bab ii.docx literatur review ebn
TRANSCRIPT
BAB II
LITERATUR REVIEW
A. HOME HEALTH SERVICE
1. Pengertian
Home health Service atau lebih dikenal dengan Home care, menurut Habbs dan
Perrin, 1985 adalah merupakan layanan kesehatan yang dilakukan di rumah pasien
(Lerman D. & Eric B.L, 1993), Sehingga home care dalam keperawatan
merupakan layanan keperawatan di rumah pasien yang telah melalui sejarah yang
panjang.
2. Sejarah Perkembangan Home Care
a. Luar Negeri
Di Amerika, Home Care (HC) yang terorganisasikan dimulai sejak
sekitar tahun 1880- an, dimana saat itu banyak sekali penderita penyakit
infeksi dengan angka kematian yang tinggi. Meskipun pada saat itu telah
banyak didirikan rumah sakit modern, namun pemanfaatannya masih sangat
rendah, hal ini dikarenakan masyarakat lebih menyukai perawatan dirumah.
Kondisi ini berkembang secara professional, sehingga pada tahun 1900
terdapat 12.000 perawat terlatih di seluruh USA (Visiting Nurses / VN ;
memberikan asuhan keperawatan dirumah pada keluarga miskin, Public
Health Nurses, melakukan upaya promosi dan prevensi untuk melindungi
kesehatan masyarakat, serta Perawat Praktik Mandiri yang melakukan
asuhan keperawatan pasien dirumah sesuai kebutuhannya). (Lerman D. & Eric
B.L, 1993).
Sejak tahun 1990-an institusi yang memberikan layanan Home Care
terus meningkat sekitar 10% perthun dari semula layanan hanya diberikan oleh
organisasi perawat pengunjung rumah (VNA = Visiting Nurse Association) dan
pemerintah, kemudian berkembang layanan yang berorientasi profit
(Proprietary Agencies) dan yang berbasis RS (Hospital Based Agencies)
Kondisi ini terjadi seiring dengan perubahan system pembayaran jasa layanan
Home Care (dapat dibayar melalui pihak ke tiga / asuransi) dan perkembangan
spesialisasi di berbagai layanan kesehatan termasuk berkembangnya Home
Health Nursing yang merupakan spesialisasi dari Community Health
Nursing (Allender & Spradley, 2001)
Di UK, Home Care berkembang secara professional selama
pertengahan abad 19, dengan mulai berkembangnya District Nursing, yang
pada awalnya dimulai oleh para Biarawati yang merawat orang miskin yang
sakit dirumah. Kemudian merek mulai melatih wanita dari kalangan menengah
ke bawah untuk merawat orang miskin yang sakit, dibawah pengawasan
Biarawati tersebut (Walliamson, 1996 dalam Lawwton, Cantrell & Harris,
2000). Kondisi ini terus berkembang sehingga pada tahun 1992 ditetapkan
peran District Nurse (DN) adalah :
1) merawat orang sakit dirumah, sampai klien mampu mandiri
2) merawat orang sakaratul maut dirumah agar meninggal dengan nyaman
dan damai
3) mengajarkan ketrampilan keperawatan dasar kepada klien dan keluarga,
agar dapat digunakan pada saat kunjungan perawat telah berlalu.
Selain District Nurse (DN), di UK juga muncul perawat Health Visitor (HV)
yang berperan sebagai District Nurse (DN) ditambah dengan peran lain ialah :
1) melakukan penyuluhan dan konseling pada klien, keluarga maupun
masyarakat luas dalam upaya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
2) memberikan saran dan pandangan bagaimana mengelola kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi setempat.
