bab ii tinjauan pustaka_3

16
TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti Biosekuriti didefinisikan sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usaha- usaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam suatu kawanan ternak (Pinto dan Urcelay 2003). Penerapan biosekuriti penting untuk perlindungan ternak terhadap penyakit serta memenuhi perlindungan nasional terhadap masuknya penyakit eksotik (Boklund et al. 2004). Menurut Jeffreys (1997), biosekuriti memiliki tiga komponen mayor yaitu: isolasi, kontrol lalu lintas, dan sanitasi. Isolasi merujuk kepada penempatan hewan di dalam lingkungan yang terkontrol. Kontrol lalu lintas mencakup lalu lintas masuk ke dalam peternakan maupun di dalam peternakan. Sanitasi merujuk kepada disinfeksi material, manusia, dan peralatan yang masuk ke lingkungan peternakan dan kebersihan personel peternakan (Yee et al. 2009). Pelaksanaan biosekuriti dapat dilakukan dilakukan dengan cara-cara: 1. Kontrol lalu lintas Biosekuriti ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu lintas orang, seperti mengunci pintu dan melarang semua pengunjung atau mengizinkan masuk orang tertentu dan personel yang dibutuhkan (profesional) setelah mereka didisinfeksi, mandi semprot, lalu memakai sepatu khusus dan baju khusus (Garber et al. 2009). Sebelum masuk ke dalam kandang, sepatu didekontaminasi dengan bak berisi disinfektan di depan pintu masuk kandang. Peternakan yang menjalankan biosekuriti dengan ketat ( grand parent stock) akan menerapkan prosedur dengan sangat ketat misalnya tamu yang akan masuk sebelumnya tidak boleh mengunjungi peternakan pada level di bawahnya (parent stock, komersial, processing) paling sedikit tiga hari setelah kunjungan tersebut. Kontrol lalu lintas tidak hanya berlaku untuk orang tetapi juga untuk hewan seperti burung-burung liar, tikus, kumbang predator, serangga dan lainnya. Konstruksi bangunan yang terbuka sebaiknya diberi kawat pelindung untuk mencegah masuknya serangga terbang atau predator. Lalu lintas kendaraan yang memasuki areal peternakan juga harus dimonitor secara ketat (Farnsworth et al. 2011). Kendaraan yang memasuki farm harus melewati kolam disinfeksi. Peternakan pembibitan yang memerlukan biosekuriti lebih ketat, begitu masuk kolam disinfeksi kendaraan harus berhenti, lalu seluruh bagian mobil bagian

Upload: kosbajahitam

Post on 31-Dec-2015

113 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

Biosekuriti

Biosekuriti didefinisikan sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usaha-

usaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam

suatu kawanan ternak (Pinto dan Urcelay 2003). Penerapan biosekuriti penting

untuk perlindungan ternak terhadap penyakit serta memenuhi perlindungan

nasional terhadap masuknya penyakit eksotik (Boklund et al. 2004). Menurut

Jeffreys (1997), biosekuriti memiliki tiga komponen mayor yaitu: isolasi, kontrol

lalu lintas, dan sanitasi. Isolasi merujuk kepada penempatan hewan di dalam

lingkungan yang terkontrol. Kontrol lalu lintas mencakup lalu lintas masuk ke

dalam peternakan maupun di dalam peternakan. Sanitasi merujuk kepada

disinfeksi material, manusia, dan peralatan yang masuk ke lingkungan

peternakan dan kebersihan personel peternakan (Yee et al. 2009).

Pelaksanaan biosekuriti dapat dilakukan dilakukan dengan cara-cara:

1. Kontrol lalu lintas

Biosekuriti ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu lintas

orang, seperti mengunci pintu dan melarang semua pengunjung atau

mengizinkan masuk orang tertentu dan personel yang dibutuhkan (profesional)

setelah mereka didisinfeksi, mandi semprot, lalu memakai sepatu khusus dan

baju khusus (Garber et al. 2009). Sebelum masuk ke dalam kandang, sepatu

didekontaminasi dengan bak berisi disinfektan di depan pintu masuk kandang.

Peternakan yang menjalankan biosekuriti dengan ketat (grand parent stock)

akan menerapkan prosedur dengan sangat ketat misalnya tamu yang akan

masuk sebelumnya tidak boleh mengunjungi peternakan pada level di bawahnya

(parent stock, komersial, processing) paling sedikit tiga hari setelah kunjungan

tersebut.

Kontrol lalu lintas tidak hanya berlaku untuk orang tetapi juga untuk hewan

seperti burung-burung liar, tikus, kumbang predator, serangga dan lainnya.

