak) dan retakan-retakan

pada jenjang. Peledakan selanjutnya menghasilkan

bongkah, getaran tanah (ground vibration), ledakan

udara (air blast) dan batu terbang (fly rock). Untuk

menghindari hal tersebut peledakan diarahkan keluar

dari sudut tumpul.

3) Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring

maka lubang ledak miring akan memberikan

20

Page 6: BAB III

keuntungan karena energi peledakan berfungsi secara

efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih

seragam dapat dicapai bila peledakan dilakukan sejajar

dengan kemiringan kekar.

Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil

peledakan. Apabila lubang ledak yang dibuat berlawanan

dengan arah perlapisan, maka akan menghasilkan

fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang

lebih baik bila dibandingkan dengan lubang ledak yang

dibuat searah dengan bidang perlapisan.

Secara teoritis, bila lubang ledak arahnya berlawanan

dengan arah kemiringan bidang pelapisan, maka pada posisi

demikian kemungkinan terjadinya backbreak akan sedikit,

lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil peledakan

akan seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh.

Sedang jika arah lubang ledak searah dengan arah

kemiringan bidang perlapisan, maka kemungkinan yang

terjadi adalah timbul backbreak lebih besar, lantai jenjang

rata, fragmentasi batuan tidak seragam dan batu akan

terlempar jauh serta kemungkinan terhadap terjadinya

longsoran akan lebih besar .

3.1.1.3. Pengaruh Air

Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak

dapat mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak yang

sudah diisikan kedalam lubang ledak. Kerusakan sebagian

isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi

bahan peledak sehingga akan mengurangi energi peledakan,

atau bahkan isian akan gagal meledak (missfire). Untuk

mengatasi pengaruh air, digunakan bahan peledak yang

mempunyai ketahanan terhadap air. Contoh bahan peledak

yang tahan terhadap pengaruh air adalah Powergel.

21

Page 7: BAB III

Powergel mempunyai komposisi Amonium nitrate, Fuel oil,

Parafin oil, Chemical gassing, Microballons, Emulsifier.

Powergel mampu bertahan didalam lubang ledak berair

selama 21 hari dengan syarat batuan unreaktif. Apabila

lubang ledak berada pada batuan yang reaktif maka

powergel hanya mampu bertahan 12 jam (load and shoot).

3.1.1.4. Kondisi Cuaca

Kondisi cuaca mempunyai pengaruh yang sangat

besar terhadap kegiatan peledakan, terutama untuk kondisi

hujan. Dengan kondisi hujan maka akan sering terjadi petir,

yang akan membahayakan proses peledakan, terutama

untuk peledakan yang menggunakan metode listrik.

3.1.2. Faktor Rancangan Dapat Dikendalikan

Faktor Rancangan Dapat Dikendalikan adalah faktor-faktor

yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia dalam merancang

suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang diharapkan.

Adapun faktor-faktor tersebut.

3.1.2.1. Diameter Lubang Ledak

Di dalam menentukan diameter lubang ledak

berdasarkan dari volume massa batuan yang akan

dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang

diinginkan, mesin bor yang digunakan, dan kapasitas alat

muat yang akan dipergunakan untuk kegiatan pemuatan

material hasil peledakan. Penentuan diameter lubang ledak

akan berpengaruh terhadap penentuan panjang burden.

3.1.2.2. Kedalaman Lubang Ledak

Kedalaman lubang ledak biasanya

disesuaikan dengan tinggi jenjang yang

diterapkan. Untuk mendapatkan lantai jenjang

22

Page 8: BAB III

yang rata maka hendaknya kedalaman lubang

ledak harus lebih besar dari tinggi jenjang,

yang mana kelebihan daripada kedalaman ini

disebut subdrilling.

3.1.2.3. Kemiringan Lubang Ledak

Kemiringan pemboran secara teoritis ada

dua, yaitu pemboran tegak dan pemboran

miring. Menurut Mc Gregor K. (1967),

kemiringan lubang ledak antara 10 – 20 dari

bidang vertikal yang biasanya digunakan pada

tambang terbuka telah memberikan hasil yang

baik. Adapun arah pemboran dalam membuat

lubang bor pada sistem jenjang ada dua

macam, yaitu :

1. Pemboran dengan Lubang Ledak Miring

a. Keuntungan dari Lubang Ledak Miring

yaitu :

Dinding jenjang dan lantai jenjang

yang dihasilkan relatif lebih rata.

Mengurangi terjadinya pecah

berlebihan pada batas baris lubang

ledak.

Bagian belakang (back break).

Fragmentasi dari hasil tumpukan hasil

peledakan yang dihasilkan lebih.

Baik, karena ukuran burden sepanjang

lubang yang dihasilkan relatif lebih

rata.

Powder factor lebih rendah, ketika

gelombang kejut yang dipantulkan.

23

Page 9: BAB III

Untuk menghancurkan batuan pada

lantai jenjang lebih efisien.

b. Kerugian dari Lubang Ledak Miring ysitu :

Kesulitan dalam penempatan sudut

kemiringan yang sama antar lubang.

Ledak serta dibutuhkan lebih banyak

ketelitian dalam pembuatan lubang.

Ledak, sehingga membutuhkan

pengawasan yang ketat.

Mengalami kesulitan dalam pengisian

bahan peledak.

3.2. Pengertian Umum Bahan Peledak

Bahan peledak pada industri pertambangan pada umumnya terbuat dari

campuran bahan-bahan kimia, sehingga disebut bahan peledak kimia.

Definisid dari bahan peledak kimia adalah suatu bahan kimia senyawa

tunggal atau campuran berbentuk padat, cair dan gas atau campurannya yang

apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan bereaksi

dengan sangat cepat dan bersifat panas (eksotermis) yang hasil reaksinya

sebagian atau seluruhnya berbentuk gas bertekanan sangat tinggi dan

bertemperatur sangat panas.