b. Dalam Negeri
Di Indonesia, layanan Home Care (HC) sebenarnya bukan merupakan
hal yang baru, karena merawat pasien di rumah baik yang dilakukan oleh
anggota keluarga yang dilatih dan atau oleh tenaga keperawatan melalui
kunjungan rumah secara perorangan, adalah merupakan hal biasa sejak dahulu
kala. Sebagai contoh dapat dikemukakandalam perawatan maternitas, dimana
RS Budi Kemulyaan di Jakarta yang merupakan RS pendidikan Bidan tertua
di Indonesia, sejak berdirinya sampai sekitar tahun 1975 telah melakukan
program Home Care (HC) yang disebut dengan “Partus Luar”. Dalam
layanan “Partus Luar”, bidan dan siswa bidan RS Budi Kemulyaan
melakukan pertolongan persalinan normal dirumah pasien, kemudian diikuti
dengan perawatan nifas dan neonatal oleh siswa bidan senior (kandidat)
sampai tali pusat bayi puput (lepas). Baik bidan maupun siswa bidan yang
melaksanakan tugas “Partus Luar” dan tindak lanjutnya, harus membuat
laporan tertulis kepada RS tentang kondisi ibu dan bayi serta tindakan yang
telah dilakukan. Kondisi ini terhenti seiring dengan perubahan kebijakan
Depkes yang memisahkan organisasi pendidikan dengan pelayanan.
3. JENIS INSTITUSI PEMBERI LAYANAN HOME CARE (HC)
Ada beberapa jenis institusi yang dapat memberikan layanan Home Care (HC),
antara lain:
a. Institusi Pemerintah
Di Indonesia pelayanan Home Care (HC) yang telah lama berlangsung
dilakukan adalah dalam bentuk perawatan kasus/keluarga resiko tinggi (baik
ibu, bayi, balita maupun lansia) yang akan dilaksanakan oleh tenaga
keperawatan puskesmas (digaji oleh pemerintah). Klien yang dilayani oleh
puskesmas biasanya adalah kalangan menengah ke bawah. Di Amerika hal ini
dilakukan oleh Visiting Nurse (VN)
b. Institusi Sosial
Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC) dengan sukarela dan
tidak memungut biaya. Biasanya di lakukan oleh LSM atau organisasi
keagamaan dengan penyandang dananya dari donatur, misalnya Bala
Keselamatan yang melakukan kunjungan rumah kepada keluarga yang
membutuhkan sebagai wujud pangabdian kepadan Tuhan.
c. Institusi Swasta
Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC) dalam bentuk praktik
mandiri baik perorangan maupun kelompok yang menyelenggarakan
pelayanan HC dengan menerima imbalan jasa baik secara langsung dari klien
maupun pembayaran melalui pihak ke tiga (asuransi). Sebagaimana layaknya
layanan kesehatan swasta, tentu tidak berorientasi “not for profit service”
d. Home Care (HC) Berbasis Rumah Sakit (Hospital Home Care)
Merupakan perawatan lanjutan pada klien yang telah dirawat dirumah sakit,
karena masih memerlukan bantuan layanan keperawatan, maka dilanjutkan
dirumah. Alasan munculnya jenis program ini selain apa yang telah
dikemukakan dalam alasan Home Care (HC) diatas, adalah :
1) Ambulasi dini dengan resiko memendeknya hari rawat, sehingga
kesempatan untuk melakukan pendidikan kesehatan sangat kurang
(misalnya ibu post partum normal hanya dirawat 1-3 hari, sehingga untuk
mengajarkan bagaimana cara menyusui yang baik, cara merawat tali pusat
bayi, memandikan bayi, merawat luka perineum ibu, senam post partum,
dll) belum dilaksanakan secara optimum sehingga kemandirian ibu masih
kurang.
2) Menghindari resiko infeksi nosokomial yang dapat terjadi pada klien yang
dirawat dirumah sakit.
3) Makin banyaknya penyakit kronis, yang bila dirawat di RS tentu
memerlukan biaya yang besar
4) Perlunya kesinambungan perawatan klien dari rumah sakit ke rumah,
sehingga akan meningkatkan kepuasan klien maupun perawat. Hasil
penelitian dari “Suharyati” staf dosen keperawatan komunitas PSIK Univ.
