bab ii tinjauan umum mengenai perang dan … ii.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya...

21
17 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN PERWAKILAN DIPLOMATIK 2.1 Konsep Perang dan Damai Eksistensi dan bahkan pengertian dari perang merupakan topik yang menjadi kontroversi hingga kini. Perang telah ada sebelum lahirnya hukum internasional, bahkan perang sudah ada sebelum munculnya negara-negara didunia ini. Perang pertama kali terjadi pada masa prasejarah yang dikenal dengan Prehistoric Warfare. Sejarah kemudian berlanjut pada Ancient Warfare seperti The Battle of Thermopylae pada 480 Sebelum Masehi yaitu perang yang terjadi antara prajurit Yunani kuno yang menurut Herodotus, seorang sejarawan yunani kuno sebanyak lima ribu dua ratus orang melawan pasukan Persia yang berjumlah dua setengah juta orang. 1 Perang Kalingga (265-264 SM) di India dan masih banyak contoh-contoh lainnya. Berikutnya adalah peperangan di abad pertengahan yang pada era itu terjadi perang salib dan ekspansi Mongol. Setelah itu, perang masuk pada era Early Modern Warfare seperti perang saudara Inggris (1642-1646, 1648- 1649, 1649-1651), perang saat suksesi Spanyol (1701-1714), Napoleonic War (1803-1815), dan perang saudara Amerika Serikat (1861-1865). 1 http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+8.24 diakses pada tanggal 27 Oktober 2015 pukul 20.25 WITA

Upload: vophuc

Post on 07-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

17

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN PERWAKILAN

DIPLOMATIK

2.1 Konsep Perang dan Damai

Eksistensi dan bahkan pengertian dari perang merupakan topik yang

menjadi kontroversi hingga kini. Perang telah ada sebelum lahirnya hukum

internasional, bahkan perang sudah ada sebelum munculnya negara-negara didunia

ini. Perang pertama kali terjadi pada masa prasejarah yang dikenal dengan

Prehistoric Warfare. Sejarah kemudian berlanjut pada Ancient Warfare seperti The

Battle of Thermopylae pada 480 Sebelum Masehi yaitu perang yang terjadi antara

prajurit Yunani kuno yang menurut Herodotus, seorang sejarawan yunani kuno

sebanyak lima ribu dua ratus orang melawan pasukan Persia yang berjumlah dua

setengah juta orang.1 Perang Kalingga (265-264 SM) di India dan masih banyak

contoh-contoh lainnya. Berikutnya adalah peperangan di abad pertengahan yang

pada era itu terjadi perang salib dan ekspansi Mongol. Setelah itu, perang masuk

pada era Early Modern Warfare seperti perang saudara Inggris (1642-1646, 1648-

1649, 1649-1651), perang saat suksesi Spanyol (1701-1714), Napoleonic War

(1803-1815), dan perang saudara Amerika Serikat (1861-1865).

1http://www.perseus.tufts.edu/hopper/text?doc=Hdt.+8.24 diakses pada tanggal 27

Oktober 2015 pukul 20.25 WITA

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

18

Berlanjut ke Perang Dunia pertama dan kedua, dan hingga sekarang perang masih

saja berlangsung di berbagai belahan dunia, terutama di wilayah Timur Tengah.

Salah satu definisi klasik tentang perang dikemukakan oleh Karl von

Clausewitz yang mendefinisikan perang sebagai perjuangan dalam skala besar yang

dimaksudkan oleh salah satu pihak untuk menundukkan lawannya guna memenuhi

kehendaknya.2 Dalam definisi tersebut terdapat dua aspek penting mengenai perang

yaitu, perang dilakukan dalam skala besar, dan pihak-pihak yang terlibat dalam

perang memiliki tujuan untuk menundukkan dan memaksakan persyaratan-

persyaratan tertentu. J.G. Starke juga berpendapat bahwa pembedaan perang dan

konflik bersenjata bukan perang dapat dilihat dari dimensi konflik, maksud-maksud

para kontestan, serta sikap dan reaksi pihak ketiga yang bukan kontestan.3

Definisi lain dikemukakan oleh Oppenheim yang mengemukakan pendapat

bahwa perang adalah, ‘… a contention between two or more States through their

armed forces, for the purpose of overpowering each other and imposing such

conditions of peace as the victor pleases’.4 Berpijak pada definisi Oppenheim tadi,

Dinstein berpendapat bahwa perang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:5

2 J.G. Starke, 2004, Pengantar Hukum Internasional 2, Edisi Kesepuluh, cet. V, terjemahan

Bambang Iriana Djajaatmaja, Sinar Grafika, Jakarta, h.699.

