bab ii tinjauan pustaka - tugas 5

51
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Manajemen Keperawatan 2.1.1 Pengertian Perencanaan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memustukan apa yang akan dilakukan, siapa yang melakukan, dan bagaiamana, kapan dimana hal tersebut akan dilakukan (Marquis, 2010). Hal ini menyiratkan bahwa perencanaan merupakan proses yang proaktif dan memiliki tujuan. Perencanaan merupakan fungsi yang dituntut dari semua manajer sehingga tujuan dan kebutuhan individu maupun organisasi dapat terpenuhi. Perencanaan yang adekuat mendorong pengelolaan terbaik sumber daya yang ada. Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah sudah dilakukan berdasarkan fakta-fakta, dan bukan berdasrkan emosi atau angan-angan saja. Fakta-fakta diungkapkan dengan menggunakan data untuk menunjang perumusan masalah. Dalam perencanaan, manajer harus mengidentifikasi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek serta melakukan perubahan yang diperlukan untuk menjamin kontinuitas pencapaian tujuan oleh unit (Marquis, 2010). 2.1.2 Manfaat perencanaan 1

Upload: vhiiettdt-aciuhma

Post on 17-Sep-2015

245 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perencanaan Manajemen Keperawatan2.1.1 PengertianPerencanaan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memustukan apa yang akan dilakukan, siapa yang melakukan, dan bagaiamana, kapan dimana hal tersebut akan dilakukan (Marquis, 2010). Hal ini menyiratkan bahwa perencanaan merupakan proses yang proaktif dan memiliki tujuan. Perencanaan merupakan fungsi yang dituntut dari semua manajer sehingga tujuan dan kebutuhan individu maupun organisasi dapat terpenuhi. Perencanaan yang adekuat mendorong pengelolaan terbaik sumber daya yang ada. Perencanaan akan menjadi efektif jika perumusan masalah sudah dilakukan berdasarkan fakta-fakta, dan bukan berdasrkan emosi atau angan-angan saja. Fakta-fakta diungkapkan dengan menggunakan data untuk menunjang perumusan masalah. Dalam perencanaan, manajer harus mengidentifikasi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek serta melakukan perubahan yang diperlukan untuk menjamin kontinuitas pencapaian tujuan oleh unit (Marquis, 2010).

2.1.2 Manfaat perencanaanAda beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh staf dan pimpinan jika organisasi kesehatan memiliki sebuah perencanaan (Muninjaya, 2004), yaitu mereka akan mengetahui: Tujuan yang ingin dicapai dan cara mencapainya Jenis dan struktur organisasi kesehatan yang dibutuhkan Jenis dan jumlah staf yang diinginkan dan uraian tugasnya Sejauh mana efektifitas kepemimpinan dan pengarahan yang diperlukan Bentuk dan standar pengawasan yang akan dilakukan. Selain itu, dengan perencanaan akan diperoleh keuntungan sebagai berikut: Perencanaan akan menyebabkan berbagao macam aktivitas organisasi kesehatan untuk mencapai tujuan tertentu dan dapat dilakukan secara teratur Perencanaan akan mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif Perencanaan dapat dipakai untuk mengukur hasil kegiatan yang telah dicapai karena dalam perencanaan ditetapkan berbagai standar.

2.1.3 Hirarki perencanaanTerdapat banyak tipe perencanaan dan sebagian besar organisasi membuat perencanaan dalam bentuk hirarki. Hirarki perencanaan terdiri dari tingkatan yang lebih umum ke tingkatan yang lebih khusus, hirarki tersebut terdiri dari misi atau tujuan, filosofi, tujuan umum, tujuan khusus, kebijakan, prosedur, dan aturan (Marquis, 2010).

Gambar 1.1. Hirarki perencanaana. Visi dan misiPernyataan misi adalah pernyataan singkat yang mengidentifikasi alas an keberadaan organisasi dan tujuan serta fungsi organisasi di masa depanb. FilosofiFilosofi menjadi dasar yang mengarahkan semua perencanaan selanjtnya sesuai misi tersebut dan menggambarkan perangkat nilai dan keyakinan tentang semua tindakan organisasi, dimana nilai dan prinsip tersebut menjadi parameter pangambilan keputusan untuk menentukan hal yang sangat penting bagi organisasi c. Tujuan umumTujuan umum didefinisikan sebagai hasil yang diinginkan melalui usaha yang dilakukan secara terarah yang harus dapat diukur dan ambisius, tetapi realistis.d. Tujuan khususTujuan khusus dapat memotivasi orang menuju akhir yang spesifik dan jelas, dapat diukur, dapat diobservasi atau dapat diulang, dan dapat dicapai. Tujuan khusus dapat berfokus pada proses yang diinginkan serta hasil yang diharapkan.e. Kebijakan Kebijakan adalah rencana dalam bentuk pernyataan atau kontruksi yang mengarahkan organisasi dalam pengambilan keputusan, yang menjelaskan pencapaian tujuan umum menuntun kegiatan secara umum dan lingkup aktivitas organisasinya, serta kebijakan tersebut terdiri dari kebijakan tersirat dan kebijakan tersurat. Dalam pembuatan kebijakan perawat harus diikutsertakan didalamnya.f. ProsedurProsedur adalah rencana yang menghasilkan metide lazim atau mudah diterima dalam melaksanakan tugas spesifik dalam bentuk urutan langkah suatu tindakan.g. AturanAturan atau regulasi adalah rencana yang membatasi tindakan spesifik atau sesuatu yang bukan tindakan.

