tinjauan pustaka ii

21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Spinal Anestesi Spinal Anestesi pertama kali ditemukan pada tahun 1885 oleh Leonard Corning, seorang ahli saraf di New York. Beliau bereksperimen dengan memasukan obat pada saraf tulang belakang anjing, kemudian ia melihat Anjing tersebut kehilangan rasa sakit, meskipun disayat dengan pisau. Eksperimen awal Leonard Corning, membawa perubahan penting di bidang Kedokteran Anestesi dan sampai saat ini teknik spinal anestesi sangat bermanfaat di dunia kesehatan untuk menolong pasien di kamar operasi. Tulisan tentang nyeri kepala paska anestesia spinal pertama kali ditulis oleh Karl August Bier pada tahun 1898. Beliau melakukan percobaan spinal terhadap tujuh pasien, dirinya, dan asistennya. Dari sembilan orang yang dilakukan anestesia spinal tersebut, enam diantaranya mengalami gejala sakit kepala yang berhubungan dengan perubahan posisi. Sejak saat itu, didapatkan banyak tulisan tentang nyeri kepala paska anestesi spinal. Saat ini, keluhan tersebut dikenal dengan PDPH. 22 Sejak anestesi spinal Sub Archnoid Block (SAB) diperkenalkan oleh August Bier (1898) pada praktis klinis, teknik ini telah digunakan dengan luas untuk 21 anestesi regional, terutama untuk operasi pada daerah bawah umbilikus. Kelebihan utama teknik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta penanganan paska operatif dengan analgesia yang minimal. 21 Universitas Sumatera Utara

Upload: dhiemaazth-ciccouo-dkillszth

Post on 04-Jan-2016

239 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Anestesi Pada SC II

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka II

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Spinal Anestesi Spinal Anestesi pertama kali ditemukan pada tahun 1885 oleh Leonard

Corning, seorang ahli saraf di New York. Beliau bereksperimen dengan memasukan

obat pada saraf tulang belakang anjing, kemudian ia melihat Anjing tersebut

kehilangan rasa sakit, meskipun disayat dengan pisau. Eksperimen awal Leonard

Corning, membawa perubahan penting di bidang Kedokteran Anestesi dan sampai

saat ini teknik spinal anestesi sangat bermanfaat di dunia kesehatan untuk menolong

pasien di kamar operasi.

Tulisan tentang nyeri kepala paska anestesia spinal pertama kali ditulis oleh

Karl August Bier pada tahun 1898. Beliau melakukan percobaan spinal terhadap

tujuh pasien, dirinya, dan asistennya. Dari sembilan orang yang dilakukan anestesia

spinal tersebut, enam diantaranya mengalami gejala sakit kepala yang berhubungan

dengan perubahan posisi. Sejak saat itu, didapatkan banyak tulisan tentang nyeri

kepala paska anestesi spinal. Saat ini, keluhan tersebut dikenal dengan PDPH.

22

Sejak anestesi spinal Sub Archnoid Block (SAB) diperkenalkan oleh August

Bier (1898) pada praktis klinis, teknik ini telah digunakan dengan luas untuk

21

anestesi

regional, terutama untuk operasi pada daerah bawah umbilikus. Kelebihan utama

teknik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek

minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien

tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, serta penanganan paska operatif

dengan analgesia yang minimal.

21

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Tinjauan Pustaka II

2.2 Anestesi Spinal

Anestesi spinal memiliki beberapa komplikasi yang sering timbul, salah satu

komplikasi yang dapat timbul adalah Post Dural Puncture Headache. Sejarah Post

Dural Puncture Headache (PDPH) juga diperkenalkan oleh Augus Bier yang

berdasarkan atas pengalaman sendiri dengan gejala sakit kepala pada saat berdiri dan

hilang pada saat posisi tidur. Menurut berbagai peneliti, kejadian terjadinya Post

Dural Puncture Headache berkisar antara 0,1 % -36% dengan kejadian tertinggi 36%

pada pasien yang menggunakan jarum 20G atau 22G.