Padjajaran Bandung di RSHS Bandung menunjukkan bahwa konsumen
RSHS cenderung menerima program HHC (Hospital Home Care) dengan
alasan ; lebih nyaman, tidak merepotkan, menghemat waktu & biaya serta
lebih mempercepat tali kekeluargaan (Suharyati, 1998)
4. POPULASI, JENIS DAN PEMBERI LAYANAN HOME CARE (HC)
a. Populasi layanan
Populasi layanan Home Care (HC) di Amerika didominasi oleh wanita
(66,8%).Meskipun program Home Care (HC) diperuntukkan untuk semua
umur, tetapi mayoritas klien berusia 65 tahun atau lebih (Allender & Spradley,
2001).
Pengalaman Home Health Care (HHC) oleh “Suharyati” staf dosen
keperawatan komunitas PSIK Univ. Padjajaran Bandung di RS Al-Islam
Bandung (yang dimulai sejak 1995) juga menunjukkan kondisi yang sama,
dimana pada triwulan I tahun 2002 klien wanita lebih banyak dari pria dan
kelompok usia lanjut juga mendominasi layanan HHC di RS Al-Islam
Bandung (Maya H, 2002). Hal ini mungkin disebabkan karena populasi wanita
lebih banyak dan umur harapan hidup wanita lebih panjang dari pria serta para
lansia yang cenderung untuk lebih mudah terserang penyakit.
b. Jenis layanan
Mengingat HC dalam keperawatan merupakan spesialisasi dari keperawatan
komunitas (Blackie, 1998), maka jenis layanan yang diberikan meliputi
layanan keperawatan (diagnosa dan perlakuan terhadap respon manusia yang
menghadapi masalah kesehatan baik potensial maupun actual dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya) dan layanan kesehatan masyarakat (prevensi
primer, sekunder dan tersier). Di Amerika jenis kasus yang dirawat di rumah
menurut Allender & Spradley 2001 adalah :
1) Penyakit jantung
2) Penyakit/gangguan system muskuloskeletal dan jaringan pengikat
3) Penyakit Diabetes Mellitus
4) Penyakit system pernafasan
5) Luka
6) Keracunan
7) Kanker (hanya sebagian kecil), karena kebanyakan kasus palliative dirawat
di Hospice
Sedangkan jenis kasus yang dirawat di unit HHC RS Al-Islam Bandung dalam
triwuln I tahun 2002 (Maya H, 2002) adalah :
1) Pasca stroke
2) Pasca bedah
3) Diabetes Mellitus
4) Terminal ill
c. Pemberi layanan
Pemberi layanan keperawatan di rumah terdiri dari dua jenis tenaga, yaitu :
1) Tenaga informal
Tenaga informal adalah anggota keluarga atau teman yang memberikan
layanan kepada klien tanpa dibayar. Diperkirakan 75% lanjut usia di
Amerika dirawat oleh jenis tenaga ini (Allender & Spradley, 2001)
2) Tenaga formal
Tenaga formal adalah perawat yang harus bekerja bersama keluarga untuk
menyelesaikan masalah kesehatan, sehingga harus memperhatikan semua
aspek kehidupan keluarga. Oleh karena itu perawat di masyarakat dituntut
untuk mampu berfikir kritis dan menguasai ketrampilan klinik dan harus
seorang RN. Dengan demikian diharapkan perawat dapat memberikan
layanan sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
5. HAK DAN KEWAJIBAN KLIEN ATAU KELUARGA DALAM HOME CARE
Klien mempunyai hak untuk diberi informasi secara tertulis sebelum
pengobatan diberikan. Klien dan petugas mempunyai hak dan kewajiban untuk
saling menghargai dan menghormati. Petugas dilarang menerima pemberian
pribadi maupun meminjam sesuatu dari klien.