3Ibid, h. 703

4Yoram Dinstein, 2004, War, Agression and Self-Defense, edisi ketiga, Cambridge

Universiti Press, Cambridge, h. 4. Melalui URL:

https://books.google.co.id/books?id=gn6gYjdBzyYC&dq=Yoram+Dinstein,+2004,+War,+Aggres

sion+and+Self-Defense,&hl=id&source=gbs_navlinks_s diakses pada tanggal 28 Oktober 2015

pukul 19.25 WITA

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

19

a. ada permusuhan diantara setidaknya dua negara;

b. ada penggunaan angkatan bersenjata oleh kontestan;

c. ada tujuan untuk mengalahkan negara yang menjadi musuh;

d. tujuan mengalahkan musuh secara simetris ada pada negara-negara

yang terlibat;

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, secara umum perang lazimnya

dianggap sebagai konflik bersenjata yang terjadi diantara negara-negara.6 Jadi,

dapat dikatakan bahwa perang adalah salah satu wujud dari konflik bersenjata

(armed conflict).

Secara sistematik, konflik bersenjata dapat dibedakan menjadi dua kategori,

yakni konflik bersenjata yang bersifat internasional dan yang non-internasional

(internal atau domestik). Konflik bersenjata dikatakan bersifat internasional kalau

pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut adalah negara berhadapan dengan

negara. Konflik bersenjata dikategorikan sebagai konflik non-internasional kalau

yang berhadapan dalam koflik itu adalah setidaknya salah-satunya adalah

kelompok bersenjata bukan negara. Konflik bersenjata internasional dibedakan lagi

menjadi perang dan bukan perang. Konflik bersenjata internasional bukan perang

terjadi saat dua atau lebih negara terlibat dalam penggunaan kekerasan senjata satu

sama lain, namun skala penggunaan kekerasan senjata itu tidak bersifat luas, dan

5 Ibid, h. 4-5

6 Ibid, h. 5.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

20

tujuannya pun bukan untuk mengalahkan musuh secara total dan memaksakan

syarat-syarat perdamaian.

Berbicara tentang perang, tidak dapat dipisahkan dengan kaidah-kaidah

yang mengatur hal tersebut. War, like most other field of human activity, today is

regulated and contained by a body of laws,7 demikian pernah ditulis oleh Morris

Greenspan. Hukum yang mengatur perang itu disebut Hukum Perang (laws of war,

Kriegsrecht, Ologsrecht, dan sebagainya). Lauterpacht berpendapat bahwa laws of

war are the rules of the law of nations respecting warfare.8 Dengan lahirnya Hukum

Perang yang kini berganti nama menjadi Hukum Humaniter maka pelanggaran-

pelanggaran yang dilakukan negara-negara dalam berperang harusnya dapat sedikit

dikurangi.

Sementara itu, damai memiliki banyak arti, namun dalam kaitannya dengan

karya ilmiah ini, maka penulis memilih definisi damai sebagai ketiadaan perang,

tercapainya persetujuan untuk mengakhiri perang, atau periode dimana para pihak

tidak lagi menggunakan kekuatannya untuk memerangi musuh.

7 Morris Greenspan, 1959, The Modern Law of Land Warfare, University Of California

Press, tanpa tempat tebit, h. 4. Melalui URL:

https://books.google.co.id/books?id=8muPAAAAMAAJ&q=Morris+Greenspan,+1959,+The+Mo

dern+Law+of+Land+Warfare&dq=Morris+Greenspan,+1959,+The+Modern+Law+of+Land+War

fare&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjC_8jbnNPJAhWEGZQKHZkPCvMQ6AEIGjAA diakses

pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 19.25 WITA

8 Sir Hersch Lauterpacht, 1955, International Law, vol.2, tanpa penerbit, tanpa tempat

terbit, h. 226. Melalui URL:

https://books.google.co.id/books?id=N0s9AAAAIAAJ&dq=Sir+Hersch+Lauterpacht,+1955,+Inte

rnational+Law&hl=id&source=gbs_navlinks_s diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 19.50