Panas dari gas yang dihasilkan hasil reaksi peledakan tersebut sekitar

4000c.Adapun tekananannya menurut Langerfors dam Kihlstrom (1978),

bisa, mencapai lebih dari 100.000 atm setara dengan 101.500 kg /cm2 atau

9850 Mpa (setara dengan 10.000 Mpa), sedangkan energi per satuan waktu

yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/s. Perlu dipahami

bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan merefleksikan jumlah energi

yang sedemikian besar yang memang tersimpan di dalam bahan peledak

yang dimana kecepatannya berkisar antara 2500 - 7500 meter per second

(m/s).

3.2.1. Reaksi dan Produk Peledakan

24

Page 10: BAB III

Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang

diharapkan karena tergantung pada kondisi eksternal saat pekerjaan

tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas bahan kimia

pembentuk deflagrasi dan terakhir detonasi. Proses dekomposisi

bahan peledak diuraikan sebagai berikut :

a. Peledakan adalah reaksi kimia yang bersifat panas pada

permukaan objek yang terbakar dan dijaga keberlangsungan

proses pembakarannya oleh panas yang dihasilkan oleh reaksi

itu sendiri dan produknya berupa pelepasan gas-gas. Reaksi

Pembakaran memerlukan unsur Oksigen (O2), baik yang terdapat

di alam bebas maupun dari ikatan molekular bahan atau material

yang terbakar. Untuk menghentikan kebakaran cukup dengan

mengisolasikan material yang terbakar oksigen. Contoh reaksi

minyak diesel (diesel oli) yang terbakar sebagai berikut :

CH 3(CH 2)10CH 3+1812

→12 CO2+13 H 2 O

b. Deflagrasi adalahh reaksi pembakaran dengan kecepatan sangat

tinggi dan menghasilkan gas-gas bertekanan yang tekananannya

meningkat (ekspansi) selama proses pembakaran berlangsung,

sehingga menimbulkan ledakan. Akibat dari tekanan ini, maka

terjadi efek pengangkatan (heaving action atau heaving effect)

yang besarnya sebanding dengan proses pembakaran yang

terjadi.

Fenomena reaksi deflagrasi yang menimbulkan ledakan akan

menimbulkan gelombang dengan kecepatan ramba berkisar

antara 300 - 1000 m/s yang disebut subsonic. Deflagrasi

merupakan ciri reaksi peledakan pada bahan peledak kimia lemah

(low explosive), misalnya black powder dengan reaksi kimia

sebagai berikut :

Sodium Nitrat + Charcoal + Sulfur

25

Page 11: BAB III

20 NaNo3+30 C+10 S → 6 Na2CO3+Na2 SO4+3 Na2 S+14 CO2+10 CO2+10 N2

Potasium Nitrat + Charcoal + Sulfur

20 KNO3+30 C+10 S → 6 K2CO3+K2 SO4+3 K2 S+14 CO2+10CO+10 N2

c. Ledakan adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas menjadi

bervolume lebih besar dan diringi suara keras serta efek mekanis

yang merusak (outburst).Dari definisi tersebut tersirat bahwa

ledakan tidak melibatkan reaksi kimia, tapi kemunculannya

disebabkan oleh transfer energi ke gerakan massa yang

menimbulkan efek mekanis yang merusak disertai panas dan

bunyi yang keras. Contoh ledakan antara lain balon karet yang

ditiup terus akhirnya meledak dan tangki BBM yang terkena

panas bisa meledak.

d. Detonasi adalah proses kimia dengan kecepatan yang tinggi yang

dapa menghasilkan gas dan temperatur sangat besar serta

membangun ekpansi gaya yang sangat besar pula, Kecepatan

reaksi tersebut menyebarkan (progate). tekanan panas ke seluruh

zona peledakan dalam bentuk gelombang kejut (shock

compression wave) dan proses ini terus menerus untuk

membebaskan energi hingga berakhir dan memberikan efek

merusak (shattering effect).

Kecepatan rambat reaksi pada proses detonasi berkisar antara

3000 - 7500 m/s, misalnya kecepatan reaksi ANFO sekitar 4500

m/s. Gas pun dapat menyebabkan retakan karena pengaruh oleh

tekanan yang tinggi. Gelombang kejut dapat menimbulkan

symphatetic detonation, oleh sebab itu peranannya sangat penting

di dalam menentukan jarak aman (safety distance) antar lubang.

Berikut ini contoh proses detonasi pada beberapa jenis bahan

peledak., yaitu :

26

Page 12: BAB III

BAHANPELEDAK

MEKANIK KIMIA

BAHAN PELEDAK

KUAT (HIGH

EXPLOSIVE)PRIMER

SEKUN

DER

BAHAN PELEDAK

LEMAH(LOW

EXPLOSIVE)PERMISSIBLE

NON-

PERMISSIBLE

NUKLIR

TNT :

C7 H 5 N6 →1 , 75CO2+2 ,5 H 2 O+1 ,5 N2+5 , 25C

ANFO : 3 NH 4 N O3+CH 2→ CO2+7 H 2 O+3 N2

NG :

C3 H 5 N3O 9→ 3CO2+2 ,5 H 2 O+1 ,5 N2+0 ,25 O2

NG + AN :

2 C3 H 5 N 3O9+NH 4 NO3 → 6CO2+7 H 2O+4 N4+O2

3.2.2. Klasifikasi Bahan Peledak

Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya

menjadi bahan peledak mekanik, kimia dan nuklir. Karena

pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas dibanding

dari sumber energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak

kimia lebih intensif diperkenalkan. Pertimbangan pemakaiannya

antara lain, harga relatif murah, penanganan teknis lebih mudah,

lebih banyak variansi waktu tunda (delay time) dan dibanding nuklir

tingkat bahayanya lebih rendah. Oleh sebab itu modul ini hanya akan

menampakan bahan peledak kimia.

Gambar 3.2. Skema Klasifikasi bahan peledak menurut J.J.

Mannon (1978).

