bab iii

17
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupatendari lima kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di ba barat. Batas Kabupaten Kulon Progo di sebelah timur yaitu Kabupa dan Kabupaten Sleman, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah, di sebelahUtara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan di sebelah Selatan berbatasa dengan Samudera Hindia. Kabupaten Kulon Progo memilikitopografi yang bervariasi dengan ketinggian antara 0 - 1000 meter di atas permukaan air laut, yang terbagi 3 wilayah meliputi : a. Bagian Utara Merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 50 1000 meter di ataspermukaanairlaut, meliputi Kecamatan Girimulyo, Kokap, Kalibawang dan Samigaluh. Wilayah ini penggunaan tanah diperuntukkan sebagai kawasan budidaya konservasi dan merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor. b. Bagian Tengah Merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100-500 meter di a permukaan air laut, meliputi Kecamatan Nanggulan, Sentolo, Penga sebagian Lendah, wilayah dengan lereng antara 2-15%, tergolong dan bergelombang merupakan peralihan dataran rendah dan perbukitan.

Upload: anggraeni-pratiwi

Post on 21-Jul-2015

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari lima kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian barat. Batas Kabupaten Kulon Progo di sebelah timur yaitu Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Kulon Progo memiliki topografi yang bervariasi dengan ketinggian antara 0 - 1000 meter di atas permukaan air laut, yang terbagi menjadi 3 wilayah meliputi : a. Bagian Utara Merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 5001000 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Girimulyo, Kokap, Kalibawang dan Samigaluh. Wilayah ini penggunaan tanah diperuntukkan sebagai kawasan budidaya konservasi dan merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor. b. Bagian Tengah Merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100-500 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Nanggulan, Sentolo, Pengasih, dan sebagian Lendah, wilayah dengan lereng antara 2-15%, tergolong berombak dan bergelombang merupakan peralihan dataran rendah dan perbukitan.

c. Bagian Selatan Merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0-100 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan sebagian Lendah. Berdasarkan kemiringan lahan, memiliki lereng 0-2%, merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9 km, apabila musim penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir. Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah 58.627,54 hektar, secara administratif terbagi menjadi 12 kecamatan yang meliputi 88 desa dan 930 dusun. Penggunaan tanah di Kabupaten Kulon Progo, meliputi sawah 10.732,04 Ha (18,30%); tegalan 7.145,42 Ha (12,19%); kebun campur 31.131,81 Ha (53,20%); perkampungan seluas 3.337,73 Ha (5,69%); hutan 1.025 Ha (1,75%); perkebunan rakyat 486 Ha (0,80%); tanah tandus 1.225 Ha (2,09%); waduk 197 Ha (0,34%); tambak 50 Ha (0,09%); dan tanah lain-lain seluas 3.315 Ha (5,65%). Curah hujan di Kulon Progo rata-rata per tahunnya mencapai 2.150 mm, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 106 hari per tahun atau 9 hari per bulan dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Suhu terendahnya lebih kurang 24,2C (Juli) dan tertinggi 25,4C (April), dengan kelembaban terendah 78,6% (Agustus), serta tertinggi 85,9% (Januari). Intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan mencapai lebih kurang 45,5%, terendah 37,5% (Maret) dan tertinggi 52,5% (Juli). Sumber air baku di Kabupaten Kulon Progo meliputi 7 (tujuh) buah mata air, Waduk Sermo, dan Sungai Progo. Mata air yang sudah dikelola PDAM meliputi mata air Clereng, Mudal, Grembul, Gua Upas, dan Sungai Progo. Di Kecamatan Kokap, mata air dikelola secara swakelola oleh pihak Kecamatan dan Desa, yang kemudian disalurkan secara gravitasi dengan sistem perpipaan.