WITA

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

21

2.2 Sejarah Diplomasi

Secara etiomlogi, istilah diploma berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang

dapat diartikan sebagai surat kepercayaan. Perkataan diplomasi kemudian

menjelma menjadi istilah diplomati, diplomasi, dan diplomatik.9 Herman F. Eilts

dalam bukunya, “Diplomacy-Contemporary Practice” mengatakan bahwa

diplomasi adalah seni atau ilmu yang harus dilakukan sehubungan dengan transaksi

urusan-urusan antara negara-negara berdaulat dengan menggunakan sarana agen-

agen terekstradisi (diakui) dan menurut hukum internasional; diplomasi merupakan

metode atau prosedur yang diterapkan dalam manajemen negosiasi internasional.10

Secara sederhana, diplomasi bisa didefinisikan sebagai proses politik yang

denganya entitas politik, umumnya negara, melakukan hubungan-hubungan luar

negeri satu sama lain dalam lingkungan internasional.11

Dilacak dari asal usulnya, diplomasi dimulai pada zaman kuno. Orang Cina,

India, Mesir, dan Mesopotamia pada ratusan tahun sebelum Masehi telah

mengirimkan dan menerima utusan dari dan ke negara lain yang bertugas untuk

merancang perdamaian dan berusaha menyelesaikan perselisihan.12 Di Barat,

9 C.S.T Kansil, 2002, Modul Hukum Internasional, Djambatan, Jakarta, h.71.

10Elmer Plischke, 1979, Modern Diplomacy: The Art and the Artisans, American

Enterprise Institute, Washington D.C, h. 4. Melalui URL:

https://books.google.co.id/books?id=x_IlAAAAMAAJ&q=Elmer+Plischke,+1979,+Modern+Dipl

omacy:+The+Art+and+the+Artisans&dq=Elmer+Plischke,+1979,+Modern+Diplomacy:+The+Art

+and+the+Artisans&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiU5vLFntPJAhVBuJQKHeIIBd0Q6AEIGjAA

diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 pukul 20.20 WITA

11 Ambarwati, Denny Ramdhany, dan Rina Rusman, 2010, Hukum Humaniter

Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, h. 113.

12 Ibid, h. 118

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

22

diplomasi modern dimulai di abad kedua belas atau tiga belas ketika penguasa-

penguasa wilayah mengirim utusan kepada penguasa lainnya. Para utusan ini

bertugas menyampaikan pandangan penguasa yang mengutusnya dan berunding

dan membuat kesepakatan atas nama majikannya dengan penguasa setempat.

Perkembangan diplomasi di abad empat belas atau lima belas dimana

negara-negara kecil Italia mulai mengirim utusan-utusan yang menetap di luar

negeri. Praktik ini kemudian diikuti oleh negara-negara lain yang berdaulat dan

dijadikan model standar di Eropa. Tujuan menetapnya utusan-utusan tersebut

adalah agar mereka bisa memonitior kejadian di negara lain tersebut secara terus-

menerus demi kepentingan negara asal.

Perkembangan berikutnya terjadi karena adanya kongres Wina 1815. Saat

itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik di antara

negara-negara Eropa. Lalu setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya tahun

1958 Komisi Hukum Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat rancangan konvensi

diplomatik yang mengatur tugas dan tanggung jawab korps diplomatik.13

Dalam sejarahnya, diplomasi memiliki banyak metode dalam

pelaksanaannya. Namun, terdapat dua yang paling dikenal adalah Metode Perancis

(diplomasi lama/tradisional) dan Metode Amerika (diplomasi baru). Metode

Perancis adalah teori dan praktik negosiasi internasional yang dicetuskan oleh

Richeliu, dianalisis oleh Callieres dan dipraktikkan oleh semua negara Eropa

13 Elmer Plischke, op.cit, h. 5-7

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

23

selama tiga abad sebelum perang dunia pertama.14 Ada lima hal yang menjadi

karakteristik diplomasi tradisional ini, diantaranya:

a. Eropa dianggap sebagai wilayah yang paling penting di dunia

b. Asumsi bahwa negara-negara dengan kekuatan besar lebih baik

disbanding negara-negara kecil, karena mereka memiliki

kepentingan dan tanggung jawab lebih besar, memiliki lebih banyak

uang dan tentunya senjata

c. Negara-negara dengan kekuatan besar memiliki tanggung jawab

bersama terhadap perilaku negara-negara kecil dan preservasi

perdamaian diantara mereka.

d. Keberadaan pelayanan diplomasi professional yang seragam di

seluruh negara Eropa. Mereka mewakili pemerintahnya di ibukota

negara lain dan memiliki standar pendidikan yang sama, perjalanan

dan tujuan yang sama pula.

e. Aturan yang menjelaskan negosiasi harus bersifat rahasia

(confidential).

