bab ii-vii pab

47
6 BAB II STANDART KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Kualifikasi Sumber Daya Manusia Dan Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Umum SOEKANDAR Mojosari : 1. Dokter anastesi merupakan lulusan Dokter Spesialis Anastesi 2. Perawat anastesi memiliki pengalaman pelatihan asistan anastesi dan memiliki sertifikat Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Basic Cardiac Life Support (BCLS). 3. Perawat Ruang Sadar Pulih memiliki sertifikat Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Basic Cardiac Life Support (BCLS). B. Distribusi Ketenagaan 1. Dokter Anastesi Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Soekandar Mojosari Memiliki Dokter Spesialis Anastesi Purna Waktu. Kewenangan Dokter Anastesi : a. Melakukan edukasi anastesi b. Melakukan tindakan sedasai c. Melakukan tindakan pembiusan d. Melakukan asesmen anastesi e. Melakukan monitoring anastesi 2. Asisten Anastesi Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Soekandar Mojosari memiliki asisten perawat anastesi 5(lima) orang Kewenangan perawat pelakasana asisten anastesi : [Type the company name] | [Type the company address]

Upload: bogel-sukadana-ehm

Post on 15-Jan-2016

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PAB

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II-VII PAB

6

BAB II

STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Kualifikasi Sumber Daya Manusia Dan Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Umum

SOEKANDAR Mojosari :

1. Dokter anastesi merupakan lulusan Dokter Spesialis Anastesi

2. Perawat anastesi memiliki pengalaman pelatihan asistan anastesi dan memiliki sertifikat

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Basic Cardiac Life Support (BCLS).

3. Perawat Ruang Sadar Pulih memiliki sertifikat Penanggulangan Penderita Gawat Darurat

(PPGD), Basic Cardiac Life Support (BCLS).

B. Distribusi Ketenagaan

1. Dokter Anastesi

Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Soekandar Mojosari Memiliki Dokter Spesialis

Anastesi Purna Waktu.

Kewenangan Dokter Anastesi :

a. Melakukan edukasi anastesi

b. Melakukan tindakan sedasai

c. Melakukan tindakan pembiusan

d. Melakukan asesmen anastesi

e. Melakukan monitoring anastesi

2. Asisten Anastesi

Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Soekandar Mojosari memiliki asisten perawat anastesi

5(lima) orang

Kewenangan perawat pelakasana asisten anastesi :

a. Melakukan persiapan alat untuk tindakan pembiusan

b. Membantu dokter anastesi melakukan pembiusan

c. Melakukan pencatatan (monitoring) selama tindakan pembedahan dan post pembedahan.

d. Mendampingi transfer pasien dari meja operasi ke ruang pulih sadar.

3. Sumber Daya Manusia dari Luar

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 2: BAB II-VII PAB

6

Dokter Anastesi

C. Pengaturan Jaga

Pengaturan jaga atau jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan bagi perawat

untuk melaksanakan tugas pelayanan di Instalasi kamar operasi, sehingga semua

kegiatan pelayanan bedah dapat terkoordinir dengan baik. Pengaturan dinas dibagi 4

shift dalam 24 jam, yaitu :

Dinas pagi jam 07.00 sampai dengan jam 14.00

Dinas pagi jam 10.00 sampai dengan jam 17.00

Dinas sore jam 14.00 sampai dengan jam 21.00

Dinas malam jam 21.00 sampai dengan jam 07.00

On call jam 21.00 sampai dengan jam 07.00 hari berikutnya (jaga)

Untuk petugas yang On Call akan dijemput dan diantar oleh mobil rumah sakit.

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 3: BAB II-VII PAB

6

BAB III

STANDART FASILITAS

Fasilitas di Instalasi Kamar Operasi

Tabel 3.1 Alat Penunjang Anastesi

No. Nama Alat Jumlah Keterangan

1 Mesin anastesi 5 unit 2 buah mesin alat anastesi memiliki lubang buang gas dimesin, sedangkan 3 mesin anastesi sistem pembuangan gas melalui pipa yang dialirkan keluar instalasi kamar operasi.

Penlone voltane 220-240volt, 50watt voltane 220 volt, 50watt Voltane 220-240 volt, 60volt

2 N2O sentral

3 Oksigenn Sentral

4 Ventilator 4 Buah

5 Monitor Pasien 11 Set 5 buah di ruang pulih sadar

6 buah di kamar operasi

Berkapasitas 40watt, voltase 180 – 250

volt

6 Meja Mayo 5 Buah

7 Oxymetri 12 buah

8 Suction pump Sentral

9 DC Shock (defibrilator) 1 set

10 Syring pump 4 buah

11 Ambubag 6 set

12 Endotrachealtube 20 buah

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 4: BAB II-VII PAB

6

13 Laryngoscope 20 buah

14 Oropharingealtube 5 buah

15 Magil 6 buah

16 Stylet 6 buah

17 Blood warmers 1 set

18 1 set

19 Stetoskop dewasa

Stetoskop anak

4 buah

1 buah

20 Manometer oksigen

(humidifier)

11 buah

21 Troli emergency 1buah

22 Laryngoscope berbahan

Fiber scoop

1 set

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 5: BAB II-VII PAB

6

BAB IV

TATLAKSANA PELAYANAN

Pelayanan anastesi di rumah sakit umum soekandar menjadi wewenang dan tanggung jawab ahli

anastesiologic. Di dalam hal pembiusan sedasi ringan, sedang dan moderatharus dilakukan oleh ahli

anastesiologic, sedangkan untuk pembiusan anastesi lokal boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan

yang berwenang dalam hal ini.

1. Dokter gigi

2. Dokter umum (Istalasi Gawat Darurat)

3. Dokter bedah

Dengan syarat tenaga kesehatan harus mengetahui efek samping serta mampu mengatasi efek

sampingnya.