Konstruksi bangunan yang terbuka sebaiknya diberi kawat pelindung untuk

mencegah masuknya serangga terbang atau predator. Lalu lintas kendaraan

yang memasuki areal peternakan juga harus dimonitor secara ketat (Farnsworth

et al. 2011). Kendaraan yang memasuki farm harus melewati kolam disinfeksi.

Peternakan pembibitan yang memerlukan biosekuriti lebih ketat, begitu masuk

kolam disinfeksi kendaraan harus berhenti, lalu seluruh bagian mobil bagian

bawah, sekitar ban disemprot disinfektan dengan sprayer tekanan tinggi.

Penumpang harus berjalan kaki lewat pintu khusus untuk lalu lintas orang

kemudian penumpang didisinfeksi. Peternakan dengan biosekuriti sangat ketat

terdapat pemisahan dan batas yang jelas mengenai daerah sanitasi kotor

dengan atau daerah sanitasi semi bersih atau bersih. Kontrol lalu lintas, baik

barang, bahan, ataupun manusia akan selalu terkontrol.

2. Pencatatan riwayat flok

Mencatat riwayat flok adalah cara yang mudah untuk menjaga kesehatan

flok ayam. Menurut Nespeca et al. (1997), catatan berisi antara lain asal ayam

dan jumlah ayam. Ayam harus secara rutin diperiksa kesehatannya ke

laboratorium, dengan mengecek titer darahnya terhadap penyakit tertentu,

monitoring bakteriologis dan sampling lainnya. Selain itu dilakukan juga program

vaksinasi yang teratur (Pappaioanou 2009). Laporan hasil pemeriksaan

laboratorium harus disimpan bersamaan dengan data performans setiap flok atau

kandang. Laporan ini sangat bermanfaat begitu masalah muncul.

3. Pencucian kandang ayam

Pencucian kandang ayam merupakan kegiatan biosekuriti yang paling

berat. Setelah flok ayam diafkir dan litter diangkat keluar kandang, tindakan

berikutnya adalah pembersihan dan disinfeksi terhadap seluruh kandang dan

lingkungannya.

4. Kontrol limbah (sisa-sisa) produksi dan ayam mati

Ayam sisa-sisa produksi atau limbah dalam tatalaksana usaha peternakan

akan menjadi limbah. Limbah ini harus dijauhkan dan dimusnahkan sejauh

mungkin dari areal produksi. Bila mungkin harus ada petugas khusus yang

mengambil sisa produksi ini secara teratur untuk dibuang atau dimusnahkan di

luar areal produksi. Apabila tidak mungkin dibuang atau dimusnahkan di luar,

maka harus dipilih lokasi di dalam wilayah peternakan yang memungkinkan sisa-

sisa produksi ini tidak mengganggu kegiatan produksi lainnya serta mencegah

pencemaran lingkungan.

Instalasi Karantina Hewan

Peranan karantina sangat penting dalam melakukan upaya-upaya

perlindungan, penyelamatan dan pengamanan sumberdaya alam hayati,

berdasarkan tugas pokok karantina yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor

16 Tahun 1992 dan PP Nomor 82 Tahun 2000. Karantina Pertanian adalah

tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan

tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar

negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam

wilayah negara Republik Indonesia (Badan Karantina Pertanian 2011).

Badan Karantina Pertanian sebagai pertahanan pertama (first line of

defence) dalam melindungi dan melestarikan sumber daya hayati hewani dari

ancaman penyakit. Hewan yang dilalulintaskan harus menjalani masa karantina

di instalasi karantina. Lama masa karantina bervariasi menurut jenis hewan dan

asal hewan tersebut (impor, ekspor, atau antar area). Selama berada di dalam

instalasi karantina, hewan diamati sesuai masa karantina yang berlaku. Bila

dalam masa karantina ini hewan menderita suatu penyakit, maka petugas

karantina (dokter hewan karantina) melakukan pengobatan dan terapi yang

diperlukan sesuai penyakit yang diderita hewan tersebut. Apabila hewan

menunjukkan gejala penyakit eksotik, maka hewan harus dimusnahkan.