Diplomasi baru (new diplomacy) pada sisi yang lain mulai berkembang pada

perang dunia pertama, yang oleh Harold Nicolson disebut sebagai Diplomasi

Metode Amerika. Karakteristik diplomasi baru ini mencakup beberapa hal, yaitu

terdiri atas diplomasi parlementer yang dipraktikkan di organisasi internasional

(Liga Bangsa-Bangsa), diplomasi personal para pemimpin politik, dan diplomasi

14 Ibid, h. 43

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

24

terbuka. Diplomasi baru ini disebut juga diplomasi demokratis yang digambarkan

dengan peningkatan respons pada rakyat, berkurangnya rahasia pemerintah, dan

kontrol legislatif yang lebih besar.

Perkembangan dalam metode diplomasi diatas disebabkan oleh beberapa

hal. Pertama, perubahan substansial pada komposisi negara-negara didunia. Pada

abad XIX hanya sedikit negara yang termasuk dalam komunitas diplomatik dan

kebanyakan berada di Eropa, Amerika, dan Asia dimana hanya Jepang dan Cina

yang lebih menonjol. Ketika memasuki abad XX banyak negara-negara yang baru

merdeka dan menjadi anggota komunitas internasional. Kedua, peningkatan

kepentingan dan perhatian antar negara dalam hal perdagangan internasional,

kemajuan ilmu pengetahuan, dan interaksi antarnegara di bidang budaya, ekonomi,

sosial, dan keuangan. Ketiga, revolusi dalam bidang teknologi transportasi dan

komunikasi. Keempat, perubahan dalam proses diplomasi. Dimana setelah perang

dunia II, proses diplomasi juga dimaksudkan untuk mempromosikan ideology dan

konflik sehingga para diplomat menjadi dai-dai ideology, agen spionase, dan para

subversif. Kelima, munculnya persepsi yang lebih demokratis tentang hubungan

internasional dengan partisipasi rakyat secara langsung maupun tidak langsung

dalam kepentingan nasional, bukan hanya dipercayakan oleh segelintir elit tertentu.

Terakhir, meningkatkan posisi Amerika Serikat dalam dunia internasional setelah

Perang Dunia II.15 Hingga kini, diplomasi baru atau model Amerika masih

dianggap yang paling relevan dalam pelaksanaannya.

15 Ambarwati, Denny Ramdhany, dan Rina Rusman, op. cit, h.121-122.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

25

Berkembangnya diplomasi melahirkan aturan-aturan mengenai praktik-

praktik hubungan diplomatik dan hubungan internasional lainnya seperti Konvensi

Wina 1961 tentang Hubungan diolomatik beserta protokol-protokol pilihan,

Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler beserta protokol-protokol

pilihan, Konvensi New York 1969 mengenai Misi Khusus beserta protokol-

protokol pilihan, Konvensi New York 1973 mengenai Pencegahan dan

Penghukuman Kejahatan terhadap orang-orang yang menurut Hukum Internasional

dilindungi, termasuk para diplomat, Konvensi Wina 1975 mengenai Keterwakilan

Negara dalam Hubungannya dengan Organisasi Internasional yang bersifat

Universal.

2.3 Konsep Perwakilan Diplomatik dalam Hukum Nasional dan Hukum

Internasional.

Dalam peraturan hukum nasional, pengertian perwakilan diplomatik dapat

ditemukan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 tahun 2003

tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang

menyatakan berikut:

Pasal 1 angka 4 KEPRES RI Nomor 108 tahun 2003:

” Perwakilan Diplomatik adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia dan

Perutusan Tetap Republik Indonesia yang melakukan kegiatan diplomatik

di seluruh wilayah Negara Penerima dan/atau pada Organisasi Internasional

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

26

untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara dan

Pemerintah Republik Indonesia.”

Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa perwakilan

diplomatik terdiri dari Kedutaan Besar Republik Indonesia yang berupa gedung-

gedung perwakilan (the premises of mission) dan Perutusan Tetap Republik

Indonesia sebagai utusan-utusan yang dikirim oleh Republik Indonesia demi

menjalankan misi diplomatik di negara penerima. Pengertian inilah yang menjadi

acuan penulis dalam menggunakan istilah “perwakilan diplomatik” dalam karya

ilmiah ini.

Pengaturan hukum internasional mengenai pengertian dari perwakilan

diplomatik tidak diatur secara tegas. Akan tetapi, penulis menemukan pembagian

dari perwakilan diplomatik dalam Konvensi Wina 1961 khususnya dalam pasal 1

yang menjelaskan pengertian dari heads of mission, members of the mission,

members of staff of the mission, members of diplomatic staff, diplomatic agent,

members of the administrative and technical staff, members of the service staff,

private servant, dan premises of the mission.16

Dari penjelasan-penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa perwakilan

diplomatik terdiri atas utusan diplomatik atau wakil diplomatik atau agen

diplomatik, dan gedung perwakilan diplomatik.

16 Pasal 1 Konvensi Wina 1961

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

27

2.3.1 Konsep agen diplomatik.

Menurut Konvensi Wina 1961, agen diplomatik atau disebut juga wakil

diplomatik atau pejabat diplomatik adalah kepala misi atau anggota dari staf misi

diplomatik. Istilah agen diplomatik yang dulu hanya dipakai untuk menyebut

kepala misi, sekarang mencakup pula anggota-anggota staf diplomatik misi;

anggota-anggota staf diplomatik tidak saja mencakup anggota-anggota dinas

diplomatik, tetapi juga atase-atase (para ahli yang diperbantukan dalam kedutaan),

penasihat, dan anggota-anggota departemen lain, dengan syarat mereka berpangkat

diplomatik.17

Istilah pangkat diplomatik tidak dirusmuskan, tetapi dalam hubungan ini

dipakai untuk menyebut pada serangkaian pangkat pada misi diplomatik, yang

menurut tradisi memberi hak kepada pemegang hak-hak diplomasi dan kekebalan

penuh. Meskipun tidak terdapat dalam Konvensi Wina, praktik diplomasi sehari-

hari telah mengembangkan klasifikasi pejabat diplomatik yang dikenal dengan

gelar/kepangkatan dengan urutan yang lengkap sebagai berikut.18

1) Duta Besar

2) Minister

3) Minister Counsellor

4) Counsellor

17 Syahmin AK, op.cit, h. 57.

18 Ibid, h. 55.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

28

5) Sekretaris Pertama

6) Sekretaris Kedua

7) Sekretaris Ketiga

8) Atase: teknik, militer, kebudayaan, pendidikan, perdagangan,

pertanian dan perburuhan, dan lain-lain.

Mengenai praktik di Indonesia, sesuai penjelasan Pasal 33 UU No. 37

Tahun 1999 tentang Hubungan luar negeri yang juga mengacu pada Kongres Wina

1815, Kongres Aken 1818, Konvensi Wina 1961 dan praktik internasional, jenjang

kepangkatan dan gelar diplomatik yang berlaku di KBRI-KBRI di luar negeri

adalah:

1) Duta besar;

2) Minister;

3) Minister Counsellor

4) Counsellor

5) Sekretaris Pertama

6) Sekretaris Kedua

7) Sekretaris Ketiga

8) Atase (attache)

Jenjang kepangkatan dan gelar diplomatik termasuk penggunaan gelar duta besar

diatur dengan keputusan menteri.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

29

Pasal 14 sampai 18 Konvensi Wina 1961 memberi klasifikasi mengenai

pimpinan perutusan diplomatik menjadi tiga kelompok:19

1) Duta Besar (Ambassador) atau utusan diplomatik Paus (nuncios)

yang diakreditasikan kepada Kepala Negara dan pimpinan perutusan

lainnya yang setingkat itu.

2) Duta, Minister dan Internuncios yang diakreditasikan kepada

Kepala Negara.

3) Kuasa Usaha (Charges d’affaire) yang diakreditasikan kepada

Menteri Luar Negeri.

Kecuali dalam masalah pengutamaan dan tata cara, tidak ada perbedaan antara pada

pimpinan misi karena alasan penggolongannya. Dan golongan pimpinan misi yang

ditunjuk harus disepakati diantara negara-negara. Penambahan gelar Duta Besar,

sebagai pembeda dari duta, kepada pimpinan misi diplomatik bergantung pada

berbagai macam faktor termasuk tingkatan negara terkait.