Bahan peledak permissible dalam klasifikasi di atas perlu

dikoreksi karena saat ini bahan peledakan tersebut sebagian besar

27

Page 13: BAB III

merupakan bahan peledak kuat. Bahan peledak permissible

digunakan khusus untuk memberaikan batubara tambang bawah

tanah dan jenisnya adalah blasting agent yang tergolong bahan

peledak kuat.

Sampai saat ini terdapat berbagai cara pengklasifikasian

bahan peledak kimia, namun pada umumnya kecepatan reaksi

merupakan dasar klasfikikasi tersebut. Contohnya antara lain

sebagai berikut :

1. Menurut R. L Ash (1962), bahan peledak kimia dibagi

menjadi :

a. Bahan peledak kuat (high explosive) bila memiliki sifat

detonasi atau meledak dengan kecepatan reaksi antara

5.000 - 24.000 fps (1.650 - 8.000 m/s).

b. Bahan Peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat

deflagrasi atau terbakar dengan kecepatan reaksi kurang

dari 5.000 fps (1.650 m/s).

2. Menurut Annon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi

3 jenis seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.1. Klasifikasi Bahan Peledak menurut Annon (1977)

28

JENIS REAKSI CONTOH

Bahan peledak

lemah

(low explosive)

Deflagrate (terbakar) Black powder

Bahan peledak

kuat

(high explosive)

Detonate (meledak) NG, TNT, PETN

Blasting agentDetonate (meledak) ANFO, Slurry, emulsi

Page 14: BAB III

3. Menurut Mike Smith (1988), selain bahan peledak yang telah dijelaskam oleh

R. L. Ash (1902) dan Annon (1977) adapun bahan peledak yang dirancang

khusus untuk keperluan pembangunan terowongan yang melintasi batuan

keras pada teknik sipil atau pembuatan stasiun listrik di bawah tanah dan

keperluan militer sehingga dinamakan bahan peledak industri. Jenis bahan

peledak industri selalu terbuat dari kimia dan memiliki sifat explosive, tetapi

ada pula yang terbuat dari bahan lain yang dibuat agar memecahkan,

membelah dan menghancurkan batuan, contohnya pengganti bahan peledaka

antara lain tekanan gas atau tekanan air yang tinggi, memberikan agen pemuai

atau penambah volume (expansion agent).

3.2.3. Sifat Fisik Bahan Peledak

Sifat bahan peledak merupakan suatu kenampakan nyata dari

sifat peledak ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan

sekitarnya. Kenampakan nyata inilah yang harus diamati dan

diketahui tanda-tandanya oleh seorang juru ledak. Kualitas bahan

peledak umunya akan menurun seiringnya dengan derajat

kerusakannya, artinya suatu bahan peledak yang rusak sehingga

energi yang dihasilkan akan berkurang. Adapun yang perlu diketahui

kualitas bahan peledak ditinjau oleh beberapa hal yang dapat

diketahui sebagai berikut :

a. Densitas

Densitas secara umum adalah angka yang menyatakan

perbandingan berat per volume. Pernyataan densitas pada bahan

peledak dapat mengekspresikan beberapa pengertian yang perlu

ditinjau dan diperhatikan dalam menentukan densitas bahan

peledak. Adapun yang perlu dilihat untuk perdandingan tersebut,

yaitu :

1) Densitas bahan peledak adalah berat bahan peledak per unit

volume dinyatakan dalam satuan gr/cc.

2) Densitas pengisian (loading density) adalah berat bahan

peledak per meter kolom lubang tembak (kg/m).

29

Page 15: BAB III

3) Cartridge count atau stick count adalah jumlah cartridge

(dodol bahan peledak) dengan ukuran 11/4" x 8" di dalam

kotak seberat 50 lb (merupakan standar dari Amerika

Serikat).

Densitas bahan peledak berkisar antara antara 0,6 - 17

gr/cc, sebagai contoh densitas ANFO antara 0,8 - 0,85 gr/cc.

Biasanya bahan peledak yang mempunyai densitas tinggi akan

menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi. bila

diharapkan fragmentasi hasil peledakan berukuran kecil-kecil

diperlukan bahan peledak dengan densitas tinggi.Densitas

pengisian ditentukan dengan cara perhitungan volume silinder,

karena lubang ledak berbentuk silinder yang tingginya sesuai

dengan kedalaman lubang, contoh dari perhitungannya

Digunakan diameter lubang ledak 4 inci = 102 mm.

Tinggi kolom lubang ledak (t) = 1 m, maka volumenya dapat

dilakukan dengan = πr2 t=π ¿ = 8.107 m3/m.

Bila digunakan dengan ANFO dengan densitas 0,80 gr/cc,

maka volume ANFO per meter ketinggian lubang :

= 0,80 gr

ccx

8.170 ccm

=6.536 gr/m = 6,53 kg/m

b. Sensitivitas

Sensitivitas adalah alat yang menunjukan tingkat

kemudahan atau kerentanan suatu bahan peledak untuk terinisiasi

(meledak) akibat adanya impuls atau dorongan dari luar dalam

bentuk benturan (impact), gelombang kejut (shock wave), panas

(heat atau flame), atau gesekan (friction). Sensitivitas bahan

peledak utama (primary charge) di dalam kolom lubang ledak

diukur oleh booster minimum yang diperlukan atau berat

primernya. Derajat kepekaaan (sensitiveness) adalah ukuran

kemampuan proses propagasi suatu bahan bahan peledak

berbentuk dodol (cartridge) melalu pengujian gap sensitivity atau

30

Page 16: BAB III

"sensitivitas ruang", yaitu pengujian dua cartridge yang masing-

masing sebagai "donor atau primer" dan 'receptor" pada jarak

tertentu.

c. Ketahanan terhadap air (water resistance)

Ketahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran

kemampuan suatu bahan peledak untuk melawan air disekitarnya

tanpa kehilangan sensitifitasnya. ANFO mudah larut dalam air

sehinga dikategorikan mudah larut dalam air dan sangat buruk

sedangkan jenis emulsi, cartridge, watergel atau slurries

termasuk dalam kategori sangat baik karena tidak mudah larut

dalam air (excellent atau sangat bagus).

d. Kestabilan Kimia (chemical stability)

Kestabilan kimia adalah kemampuan untuk tidak berubaha

secara kimia dan tetap mempertahankan sensitifitasnya selama

dalam penyimpanan di dalam gudang dengan kondisi tertentu.