2.2 Pengorganisasian Manajemen KeperawatanPengorganisasian dapat dibedakan secara statis dan dinamis. Secara statis, organisasi merupakan wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Secara dinamis, organisasi merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli, 2002)Penggorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan mencapai objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas pengawasan setiapkelompok, dan untuk menentukan cara dari pengkordinasian akan aktivitas yang tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal, yang bertanggung jawab untuk mencapai objektif organisasi. Ciri-ciri pengorganisasian :1. Terdiri atas sekelompok orang2. Ada kegiatan-kegiatan yang berbeda tetapi saling berkaitan3. Tiap anggota mempunyai sumbangan usaha4. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan5. Adanya suatu tujuanPrinsip-prinsip pengorganisasian:1. Pembentukan struktur organisasiStruktur organisasi mengacu pada bagaimana suatu kelompok dibentuk,jalur komunikasinya, dan caranya mengatur otoritas dan mengambil keputusan. Setiap organisasi memiliki struktur oganisasi formal dan informal. Struktur formal biasanya direncanakan dan dipublikasikan, sementara struktur informal tidak direncanakandan tidak dipublikasikan. Struktur formal, melalui pembagian deparetemen dan pembagian kerja, memberikan suatu kerangka kerja untuk menjelaskan kewenangan, tanggung jawab, dan tanggung gugat manajerial, peran dan fungsi ditetapkan secara teratur secara sistematis, orang yang berbeda memiliki peran yang berbeda, dan peringkat serta hirarki menjadi jelas (Marqius, 2010).2. Jenis-jenis struktut organisasiPola struktur organisasi diantaranya: birokratik (hirarki), ad-hoc, matriks, datar, atau berbagai kombinasi dari jenis-jenis pola struktur organisasi. Bentuk-bentuk srtuktur organisasi : Struktur birokratik (Hirarkis), umumnya disebut struktur garis dan memberikan kewenangan kepada staf dalam menjalankan organisasi disebut organisasi staf (struktur organisasi garis-dan-staf). Bentuk ini merupakan bentuk yang paling tua dan sederhana dan biasanya dihubungkan dengan prinsip-prinsip kekuasaan berantai, birokrasi, dan berbagi tingkatan hirarkis (Swanburg, 2000). Struktur bentuk bebas, disebut organisasi matrisk. Organisasi matriks berfokus pada produk dan fungsi. Fungsi merupakan semua tugas yang diperlukan untuk menghasilkan produk, dan produk adalah hasil akhir dari fungsi (Brooks, 1995 dalam Marquis, 2010). Struktur organisasi matriks memiliki rantai komando vertikal dan horizontal yang formal. Struktur Ad-hoc (Adhocracy). Pada struktur ini menggunakan pendekatan tim atau tugas proyek dan biasanya dibubarkan setelah proyek selesai. Kerugian struktur ini adalah berkurangnya kekuatan dalam rantai komando formal dan beerkurangnya kesetiaan terhadap organisasi induk. Struktur Organisasi garis layanan (service line organization). Dalam struktur ino keseluruhan tujuan ditentukan oleh organisasi yang lebih besar, tetapi garis layanan mengambil keputusan berdasarkan proses yang digunakan untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi datar. Upaya untuk menghilangkan hirarki dengan cara mendatarkan rantai skalar dan desentralisasi organisasi. Garis kewenangan tetap di pertahankan, tetapi lebih banyak kewenangan dan pengambilan keputusan dapat terjadi di tempat pekerjaan tersebut dilakukan. Struktur Shared Governande. Dikembangkan pada pertengahan tahun 1980-an, pada struktur ini pegelolaan organisasi dilakukan bersama dengan anggota dewan, perawat, dokter dan manajemen. Tujuan dari struktur ini adalah pemberdayaan orang dalam sistem pengambilan keputusan. 2.3 Konsep Pengorganisasian KeperawatanPerawat, selain sebagai health care provider, memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengelola layanan keperawatan di semua tatanan layanan kesehatan. Peran perawat ini yang disebut sebagai manajer. Fungsi perawat sebagai manajer adalah memanajemen proses pelayanan keperawatan. Manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan layanan keperawatan melalui upaya staf keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan, pengobatan, dan rasa aman kepada pasien/keluarga/masyarakat. Dalam perannya sebagai manajer, perawat menjalankan manajemen keperawatannya yang meliputi enam fungsi, yaitu: planning, organizing, actuating, staffing, directing, controlling. Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan mencapai objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas pengawasan setiap kelompok, dan menentukan cara dari pengkoordinasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horisontal, yang bertanggungjawab untuk mencapai objektif organisasi. Fungsi organizing atau pengorganisasian ini meliputi proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang serta sumber daya keperawatan sehingga tujuan keperawatan dapat tercapai. Dalam melaksanakan manajemen pengoraganisasian ada prinsip-prinsip dan tatanan organisasi yang perlu dijasikan acuan.Terdapat empat prinsip pengorganisasian yang dijasikan acuan pada manajemen keperawatan. Pertama, prinsip rantai komando. Prinsip ini menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota, efektif secara ekonomis dan berhasil dalam tujuan mereka, organisasi dibuat dengan hubungan hireriaki dalam alur autoritas ke bawah. Prinsip ini menjajarkan ketinggian autoritas sama dengan tanggungjawab. Kedua, prinsip kesatuan komando. Prinsip kesatuan komando menyatakan bawha seorang pekerja memiliki seorang penyelia atau pengawas, terdapat seorang pemimpin dan satu rencana untuk kelompok aktivitas dengan tujuan yang sama. Keperawatan primer dan manajemen kasus mendikung prinsip kesatuan komando ini.Ketiga, prinsip rentang kontrol. Prinsip ini menyatakan bahwa individu harus menjadi pengawas suatu kelompok, bahwa ia dapat mengawasi secara efektif dalam hal, jumlah, fungsi dan geografi. Setiap anggota dalam organisasi berhak untuk menjadi pengawas anggota yang kurang berpengalam darinya. Prinsip ini membentuk situasi saling bantu antar anggota. Keempat, prinsip spesialisasi. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang harus dapat menampilkan satu fungsi kepemimpanan tunggal. Sehingga terbentuk divisi tenaga kerja yang saling berbeda. Prinsip rantai komandolah yang selanjutnya menyatukan dan menghubungkan kelompok-kelompok spesialis ini.Tatanan organisasi keperawatan dimulai dari tingkatan terendah yaitu unit pelaksana sampai tingkatan tertinggi tingkatan institussi. Pada unit pelaksana pekerjaan atau pelaksanaan keperawatan utama, manajemen operasional biasanya diberikan pada kepala perawatan dan atau manajer keperawatan klinik. Dalam tingkatan yang lebih tinggi, dibutuhkan seorang manajer tingkat menengah yang biasanya disebut sebagai penyelia/pengawas atau koordinator klinik. Divisi keperawatan ini dapat menjadi cukup besar sehingga membutuhkan tim manajemen pelayanan klinis. Contohnya perawatan bedah atau anak.Pada beberapa institusi kesehatan fungsi manajer puncak pun perlu dilaksanakan, contohnya dirumah sakit. Pada divisi kecil seperti puskesmas manajer puncak dapat dipegang seorang manjer perawatan. Pada institusi yang sangat besar manajer puncak pun dapat terdiri dari sebuah tim yang dipimpin oleh seorang pemimpin puncak. Pada dasarnya pembentukan hireriarki ini bertujuan untuk mengatur jalannya kerja organisasi dari tingkat tertinggi sampai ke staf agar jalannya usaha menjadi terarah pada satu tujuan keperawatan bersama. Bila digambarkan pada sebuah diagram, tatanan hireriarki manajemen keperawatan dapat digambarkan sebagai berikut:

2.4 Pengorganisasian Sistem Ruangan di rawat inapPelaksanaan Indonesia menuju sehat merupakan gaung yang sering diserukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tujuan Indonesia Sehat juga merupakan tanggung jawab semua elemen tim kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di lingkup Rumah Sakit ataupun Puskesmas. Salah satu bentuk peningkatan kualitas peningkatan mutu kesehatan adalah pengorganisasian sistem ruangan yang ada di rawat inap Rumah Sakit. Tulisan ini akan membahas tentang pengorganisasian sistem ruangan yang ada di Rumah Sakit.Menurut Undang-Undang No 44 Tahun 2009, BAB II Pasal 3 menyebutkan bahwa tujuan rumah sakit adalah salah satunya dengan meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit, dengan pasal 4 menyebutkan Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Maka dari hal itu dapat dikatakan pelayanan mutu Rumah Sakit sangan diperlukan, salah satunya adaya fasilitas ruag rawat inap. Ruang rawat inap yang aman dan nyaman merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasien, oleh karena itu dalam merancang ruang rawat inap harus memenuhi persyaratan tertentu yang mendukung terciptanya ruang rawat yang aman, nyaman, dan sehat tentunya. Ruang Inap yang ideal salah satunya adalah ruang rawat yang mempunyai ruang pasien rawat inap, ruang pos perawat, ruang konsultasi, ruang tindakan, ruang administrasi, ruang dokter, ruang perawat, ruang loker, ruang kepala rawat inap, ruang linen bersih, ruang linen kotor, spoolhoek, kamar mandi atau toilet, pantry, ruang janitor, gudang bersih, gudang kotor, bangunan gedung, dan bangunan instalasi di Rumah Sakit. Berikut persyaratan umum dan khusus untuk sebuah rawat inap berdasarkan Keputusan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, diantaranya yaitu:1. Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga tiap kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan.2. Perletakan ruangannya terutama secara keseluruhan perlu adanya hubungan antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat berhubungan atau membutuhkan.3. Akses pencapaian ke setiap blok/ruangan harus dapat dicapai dengan mudah. 4. Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus (memanjang)5. Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien yang akan ditampung.6. Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ke dalam ruangan. 7. Alur petugas dan pengunjung dipisah.8. Besaran ruang dan kapasitas ruang harus dapat memenuhi persyaratan minimal seperti ditunjukkan dalam tabel Tabel 2.1.Kebutuhan minimal luas ruangan pada bangunan rawat inapNama ruangLuasSatuan

