bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...

29
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk (Nasikun,2006:39-40). Secara budaya masyarakat Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku/etnis, ras, agama dan bahasa. Secara sosial terdiri dari berbagai kelas sosial, status, kekuasaan, lembaga dan sebagainya. Apabila dilihat dari sisi agama masyarakat Indonesia menganut agama yang berbeda yaitu Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dan kepercayaan lainnya. Sedangkan secara etnis Indonesia memiliki 350 kelompok etnis, adat istiadat dan cara-cara hidup sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu(Usman,1988:13). Cara hidup setiap masyarakat berbeda sesuai dengan kondisi lingkungannya. Bangsa Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki sekitar 13.466 pulau, mengakibatkan setiap daerah terpisah-pisah sehingga setiap daerah memiliki cara hidup dan budaya yang berbeda (Timnas PNR). Bahkan masyarakat yang berada dalam satu daerahpun masih memiliki perbedaan baik rasional, bahasa, status ekonomi dll.Hal ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara multikultur terbesar di dunia (Yaqin, 2005:3). Bangsa Indonesia sebagai Negara multikultur (multi budaya) bagai dua mata koin, memiliki dua sisi yang berbeda.Multikultur memberikan dampak positif dan multikultur berdampak negatif.Multikultur bangsa Indonesia merupakan suatu ciri

Upload: votram

Post on 04-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk

(Nasikun,2006:39-40). Secara budaya masyarakat Indonesia terdiri dari

bermacam-macam suku/etnis, ras, agama dan bahasa. Secara sosial terdiri dari

berbagai kelas sosial, status, kekuasaan, lembaga dan sebagainya. Apabila dilihat

dari sisi agama masyarakat Indonesia menganut agama yang berbeda yaitu Islam,

Katolik, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dan kepercayaan lainnya. Sedangkan

secara etnis Indonesia memiliki 350 kelompok etnis, adat istiadat dan cara-cara

hidup sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu(Usman,1988:13).

Cara hidup setiap masyarakat berbeda sesuai dengan kondisi lingkungannya.

Bangsa Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki sekitar 13.466

pulau, mengakibatkan setiap daerah terpisah-pisah sehingga setiap daerah

memiliki cara hidup dan budaya yang berbeda (Timnas PNR). Bahkan masyarakat

yang berada dalam satu daerahpun masih memiliki perbedaan baik rasional,

bahasa, status ekonomi dll.Hal ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan

salah satu negara multikultur terbesar di dunia (Yaqin, 2005:3).

Bangsa Indonesia sebagai Negara multikultur (multi budaya) bagai dua mata

koin, memiliki dua sisi yang berbeda.Multikultur memberikan dampak positif dan

multikultur berdampak negatif.Multikultur bangsa Indonesia merupakan suatu ciri

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

2

khas bangsa.Memiliki beraneka ragam bahasa, budaya, lagu daerah, pakaian adat

merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Hal ini merupakan suatu

kekayaan bangsa dan anugerah Tuhan . Namun disisi lain multikultur bangsa

Indonesia menimbulkan dampak negatif. Perbedaan dalam masyarakat multikultur

seperti perbedaan bahasa, agama, budaya , suku dan sosial ekonomi terkadang

mengakibatkan konflik. Kemajemukan merupakan salah satu faktor terjadinya

konflik antar kelompok masyarakat (Mahfud, 2011:185).

Banyak bukti konflik terjadi di Negara ini karena perbedaan simbol budaya,

agama, ideologi, rasionalitas dan kelas sosial.Salah satu konflik yang terjadi

adalah konflik antara warga Dayak dan Madura di Sampit dan Konflik yang

terjadi di Poso.Konflik terjadi karena tidak biasa memahami perbedaan, masih

terdapat anggapan bahwa identitas individu atau kelompoklah yang terbaik.

Menurut Bhikhu Parekh masih banyak pandangan- pandangan “konservatif”

(pandangan bahwa cara hidup kitalah yang paling benar (Budiman, 2007:28).

Pandangan konservatif mengakibatkan muncul istilah liyan atau yang lain.

Mereka yang tidak memiliki ideologi/ identitas yang sama merupakan orang lain

atau lawan. Anggapan ini dapat memantik terjadinya konflik.

Pada kenyataannya, dalam suatu masyarakat perbedaan adalah realita.Hal ini

sudah disadari oleh pendiri bangsa Indonesia, terbukti dengan adanya semboyan

Bhinekat Tunggal Ika.Semboyan ini menyadarkan dan meyakinkan kita bahwa

senyatanya bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultur.Individu tinggal

dalam masyarakat yang beragam.Setiap individu membawa masing-masing ciri

khas dan latar belakang.Perbedaan dalam masyarakat yang beranekaragam

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

3

merupakan hal yang wajar seharusnya tidak perlu menjadi konflik

horizontal.Perlu adanya perspektif multikulturalisme untuk merangkul bangsa

Indonesia yang majemuk agar individu terbiasa dengan keberagaman, tercipta

keadilan sosial dan tidak menjadikan perbedaan sebagai sebuah masalah

melainkan sebagai anugerah Tuhan.

Multikulturalisme merupakan upaya untuk memahami lebih adil perbedaan-

perbedaan di masyarakat karena variasi agama, ras, etnis dan

bahasa(Budiman,2007:29). Multikulturalisme adalah sebuah konsep di mana

sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman,

perbedaan dan kemajemukan budaya, ras, suku, etnis, agama, dan lain

sebagainya(Mahfud,2006:xx). Multikulturalisme menekankan kesetaraan dan

kesederajatan pada setiap budaya, mendapatkan hak dan keadilan yang setara di

ruang publik.