Instalasi karantina hewan (IKH) adalah tempat untuk melakukan tindakan

karantina terhadap hewan atau produk hewan sebelum dinyatakan dapat

dibebaskan atau ditolak untuk dimasukkan dan diedarkan. IKH terdiri dari

bangunan, lahan berikut peralatan serta fasilitas dan sarana pendukung yang

dirancang sedemikian rupa sehingga layak digunakan sebagai tempat untuk

melakukan tindakan karantina. Kandang (instalasi karantina) juga harus

memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan Pedoman Pesyaratan Teknis

Instalasi Karantina Hewan. Pedoman teknis ini mencakup persyaratan-

persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat ditetapkan sebagai Instalasi

Karantina Hewan. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk IKH DOC

adalah:

a. Lokasi

1. Penilaian instalasi harus memperhatikan biosekuriti, biosafety alat angkut

dan rute perjalanan yang aman serta tidak menularkan penyakit serta

memenuhi prinsip kesejahteraan hewan.

2. Jarak dari lalu lintas umum minimal 400 meter atau dengan

memperhatikan disain kandang IKH DOC, sistem dan penanganan

biosekuriti.

3. Jarak lokasi dengan farm lain minimal 1 km atau memperhatikan sistem

dan manajemen penanganan biosekuriti.

4. Jarak instalasi dengan pemukiman penduduk minimal 300-400 m dari

pagar luar atau memperhatikan sistem dan manajemen penanganan

biosekuriti.

5. Lokasi harus dilengkapi dengan pagar tembok keliling atau pagar yang

mempunyai desain kuat, rapat, dan dapat mencegah masuk dan

keluarnya agen penyakit.

6. Jarak antar flok dalam instalasi minimal 40 meter, antar flok dibatasi

pagar atau memperhatikan sistem dan manajemen penanganan

biosekuriti.

7. Tata letak IKH DOC harus memperhatikan topografi sehingga kotoran dan

limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.

b. Sarana dan prasarana

1. Sarana utama

Sarana utama yang harus terdapat pada IKH meliputi:

1) Kandang

a) Konstruksi bangunan memenuhi daya tampung untuk menjamin

sirkulasi udara terhadap terpeliharanya kesehatan dan

kesejahteraan hewan. Terbuat dari bahan yang kuat dan dapat

menjamin kemudahan pemeliharaan, pembersihan, dan disinfeksi

kandang.

b) Memiliki sistem pembuangan dan pengolahan limbah dalam rangka

pencegahan penyebaran agen penyakit.

c) Konstruksi kandang:

i. Close house

Dinding: tembok dan kawat

Lantai: beton, semen ditutup dengan litter

Atap: terbuat dari bahan yang dapat memelihara suhu dan

kelembaban

Pintu: terbuat dari bahan yang kuat

Blower/exhauster: sesuai dengan kebutuhan

Peralatan kandang dilengkapi dengan:

- Pengatur temperatur kandang (manual atau sensor

otomatis)

- Automatic feeder

- Automatic curtain

- Alat pemberian minum secara otomatis

ii. Open house

Dinding: terbuat dari bahan yang dapat memelihara kesehatan

hewan yang bersifat tidak permanen dapat mengatur suhu

dan kelembaban.

Lantai: semen ditutup dengan litter

Atap: terbuat dari bahan yang dapat memelihara suhu dan

kelembaban dalam instalasi.

Pintu: terbuat dari bahan yang kuat

Peralatan kandang antara lain:

- Alat pemberian minum otomatis

- Alat pemberian pakan

- Brooder ukuran disesuaikan dengan jumlah DOC

- Chick guard (pembatas sementara)

iii. Luas kandang: sesuai kebutuhan brooding dengan kepadatan

100 ekor/10 m2

iv. IKH DOC harus memperhatikan:

Fasilitas untuk mencegah kontaminasi antar kandang.

Letak IKH DOC harus terpisah dari kandang pemeliharaan.

Kandang isolasi untuk DOC yang perlu ditangani

kesehatannya secara khusus.

Kebersihan dan sanitasi kandang dan lingkungan.

Tersedianya tempat pemusnahan.

Keluar masuk orang dan barang selama masa karantina

harus mendapatkan izin dari penanggung jawab.

Gudang pakan dan peralatan harus terpisah dari kandang

dan harus mempunyai program pengendalian hama.

Standar operasional prosedur dan fasilitas

disinfeksi/dekontaminasi untuk pekerja, kendaraan

tamu/pakan/peralatan, tamu, pakan.

2) Tata letak bangunan

a) Ruang kantor dan tempat tinggal karyawan harus terpisah dari

perkandangan dan dibatasi pagar rapat.

b) Jarak antara tiap kandang minimal 1 kali lebar kandang dihitung

dari tepi tiap atap kandang.

c) Bangunan kandang, kandang isolasi, dan bangunan lainnya

harus ditata agar aliran air, saluran limbah, dan udara tidak

menimbulkan pencemaran penyakit.