Klien mempunyai hak untuk :
a. Membina hubungan dengan petugas sesuai dengan standar etik
b. Memperoleh informasi tentang prosedur-prosedur yang harus diikuti
c. Mengekspresikan kesedihan dan ketakutannya
d. Klien mempunyai hak dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini klien
mempunyai hak untuk diberi tahu secara tertulis tentang pengaturan,
jenis pelayanan yang diberikan, dan jumlah kunjungan rumah yang akan
dilakukan
e. Klien mempunyai hak untuk memperoleh nasehat-nasehat tentang
rencana-rencana perubahan yang akan dilakukan
f. Mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam perencanaan pelayanan
keperawatan, perencanaan perubahan pelayanan serta nasehat-nasehat
lainnya
g. Klien mempunyai hak untuk menolak rencana perubahan tersebut
h. Dalam hal “privacy”, klien mempunyai hak untuk dijaga kerahasiaan
kondisi kesehatannya, hal-hal yang berhubungan dengan sosial
ekonomi, serta hal-hal yang dilakukan di rumahnya
i. Perawat atau petugas hanya akan memberikan informasi bila diperlukan
secara hukum atau bila diperlukan oleh klien atau keluarganya
j. Dalam hal finansial, klien mempunyai hak untuk diberi informasi tentang
biaya yang harus dikeluarkan, memberikan informasi pembiayaan
dengan jelas.
k. Klien mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dengan kualitas
yang tinggi, serta berhak mendapat informasi tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keadaan emergensi.
Kewajiban Klien :
a. Mematuhi segala perjanjian pelayanan yang telah disepakati
b. Bekerja sama seluas mungkin dengan perawat pelaksana perawatan di
rumah, ahli terapi, asisten dan pemberian perawatan lain.
c. Mengikuti rencana perawatan yang disusun berdasarkan pemahaman,
persetujuan dan kerja sama sendiri.
d. Membayar biaya perawatan yang telah dilaksanakan
B. TELEMEDICINE
1. Pengertian
Telemedicine adalah layanan kesehatan yang dilaksanakan dari jarak jauh
Telemedicine adalah transfer data medik elektronik dari suatu lokasi ke lokasi
lain.
Dengan kata lain, Telemedicine didefinisikan sebagai penggunaan
telekomunikasi untuk menyediakan informasi medis maupun layanan medis.
Aplikasi ini bisa sangat sederhana misalnya dalam bentuk 2 profesional kesehatan
berdiskusi tentang suatu kasus melalui telepon atau menggunakan teleconference,
atau sangat canggih menggunakan teknologi satelit untuk mengirimkan konsultasi
antar provider pada fasilitas yang berbeda negara menggunakan teleconference
atau teknologi robotik. Keadaan yang pertama dilakukan setiap hari oleh
kebanyakan tenaga kesehatan dan yang terakhir digunakan oleh militer dan
beberapa pusat kesehatan.
Jika dibandingkan dengan telehealth, telehealth diartikan sebagai integrasi
sistem telekomunikasi ke dalam praktek proteksi dan promosi kesehatan, maka
telemedicine adalah inkorporasi sistem ini ke dalam kedokteran kuratif (WHO,
1997).
Telehealth mencakup pendidikan kesehatan , kesehatan masyarakat dan
komunitas , pengembangan sistem , dan epidemiologi sedangkan telemedicine
lebih berorientasi pada aspek klinik.
2. Tipe-tipe teknologi yang digunakan
Dua jenis teknologi yang berbeda paling banyak digunakan dalam aplikasi
telemedicine sekarang ini. Yang pertama dikenal dengan istilah store dan forward
digunakan untuk mentransfer image digital dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
Sebuah citra digital diambil menggunakan kamera digital (disimpan) dan
kemudian di kirim (forward) oleh komputer ke lokasi lainnya. Hal ini biasanya
dilakukan untuk kondisi yang tidak darurat, ketika sebuah diagnosis atau
konsultasi dibuat dalam kurun waktu 24-48 jam dan dikirim kembali.
Gambar mungkin dikirimkan dalam 1 gedung, antar gedung dalam 1 kota
atau dari beberapa lokasi ditempat yang berbeda negara. Teleradiology,
pengiriman gambar X-ray, CT scan atau MRI adalah aplikasi yang paling sering
digunakan dalam dunia telemedicine saat ini. Ada ratusan pusat kesehatan, klinik
dan dokter pribadi yang menggunakan beberapa bentuk teleradiologi. Beberapa
radiologis menginstall teknologi komputer di rumah mereka, sehinggga mereka
bisa menerima gambar yang dikirim ke mereka dan melakukan diagnosis,
daripada harus menempuh perjalanan ke klinik atau rumah sakit tertentu.
Telepathology adalah contoh lain dari penggunaan teknologi telemedicine.