Namun walaupun menekankan kesetaraan multikulturalisme bukan seperti

asimilasi yang menghilangkan perbedaan. Multikulturalisme mempertahankan

perbedaan masing-masing budaya dan memberikan peluang yang sama sehingga

setiap budaya memiliki identitasnya masing-masing namun tetap hidup

berdampingan, menghargai dan memahami budaya lain. Multikulturalisme

merupakan sebuah ideologi yang harus diperjuangkan karena merupakan landasan

bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan

masyarakat(Mahfud,2006:100). Ideologi multikulturalisme perlu ditanamkan

dalam kehidupan sehari-hari.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

4

Butuh proses untuk memahami dan mensosialisasikan mengenai paradigma

multikulturalisme, sosialisasi dan penanaman nilai-nilai budaya mengenai

multikulturalisme tidak bisa hanya dilakukan beberapa kali butuh sosialisasi

dalam kurun waktu yang panjang. Penanaman mengenai nilai-nilai

multikulturalisme seperti keadilan social dan kemanusiaan harus membudaya ke

dalam diri manusia, tidak bisa dilakukan dengan langkah yang singkat sebab

mencangkup penanaman nilai-nilai ke dalam pemahaman seseorang. Salah satu

cara menanamkan nilai-nilai multikultur adalah melalui pendidikan.

Pendidikan merupakan proses pembudayaan. Maka dari itu pendidikan

merupakan sarana dan instrumen penting dan efektif guna menumbuhkan dan

meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan kemajemukan, baik

melalui pendidikan formal, informal ataupun nonformal

(Arifin,Alwajih&Urfan,2010:26). Sosialisasi mengenai nilai-nilai multikultur

dapat dilakukan salah satunya melalui pendidikan multikultural.

Pendidikan multikulural adalah pendidikan yang memberikan penekanan

terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus dan

toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat

dengan tingkat pluralitas yang tinggi (Naim&Sauqi,2008:191). Penyelenggaraan

pendidikan multikultural ditopang dalam Sistim Pendidikan Nasional, Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003; Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi

bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak

diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; nilai agama; nilai

kultur; dan kemajemukan bangsa.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

5

Peraturan tersebut relevan dengan diselenggarakannya pendidikan

multikultural di Indonesia. Sesuai dengan latar belakang bangsa Indonesia yang

multikultur.Pendidikan multikultural harus diselenggarakan secara demokratis,

berkeadilan social dan berperikemanusiaan. Pendidikan multikultural bukan

merupakan alat untuk mencapai sebuah tujuan, melainkan sebuah perspektif/cara

pandang sehingga perlu diimplementasikan melalui kurikulum, metode, proses

belajar dan guru. Hendaknya kegiatan di sekolah selalu mengacu pada cara

pandang pendidikan multikultural.

Guru merupakan salah satu agen penting dalam menjalankan pendidikan

multikultural. Guru memiliki peran penting, ketika sekolah sudah memiliki

konsep mengenai pendidikan multicultural maka gurulah yang

mengimplementasikan ke dalam proses belajar. Guru menerapkan pemahaman

mengenai nilai-nilai yang terdapat dalam pendidikan multikultural melalui

interaksi dengan anak didik dalam proses belajar mengajar.

James A Bank mengemukakan untuk mengimplementasikan pendidikan

multikultural, sekolah harus mereformasi kharakteristik sebagai sekolah

multikultur salah satunya adalah melalui guru (Banks,2002:19). Tantangan dalam

pendidikan multikultural terletak pada peran guru karena guru merupakan orang

yang selalu melakukan dialog dengan anak didik dan membimbing anak didik,

guru mempraktekkan desain pendidikan multicultural yang dibangun oleh

sekolah.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

6

Guru bukan hanya sebagai tenaga professional tetapi harus mampu

menanamkan nilai-nilai multikultural (Hanum&Raharja,2007). Butuh komunikasi

dan hubungan yang baik antara anak didik dengan guru dalam menerapkan

pendidikan multikultural. Namun pada kenyataannya dalam proses belajar

mengajar kadang terjadi hambatan yaitu kurangnya pemahaman guru mengenai

pendidikan multikultural dan kurangnya komunikasi yang humanis antara guru

dengan anak didik.

Masalah ini diperkuat dengan bukti penelitian yang dilakukan oleh Farida

Hanum dan Setya Raharja (2007) .Hasil penelitian tahun pertama diperoleh data

mengenai kondisi awal dari 15 Sekolah Dasar di DIY yang dipilih sebagai tempat

penelitian.Sebagian besar guru belum mengetahui tentang pendidikan

multikultural, bahkan asing dengan istilah pendidikan multikultural. Bukti lain

hubungan guru dengan anak didik sering tidak harmonis sedangakan dalam

menerapkan pendidikan multikultural butuh hubungan yang harmonis antara guru

dengan anak didik.

Guru perlu berdialog dan berdiskusi dengan anak didik mengenai nilai-nilai

pendidikan multikultural sehingga anak didik dapat hidup dan menjalankan peran

dalam masyarakat yang beragam. Anak didik mampu memiliki sikap toleransi,

memahami hubungan antar individu sehingga mampu saling menghargai dan

menerima keberadaan individu. Guru seharusnya membimbing anak pada

kehidupan real sehari-hari. Kehidupan real hidup dalam bermasyarakat dan

mampu mempraktekkan perannya dalam bermasyarakat.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

7

Pada kenyataannya masyarakat tidak seragam melainkan beranekaragam,

bukan hanya ada satu rasional melainkan multi rasional maka guru harus

menanamkan mengenai toleransi terhadap anak didik agar mau menerima dan

menghargai beragam rasional dan identitas individu.Setiap individu/anak

membawa identitasnya masing-masing. Setiap anak adalah pribadi yang unik

sehingga setiap anak tidak sama melainkan memiliki keunikan ciri khas masing-

masing seperti simbol atau latar belakang identitas dan perbedaan pendapat. Anak

didik hendaknya menghargai keunikan teman-temannya, jika ada perbedaan itu

bukanlah suatu masalah, mereka yang tidak sama bukan berarti salah atau lawan.