1Ruang rawat inap :

VIP18m2/tempat tidur

Kelas I12m2/tempat tidur

Kelas II10m2/tempat tidur

Kelas III8m2/tempat tidur

2Ruang Pos perawat20m2

3Ruang Konsultasi.12m2

4Ruang Tindakan.24m2

5Ruang administrasi9m2

6Ruang Dokter.20m2

7Ruang perawat.20m2

8Ruang ganti/Locker9m2

9Ruang kepala rawat inap.12m2

10Ruang linen bersih.18m2

11Ruang linen kotor.9m2

12Spoelhoek9m2

13Kamar mandi/Toilet25m2

14Pantri.9m2

15Ruang Janitor/service9m2

16Gudang bersih18m2

17Gudang kotor18m2

Persyaratan khusus.1. Tipe ruang rawat inap, terdiri dari : a. Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP). b. Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1) c. Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2) d. Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3).2. Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan (Ruang Isolasi), seperti :a. Pasien yang menderita penyakit menular.b. Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein, diabetes, dan sebagainya).c. Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan). Keseluruhan ruang-ruang ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah dan jenis pasien yang akan dirawat.Lantai. a. Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga. b. Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan vinyl yang rata atau keramik dengan nat yang rata sehingga abu dari kotoran-kotoran tidak bertumpuk, mudah dibersihkan, tidak mudah terbakar.c. Pertemuan dinding dengan lantai harus melengkung (hospital plint), agar memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang abu dan kotoran. Pintu. a. Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda, masing-masing dengan lebar 90 cm dan 40 cm. Pada sisi pintu dengan lebat 90 cm, di pasang kaca intai. b. Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebarnya 85 cm. c. Pintu masuk ke kamar mandi pasien, untuk setiap kelas, minimal harus ada 1 kamar mandi berukuran lebar 90 cm, diperuntukkan bagi penyandang cacat. d. Pintu kamar mandi pasien, harus terbuka ke luar kamar mandi. e. Pintu toilet umum untuk penyandang cacat harus terbuka ke luar.Kamar mandi. a. Kamar mandi pasien, terdiri dari kloset, shower (pancuran air) dan bak cuci tangan (wastafel). b. Khusus untuk kamar mandi bagi penyandang cacat mengikuti pedoman atau standar teknis yang berlaku. c. Jumlah kamar mandi untuk penyandang cacat, 1 (satu) buah untuk setiap kelas. d. Toilet umum, terdiri dari kloset dan bak cuci tangan (wastafel). e. Disediakan 1 (satu) Toilet umum untuk penyandang cacat di lantai dasar, dengan persyaratan sesuai pedoman atau standar yang berlaku.

2.5 Metode Penugasan KlinisMetode penugasan perawat klinis merupakan suatu modalitas dalam manajemen keperawatan untuk mengorganisir tenaga keperawatan dalam melaksanakan tugasnya serta memutuskan cara yang akan digunakan ketika melakukan pelayanan klinis (Swanburg, 2000). Penentuan metode penugasan ini biasanya berpatokan pada kondisi ruangan, perbandingan jumlah perawat dengan klien, kategori penyakit klien dan tingkat ketergantungan klien. Pengambilan keputusan mengenai metode penugasan sangat menentukan hasil akhir dari pelayanan yang dilakukan di suatu ruangan. Oleh karena itu, penentuan metode penugasan biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk kenyamanan klien dan optimalitas kinerja perawat. Metode penugasan perawat klinis yang diterapkan di berbagai rumah sakit di Indonesia sangat variatif. Beberapa metode penugasan yang lazim ditemui antara lain:1. Metode fungsionalMetode ini dinyatakan sebagai metode penugasan paling tua dimana fokus metode ini terletak pada keahlian tertentu dari para perawat. Metode fungsional mengkondisikan seorang perawat untuk menguasai keterampilan klinis yang terbatas dengan penugasan yang sama setiap hari. Esensi metode ini membuat perawat hanya menguasai satu atau beberapa keahlian yang terbatas.Keunggulan metode fungsional: Dapat menyelesaikan banyak tindakan dalam waktu yang relatif singkatKerugian: Menurunkan rasa tanggung gugat dan tangguang jawab perawat Keterampilan yang dikuasai masing-masing perawat menjadi terbatas Asuhan keperawatan yang diberikan menjadi terbagi-bagi Hubungan perawat-klien sulit dikembangkan2. Metode TimMetode ini mulai dikembangkan pada tahun 1950an dengan yang bertujuan untuk menyatukan berbagai kategori perawat pelaksana. Metode ini membagi tenaga perawat dalam bentuk tim yang terdiri dari ketua tim (biasanya RN atau PN) dan perawat pelaksana (perawat vokasi atau reguler). Ketua bertugas untuk mengkoordinir perawat pelaksana sehingga dapat mengoptimalkan pemberian pelayanan pada klien. Keuntungan metode tim: Semua anggota terlibat dalam pembuatan perencanaan asuhan keperawatan Semua anggota dapat berperan aktif dalam konverensi dan rapat tim Dapat meminimalkan biaya perawatan Kerugian: Dapat memunculkan fragmentasi perawat jika tidak diimplementasikan secara total Membutuhkan waktu lebih untuk konverensi dan rapat tim Memerlukan lebih banyak perawat professional