Saat operasi berlangsung untuk monitor kondisi pasien adalah tanggung jawab dokter bedah

bisa dibantu perawat Instalasui kamar operasi, untuk membantu wengasi tanda – tanda vital dan

mencatat pada lembar pasien. Pelayanan anastesi dan sedasi yang dapat dilakukan dikamar operasi :

a. Anastesi general

b. Anastesi regional SAB

c. Anastesi regional Epidural

d. Anastesi lokal

e. Sedasi moderate

f. Sedasi dalam

Pelayanan anastesi di rumah sakit umum soekandar mojosari dilakukan di seluruh bagian yang

membutuhkan pelayanan anastesi. Pelayana anastesi dapat dilakukan di Ruangan Radiologi,

Ruang VK,atau Ruang bersalin, Instalasi Gawat Darurat, Instalai Pelayanan Insentif.

A. Pre Anastesi

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 6: BAB II-VII PAB

6

1. Tujuan

Mengarahkan kondisi spirituan dari pasien agar dapat menjalankan proses anastesi sebaik

- baiknya serta indikasi dasar untuk menentukan jenis anastesi yang diberikan kepada

pasien dan menentukan derajat..........

2. Kegunaan

- Pemberian edukasi oleh dokter anastesi kepada pasien

- Evaluasi atau asesmen pra anastesi atau pra bedah dikerjakan dalam periode 24 jam

sebelum tindakan anastesi atau pembedahan, dilakukan di ruangn perawatan pasien.

IGD, VK, atau instalasi pelayanan intensif. Untuk kasus – kasus emergency tindakan

pre anastesidapat dilakukan di kamar operasi sebelum dilakukan tindakan anastesi.

Agar terapi atau tindakan mencapai hasil yang optimal, hendaknya diberikan waktu

yang maximal untuk evaluasi tersebut. Jika evaluasi tidak dapat dilakukan (misalnya

pembedahan darurat) penilaian dilakukan sebelum memulai anastesi dan pembedahan.

Dari evaluasi ini maka penilaian menjelang operasi, baik pasien, alat dan obat dapat

optimal.

- Pemberian Inform Consent pada pasien oleh dokter anastesi.

- Petugas yang berwenang melakukan kegiatan ini adalah dokter anastesi.

- Evaluasi Pre anastesi mencakup

Asesmen atau penilaian sebelum tindakan anastesidilakukan dalam periode 24 jam

sebelum operasi pada kasus elektif atau sesaaat sebelum operasidilakukan pada kasus

emergency.

o Identifikasi pasien

o Identifikasi adanya penyulit, dengan melakukan penilaian fungsi vital

meliputi

1. B1 jalan nafas dan fungsi pernapasan

Dinilai potensui jalan nafasnya, apakah jalan nafas bebas.

Dilihat adakah sumbatan jalan napas oleh benda asing, muntahan

darah dan lain – lain.

Bila terjadi sumbatan jalan napas segera dibebaskan baik tanpa

alat atau menggunakan alat pembebas jalan nafas. Lakukan

suctions dengan kateter suctions besar bila terjadi sumbatan cairan

misalnya darah atau muntahan. Segera pasang alat untuk

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 7: BAB II-VII PAB

6

membebaskan jalan nafas menggunakan orofaring airway bahkan

bila perlu Intubasi.

Dilihat adakah tanda-tanda kontraksi dinding dada, nafas cuping

hidung.

Dilihat apakah pergerakan dada kiri dan kanan simetris waktu

inspirasi dan ekspirasi. Bila esimetris manakah yang tertinggal

Dilihat adakah gerakan dada not seperti gergaji.

Didengarkan adakah suara nafas tambahan

o Snowring

o Gargling

o Stridor

o Tdak ada suara nafas

Dirasakan dengan punggung tangan adakah hembusan nafas

dari hidung atau muluit bila pasien tidak sadar

Dilakukakan perkusi untuk menilai adakah suara hipersonor

seperti pada kasus pnemothorax atau suara redup

haematothorax. Bila ditemukan tension pnemothorax

segeralakukan needle thoracosintesis untuk dekompresi

menggunakan abbocath besarukuran 16f di ICS (Intercostal

space) 2MCL (midclavicular line).

Didengarkan melalui stetoskop apakah suara nafas kanan dan

kiri sama, ataukah terdapat suara yang lebih lemah pada salah

satu sisi.

Diraba adakah prediksi intubasi sulit dengan menilai......score

gerak leher,massa di leher

Adanya kemungkinan intubasi sulit waspada pada kesiapan alat-

alat anastesi seperti laryngoscop, blade panjang Mc coy, serta

LMA.juga teknik Intubasi sulit misalnya teknik Sleep non apnea.

2. B2 Fungsi kardiovaskuler

Dilihat apakah pasien tampak pucat atau sianosis

Dilihat adakah sumber perdarahan yang terlihat

Dilihat apakah perfusi pada ujung jari, apakah hangat kering

merah(normal).[Type the company name] | [Type the company address]

Page 8: BAB II-VII PAB

6

Dilihat apakah capillary refill time kurang dari 2 detik.

Dipegang nadinya, pada pasien sadar bisa pada nadi radialis atau

brachialis,dihitung frekwensinya, bagaimana iramanya, apakah

kuat angkat. Pada pasien tidak sadar diraba nadi carotisnya,

dirasakan apakah ada denyut nadi.

Bila perlu, periksa tekanan darah pada lengan kiri dan kanan

Didengarkan dengan stetoskop apakah ada bising jantung.

3. B3 Fungsi kesadaran

Menilai kesadaran bisa dengan mengajak pasien berbicara, bila

dia sadar, atau dengan glasgow coma scale bila terdapat

penurunan kesadaran.

GLASGOW COMA SCALE

Gambar 4.1 Glasgow Coma Scale

4. B4 Fungsi ginjal

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 9: BAB II-VII PAB

6

Melakukan evaluasi fungsi ginjal dapat dilakukan menggunakan

urine tampung atau kalau perlu menggunakan kateter. Dinilai

produksi urinenya, meliputi warnanya, produksi tiap 6 jam.

5. B5 Fungsi pencernaan

Dilihat apakah abdomen distandet

Abdomen distanded berasal dari .....illeus obstruktif waspada

akan terjadinya.........bila berasal dari cairan waspadai timbulnya

gejolak hemodinamik durante operasi. Bila berasal dari masa

waspadai perdarahan durante operasi.