Citra pathologi dikirim dari satu lokasi ke lokasi lainnya untuk konsultasi
diagnosis. Dermatologi juga cocok untuk pengaplikasian telemedicine (meskipun
praktisi lebih banyak mencoba menggunakan teknologi interaktif untuk
pengamatan kulit). Citra digital dari kondisi suatu kulit diambil dan dikirim ke
dermatologist untuk diagnosis.
Teknologi lain yang paling sering digunakan adalah IATV (Inter Active
TV) dua arah. Teknologi ini digunakan ketika konsultasi face to face diperlukan.
Pasien dan kadang-kadang provider atau seorang perawat atau koordinator
telemedicine berada di satu sisi, disisi lain adalah seorang spesialis biasanya di
tempat pusat kesehatan yang lebih maju. Peralatan video conference untuk dua sisi
memungkinkan konsultasi ”real-time” bisa dilakukan. Teknologi ini telah
mengalami banyak penurunan harga dan kompleksitas dalam waktu 5 tahun
terakhir, dan banyak program sekarang menggunakan aplikasi teleconference
desktop. Ada banyak konfigurasi untuk untuk konsultasi interaktif, tapi yang
paling umum adalah konfigurasi antara kota dan desa. Ini berarti pasien tidak
harus menempuh perjalanan dari desa ke kota untuk menjumpai seorang spesialis,
dan dibeberapa kasus seorang spesialis bisa disediakan untuk daerah-daerah yang
jauh tanpa kehadiran secara fisik spesialis tadi di daerah-daerah tersebut.
3. Program dan Aplikasi Telemedicine
Aplikasi dari telemedicine ini bisa ditinjau dari skala mikro dan makro. Dari skala
mikro, telemedicine dilaksanakan oleh salah satu instansi layanan kesehatan
dalam skala terbatas. Sedangkan untuk skala makro, terdiri dari tiga bagin, yaitu
sektoral yang terbatas untuk satu subdisiplin ilmu kedokteran / bidang layanan
kesehatan, regional yang mencakup keseluruhan bidang layanan kesehatan,
terbatas pada wilayah tertentu dalam satu negara, dan yang terakhir yaitu wilayah
nasional, yang mencakup keseluruhan bidang layanan kesehatan di seluruh
wilayah suatu negara.
Salah satu aplikasi yang telah dikembangkan berbasis pada konsep
telemedicine salah satu contohnya adalah WebcamMD. WebcamMD adalah situs
yang menyediakan layanan konsultasi untuk diagnosis penyakit melalui layanan
website. Ada beberapa fasilitas yang diawarkan oleh webcamMD, khusus untuk
pasien maupun profesional kesehatan.
Layanan utama dari situs ini adalah layanan videoconference yang berbasis web.
Pasien atau penggguna login terlebih dahulu kemudian tinggal melakukan
teleconference dengan petugas yang online dan menyebutkan kesulitan yang terjadi
untuk masalah-masalah misalnya bayi rewel atau pertolongan pertama pada kecelakan
yang terjadi pada salahsatu anggota keluarga. Dukungan bandwidth yang lebar dan
akses internet yang cepat dan murah tentunya menjadi kendala dari
pengimplementasian teknologi ini di Indonesia.
Format data
Format Data dalam telemedicine sama seperti format data dalam pertukaran data
teknologi informasi. Umumnya ada beberapa format data yang dipakai
a. Data teks dan numerik:
Transmisi dlm bentuk ‘hanya-untuk-dibaca’ (read-only)
Contoh: Laporan, korespondensi, catatan ttg pasien dlm rekam medik
b. Data audio
Transmisi dlm btk analog / digital . Contoh: Suara pembicaraan,
sinyal audio dari stetoskop elektronik
c. Citra diam (still image):
Transmisi dlm btk terkompresi (standar kompresi lossy: the Joint Photography
Expert Group; JPEG) Contoh: Foto Rontgen, citra mikroskopik patologi, citra
dermatologi, hasil CT-scan
d. Data video (citra sekuensial).