3) Pengendalian kualitas air dan pakan

a) Mempunyai program disinfeksi air minum dan program

disinfeksi untuk tempat air minum dan tempat pakan.

b) Pakan harus terhindar dari kontak dengan tikus, serangga, atau

burung liar.

4) Pengendalian penyakit

a) Mempunyai program disinfeksi kandang, sebelum ayam masuk,

maupun program saat ayam telah masuk.

b) Mempunyai program vaksinasi yang disesuaikan dengan

kondisi setempat.

5) Dekontaminasi kandang

a) Mempunyai prosedur tetap untuk dekontaminasi kandang, yang

mengatur lalu lintas ayam afkir, pupuk, program dekontaminasi

peralatan kandang yang terlokalisir sehingga tidak mencemari

kelompok kandang yang lain.

b) Mempunyai prosedur tetap untuk periode istirahat kandang dan

program dekontaminasi.

2. Sarana penunjang

Sarana penunjang adalah sarana yang dapat menunjang kelancaran

pelaksanaan kegiatan di IKH DOC, antara lain meliputi:

a. Jalan khusus menuju instalasi

Berguna untuk menghindari hewan dan manusia yang tidak

berkepentingan masuk ke dalam lokasi instalasi.

b. Papan nama yang menerangkan bahwa

(i) Lokasi tersebut adalah Instalasi karantina hewan day old chick

(IKH DOC).

(ii) Larangan memasuki lokasi instalasi karantina tanpa seizin

penanggung jawab.

c. Area parkir

Tersedia area parkir kendaraan yang memadai di dalam lokasi yang

menjamin kelancaran proses bongkar muat hewan, pakan, dan

barang selama masa karantina.

d. Pos satpam

Pos satpam ditempatkan pada samping pintu gerbang, dibuat

sedemikian rupa sehingga mengawasi semua aktivitas keluar masuk

kendaraan dan orang serta aktivitas di dalam instalasi.

e. Kantor

Berupa bangunan tersendiri atau ruangan khusus yang digunakan

sebagai kantor untuk melaksanakan kegiatan administrasi

pengelolaan instalasi.

f. Sarana mandi, cuci, kakus (MCK) dan mushola

Tersedia sarana MCK dan mushola yang terletak di luar pagar dalam

instalasi untuk memfasilitasi orang umum yang tidak terkait dengan

kegiatan tindak karantina.

g. Rumah jaga/mess

Rumah jaga disediakan terletak di luar pagar dalam.

h. Peralatan angkut pakan, peralatan kebersihan kandang

Tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan perawatan dan

pemeliharaan selama masa karantina. Ditempatkan khusus di dekat

kandang dan tidak bercampur dengan peralatan lain, hanya

digunakan untuk keperluan kandang yang sama selama masa

karantina.

Biosekuriti pada Instalasi Karantina Hewan

Setiap IKH harus menerapkan sistem biosekuriti yang baik dan terkendali.

Biosekuriti pada IKH dapat meliputi sanitasi, pagar pelindung, pengawasan yang

ketat lalu lintas pengunjung dan kendaraan, menghindari kontak dengan satwa

liar, mempunyai fasilitas bangunan yang memadai, penerapan karantina, dan

menerapkan sistem tata cara penggantian stok hewan (Casal et al. 2007).

Menurut Australian Chicken Meat Federation (ACMF) Inc. (2010), prosedur

biosekuriti rutin yang harus dilakukan di suatu IKH adalah:

1. Pencatatan (recording) dan pelatihan personel

2. Standar fasilitas, antara lain:

Area peternakan (instalasi) harus mempunyai pagar pembatas yang

menunjukkan zona biosekuriti yang jelas.

Denah area peternakan yang berisi keterangan tentang kandang, jalan

akses, dan pintu gerbang yang selalu diperbarui.

Pintu gerbang utama harus bisa dibuka tutup dan dikunci untuk mencegah

keluar masuk kendaraan atau orang yang tidak berkepentingan.

Terdapat papan yang bertuliskan “area biosekuriti, dilarang masuk kecuali

dengan ijin”.

Terdapat area parkir untuk kendaraan pengunjung.

Terdapat area untuk berganti pakaian yang jauh dari kandang dan di dalam

area berganti pakaian itu disediakan pakaian dan alas kaki.

Orang yang masuk ke dalam area peternakan harus melewati footbath

yang berisi disinfektan sesuai dengan petunjuk penggunaan. Baju dan alas

kaki yang berbeda diterapkan untuk tiap kandang yang berbeda. Fasilitas

untuk cuci tangan harus terdapat pada pintu masuk tiap kandang.