Diperkusi untuk membedakan adanya udara atau cairan, dipalpasi

untuk mencari adanya..........

6. B6 Tulang panjang

Adakah patah tulang panjang padafemur, panggul, patah tulang multiple,

patah tulang iga yang multiple.

Laboratorium :

Darah lengkap, faal pembekuan darah, urenium creatinin, SGOT,

SGPT, gula darah, elektrolit, bila perlu pemeriksaan.......

Dievaluasi apabila terdapat nilai yang abnormal segera diambil

tindakan dan evaluasi ulang.

Radiologi

Foto thorax, foto polos abdomen, foto tulang, USG, IVP, CT-

scan, MRI dan lain-lain.

Dan hasil pemeriksaan tersebut disimpulkan bahwa pasien tersebut termasuk dalam kategori

ASA 1/2/3/4/5

ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit Sistemik

ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai penyakit Sistemik ringan samapai sedang

ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan

berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa.

ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang secara

langsung mengancam kehidupannya

ASA 5 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah tidak

mungkin tertolong lagi. Dioperasi ataupun tidak dalam waktu 24 jam pasien

akan meninggal.

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 10: BAB II-VII PAB

6

Bila kasus emergency dicantumkan E dibelakang ASA

Pemilihan anastesi

Dari pemeriksaan tersebut akhirnya dapat diambil keputusan jenis anastesi apakah

yang aman untuk pasien tersebut.

Apabila tidak terdapat kesulitan lain maka pada umumnya pilihan jenis anastesi

menurut jenis operasinya adalah sebagai berikut

Regio kepala atau leher

1. General anastesi untuk operasi bedah saraf, operasi bedah plastik, operasi

THT, operasi mata, operasi bedah umum, operasi bedah onkologi,

2. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio dada dan punggung

1. General anastesi untuk operasi bedah saraf, operasi bedah plastik, operasi

bedah umum, operasi bedah onkologi, operasi bedah TKV

2. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio extremitas atas

1. Anastesi umum dan anastesi regional

2. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio abdomen atau di atas pusar

1. General anastesi untuk operasi bedah digestiv, operasi bedah anak, bedah

umum, bedah onkologi,

2. Dapat dikombinasi dengan regional anastesi yaitu epidural blok untuk

manajemen nyeri pada pasca operasi

3. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio abdomen bawah dan urogenetalia

1. Regional anastesi (sub arachnoid blok, epidural blok) untuk operaasi

bedah urologi, operasi kandungan, operasi bedah umum, operasi bedah

digestive.

2. General anastesi bila ada indikasi lain

3. Lokal anastesi untuk operasi kecil

Regio extremitas bawah

1. Regional anastesi

2. General anastesi bila ada indikasi lain

3. Lokal anastesi untuk operasi kecil

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 11: BAB II-VII PAB

6

o Pemberian materi edukasi tentang anastesi termasuk di dalamnya :

1. Rencana anastesi yang akan diberikan (termasuk sedasi moderat dan dalam)

2. Resiko anastesi

3. Manfaat dan alternatif yang berhubungan dengan perrencanaan anastesi dan

analgesia pasca operatif

4. Diberikan penjelasan tentang anastesi apakah yang akan dilakukan apabila

dimungkinkan pasien mempunyai pilihan lain.

5. Pada operasi elektif diberikan penjelasan bahwa harus puasa 8 jam untuk pasien

dewasa, dan puasa4-6 jam untuk pasien bayi dan anak

6. Diberikan penjelasan tentang manejemennyeri pasca operasi

7. Diberikan penjelasan tentang resiko anastesi dan pembedahan serta persiapan apa

saja yang dilakukan oleh tim untuk menghadapi operasi tersebut

8. Diberikan penjelasan tentang periode pasca operasi

9. Diberikan penjelasan tentang perawatan instalasi pelasanan intensif pasca operasi

pada pasien yang memerlukan

B. Pra Induksi

Petugas yang berwenang melakukan asesmen pra induksi dan pra anastesi adalah

dokter anastesiologi. Pra induksi harus dilakukan teripsah dari pra anastesi.

1. Persiapan terhadap pasien

Dilakukan dilakukan penilaian ulang terhadap pasien

o B1

o B2

o B3

o B4

o B5

o B6

o Puasa

o Obat yang digunakan

o Bila ditemukan masalah segera diambil tindakan

o Periksa apakah jalur intravena atau line infus lancar, khusu unrtuk operasi yang

diperkirakan banyak perdarahan siapkan 2 jalur intravena.

2. Persiapan alat

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 12: BAB II-VII PAB

6

Sebelum operasi dimulai selalu dicek persiapan alat yang meliputi :

- Sumber oksigen, cek tekanannyaantara 4-5.....

- Alat untuk membebaskan jalan nafas

1. Orofaring airway, nasofaring airway

2. Laringoskop dengan 2 ukuran, dicek lampu menyala terang berwarna putih

3. Endotracheal dengan 3 ukuran dicek tidak ada kebocoran cuff

4. Tang magil

5. Stylet

- Mesin anastesi meliputi

1. Sambungan dengan sumber Oksigen

2. Sambungan dengan sumber listrik bila dilengkapi dengan ventilator

3. Tes kebocoran

4. Cek isi gas inhalasi

5. Cek perubahan warna sodalyme

6. Cek fungsi ventilator

7. Alaty bantuan nafas cadangan, dicek adalah ambubag dan berfungsi

8. Suction dicek apakah berfungsi beserta kateter suction yang sesuai untuk pasien

9. Monitor EKG, saturasi, termometer, suhu

10. Alat untuk anastesi regional

11. Defribilator

12. Meja operasi dicek fungsinya untuk berbagai posisi

3. Persiapan obat meliputi

a. Obat induksi.

- Midazolam ( disiapkan dalam spuit 5cc dengan sediaan 1mg/cc ).