Bahan Peledak yang tidak stabil, misalnya nitrogliserin atau NG-

based explosives yang mempunyai kemampuan stabilitas lebih

pendek dan cepat rusak. Adapun beberapa faktor yang

mempengaruhi rusaknya kestabilan bahan peledak sebagai

berikut :

Panas, dingin.

Kelembaban.

Kualitas bahan baku.

Kontaminisasi.

Pengepakan.

Fasilitas gudang bahan peledak.

e. Karakteristik gas (fumes characteristic)

Detonasi bahan peledak akan menghasilkan fume, yaitu gas

hasil ledakan yang mengandung racun (toxic), apabila proses

pencampuran ramuan bahan peledak tidak sempurna yang

menyebabkan terjadinya kelebihan atau kekurangan oksigen

31

Page 17: BAB III

selama proses dekomposisi kimia bahan peledak berlangsung.

Gas hasil ledakan yang tergolong fume antara lain nitrogen

monoksida (NO), Nitrogen Oksida (NO2) dan Karbon Dioksida

(CO2). Diharapkan dari detonasi suatu bahan peledak komersial

tidak menghasilkan gas-gas beracun (smoke), namun kenyataan

dilapangan hal tersebut sulit dihindari akibat beberapa faktor :

Pencampuran ramuan bahan peledak yang meliputi unsur

oksida dan bahan bakar (fuel) tidak seimbang, sehingga tidak

mencapai zero oxygen balance.

Letak primer yang tidak tepat.

Kurang tertutup karena pemasangan stemming kurang padat

dan kuat.

Adanya air dalam lubang ledak.

Sistem waktu tunda (delay time system) tidak tepat.

kemungkinan adanya reaksi antara bahan peledak dengan

batuan (sulfida atau karbonat).

Fumes hasil peledakan memperlihatkan warna yang

berbeda yang dapat dilihat sesaat setelah peledakan terjadi.Fumes

berwarna coklat-orange adalah fumes dari gas NO hasil reaksi

bahan peledak berair. Fumes berwarna putih diduga akibat uap

air yang menandakan banyaknya air dalam lubang ledak serta ada

juga fumes berwarna hitam yang menunjukan hasil pembakaran

tidak sempurna.

3.3. Tipe dan Jenis Detonator

Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam

bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek

kejut terhadapa bahan peledak peka detonator atau primer. Detonator disebut

juga dengan blasting capsule atau blasting cap. Adapun penggelompokan

jenis detonator didasarkan atas alat pemicunya, yaitu api, listrik dan

benturan (impact) yang mampu memberikan energi panas dalam detonator,

32

Page 18: BAB III

sehingga detonator meletup. Spesifikasi fisik dari detonator secara umum

sebagai berikut :

Bentuk : tabung silinder.

Diameter : 6 - 8 mm

Tinggi : 50 - 90 mm

bahan selubung luar : terbuat dari alumunium. tembaga

Seperti diuraikan di atas bahwa setiap tabung detonator bermuatan

bahan peledak kuat. Terdapat dua jenis muatan bahan peledak di dalam

detonator yang masing-masing fungsinya berbeda pada setiap detonator

tersebut, yaitu :

Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang sangat

peka (sensitif) yang dimana fungsinya adalah menerima efek panas

dengan sangat cepat dan meledak sehingga menimbulkan gelombang

kejut.

Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan

peledak kuat dengan Vod tinggi yang dimana fungsinya adalalah

menerima gelombang kejut dan meledak dengan besarnya kekuatan

tergantung pada berat isi bahan peledak.

3.3.1. Detonator Biasa (Plain Detonator)

Detonator biasa (plain detonator) merupakan detonator pertama kali

digunakan untuk keperluan peledakan baik industri maupun militer.

Gambar 3.3. Sketsa Penampang Detonator Biasa

33

isian dasar(base charge)

isian utama(primer charge)

ramuan pembakar(Ignition mixture)

tabung silinder(shell)

ruang kosong disediakan untuksumbu bakar (safety fuse)

Page 19: BAB III

Ukuran Tabung detonator biasa adalah diameter 6.40 mm dan

panjang 42 mm dengan bagian-bagian sebagai berikut :

Ramuan pembakar (ignition mixturei)

Isian bahan peledak kuat (campuran Lead azid, lead stypnate dan

alumunium).

Kandungan PETN atau TNT (Tri Nitro Gliserin).

Tabung silinder terbuat dari tembaga dan alumunium.

Ruang kosong untuk safety fuse atau sumbu api.

Detonator biasa selalu dipakai atau dikombinasi dengan sumbu

api atau sumbu bakar atau safety fuse apabila digunakan untuk

meledakan bahan galian.

3.3.2. Detonator Listrik (Electric Detonator)

Kandungan isian pada detonator listrik sama dengan pada

detonator biasa yang membedakan keduanya adalah energi panas

yang dihasilkan. Pada setiap detonator listrik akan selalu dilengkapi

dengan dua kawat yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan

detonator tersebut. Ditinjau dari tenggang waktu peledakan setelah

arus menimbulkan pijar maksimum maka detonator listrik

dikelompokan pada detonator langsung (instantaneous detonator)

dan detonator tunda (delay detonator)

Gambar 3.4. Sketsa Penampang Detonator Listrik.

34

Page 20: BAB III

3.3.3. Detonator Nonel

Detonator nonel dirancang untuk mengatasi kelemahan yang

ada pada detonator listrik, yaitu dipengaruhi oleh arus listrik liar,

statis dan kilat serta air. Akhirnya diketemukan suatu proses

transmisi signal energi rendah gelombang kejut menuju detonator

tanpa mempengaruhi bahan peledak yang digunakan.

Gambar 3.5. Bagian-bagian Sumbu Nonel (Dyno Nobel).