Kandang harus dirancang dan dijaga agar burung liar dan kutu tidak masuk

ke dalam kandang.

Landscape, pohon dan semak harus diseleksi untuk meminimalisir burung

liar datang. Rumput sekitar kandang harus dipangkas secara teratur untuk

mencegah datangnya burung liar, serangga dan tikus.

Saluran pembuangan air, area peternakan harus memiliki saluran

pembuangan yang baik agar tidak terjadi akumulasi air yang dapat

mengundang unggas air dan serangga.

Terdapat program pengendalian untuk tikus, kucing, anjing, dan kutu.

Program pengendalian tikus (pest control), mengikuti hal sebagai berikut;

Perangkap tikus diberi nomor dan terdapat denah di mana perangkap-

perangkap tersebut dipasang.

Perangkap tikus dipasang dengan jumlah yang lebih banyak di tempat

yang banyak terdapat aktivitas tikus.

Perangkap tikus harus dirancang untuk meminimalkan hewan lain

masuk ke dalam perangkap.

Air minum harus diberi perlakuan seperti klorinasi, ultraviolet, dan iodium.

Air yang telah diberi perlakuan disimpan di dalam sistem tertutup.

Pakan harus disimpan di dalam tempat tertutup sehingga burung liar dan

tikus tidak dapat masuk.

3. Standar dan prosedur personel

Risiko masuknya atau menyebarnya penyakit atau kontaminasi melalui

pergerakan manusia diminimalisasi dengan cara yang mencakup staf,

termasuk personel kandang dan pegawai peternakan; kontraktor, supplier,

dan personel; pengunjung dan keluarga pekerja.

Studi terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik

Studi mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik menunjukkan apa yang

seseorang ketahui mengenai sesuatu hal, bagaimana perasaan mereka tentang

hal itu, dan bagaimana mereka bertindak. Survei pengetahuan, sikap, dan praktik

atau knowledge, attitude, practice (KAP) adalah suatu studi representatif dari

suatu populasi spesifik untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang

diketahui, dipercayai, dan dilakukan terkait dengan topik tertentu (Kaliyaperumal

2004). Survei KAP menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data,

kuesioner disusun secara terstruktur dan diisi sendiri oleh responden. Data yang

terkumpul kemudian dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif tergantung pada

tujuan dan disain studi. Survei KAP didisain secara khusus untuk menjaring

informasi tentang topik tertentu. Data hasil survei KAP bermanfaat untuk

membantu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi suatu kegiatan.

Survei KAP dapat mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan (knowledge

gap), kepercayaan budaya, atau pola perilaku yang mungkin mempengaruhi

pemahaman dan tindakan, serta mengenal masalah yang muncul atau hambatan

(barriers) dari suatu usaha. Survei KAP dapat mengidentifikasi informasi yang

umumnya menjadi suatu pengetahuan dan sikap. Lebih jauh, survei KAP dapat

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang tidak diketahui

pada kebanyakan orang, alasan-alasan terhadap sikapnya, serta bagaimana dan

mengapa orang-orang melakukan atau menerapkan perilaku tertentu. Menurut

Lakhan dan Sharma (2010), pengetahuan adalah kemampuan untuk

memperoleh, mempertahankan, dan menggunakan informasi, gabungan

pemahaman, ketajaman dan keterampilan.

Pengetahuan

Pengetahuan dikaitkan dengan praktik yang dilakukan yang akan

mempengaruhi keinginan untuk merubah praktik yang dilakukan bila dirasakan

praktik tersebut tidak aman (McIntosh et al. 1994). Kemauan untuk merubah

perilaku ditentukan oleh persepsi dan keyakinan seseorang (Wilcock et al. 2004).

Menurut Kibler et al. (1981) yang dikutip oleh Zahid (1997), pengetahuan

didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik dan

umum, ingatan mengenai metode atau proses, ingatan mengenai pola, susunan

atau keadaan. Jenis pengetahuan secara hierarkis dikelompokkan menjadi: 1)

pengetahuan yang bersifat spesifik, 2) pengetahuan mengenai terminologi, 3)

pengetahuan mengenai fakta-fakta tertentu, 4) pengetahuan mengenai cara-cara

tertentu, 5) pengetahuan mengenai kaidah, 6) pengetahuan mengenai arah dan

tujuan, 7) pengetahuan mengenai klasifikasi dan kategori, 8) pengetahuan

mengenai kriteria, 9) pengetahuan mengenai metoda, 10) pengetahuan

mengenai pola, 11) pengetahuan mengenai prinsip dan generalisasi, dan 12)

pengetahuan mengenai teori dan struktur.