Peneliti mengambil lokasi penelitian di Sekolah kehidupan di Sekolah Dasar

Sanggar Anak Alam (Salam).Jenjang Sekolah Dasar dipilih karena pendidikan

multikultural harus diberikan kepada anak sejak dini. Anak usia Sekolah Dasar

merupakan usia yang sangat menentukan dalam perkembangan pribadi seseorang.

Karena itu institusi Sekolah Dasar memegang peranan penting yang akan

mewarnai akan menjadi seperti apakah anak di kemudian hari

(Anshoriy,2008:187).

Sekolah Dasar Sanggar Anak Alam (Salam) merupakan pendidikan

alternative. Sekolah ini awalnya adalah sanggar yang didirikan oleh Sri

Wahyaningsih. Sanggar anak alam di Yogyakarta berdiri sejak tahun 2000 dan

berlandaskan akan pentingnya sekolah dasar pada tahun 2008/2009 berdirilah

sekolah dasar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ani Musfiroh (2010)

sekolah ini melakukan banyak inovasi. Beberapa inovasi yang dilakukan sesuai

dengan salah satu visinya adalah Salam berkeinginan untuk menciptakan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

8

kehidupan belajar bagi masyarakat luas dari semua kalangan dan rentang usia,

dengan proses interaksi terbuka, dibangun atas dasar kebutuhan dan kesepakatan

bersama serta mengutamakan lokalitas dan persahabatan dengan lingkungan

(Musfiroh, 2010).

Sekolah mengembangkan konsep sekolah kehidupan , bukan hanya

mengembangkan aspek kognitif melainkan kemanusiaan. Tercipta pola interaksi

yang baik dari setiap kalangan. Kondisi lingkungan yang heterogen dan terjalin

pola interaksi yang baik merupakan hal yang menarik.Pola interaksi yang baik

terjadi salah satunya tentu karena peran guru dalam berkomunikasi dan berdialog

dengan anak didik.

Peneliti tertarik untuk meneliti peran guru dalam menerapkan pendidikan

multikultur di sekolah yang peserta didiknya beragam/heterogen.Melihat,

mendeskripsikan dan menganalisa interaksi sosial antara guru dengan anak didik

yang dibangun.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah di uraikan, rumusan masalah

yang hendak dikaji adalah

1. Mengapa tipologi pendekatan pendidikan multicultural human relation

diterapkan oleh SD Salam ?

2. Bagaimanakah peran guru dalam menerapkan konsep pendidikan

multikultural yang diterapkan SD Salam melalui interaksi belajar?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

9

1.3.Tujuan Penelitian

2. Mengetahui konsep pendidikan multikultural yang diterapkan melalui

interaksi belajar antara guru dengan anak didik di SD Salam.

3. Mengetahui peran guru dalam menerapkan pendidikan multikultural di

sekolah dasar.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian dengan judul Peran Guru dalam Menerapkan Pendidikan Multikultur di

SD Sanggar Anak Alam (SALAM) memiliki manfaat :

1. Memberikan analisa mendalam mengenai peran guru dalam

mempraktekkan pendidikan multikultural di dalam lingkungan sekolah

yang beragam. Penelitian ini mampu dimanfaatkan oleh para guru

sebagai acuan untuk menerapkan pendidikan multikultur dalam proses

belajar dan mengajar. Bagi para guru SD Salam dengan adanya skripsi

ini diharapkan sebagai bahan evaluasi bagi guru dalam proses belajar

mengajar yang sudah dilakukan.

2. Memberikan masukan bagi sekolah dasar Salam mengenai kelebihan

maupun kekurangan kebijakan-kebijakan sekolah dan proses

pendidikan yang sudah diselenggarakan sehingga kualitas SD Salam

semakin baik. Selain itu, sebagai sosoalisasi bagi pembaca mengenai

SD Salam.

3. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan terkhusus ilmu pengetahuan

mengenai pendidikan multikultural bagi mahasiswa ataupun akademisi

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

10

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

khususnya bagi penulis.

1.5.Tinjauan Pustaka

Terdapat penelitian mengenai pendidikan multikultural, dengan judul

penelitian pendidikan multikultural di Yogyakarta oleh Erika Aditia Ismaya

mahasiswa pascasarjana sosiologi tahun 2011.Tujuan penelitian tersebut adalah

mengetahui pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah-sekolah menengah

atas (SMA) di Yogyakarta.Penelitian yang dilakukan menjelaskan urgensi dan

pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah-sekolah menengah atas di

Yogyakarta.Peneliti meneliti 3 sekolah yaitu SMA Negeri 3 Yogyakarta, SMA 1

Bopkri dan SMA Muhammadiah 2 Yogyakarta.Sekolah-sekolah ini dianggap

mampu menggambarkan potret keberagaman pendidikan di Yogyakarta.Penelitian

tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Data diperoleh

dengan cara observasi, wawancara dan kusioner. Hasil penelitian menyatakakan

bahwa belum terjadi penerapan pendidikan multikultural di ketiga sekolah

menengah atas (SMA) karena tidak ada kurikulum atau aturan khusus yang

mengharuskan pendidikan multikultural dipraktekkan, namun berdasarkan

penelitian hasil yang diperoleh bahwa terdapat praktek multikulturalisme di ketiga

sekolah.Anak didik mampu menerima temannya yang berbeda latar belakang dan

tidak mempermasalahkannya.

Tinjauan pustaka penulis yang ke dua adalah penelitian Ani Musfiroh (2010).