Keterangan :

- Lapisan luar : untuk ketahanan terhadap goresan

dan perlindungan terhadap ultra

violet

- Lapisan tengah : untuk daya regang dan ketahanan

terhadap zat kimia

- Lapisan dalam : menahan bahan kimia reaktif, yaitu

jenis HM atau octahydrotetranitro-

tetrazine dan aluminium. HMX

35

Lapisan luar

Lapisan tengah

Lapisan dalamHMX satu layer

Dari Dyno Nobel

Page 21: BAB III

bersuhu stabil dan memiliki

densitas serta kecepatan detonasi

yang tinggi.

3.3.4. Detonator Elektronik

Perbedaan sistem peledakan elektronik dengan sistem

peledakan tunda listrik dan non-listrik terletak pada cara

pengontrolan waktu tunda yang dapat diprogram secara integrasi,

sehingga menghasilkan pengaturan waktu yang akurat karena

dukung komponen elektronik berupa microchip dan kapasitor yang

dipasang sebagai modul tunda (delay module).

Umumnya pada sistem peledakan elektronik terdapat empat

komponen terintegrasi yang dapat diprogram yaitu ;

1. Detonator elektronik.

2. Alat pemberi masukan (penginput) data waktu tunda.

3. Pemicu ledak (blasting machine).

4. Perangkat lunak (sofware).

.

Gambar 3.6. Bagian-bagian Detonator Elektronik buatan Nitro.

3.4. Peralatan Peledakan

36

a. Isian dasar (PETN) e. Kapasitorb. Isian utama (Lead azide) f. Elemen

proteksi teganganc. Matchhead (fusehead) g. Kabel detonator

(Lead-in wire)d. Microchip h. Penyumbat (Scaling plug)

Page 22: BAB III

Secara umum perlengkapan (komponen) peledakan didefinisikan

sebagai bahan-bahan atau alat bantu peledakan yang habis pakai.

3.4.1. Alat Pemicu Ledak Alat pemicu ledak ini sangat digunakan untuk jenis detonator

yang biasa digunakan untuk peledakan sebagai berikut :

a) Alat Picu pada peledakan listrik

Alat yang sering digunakan untuk peledakan detonator

listrik adalah blasting machine. Blasting Machine berfungsi

untuk untuk menyuplai energi listrik yang cukup pada sistem

peledakan listrik. Ciri-ciri khusus terdapat dua slot kutub listrik,

terdapat engkol atau kunci kontak, dan lampu indikator. Tipe

generator yaitu mengumpulkan energi listrik menggunakan

gerakan mekanis dengan cara memutar engkol (handle) yang

telah disediakan. Putaran engkol dihentikan setelah lampu

indikator menyala yang menandakan arus sudah maksimum dan

siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang digunakan.

b) Alat pemicu peledakan nonel

Alat picu peledakan nonel disebut dengan shot gun atau

shot firer atau nonel starter dan berfungsi sebagai penyuplai

gelombang kejut pada detonator nonel melalui sumbu nonel

(nonel tube).

Jenis tipe didasarkan atas pemicunya, digerakkan secara

mekanis atau oleh baterai untuk membentuk gelombang kejut

terhadap HMX yang terdapat di dalam sumbu nonel .Ciri-ciri

untuk tipe yang digerakkan secara mekanis dilengkapi Shot Shell

Primer, sedangkan yang menggunakan baterai dapat

menimbulkan percikan api bertekanan tinggi.

3.4.2. Alat Bantu Peledakan Listrik

Dalam kegiatan peledakan diperlukan beberapa alat bantu

peledakan.Alat bantu ini berfungsi untuk membantu kelancaran

37

Page 23: BAB III

sistem peledekan listrik agar tidak terjadi gagal ledak. Adapun jenis-

jenis dari alat bantu peledakan listrik :

a) Pengukur tahanan (blastohmeter).

b) Pengukur kebocoran arus (earth leakage tester ).

c) Penguji kapasitas BM (rheostat dan fussion tester).

d) Multimeter peledakan (blasting multimeter).

e) Detektor kilat (lightning detector), dan

f) Kawat utama (lead wire atau lead lines atau firing line).

3.5. Mekanisme Pecahnya Batuan

Konsep yang dipakai diseni adalah proses pecahan dan reaksi –reaksi

mekanik dalam batuan homogen .Perlu ditekankan bahwa sifat mekanis

dalam batuan yang homogen akan berbeda dari sifat mekanis batuan yang

mempunyai rekahan dan heterogen seperti yang sering dijumpai dalam

pekerjaan peledakan. Proses pemecahan batuan dibagi menjadi 3 (tiga)

tahap :

a) Proses Pemecahan Tahap I (Pertama)

Pada tahap bahan peledak meledak , tekanan tinggi yang

ditimbulkan akan menghancurkan batuan di daerah sekitar lubang

tembak . Gelombang kejut (Shock Wave) yang meninggalkan lubang

tembak merambat dengan kecepatan 2.750 – 5.200 ft/det akan

mengakibatkan tegangan tangensial (tangensial stresses) yang

menimbulkan rekahan radial (radial cracks) yang mejalar dari daerah

lubang tembak Rekahan radial pertama terjadi dalam waktu 1 – 2 ms.

b) Proses Pemecahan Tahap II (Kedua)

Tekanan akibat gelombang kejut yang meninggalkan lubak tebak

pada proses pemecahan tahap 1 adalah positif. Apabila gelombang kejut

mencapai bidang bebas (free face), gelombang tersebaut akan

dipantulkan. Bersamaan dengan tekanannya akan terun dengan cepat

dan kemudian berubah menjadi negatip serta menimbulkan gelombang

38

Page 24: BAB III

tarik (tension wave) ini merambat kembali didalam batuan .Oleh kerena

kuat tarik batuan lebih kecil dari pada kaut tekan, maka akan terjadi

rekahan-rekahan (primary failure cracks) kerena tegangan tarik (tensile

stress) yang cukup kaut sehingga menyebabkan terjadinya “scabbing”

atau “spalling” pada bidang bebas.

