ii tinjauan pustaka

16
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) dalam berbagai daerah dikenal dengan nama yang bermacam-macam yaitu Eyobe(Enggono), Punaga (Minangkabau), Penago (Lampung), Nyamplung (Melayu), Nyamplung (Jawa Tengah, Sunda), Camplong (Madura, Bali), Mantan (Bima), Camplong (Timor), Dingkalreng (Sangir), Dongkalan (Mongondow), Dungala (Gorontalo), Punaga (Makassar), Pude (Bugis), Hatan (Ambon), Fitako (Ternate). Sedangkan dalam perdagangan umumnya dikenal sebagai nyamplung atau bintangur. Taksonomi tanaman nyamplung menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Guttiferales Suku : Guttiferae Marga : Calophyllum Jenis : Calophyllum inophyllum L Nama Umum : Nyamplung Pohon, daun buah dan biji nyamplung disajikan pada Gambar 1. di bawah ini:

Upload: snkhamidah

Post on 30-Oct-2014

71 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II Tinjauan Pustaka

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum L)

Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) dalam berbagai daerah dikenal dengan

nama yang bermacam-macam yaitu Eyobe(Enggono), Punaga (Minangkabau), Penago

(Lampung), Nyamplung (Melayu), Nyamplung (Jawa Tengah, Sunda), Camplong (Madura,

Bali), Mantan (Bima), Camplong (Timor), Dingkalreng (Sangir), Dongkalan (Mongondow),

Dungala (Gorontalo), Punaga (Makassar), Pude (Bugis), Hatan (Ambon), Fitako (Ternate).

Sedangkan dalam perdagangan umumnya dikenal sebagai nyamplung atau bintangur.

Taksonomi tanaman nyamplung menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Bangsa : Guttiferales

Suku : Guttiferae

Marga : Calophyllum

Jenis : Calophyllum inophyllum L

Nama Umum : Nyamplung

Pohon, daun buah dan biji nyamplung disajikan pada Gambar 1. di bawah ini:

Gambar 1. Tanaman NyamplungSumber : Friday dan Okano (2006)

Tanaman nyamplung biasanya tumbuh disekitar aliran sungai ataupun dipinggiran

pantai dan mampu hidup dengan baik sampai dengan ketinggian 500 m. Ciri-ciri pohon

Page 2: II Tinjauan Pustaka

5

nyamplung adalah sebagai berikut, batang berkayu,bulat, dan bewrna coklat, bentuk

daun tunggal, bersilang berhadapan, bulat memanjang atau bulat telur, ujung tumpul,

pangkal membulat, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 10-21 cm, lebar 6-11 cm

tangkai 1,5-2,5 cm, mempunyai bunga majemuk, berbentuk tandan, mempunyai buah

bulat seperti seperti peluru, diameter 2,5-3,5 cm, warna hijau, kering menjadi coklat,

bijinya berbentuk bulat, tebal, keras, warna coklat, pada intinya terdapat minyak

bewarna kuning, mempunyai perakaran tunggang serta tinggi pohon dapat mencapai 20

meter. Biji nyamplung dapat digunakan sebagai obat kudis, penerangan dan

penumbuhan ramput (Heyne, 1987)

Minyak nyamplung bewarna coklat kehijauan, kental, beraroma menyengat seperti

karamel dan beracun. Minyak nyamplung mempunyai kandungan asam lemak tidak

jenuh yang cukup tinggi seperti asam oleat komponen-komponen tak tersabunkan

diantaranya alkohol lemak, sterol. Xanton, turunan kuomarin, kalofilat, isokalofilat,

isoptalat, kapelierat, asam pseudobrasilat dan penyusun triterpenoat sebanyak 0,5-2%

yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Menurut Hadi (2009), asam lemak penyusun

minyak nyamplung dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak minyak nyamplung

No

.Jenis Asam Lemak Penyusunya

1. Asam Lemak Jenuh 29,415

- Asam Palmitat (C16:0) 14,318

- Asam Stearat (C18:0) 15,097

2. Asam Lemak Tidak Jenuh 70,325

- Asam Palmitoleat (C16:1) 0,406

- Asam Oleat (C18:1) 35,489

- Asam Linoleat (C18:2) 33,873

- Asam Linoleat (C18:3) 0,557

2.2 Surfaktan

Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active

agent) yang mempunyai struktur bipolar, sehingga menyebabkan surfaktan cenderung berada

pada antar muka antara fase yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hydrogen seperti

minyak dan air ( Suryani et al.,2000). Surfaktan memiliki kemampuan untuk larut dalam air