Banyak faktor yang diduga mempengaruhi kejadian dan keparahan Post dural

Puncture Headache (PDPH)

23

termasuk, umur, jenis kelaminan, ras pasien, teknik

SAB, jumlah tusukan yang dilakukan, besar jarum dan desain ujung jarum Pada

penelitian Lybecker H dkk yang meneliti 1.021 pasien dari kelompok usia antara 15

sampai 85 tahun. Kejadian terbesar yang ditemukan di dekade ketiga (16%) dan

keempat (14%). Kejadian sakit kepala menurun setelah dekade kelima. Perbedaan

antara umur kelompok dapat dikaitkan dengan elevasi ambang nyeri, mungkin terjadi

penurunan progresif dalam elemen saraf sensorik dan terjadi penurunan elastisitas

pembuluh darah dengan penuaan.

Dari penelitian Hwang dkk, membandingkan kejadian PDPH dengan jarum

25G Whitacre dengan jarum 25G dan 26G Quincke tidak menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna secara statistik. Ada beberapa penelitian yang meneliti

mengenai hubungan banyaknya usaha tusukan spinal dengan kejadian PDPH yang

menyertainya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Singh dkk (2009) dengan

menggunakan jarum 23G Quincke membandingkan banyaknya tusukan dengan

kejadian PDPH. Dari hasil penelitian tersebut didapat ada hubungan yang signifikan

terhadap banyaknya usaha tusukan dengan tingginya kejadian. Dari beberapa

penelitian lain yang meneliti hubungan banyaknya tusukan spinal dengan kejadian

PDPH pada jarum-jarum yang lebih kecil 26G dan 27G tidak menunjukkan adanya

24

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Tinjauan Pustaka II

perbedaan yang signifikan antara banyaknya tusukan dengan tingginya kejadian

PDPH, seperti yang dikemukakan oleh Kang SB dkk (1992). Pada penelitian ini,

peneliti meneliti kejadian PDPH antara dua tipe jarum ukuran 27G, sehingga peneliti

mengesampingkan faktor banyaknya tusukan untuk mempengaruhi tingginya

kejadian terjadinya PDPH.

Salah satu faktor terpenting dan

15

paling memegang peranan adalah desain dan

besar jarum. Ada beberapa tipe jarum yang saat ini digunakan untuk tindakan punksi

dura. Secara umum tipe jarum ini dibedakan menjadi dua tipe, yakni tipe cutting

(Quincke) dan non-cutting /atraumatic (Atraucan, whitacre, sprotte). Jarum dengan

ujung Quincke memotong serat dura dan bisa menyebabkan robekan dura yang

menetap, sementara ujung jarum spinal non-cutting atau seperti pencil-point

(Atraucan, Whitacre, Sprotte) dapat mendorong serat dura sehingga dapat kembali ke

tempat semula dan mengurangi hilangnya Cerebro Spinal Fluid (CSF) setelah

tusukan dura sehingga mengurangi kejadian Post dural Puncture Headache

(PDPH).

Oleh karena itu, banyak variasi dalam kejadian Post Dural Puncture

Headache (PDPH)

25

yang bisa timbul dengan desain jarum spinal yang berbeda. Ada

beberapa data yang merupakan kumpulan dari kejadiannya PDPH pada beberapa

jarum yaitu 40% pada jarum 22G, 25% pada jarum 25G, 2-12% pada jarum 26G

Quincke, 1-6% pada jarum 27G Quincke dan <2% pada jarum 29G. Dengan

mengurangi besar dari jarum spinal telah memberikan dampak yang signifikan

terhadap kejadian dari Post Dural Puncture Headache (PDPH). 8

Dalam rangka meminimalkan resiko Post dural Puncture Headache (PDPH),

beberapa desain jarum spinal dan modifikasi ujung, telah diperkenalkan yaitu

Atraucan, yang dikenal juga sebagai jarum atraumatik. Jarum ini memiliki titik

pemotongan dengan bevel ganda yang dimaksudkan untuk memotong kecil lubang

dura dan kemudian membesar dan untuk mengurangi gaya yang dibutuhkan untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Tinjauan Pustaka II

melakukan tusukan.26 Jarum ini lahir pada tahun 1992 oleh Aglan dan Stansby yang

melakukan uji aliran terhadap jarum Sprotte dan menyimpulkan bahwa daerah lubang

jarum dapat diturunkan hingga area crossectional canula tanpa mempengaruhi rerata

aliran obat.