- Propofol ( disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mg/cc )

- Ketamin (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10mg/cc )

Golongan Narkotika

- Morfin (disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 1mg/cc )

- Pethidine (disiapkan dalam spuit 5cc dengan sediaan 5mg/cc )

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 13: BAB II-VII PAB

6

- Fentanyl (disiapkan dalam spuit 2,5cc dengan sediaan 50mg/cc )

Golongan Inhalasi

- Isoflurane ( vaporizer diberi label berwarna ungu dicek isinya )

- Sevoflurane (vaporizer diberi label warna kuning dicek isinya )

Obat Pelumpuh Otot

- Vecuronium (disiapkan dalam spuit 3cc dengan sediaan 4mg/cc )

- Atracurium (disiapkan dalam spuit 3cc dengan sediaan 10mg/cc )

b. Obat emergency

- Ephineprine

- Bor epnineprine

- Sulfat atropine

- Dopamine

- Lidokaine

- Furosemide

- Amiodaron bila diperlukan

c. Cairan infus

- Kristaloid dan koloid

C. Induksi

Pada tahap ini pasien sudah siap dan akan segera dilakukan pembiusan baik umum ataupun

regional

1. Anastesi umum

Cara induksi general anastesi

Sleep apnea

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 14: BAB II-VII PAB

6

Sleep non apnea pada kasus prediksi intubasi sulit

Aw...pada kasus prediksi intubasi sulit atau pasien dengan kondisi

hemodinamik sangat sulit

Diberikan loading done obat anastesi agar pasien mulai tidur serta dilanjutkan dengan

maintenance untuk memelihara kadar anastesinya. Pada tahap ini gas inhalasi dapat

diberikan lewat masker ataupun intubasi.

Dalam melakukan intubasi dokter dibantu perawat anastesi tahapannya adalah:

1. Siapkan dan pilihlah ukuran serta macamnya sesuai dengan yang dikehendaki

2. Pasang stylet alat panjang dan alat lengkungnya

3. Tes kemudahan stylet dapat keluar masuk pipa.

4. Tes cuff dengan meniupkan udara melalui spuit, lihat sesaat adakah kebocoran

atau tidak.

5. Posisikan pasien pada kondisi normalpada pasien dewasa berikan bantal setebal

10-12cm padat dibawah kepalanya.

6. Pemberian obat sesuai dokter anastesi (obat induksi intravena)setelah obat bekerja

akan nampak vasikulasi pada otot kerangka tubuh yang kadang-kadang hebat, bila

vasikulasi mulai berkurang berikan oksigen selama kurang lebih 30 detik.

7. Setelah obat bekerja, buka mulut pasien, dokter akan memasukkan laryngoskop ke

mulut pasien, tariklah bibir untuk gambaran lebih baik.

8. Ambil pipa ETT, arah lengkung ada di depan

9. Pipa ETT sudah pada tempatnya cabut stylet hati-hati, pegang pipa erat- erat agar

tidak bergeser.

10. Hubungkan konektor pipa ETT pada mesin anastesi. Berikan oksigenasisambil

lakukan penilaian apakah ETT sudah tepat kedudukannya, yaitu didalam trakea

tidak didalam endobronkial, lihat apakah dada dapat mengembang besar dan

simetris, dengar suara nafas melalui stetoskop pada dinding dada sepanjang garis

tengah clavicula sebelah kanan dan kiri. Apakah suaranya sama kerasnya.

11. Bila terjadi intubasi endotrakeal, tarik ETT pelan-pelan sambil lakukan penilaian

diatas.

12. Bila letak pipa ETT sudah tepat, masukkan orofaring sebagai line black dan

selanjutnya lakukan fiksasi pipa dengan memasang plester melingkar pangkal pipa

dan menempelkan ujung plester pada pipi.

Asesmen monitoring durante operasi

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 15: BAB II-VII PAB

6

1. Pencatatn atau pendokumentasian obat, tanda tanda vital mulai dari pasien masuk

kamar operasi, dilakukan induksi durante operasi sampai pasien keluar dari kamar

operasi

2. Kebutuhan cairan intravena yang masuk selama durante operasi berapa cairan.

Kristaloid, koloid, darah dan cairan lain dilakukan penjumlahan dan pencatatan

untuk keseimbangan cairan antara lain jumlah cairan yang masuk dan jumlah

cairan yang keluar

3. Teknik anastesi yang digunakan untuk anastesi umum bisa menggunakan open

atau semiopen, closed atau semiclosed, jacksen rees, serta obat inhalasi yang

digunakan.

4. Penilaian ETT dan LMA juga ditulis berdasarkan ukuran, pemasangan melalui

oral dan nasal, penggunaan tampon juga ditulis.

Persiapan alat

1. Membawa tas perlengkapan untuk melakukan tindakan anastesi di luar area kamar

operasi yang berisi orofaring airway, masker, ambubag, laryngoskop, endotracheal

tube, kateter

2. Sedasi

3. Oksigen tabung yang ukurannya sudah diperiksa. Untuk tindakan MRI diperlukan satu

tabung oksigen lagi yang dibyngkus oleh bahan plastik di masukkan dalam ruang MRI.

Digunakan apabila diperlukan bantuan ventilator nafas di dalam ruang MRI

4. Alat suction yang berfungsi baik

5. Standart infus

6. Syringe pump

7. Spuit berbagai ukuran

Penggunaan Obat

1. Obat induksi disiapkan dalam spuit masing-masing

2. Obat emergency

3. Obat muscle relaksasi

Kedalaman anastesi saat dilakukan sedasi untuk prosedur diagnostik cukup sedasi ringan

sampai sedang, nam,un pada pasien anak sering diperlukan tingkat sedasi yang lebih.

Pemberian obat dilakukan secara................

Tabel 4.1 Pembedaan Sedasi Dari anastesi

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 16: BAB II-VII PAB

6

Sedasi Ringan atau Minimal

Sedasi SedangSedasi Berat atau Dalam

Anastesi Umum

ResponRespon normal terhadap stimulasi verbal

Merespon terhadap stimulasi sentuhan

Merespon setelah diberikan sentuhan berulang atau

Tidak sadar meskipun dengan stimulus nyeri

Jalan Nafas Tidak terpengaruh Tidak perlu intervensiMungkin perlu intervensi

Sering sering memerlukan intervensi

Verifikasi spontan

Tidak terpengaruhAdekuat Dapat tidak adekuat Sering tidak adekuat

Fungsi kardiovaskuler

Tidak terpengaruh Biasanya dapat dipertahankan dengan baik

Biasanya dapat dipertahankan dengan baik

Dapat terganggu

Petugas yang berwenang melakukan tindakan anastesi ini adalah dokter anastesi dengan

dibantu asistan anastesi.