Penelitian ini merupakan dasar penulis untuk memilih Sekolah Dasar Sanggar

Anak Alam (SALAM) sebagai tujuan lokasi penelitian.Penelitian ini merupakan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

11

skripsi dengan judul ‘Konsep dan Implementasi Sekolah Kehidupan di Sekolah

Dasar Sanggar Anak Alam (Salam)’.Hasil dari penelitian tersebut adalah sekolah

menerima anak dari berbagai multi dimensi dan tercipta pola interaksi yang baik

dari setiap kalangan.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan terdahulu, peneliti tertarik

meneliti peran guru dalam mempraktekkan pendidikan multikulrural sehingga

anak didik mampu memiliki sikap toleransi, mau berteman dengan temannya yang

berbeda (latar belakang agama, ekonomi dan anak berkebutuhan khusus) dan

mampu menghargai keanekaragaman. Guru merupakan unjung tombak dalam

proses belajar, guru terutama guru sekolah dasar merupakan pribadi yang

berhubungan langsung dengan anak didik dan selalu melakukan dialog dengan

anak didik. Kepribadian individu (anak didik) tentu salah satunya dibentuk oleh

faktor eksternal yaitu gurunya.

Peneliti memperdalam penelitian Erika Aditia Ismaya (2011) dan Ani

Musfiroh (2010). Hasil penelitian Erika menyatakan terdapat praktek

multikulturalisme di ketiga sekolah. Anak didik mampu menerima temannya yang

berbeda latar belakang dan tidak mempermasalahkannya. Hasil penelitian Ani

Musfiroh, merupakan dasar penulis memilih SD Sanggar Anak Alam karena

sekolah ini menerima anak dari berbagai multi dimensi dan tercipta pola interaksi

yang baik.. Maka penelitian ini akan mendiskripsikan dan menganalisa peran guru

dalam menerapkan pendidikan multikultural. Dalam mempraktekkan pendidikan

multikultural salah satunya adalah perlu adanya dukungan guru. Subyek penelitian

ini adalah guru, peran guru dlam memparaktekkan pendidikan multicultural

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

12

melalui interaksi belajar. Perbedaan yang sangat nampak adalah penelitian

terdahulu meneliti penerapan pendidikan multikultural pada jenjang sekolah

menengah atas (SMA) kali ini peneliti akan meneliti pada jenjang sekolah dasar

(SD).

Bagi anak usia sekolah dasar (SD) proses identifikasi, meniru dan

mengkagumi guru mereka atau orang-orang yang berada disekitarnya merupakan

hal yang senyatanya. Hubungan yang harmonis antara guru dengan anak didik

merupakan salah satu hal yang positif sehingga anak didik dapat belajar dan

melakukan proses meniru. Karena proses pembentukan diri seseorang tentu

dipengaruhi oleh lingkungan eksternalnya. Lingkungan sekolah dan hubungan

yang humanis antara anak didik dan guru, merupakan kondisi yang penting untuk

menciptakan keadaan yang toleransi, humanis dalam menghargai keberagaman

bagi setiap orang.

Berdasarkan Banks (Banks,2002:19) salah satu kesuksesan pendidikan

multikultural adalah mereformasi guru. Keadaan sekolah yang harmonis tentu

salah satu faktor keberhasilannya adalah jasa guru. Guru berperan penting dalam

mensosialisasikan mengenai keadilan social dan kemanusian, nilai

multikulturalisme. Walaupun tentu bukan jaminan dengan menerima nilai-nilai

multikulturalisme maka anak akan sepenuhnya terlepas dari konflik horizontal

namun dengan mengenal dan mengetahui maka setidaknya anak akan lebih

terbuka terhadap keberagaman.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

13

1.6.Landasan Teori

1.6.1. Multikulturalisme

Multikulturalisme secara epistemologi berasal dari kata multi (banyak),

kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki yaitu terkandung

pengakuan terhadap martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan

kebudayaan masing-masing yang unik (Mahfud,2011:75). Multikulturalisme

merupakan konsep di mana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat

mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras, suku,

etnis dan agama (Naim&Sauqi,2008:126). Sedangkan Abdullah memberi

penekanan multikulturalisme pada kesetaraan budaya (Kompas, 16 Maret 2006).

Definisi multikulturalisme sangat beragam dan luas namun yang

terpenting adalah tergantung dari konsep pendifinisan dan manfaat apa yang

dibutuhkan. Karena multikulturalisme merupakan ideologi untuk meningkatkan

derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat

dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia (Suparlan,2002:16-21).

Budaya disini bukan hanya soal etnisitas, agama dan ras namun bisa juga

menyangkut sosial yaitu keadilan dan hak, menghargai pendapat individu,

berusaha memperbaiki derajat kehidupan manusia. Dalam multikultur (multi

budaya) setiap individu dengan latar belakang kultur yang berbeda memiliki

kemampuan berinteraksi yang sama, memiliki kesempatan yang sama. Sekolah

merupakan salah satu lembaga yang dapat dimanfaatkan untuk berkumpulnya

individu-individu dengan budaya dan pribadinya masing-masing yang unik.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

14

Sehingga setiap anak didik sudah seharusnya memiliki kesempatan yang sama

untuk menempuh pendidikan, memiliki kesempatan untuk mengembangkan

keunikannya, mampu berinteraksi dengan teman-temannya tanpa membeda-

bedakan (toleransi) dan memperoleh haknya sebagai anak seperti belajar dengan

sukacita, belajar dengan bermain bukan dengan tekanan. Jadi pendekatan

multikulturalisme hendaknya dimanfaatkan dan diterapkan dalam pendidikan di

Indonesia sehingga setiap anak dapat memperoleh hak yang sama kesetaraan

(Wahyono,2005). dalam (Jatmiko&Indratno,2006:16).

Menurut Kymlicka dalam (Parekh,2008:140) individu itu sendiri adalah agen-

agen moral dan pembawa hak dan kewajiban. Sehingga untuk hidup yang baik,

maka setiap individu harus diperlakukan dengan hormat yang sama dan

menikmati hak-hak yang setara. Hal ini sesuai dengan definisi multikulturalisme.

