bab ii tinjauan teoritik a. teori negara...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORITIK
A. Teori Negara Kesejahteraan
Dalam garis besar, negara kesejahteraan menunjuk pada
sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan
kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada
negara dalam memberikan pelayanan social secara universal dan
komprehensif kepada warganya.1Karena Negara merupakan organisasi
tertinggi di antara satu kelompok ata beberapa kelompok masyarakat
yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di dalam daerah
tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.2 Dan
kesejahteraan meripakan kesejahteraan masyarakat dan perorangan.
Kesejahteraan masyarakat adalah kesejahteraan semua perorangan
secara keseluruhan anggota masyarakat. Dalam hal ini kesejahteraan
yang dimaksudkan adalah kesejahteraan masyarakat. Dan kesejahteraan
perorangan adalah kesejahteraan yang menyangkut kejiwaan (state of
mind). Perorangan yang diakibatkan oleh pendapatan kemakmuran dan
factor-factor ekonomi lainnya.
1http://www /suharto/ Pdf/Reinventing .Depsos.di kunjung pada tanggal 07 April
2015 pukul 23.12 hal 7
2 Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Edisi Revisi)
Renaka Cipta, Jakarta hal 64
Dari Negara bagian barat seperti di Negara Inggris, konsep
Welfare state dipahami sebagai alternative terhadap the Poor Law yang
kerap menimbulkan stigma, karena hanya ditujukan untuk member
bantuan bagi orang-orang miskin. Berbeda dengan system dalam the
Poor Law, Negara kesejahteraan difokuskan pada penyelenggaraan
system perlindungan social yang melembaga bagi setiap orang sebagai
cerminan dari adanya hak kewarganegaraan (right of citizenship), di
satu pihak, dan kewajiban Negara (state obligation), di pihak lain.
Negara kesejahteraan ditujukan orang tua dan anak-anak, pria dan
wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya
untuk mengintegrasikan system sumber dan menyelenggarakan
jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan
kesejahteraan (well-being) warga Negara secara adil dan
berkelanjutan.3
Menurut Bessant, Watts, Dalton dan Smith, ide dasar Negara
kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748-
1832) mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung
jawab untuk menjamin the greatest happiness (atau welfare) of the
greatest number of their citizenz. Bentham menggunakan istilah
“utility‟ atau kegunaan untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau
3 Moh Mahfud Md, Opcit hal 65
kesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia
kembangkan, Bentham bentham berpendapat bahwa sesuatu yang dapat
menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu yang baik, dan
sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk.
Menurutnya, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk
meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang.
Dari pandangan Esping Anderson (1990), bahwa Negara
kesejahteraan bukanlah satu konsep dengan pendekatan baku. Negara
kesejahteraan lebih sering ditengarai dari atribut-atribut kebijakan
pelayanan dan transfer sosial yang disediakan oleh Negara
(pemerintah) kepada warganya, sepertin pelayanan pendidikan, transfer
pendapatan, pengurangan kemiskinan, sehingga keduanya (Negara
kesejahteraan dan kebijakan sosial) sering diidentikan.4 Negara
kesejahteraan, pada dasrnya, mengacu pada „peran Negara yang aktif
dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian‟ yang di
dalamanya „mencakup tanggung jawab Negara untuk menjamin
ketersediaan pelayan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi
warganya‟.5
4 Siswo Yudo Husodo, Mimpi Negara Kesejahteraan, pengantar., Cetkn I,
juli/2006., hal 8
5 Siswo Yudo Husodo, Opcit hal, 9
Negara kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari
ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkan
kesejahteraan (dekomodifikasi) dengan menjadikannya sebagai hak
setiap warga yang dapat diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial
yang disediakan oleh Negara.6
B. Teori - Teori Tentang Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. sedangkan menurut Munir Fuady mengemukakan bahwa
konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari suatu produk, yaitu
setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang sangat luas
meliputi perlindungan terhadap segala kerugian akibat penggunaan
barang dan/ atau jasa. Meskipun perlindungan ini diperuntukan bagi
6 Siswo Yudo Husodo, Ibid hal 9
konsumen, namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak
mendapat perhatian.7
Menurut pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius
menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan
konsumen sebagai, pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa;
Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai
terakhir. Namun konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada
konsumen pemakai terakhir. 8
Konsumen dalam arti luas mencakup kedua criteria itu,
sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada
konsumen pemakai terakhir. Di Perancis, berdasarkan doktrin dan
yurisprudensi yang berkembang, konsumen di artikan sebagai, “The
person who obtains goods or services for personal or family
purposes. Dari definisi itu terkandung dua unsur, yaitu (1) konsumen
hanya orang, dan (2) barang atau jasa yang digunakan untuk
keperluan pribadi atau keluarganya.