14

Gambar 1: Jenis Jarum Spinal

Vandam dan Dripps mencatat ada korelasi langsung antara ukuran jarum dan

resiko Post Dural Puncture Headache (PDPH) bahwa kejadian berkisar 18% dengan

jarum pengukur 16G dan 5% dengan 26G, sedangkan, keseluruhan resiko Post dural

Puncture Headache (PDPH) adalah 11% pada 11000 kasus anestesi spinal. Kejadian

Post Dural Puncture Headache (PDPH) untuk berbagai jenis jarum spinal

ditunjukkan pada tabel 1.

Table 1. Kejadian PDPH dalam berbagai jarum spinal

25

Needle size & Type Bentuk Jarum Incidence of PDPH%

16G Touhy 2-5 Bevel tumpul

20G Whitacre 36 Atraumatic

22G Quincke Cutting 0,63-4

24G Sprotte Atraumatic 0-9,6

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Tinjauan Pustaka II

25G Quincke Cutting 3-25

25G Whitacre Atraumatic 0-14,5

26G Quincke Cutting 0,3-20

26G Atraucan Atraumatic 2,5-4

27 Quincke Cutting 1,5-5,6

27 Whitacre Atraumatic 0

29 Quincke Cutting 0-2

32 Quincke Cutting 0,4

Pada penelitian J Buettner yang membandingkan jarum 25G Whitacre dan

Quincke dalam penilaian Post Dural Puncture Headache (PDPH) melaporkan Post

Dural Puncture Headache (PDPH) pada jarum Whitacre lebih rendah dibanding

dengan jarum Quincke. Walaupun demikian jarum 25G Quincke dengan bevel cutting

di tengah lebih sering digunakan dan lebih popular dengan kejadian PDPH hampir

25%.27

Table 2: Jenis Jarum Spinal

Jenis Jarum Desain Gambar Keuntungan

Quincke

Tajam,bevel

menengah

Penyebaran Cepat

dan pasti

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Tinjauan Pustaka II

Whitacre Non cutting,

pencil point

Lubang lateral

PDPH <, tidak

memotong

Sprotte

Sebanding

whitacre,

lubang >besar

Penyebaran

terjamin

Atraucan

Tajam bevel

ganda

Tajam,

penyebaran baik

Ballpen

Quincke,

ataumatik

Penyebaran cepat,

pasti

Gertie Marx

Pencil Point Mudah digunakan,

dan kegagalan

minimal

Perbedaan antara jarum Atraucan dan Quincke dapat dilihat dari gambar dibawah ini.

Jarum 26G Atraucan merupakan jarum spinal dengan ujung tip yang dirancang untuk

membuat potongan linear kecil (dibandingkan dengan potongan quincke yang

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Tinjauan Pustaka II

berbentuk V) di dura mater. Atraucan 26G memiliki dua bevel, Bevel pertama untuk

memotong kecil lubang dural dan bevel kedua membesar sehingga mengurangi gaya

yang dibutuhkan untuk melakukan tusukan. Pada penelitian In vitro, menyatakan

kebocoran cairan serebrospinal pada jarum atraucan 26G lebih rendah dibandingkan

dengan jarum 26G Quincke dan jarum 24G Sprotte

Tabel 3: Perbedaan Jarum Atraucan dan Quincke

.

Jenis

Jarum Gambar Warna

Diameter

(mm)

Ujung Jarum Pada Dura

Mater

26G

Quincke

Coklat 88 mm

26G

Atraucan

Coklat 88 mm

26G

Pencil

Point

Coklat 90 mm

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Tinjauan Pustaka II

2.3 Post Dural Puncture Headache

Sudah lebih dari seratus tahun sejak dr. Bier mengalami dan menulis laporan

kasus pertama terhadap post dural puncture headache. Deskripsi dr. Bier terhadap

2.3.1 Defenisi PDPH (Post Dural Puncture Headache)

sakit kepala postural berat ini masih lazim dipakai sampai saat ini

Sebuah nyeri yang biasanya sangat berat, tumpul, bilateral, biasanya pada

daerah frontal, retro orbita dan oksipital yang menjalar ke leher, dimana biasanya

diperberat bila posisi tegak lurus dan berkurang pada posisi tidur. Nyeri kepala bisa

berdenyut atau konstan dan biasanya disertai dengan fotofobia, mual, muntah,

gangguan pendengaran atau penglihatan.28 Onset nyeri kepala akibat PDPH ini bisa

terjadi pada 12 sampai 72 jam setelah tindakan, tetapi bisa juga ditemukan segera

setelah tindakan. Pasien pasien yang mengalami Post Dural Puncture Heachache

tidak boleh diabaikan. Bila tidak ditangani nyeri bisa berlangsung sampai berminggu-

minggu, dan pada kasus-kasus yang sangat jarang, bisa diperlukan tindakan operasi

untuk mengatasinya.