Hendaknya setiap budaya mendapatkan hak-hak yang setara.

Paradigma multikulturalisme membawa solidaritas dan memfasilitasi

kemampun untuk memahami bersama bahwa setiap budaya dan keanekaragaman

budaya yang sudah dianugerahkan Tuhan adalah sesuatu yang baik.Sehingga tidak

seharusnya, karena Indonesia terdiri dari multi-kultur maka konflik dan masalah

sosial terus bergejolak.Oleh sebab itu paradigm/pandangan mengenai

multikulturalisme merupakan suatu keharusan sebagai prinsip kehidupan.

1.6.2. Pendidikan Multikultural

- Hakikat Pendidikan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

15

Hakikat pendidikan berdasarkan pendekatan sosiologis adalah pendidikan

untuk keperluan bersama dalam masyarakat (Tilaar,1999:25). Pendidikan

hendaknya mempersiapkan individu menjadi masyarakat yang baik dan mampu

hidup secara baik dalam masyarakat.Hidup secara baik yaitu individu dapat

melaksanakan perannya di masyarakat, mampu bertindak di lingkungan sosial dan

budaya. Namun pada masa orde baru pendidikan mereduksi nilai-nilai

kemanusiaan hanya untuk kepentingan-kepentingan tertentu.Pendidikan

menciptakan robot-robot.Pada masa orde baru pendidikan dimanfaatkan sebagai

sarana ekonomi. Tujuan pendidikan yaitu menciptakan individu untuk

mempercepat pembangunan dan pemerataan, pendidikan berfokus pada hasil

bukannya proses sehingga mereduksi moral dan nilai-nilai kemanusiaan.

Pendidikan yang seperti ini menghasilkan robot. Setiap individu dipaksa untuk

menjadi sama dan seragam sehingga mereduksi nilai kemanusiaan dan demokrasi.

Pendidikan model seperti ini dikenal dengan pendidikan monokultural.

Pendidikan monokultural menghambat pertumbuhan kemampuan-kemampuan

kritis (Parekh: 2012,300). Anak didik diajarkan melihat dunia dari sudut pandang

yang sempit.Kemampuan kritis tidak ditanamkan, sehingga anak didik terbiasa

menilai/ menganggap sesuatu sesuai dengan kategori-kategori yang ada. Jika tidak

sesuai dengan kategori-kategori kebudayaannya maka hal itu dianggap salah/ aneh

atau bahkan kebudayaan yang lain tidak berharga. Belajar seharusnya belajar

sejati bukan hanya mengagungkan keseragaman dengan harapan anak

menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan dan kepastian (Degeng 2000)

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

16

dalam (Jatmiko&Indratno,2006:124). Belajar yang seperti ini berdampak anak

didik akan terbiasa seragam dan mengabaikan keanekaragaman.

Pendidikan hendaknya sesuai dengan pandangan sosiologisme yang

terkenal yaitu konsiensialisme atau pendidikan pembebasan (Freire, 1968 dalam

Tilaar,1999:26). Pendidikan pembebasan diperoleh dengan cara menghidupkan

kemampuan kritis anak didik. Kemampuan kritis diseimbangkan dengan

pendidikan yang menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi.

Pada hakikatnya pendidikan merupakan pembebasan dan pengakuan terhadap

hak-hak individu. Paulo Freire menyatakan pendidikan hendaknya membebaskan

dan menciptakan kesadaran. Kesadaran yang dimaksud adalah kesadaran untuk

menghidupkan suatau masyarakat lebih demokratis atau masyarakat madani yang

menghargai hak-hak serta kewajiban setiap orang dalam usahanya

membembentuk masyarakatnya dan negaranya (Tilaar, 1999:27).

Hakikat pendidikan berjalan sesuai dengan paradigma pendidikan

multikultural yaitu pendidikan yang melembagakan filsafat pluralism budaya

dalam sistem pendidikan dengan mengedepankan prinsip persamaan, saling

menghargai, menerima dan memahami serta adanya komitmen moral terhadap

keadilan sosial (Zubaedi,2005:vii). Pendidikan multikultural memberikan

kesempatan pada semua anak untuk dapat memperoleh pendidikan. Memberikan

hak-hak anak, setiap anak dengan latar belakang berbeda memperoleh hak yang

sama untuk menempuh pendidikan (sekolah). Pendidikan multikultural tidak akan

‘menggerus’ hak individu sehingga muncullah nilai-nilai kemanusiaan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

17

- Pendidikan Multikultural

Gagasan Freire yang paling terkenal adalah pendidikan bukan seperti menara

gading dimana pendidikan menjauhkan individu dari realitas sosial dan

budaya.Masyarakat pada kenyataannya adalah masyarakat yang

beragam/masyarakat multikultur.Komposisi masyarakat Indonesia sangat

beragam. Keragaman bangsa Indonesia tentu berdampak pada keragaman peserta

didik maka pendidikan multikultural merupakan suatu kenyataan yang tidak

dapat dihindari. Pendidikan multikultur merupakan tanggapan dari keragaman

sekolah.Sekolah merupakan miniature masyarakat.Seharusnya setiap

anak/individu/kelompok memiliki hak yang setara untuk menempuh pendidikan.

Menurut Tilaar pendidikan multikultural tidak berarti berupa mata pelajaran

pendidikan multikultural, melainkan multikulturalisme ini menyinari seluruh jiwa

dan kegiatan lembaga pendidikan kita (Jatmiko&Indratno,2006:31). Hendaknya

proses belajar di sekolah selalu diselimuti oleh semangat multikulturalisme, ada

nilai-nilai moral yang ditanamkan seperti nilai kemanusiaan, nilai keadilan,

demokrasi, hak asasi manusia dan toleransi. Pendidikan multikulturalisme

menjadi dasar bagaimana penerimaan siswa baru, bagaimana proses belajar dan

menciptakan keadaan sekolah yang beraneka ragam (relativisme, pluralism,

kesetaraan dan toleransi.