Setelah prosedur diagnostik selesai maka pasien diobservasi di recovery room untuk

dilakukan observasi pasca anastesi.

Selama pasien di ruang pulih sadar, pasien di monitoring dan dicatat pada lembaran observasi.

D. Pasca anastesi

Pasien diobservasi di ruang pulih sadar dengan dipasang monitor. Di ruang pulih sadar

dilakukan pengawasan terhadap fungsi vital pasien (B1-B6), adanya perdarahan yang

mungkin masih terjadi, evaluasi derajat nyeri pasca operasi. Adanya mual muntah pasca

operasi juga harus diperhatikan. Adanya kegawatan pada fungsi vital pasien harus segera

dilaporkan dokter anastesi. Setelah kondisi pasien stabil maka diperbolehkan kembali

keruangan atau ke Instalasi Pelayanan Intensif bila diperlukan.

Dokter anastesi akan memberikan instruksi post operasi yang terdiri dari kontrol tanda

vital setiap berapa menit, posisi post operasi, cairan infus atau kebutuhan tranfusi darah,

antibiotik yang diberikan post operasi, obat-obatan analgesik, makan dan minum pasien post

operasi, jumlah urine yang keluar, pengawasan yang harus dilakukan selama diruangan atau

pelayanan intensif.

Pasien yang akan ditransfer ke ruang rawat inap harus dikatakan layak atau tidak dan

disetujui dokter anastesi.

Kriteria pulih sadar dari anastesi setelah pasien di transfer dari ruang pulih sadar

ke ruang rawat inap.

1. Kriteria pulih sadar dari anastesi regional

Tabel 4.2 primage Score

Tulis nilai sesuai dengan penilaian

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 17: BAB II-VII PAB

6

2. Kriteria pulih sadar dari anastesi umum

Tabel 4.2 aldrete Score

No. Kriteria Skala Nilai

1 Aktivasi motorik

- Mampu menggerakan ekstremitas dengan

perintah

- Mampu menggerakan 2 ekstremitas

dengan perintah

- Tidak mampu menggerakan semua

ekstremitas

2

1

0

2 Respirasi

- Napas adekuat dan dapat batuk

- Napas kurang sdekuat atau hipoventilasi

- Apnea

2

1

0

3 Sirkulasi

- TD berbeda ≠ 20% dari semula pre

anastesi

- TD berbeda ≠ 20-50% dari semula pre

anastesi

- TD berbeda ≠ 50% dari semula pre

anastesi

2

1

0

4 Kesadaran

- Sadar penuh

- Bangun jika dipanggil

- Tidak ada respon atau belum sadar

2

1

0

5 Warna kulit

- Kemerahan 2

[Type the company name] | [Type the company address]

No. Kriteria Skala nilai skoring

1 Gerakan penuh dari tungkai 0

2 Tak mampu ekstensi tungkai 1

3 Tak mampu ekstensi lutut 2

4 Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3

Page 18: BAB II-VII PAB

6

- Pucat

- Sianosis

1

0

Skor ≥ dari 8 Boleh Pindah Ruangan

E. Visite (kunjungan) Dokter Anastesi

Visite

Dokter anastesi berkewajiban melakukan visite kepada pasien sebelum pembedahan

dilakukan dan sedudah pembedahan.

Untuk pasien ASA I

Visite 1x24jam atau apabila terjadi penyulit pada periode pasca operasi, maka visite

pasca operasi bisa dipegang oleh dokter anastesi.

Untuk pasien ASA I,II,III,IV,V

Visite pasca operasi tidak dibatasi waktunya sampai kondisi pasien stabil atau

membaik.

BAB V

LOGISTIK

A. Prosedur Penyediaan Alat Kesehatan Dan Obat

1. Prosedur penyediaan obat habis pakai bahan medis

Prosedur penyediaan obat habis pakai bahan medis adalah permintaan obat yang

pemakaiannya tidak mendapat ganti dari instalasi farmasi.

Perawat IKO menulis permintaan alat sesuai kebutuhan di lembar permintaan bahan

rangkap duadan buku permintaan IKO

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 19: BAB II-VII PAB

6

Kepala IKO dan KUPP Instalasi Kamar Operasi menandatangani buku permintaan

dan lembar permintaan barang rangkap dua tersebut.

Buku tersebut diserahkan kepala Instalasi Farmasi untuk mendapatkan realisasi.

Perawat IKO mengecek barang yang diminta, kemudian tanda tangan dibuku

permintaan pada kolom pengambilan dan petugas instalasi farmasi tanda tangan di

kolom penyerahan.

Perawat IKO mencatat semua alat atau obat ke dalam kartu stok IKO.

2. Prosedur permintaan pemakaian obat instalasi kamar operasi

Prosedur permintaan pemakaian Obat Instalasi Kamar Operasi adalah permintaan inventaris

Instalasi Kamar Operasi ke Instalasi Farmasi yang dipakai oleh pasien Instalasi Kamar

Operasi.

Semua alat kesehatan atau obat yang dipakai pasien IKO di tulis di lembaran

pemakaian DPO (Daftar Pemakain Obat), obat sedasi menggunakan resep rangkap

3jenis, 1 resp rangkap 3 untuk pasien asuransi kesehatan, 1 resep rangkap 2 untuk

pasien rawat inap dan tanggungan atau asuransi, 1 resep tidak rangkap untuk pasien

rawat jalan bukan tanggungan asuransi.

Konsep tersebut sudah ada dalam lembaran DPO.

Resep dan DPO diserahkan pada instalasi farmasi

Perawat IKO menerima obat atau alat kesehatan sesuai dengan pemakaian yang

diserahkan ke instalasi farmasi.

Perawat IKO mengecek obat atau alat kesehatan yang diterima, jika sudah benar

petugas instalasi farmasi dan perawat IKO menandatangani lembar print-out dari

farmasi

Obat atau alat kesehatan yang baru diterima dimasukkan ketempatnya.