Dalam proses pecahan tahap I dan II fungsi dari energi yang

ditembulkan oleh gelombang kejut adalah membuat sejumlah rekahan-

rekahan kecil pada batuan . Secara teoritis jumlah energi gelombang

kejut hanya berkisar antara 5 - 15 % dari energi total bahan

peledak .jadi gelombang kejut tidak secara langgsung memecah batuan ,

tetapi merpersiapkan kondisi batuan untuk pemecahan batuan terakhir.

c) Proses Pemecahan Tahap III (Ketiga)

Dibawah pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil

peledakan maka rekahan radial utama (tahap II) akan diperlebar

/diperbesar secara cepat oleh efek kombinasi dari tegangan tarik yang

disebabkan oleh kompresi radial (radial compression) dan Pneumatic

Wedging (pembajian).

Apabila massa didepan lubang tembak gagal mempertahankan

posisinya dan bergerak kedepan maka tegangan tekan (Compressive

Stress), tinggi yang ada dalam batuan akan lepas (unloaded), seperti

spiral kawat yang dilepaskan. Akibat pelepasan tegangan tekan ini akan

menimbulkan tegangan tarik yang beasar di dalam masa batuan .

Tegangan tarik ini yang melengkapi proses pemecahan batuan yang

sudah dimulai pada tahap II. Rekahan yang terjadi dalam proses

pemecahan tahap II merupakan bidang-bidang lemah yang membantu

frakmentasi utama pada proses peledakan.

Dalam periode selama dan diikuti merambatnya gelombang

detonasi (Detonation Wave) sepanjang mautan bahan peledak , batuan

sekitar lubang tembak dikenai pembebanan sebagai berikut :

Pembebanan dinamik (proses pemecahan tahap I).

39

Page 25: BAB III

Pembebanan kuasi-statik (proses pemecahan tahap II).

Pelepasan beban (proses pemecahan tahap III).

Proses mekanisme pecahnya batuan dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Mekanisme Pecahnya Batuan pada halaman berikutnya.

Pada tahap pertama terjadi penghancuran batuan disekitar lubang ledak dan diteruskannya energi ledakan kesegala arah.

Bidang Bebas

Energi ledakan menghancurkan batuan disekitar lubang tembak Energi ledakan diteruskan ke segala arah

Retakan disekitar lubang ledak

Pada tahap kedua energi ledakan yang bergerak sampai bidang bebas menghancurkan batuan pada dinding jenjang tersebut

Bidang Bebas

Pecahnya batuan pada dinding jenjang diakibatkan tegangan tarik

Bidang Bebas

Lubang ledak

Bidang Bebas Batas bidang bebas

Pada tahap terakhir, energi ledakan yang dipantulkan oleh bidang bebas pada tahap sebelumnya,dan ekspansi gas akan menghancurkan batuan dengan lebih sempurna

Gambar 3.7. Mekanisme Pecahnya Batuan.

3.6. Teknik Peledakan

Teknik peledakan adalah kegiatan teknis maupun tindakan

pengamanan yang ditunjukan untuk melaksanakan suatu peledakan dengan

efisien dan aman.

3.6.1. Persiapan Sebelum Pengeboran

Sebelum melaksanakan peledakan diperlukan persiapan khusus

seperti persiapan pengeboran dan peledakan. Beberapa faktor yang

menyebabkan perbedaan pola pengeboran pada tambang terbuka dan

tambang bawah tanah meliputi luas area, volume hasil peledakan,

suplai udara segar dan keselamatan kerja. Faktor rancangan dapat

dilihat pada Tabel 3.2. Faktor Penyebab yang membedakan

40

Page 26: BAB III

rancangan pola pengeboran di tambang terbuka dan tambang bawah

tanah pada halaman berikutnya.

Tabel 3.2. Faktor Penyebab yang membedakan rancangan pola

pengeboran di tambang terbuka dan tambang bawah tanah.

a) Pola pengeboran pada tambang terbuka

41

Faktor Tambang

Bawah Tanah

Tambang

Terbuka

Luas Area Terbatas, sesuai dimensi bukaan yang

luasnya dipengaruhi oleh kestabilan

bukaan tersebut.

Lebih luas karena terdapat

dipermukaan bumi dan dapat

memiilih area yang cocok.

Volume

hasil peledakan

Terbatas, karena dibatasi oleh luas

permukaan, diameter mata bor dan

kedalaman pengeboran, sehingga

produksi kecil.

Lebih besar, bisa mencapai

ratusan ribu meterkubik per

peledakan, sehingga dapat

direncanakan target yang

besar.

Suplai udara

segar

Tergantung dari sistem ventilasi Tidak bermasalah karena

dilakukan pada udara terbuka

Keselamatan

Kerja

Ruang yang terbatas, guguran batu

dari atap, terbatasnya tempat

penyelamatan diri

Relatif lebih aman karena

seluruh pekerjaan dilakukan

pada area terbuka

Page 27: BAB III

Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada

ketersediaan bidang bebas yang mencukupi. minimal dua bidang

bebas yang harus ada. Peledakan dengan hanya satu bidang bebas

(dinding bebas dan puncak jenjang. Selanjutnya terdapat tiga

pola yang dibuat secara teratur, yaitu :

Pola bujursanngkar (square pattern), yaitu jarak spasi dan

burden sama.

Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi

dalam satu baris lebih besar dibanding burden.

Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat

zigzag yang berasal dari pola bujursangkar maupun persegi

panjang..

Gambar 3.8. Memperlihatkan sketsa pola pengeboran pada tambang terbuka.

b) Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah

42

3 m

3 m

Bidang bebas

3 m

2,5 m

Bidang bebas

3 m

3 m

Bidang bebas

3 m

2,5 m

Bidang bebas

(a)

(b)

(c)

(d)

3 m

3 m

3 m

3 m

3 m

2,5 m

3 m

2,5 m

Page 28: BAB III

Mengingat ruang sempit yang membatasi kemajuan

pengeboran dan hanya terdapat satu bidang bebas, maka

harus dibuat suatu pola pengeboran yang disesuaikan dengan

kondisi tersebut. Pada bukaan bawah tanah umumnya hanya

terdapat sayu bidang bebas, yaitu permuka kerja atau face

sehingga untuk itu diperlu buat tambahan bidang bebas yang

dinamakan cut. sehingga ada empat jenis tipe cut ;

Center Cut disebut juga pyramid atau diamond cut.