Post Dural Puncture Headache (PDPH) merupakan komplikasi dari tusukan

29

pada dura mater (salah satu meningen yang mengelilingi korda spinalis). PDPH

sering terjadi pada anestesi spinal dan lumbal, dan juga epidural anestesi. PDPH bisa

timbul dalam hitungan jam sampai hari setelah tusukan dan memberikan tanda dan

gejala seperti pusing mual dan menjadi makin berat bila pasien mengambil posisi

tegak lurus. Jadi PDPH bisa disimpulkan sebagai sakit kepala berat yang bisa disertai

mual atau muntah setelah tusukan spinal dengan ciri khas memberat bila berubah

posisi duduk atau tegak lurus dan menghilang atau berkurang bila posisi tidur datar.

Dari pernyataan di atas, diambil kriteria Post Dural Puncture Headache21

:

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Tinjauan Pustaka II

1. Timbul setelah mobilisasi

2. Diperberat dengan perubahan posisi duduk atau berdiri dan batuk, bersin

3. Berkurang atau hilang dengan posisi tidur terlentang

4. Nyeri sering terlokalisir pada occipital, frontal atau menyeluruh

2.3.2 Klasifikasi PDPH

Nyeri sakit kepala PDPH menurut Crocker (1976) dikelompokkan menjadi 4

skala yakni:

• Nyeri kepala ringan yang memungkinkan periode lama untuk duduk /

berdiri dan tanpa ada gejala tambahan lain

21

• Sakit kepala sedang, yang membuat pasien tidak dapat bertahan berada

pada posisi tegak lurus selama lebih dari setengah jam. Biasanya di sertai

dengan mual, muntah dan gangguan pendengaran dan penglihatan.

• Sakit kepala berat yang timbul segera ketika beranjak dari tempat tidur,

berkurang bila berbaring terlentang di tempat tidur. Sering disertai dengan

mual, muntah, gangguan penglihatan dan pendengaran.

• Nyeri kepala sangat berat yang timbul bahkan ketika penderita sedang

berbaring terlentang di tempat tidur dan bertambah makin berat bila duduk

atau berdiri, untuk makan tidak mungkin dilakukan karena mual dan

muntah.

Keluhan PDPH ini diduga merupakan akibat dari hilangnya cairan

serebrospinal ke dalam ruang epidural. Berkurangnya tekanan hidrostatik pada ruang

subaraknoid akan menyebabkan regangan terhadap meningens sehingga terjadi tanda

dan gejala penyerta. Hal ini disebabkan hilangnya Cerebro Spinal Fluid (CSF) lebih

cepat dari produksinya sehingga terjadi traksi terhadap struktur-struktur yang

menyangga tidak, terutama dura dan tentorium. Peningkatan traksi pada pembuluh

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Tinjauan Pustaka II

darah juga menambah nyeri kepala. Traksi pada syaraf kranial dapat menyebabkan

diplopia (biasanya pada syaraf kranial keenam) dan tinnitus.

Jan dkk, membagi tingkat keparahan dari PDPH dengan skala analog numerik

verbal 0 sampai 10 (0=tanpa nyeri dan 10=nyeri yang paling tidak tertahankan).

Untuk mempermudah, Shaik dkk (2008), membagi skala 0 – 10 ini menjadi 3 tingkat,

yakni ringan, sedang dan berat, sesuai dengan yang tertera pada tabel.

TABLE 4: KLASIFIKASI PDPH

30

KLASIFIKASI PDPH

Ringan Sedang Berat

Tidak ada gangguan dalam

aktivitas

Terjadi gangguan dalam

aktivitas

Hanya dapat berbaring di

tempat tidur

Tidak dibutuhkan

penanganan

Dibutuhkan analgesia

secara regular

Anoreksia

2.3.3 Patofisiologi PDPH

2.3.3.1 Anatomi Dura Mater Spinal

Dura mater spinal adalah sebuah tuba yang menjalar dari foramen magnum

menuju segmen kedua dari sakrum. Dura mater terdiri dari korda spinalis dan akar-

akar nervus yang menembusnya. Dura mater itu sendiri merupakan jaringan konektif

yang padat yang terdiri dari serat kolagen dan elastis. Deskripsi klasik dari dura mater

spinal adalah serat kolagen yang menjalar dengan arah longitudinal.