Soekanto (2003) menyatakan pengetahuan adalah kesan yang didapatkan

dari hasil pengolahan panca inderanya. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui

kenyataan (fakta), penglihatan, pendengaran, serta keterlibatan langsung dalam

suatu aktivitas. Pengetahuan juga didapatkan dari hasil komunikasi dengan

orang lain seperti teman dekat dan relasi kerja. Pengetahuan yang tersimpan

dalam ingatan ini digali saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat

(recall) atau mengenal kembali (recognition). Menurut Notoatmodjo (2003)

pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan

yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali

(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima, oleh karena itu, tahu adalah tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami duartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang

obyek yang telah diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan penilaian terhadap

suatu materi atau obyek. Menurut Notoatmodjo (2007) belajar adalah mengambil

tanggapan-tanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan cara

mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian

stimulus atau rangsangan-rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan

stimulus maka memperkaya tanggapan pada subyek belajar.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tingkatan pengetahuan seseorang

menurut Nasution (1999) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) antara lain:

a. Tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin mudah

menerima informasi.

b. Informasi, masyarakat yang mempunyai banyak sumber informasi dapat

memberikan peningkatan terhadap tingkat pengetahuan tersebut. Informasi

dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi,

dan dapat juga diperoleh melalui penyuluhan.

c. Budaya, budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang, hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai

dengan budaya dan agama yang dianut.

d. Pengalaman, pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan

individu, hal ini berarti bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan

yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan jauh lebih luas.

e. Sosial ekonomi, dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya,

tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi

seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan

informasi.

f. Pengukuran tingkat pengetahuan, pengukuran tingkat pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang

menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari responden atau subyek

penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau

diketahui dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan responden.

Sikap

Sikap mengacu kepada kecenderungan untuk bereaksi dengan cara

tertentu untuk situasi tertentu, untuk melihat dan menginterpretasikan peristiwa-

peristiwa sesuai dengan kecenderungan tertentu, atau untuk menyusun

pendapat ke dalam struktur yang masuk akal dan saling terkait. Menurut Krauss

(1995), sikap yang bersifat relatif permanen dan stabil tentang ringkasan

keseluruhan mengenai sesuatu hal adalah komponen psikologi yang penting

karena dapat mempengaruhi dan memperkirakan berbagai perilaku. Menurut

Zahid (1997), ketiga komponen utama sikap meliputi kognisi (kesadaran), afeksi,

dan perilaku (konatif). Komponen afeksi mencakup arah dan intensitas dari

penilaian individu atau macam perasaan yang dialami terhadap obyek sikap,

sedangkan komponen perilaku merupakan kecenderungan untuk bertindak

menurut cara tertentu terhadap sikap.

Setiadi (2008) menjelaskan hubungan antara ketiga komponen sikap

tersebut. Kepercayaan dan persepsi merupakan komponen kognitif dari sikap,

komponen afektif berupa perasaan yang berhubungan dengan obyek, dan

kodatif yang berkaitan dengan tindakan (perilaku). Hierarki pengaruh keterlibatan

tinggi yaitu kepercayaan mempengaruhi perasaan, kemudian perasaan

mempengaruhi maksud untuk bertindak (berperilaku). Sikap merupakan

keyakinan, perasaan atau penilaian individu yang bersifat positif atau negatif

(menyenangkan atau tidak menyenangkan) dan memberikan arah atau

kecenderungan kepada individu tersebut untuk berperilaku sesuai dengan sikap

yang dimilikinya.

Sikap akan memberikan arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang.

Sumarwan (2004) mengemukakan empat fungsi dari sikap yaitu utilitarian,

mempertahankan ego, ekspresi nilai, dan pengetahuan.

a. Fungsi utilitarian (the utilitarian function), seseorang menyatakan sikapnya

terhadap suatu obyek karena ingin memperoleh manfaat (rewards) tersebut

atau menghindari (punishment).

b. Fungsi mempertahankan ego (the ego-defensive function), sikap ini berfungsi

untuk melindungi seseorang (citra diri) dari keraguan yang muncul dari dalam

dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi

dirinya.

c. Fungsi ekspresi nilai (the value-expressive function), sikap ini berfungsi untuk

menyatakan nilai-nilai, gaya hidup, dan identitas sosial seseorang. Sikap akan

menggambarkan minat, hobi, kegiatan, dan opini dari seseorang.

d. Fungsi pengetahuan (the knowledge function), pengetahuan yang baik

mengenai sesuatu seringkali mendorong seseorang untuk menyukai hal

tertentu.