Wedge Cut disebut juga V-cut, angle-cut atau cut

berbentuk baji.

Drag cut atau pola kipas.

Burn Cut disebut juga cylinder cut.

Gambar 3.9. Sketsa dasar Center Cut.

43

Page 29: BAB III

Gambar 3.10. Sketsa Wedge Cut.

Gambar 3.11. Sketsa Drag Cut/pola kipas.

44

Page 30: BAB III

Gambar 3.12. Sketsa Burn Cut

3.6.2. Pola Peledakan

Secara umum pola peledakan menunjukan urutan atau

sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada

tambang terbuka dan bukaan tambang bawah tanah berbeda.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu

tunda pada sistem peledakan antara lain, adalah :

Mengurangi getaran.

Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock).

Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise).

Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan.

Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang

diledakan sekaligus, maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan,

yaitu peledakan yang menggangu lingkungan dan hasilnya tidak

efektif dan tidak efisien.

a). Pola peledakan pada tambang terbuka

Dengan area peledakan yang luas maka peranan pola

peledakan menjadi penting jangan sampai urutan peledakannya

tidak logis. Urutan peledakan yang tidak logis bisa disebabkan

oleh beberapa hal sebagai berikut :

Penentuan waktu tunda yang terlalu dekat.

Penentuan urutan ledakannya yang salah,

Dimensi geometri peledakan tidak tepat,

45

Page 31: BAB III

Bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan

perhitungan

Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar

penentuan pola peledakan pada tambang terbuka, yaitu sebagai

berikut

Peledakan serentak atau instaneous atau simultaneous.

Peledakan tunda antar baris.

Peledakan tunda antar beberapa lubang.

Peledakan tunda antar lubang.

Orientasi retakan cukup besar pengaruhnya terhadap

penentuan pola pemboran dan peledakan yang pelaksannannya

diatur melalui perbandingan kondisi di lapangan dari pola

peledakan sebagai berikut :

1. Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S =

1,41 B.

2. Bila orientasi antar retakan mendekati 60° sebaiknya S = 1,15

B dan menerapkan interval waktu long-delay.

3. Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio

spasi dan burden (S/B) dirancang dengan pola bujursangkar

(square pattern).

4. Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang

memanjang, maka arah lemparan sebaiknya terfokus ke

depan (tidak menyebar).

1.1. Geometri Peledakan

Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang

diinginkan, maka perlu suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan

besaran-besaran geometri peledakan. Dan salah satunya dengan

menggunakan teori coba-coba atau yang sering disebut dengan Geometri

Peledakan “Rules of Thumb” . Dasar dari penggunaan Teori “Rules of

Thumb” adalah dari percobaan para praktisi di lapangan maupun dari

46

Page 32: BAB III

produsen bahan peledak yang tujuannya ingin mempermudah dalam

menentukan geometri peledakan karena geometri yang selama ini digunakan

seperti R.L. Ash (1963) dan C.J. Konya (1972). Perhitungan dalam

menentukan geonetri peledakan sebagai berikut :

a) Diameter Lubang Ledak/Blast Hole Diametre,

Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting

dalam merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam

penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada

setiap lubangnya. Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka

energi yang dihasilkan akan kecil. Sehingga jarak antar lubang bor dan

jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga, dengan maksud agar energi

ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan. Begitu pula

sebaliknya.Pemilihan diameter lubang ledak di didalam teori “Rules of

Thumb” dipengaruhi oleh besarnya tinggi jenjang / bench height .

Namun dalam pengamatan saya kali ini pemilihan diameter lubang

ledaknya berdasarkan laju produksi yang direncanakan. Karena makin

besar diameter lubang akan diperoleh laju produksi yang besar pula

dengan persyaratan alat bor dan kondisi lapangan yang baik. Berikut

adalah formula dari teori “Rules of Thumb” dalam penentuan diameter

lubang ledak :

b) Burden

Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap

bidang bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan.

Peledakan dengan jumlah baris (row) yang banyak, true burden

tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang digunakan delay

detonator dari tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan menghasilkan

free face yang baru.

Burden merupakan variabel yang sangat penting dan kritis dalam

mendesain peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan

47

Blast Hole Diametre (mm) ≤ 15 x Bench Height (m)

Page 33: BAB III

jenis batuan yang dihadapi, terdapat jarak maksimum burden agar hasil

ledakan menjadi baik. Jarak burden sangat erat hubungannya dengan

besar kecilnya lubang bor yang digunakan, secara garis besar jarak

burden optimum sebagai berikut :

c) Spacing

Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row).

Spacing merupakan fungsi daripada burden dan dihitung setelah burden

ditetapkan terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan

menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika

spacing lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi

bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak

setelah peledakan. Pada Geometri Rules of Thumb menerapkan

peledakan dengan pola equilateral (segitiga sama sisi) dan beruntun tiap

lubang ledak dalam baris yang sama.

d) Subdrilling

Subdrilling adalah tambahan kedalaman daripada lubang bor

dibawah rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari

problem tonjolan pada lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat

yang paling sukar diledakkan. Dengan demikian, gelombang ledak yang

ditimbulkan pada lantai dasar jenjang yang akan bekerja secara

maksimum. Subdrilling dapat dihitung sebagai berikut :

e) Stemming

Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi

dengan bahan peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau

48

Burden = (25 – 40) x Blast Hole Diametre

Spacing = 1,15 x Burden

Subdrilling = (3 – 15) x Blast Hole Diametre

Page 34: BAB III

material hasil pemboran (cutting), dimana stemming berfungsi untuk

mengurung gas yang timbul sehingga air blast dan flyrock dapat

terkontrol. Untuk bahan stemming batuan hasil dari crushing jauh lebih

baik daripada cutting rock (material bekas pemboran). Namun dalam hal

ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi batuan hasil

peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan

terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk

menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang

terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan

pecahnya batuan menjadi lebih kecil Panjang pendeknya stemming juga

akan mempengaruhi hasil dari peledakan, jika stemming terlalu panjang,

maka :

Ground vibration tinggi (getar tinggi).