Sesuai Pasal 7 Konvensi Wina 1961, negara pengirim bebas mengangkat

anggota-anggota staf perwakilan. Ketentuan ini merupakan penekanan terhadap

prinsip umum hukum internasional bahwa pengangkatan staf perwakilan kecuali

duta besar tidak memerlukan persetujuan negara penerima. Setelah adanya

kesepakatan bagi pembukaan misi diplomatik tetap, maka terserah bagi negara

pengirim untuk menentukan besarnya perwakilan, yaitu jumlah pejabat dan staf

19 J.G. Starke, op.cit, h. 546-547.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

30

yang harus ditempatkan di negara penerima atas dasar volume pekerjaan dan tingkat

atau intensitas hubungan kedua negara. Mengenai besarnya staf perwakilan

diplomatik disuatu negara, biasanya tergantung dari kesanggupan negara pengirim

dan pentingnya negara penerima, serta tingkat hubungan antara kedua negara.20

2.3.2 Konsep gedung perwakilan.

Mengenai gedung perwakilan diplomatik, Konvensi Wina 1961 memberi

batasan yang jelas tentang pengertiannya. Menurut konvensi, gedung perwakilan

merupakan gedung-gedung ataupun bagian-bagiannya dan tanah tempat didirikan,

tanpa memperhatikan siapa pemiliknya yang digunakan untuk keperluan misi

termasuk rumah kediaman dari kepala perwakilan (the “premises of mission” are

the buildings or parts of buildings and the land ancillary threto, irrespective of

ownership, used for the purposes of the mission including the residence of the head

of the mission).21

Ketentuan diatas menyatakan bahwa gedung perwakilan diplomatik bukan

hanya bangunan yang menjadi kantor perwakilan beserta bagian-bagian dari

bangunan tersebut namun juga mencakup tanah tempat didirikan (ancillary threto)

dan rumah kediaman dari kepala perwakilan diplomatik. Hal ini sejalan dengan

20 Syahmin AK., op.cit, h. 62

21 Pasal 1 (i) Konvensi Wina 1961

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

31

pendapat Satow yang mengatakan bahwa baik gedung perwakilan maupun rumah

kediaman diplomat, keduanya menurut hukum internasional diperlakukan sama.22

2.4 Cabang-cabang Hukum Internasional yang Membahas Tentang

Perlindungan Hukum Bagi Perwakilan Diplomatik.

Dalam permasalahan ini, ada dua cabang hukum internasional yang

berkaitan dengan perlindungan hukum bagi perwakilan diplomatik dalam perang,

yaitu Hukum Diplomatik dan Hukum Humaniter

a. Hukum diplomatik.

Pada hakikatnya hukum diplomatik ini tidak lebih hanya merupakan bagian

dari hukum internasional publik, dan mempunyai sebagian sumber yang sama,

seperti kebiasaan-kebiasaan internasional, dan konvensi-konvensi internasional

(baik bilateral maupun multilateral) yang ada. Sementara itu, menurut Jan

Osmanczyk:23

“Hukum diplomatik merupakan cabang dari hukum kebiasaan internasional yang

terdiri dari seperangkat aturan-aturan dan norma-norma hukum yang menetapkan

22 Ernest Mason Satow, 1979, Guide to Diplomatic Practice, 5th edition, Longman Group

Ltd., London, h. 213. Melalui URL:

https://books.google.co.id/books?id=KWAUAAAAIAAJ&dq=Ernest%20Mason%20Satow%2C%

201979%2C%20Guide%20to%20Diplomatic%20Practice&hl=id&source=gbs_book_other_versio

ns diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pukul 18.50 WITA

23 Edmund Jan Osmanczyk, 1995, Encyclopedia of the United Nations and International

Agreement, Taylor and Francis, London. Melalui URL:

https://books.google.co.id/books?id=QqlFx7xHiSUC&dq=Edmund+Jan+Osmanczyk,+1995,+Enc

yclopedia+of+the+United+Nations+and+International+Agreement&hl=id&source=gbs_navlinks_

s diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pukul 19.43 WITA

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

32

kedudukan dan fungsi para diplomat, termasuk bentuk-bentuk organisasional dari

dinas diplomatik.”