Di Spanyol, konsumen diistilahkan tidak hanya individu
(orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau
pemakai terakhir. Adapun yang menarik disini, konsumen tidak harus
7 Burhanuddin, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen & Sertifikasi Halal,
Malang 2011 hal 1-2
8 Burhanuddin , Opcit hal 34
terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya
konsumen tidak identik dengan pembeli.
Consumer Protection Act of 1986, No. 68 di Negara India
mengatakan konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang
yang disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi
tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual
kembali atau lain-lain keperluan komersil.
Di Australia, ketentuannya lebih jauh lebih moderat. Dalam
Trade Practies Act 1974, yang sudah berkali-kali diubah, konsumen
diartikan sebagai : seseorang yang memperoleh barang atau jasa
tertentu dengan persyaratan harga.
Tidak melewati 40.000 Dollar Australia. Artinya, jauh tidak
melewati jumlah uang diatas, tujuan pembeli barang atau jasa
tersebut tidak dipersoalkan. Jika jumlah uangnya sudah melewati
4059.000 Dollar, keperluannya harus khusus.
2. Hukum Perlindungan Konsumen
Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen sebagai aspek
hukum yang merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari
negara, sebab hukum sebagai tolak ukur dalam pembangunan nasional
yang diharapkan mampu memberikan kepercayaan terhadap masyarakat
secara luas dan melakukan pembaharuan secara menyeluruh di berbagai
aspek. Agar hukum sebagai suatu sistem dapat berjalan dengan baik dan
benar didalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.9
Untuk mewujudkan suatu negara hukum tidak saja
diperlukan norma norma hukum atau peraturan perundang undangan
sebagai substansi hukum, tetapi juga diperlukan lembaga atau badan
penggeraknya sebagai struktur hukum dengan didukung oleh prilaku
hukum seluruh komponen masyarakat sebagai budaya hukum. Ketiga
komponen ini, baik struktur hukum, substansi hukum maupun budaya
hukum oleh LM. Friedman dikatakan sebagai susunan struktur hukum
(LM Friedman, 1975:11). Penegakan hukum perlindungan
konsumen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan hukum dan sebagai komponen integral dari pembangunan
nasional yang dilaksanakan dalam rangka menegakkan pilar pilar negara
hukum.
Az.Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan
konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas
atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang
melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah
hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak
9 https://ferli1982.wordpress.com/2013/05/31/perlindungan-konsumen/ di kunjungi
pada tanggal 24 Agustus pukul 20,15
satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam
pergaulan hidup.
Dengan begitu konsumen dalam arti umum adalah pemakai
pengguna dan atau pemanfaat barang dan atau jasa untuk tujuan
tertentu.. Subjek yang disebabkan sebagai konsumen berarti setiap orang
yang berstatus sebagai pemakai barang dan jasa.