Page 3: II Tinjauan Pustaka

6

dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul

surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang

suka akan minyak atau lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan

positif, negatif atau netral. Umumnya bagian non polar (lipofilik) merupakan rantai alkil yang

panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. Gugus

hidrofilik antara lain gugus gidroksil (-OH), gugus karboksilat (-COOH), gugus sulfat (-

SO4Na), gugus sulfonat (-SO3Na), gugus amino (-NH2) sedangkan gugus lipofilik merupakan

gugus senyawa hidrokarbon baik jenuh maupun tidak jenuh (Martin, 1993). Struktur

surfaktan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur surfaktan a. gugus hidrofilik dan hidrofobik surfaktan, b. misel

surfaktan,

Surfaktan dibagi menjadi empat bagian penting dan digunakan secara meluas pada

hampir semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah anionik, surfaktan

kationik,surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik ( Rieger dan Rhein, 1985). Diantaranya

adalah :

a. Surfaktan anionik

Surfaktan anionik merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada permukaannya

mengandung muatan negatif. Contoh dari jenis surfaktan anionik adalah alkil benzena

sulfonat linier, Alkohol Sulfat, Alkohol Eter Sulfat,Natrium Laurel Eter Sulfat.

b. Surfaktan kationik

Surfaktan ini merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada permukaannya mengandung

muatan positif. Surfaktan ini terionisasi dalam air serta bagian aktif pada permukaannya

adalah bagian kationnya. Contoh jenis surfaktan ini ammonium kuarterner.

Page 4: II Tinjauan Pustaka

7

c. Surfaktan nonionik

Surfaktan yang tidak terionisasi di dalam air adalah surfaktan nonionik yaitu surfaktan

dengan bagian aktif permukaanya tidak mengandung muatan apapun, contohnya alkohol

etoksilat,poliksietilen ( R-OCH2CH).

d. Surfaktan amfoterik

Surfaktan amfoterik dapat bersifat sebagai non ionik, kationik dan anionik di dalam

larutan. Surfaktan ini mengandung muatan negatif maupun muatan positif pada bagian aktif

pada permukaannya. Contohnya Sulfobetain (RN+(CH3)2CH2CH2SO3-.

Surfaktan sebgai bahan aktif dalam detergen memiliki fungsi tertentu dalam proses

pencucian. Surfaktan berfungsi untu menurunkan tegangan permukaan, berperan dalam

peristiwa adsoprsi, pembentukan micelle dan deterjensi.

1. Penurunan Tegangan Permukaan

Menurut Martin (1993), Tegangan permukaan adalah gaya per satuan panjang yang harus

diberikan sejajar pada permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam, dengan satuan

dyne/cm . Turunnya tegangan permukaan suatu larutan diakibatkan adanya penambahan

surfaktan dalam larutan tersebut.

2. Adsopsi

Ketika molekul surfaktan berada di dalam air, gugus hidrofilik ditarik menuju moekul

air (molekul polar ditarik molekul polar yang lain). Kondisi kontradiktif terjadi karena

molekul surfaktan lebih memilih berada dalam permukaan cairan dimana orientasi gugus

lipofilik lebih jauh dari air. Efek molekul pada permukaan dikenal sebagai adsopsi dan

menjadi dasar untuk mengetahui perilaku molekul surfaktan. Akibat dari mekanisme ini

adalah efek terhadap tegangan permukaan dapat terjadidalam waktu singkat (Hargreaves,

2003).

3. Pembentukan micelle

Molekul-molekul surfaktan akan membentuk sebuah struktur melingkar yang disebut

micelle, sedangkan gugus hidrofilik berorientasi keluar micelle. Hal ini terjadi saat

konsentrasinya cukup tinggi. Agregasi molekul surfaktan didorong oleh adanya gaya Van der

Waals yang terjadi sepanjang ekor lipofilik dan gaya tolak ionik dari gugus hidrofilik.