Konsep dasar pengembangan pendidikan multikultural dapat dilihat melalui 4

hal, meliputi (Bennett,2003 dalam Tilaar,2003:173).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

18

1. Reformasi Kurikulum, yaitu diperlukan suatu teori Kurikulum

yang baru antara lain berisi analisis histori dan analisis buku-

buku pelajaran yang tidak sesuai dengan pluralism budaya.

2. Mengajarkan keadilan social, yaitu mengajarkan prinsip-prinsip

keadilan social dalam hal ini perlu juga adanya aksi-aksi

budaya atau social action untuk mengembangkan nilai-nilai

budaya yang baik

3. Mengembangkan kompetensi multikultural, yaitu

pengembangan identitas etnis dan sub-etnis melalui kegiatan-

kegiatan kebudayaan. Selain itu, perlunya menghapus jenis

prasangka buruk dan nilai-nilai negative terhadap yang lain.

4. Melaksanakan pedagogic kesetaraan, yaitu pedagogic

kesetaraan misalnya dilakukan disekolah dalam hal cara

mengajar dan belajar tidak menyinggung perasaan atau tradisi

dalam suatu kelompok tertentu. Praktik dalam sekolah juga

menerima dan tidak membedakan individu dalam latar

belakang apapun termasuk anak berkebutuhan khusus.

Konsep dasar pengembangan pendidikan multikultural yang

dikembangkan oleh Bennett hendaknya menanamkan empat nilai inti dari

pendidikan multikultural yaitu (Bennett,2003 dalam Tilaar,2003:171) :

1. Apresiasi pluralitas budaya

2. Hakikat manusia dan HAM

3. Tanggung jawab planet bumi

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

19

4. Tanggung jawab masyarakat dunia

Menurut Tilaar: 2005: 182, dalam rangka menentukan konsep pendidikan

multikultural hendaknya meninjau tipologi pendekatan pendidikan multikultural.

Terdapat lima tipologi pendidikan multikultural yang berkembang. Tipologi

pendekatan yang digunakan dalam pendidikan multikultural dikemukakan oleh

Sleeter dan Grant (1987), dalam buku Pendidikan multikultural yang berkeadilan

social (Jatmiko& Indratno,2006). Kelima tipologi tersebut antara lain :

1. Mengajar mengenai kelompok siswa yang memiliki budaya yang lain

(culture difference). Perubahan ini terutama pada siswa dalam transisi dari

berbagai kelompok kebudayaan ke dalam mainstream budaya yang ada.

Tugas guru dalam pendekatan ini adalah membantu siswa dalam berbagai

kebudayaan untuk menyesuaikan dan dapat mencapai suatu norma dari

kelompok yang dominan.

2. Hubungan Manusia (human realtion). Program ini membantu siswa dari

kelompok-kelompok tertentu sehingga dia dapat mengikuti bersama-sama

dengan siswa yang lain dalam kehidupan social. Tujuan dari pendekatan

ini adalah meningkatkan perasaan, komunikasi dan keselarasan hubungan

manusia di dalam kelas dan di sekolah secara keseluruhan melalui

hubungan antar pribadi, penghilangan prasangka, dan kecurigaan.

3. Single Group Studies. Program ini mengajarkan mengenai hal-hal yang

memajukan pluralism tetapi tidak menekankan kepada adanya perbedaan

stratifikasi social yang ada dalam masyarakat. Perhatian utama dari

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

20

pendekatan ini adalah untuk meningkatkan kondisi-kondisi social

kelompok-kelompok masyarakat tertentu.

4. Pendidikan Multikultural. Program ini merupakan suatu reformasi

pendidikan di sekolah-sekolah dengan menyediakan kurikulum serta

materi-materi pelajaran yang menekankan kepada adanya perbedaan siswa

dalam bahasa, yang keseluruhannya untuk memajukan pluralisme

kebudayaan dan ekualitas social. Guru dengan tujuan tertentu menjelaskan

mengenai keadilan dan kesetaraan.

5. Pendidikan multicultural yang sifatnya rekonstruksi social. Program ini

merupakan suatu program baru yang bertujuan untuk menyatukan

perbedaan-perbedaan cultural dan menentang ketimpangan-ketimpangan

social yang ada dalam masyarakat. Program ini juga dapat disebut sebagai

critical multicultural education.

Penerapan pendidikan multicultural di Negara maju, dipraktekkan dengan

metode service learning. Siswa belajar secara aktif, memenuhi kompetensi yang

sudah dirancang dalam kurikulum dengan cara belajar dari masyarakat , belajar

bersama masyarakat, sehingga paham kebutuhan masyarakat (Cipolle, 2004:2-4).

Menurut cipolle dalam sosiologi pendidikan (Maliki,2010), pembelajaran service

learning ditandai dengan pembelajaran yang terpusat pada siswa, kolaboratif,

pengalaman, bersifat intelektual, analitik, multicultural, berbasis nilai dan disadari

semangat aktifis. Anak ikut serta dalam menentukan atau memilih fokus

penelitian yang akan dilakukan.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

21

1.6.3. Peran Guru

Pendidik atau guru berperan sangat penting dalam proses belajar-mengajar.

Guru memiliki peran kunci dalam pendidikan. Menjadi seorang guru merupakan

salah satu pekerjaan yang mulia dan patut diberi apresiasi atas semangat dan

motivasi guru.Tanpa peran seorang guru sangat mustahil pendidikan akan berjalan

secara maksimal dan baik. Peran kunci guru adalah memberikan pengetahuan,

membimbing anak dalam pelajaran, ketrampilan dan memberi teladan mengenai

nilai-nilai kehidupan yang baik.