Menurut AZ. Nasution, orang yang dimaksud adalah orang alami
bukan badan hukum. Sebab yang memakai, menggunakan dan atau
memanfaatkan barang dan atau jasa untuk kepentingan sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain tidak untuk diperdagangkan
hanyalah orang alami atau manusia.10
Az. Nasution, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian
dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah
bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi
kepentingan konsumen. adapun hukum konsumen diartikan sebagai
keseluruhan asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan
dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan
barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.11
Lebih lanjut mengenai definisinya itu, Az. Nasution menjelaskan
sebagai berikut ;
10
Abdul Halim Barkatulah , Opcit l 8 11 Shidarta Ibid hal 11
“Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam
hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihakn yang
berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi,daya asing, maupun
tingkat pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi
mereka yang berkedudukan seimbang demikian, maka mereka masing-
masing lebih mampu mempertahankan dan menegakan hak-hak mereka
yang sah. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi
pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam
masyarakat itu tidak seimbang.12
Pada dasarnya baik hukum konsumen maupun hukum
perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu
kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. bagaimana hak-hak konsumen
itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di
dalam praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi
pembahasannya. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau
hukum konsumen dapat diartikan sebagai
“ keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-
kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahannya untuk
memenuhi kebutuhannya. Kata keseluruhan dimaksudkan untuk
12 Janus Sidabalok, Hukum perlindungan Konsumen di Indonesia, penerbit Citra
Aditya Bhakti, Bandung 2014, hal 38
menggambarkan bahwa di dalamnya termasuk seluruh pembedaan
hukum menurut jenisnya.
Menurut Mochtar Kusumatmaja hukum perlindungan konsumen
adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan
para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen.13
3. Struktur Hukum Perlindungan Konsumen ;
13http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.co.id/2011/02/perlindungan-
konsumen. di kunjung pada tanggal 24 Agustus 2016, pukul 23.26
HUKUM KONSUMEN /HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Hukum Perdata (Dalam
arti Luas)
Hukum Perdata
Hukum Publik
Hukum Pidana
Hukum Perdata
Internasional
Hukum Acara perdata
/Pidana
Hukum Dagang
Dari struktur diatas menunjukkan bahwa dalam struktur
hukum perlindungan konsumen bukan hanya focus pada Uundang-
undang perlindungan konsumen tetapi dilihat dari berbagai peraturan
yang lain.
Dengan hukum publik yang ada maka dalam hukum mengatur
gabungan antara Negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan
Negara dengan perorangan. Termasuk hukum public dalam kerangka
hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen, adalah
hukum administrasi Negara, hukum pidana, hukum acara perdata
dan/atau acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata
internasional.14
a. Dasar Ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1),
Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No.
42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
14http://blogingria.blogspot.co.id/2012/12/makalah-hukum-perlindungan-
konsumen.html, di kunjung pada tanggal 15 september 2016, pukul 23.43
4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan
Alternatif Penyelesian Sengketa
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen
yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan
Konsumen.15
b. Dasar dan Ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen di Timor
Leste
1. Undang-undang Dasar Republik Demokratik Timor Leste
tahun 2002 (CRDTL)
2. Decreito Lei Numero 28 2011, Regulamento da Indústria e
Comercialização dos Géneros Alimentares.
3. Codigo Penal Timor Leste
4. Codigo Civil Timor Leste
Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah
dalam soal pengaturan perlindungan konsumen. Dengan adanya UU
Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen
memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa
menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau
15https://mardyantongara.wordpress.com/2013/04/16/perlindungan-konsumen. di
kunjung pada tanggal 24 Agustus 2016, pukul 17.47
dilanggar oleh pelaku usaha.Perlindungan konsumen yang dijamin oleh
undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala
perolehan kebutuhan konsumen, Kepastian hukum itu meliputi segala
upaya berdasarkan atas hukum untuk memberdayakan konsumen
memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa
kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila
dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini
adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan
konsumen, yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai
dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara keduanya”.
Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum
untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan
pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh
perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Perlindungan hukum menurut beberapa pendapat yang di
antaranya seperti berikut.Satjipto Raharjo, Perlindungan Hukum
adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang
dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada
masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan
oleh hukum. Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon, Perlindungan
Hukum adalah Sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat
melindungi suatu hal dari hal lainnya.16
4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Dengan kewajiban dunia bisnis yang terus berubah dengan cepat
disatu sisi dan disisi lain kesadaran konsumen yang semakin baik, maka
pelaku usaha tidak mungkin lagi untuk bertahan dengan cara-cara yang
tradisional. Pelaku usaha dituntut untuk menjalankan usaha secara
professional.