3.2 DAS Serang Kulon progo sebelah barat dibatasi oleh igir-igir yang berbukit-bukit dan igirigir tersebut memisahkan DAS Serang dan DAS Bogowonto. Demikian pula sebelah utara dibatasi oleh igir-igir yang memisahkan DAS Serang dengan DAS Sudu (anak sungau Progo). Sebelah timur dibatasi oleh igir-igir yang memisahkan DAS Serang dengan DAS Progo. Sebelah selatan membujur dari timur ke barat sejajar pantai Selatan Jawa Tengah dibatasi oleh beting gisik. Total luas DAS Serang 276,27 km2, dengan total panjang sungai adalah 8,5 km. Secara topografis DAS Serang dapat dibagi menjadi 3 wilayah yaitu: a. Daerah hulu (ketinggian 20 m 860 m) b. Daerah tengah ketinggian antara 5 m 20 m) c. Daerah hilir (ketinggian < 5 m) Daerah hulu mencakup 50% dari total DAS Serang dengan titik tertinggi adalah Gunung Gopok dengan lereng 15% (antara ketinggian 200 m 860 m) dan 2% (antara 20 m 200 m). Daerah tengah (34% dari luas total DAS Serang) yang didominasi oleh pemukiman dan lahan pertanian mempunyai kemiringan sungai 0,15%. Daerah hilir merupakan dataran banjir yang relative datar dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan lahan pertanian yang cukup luas. Pada musim kemarau, muara Sungai Serang tertutup oleh dari material pasir, hal ini menyebabkan aliran sungai yang keluar terbendung, sehingga sering terjadi banjir pada awal musim hujan. Sungai Serang yang mengalir dari pegunungan Menoreh terdiri dari beberapa anak sungai yaitu: Kali Gede, Kali Ngrancah, Kali Nagung, Kali Carik Timur, Kali Seling, dan Kali Pening. Daerah aliran Sungai Serang dipengaruhi oleh angin laut yang bertiup dari Samudera Indonesia. Kecepatan angin rata-rata menurut catatan dari Dinas Pengamat Meteorologi Wates (data selama 25 bulan) adalah antara 2 4 km/jam, antara bulan Oktober Maret, dan 1 2 km, antara bulan April September (Pujiharto, 1973:16 dalam Widayatto, S. W, 1990).

Secara administratif, wilayah perbukitan pada DAS Serang mencapai 60% dari seluruh wilayah Jenis pemanfaatan lahan di DAS Serang terdiri dari permukiman/ pekarangan, sawah, tegalan, hutan, kebun campur dan lainnya. Permukiman/ pekarangan sebagian besar terdapat di dataran aluvial, kompleks tanggul alam, dan kaki lereng. Di daerah perbukitan juga terdapat permukiman, akan tetapi polanya tidak teratur dan menempati daerah yang berdekatan dengan lembah sungai. Permukiman yang terdapat di perbukitan/ pegunungan menghadapi masalah kekurangan air untuk kebutuhan rumah tangga. Permukiman di daerah perbukitan sering dibangun menggunakan cara memotong lereng untuk memperoleh lereng yang rata. Longsoran merupakan acaman bagi beberapa permukiman yang terdapat di daerah

perbukitan/pegunungan (Sartohadi, 2005; Fitria Putri, 2007). Persawahan di daerah ini terutama terdapat di dataran aluvial, kompleks tanggul alam, dataran banjir atau teras-teras sungai, dan lembah-lembah di perbukitan. Persawahan terdapat di dataran alluvial sering mengalami masalah genangan, dan persawahan yang terdapat di lembah perbukitan kekurangan air pada musim kemarau. Tegalan terutama terdapat di perbukitan dan pegunungan. Sebagian besar dari tegalan menempati perbukitan gamping yang tanahnya relatif kurang subur, dan perbukitan atau pegunungan berbatuan breksi yang berlereng terjal. Pembuatan teras sudah banyak dilakukan tetapi belum semuanya. Tegalan ditanami palawija juga ditanam tanaman keras dan tanaman perdagangan, seperti penghasil kayu, kelapa, dan cengkeh. Hutan dan hutan campuran banyak terdapat di daerah perbukitan-pegunungan bagian hulu. Tanaman penghijauan sering dijumpai di daerah perbukitan/pegunungan adalah akasia, mahoni, dan filicium. Hutan terutama dijumpai di pegunungan berbatuan breksi andesit dan bertopografi sangat kasar, berfungsi sebagai penghasil kayu dan pengendali banjir. Kebun campur sangat luas dijumpai di daerah berlahan rendah, terutama di dataran aluvial dan lembah-lembah perbukitan. Adanya berbagai macam pemanfaatan lahan ini akan berpengaruh terhadap kondisi hidrologi dan