Standar kompresi: the Moving Picture Expert Group; MPEG Contoh: Sinyal
biologi ultrasound gerakan fetus
Salah satu teknologi yang bisa dilirik untuk pengemasan paket data telemedicine
adalah pengiriman data melalui jaringan 3G. Aplikasi 3G memungkinkan
integrasi video call, pengiriman data medis yang kompleks (gambar radiologi,
hasil pemeriksaan patologi anatomi) sampai ke rekaman biosignal (EKG, EEG)
dapat dilakukan menggunakan teknologi ini.
4. Data Telemedicine
a. Data teks dan Numerik
Data ini bentuknya ‘hanya-untuk-dibaca’ (read-only). Contohnya yaitu
laporan, korespondensi, catatan pasien dalam rekam medik
b. Data Audio
Transmisi dalam bentuk analog/ digital. Contohnya yaitu suara pembicaraan,
sinyal audio dari stetoskop elektronik.
c. Citra Diam
Transmisi dalam bentuk terkompresi (standar kompresi lossy: the Joint Expert
Group. Contoh: Foto rontgen, citra mikroskopik patologi, citra dermatologi,
hasil CT-Scan.
d. Data video (citra sekuensial)
Standar kompresi: the moving Picture Expert Group (MPEG). Contohnya
yaitu sinyal biologi ultrasound gerakan fetus.
5. Tipe Praktek Telemedicine
Telemedicine dalam prakteknya bisa dilakukan dengan telekonsultasi, tele-
edukasi, telemonitoring, dan telesurgery. Tipe yang paling banyak digunakan
adalah telekonsultasi, dan telekonsultasi yang paling sering dilakukan dalam
waktu-nyata adalah telekonferensi.
Komponen Sistem telekonsultasi
a. Sistem Telekonsultasi
b. Terdiri atas lima komponen komponen:
Codec: mengkompresi dan mendekompresi citradiam dan citra video
Monitor: menampilkan citra video
Kamera : menangkap informasi dari seluruh ruang konsultasi
Sistem audio: mengkoreksi dan mengontrol data audio agar akseptabel
bagi percakapan normal
Antar-muka pengguna: : membuat sistem mudah dioperasikan bagi
seluruh pengguna
b. Sistem titik-ganda
Memungkinkan lebih daripada dua stasiun transmisi/ penerima dalam kontak
videokonferensi
c. Sistem tampilan citra
Merupakan subtitusi utama pemeriksaan visual oleh dokter pada konsultasi
konvensional, menegnadalikan ukuran fisik citra fitur diagnostik yang penting
C. SEJARAH PERKEMBANGAN PENGGUNAAN TELEMEDICINE
1. Layanan Kesehatan Jarak Jauh pada Pra-era Teknologi Informasi
Penderita lepra wajib memakai bel
Kapal membawa penderita pes memasang bendera kuning
Desa terkena wabah penyakit pes memasang tanda dan penjagaan untuk
menolak pengunjung sampai wabah berlalu
2. Fase Perkembangan Telemedicine
Fase Perkembangan Rentang Waktu
Telegram dan telepon
Radio
Televisi/ teknologi ruang
angkasa
Teknologi Digital
1840an-1920an
Sejak 1920an (teknologi utama
s.d. 1950-an)
Sejak 1950-an (teknologi utama
s.d. 1980-an)
Sejak 1990-an
3. Telekonsultasi tatap-muka: Norwegia, 1990-an
Berhasil karena:
Kebutuhan klinik terdefinisi dengan jelas
Dukungan keuangan cukup
Kesiapan mitra telekomunikasi (Norwegian Telcom)
Teknologi relevan
Biaya layanan rendah: subsidi pemerintah untuk peralatan
4. Inggris, Selandia Baru, dan Australia (1990-an)
Gagal karena pemerintah ingin terlebih dahulu memertanyakan:
Siapa yang akan menanggung biaya
Apa manfaat telemedicine (vs layanan kesehatan konvensional)
Tidak ada data yang mendukung telemedicine sebagai model baru layanan
kesehatan yang aksepatbel dan efektif biayanya
D. PENERAPAN TELEMEDICINE DI INDONESIA
Pelaksanaan telemedicine di Indonesia sampai saat ini terus dikaji dan
dikembangkan, karena dalam implementasinya dijumpai beberapa kendala utama.