Hal ini telah didukung oleh penelitian histologis terhadap dura mater.

berdasarkan hal ini merekomendasikan agar jarum cutting spinal diorientasikan

paralel dibandingkan dengan arah memotong serat-serat longitudinal ini. Akan tetapi,

dari studi miskroskopik elektron dan cahaya telah melawan teori klasik terhadap

anatomi dura mater ini. Studi ini menunjukkan bahwa dura mater terdiri dari serat

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Tinjauan Pustaka II

kolagen yang tersusun berlapis-lapis, dimana tiap lapis terdiri dari serat kolagen dan

elastis yang tidak menunjukkan orientasi yang spesifik.

Pada permukaan luar atau permukaan epidural memang teratur dengan arah

longitudinal, tetapi pola ini tidak berulang pada lapis-lapis berikutnya. Dari penilaian

lebar terhadap ketebalan dura menunjukkan bahwa dura posterior bervariasi dalam

ketebalan sepanjang spinal, baik dalam individu maupun antar individu. Perforasi

dura pada area yang tebal akan menyebabkan kebocoran CSF yang lebih sedikit

dibanding perforasi pada area yang tipis, dan hal ini dapat menjelaskan kejadian

yang tidak terduga pada akibat perforasi dura.8 Lapisan struktur tulang belakang yang

akan dilewati jarum spinal untuk masuk ke dalam ruang subarakhnoid adalah Kulit

Jaringan Subkutan Ligamen Supraspinous ligamen Interspinous Ligamentum

Flavum Ruang Epidural Ruang Subdural Ruang

Subarachnoid

Gambar 2 Anatomi Dari Dura Meter

2.3.3.2 Cairan Serebrospinal

Produksi CSF terjadi terutama pada pleksus koroid, tetapi ada beberapa bukti

yang menunjukkan adanya produksi ekstrakoroidal. Sekitar 500 cc dari CSF

diproduksi perhari (0.35 cc/min). Volume CSF pada orang dewasa adalah sekitar 150

cc, dimana setengahnya berada di dalam kavitas kranial. Tekanan CSF pada regio

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Tinjauan Pustaka II

lumbal pada posisi horizontal adalah 5-15 cm H2O. Diperkirakan pada posisi berdiri

akan meningkat sampai 40 cm H2O. Tekanan CSF pada anak-anak akan meningkat

sesuai umur.8

PDPH diduga disebabkan oleh kebocoran CSF melalui tusukan pada dura.

Ada dua mekanisme yang menyebabkan PDPH. Salah satunya adalah menurunnya

struktur intrakranial pada posisi tegak yang menyebabkan traksi pada meningen, saraf

kranial dan saraf servikal hingga menghasilkan nyeri pada daerah frontal, oksipital

dan servikal. Mekanisme kedua adalah mekanisme kompensasi vasodilatasi yang

merupakan respon dari rendahnya tekanan intrakranial sehingga mengakibatkan nyeri

kepala. Posisi tegak memperburuk sakit kepala karena berkurangnya tekanan

intrakranial dengan meningkatkan laju hilangnya CSF melalui punksi dural.

Bier di tahun 1899 menyatakan PDPH disebabkan oleh bocornya cairan CSF

yang dipengaruhi oleh lubang jarum di dura. Hart J.R dan Whitacre R.J

mengambarkan sakit kepala karena bocornya CSF diakui karena adanya ketegangan

pada pembuluh darah dan saraf kranial yang disebabkan oleh penarikan cairan tidak

akibat tusukan di dura. Doktrin Munro Kelly menyatakan bahwa jumlah volume otak,

CSF dan volume darah intrakranial adalah konstan. Konsekuensi dari penurunan

volume CSF dikompensasi oleh peningkatan volume darah. Venodilatasi ini

kemudian mengakibatkan sakit kepala

13

31

Turnbull D.K. dan Sheperd D.B. menjelaskan dura mater yang terdiri dari

serat kolagen yang terlihat dalam beberapa lapisan sejajar dengan permukaan. Setiap

lapisan terdiri dari kolagen dan serat, ketebalan dura pada tingkat spinal tidak dapat