Pada dasarnya, pengertian hukum diplomatik merupakan ketentuan atau

prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan diplomatik

antarnegara, tugas-tugas dari perwakilan diplomatik, kekebalan dan keistimewaan

perwakilan diplomatik, dan hal-hal lain yang diatur dalam konvensi-konvensi yang

berkaitan dengan diplomasi. Hal ini diperkuat dengan apa yang telah ditulis oleh

Eileen Denza mengenai Diplomatic Law, pada hakikatnya hanya menyangkut

komentar terhadap Konvensi Wina 1961.24

Hukum diplomatik mengatur dengan tegas mengenai kekebalan dan

kesitimewaan perwakilan diplomatik. Kekebalan dan keistimewaan ini

dikategorikan menjadi dua pengertian, yaitu Inviolability dan immunity.

Inviolability hanya diperuntukkan kekebalan terhadap organ-organ pemerintah atau

alat-alat kekuasaan negara penerima, dan kekebalan terhadap segala gangguan yang

merugikan serta hak untuk mendapatkan perlindungan dari aparat pemerintah

negara penerima. Sementara Immunity dimaksudkan sebagai kekebalan terhadap

yurisdiksi pengadilan negara pernerima baik dalam bidang hukum pidana maupun

bidang keperdataan.25

24 Syahmin AK., op.cit, h. 8

25 Ibid, h. 119

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

33

Adanya pemberian kekebalan dan keistimewaan bagi perwakilan

diplomatik pada dasarnya merupakan hasil sejarah dunia diplomasi yang sudah

lama, dimana pemberian semacam itu dianggap sebagai kebiasaan hukum

internasional.26 Dan sehubungan dengan hal tersebut, terdapat tiga teori mengenai

landasan hukum pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik di luar negeri,

yaitu sebagai berikut:27

a. Teori Eksteritorialitas. Menurut teori ini seorang pejabat diplomatik

dianggap seolah-olah tidak meninggalkan negerinya, berada di luar wilayah

akreditasi, walaupun sebenarnya ia berada di luar negeri dan melaksanakan

tugas-tugasnya disana. Demikian juga halnya dengan gedung perwakilan.28

b. Teori Representatif. Teori ini mengajarkan kita bahwa perwakilan

diplomatik mewakili negara pengirim dan kepala negaranya.29

c. Teori Kebutuhan Fungsional. Teori ini menyatakan bahwa keistimewaan

dan kekebalan diplomatik dan misi diplomatik hanya didasarkan pada

kebutuhan-kebutuhan fungsional agar para pejabat diplomatik tersebut

dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lancar. Teori inilah yang

diadopsi dalam mukadimah Konvensi Wina 1961.30

26 Ibid, h. 116 27 William W. Bishop Jr., 1971, International Law, Cases and Materials, Little, 3rd Edition,

Little, Brown and Company, Boston and Toronto, h. 710. Melalui URL:

https://books.google.co.id/books?id=iuWTjgEACAAJ&dq=William+W.+Bishop+Jr.,+1971,+Inter

national+Law,+Cases+and+Materials&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj8486XodPJAhWHVZQKH

ToeA6UQ6AEIKDAC diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pukul 22.43 WITA

28 Boer Mauna, op.cit, h. 547

29 Syahmin AK., op.cit, h. 117

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

34

Dalam konteks pengaturan perlindungan hukum bagi perwakilan

diplomatik di wilayah perang, Hukum diplomatik tentunya mempunyai peran yang

besar. Khususnya ketentuan mengenai kekebalan dan keistimewaan (Immunity &

Inviolability) bagi perwakilan diplomatik yang tidak hanya diatur dalam Konvensi

Wina 1961, tetapi juga terdapat dalam Konvensi New York 1973.

b. Hukum humaniter.

International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict atau biasa

disebut hukum humaniter berawal dari Hukum Perang (laws of war), yang

kemudian berkembang menjadi Hukum Sengketa Bersenjata (laws of armed

conflict).

Mochtar Kusumaatmadja membagi hukum perang sebagai berikut:31

1) Jus ad bellum, yaitu hukum tentang perang, yaitu hukum yang mengatur

dalam hal bagaimana Negara dibenarkan menggunakan kekerasan

senjata.

2) Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi lagi

menjadi dua yaitu:

Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of

war), atau Hague Laws

30 Ibid

31 Haryomataram I, op.cit, h. 6-7

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

35

Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi

korban perang, atau Geneva Laws

Haryomataram membagi hukum humaniter menjadi dua aturan pokok,

yaitu:32

1) Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang dapat dipakai untuk

berperang (Hukum den Haag)

2) Hukum yang mengenai perlindungan terhadap golongan kombat dan

penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa)

Dalam hukum perang, dikenal suatu prinsip yang membagi penduduk

(warga negara) negara yang sedang berperang atau yang sedang terlibat dalam suatu

pertikaian senjata (armed conflict) dalam dua kategori, yaitu golongan kombat dan

golongan yang harus dilindungi, dalam hal ini penduduk sipil (civilians). Golongan

kombat inilah yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (hostilities). Prinsip

membagi penduduk dalam dua golongan ini lazim disebut prinsip pembedaan atau

distinction principle.33

Prinsip pembedaan ini tercermin dari Konvensi Jenewa IV tahun 1949 yang

mengatur tentang orang-orang yang dilindungi oleh konvensi tersebut, khususnya

paragraf 1 dari Pasal 4 yang menyatakan bahwa orang-orang yang dilindungi dalam

32 Haryomataram, 1994, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University

Press, Surakarta, (selanjutnya disebut Haryomataram II), h. 1

33 Haryomataram I, op.cit. h. 73

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

36

konvensi ini adalah ‘Orang-orang yang dilindungi oleh Konvensi adalah mereka

yang dalam suatu sengketa bersenjata atau peristiwa pendudukan, pada suatu saat

tertentu dan dengan cara bagaimanapun juga, ada dalam tangan suatu pihak dalam

sengketa atau kekuasaan pendudukan yang bukan negara mereka.’

Sayangnya konvensi ini juga memberikan batasan terhadap orang-orang

yang dilindungi, tepatnya di paragraf kedua pada pasal yang sama yang berbunyi:

“Warga negara suatu negara yang tidak terikat oleh konvensi tidak

dilindungi oleh konvensi. Warga negara suatu negara netral yang ada di

wilayah yang berperang, serta warga negara dari suatu negara yang turut

berperang, tidak akan dianggap sebagai orang-orang yang dilindungi,

selama negara mereka mempunyai perwakilan diplomatik biasa di negara

dalam tangan mana mereka berada.”

Pada tahun 1977 lahir protokol tambahan dari Konvensi Jenewa 1949 yang

memuat beberapa ketentuan penting baru khususnya mengenai pengertian kombat,

penduduk sipil, sasaran militer, dan sasaran sipil. Selain hal-hal tersebut masih ada

beberapa ketentuan penting baru lainnya.

Dalam konteks pengaturan perlindungan hukum bagi perwakilan

diplomatik di wilayah perang, prinsip pembedaan sangat diperlukan untuk

mengetahui siapa dan objek apa saja yang dapat diserang dan siapa yang harus

dilindungi dalam situasi konflik bersenjata atau perang.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERANG DAN … II.pdf · itu para negarawan sadar akan perlunya mengatur hubungan diplomatik ... hubungan internasional dengan ... Indonesia yang melakukan

37

Hubungan antara kedua cabang hukum internasional tersebut diatas dengan

pengaturan perlindungan hukum bagi perwakilan diplomatik di wilayah perang

dapat diuraikan sebagai berikut. Dalam hukum diplomatik, kepatuhan terhadap

prinsip kekebalan dan keistimewaan diplomatik harus benar-benar dilakukan.

Perwakilan diplomatik merupakan representasi dari negara pengirim beserta kepala

negaranya, oleh karenanya perlakuan-perlakuan khusus terhadap mereka harus

dijalankan dan tidak boleh dilanggar.

Salah satu prinsip fundamental dalam hukum humaniter adalah prinsip

pembedaan. Golongan kombat tidak boleh menjadikan golongan nonkombat

sebagai sasaran serangan. Terjadinya penyerangan terhadap golongan nonkombat

sedah jelas menjadi pelanggaran terhadap hukum humaniter.

Uraian pada sub-bab ini akan memberikan suatu landasan konseptual

mengenai pembahasan masalah pengaturan perlindungan hukum bagi perwakilan

diplomatik di wilayah perang menurut hukum internasional dan

pertanggungjawaban hukum atas gangguan terhadap perwakilan diplomatik negara

pengirim di wilayah perang berdasarkan hukum internasional.