Kendala pertama berasal dari aspek instalasi sistem/infra struktur telemedicine. Biaya
perangkat keras untuk melakukan teleconference (untuk telediagnosis maupun tele
konsultasi) belum banyak dimiliki di fasilitas kesehatan yang ada di daerah terpencil.
Biaya pengadaan perangkat lunak penunjang (kalau memang teknologinya sudah ada)
juga tidak murah, belum lagi biaya instalasi yang memerlukan dukungan tenaga
terlatih. Masalah lain juga timbul pada aspek integrasi konsep telemedicineke dalam
praktek kedokteran di Indonesia. Tenaga Medis dengan dukungan kemampuan
telemedicine masih terbatas. Penerimaan komunitas terhadap hasil dari telemedicine
dibidang tenaga kesehatan maupun tenaga non-medis juga beragam, belum lagi aspek
legal dan etik praktik telemedicine ini. Dan terakhir adalah aspek pemeliharaan
sistem. Beberapa isu yang mengemuka adalah besarnya Biaya pemeliharaan,
Efektivitas-biaya secara komersial, Pengawasan kualitas layanan, dan terakhir adalah
Penyesuaian dgn perkembangan teknologi informasi & ilmu kedokteran.
Dalam perkembangannya, Indonesia sudah menggunakan telemedicine sejak
tahun 1999 bulan Mei. Dimulai dengan bergabungnya Indonesia ke dalam proyek
percobaan telemedicine yang dikeluarkan oleh MEDIFA, Indonesian NPO (Non
Profit Organization) yang mendukung pelatihan dokter muda, dan Japan International
Co-operation Agency (JICA), penasihat pemerintah dalam hal kebijakan
telekomunikasi. Proyek ini menggunakan dana yang rendah dengan menggunakan
perlengkapan videophone untuk menghubungkan dokter lokal yang akan
berkonsultasi kepada dokter spesialist di beberapa rumah sakit besar melalui kabel
telephone konvensional.
Percobaan ini bertujuan untuk menemukan cara praktis dan murah untuk
dokter lokal di daerah terpencil untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis dan
mengambil bagian dalam pendidikan medis. Ini memberikan layanan yang lebih baik
bagi pasien, sambil membantu untuk melatih para dokter.
Proyek percobaan ini dilaksanakan di lima klinik dalam 100 km dari Jakarta,
menghubungkan mereka dengan rumah sakit Mangunkusmo Chipto di Jakarta.
Pelaksanaan proyek percobaan:
1. Pada bulan Mei 1999, para ahli JICA memberikan Videophone dan TV, dan
"MEDIFA" memulai sidang.
2. Dari bulan Mei sampai awal Juni 1999, fase 1 dari sidang Telemedicine
dilaksanakan, tanpa biaya dibuat untuk konsultasi spesialis di rumah sakit pusat.
3. Dari pertengahan Juni sampai pertengahan bulan Oktober 1999, tahap 2
dilaksanakan, kali ini dengan dikenakan biaya yang dibuat untuk konsultasi
spesialis.
4. Pada bulan Maret 2000, MEDIFA memperluas jaringan Telemedika untuk 80
klinik, menggunakan bantuan hibah skala kecil dari Kedutaan Besar Jepang di
Indonesia.
Konfigurasi dan perlengkapan:
Dalam perkembangannya kemudian, beberapa universitas di Indonesia mengadakan
seminar mengenai telemedicine. Sejak tahun 2003, tercatat sudah 3 kali seminar
Telemedicine diadakan. Yang pertama, dikoordinir oleh Panita Lulusan Dokter FK UI
pada tanggal 9 Agustus 2003. Yang kedua, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyelenggarakan acara sejenis pada tahun
2004. Dan yang ketiga tahun 2006 kembali diadakan oleh FKUI. Beberapa Institusi
yang telah menjalankan telemedicine yaitu Pelayanan Jantung Terpadu RSCM, PJN
Harapan Kita, serta Departemen Radiologi RSCM.