Azwar (2003) mengemukakan berbagai metode dan teknik yang

dikembangkan untuk mengungkapkan sikap manusia dan memberikan

interpretasi yang valid. Pengungkapan sikap manusia dilakukan dengan

beberapa metode diantaranya dengan:

a. Observasi langsung, dilakukan dengan memperhatikan perilakunya karena

perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu, namun hal ini hanya

bila sikap berada pada kondisi yang ekstrim. Perilaku hanya akan konsisten

dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan.

b. Penanyaan langsung, asumsi yang mendasari metode ini adalah bahwa

individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan

manusia mengungkapkan dirinya sendiri dan manusia akan mengungkapkan

secara terbuka apa yang dirasakannya.

c. Pengungkapan langsung, metode ini digunakan karena metode penanyaan

langsung memiliki beberapa kelemahan diantaranya orang akan

mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka

hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Metode pengungkapan

langsung secara tertulis dilakukan dengan meminta responden menjawab

langsung suatu pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau

tidak setuju.

Praktik

Praktik atau perilaku berarti aplikasi peraturan dan pengetahuan yang

mengarah ke tindakan/perbuatan (Lakhan dan Sharma 2010). Menurut Di

Giuseppe et al. (2008), pengetahuan seseorang akan mempengaruhi praktik dari

individu tersebut. Menurut model yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein

(1980) yang dikutip oleh Zahid (1997) yaitu theory of reasoned action, perilaku

merupakan fungsi dari tujuan untuk melakukan perilaku itu sendiri. Suparta

(2002) menyatakan perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor luar

dan faktor dalam. Kondisi situasional luar mempengaruhi sikap dalam dan

selanjutnya sikap ini dapat mempengaruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap

sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri

(karakteristik individu) dan faktor luar.

Menurut Harihanto (2001) perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh

faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi perilaku adalah

karakteristik internal (sesuatu yang dimiliki oleh seseorang secara unik) baik

yang bersifat fisik atau kejiwaan (psikis). Faktor yang bersifat psikis adalah

persepsi, kepribadian, mental, intelektual, ego, moral, keyakinan, dan motivasi.

Faktor luar yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor sosial budaya,

sosial ekonomi, dan lingkungan fisik seperti pendidikan, pengetahuan,

penghargaan sosial, hukuman, kebudayaan, norma sosial, tekanan sosial,

panutan, input informasi, kohesi kelompok, dukungan sosial, agama, ekonomi

politik, pola perilaku kelompok, status, dan peranan individu dalam masyarakat.

Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku

menurut Weinreich (1999) dan Kushardanto (2007) antara lain:

1. Teori perilaku yang direncanakan (theory of planned behaviour), teori yang

mengeksplorasi keterkaitan antara perilaku dan keyakinan (beliefs), sikap

(attitudes), dan kehendak (intentions). Teori ini berasumsi bahwa kehendak

berperilaku (behavioural intention) adalah faktor penentu yang paling penting.

Kehendak berperilaku dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap tindakan

dan keyakinan atas pendapat orang lain terhadap suatu perilaku.

2. Teori pembelajaran sosial (social cognitive learning theory). Perubahan

perilaku tidak hanya ditentukan oleh faktor intrinsik atau adanya lingkungan

yang mendukung dan individu memiliki pengaruh terhadap apa yang

dilakukan, bagaimana respon individu terhadap lingkungan. Teori ini melihat

lingkungan bukan hanya sebagai sistem yang mendorong atau mencegah

suatu perubahan perilaku, akan tetapi lingkungan juga menyediakan tempat

bagi seseorang untuk belajar tindakan orang lain dan konsekuensi dari

tindakan tersebut. Tiga faktor utamanya yaitu kekuatan sendiri, sasaran, dan

harapan yang muncul.

3. Teori tahapan dari perubahan (transtheoretical model/stages of change

theory) yang terdiri dari lima tahapan, yaitu:

a. Pre-contemplation (pra-perenungan): individu pada tahap ini tidak

menyadari suatu masalah atau suatu risiko terhadap sesuatu sehingga

belum berpikir untuk mengambil tindakan.

b. Contemplation (perenungan): individu pada tahap ini sudah berpikir untuk

bertindak dan menunjukkan indikasi sedang merencanakan tindakan.

c. Preparation (persiapan): individu akan mengambil tindakan dalam waktu

yang tidak lama lagi dan merencanakan untuk melakukan rencana tersebut

segera mungkin.

d. Action (tindakan), pada tahap ini, individu sudah mengambil tindakan untuk

menangani suatu permasalahan tertentu.

e. Maintenance (menjaga), individu berusaha untuk mempertahankan

tindakan yang diambilnya dalam suatu periode waktu yang lama.