geomorfologi. Pemakaian pupuk dan obat-obatan kimia akan merubah kualitas air permukaan di persawahan. Demikian pula konservasi hutan yang kurang benar akan menimbulkan keseimbangan hidrologis terganggu. Pembuatan teras dan pemotongan tebing yang tidak memperhatikan segi geomorfologis mengakibatkan banyak terjadi pelongsoran lahan, karena itu konservasi lahan yang benar sangat diperlukan. DAS Serang bagian hulu merupakan wilayah pegunungan berbatuan breksi andesit-intrusi andesit, dan perbukitan lipatan berbatuan gampingan. Wilayah pegunungan breksi andesit dan intrusi andesit merupakan wilayah dengan kelerengan yang curam hingga sangat curam. Wilayah pegunungan breksi andesit dan intrusi andesit merupakan wilayah yang sangat rawan terhadap erosi dan longsor. Pemanfaatan lahan yang kurang sesuai dengan kemampuan lahannya akan cenderung menambah laju erosi dan longsor yang pada akhirnya akan mengurangi fungsi hidrologinya sebagai wilayah tangkapan hujan. Hujan yang turun di bagian hulu sebagian besar akan menjadi aliran permukaan yang menyebabkan terjadinya banjir di bagian hilir. Pada musim kemarau karena tanah dan batuannya mempunyai kemampuan yang sangat terbatas dalam menyimpan air, maka aliran dasar menjadi sangat kecil dan bahkan pada beberapa tempat kering sama sekali. Wilayah-wilayah yang demikian semestinya dijadikan daerah hutan lindung. Namun demikian karena DAS Serang telah dihuni oleh penduduk dan sebagian besar wilayah hulu merupakan tanah hak milik, maka perlu diusahakan agar pemanfaatan lahannya bukan untuk tanaman semusim tetapi untuk budidaya tanaman tahunan. Wilayah pegunungan breksi andesit-intrusi andesit merupakan wilayah tangkapan hujan Sub- DAS Ngrancah, Serang hulu, Nagung, Banjaran. Permasalahan yang serupa dengan wilayah pegunungan breksi andesit-intrusi andesit adalah wilayah perbukitan lipatan berbatuan gampingan. Proses pembentukan tanah pada wilayah ini menghasilkan tanah yang mempunyai kembang kerut tinggi sehingga selalu mengalami proses rayapan menuruni lereng.

Pada akhirnya wilayah ini umumnya mempunyai solum tanah yang tipis dan kontak langsung dengan batuan dasar. Sebagai akibatnya, wilayah ini hanya mempunyai fungsi hidrologi yang minimal. Sebagian besar hujan yang jatuh pada musim penghujan akan menjadi aliran permukaan dan hanya sedikit yang dapat tersimpan di dalam tanah dan batuan. Pada musim kemarau, debit air sungai menjadi sangat kecil. Walaupun secara kelerengan, wilayah ini tidak begitu terjal namun pemanfaatan lahan untuk tanaman semusim tidak dianjurkan karena akan mempercepat laju erosi dan rayapan tanah. Wilayah perbukitan lipatan berbatuan gampingan ini menjadi daerah tangkapan hujan Sub-DAS Papah.

3.3 Goa Kiskendo Lokasi pengamatan pertama berada di goa kiskendo, dusun Sibolong, desa Jatimulyo, kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Yogyakarta dan berada pada kedudukan X : 0404154, Y: 9143575, ketinggian 706 m di atas permukaan air laut. Satuan tersusun atas kerucut karst berlereng curam dengan ujung yang relative runcing, terdapat pada daerah tengah dan utara dari satuan ini dengan luas 0,6 km2 atau 2,9% dari seluruh area penelitian. Lokasi satuan ini terletak pada Gunung Ngesong, Gunung Krengseng, Gunung Sibolong dan Gunung Kedung. Satuan ini memiliki kelerengan 30o-50o dengan besar nilai lereng yang dipengaruhi oleh topografi masing-masing daerah yang sedikit berbeda. Beda tinggi yang ada mencapai 162,5 m, antara elevasi 650 m dan 812,5 m. (Klasifikasi Van Zuidam, 1979 ). Kondisi topografi goa kiskendo adalah lereng atas berada di ketinggian antara 500-1500m dan arah hapa lereng menghadap ke selatan. Kondisi morfologi goa kiskendo, kemiringan lereng 14-20% yaitu bergelombang hingga berbukit, dengan panjang lereng 112,85 m yaitu cukup panjang. Bentuk lereng adalah cekung, bentuk lembah yaitu bentuk V dan terjal. Kerapatan aliran yaitu < 0,5 cm,