3. Prosedur penyedian bahan habisnpakai non medis

Prosedur penyedian bahan habisnpakai non medis adalah permintaan bahan habis pakai non

medis ke instalasi logistik

Prosedur

Perawat IKO menulis permintaan di lembar permintaan bahan rangkap 2

Ditandatangani oleh kepala IKO dan KUPP

Lembar permintaan dan buku permintaan IKO dibawa kebagian logistik

B. Permintaan ATK (alat tulis kantor)

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 20: BAB II-VII PAB

6

Prosedur permintaan ATK

Prosedur penyediaan alat kantor adalah permintaan alat kator (buku, pulpen dan lain-lain)

Perawat IKO menulis permintaan di lembar permintaan bahan rangkap 2dan di tulis di

buku permintaan

Ditandatangani oleh kepala IKO dan KUPP

Lembar permintaan dan buku permintaan IKO dibawa kebagian logistik

C. Perencanaan peralatan atau peremajaan

Adalah suatu kegiatan untuk merencanakan pengajuan peralatan baru sesuai kebutuhan saat

itu atau sebagai pengganti alat yang rusakatau diperkirakan harus diganti karena alasan

keamanannya.

Tujuan dari pengajuan pengadaan dan peremajaan peralatanadalah agar peralatan di

Instalasi kamar operasi dapat digunakan setiap saat tanpa ada gangguan dan dapat

mengikuti perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran sehingga dapat menunjang

kelancaran proses pelayanan di kamar operasi.

Prosedur kegunaan

Dari hasil pengecekan rutin diketahui ada peralatan yang tidak dapat digunakan

lagi atau tidak dapat diperbaiki lagi dikemudian hari. Kemudian direncanakan

dalam anggaran rutin dan pengajuan penggantian baru.

Pembelian peralatan baru sepengetahuan kepala IKO dan kepala Bidang

pelayanan medis dengan mengajukan permintaan penggantian peralatan ke

logistik khusus.

Pengajuan anggaran rutin untuk pengadaan barang kepada tim pengadaan barang

rumah sakit, disertai dengan perkiraan harga.

Setelah anggaran yang diajukan disetujui oleh tim perencanaan, tim perencanaan

berkoordinasi dengan tim pembelian rumah sakit.

Bila sudah terealisasi kepala IKO menerima alat dan menandatangani buku

penerimaan barang serta berita acara penerimaan barang dari tim penerima

barangserta menuliskan pada buku inventaris IKO.

D. Alat yang memerlukan kalibrasi

Tabel 5.1 alat yang memerlukan kalibrasi

No. Nama Barang Jumlah Keterangan1. Mesin anastesi 5 buah2. ventilator 1 buah3. Monitor EKG 11 buah

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 21: BAB II-VII PAB

6

4. Kauter 5 buah5. Suction 3 buah6. C. Agen 1 set 7. Blood wagner 1 buah8. DC Syok 1 buah

Setiap tahun Instalasi Kamar Operasi membuat anggaran tahunan, memasukkan alat-alat yang perlu

dikalibrasi. Ada alat yang tiap tahunnya memerlukan kalibrasi, dan ada juga untuk beberapa tahun

baru memerlukan kalibrasi.

Procedure

1. IKO membuat daftar alat yang akan dikalibrasi

2. Mengajukan permohonan untuk kalibrasi alat kepada Direktur Rumah Sakit

3. Direktur akan membuat surat ke BPFK (Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan)

4. BPFK membuat penawaran estimasi biaya

5. BPFK menyurati dan mengirimkan petugas pelaksana.

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien

lebih nyaman. Hal ini termasuk asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang

berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 22: BAB II-VII PAB

6

insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya

resiko.

Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat

mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan....(penyakit, cidera, cacat, kematian dan lain-

lain) yang seharusnya tidak terjadi.

B. Tujuan

Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh tindakan

akibat melaksanakan suatu tindakan atau mengambil tindakan yang tidak seharusnya

diambil. Sedari itu sistem keselamatan pasien mempunyai tujuan agar budaya

keselamatan pasien di rumah sakit. Meningkatnya asibilitas rumah sakit terhadap

pasien dan masyarakat, menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit dan

terlaksananya program-program pencegahan sehinggatidak terjadi pengulangan

kejadian yang tidak diharapkan.

C. Tata Laksana keselamatan Pasien

Dalam melaksanakan keselamatan pasien ada tujuh langkah menuju keselamatan

pasien di Rumah Sakit. Adapun tujuh langkah tersebut adalah :

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan badan

kepemimpinan yang adil dan terbuka.

2. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen fokus yang

kuat dan jelas, tentang keselamatan pasien.

3. Mengapresiasikan aktivitas pengelolaan resiko.

4. Mengembangkan sistem pelaporan. Memudahkan karyawan agar dengan

mudah dapat melporkan kejadian atas insiden, serta rumah sakit mengatur

pelaporan kepada KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit).

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan cara-cara

komunikasi yang terbuka dengan pasien.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong

karyawan untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan

mengapa kejadian itu terjadi.

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 23: BAB II-VII PAB

6

7. Mencegah cidera melalui implementasi keselamatan pasien. Menggunakan

informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan perubahan

pada sistem pelayanan.

Dalam melaksanakan keselamatan pasien standart keselamatan pasien harus diterapkan.

Standarat ntersebut adalah :

1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi

dan program peningkatan keselamatan pasien.

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai

keselamatan pasien.

Langkah-langkah penerapan keselamatan pasien di rumah sakit

1. Menetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola program

keselamatan pasien rumah sakit.

2. Menyusun program keselamatan pasien rumah sakit jangka pendek 1-2 tahun

3. Mensosialisasikan konsep dan program keselamatan pasien rumah sakit

4. Mengadakan pelatihan keselamatan pasien rumah sakit bagi jajaran manajemen

dan karyawan.

5. Menerapkan sistem pelaporan insiden (peristiwa keselamatan pasien)

6. Meningkatkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit seperti

tersebut diatas.

7. Meningkatkan standart keselamatan pasien rumah sakit (seperti tersebut

diatas) dan melakukan .................dengan instrumen akreditasi pelayanan

keselamatan pasien rumah sakit.