diprediksi pada setiap orang. Dan mungkin ada serat yang kurang tebal sehingga

mudah terjadi kebosoran CSF dengan pengaruh besarnya ukuran jarum.8

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Tinjauan Pustaka II

Gambar 3: Korda Spinalis Dan Mekanisme PDPH

2.4. Differential Diagnosa Dari PDPH Pada Wanita Hamil Setelah melahirkan, perempuan sering menderita sakit kepala. Sebuah studi

retrospektif dalam lima tahun terakhir mengidentifikasi wanita postpartum dengan

sakit kepala berlangsung lebih dari 24 jam setelah melahirkan dan terjadi dalam 6

minggu setelah persalinan. Dari 95 perempuan memenuhi kriteria ini, dan sementara

tingkat kejadian tidak dapat dihitung, studi ini tidak mengidentifikasi beberapa fitur

penting sakit kepala setelah melahirkan. Kebanyakan wanita (82%) masih di rumah

sakit di awal sakit kepala mereka. Dari demografi studi populasi sebagian besar

populasi umum dalam rerata usia ibu 25,2 tahun, 87 % dari perempuan telah

menerima beberapa jenis anestesi regional dan 29 % dari perempuan melakukan

operasi sesar. Untuk membedakan pasien yang murni PDPH dan tidak dapat dilihat

dari riwayat seringnya sakit kepala.32-33

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Tinjauan Pustaka II

2.4.1 Migrain

Migrain dengan karakterisitik nyeri yang berdenyut unilateral yang diperberat

dengan aktifitas biasanya diikuti juga dengan mual dan fotofobia. Migrain biasanya

terjadi pada saat remaja yang lebih sering mengenai perempuan dan sering meningkat

pada kehamilan, tetapi juga sering pada periode paska persalinan.32

2.4.2 Tension Headache

Tipe yang paling sering pada sakit kepala, yang sering mengenai wanita

remaja maupun pertengahan usia. Sakit kepala ini meiliki intensitas ringan sampai

berat dengan nyeri biasanya bilateral tanpa berdenyut, tidak dijumpai mual dan

fotofobia . Adanya peningkatan kejadian pada wanita hamil.

2.4.3 Perdarahan Intrakranial

34

Sakit kepala dengan perdarahan intrakranial dikarakteristikan dengan onset

yang tiba-tiba, dengan intensitas berat dan adanya dijumpai tanda kelainan neurologik

fokal dan ganguan kesadaran.

2.4.4 Trombosis Vena Serebral Dan Thrombosis Sinus

32

Resiko trombosis vena meningkat pada kehamilan dan telah diperkirakan

kejadian di antara 10-20 per 100.000 kelahiran di negara maju. Kejadian muncul

lebih tinggi di negara berkembang dengan kejadian 450 per 100.000 kelahiran di

India. Gambaran sakit kepala sering sulit dibedakan dengan Post Dural Puncture

Headache.

2.4.5 Keganasan

32

Sakit kepala berkaitan dengan neoplasma intrakranial dengan jenis tipikal, dan

tanpa denyut yang diikuti dengan mual, muntah dan memberat pada saat beraktifitas,

batuk dan bersin. Dan tanda fokal dengan peningkatan tekanan intrakranial.

32

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Tinjauan Pustaka II

2.4.6 Withdrawal Kafein

Withdrawal kafein dapat menyebabkan sakit kepala, meningkat kelelahan, dan

kecemasan, dan telah dilaporkan terjadi setelah sedikitnya 3 hari paparan 300 mg per

hari atau 7 hari paparan 100 mg per hari (50-100 mg kafein per minuman kopi).

Withdrawal kafein bisa menjadi penyebab sakit kepala paska operasi Meskipun

belum dikonfirmasi sebagai penyebab sakit kepala paska persalinan.

2.4.7 Meningitis

32

Sakit kepala berat pada meningitis digambarkan dengan nyeri kepala yang

disertai dengan demam, kekakuan, dan adanya tanda Kernig dan Brudzinski postif,

muntah, kejang, dan ruam kulit juga dapat terjadi. Patogen meliputi streptokokus B,

staphylococcus epidermidis, kelompok A. hemolitik streptococcus, dan agen parasit

baru-baru ini, taenia solium, menyebabkan neurocysticercosis

2.5 Terapi PDPH

34

Ada beberapa terapi yang sering dipakai untuk penanganan PDPH, baik terapi

konservatif maupun agresif. Terapi konservatif meliputi istirahat, hidrasi pasien,

posisi telungkup, stagen abdomen, pemberian kafein baik melalui oral atau parenteral.

sumatriptan dan pemberian Hormon Adrenokortikotropin (ACTH)/kortikosteroid.