termasuk kerapatan baik, banyak aliran permukaan, batuan/tanah kedap. Pola aliran yaitu dendritik. Proses geomorfologi terjadi erosi dan gerakan massa tanah. Tipe erosi adalah tidak teridentifikasi, dengan tingkat erosi tidak ada bukti erosi dan horizon A terbentuk baik. Area yang terpengaruh akibat erosi kurang dari 25%. Gerakan massa batuan kondisi permulaan aktif, tipe gerakan massa batuan yaitu landslide, tingkat gerakan massa batuan adalah berat dan area yang terpengaruh yaitu 5070%. Material atau litologi lokasi pengamatan yaitu termasuk formasi Jonggrangan. Litologi dari Formasi Jonggrangan ini tersingkap baik di sekitar desa Jonggrangan, suatu desa yang ketinggiannya di atas 700 meter dari muka air laut dan disebut sebagai Plato Jonggrangan. Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh satuan Napal pasiran, satuan Napal tufan dan satuan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi satuan Batugamping koral (Wartono rahardjo, dkk, 1977) Formasi Jonggrangan ini terletak secara tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua. Ketebalan dari Formasi Jonggrangan ini mencapai sekitar 250 meter (van Bemmelen, 1949). Koolhoven (vide van Bemmelen, 1949) menyebutkan bahwa formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo keduanya merupakan Formasi Kulon Progo (Westopo Beds) ini diduga berumur Miosen Tengah. Material permukaan untuk batu andesit yaitu blok angular. Kedalaman pelapukan batuan yaitu dalam karena lebih dari 150m. Kondisi tanah, ketebalan tanah yaitu sangat tebal (lebih dari 150 m). kandungan humus baik, terakumulasi dengan jelas material organic di horizon atas. Tekstur tanah yaitu lempung semakin dalam semakin halus. Kondisi drainase agak baik (buruk, tapi perakaran/vegetasi baik) tanah mempunyai peredaran udara baik di mitakat (zone) perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat, atau kelabu pada lapisan tanah atas dan bagian atas lapisan tanah bawah (sampai sedalam sekitar 60 cm dari permukaan tanah).

Kondisi permukaan tanah dan air tanah, kelembaban permukaan kering 100 cm dari permukaan, dibawahnya basah. Kondisi muka air tanah lebih dari 500cm, fluktuasi muka air tanah kurang dari 50 cm. Penutupan lahan hutan (pinus) dan kebun campuran (Salak, Karet, Kaliandra, Sonokeling, Turi, dan lain-lain).

Durasi tutupan vegatasi lebih dari 12 bulan (tahunan). Kerapatan tutupan lahan adalah 35( baik). Konservasi lahan yang disarankan yaitu contour re-vegetation activity. Kondisi Vegetasi, secara umum, lahan dimanfaatkan sebagai kebun campuran dengan kondisi vegetasi memiliki kanopi (tutupan) yang bersifat multilevel (berlapis). Tumbuhan yang ada di sekitar lokasi memiliki beragam habitus mulai dari terna/herba , semak, perdu, dan pohon. Jenis pohon yang dijumpai pada lokasi ini antara lain : pinus, pisang, mahoni, salak, ketela, kelapa, bambu,

rumput, empon-empon, paku (neprolepis dan selaginella), coklat, katuk, jagung, kaliandra, dan lain-lain. Beragamnya vegetasi yang ada disebabkan karena kondisi tanah memiliki tekstur geluh, cukup subur dan memiliki drainase yang baik (ditumbuhi rumput). Selain itu, kondisi iklim cenderung dingin dengan kelembabab yang cukup tinggi. Salah satu jenis tanaman yang mendominasi areal ini adalah tanaman pinus. Tanaman pinus pada umumnya banyak mengambil air tanah selama proses pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini disebabkan karena tanaman ini memiliki daun jarum. Kondisi daun ini menyebabkan jumlah air yang diuapkan melalui stomata tinggi karena jumlah stomata cenderung meningkat dengan semakin luasnya penampang daun. Di sisi lain, tanaman pinus menghasilkan seresah yang tinggi sehingga dapat menahan laju erosi dan menambah kandungan organic pada tanah.