8. Program khusus keselamatan pasien rumah sakit

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 24: BAB II-VII PAB

6

9. Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan program keselamatan pasien rumah

sakit dan kejadian tidak diharapkan.

Sasaran Keselamatan Pasien Di Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Soekandar

1. Ketepatan identifikasi pasien

2. Peningkatan komunikasi yang efektif

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

4. Keputusan tepat-lokasi, tepat- prosedur, tepat-pasien operasi

5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

6. Pengurangan resiko pasien jatuh

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 pasal 164 ayat (1) menyatakan bahwa upaya

keselamatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 25: BAB II-VII PAB

6

kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah Sakit adalah tempat kerja

yang termasuk dalam kategori seperti disebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan

dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja ini bertujuan melindungi karyawan

dan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di dalam dan di luar rumah sakit.

Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa “setiap warganegara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam hal ini pekerjaan

yang dimaksud adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada

dalam kondisi sehat dan selamat, bebeas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat

hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari perlindungan

terhadap pekerja, dalam hal ini pada pelayanan anastesi, dan perlindungan terhadap Rumah Sakit.

Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja akan

meningkatkan produktivitas pekerja dan produktivitas rumah sakit. Undang-undang Nomor 1

tahun1970 tentang keselamatan kerja dimaksudkan untuk menjamin :

a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan

sehat dan selamat.

b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.

c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.

Faktor-faktor yangmenimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan pada tiga

kelompok, yaitu :

a. Kondisi dan lingkungan kerja

b. Kesadaran dan kualitas pekerja

c. Peranan dan kualitas management

Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja kesehatan dan penyakit akibat kerja dapat

terjadi bila :

- Peralatan tidak memenuhi standart kualitas atau bila sudah aus.

- Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi

- Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadahi, ruanga terlalu panas atau

terlalu dingin.

- Tidak tersedia alat-alat pengamanan

- Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dan lain-lain.

a. Perlindungan keselamatan kerja dan kesehatan petugas kesehatan

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 26: BAB II-VII PAB

6

Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan pelatihan mengenai

penularan dan penyebaran penyakit, tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang

sesuai dengan protokol.

Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan umum

mengenai penyakit tersebut.

Petugas kesehatan yang kontak langsung dengan pasien menular melalui udara harus

menjaga fungsi saluran pernafasan ( tidak merokok, tidak minum dingin ) dengan baik,

dan menjaga kebersihan tangan.

b. Petunjuk pencegahan infeksi untuk petugas kesehatan

Pada pelayanan anastesiologi, untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam urusan

pelayanan kesehatan, petugas harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), cuci

tangan yang sesuai untuk kewaspadaan standart dan kewaspadaan isolasi (berdasarkan

penularan secara kontak droplet atau udara) sesuai dengan penyebaran penyakit menular

lewat darah.

Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang segala penyakit menular

yang sedang dihadapi

Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus di evaluasi untuk

menemukan agar penyeba. Dan ditentukan apakah perlu dipindah tugaskan dari kontak

langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di Instalasi pelayanan intensif

(IPI), ruang rawat anak, ruang bayi.

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, maka saat ini

masyarakat semakin memperhatikan mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya.

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 27: BAB II-VII PAB

6

Pengendalian mutu harus dilakukan demi kepentingan dan kepuasan dari klien sebagaimana

mestinya. Dan mendapat kepercayaan masyarakat terhadapa pelayanan anastesi di rumah sakit umum

Soekandar Mojosari pada umumnya. Indikator mutu pelayanan anastesiologi di Rumah Sakit

mengacu pada Indikator Mutu Pelayanan RS SOEKANDAR yaitu :

1. Kejadian Kematian Di Kamar Operasi

Ruang lingkup : kejadian kematian di kamar operasi

Dimensi mutu : keselamatan, efektivitas dan kompetensi

Tujuan : tergambarkannya efektivitas pelayanan bedan, anastesi dan

kepribadian terhadapa keselamatan pasien.

Definisi operasional : kematian di meja operasi adalah kematian yang terjadi di

kamar operasi pada saat operasi berlangsung, atau selama

pasien berada di ruang pulih sadar, yang diakibatkan oleh

tindakan anastesi maupun pembedahan.

Kriteria Inklusi : -

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : jumlah pasien yang meninggal di kamar operasi selama kurun

waktu satu bulan.

Denominator : jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan selama

kurun waktu satu bulan.

Standart : 0,5%

2. Ketidak Lengkapan Laporan Anastesi

Ruang lingkup : Ketidak lengkapan Laporan Anastesi

Dimensi mutu : efektivitas

Tujuan : tergambarkannya efektivitas pelayanan anastesi dan

kepribadian terhadapa keselamatan pasien.

Definisi operasional : ketidak lengkapan penulisan laporan anastesi setelah pasien

keluar dari kamar operasi

Kriteria Inklusi : semua laporan tindakan anastesi di kamar operasi

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : jumlah ketidak lengkapan laporan anastesi dalam bulan

tersebut

Denominator : jumlah pasien anastesi pada bulan tersebut

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 28: BAB II-VII PAB

6

Standart : 1%

3. Insiden Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat Inap

Ruang lingkup : Ketidaktepatan identifikasi pasien yang dirawat Rumah Sakit

Dimensi mutu : Keselamatan pasien 

Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien rawat inap 

Definisi operasional : Ketidaktepatan identifikasi pasien adalah kesalahan penentuan

identitas pasien sejak awal pasien masuk sampai dengan

pasien keluar terhadap semua pelayanan yang diterima oleh

pasien.

Kriteria Inklusi : - Ketidaktepatan penulisan identitas (nama, tanggal lahir,

alamat, nomor RM)

- Ketidaktepatan pemilihan gelang identitas

- Ketidaktepatan prosedur konfirmasi identitas pasien

(antara lain konfirmasi dengan pertanyaan terbuka) 

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : Jumlah ketidaktepatan identifikasi pasien

Denominator : Jumlah pasien yang menggunakan gelang identitas

Standart : 0%

4. Insiden Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat Jalan

Ruang lingkup : Ketidaktepatan identifikasi pasien yang dirawat Rumah Sakit

Dimensi mutu : Keselamatan pasien 

Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien rawat jalan

Definisi operasional : Ketidaktepatan identifikasi pasien adalah kesalahan penentuan

identitas pasien sejak awal pasien masuk sampai dengan

pasien keluar terhadap semua pelayanan yang diterima oleh

pasien.