Nilai-nilai kehidupan yang baik sesuai dengan konsep etika diskursus milik

Jürgen Habermas yaitu mencari kebenaran rasional, kebenaran yang dianggap dan

disetujui oleh orang-orang sehingga menjadi kesepakatan bersama agar tercipta

keadilan bukan kebenaran untuk kepentingan diri sendiri(Supartiningsih,2012).

Etika diskursus dianggap mampu menciptakan solidaritas dengan memegang

nilai-nilai universal kemanusian. Nilai-nilai universal kemanusian disini adalah

sikap menghargai pendapat, toleransi kepada teman yang berbeda latar belakang

dan pendapat. Norma yang berlaku dan dianggap sah adalah norma yang diakui

bersama dan bukan hanya untuk kepentingan individu namun untuk kesepakatan

bersama. Dalam membangun etika bersama komunikasi memiliki peran sangat

penting. Dialog merupakan sarana yang tepat untuk dikembangkan dalam

kehidupan bersama.

Paulo Freire juga menyatakan pentingnya dialog dalam pendidikan. Model

pendidikan Freire adalah “pendidikan hadap masalah” (problem posing

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

22

education). Model belajar ini adalah pembelajaran yang dialogis dimana guru

dengan anak didik menjadi subyek-subyek bukan subyek-obyek. Obyek mereka

adalah realitas (Freire,2007:xv). Guru dan anak didik sama-sama belajar. Anak

didik menjadi subyek yang belajar, subyek yang bertindak dan berpikir dan pada

saat bersamaan berbicara menyatakan hasil tindakan dan buah pikirannya, begitu

juga guru sehingga terjadi proses saling memanusiakan, proses pemerdekaan.

Proses pemerdekaan akan terwujud jika para guru telah terlebih dahulu

mengalami proses pemerdekaan. Motivasi guru dalam menjiwai profesi

merupakan kunci bagi terciptanya proses pendidikan yang memerdekakan. Di

dalam system pembelajaran hadap masalah guru berperan sebagai pendamping

dalam mengembangkan pemikiran kritis anak didik mengenai dirinya dan

dunianya berada. Dialog sejati akan terwujud dengan melibatkan pemikiran kritis.

Guru hendaknya mempraktekkan pendidikan kritis sehingga bukan hanya ada

satu kebenaran namun anak didik dibiasakan untuk berdiskusi melihat kebenararn

lain selain membuka dan membiasakan anak didik juga belajar mengenai

keanekaragaman. Anak didik juga akan belajar respek, menghargai dan berdiskusi

dengan kebudayaan yang lain. Maka dari itu kemampuan kritis, demokrasi dan

humanisasi harus ditanamkan.Kritis dan demokrasi hendaknya selalu ‘dibungkus’

dengan humanisasi.Karena selain Intelligence, nilai-nilai kemanusiaan sangatlah

penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia.

Paulo Freire menyarankan guru yang progresif dan menolak guru yang

konservatif. Guru progresiv menekankan proses belajar, ia tidak hanya mengejar

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

23

nilai akademik melainkan menjadikan belajar sebagai sebuah perjalanan. Belajar

merupakan perjalanan yang menyenangkan. Belajar membantu siswa aktif ,

kreatif dan kritis.

Sedangkan guru yang konservatif selalu menekankan hasil yang diraih anak

didik dari pada proses yang dilalui. Paulo Freire sangat menentang guru yang

konservatif dan menerapkan pendidikan gaya bank (Freire,2007:xi) yaitu :

Guru mengajar, sedangkan murid belajar.

Guru tahu segalanya, sedangkan murid tidak tahu apa-apa

Guru berpikir, sedangkan murid dipikirkan

Guru bicara, sedangkan murid mendengarkan

Guru mengatur, sedangkan murid diatur

Guru memilih dan memaksakan pilihanya sedangkan murid menurutinya.

Guru bertindak, sedangkan murid membayangkan bagaimana bertindak

sesuai

dengan tindakan gurunya.

Guru memilih apa yang akan diajarkan, sedangkan murid menyesuaikan

diri

Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang

profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid-

murid.

Guru adalah subjek proses belajar, sedangkan murid sebagai objeknya.

Guru yang konservatif, selalu mengejar hasil dan hanya berfokus kepada

aspek kognitif.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

24

Guru yang konservatif menciptakan anak didiknya seragam dengan tujuan

mudah dikendalikan.Guru yang konservatif tidak menumbuhkan jiwa kritis anak

didik.Guru bersikap otoriter dan kaku. Dengan gaya otoriter dan kaku anak

tertindas dan terbiasa meniru gurunya, sedangkan sesuatu yang tidak sama dengan

dirinya maka akan dianggap salah. Pendidikan yang bersifat otoriter dan doktrin

dimana posisi guru sebagai pengajar lebih kuat tidak akan menumbuhkan sikap

simpatik dan empatik (Qodir dalam Jatmiko&Indratno,2006:60).

1.7. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif (qualitative research). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007: 4)

mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan pendekatan ini untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah

(Moleong, 2007:6).

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

25

Data yang diperoleh berupa kata, kalimat, skema atau gambar

(Sugiyono,2005:14). Peneliti menjalin relasi dan melakukan interaksi secra aktif

kepada pendiri sekolah SD SALAM, guru,anak didik dan orangtua baik ketika

proses belajar mengajar di sekolah, ketika jam istirahat, ketika proses belajar usai

bahkan diluar proses belajar.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian di lakukan di jenjang sekolah dasar khusunya di Sekolah

Dasar Sanggar Anak Alam (Salam).SD Salam berlokasi di Nitiprayan,

Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jenjang

sekolah dasar dipilih karena usia sekolah dasar merupakan usia yang

sangat menentukan dalam membentuk karakter dan perilaku siswa

sehingga sekolah dasar merupakan institusi yang berperan penting dalam

menerapkan toleransi untuk menghargai perbedaan.