Gambar 3.1 Pisang (Musa paradisiaca)

3.4 Waduk Sermo Lokasi pengamatan kedua yaitu di, Waduk Sermo, Desa Hargowilis, kecamatan Kokap, kabupaten Kulon Progo provinsi Yogyakarta dan berada pada Koordinat X: 0403362, Y: 9135344. Waduk Sermo berada 5 km dari pertemuan anak kali Nrancah dan kali Serang. Waduk ini berkapasitas 25 m3 dengan menelan area permukiman penduduk seluas 220Ha. Bendungan yang

menghubungkan dua bukit ini berukuran lebar atas delapan meter, lebar bawah 250 meter, panjang 190 meter dan tinggi bendungan 56 meter. Kondisi topografi, kemiringan sungai agak terjal sedang tebing sungainya membentuk kemiringan curam sampai sangai curam bahkan dibeberapa tempat hamper tegak. Dengan kondisi semacam itu dan ditunjang oleh kandungan liat kaolinit serta batuan yang sudah melapuk, meyebabkan beberapa daerah terdapat berbagai macam longsoran. (Beny Harjadi, dkk). Topografi kawasan ini berbukit-bukit dengan kelerengan di atas 25 % dengan ketinggian tempat 70 m sampai dengan 100 m di atas permukaan laut. Arah hadap lereng yaitu menghadap selatan. Waduk sermo memiliki bentuk lahan denudasional dengan subsatuan bentuk lahan perbukitan denudasional tertoreh lemah. Sumber sedimentasi yaitu erosi dan longsor, organic dari keramba ikan.

Kerapatan alur di Waduk Sermo ini jarang dan pola igirnya yang membulat. Drainase permukaannya baik dengan ketebalan tanah yang tebal dan berlempung dengan bukti terdapat banyak vegetasi, tekstur tanahnya cukup halus. Waduk dibangun di atas batuan vulkanik karena batuannya yang kuat maka air yang keluar tidak boros disebabkan pori yang sempit. Tanah di waduk Sermo didominasi jenis tanah Inceptisols dengan great group Ustropepts (itu) dan tropaquepts (iqt), sedang sisanya tanah Entisols dengan great group Tropaquents (eqt). Tanah Inceptisols merupakan tanah muda tapi relatif lebih berkembang dari pada Entisols. Diamana biasanya terdapat horison Kambik akibat tidak terpenuhinya syarathorison Argilik (endapan liat) maupun Spodik (endapan abu). Sehingga tanah Inceptisolsrelatif subur, karena baru mengalami pelapukan dari batuan dan memiliki ketebalan yang cukup. Adapun Ustropepts adalah inceptisols dengan regim kelembaban Ustik (setiap tahun kering antara 90180 hari) dan regim temperatur tropik (suhu tanah rata-rata > 18o C). Inceptisols lainnya yaitu Tropaquents dicirikan adanya regim temperatur tropik dan regim kelembaban Aquik yaitu tanah sering jenuh oleh air sehingga terjadi reduksi. Tanah Entisols merupakan tanah yang masih sangat muda belum menunjukkanadanya perkembangan horison yang sempurna, karena masih belum merupakan tanah dengan tahun permulaan dalam pengembangannya. Pada tingkat great group yaitu Tropaquentsadalah merupakan tanah Entisols dengam regim kelembaban Aquic dan regim temperature Tropik. Dengan dominasi tanah Inceptisols maka dapat disimpulkan bahwa di Sermo tanah relatif subur, namun potensi terjadinya longsoran karena kurang mantapnya agregat struktur tanah. Untuk mencegah adanya erosi yang berakibat menurunkan kesuburan tanah dan juga berakibat terjadinya pendangkalan waduk maka sesegera mungkin dilakukan pencegahanerosi baik dengan cara vegetatif, mekanik, biologis, maupun secara ekonomis. Batuan yang dapat ditemui di daerah waduk Sermo dari yang paling tua sampai yang paling muda dapat dikelompokkan kedalam lima formasi, yaitu