Kriteria Inklusi : - Ketidaktepatan penulisan identitas (nama, tanggal lahir,

alamat, nomor RM [Type the company name] | [Type the company address]

Page 29: BAB II-VII PAB

6

- Ketidaktepatan pemilihan gelang identitas

- Ketidaktepatan prosedur konfirmasi identitas pasien

(antara lain konfirmasi dengan pertanyaan terbuka) 

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : Jumlah ketidaktepatan identifikasi pasien

Denominator : -

Standart : 0%

5. Insiden Kejadian Pasien Jatuh

Ruang lingkup : Terjadinya pasien jatuh di lingkungan rumah sakit 

Dimensi mutu : Keselamatan Pasien

Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien melalui pengurangan risiko

jatuh.

Definisi operasional : Pasien jatuh di lingkungan rumah sakit oleh sebab apa pun

Kriteria Inklusi : Tidak melakukan pengkajian Skala Morse Fall Risk pada

pasien dewasa, skala Humpthy Dumpty pada pasien pediatrik,

skala Ontario-Sidney Scoring pada pasien geriatri yang

menjalani Rawat Inap

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : Angka kejadian pasien jatuh

Denominator : -

Standart : 0

6. Insiden Kemasan Obat yang Perlu di Waspadai

Ruang lingkup : Kurangnya keamanan pengelolaan obat-obatan yang bersifat

NORUM atau LASA dan elektrolit konsentrat

Dimensi mutu : Keselamatan Pasien

Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien melalui peningkatan

keamanan obat

Definisi operasional : Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering

menyebabkan KTD atau kejadian sentinel

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 30: BAB II-VII PAB

6

Kriteria Inklusi : - Penyimpanan obat NORUM atau LASA dan elektrolit

konsentrat tidak sesuai prosedur (penyimpanan terpisah,

elektrolit konsentrat diberi stiker orange, obat NORUM

atau LASA diberi stiker hijau)

- Pemberian obat NORUM atau LASA dan elektrolit

konsentrat tidak menggunakan prosedur 6 B

- Tidak ada daftar obat NORUM atau LASA dan elektrolit

konsentrat di masing-masing unit.

- Prosedur ejaan tidak digunakan untuk obat yang bersifat

LASA atau NORUM

Kriteria Eksklusi : Obat-obatan yang tidak tergolong elektrolit konsentrat dan

NORUM atau LASA

Numerator : Insiden kejadian kesalahan yang terkait dengan obat yang

perlu diwaspadai (high alert medications)

Denominator : -

Standart : 0

7. Insiden Ketidakpatuhan Cuci Tangan

Ruang lingkup : Ketidakpatuhan cuci tangan oleh petugas kesehatan

Dimensi mutu : Keselamatan Pasien 

Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien melalui kegiatan mencuci

tangan.

Definisi operasional : Ketidakpatuhan mencuci tangan meliputi ketidakpatuhan

waktu atau 5 momen cuci tangan dan ketidakpatuhan 6

langkah cuci tangan

Kriteria Inklusi : - Tidak melakukan cuci tangan pada 5 momen cuci tangan

- Tidak melakukan cuci tangan sesuai 6 langkah cuci

tangan

Kriteria Eksklusi : -

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 31: BAB II-VII PAB

6

Numerator : Insiden kejadian ketidakpatuhan cuci tangan oleh petugas

kesehatan

Denominator : -

Standart : 0

8. Insiden Komunikasi yang Kurang Efektif

Ruang lingkup : Komunikasi lisan /melalui telepon yang kurang efektif antar

pemberi pelayanan tentang pelaporan kembali hasil

pemeriksaan dan kondisi pasien.

Dimensi mutu : Keselamatan pasien

Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien melalui komunikasi lisan

yang efektif

Definisi operasional :

Kriteria Inklusi : - Kesalahan Prosedur komunikasi lisan/via telepon: Write back, Read back dan Repeat Back (reconfirm)

- Pelaporan secara lisan yang tidak menggunakan prosedur

SBAR

- Prosedur  spelling / ejaan tidak digunakan untuk obat

yang

bersifat LASA / NORUM

Kriteria Eksklusi : Komunikasi non lisan / tertulis

Numerator : Jumlah ketidaktepatan komunikasi lisan / via telepon 

Denominator : -

Standart : 0

9. Insiden operasi tanpa spesialis anastesi

Ruang lingkup : Terjadinya Insiden operasi tanpa spesialis anestesi

Dimensi mutu : Keselamatan Pasien

Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan tidak terjadinya

insiden operasi tanpa spesialis anestesi.

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 32: BAB II-VII PAB

6

Definisi Operasional : Terjadinya insiden dilakukan tindakan pembiusan pada pasien

yang dioperasi tanpa dokter spesialis anestesi

Kriteria Inklusi : Tidakan operasi dilakukan pembiusan tanpa dokter anestesi,

hanya oleh asisten atau operator saja

Kriteria Eksklusi : -

Numerator : Insiden kejadian operasi tanpa spesialis anestesi

Denominator : -

Standart : 0

[Type the company name] | [Type the company address]

Page 33: BAB II-VII PAB

6

BAB IX

PENUTUP

Pedoman pelayanan anastesiologi di Rumah Sakit Umur Prof. Dr. SOEKANDAR

MOJOSARI ini hendaknya dijadikan acuan Rumah Sakit dalam pengelolaan penyelenggaraan dan

penyusunan standart prosedure operasional pelayanan anastesiologi di rumah sakit. Dibutuhkan

dukungan dari semua pihak terutama Pimpinan Rumah Sakit agar mutu pelayanan anastesiologi dan

keselamatan pasien dapat senantiasa ditingkatkan dan dipertahankan sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anastesiologi.

[Type the company name] | [Type the company address]