3. Metode Perawat Primer (Primary Nurse)Metode ini adalah hasil dari pengembangan desentralisasi autoritas yang memberikan asuhan keperawatan berfokus pada klien dan bertanggung jawab secara total selama klien tersebut berada di rumah sakit. Metode perawat primer mengharuskan perawat untuk bertanggung jawab dalam 24 jam dengan perawat kolega yang memberikan asuhan jika perawat primer tidak ada. Asuhan keperawatan direncanakan dan diimplementasikan secara total oleh perawat primer. Metode ini cocok digunakan di unit intensif.Karakteristik metode perawat primer: Perawat primer bertanggung jawab 24 jam terhadap klien, dimulai dari klien masuk sampai dipulangkan Asuhan keperawatan direncanakan dan diimplemetasikan oleh perawat primer Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan dapat didelegasikan oleh perawat primer kepada perawat sekunder atau perawat kolega dalam shift lain Perawat primer harus dapat selalu dihubungi terkait kondisi klien Autoritas dan tanggung jawab dipegang oleh perawat primerKeuntungan: Menjamin kontinuitas perawatan selama hospitalisasi Menurunkan lamanya waktu hospitalisasi klien Peningkatan pengetahuan dan informasi kesehatan bagi klien Dapat memperbaiki komunikasi dengan tenaga kesehatan lain, terutama dokter Melatih kemandirian para perawatKerugian: Membutuhkan banyak tenaga profesional dan biaya yang lebih mahal