formasi Nanggulan, formasi Andesit Tua (Bemmelen), formasi Jonggrangan, formasi Sentolo dan Alluvium.Tabel 3.1 Formasi Batuan di Daerah Waduk Sermo. No. Formasi Batuan Usia formasi Tebal formasi (m)

batu pasir dengan sisipan lignit, napalpasiran, batu liat dengan1.

Eosen Tengah sampai Oligosen Atas 300

Nanggulan

konkresilimonit, sisipan napal dan batu gamping,batu pasir dan tufa; kaya akanforaminifera dan moluska

Andesit Tua2

breksi andesit, tufa, tufa lapili, aglomerat,dan sisipan aliran lava andesit. kongomerat yang ditindih oleh napaltufaan dan batu pasir

Oligosen Atas sampai Miosen Bawah 660

(Bemmelen)

3

Jonggrangan

gampingan dengandengan sisipan lignit. Batuan ini kearahatas berubah menjadi batu gamping berlapis dan koral. batu gamping atau batu pasir

Miosen Bawah

250

4

Sentolo

napalan. Batuan ini kearah atas berubah menjadibatu gamping berlapis yang kayaformainifera. kerakal, pasir, lanau, dan liat ditemukandisepanjang sungai yang

Miosen bawah sampai Pliosen

950

5

Alluvium

besar. Batuanterobosan yang ditemukan adalahAndesit (A. hiperstin dan A. augithornblende) dan Dasit.

antara formasiNangguland an AndesitTua -

Struktur geologi yang dapat diamati didaerah waduk sermo meliputi sesar, kekar dan potensi longsoran. Sesar yang dapat diamati berupa sesar normal yang dapat dikelompokkan berdasar arahnya, yaitu untuk sesar tangga (step fault ) penyebarannya kurang lebih dari barat laut sampai tenggara, sedangkan sesar lainnya dari arah timur laut sampai barat daya. Struktur kekar dapat diamati terutama pada breksi volkanik yang tak lapuk, dan kadang seringmembentuk pasangan kekar (joint set). Ukuran kekar bervariasi dari beberapa puluh sentimetersampai beberapa meter kadang sampai puluh meter membentuk bidang kekar (master joint). Potensi longsoran yang terdapat di waduk Sermo meliputi beberapa jenis longsoranseperti longsoran masa tanah (debris slide), runtuhan batu/masa tanah (rock/debris fall) dan longsoran lumpur (slump). Waduk Sermo meningkatkan penyediaan irigasi untuk daerah Clereng, Pengasih dan Pekik Jamal terutama musim kemarau. Suplesi daerah irigasi Sistem Kalibawang dengan area 7152 ha dan meningkatkan produktivitas pertanian melalui perluasan areal. Waduk Sermo dapat mengurangi genangan banjir akibat air dari Kali Serang, dapat memenuhi kebutuhan air minum sebesar 150 lt/dt dan sebagai penggelontor kota Wates 50 lt/dt. Waduk Sermo juga bermanfaat sebagai prasarana usaha perikanan, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan gizi masyarakat sekitar dan tempat pariwisata. selain mempunyai dampak positif, bendungan juga menyimpan potensi bahaya yang sangat besar. Jika tidak dikelola dengan baik ada kemungkinan terjadi keruntuhan bendungan yang akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat banyak. Waduk Sermo memiliki fungsi sebagai tempat wisata, penahan air, pasokan air, PLTA, taman suaka warga satwa, dan hutan rakyat. Jenis

penutup/penggunaan lahan di sekitar waduk ini adalah hutan lindung, kebun campuran, semak belukar, jalan, dan tubuh air (waduk). Persentase tertinggi adalah vegetasi.

Waduk Sermo memiliki daerah tangkapan air lebih kecil karena merupakan daerah bayangan hujan. Waduk sermo juga memiliki DAM. Apabila semakin panjang DAM maka daya tampung semakin lemah.