Sedangkan terapi agresif berupa suntikan intratekal salin, kateter intratekal, epidural

saline, epidural blood patch dan epidural dekstran.

2.5.1 Terapi Konservatif

31

• Istirahat

Istirahat di tempat tidur akan mengurangi gejala PDPH. Namun,

tinjauan literatur menunjukkan bahwa istirahat setelah punksi dural

tidak mengurangi resiko berkurangnya sakit kepala, bahkan adanya

kecenderungan peningkatan sakit kepala pada pasien yang istirahat.

Tidak adanya bukti bahwa dengan memperpanjang durasi istirahat

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Tinjauan Pustaka II

dapat menurunkan kemungkinan sakit kepala. mobilisasi awal setelah

punksi dural harus dilakukan, pasien dengan sakit kepala harus

mobilisasi sebanyak yang mereka mampu

• Hidrasi Pasien

.

Salah satu yang menjadi faktor penentu terjadinya PDPH adalah status

hidrasi pasien, dimana konsep hidrasi pada PDPH masih banyak salah

dimengerti. Tujuan dari hidrasi adalah untuk memastikan kecepatan

produksi CSF optimal, dimana pasien dalam keadaan dehidrasi akan

menyebabkan produksi CSF yang berkurang. Sehingga, bila seseorang

sudah terehidrasi dengan baik, dan kecepatan produksi CSF normal,

tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hidrasi yang berlebihan

akan membantu meningkatkan kecepatan produksi CSF. Oleh karena

itu tidak diperlukan pemberian cairan berlebihan pada pasien yang

telah terehidrasi dengan baik, dan penting untuk memastikan bahwa

pasien dalam kondisi terhidrasi baik sebelum dilakukan tindakan

anestesi spinal. Pada penelitian ini, kami memastikan pasien dalam

keadaan terhidrasi baik dengan melakukan terlebih dahulu Tilt Test.33

• Posisi Tengkurap

Tilt test adalah tes kecukupan cairan / hidrasi pada pasien, dengan

memperhitungkan faktor posisi dan gravitasi, dilakukan dengan

mengukur tekanan darah pasien saat terlentang mendatar dan

kemudian mengukur tekanan darah pasien setelah diposisikan tidur

terlentang dalam posisi head up dengan sudut 40– 50 selama 10 menit.

Bila terjadi perbedaan Mean Arterial Presure (MAP) lebih dari 10%,

maka dinyatakan Tilt Test positif dan pasien masih belum terhidrasi

dengan cukup.

Posisi tengkurap dapat meredakan sakit kepala pada beberapa pasien

dengan PDPH, tetapi tidak ada penelitian yang diterbitkan mendukung

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Tinjauan Pustaka II

hal ini, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra abdominal

dan adanya penekanan di tulang belakang ke kompartemen

intrakranial. Posisi tengkurap mungkin bermanfaat pada pasien yang

sayatan bedahnya tidak menghalangi

• Stagen Abdomen

posisi ini

Pada tahun 1975 sebuah studi tunggal yang meliputi ibu hamil

menyarankan bahwa bahan pengikat perut mencegah perkembangan

nyeri kepala spinal. Hal ini dapat mengurangi PDPH dengan

mekanisme yang sama seperti posisi tengkurap

• Kafein

. Dan penggunaan

stagen abdomen masih dilakukan sampai sekarang.

Kafein bekerja menstimulasi produksi CSF. Kafein membantu dengan

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial.32 Sebuah

studi dari 41 pasien dengan sakit kepala tidak yang tidak responsif

terhadap tindakan konservatif menunjukkan bahwa pemberian kafein

500 mg intravena menyebabkan adanya pengurangan gejala pada 70%

dari subyek. Ukuran kecil dari studi dan kurangnya kelompok kontrol

meragukan rutin penggunaan terapi ini. Seperti kafein intravena tidak

tersedia di banyak rumah sakit, penggunaan kafein oral telah diusulkan

sebagai pengganti. Kafein oral, 300 mg, menghasilkan penurunan

yang lebih signifikan dalam intensitas sakit kepala dibandingkan

plasebo

• Sumatriptan

.