Dalam kondisi yang seperti ini pelaku usaha harus membangun
usaha yang berorientasi untuk jangka panjang. Untuk itu pelaku usaha
dalam melakukan usahanya harus memperhatikan keadilan, kejujuran
serta memperhatikan etika dalam menjalankan usahanya. Bahkan jika
dirasa perlu pelaku usaha harus berani menanggyhkan keuntungan untuk
saat sekarang demi memperoleh perhatian pasar yang justru akan
mendatangkan keuntungan yang lebih besar untuk waktu yang akan
datang. 17
16http://www.yabpeknas.com/2015/04/perlindungan-konsumen.html, di kunjung
pada tanggal 5 November 2015. Pukul 12.50
17 http://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/PENYELESAIAN-Sengketa-
Konsumen-Melalui-Mediasi-Pada-Badan-Penyelesaian-Sengketa-Konsumen-Bpsk., di
kunjung pada Tanggal 5 November 2015. Pukul 15.00
Untuk itu profesionalisme pelaku usaha merupakan tuntutan yang
harus dipenuhi untuk saat ini dan tidak dapat ditawar-tawar lagi jika
pelaku usaha ingin tetap eksis dalam menjalankan usahanya. Kewajiban
pelaku usahan terhadap konsumen, masyarakat dan pemerintah berupa
pemenuhan kewajiban berikut ini18
;
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
b. Memberikan informasi yang jelas, benar dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan atau jasa serta member penjelasan
penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaannya.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskrinatif.
d. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan
atau jasa yang berlaku
e. Member kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan atau
mencoba barang dan atau jasa tertentu serta member jaminan dan
atau garansi atas barang yang dibuat dan atau jasa yang di
perdagangkan
f. Memanti memberi kompensasi, ganti-rugi dan atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan atau pemanfaatan
barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
18 Janus Sidabalok , Opcit hal 52
5. Bentuk-bentuk Perlindungan Konsumen
Hubungan konsumen dan pelaku usaha, pada dasarnya adalah
hubungan hukum yang berbentuk perjanjian timbale balik seperti
perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan lain-lain. Setiap
perjanjian yang dibuat secara sah akan mengakibatkan akibat hukum
berupa hak dan kewajiban. Uraian mengenai bentuk perlindungan
konsumen, diarahkan pada pembahasan tentang hak-hak konsumen,
dengan alasan bahwa selama ini pihak konsumen banyak mengalami
kerugian.19
6. Menurut beberapa pendapat mengenai Asas Perlindungan
Konsumen
Dalam Perlindungan konsumen sudah diketahui bahwa asas
perlindungan konsumen meliputi kemanfaatan, keadilan, dan
kepastian hukum, namu dari berbagai para ahli menyebut sebagai
barikut.
Radbruch menyebut keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum
sebagai “tiga ide dasar hukum” atau “tiga nilai dasar hukum, yang
berarti dapat dipersamakan dengan asas hukum. Diantara ketiga asas
tersebut yang sering menjadi sorotan utama adalah masalah keadilan,
19http://www.uaji.id//MIH1712. Di Kunjung Pada Tanggal 7 Agustus 2016 pukul
20.15
dimana Friedman manyebutkan bahwa :sebagaiasas hukum, dengan
sendirinys menempatkan asas ini yang menjadi rujukan pertama baik
dalam pengaturan perundang-undangan maupun dalam berbagai
aktivitas yang berhubungan dengan gerakan perlindungan konsumen
oleh semua pihak yang terlibat didalamnya.
Dalam asas keseimbangn dikelompokkan di dalam asas keadilan,
mengingat hakikat keseimbangan yang dimaksud adalah juga keadilan
bagi kepentingan masing-masing pihak, yaitu konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah. Keseimbangan perlindungan antara pelaku
usaha dan konsumen menampakkan fungsi hukum yang menurut
Roscoe Pound sebagai sarana pengendalian hidup bermasyarakat
dengan menyeimbangkan kepentingan- kepentingan yang ada dalam
masyarakat atau dengan kata lain sebagai sarana control sosial.