Gambar 3.2 Waduk Sermo

3.5 Selokan Serang Lokasi pengamatan ke tiga di Selokan Serang Desa Hargorejo, kecamatan Kokap, kabupaten Kulon Progo, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berada pada koordinat X: 0401959, Y: 9129760. Pada lokasi ketiga melakukan pengukuran debit sungai. Kondisi topografi di selokan Serang adalah datar. Penggunaan lahan: permukiman, kebun campuran0 meter 1m 1 ,5m 2m 2,5 m 3m 3,5 m

Gambar 3.3 Penampang Melintang Sungai (sket pengukuran)

Table 3.2 Hasil Data Pengukuran Di Lapangan jarak 0 meter 1 meter 1,5 meter 2 meter 2,5 meter 3 meter 3,5 meter D 50 cm 73 82 85 85 84 76 D pengukuran 20 cm 29 32 34 34 33 30 Jumlah putaran (N) 10 10 10 10 10 10 10 Waktu putaran 11 detik 10 9 8 9 10 11

Gambar 3.4 Selokan Serang

3.6 Pantai Glagah Lokasi pengamatan keempat di kecamatan Temon, kabupaten Kulon Progo, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan berada pada koordinat X: 0397977, Y: 9126690. Pantai Glagah Kabupaten Kulon progo memiliki bentuk lahan marin dan eolian dengan sub satuan bentuk lahan estuaria dan beting gisik. Satuan gemorfologi yang terbentuk akibat proses marin (aktivitas gelombang laut) satuan gisik (beach) dan beting gisik (beting gisik). Gisik di daerah tersebut merupakan zona yang relatif sempit di sepanjang pantai, dengan lebar antara 25 hingga 50 meter, secara spesifik berada di sekitar muara Sungai Serang. Satuan geomorfologi asal proses aktivitas angin (eolian) adalah gumuk pasir (sand

dunes). Di daerah tersebut kompleks gumuk pasir ini berselang-seling dengan Swale, yaitu suatu bentanglahan yang berupa cekungan di antara dua gumuk pasir, yang dapat berperan sebagai ledok drainase. Kompleks gumuk pasir dan swale secara keseluruhan membentuk relief berombak yang tersusun oleh material pasir lepas. Pada dasar swale, biasanya dijumpai akumulasi material yang lebih halus seperti lempung dan debu, yang memungkinkan lahan ini dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman semusim, seperti: cabe, tomat, terong, sawi, atau jenis polowijo lainnya. Jenis penggunaan lahan ini bertahan sepanjang tahun, karena ketersediaan airtanah yang cukup, relatif dangkal, dan rasanya tawar, di seluruh kompleks gumuk pasir dan swale. Secara morfologis pantai Glagah termasuk ke dalam tipe pantai berpasir, dimana aktivitas yang dominan adalah proses sedimentasi material gunungapi yang terbawa oleh air sungai (dalam hal ini sungai Progo, Serang, dan Bogowonto), maupun aktivitas pasang surut air laut. Ciri morfologis pantainya adalah berlereng cenderung landai, banyak dijumpai gumuk pasir (sand dunes), bermaterial pasir lepas, dan garis pantainya cenderung lurus dan panjang. Di kanan-kiri aliran sungai di daerah penelitian dapat dijumpai satuan bentuklahan tanggul alam. Tanggul alam di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanggul alam muda yang ada di sekitar aliran Sungai Serang, dan tanggul alam tua . Tanggul alam muda terbentuk akibat aktivitas Sungai Serang, yang kemungkinan akan terus berkembang selama sungai ini tetap mengalir sepanjang tahun, pada saat ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk tegalan dan perkebunan. Tanggul alam tua pada saat ini telah dimanfaatkan sebagai lahan permukiman penduduk atau pekarangan dengan budidaya tanaman semusim (polowijo dan buah-buahan). Satuan Dataran Fluviomarin yang ada di daerah pantai Glagah merupakan satuan geomorfologi yang terbentuk sebagai hasil kerjasama aktivitas marin berupa laguna dengan aktivitas sedimentasi. Akibat proses sedimentasi dari daratan, maka laguna ini tertutup dan menjadi daratan, atau akibat aktivitas manusia, genangan ini kemudian diatuskan sehingga dapat kering dan dapat