Lemparan kurang.

Fragmentasi area jelek.

Suara kurang.

Jika stemming terlalu pendek :

Fragmentasi diarea bawah jelek.

Terdapat toe di floor (tonjolan di floor).

Terjadi flying rock (batu terbang).

Suara keras (noise) or (airblast).

f) Bench Height/Tinggi Jenjang

Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri

peledakan kainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang

ditentukan kemudian setelah parameter atau aspek-aspek lainnya

diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh

kemampuan alat bor dan ukuran mangkoksrta tinggi jangkauan alat

muat. Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter

lubang besar, tinggi jenjang berkisar antara 10 -15 m. pertimbangan lain

49

Stemmnig ≥ 20 x Blast Hole Diametre or (0,7 – 1,2) x Burden

Page 35: BAB III

yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh,

baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Dapat

disimpulkan bahwa dengan jenjang yang pendek memerlukan diameter

lubang bor yang kecil, sementara untuk diameter lubang bor yang besar

dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi.

g) Blast Hole Depth/Kedalaman Lubang Ledak

Kedalaman lubang ledak sangat berhubungan erat dengan

ketinggian jenjang, burden dan arah pemboran. Kedalaman lubang

tembak merupakan penjumlahan dari besarnya stemming dan panjang

kolom isian bahan peledak. Kedalaman lubang ledak biasanya

disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan

pertimbangan geoteknik.

h) Charge Length/Panjang Kolom Isian

Bagian dari lubang tembak yang berisikan bahan peledak dan juga

primer. Dalam perhitungan besarnya kolom isian bahan peledak

menggunakan rumus sebagai berikut :

i) Waktu Tunda

Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan

secara beruntun. Keuntungan dari peledakan dengan memakai delay

detonator adalah :

Dapat menghasilkan fragmentasi yang lebih baik.

Dapat mengurangi timbulnya getaran tanah.

Dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya

Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan

pada baris depan menghalangi pergeseran baris berikutnya, material

50

Bench Height ≥ Blast Hole Diametre / 15Bench Height ≥ Blast Hole Diametre / 15

Blast Hole Depth = Bench Height + Subdrilling

Charge Length = ≥ 20 x Blast Hole Diametre

Page 36: BAB III

pada baris kedua akan tersembur kearah vertikal dan membentuk

tumpukan. Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama, maka produk hasil

bongkaran akan terlempar jauh ke depan serta kemungkinan besar akan

mengakibatkan flyrock. Hal ini dikarenakan tidak ada dinding batuan

yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan di belakangnya. Untuk

menentukan interval tunda antar baris tidak kurang dari 2 ms/ft dan tidak

lebih dari 6 ms/ft dari ukuran burden. Persamaan dibawah ini dapat

digunakan untuk menentukan besarnya interval waktu antar baris.

Keterangan :

tr : Interval waktu antar baris (ms)

Tr : Konstanta waktu antar baris

B : Burden (m)

j) Powder Factor

Suatu bilangan yang menyatakan jumlah material yang diledakan

atau dibongkar oleh sejumlah bahan peledak.

PF dipengaruhi oleh :

Pola peledakan.

Free face.

Empat cara perhitungan Powder Factor sebagai berikut :

1) Perbandingan berat penggunaan bahan peledak dengan volume

batuan yang akan diledakan (kg/m3)

2) Perbandingan volume batuan yang akan diledakan dengan berat

penggunaan bahan peledak (m3/kg).

3) Perbandingan berat penggunaan bahan peledak dengan tonnage

batuan yang akan diledakan (kg/ton).

4) Perbandingan tonnage batuan yang akan diledakan dengan berat

penggunaan bahan peledak (ton/kg).

Secara umum rumus perhitungan bahan peledak sebagai berikut :

51

tr = Tr x Burden

Powder Faktor ( PF )= Jumlah Bahan Peled ak (kg)Volume Hasil Ledakan(m3)

Page 37: BAB III

k) Volume Fragmentasi

Menaksir volume fragmentasi hasil peledakan (dalam keadaa

loose)merujuk ke volume berdasarkan perhitungan geometri dengan

mempertimbangkan faktor berai (swell factor). Dalam pertimbangan

faktor berai (Swell Factor) itu didapat berdasarkan hasil pengamatan

secara visual (media foto) oleh pengamat peledakan yang dimana

pengamat peledaka itu oleh Group Leader Drill/Blast atau Blasterd.

Secara umum rumus perhitungan volume Fragmentasi Hasil Ledakan

sebagai berikut :

3.8. Kerangka Kosep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan

bagaiman seseorang peneliti menyusun teori atau menhubungkan secara

52

Volume Fragmentasi=Volume Blasting (m3)

SF

Page 38: BAB III

Perhitungan.Pengumpulan Data.

Volume Hasil Pemboran,Volume Hasil Ledakan,Volume Hasil Fragmentasi.Jumlah Total HandakPowder Factor.Kesimpulan.

Metode KerjaDrillingBlasting

Input Proses Output

StandardOperationalProcedurePT. SISJob SitePT. SKB

Geometri. PemboranGeometri Peledakan.Peralatan Peledakan.Perlengkapan Peledakan.Jumlah Bahan Peledak.

Reaksi individu(mahasiswa)

logis beberapa faktor yang dianggap penting dalam masalah. Penyusunan

kerangka konsep dapat dilihat pada flow chart dibawah ini :

Gambar 3.13. Kerangka Konsep Kegiatan Drilling dan Blasting.

Keterangan :: Diteliti.

: Data.

: Mahasiswa.

53