4. Metode kasusMetode ini merupakan metode dengan pemberian rasio satu perawat profesional untuk satu klien dan pemberian perawatan konstan untuk waktu tertentu, terutama pada masa kritis sehingga cocok digunakan di ruangan gawat darurat. 2.6 Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah SakitUpaya peningkatan mutu dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan sesuatu yang sangat krusial. Dimana disana terdapat begitu banyak klien yang membutuhkan perhatian khusus serta keluarga yang mendampinginya. Peningkatan mutu pelayanan dalam hal ini khususnya ditekankan pada area keperawatan yang notabennya memiliki waktu interaksi relatif lebih lama dari profesi kesehatan lain. Namun apabila dilihat dari lingkupnya yaitu rumah sakit maka serangkaian upaya mutu pelayanan yang utuh yang akan dilihat dan dinilai. Maka dari itu pada lembar tugas mandiri ini akan membahas mengenai upaya penigkatan mutu pelayanan kesehatan yang dapat di lakukan di rumah sakit, khususnya rumah sakit dengan kondisi sesuai kasus.Mutu merupakan suatu kondisi yang menggambarkan tingkat kesempurnaan dari penampilan suatu produk yang berupa barang atau jasa yang dibuat berdasarkan standar yang telah ditetapkan guna menyesuaikan dengan keinginan pelanggan, yang bertujuan agar terciptanya kepuasan pelanggan.(Asmuji,2012). Sedangkan pelayanan merupakan suatu perbuatan ketika seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk.(Kottler, 1997 dalam Asmuji, 2012). Untuk menilai mutu pelayanan kesehatan, telah dikelompokkan menjadi tiga kelompok pendekatan yakni:a. InputPendekatan input lebih menekankan pada aspek fisik, seperti: Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan keperawatan, dan keamanan Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatan peralatan medis Staf(kualitas dan kuantitas), meliputi tingkat pendidikan, pengalaman, tingkat absensi, rata- rata turnover, dan rasio pasien- perawat Keuangan, yaitu meliputi kecukupan gaji, dan sumber keuanganSelain keempat aspek diatas penilaian terhadap pelayanan keperawatan juga bisa dinilai dari administrasi dan kualifikasi profesi kesehatan itu sendiri.(Tappen,1995 dalam Asmuji 2012)b. ProcessProses adalah semua kegiatan atau aktivitas dari seluruh karyawan dan tenaga profesi dalam interaksinya dengan pelanggan, baik internal( sesama profesi kesehatan) maupun eksternal (klien, masyarakat). Penilaian proses terhadap mutu pelayanan di rumah sakit dapat dilihat dari:1) relevan atau tidaknya proses yang diterima oleh pelanggan;2) efektif atau tidaknya proses yang dilakukan serta 3) mutu dari proses yang dilakukan. Pendekatan proses merupakan pendekatan langsung yang mengarah pada ketaatan dari pelaksana petugas kesehatan. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin patuh petugas kesehatan maka semakin baik mutu pelayanan yang diberikan. (Bustami, 2011).c. OutputMerupakan hasil dari tindakan yang sudah dilakukan terhadap pelanggan( sesama profesi maupun klien). Hasil yang diaharapkan merupakan perubahan status pada klien naik status kesehatan maupun kepuasan. Meskipun hasil merupakan pendekatan secara tidak langsung, namun hasil sangat terasa manfaatnya untuk mengukur mutu pelayanan yang telah diberikan.(Bustami, 2011).Mutu pelayanaan juga dapat diukur berdasarkan indikator yang sesuai dengam standar yang ada. Yakni indikator persyaratan minimal (meliputi indikator masukan, lingkungan, serta proses) dan indikator penampilan minimal (berupa indikator hasil layanan). Selain adanya indikator- indikator diatas terdapat pula 5 prinsip kunci tentang mutu pelayanan kesehatan, yaitu:1. Berpikir secara sistemikPemikiran ini menekankan bahwa semua anggota dari organisasi harus berpikir sistemik dan menyeluruh, dan saling bekerja sama2. Pendekatan saintifikPendekatan yang bertumpu pada data informasi yang kemudian diolah3. Kerjasama timSuatu kerjasama antar anggota yang sifatnya memiliki satu tujuan4. KepemimpinanDibutuhkan arahan dari pemimpin sehingga perencaan dan proses tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai5. Peningkatan mutu berkelanjutanPerlu adanya sebuah metode dan teknik supaya mutu yang dicapai mengalami peningkatan dari sebelumnya.(Ashley, 1998 dalam Bustami 2011).Berdasarkan indikator- indikator serta lima prinsip diatas, apabila dalam pelayanan mutu masih terdapat suatu permasalahan maka biasanya pelayanan kesehatan di Indonesia menggunakan pendekatan PDCA untuk menyelesaikan masalah tersebut. PDCA itu sendiri diuraikan sebagai berikut:1. Plan (perencanaan)Perencanaan ini didasarkan pada pemilihan prioritas, hasil yang diharapkan, serta analisis dari situasi terkini. Adapun langkah- langkah dalam perencanaan terdiri atas:a. penentuan masalah dan prioritas masalah Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan masalah ialah; Tingkat kesulitan penanggulangan Hubungan dengan target/ rencana organisasi Perkiraan waktu/ biaya penyelesaian Perkiraan hasil yang diharapkan Tingkat pemahaman anggota akan masalah Tingkat kepentingan atau kedaruratanb. mencari sebab dari masalah yang timbul Analisa dari penyebab masalah yang timbul dapat dilakukan dengan melihat metode atau proses yang dilakukan, manusia sebagai kliennya, dari sisi sarana dan peralatan serta dari sisi lingkungan. Dalam mencari sebab masalah penting sekali adanya keterlibatan dari setiap anggota, karena semakin banyak masalah yang muncul akan semakin terlihat pokok masalah yang sebenarnya.c. meneliti sebab yang paling mungkinDalam meneliti sebab masalah diperlukan adanya pengujian akan hipotesis yang sebelumnya dibuat, sampai sejauh manakah penyebab- penyebab itu berpengaruh terhadap masalah yang muncul.d. menyusun langkah perbaikan.Pada tahapan penyusunan perbaikan ini biasanya menggunakan Table 2.2. yang berisikan 5W + 1H. Seperti contoh dibawah ini:NoFaktor dominanWhyWhatWhereWhenWhoHow

Alasan yang menyatakan perlunya rencana perbaik-anPerbaikan apa yang telah diusulkanTempat/ lokasi perencana-an perbaikanTarget waktu yang dibutuhkanPenanggung jawab dari pelaksana-an perbaikanMetode yang digunakan(rincian dari kolom 4)

2. Do (pelaksanaan), Hal yang perlu diperhatikan: Pelaksanaan rencana perbaikan dilakukan secara bersama- sama Pantang menyerah apabila hasil yang dicapai kurang memenuhi target Bersedia melakukan rencana ulang Melakukan pengamatan dan pengumpulan data serta mencatat hal- hal yang terjadi selama pelaksanaan Catatan dapat tidak harus berupa tulisan3. Check (pemeriksaan)Pemeriksaan merupakan pengecekan kembali hasil dari pelaksaan yang dilakukan. Pada tahap ini, biasanya terdapat pembandingan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan perbaikan. Pembandingan ini dapat dilihat dari: 1) pengaturan kerja; 2) masalah dominan; 3) penyebab dominan; 4) penampilan kerja secara keseluruhan. Dari keempat komponen diatas, apabila tidak sesuai dengan target yang ingin dicapai maka jalan terbaik yaitu dengan menunjau kembali rencana perbaikan.4. Action (perbaikan)Kegiatan ini dimaksudkan untuk: Mencegah terulangnya kembali masalah yang sama, dengan cara standarisasi dan pengawasan serta pengaturan Mencatat sisa masalah lain yang belum terpecahkan untuk dipakai pada perencanaan selanjutnya(Bustami, 2011)