Menurut Onno W. Purbo, Computer Network Research Group Institut
Teknologi Bandung, tentang papernya mengenai Telemedicine, disebutkan beberapa
teknologi informasi yang dapat digunakan untuk mendukung operasi telemedicine
dalam sebuah rumah sakit / masyarakat kesehatan & kedokteran. Ada beberapa
operasi yang secara umum dapat dikembangkan, seperti:
Management Information System / Hospital (MIS / MIH). Kita dapat
mulai sistem ini menggunakan sistem yang berbasis text.
Diskusi & koordinasi antar para-medis (baik berbasis text & video).
Transfer data-data (dapat berawal data yang bersifat low density misalnya
denyut jantung untuk kemudian dikembangkan ke yang sifatnya high
density misalnya gambar / video).
Beberapa tahapan penggunaan teknologi informasi yang mungkin digunakan di rumah
sakit / medis. Penjelasan akan dilakukan dari sudut teknologi informasi & aplikasinya
bukan dari sudut medis.
1. Management Information System / Hospital
Bentuk paling sederhana teknologi informasi yang mungkin kita gunakan
dalam rumah sakit adalah MIS / MIH. Sebagian besar rumah sakit di
Indonesia telah menggunakan teknologi ini untuk mengatur operasi rumah
sakit secara baik & effisien. Pada dasarnya teknologi yang digunakan adalah:
Database Software.
Accounting & Finance Software.
Jaringan Komputer (LAN).
Jika dimungkinkan nantinya kerjasama antara rumah-rumah sakit &
PUSKESMAS di sekitarnya, perangkat yang perlu dikembangkan nantinya
adalah:
Electronic Data Interchange (EDI).
Standarisasi Informasi Medis (rumah sakit & PUSKESMAS) supaya
transfer pasien dapat dilakukan dengan smooth & cepat.
Wide Area Network WAN connection & Internet sebagai basis hubungan
jarak jauh.
2. Diskusi & Koordinasi Antara Para-Medis
Sebetulnya teknologi informasi & Internet menarik karena memudahkan untuk
melakukan koordinasi & diskusi. Akan ada beberapa tahapan diskusi / koordinasi
yang dapat kita kembangkan tergantung pada teknologi informasi yang digunakan,
tahapan tersebut adalah:
a. Diskusi / Koordinasi melalui E-mail.
Cara yang paling sederhana adalah mengintegrasikan jaringan yang ada
dengan teknologi TCP/IP & Internet. Server E-mail dapat dibangun
dengan menggunakan server Novell / Microsoft / UNIX FreeBSD.
Setup mailing list internal / external rumah sakit / puskesmas.
Ada baiknya para dokter / para-medis ikut dalam diskusi Internet tentang
kedokteran yang saat ini sudah cukup aktif
b. Video Conference
jika dirasakan perlu untuk melihat gambar ada baiknya dilanjutkan
perkembangan tempat diskusi tersebut menggunakan fasilitas video
conference.
Teknologi CU-SeeMe & Microsoft NetMeeting dapat digunakan untuk
keperluan tersebut. Basis teknologi jaringan komputer yang digunakan
adalah tetap TCP/IP & Internet hanya akan membutuhkan reflector video
conference & bandwidth yang lebar.
3. Transfer Data
Operasi yang lebih kompleks dari telemedicine jika telah melibatkan pengirim
data-data medis & hasil pengukuran kesehatan pasien yang mungkin akan
mengambil bandwidth yang sangat lebar terutama jika informasi gambar yang
akan dikirim.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kalbe.co.id/?mn=news&tipe=detail&detail=18433
http://christianty.wordpress.com/2008/12/31/indonesia-and-telemedicine/
http://www.slideshare.net/sibermedik/dasar-dasar-implementasi-telemedicine
www.amikom.ac.id/research/index.php/JD/article/download/467/97
http://stikeskabmalang.files.wordpress.com/2009/11/pelayanan-homecare-cva.doc
http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/11/06/perawatan-home-care-pada-pasien-
hipertensi-3/
http://stikeskabmalang.files.wordpress.com/2009/11/home-care.doc