Ilustrasi pembentukan micelle seperti pada Gambar 3. Pada kondisi tersebut surfaktan disebut

dengan critical micelle concentration (CMC). Pada konsentrasi surfaktan dibawah CMC,

tegangan permukaan dan antar muka turun dengan meningkatnya konsentrasi, namun pada

saat konsentrasi mencapai taraf CMC atau lebih tinggi dari itu, tidak terjadi penurunan

Page 5: II Tinjauan Pustaka

8

tegangan permukaan dan antar muka atau penurunannya sangat rendah (Schueller dan

Ramonousky,1998).

Gambar 3. Ilustrasi pembentukan miracelle (Hargreaves, 2003)

4. Deterjensi

Deterjensi adalah proses penghilangan kotoran dari suatu permukaan. Bagaimana

deterjen bekerja merupakan kajian yang kompleks karena melibatkan banyak fungsi bahan

yang berbeda, variasi substrat dan campuran berbagai jenis pengotor. Efeksifitas dalam

menurunkan tegangan antarmuka antara air, partikel pengotor dan substrat (permukaan bahan

yang dicuci) merupakan faktor penting agar proses wetting dapat diperoleh, sehingga sistem

surfaktan berhasil alam deterjensi (Hargreaves, 2003). Efek deterjensi pada surfaktan dapat

terjadi ketika molekul surfaktan memposisikan dalam adsorpsi pada antarmuka minyak-air,

antarmuka minyak-substrat dan antarmuka subtrat-air.

2.3 Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah proses mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau

lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol menghasilkan metil

atau etil ester asam lemak dan gliserol sebagai produk samping\. Reaksi transesterifikasi

merupakan reaksi bolak-balik yang relatif lambat. Cara untuk mempercepat jalannya reaksi

dan untuk meningkatkan hasil, maka dilakukan proses pengadukan yang baik, penambahan

katalis.. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan

dengan lambat (Mittlebatch,2004).

Katalis yang banyak digunakan adalah katalis basa namun katalis asam juga dapat

digunakan terutama dalam pada proses transesterifikasi adalah basa alkali, biasanya

digunakan Pada minyak nabati yang kadar asam bebasnya tinggi. Katalis basa dinilai lebih

baik dari katalis asam karena dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu yang lebih

rendah bahkan pada suhu kamar. Katalis basa yang digunakan yaitu natrium hidroksida

(NaOH) atau Kalium hidroksida (KOH), karbonat, dan alkoksida dari natrium dan kalium

seperti natrium metoksida, etoksida, propoksida dan butoksida (Khan,2002). Katalis basa

Page 6: II Tinjauan Pustaka

9

yang digunakan terlebih dahulu direaksikan dengan alkohol (Setyadji, 2003). Berikut ini

mekanisme reaksi antara etanol dengan katalis KOH disajikan pada Gambar 4 .

Gambar 4 . Reaksi etanol dengan basa KOH

Sumber: Setyadi, dkk (2003)

Menurut Lele (2004), proses transesterifikasi dipengaruhi oleh bebrapa faktor

diantaranya waktu reaksi, suhu, kecepatan pengadukan konsentrasi katalis dan persentase

etanol terhadap minyak nabati. Persentase etanol perlu untuk diketahui karena etanol

berperan dalam pemutusan ikatan-ikatan molekul besar dengan rantai bercabang panjang

(trigliserida) menjadi molekul lebih kecil rantai lurus pendek (etil ester). Secara umum reaksi

transesterifikasi antara trigliserida dengan etanol menggunakan katalis KOH dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan etanol dengan katalis KOH (Setyadi dan Susianti, 2003)

2.4 Analisis Etil Ester

Etil ester yang dihasilkan pada proses transesterifikasi dari minyak biji nyamplung

selanjutnya dianalisis terlebih dahulu dengan ditentukan nilai dari bilangan asam dan

bilangan penyabunannya.

1. Bilangan penyabunan

Menurut Sudarmadji (1984), bilangan penyabunan didefinisikan sebagai jumlah mg

kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk mengikat asam lemak bebas untuk menyabunkan

ester dari 1 gram minyak. Besarnya bilangan penyabunan ini bergantung sama berat molekul

minyak. Minyak dengan bobot molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang

lebih tinggi daripada minyak yang bobot molekulnya tinggi. Bilangan penyabunan dapat

Page 7: II Tinjauan Pustaka

10

dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang

disusun oleh asam lemak berantai karbon pendek berarti mempunyai berat molekul relative

kecil akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat

molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil.