C. Prinsip-Prinsip Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen tentu tidak hanya mengandalkan
ketentuan yang ada karena perundang-undangan yang bertujuan
melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang
tentang perlindungan konsumen di Undangkan, atau UUPK Indonesia,
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini. 20
Pada umumnya prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi konsumen
yang adalah sebagai berikut
1. Prinsip Perlindungan Kesehatan Konsumen.
Perlindungan kesehatan dan harta konsumen yang dimaksud
adalah perlindungan terhadap manusia agar kesehatannya tidak
menurun /hartanya tidak berkurang sebagai akibat pengunaan produk.
Perlindungan ini sangat penting bagi konsumen, sehingga perlu bagi
setiap konsumen.21
Karena secara umum, tanggung Jawab Produk
adalah suatu konsepsi hukum yang intinya dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Setiap produk yang
tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan
atau kealpaan dalam proses maupun disebabkan hal-hal lain yang
terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat
keamanan bagi manusia atau harta benda mereka dalam
penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang. 22
20 Ahmad Miru., Prinsip-Prinsip, Perlindungan Hukum bagi Konsumen., Jakarta
cetkn k-II, 2013., hal. 183
21 Ahmad Miru, Opcit hal 184
22 Abdul halim Barkatulah., Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian teoritis &
perkembangan pemikiran, April, 2008., hal 49
2. Prinsip Perlindungan atas Barang dan Harga
Perlindungan konsumen atas barang dan harga, terkait
dengan perlindungan terhadap kesehatan /harta konsumen
sebagaimana telah disebutkan. Perlindungan atas barang dan harga
ini dimaksudkan sebagai perlindungan konsumen dari penggunaan
barang dengan kualitas yang di bawah standar atau kualitas yang
lebih rendah daripada nilai harga yang dibayar.23
Berkenan dengan pengawasan kualitas/mutu barang, dalam
Organisasi Perdagangan Dunia/ World Trade Organization (WTO),
telah dicapai Persetujuan tentang Hambatan teknis dalam
Perdagangan. Persetujuan ini mengikat Negara yang
menandatanganinya untuk menjamin bahwa agar bila suatu
pemerintah atau instansi lain menentukan aturan teknis atau standar
teknis untuk keperluan keselamatan umum, kesehatan, perlindungan
terhadap konsumen dan lingkungan hidup, atau untuk keperluan lain,
maka peraturan, standard antara pengujian serta sertifikasi yang
dikeluarkan tidak menimbulkan rintangan yang tidak diperlukan
terhadap perdaganagan internasional.
Sedangkan untuk mengkaji kemungkinan resiko, elemen
terkait yang perlu di pertimbangkan antara lain adalah tersedianya
23 Ahmad Miru., Opcit, hal 196
informasi ilmiah dan teknis, teknologi pemrosesan atau kegunaan
akhir yang dituju oleh produk.24
3. Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Patut
Penyelesaian sengketa secara patut bagi konsumen yang
mengalami sengketa dengan produsen dapat terlaksana manakala para
pihak (konsumen dan produsen) mematuhi setiap ketentuan dalam
undang-undang yang ada/ undang-undang perlindungan konsumen. 25
Penyelesaian yang di tempuh oleh para pihak dapat berupa
penyelesaian sengketa melalui pengadilan maupun diluar pengadilan,
namun penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh para pihak kadang
dirasa tidak patur, lebih-lebih jika para pihak yang menghadapi
sengketa tersebut memiliki kedudukan yang tidak seimbang. Ketidak
seimbang juga terjadi banyak antara hubungan konsumen dengan
produsen, namun ketidakseimbang tersebut telah di usahakan untuk
dihilangkan dengan lahirnya peraturan perundang-undang yang ada.26
24 Ahmad Miru Opcit, hal 197
25Ahmad Miru, Opcit hal 203
26 Ahmad Miru, Opcit hal 209-210