Konsep pendidikan multicultural harus ditanamkan sejak dini ,

yaitu pada anak usia 6 tahun hingga masa pubertas. Pada masa ini,

menurut Freud (dalam Eka Izzati), merupakan tahap laten, dalam tahap ini

anak mengembangkan ketrampilan social dan intelektualnya. Bila sejak

awal mereka telah memiliki nilai-nilai tersebut, maka nilai-nilai itu juga

akan tercemin pada tingkah laku mereka sehari-hari karena sudah

merupakaan kebiasaan(S. Iman Aji, 2012).

3. Sumber Data

Subyek penelitian dan informan penelitian adalah guru, pendiri Sd

Salam ,anak didik dan orangtua. Guru sebanyak 5 orang, yaitu kelas

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

26

1,3,4,5 dan 6. Pendiri SD Salam sejumlah 2 orang, anak didik 2 orang, dan

orangtua siswa 2 orang. Total informan pada penelitian ini sejumlah 11

orang. Guru sebagai informan utama dalam penelitian ini. Pendiri SD

Salam memberikan informasi mengenai identitas sekolah, kebijakan yang

diterapkan dalam kurikulum, metode hingga sarana-prasarana sehingga

diharapkan informasi abstrak mengenai konsep pendidikan multikultural

dapat diperoleh.Anak didik sebagai subyek yang berperan aktif dalam

proses belajar, informasi yang di dapat melalui anak didik dapat digunakan

untuk melihat hasil dari peran guru dalam menerapkan pendidikan

multikultural yang sudah berlangsung. Orangtua sebagai ‘kroscek’ untuk

melihat interaksi antara guru dengan anak didik.

4. Fokus Penelitian

Penelitian ini memberikan deskripsi analisis mengenai peran guru

dalam menerapkan pendidikan multikultur di SD Salam. Keberhasilan

pendidikan multikultural salah satunya dapat dilihat melalui guru. Aspek

yang diteliti dari guru yaitu : melihat bagaimana latar belakang pendidikan

guru, pemahaman guru dan bagaimana guru meramu materi untuk

menjelaskan dan memberikan pemahaman terhadap anak didik tentang

realitas masyarakat multikultural (seperangkat kemampuan dan

ketrampilan yang berkaitan dalam proses belajar), kemampuan guru dalam

menjelaskan materi, melaksanakan metode pembelajaran, memberikan

pertanyaan, menjawab pertanayaan, mengelola kelas, melakukan evaluasi,

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

27

dan menjalin relasi dengan siswa, orangtua dan masyarakat. Fokus

penelitian adalah interaksi belajar mengajar antara guru dengan anak didik.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data yang paling utama adalah observasi ,

wawancara dan data sekunder. Data sekunder pada penelitian ini terdiri

dari profil SD Salam, jumlah siswa dan guru, kurikulum dan gambaran

proses belajara secara umum. Dokumentasi (gambar atau foto) merupakan

bagian dari observasi, dokumentasi digunakan sebagai teknik pengambilan

bukti berupa gambar.

a. Metode Observasi (pengamatan) : Peneliti menggunakan observasi

partisipatif. Susan Stainback (1988) menyatakan in participant

observation, the researcher observes what people do, listen to what they

say, and participates in their activities (Sugiyono,2011:227) .Jenis

observasi partisipatif yang digunakan adalah partisipasi moderat yaitu

terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang

luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam

beberapa kegiatan, tetapi tidak semua (Sugiyono,2011:227). Peneliti ikut

berpartisipasi dalam beberapa kegiatan belajar mengajar di SD Salam

selama 4 hari, tujuannya untuk memperoleh gambaran yang belum

terungkap dan membuktikan antara hasil wawancara dengan narasumber

dengan penerapan yang dilakukan.

b. Metode Wawancara(Interview) : Wawancara merupakan pertemuan dua

orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

28

dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu

(Sugiyono,2011:231). Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara

semi terstruktur yaitu jenis wawancara lebih bebas dari wawancara

terstruktur, tujuannya untuk menemukan permasalahan secara lebih

terbuka dimana fihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-

idenya (Sugiyono,2011:233). Penulis akan bertanya kepada pendiri SD

Salam , guru, anak didik dan orangtua.

c. Data Sekunder: Data sekunder merupakan metode pelengkap dari metode

wawancara dan metode observasi (Sugiyono,2011:340). Data sekunder

berupa dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya dari

narasumber. Penulis menggunakan dokumen berupa foto, data diri. Data

institusi dan brosur untuk mengetahui informasi mengenai SD Salam.

6. Teknik Analisa Data

Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyususn ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang

lain(Sugiyono,2011:244).Teknik analisa yang digunakan adalah kualitatif

(Bodgan & Biklen, 1982) dalam Moleong (2007:248). Langkah-langkah

yang digunakan yaitu : mendiskripsikan fakta-fakta secara lengkap,

menemukan fakta senyatanya dan seadanya dilapangan, fakta didapatkan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78769/potongan/S1-2014... · bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat(Mahfud,2006:100)

29

dari wawancara, observasi dan data sekunder berupa profil SD Salam,

Gambaran Proses belajar-mengajar . Lalu menghubungkan fakta yang satu

dengan yang lain yang terkait dengan permasalahan. Melakukan analisa

dan intrepretasi secara sistematis tentang makna atau arti data. Fokus

penelitiannya adalah proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru

untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman terhadap siswa akan

realitas masyarakat multikultural wujud nyatanya adalah toleransi siswa,

simpati dan respek, anak mampu merefleksikan nilai keadilansosial dan

kemanusiaan. Setelah itu melakukan kesimpulan, kesimpulan dalam

penelitian kualitatif berupa deskripsi atau gambaran mengenai suatu obyek

yang sebelumnya masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi

jelas.