1. Bilangan asam

Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah kalium hidroksida yang dibutuhkan

untuk netralisasi asam bebas yang terdapat dalam 1 gram senyawa (Sudarmadji, 1984)..

Bilangan asam dilakukan untuk menentukan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak

atau lemak.

1. Bilangan ester

Bilangan ester adalah bilangan yang menyatakan berapa miligram KOH yang

diperlukan untuk menyabunkan ester yang ada dalam 1 gram minyak/lemak. Tujuannya yaitu

untuk menghitung gliserol yang teresterkan (Sudarmadji, 1984).

.

2.5 Sulfonasi

Surfaktan merupakan bahan baku pembuatan deterjen. Bebarapa proses yang dapat

digunakan untuk menghasilkan surfaktan diantaranya adalah proses transesterifikasi untuk

menghasilkan etil ester dan proses sulfonasi untuk menghasilkan etil ester sulfonat. Proses

sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi kelompok sulfat atau

sulfonat dengan minyak, asam lemak, ester dan alkohol lemak. Disebut sulfonasi karena

proses ini melibatkan penambahan gugus sulfon pada senyawa organik (Nightingale, 1987).

Proses sulfonasi dapat dilakukan terhadap minyak yang mempunyai ikatan jenuh dan tak

jenuh ataupun gugus hidroksil pada molekulnya. Reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat

terjadi pada tiga sisi yaitu (1) gugus karboksil, (2) bagian α-atom karbon; dan (3) rantai tidak

jenuh (ikatan rangkap). Pada Gambar 6 disajikan kemungkinan terikatnya pereaksi kima yang

digunakan dalam proses sulfonasi.

H H H O │ │ │

H ─ C ─ C ─ CH CH ─ C ─ CH2 ─ C │ │ │ H H H OH

3 2 1

Gambar 6. Kemungkinan terikatnya pereaksi kima yang digunakan dalam proses sulfonasi.

Sumber : Jungermann (1979)

Page 8: II Tinjauan Pustaka

11

Proses sulfonasi dengan gas SO3 menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi,

namun kelemahan proses ini harus kontinyu, membutuhkan peralatan yang mahal dengan

tingkat ketepatan yang tinggi. Selain itu, gas SO3 memiliki sifat yang sangat reaktif sehingga

diperlukan kontrol yang sangat ketat agar tidak terbentuk produk intermediet dan produk

yang dihasilkan bewarna hitam dan bersifat sangat asam, sehingga dibutuhkan proses

pemurnian yang meliputi proses pemucatan dan netralisasi. Pada tahap pemucatan

ditambahkan larutan H2O2 dan etanol yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan

menambahkan larutan alkali (KOH atau NaOH). Sehingga etil ester sulfonat yang dihasilkan

memiliku sifat karakteristik yang lebih baik terhadap penurunan tegangan permukaan dan

tegangan antarmuka.

Berdasarkan Foster (1996), untuk mendapatkan produk yang unggul dari reaksi

sulfonasi maka rasio mol reaktan merupakan faktor yang utama yang harus dikendalikan.

Faktor lainnya dalah suhu reaksi, konsentrasi reaktan (gas SO3), pH netralisasi, lama

penetralan dan suhu selama penetralan. Selain menggunakan SO3 dalam proses sulfonasi

untuk menghasilkan etil ester sulfonat dapat pula digunakan natrium bisulfit sebagai

pereaksinya. Berikut ini reaksi antara etil ester dan natrium bisulfit yang disajikan pada

Gambar 7.