Serotonin Agonis Sumatriptan adalah vasokonstriktor otak yang

digunakan untuk mengobati migrain. Salah satu studi melaporkan

berkurangnya PDPH pada empat dari enam pasien yang diobati

dengan 6 mg subkutan Sumatriptan. Tapi setelah satu jam hanya satu

pasien yang gejalanya benar-benar berkurang.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Tinjauan Pustaka II

• Hormon Adrenokortikotropin

Sejumlah laporan kasus telah menyarankan peran terapi untuk

kortikosteroid atau hormon adrenokortikotropin. Sebuah penelitian

secara acak tunggal menunjukkan bahwa hidrokortison dosis tinggi

mengurangi keparahan sakit kepala spinal dibandingkan dengan

plasebo. Dan sebuah penelitian lain secara acak tidak bisa

menunjukkan manfaat apapun untuk pemberian

ACTH

2.5.2 Terapi Agresif

• Intratekal Saline

Injeksi 10 ml saline yang bebas pengawet melalui jarum Tuohy setelah

kejadian punksi dural dapat menurunkan kejadian sakit kepala dari

62% menjadi 32%. Injeksi normal saline melalui kateter intratekal

yang dilakukan setelah punksi dural dapat juga mengurangi sakit

kepala, namun jumlah pasien dalam kelompok ini terlalu kecil untuk

mencapai signifikansi statistik

.

Kateter Intratekal

Setelah dilakukannya punksi dural selama penempatan epidural,

kateter dapat ditempatkan dalam ruang subarachnoid untuk

memberikan anestesi spinal kontinyu. Beberapa studi telah

menyarankan bahwa teknik ini akan mengurangi timbulnya sakit

kepala setelah spinal. Bahkan, salah satu studi menunjukkan hasil

yang lebih baik ketika kateter tetap di tempat selama 24 jam setelah

melahirkan

.

Epidural Saline

Infus epidural yang terus menerus dengan normal saline telah

dilaporkan berguna untuk mencegah atau meringankan gejala PDPH

setelah punksi dural. Sayangnya, penghentian infus biasanya

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Tinjauan Pustaka II

menyebabkan kambuhnya sakit kepala. Teknik ini mungkin berguna

pada pasien yang menolak Epidural Blood Pacth

• Epidural Blood Patch

.

Terapi yang berupa Epidural Blood Patch, merupakan penanganan

yang sangat efektif terhadap PDPH. Dengan melakukan injeksi 15-20

cc darah autologous ke ruang epidural pada satu interspace

dibawahnya atau pada tempat tusukan dura. Hal ini dipercaya akan

menghentikan kebocoran yang terjadi pada CSF oleh karena efek

massa atau koagulasi. Efeknya bisa terjadi segera atau beberapa jam

setelah tindakan ketika produksi CSF secara perlahan akan

meningkatkan tekanan intrakranial yang dibutuhkan.32

Epidural Blood

Patch telah diusulkan sebagai standar emas untuk pengobatan PDPH,

dengan laporan awal menunjukkan tingkat keberhasilan setinggi 95%

Epidural Dekstran

Pada pasien yang tidak dapat menerima EBP karena demam, atau yang

menolak EBP karena alasan agama, epidural dekstran telah digunakan

dengan beberapa keberhasilan. Hal ini belum pernah dipelajari

sebelumnya, karena adanya kekhawatiran tentang potensi

neurotoksisitas dan resiko reaksi alergi. Tetapi penggunaan epidural

dekstran infus harus dipertimbangkan

.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Tinjauan Pustaka II

2.6 Kerangka Teori

Gambar 4 Kerangka Teori

Anestesi Spinal

Robekan Dura

Kebocoran CSF

Struktur Intrakranial Menurun Pada Posisi Tegak

PDPH

Nyeri Pada Daerah Frontal, Oksipital Dan Servikal.

Traksi Pada Meningen, Saraf Kranial Dan Saraf

Servikal

Jarum Spinal

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Tinjauan Pustaka II

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 5: Kerangka Konsep

Anestesi Spinal

Jarum Spinal 26G

Quincke

Jarum Spinal 26G

Atraucan

PDPH

Tingkat Keparahan PDPH

Universitas Sumatera Utara