2.7. Pengantar Staffing dan Formula Standar Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit menurut DepkesStaffing merupakan tahapan ketiga dalam tujuh tahap siklus manajemen keperawatan menurut Marquis. Proses pertama adalah planning atau perencanaan yang menentukan arah, tujuan serta filosofi manajemen keperawata. Proses kedua adalah organizing yang menentukan metode serta struktur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ketiga atau staffing merupakan proses untuk mencari dan menempatkan orang-orang yang terpat dalam struktur untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam konteks rumah sakit, tujuan bersama yang dimaksud adalah kesembuhan klien dimana manajemen keperawatan diberlakukan hingga lingkup terkecil yaitu ruang rawat. Staffing di area ruang rawat mencakup aspek pembagian shift pagi, sore, malam; penentuan jumlah perawat dalam satu kamar; penentuan perbandingan perawat ners dan vokasional dan sebagainya. Dasar dari perencanaan dari staffing keperawatan adalah fakta bahwa personil keperawatan yang terkualifikasi tersedia dalam jumlah yang sesuai untuk menjamin pelayanan keperawatan yang adekuat dan aman untuk setiap klien dalam dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu dan lima puluh dua minggu setahun (Swansburg, 1999). Hal ini menunjukkan bahwa manajemen keperawatan sebuah rumah sakit tidak akan pernah berhenti namun hidup dan berkembang.Perencanaan staffing tenaga perawat memiliki banyak formula untuk menghitungnya. Namun, terlepas dari formula-formula tersebut selalu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhihnya sehingga tidak selalu sama dengan formula. Menurut Swansburg (1999), selalu ada faktor yang memperngaruhi perencanaan staffing, diantaranya : pengembangan konsep keperawatan; populasi klien yang berubah-ubah; misi institusi dan objektifnya terkait penelitian, training, dan spesialisasi; komposisi staf medik dan organisasi yang mengatur keperawatan. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan perbedaan kebutuhan perawat pada bulan-bulan tertentu atau pada jam-jam tertentu. Seorang manajer keperawatan harus selalu mengevaluasi apakah staffing yang direncanakannya memuaskan klien juga perawat dalam bekerja.Dengan tetap menomorsatukan kepuasan dan kesembuhan klien dalam pelayanan keperawatan, kepuasan serta kenyamanan perawat untuk bekerja pun harus diperhatikan oleh manajer keperawatan. Untuk menjamin kepuasan dan kenyamanan kerja perawat ada beberapa hal yang harus ada dalam perencanaan staffing tenaga perawat, yaitu: a. Waktu liburanb. Izin sakitc. Libur Sabtu-Minggud. Libur khususe. Rotasi ke shift lainf. Pergantian dengan staf laing. Lemburh. Tukaran jami. Permintaan khusus dari perawatj. Permintaan khusus dari manajemen & Minggu kerjaUntuk menghitung jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di sebuah ruangan, ada banyak formula stafffing yang dapat diikuti. Salah satu formula tersebut dibuat oleh Depkes tahun 2002, dimana isinya sebagai berikut: Kebutuhan tenaga perawat di tuang perawatan menggunakan rumus

Untuk menghitung jumlah tenaga tersebut, perlu ditambahkan faktor koreksi, dimana faktor koreksi ini berasala dari faktor libur perawat dan tugas non perawat:

Adapaun tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas non keperawatan berkisar pada angka 25%:

Maka formula untuk jumlah total tenaga peraat yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

2.8. Jumlah Tenaga Keperawatan Menurut Douglas & GilliesDouglas (dalam Swansburg, 1999) menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana masing-masing kategori mempunyai nilai standar per shiftnya. Klasifikasi klien berdasarkan tingkat ketergantungannya dibagi atas tiga bagian, yaitu minimal care, partial care, dan total care.

Table 2.3.Klasifikasi tingkat ketergantungan klien berdasarkan teori Orem (deficit perawatan diri)Minimal carePartial careTotal care

1. Klien bisa mandiri/hampir tidak memerlukan bantuan Mampu naik-turun tempat tidur Mampu ambulasi dan berjalan sendiri Mampu makan dan minum sendiri Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan Mampu membersihkan mulut Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan Mampu BAB/BAK sendiri/sedikit bantuan2. Status psikologis stabil3. Klien dirawat untuk prosedur diagnostic4. Operasi ringan1. Klien memerlukan bantuan perawat sebagian Membutuhkan bantuan 1 orang untuk naik turun tempat tidur Membutuhkan bantuan untuk ambulasi Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan Membutuhkan bantuan untuk makan Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan Membutuhkan bantuan untuk BAK/BAB2. Pascaoperatif minor (24 jam)3. Melewati fase akut dan pascaoperasi mayor4. Fase awal dari penyembuhan5. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam

1. Klien membutuhkan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan waktu perawat yang lebih lama Membutuhkan 2 orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur ke kereta dorong Membutuhkan latihan pasif Kebutuhan nutrisi dan cairan sipenuhi melalui terapi intravena atau NGT Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan Dimandikan perawat Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter2. Klien tidak sadar3. Keadaan klien tidak stabil4. Observasi TTv setiap kurang dari 8 jam5. Perawatn luka bakar6. Perawatan kolostomi7. Menggunakan alat bantu pernapasan8. Menggunakan WSD9. Irigasi kandung kemih secara terus menerus10. Menggunakan alat traksi11. Faktur dan atau pascaoperasi tulang belakang/leher12. Gangguan emosional berat bingung, dan disorientasi