O O ║ ║

NaHSO3 + CH3...CH=CH−C−OC2H5 → CH3...CH2–CH–C–OC2H5

│ SO3Na

etil ester EES

Gambar 7. Reaksi kimia antara etil ester dan natrium bisulfit Sumber : Pore (1993)

2.6 Karakterisasi Surfaktan

Etil ester sulfonat (EES) yang dihasilkan pada proses transesterifikasi selanjutnya

dikarakterisasi menggunakan beberapa uji, antara lain :

a. Uji surfaktan anionik

b. Pengukuran pH

Pengukuran pH digunakan untuk menganalisa derajat keasaman (pH) surfaktan

anionik yang diperoleh.

c. Stabilitas emulsi

Surfaktan merupakan senyawa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua

fasa cairan yang berbeda kepolarannya seperti minyak dalam air atau air dalam minyak. Sifat-

Page 9: II Tinjauan Pustaka

12

sifat surfaktan adalah mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka,

meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol sistem emulsi (misalnya

oil in water (o/w) atau water in oil (w/o)). Menurut Arief (1999), emulsi adalah suatu sistem

yang mengandung dua zat yang tidak saling bercampur, biasanya air dan minyak yang

terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Emulsi biasanya terdiri dari tiga

bagian utama, yaitu : pertama, bagian zat yang terdispersi, biasanya terdiri dari butir-butir

minyak. Kedua, medium pendispersi yang dikenal sebagai fase bertahap yang biasanya terdiri

dari air. Sedangkan bagian yang ketiga yaitu emulgator yang berfungsi sebagai penstabil

koloid untuk menjaga agar butir-butir minyak tetap terdispersi dalam air. Kemampuan

surfaktan untuk meningkatkan kestabilan emulsi tergantung dari kontribusi gugus polar

(hidrofilik) dan gugus non polar (lipofilik) (Swern, 1979).

Berdasarkan jenisnya emulsi dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Emulsi minyak dalam air (m/a), adalah emulsi dimana minyak terdispersi di dalam air

sehingga air dikatakan sebagai fase eksternal.

2) Emulsi air dalam minyak (a/m), adalah emulsi dimana air terdispersi di dalam minyak

sehingga minyak dikatakan sebagai fase eksternal.

d. Daya deterjensi

2.7 Spektroskopi FT-IR

Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) umunya digunakan untuk identifikasi

struktur dan gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam suatu senyawa yang dianalisa.

Komponen utama spektroskopi (FTIR) adalah interferometer Michelson yang mempunyai

fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponen-komponen

frekuensi. Spektroskopi FTIR pada prinsipnya sama dengan spektroskopi inframerah, hanya

saja spektroskopi FTIR ditambahkan alat optik (fourier transform) untuk menghasilkan

spektra yang lebih baik sehingga spektroskopi FTIR dapat menghasilkan data dimana dengan

spektroskopi inframerah puncak yang diinginkan tidak muncul. Perbedaan antara FT-IR dan

spektrofotometer inframerah terlatak pada pengembangan sistem optik sebelum berkas sinar

inframerah melewati contoh. FT-IR memiliki sistem optik interferometer yang pemakaiannya

lebih mudah dibandingkan sisitem optik monokromator dari spektrofotometer inframerah.

FT-IR lebih sering digunakan karena mempunyai sensitifitas yang lebih baik akibat radiasi

yang masuk ke sistem detektor lebih banyak tanpa harus melewati celah.

Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer FTIR memiliki dua

kelebihan utama dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu :

Page 10: II Tinjauan Pustaka

13

1. Dapat digunakan pada semua frekwensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga

analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning.

2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab

radiasi yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah

(slitless).

2.8 Proses Pemurnian Etil Ester Sulfonat

Etil ester sulfonat (EES) merupakan salah satu surfaktan anionic yang dapat dibuat

dengan menggunakan bahan baku etil ester dari minyak biji nyamplung. Etil ester sulfonat

(EES) ini dibuat melalui proses sulfonasi dengan mereaksikan natrium bisulfit dengan ester

asam lemak. Etil ester sulfonat (EES) yang didapatkan pada proses sulfonasi ini perlu

dilakukan pemurnian kembali dikarenakan belum murni yaitu terdapatnya di-salt dan produk

samping lainnya. Untuk menghasilkan etil ester sulfonat (EES) yang memiliki kinerja yang

lebih baik perlu dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian dilakukan dengan

menggunaan etanol. Etanol berfungsi untuk mengurangi pembentukan disalt (hasil reaksi

berupa garam yang akan mengurangi kelarutan etil ester sulfonat dalam air), mengurangi

viskositas dan mampu meningkatkan transfer panas dalam proses pemutihan.

2.9 B

2.10 C

2.11 D

Page 11: II Tinjauan Pustaka

14