dijadikan lahan pertanian. Mengingat satuan ini secara genesis bekas laguna yang dulunya tergenang sepanjang tahun, maka drainase permukaannya buruk. Kondisi yang demikian menyebabkan pada satuan ini banyak dimanfaatkan untuk pertanian lahan basah. Karena topografinya yang rendah dan lebih mudah tergenang air, maka sistem surjan diterapkan sebagai pola tanam sepanjang tahun pada satuan ini, dimana pada bagian bawah (alur-alurnya) ditanami padi, sedang pada bagian atas (guludan) ditanami cabe atau jenis polowijo lainnya. Kondisi sekarang banyak dibuat sumur-sumur pantek sebagai sumber irigasi di musim kemarau. Satuan Beting Gisik tua dimanfaatkan sebagai lahan permukiman. Beting gisik umumnya hanya bersifat tunggal atau satu jalur. Satuan ini mempunyai topografi yang relatif datar atau sedikit berombak, relief teratur, dan didominasi oleh material pasir dengan ukuran halus bercampur dengan sedikit debu dan lempung pada bagian atas. Kondisi ini menyebabkan akuifer pada satuan ini cukup baik, airtanah dangkal dan berasa tawar, sehingga banyak dimanfaatkan oleh penduduk sebagai sumber air bersih, yaitu dengan membuat sumur-sumur gali biasa atau dengan sumur pompa. Pantai Glagah ini memiliki karakteristik medan dengan elevasi 31 mdpl (rendah) dan reliefnya datar. Kemiringan lereng 0-2% dengan kerapatan alur jarang atau hampir tidak ada. Drainase permukaannya sangat baik. Ketebalan solum tanah di pantai Glagah tidak ada karena masih berupa pasir dan belum terbentuk tanah. Batuannya berbentuk sedimen klastik berbulir halus. Pasir berasal dari sungai ke barat yang disebabkan terbawanya pasir oleh arus kuat ke barat. Jenis penutup lahan berupa semak belukar dan lahan kosong dengan persentase terbesar adalah lahan kosong dan tubuh air. Secara umum permukiman di daerah Pantai Glagah berlokasi di bagian bentuklahan beting gisik dan dataran fluviomarin. Kondisi tersebut merupakan manifestasi dari adaptasi penduduk terhadap lingkungan di dalam menentukan lokasi tempat hunian. Proses memukimi daerah-daerah tersebut didasari pertimbangan bahwa pada daerah beting gisik secara topografis letaknya lebih

tinggi dibandingkan daerah di sekitarnya, sedangkan pemilihan di dataran fluvio marin didasari oleh kedekatannya terhadap lahan-lahan yang dapat diusahakan untuk aktivitas pertanian padi sawah. Letak yang lebih tinggi memberikan keuntungan terhindar dari pengaruh banjir yang sering terjadi terutama di daerah sekitar muara sungai, maupun relatif aman dari aktivitas pasang surut air laut. Secara umum pola sebaran permukiman di daerah permukiman adalah mengelompok dengan bentuk memanjang sepanjang pantai, berarah timur ke barat. Hal ini bisa dimaklumi karena bentuk beting gisik umumnya memang selaras dengan garis pantai. Hanya di beberapa tempat di dataran fluvio marin pola permukiman penduduknya mengelompok berbentuk segi empat, dan beberapa kelompok permukiman memanjang sejajar jalan arah utara-selatan, terutama rumah-rumah yang dibangun setelah terbangunnya jalan-jalan

penghubung jalur selatan dan jalur tengah Kabupaten Kulonprogo. Kepadatan permukiman desa-desa pesisir umumnya tinggi, terutama pada desa-desa nelayan, tetapi fenomena desa-desa pesisir di Kabupaten Kulonprogo menunjukkan bahwa kepadatan permukimannya relatif rendah. Secara umum kepadatan penduduk pada daerah permukiman kurang dari 200 jiwa setiap hektarnya. Pantai Glagah memiliki potensi yaitu ombaknya yang besar, lautnya dalam, material pasir, arus kuat sehingga persentase terjadi sedimentasi sangat kecil, serta adanya sungai sebagai pasokan air.

Gambar 3.5 penggunaan lahan (sawah)