4. Difusi suatu inovasi (diffusion of innovations), terhadap suatu perilaku baru

atau tindakan, beberapa orang akan mengadopsi dan yang lainnya melihat

sampai orang lain dalam kelompoknya mengadopsinya dan kelompok yang

lainnya sama sekali tidak menerima inovasi tersebut.

Tingkatan praktik terdiri atas empat tahapan yakni: (1)

persepsi/perception, (2) respon terpimpin/guided respons, (3)

mekanisme/mechanism, dan (4) adaptasi/adaptation (Notoatmodjo 2007).

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik

Menurut Mueller (1992), prediktabilitas praktik dari pengukuran sikap dapat

ditingkatkan dengan jalan memusatkan pada obyek sikap yang lebih khusus

pada praktik-praktiknya. Validitas prediktif suatu pengukuran sikap dapat

dioptimalkan dengan seksama dengan memberikan perhatian kepada setiap

komponen paradigma prediktifnya dengan cara: (1) hasil pengukuran sikap harus

memiliki tingkat reabilitas yang tinggi, hal ini dapat dicapai dengan penyusunan

skala yang baik, (2) kriteria pengukuran indeks praktik juga harus memiliki

reabilitas yang tinggi, (3) obyek pengukuran sikap dan obyek praktik harus

identik, dan (4) variabel-variabel situasional yang melunakkan hubungan antara

sikap dan praktik harus dimasukkan ke dalam pertimbangan.

Tujuan berperilaku sangat ditentukan oleh dua faktor yaitu sikap terhadap

perilaku dan tekanan sosial yang dirasakan (norma subyektif). Norma subyektif

ini merupakan variabel situasional yang mungkin merintangi pelaksanaan niat

atau kehendak seseorang. Semakin kuat suatu sikap yang ditentukan oleh

pengalaman pribadi langsung terhadap obyek sikap atau kepentingan pribadi

terhadap obyek sikap maka akan semakin kuat hubungan antara sikap dan

tampilan perilakunya. Kesadaran pribadi dapat meningkatkan kekuatan

hubungan antara sikap dan tampilan perilaku melalui dua keadaan. Pertama

kesadaran pribadi akan meningkatkan akses individu terhadap sikap yang dia

miliki. Kedua, dalam lingkungan perilaku, kesadaran pribadi juga dapat

mengingatkan individu akan sikap yang dimilikinya (Zahid 1997).

Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya.

Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak

senang terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau

pengetahuannya (Harihanto 2001). Sikap dan praktik terdapat hubungan,

keberadaan hubungan ini ditentukan oleh kespesifikan sikap, kekuatan sikap,

kesadaran pribadi, dan norma-norma subyektif yang mendukung (Zahid 1997).

Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu obyek

akan menjadi attitude terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai

dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek

tersebut. Sikap mempunyai motivasi, yang berarti ada segi kedinamisan untuk

mencapai suatu tujuan. Terbentuknya sikap karena adanya interaksi manusia

dengan obyek tertentu (komunikasi), serta interaksi sosial di dalam kelompok

maupun di luar kelompoknya. Sarwono (2002) menyatakan bahwa sikap

terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Proses belajar dapat terjadi

melalui proses kondisioning klasik atau proses belajar sosial atau karena

pengalaman langsung.

Sikap sangat menentukan tindakan (behaviour) seseorang. Seseorang

yang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek, besar kemungkinan untuk

bertindak positif juga terhadap obyek tersebut. Timbulnya sikap positif tersebut

didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut

(Sujarwo 2004). Di dalam penelitian ini akan diteliti sejauh mana hubungan

antara sikap pengelola IKH DOC yang terdiri dari manajer, dokter hewan, dan

pekerja kandang terhadap praktik biosekuriti yang dilakukan. Kepatuhan

terhadap biosekuriti merupakan hal penting yang harus diterapkan pada suatu

farm atau instalasi karantina hewan. Kepatuhan untuk melakukan tindakan

biosekuriti yang rendah sering dikaitkan dengan pemahaman yang buruk

terhadap biosekuriti.