Kategori pembagian perawat menurut douglas, yaitu sebagai berikut:Jumlahklasifikasi klien

MinimalParsialTotal

pagi soreMalampagi soremalampagi soreMalam

10,170,140,070,270,150,100,360,300,20

20,340,280,140,540,300,200,720,600,40

30,510,420,210,810,450,301,080,900,60

Dst

Contoh: Berdasarkan kasus, didapatkan data bahwa terdapat 8 perawat dengan jumlah pasien yang mengisi bed berjumlah 15 orang. 15 pasien itu dibagi menjadi 9 pasien dengan tingkat ketergantungan minimal, 3 pasien dengan ketergantungan partial, dan 3 pasien dengan ketergantungan total. Maka jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:ShiftMinimalpartialTotalJumlah

Pagi0,17 x 9 = 1,530,27 x 3 = 0,810,36 x 3 = 1,083, 42 (5) orang

Sore0,14 x 9 = 1,260,15 x 3 = 0,450,3 x 3 = 0,92,61 (3) orang

Malam0,07 x 9 = 0,630,10 x 3 = 0,300,2x 3 = 0,61,53 (2) orang

jumlah secara keseluruhan perawat perhari10 orang

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah perawat pada kasus di rumah sakit Rohmah, maka jumlah perawat masih dianggap kurang untuk menangani atau merawat jumlah pasien yang 15 dengan jumlah perawat 8 orang. Selain perhitungan perawat menggunakan metode Douglas, masih terdapat cara lain untuk menghitung jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan, yaitu menggunakan metode perhitungan Gillies. Gillies menghitung jumlah perawat dengan menggunakan rumus, yaitu: jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan klien/hari Xrata-rata klien/ hari Xjumlah hari/tahun=jumlah keperawatan yang dibutuhkan / tahun=jumlah perawat di satu unit

jumlah hari/tahun -hari libur masing" perawat Xjumlah jam kerja tiap perawatjumlah jam keperawatan yang diberikan / tahun

Prinsip perhitungan rumus Gillies:Jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah:1) Waktu keperawatan langsung (rata-rata 4-5 jam/klien/hari) denan spesifikasi pembagian adalah: keperawatan mandiri = x 4 = 1 jam, keperawatan partial = x 4 = 3 jam, keperawatan total = 1-1.5 x 4 = 4-6 jam dan keperawatan intensif = 2 x 4 jam= 8 jam.2) Waktu keperawatan tidak langsung Menurut RS Detroit (Gillies, 1994) = 38 menit/klien/hari Menurut Wolfe & Young (Gillies, 1994) = 60 menit/klien/hari 3) Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang 15 menit/klien/hari = 0,25 jam/klien/hari4) Rata-rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit berdasarkan rata-rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate (BOR) dengan rumusjumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentuX100%

jumlah tempat tidur x 365 hari

5) Jumlah hari pertahun yaitu: 365 hari6) Hari libur masing-masing perawat pertahun yaitu: 73 hari (hari minggu/libur= 52 hari), untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah sakit setempat, kalau ini merupakan hari libur makan harus diperhitungkan, begit juga sebaliknya. Hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan = 8 hari7) Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam perminggu8) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20% (sebagai cadangan/kekurangan)9) Jumlah perawat profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 %

2.9. Upaya staffing efektif berdasarkan JCIStaffing merupakan salah satu bagian terpenting dalam manajemen rumah sakit. Berikut ini merupakan standar staffing dalam JCI: Rumah sakit harus memastikan bahwa setiap perawat memenuhi sarat untuk memberikan perawatan serta pengobatan yang aman dan efektif untuk pasien dengan cara:1. Memahami undang- undang dan peraturan yang berlaku bagi perawat dan praktik keperawatan2. Mengumpulkan semua kredensial yang ada bagi setiap perawat. Seperti: bukti pendidikan dan pelatihan; bukti izin praktik yang masih berlaku; bukti kompetensi yang masih berlaku melalui informasi dari sumber- sumber lain dimana perawat tersebut sebelumnya bekerja; surat rekomendasi dan/ informasi lain yang mungkin dibutuhkan oleh rumah sakit (riwayat kesehan).3. Menverifiaksi informasi penting, seperti surat registrasi atau lisensi yang masih berlaku, terutama jika dokumen tersebut diperbaharui secara berkala.Adapun elemen penilaian terhadap proses rekrutmen ini JCI memiliki beberapa elemen penilaian, diantaranya:1. RS memiliki suatu proses standar untuk mengumpulkan kredensial setiap anggota staf keperawatan2. Izin praktik, pendidikan, pelatihan dan pengalaman didokumentasikan3. Informasi tersebut diverifikasi dari sumber orisinil berdasarkan parameter- parameter yang ditemukan dalam maksud dan tujuan4. Terdapat suatu catatan yang dibuat mengenai kredensial setiap anggota staf keperawatan5. Rumah sakit memiliki suatu proses untuk memastikan bahwa kredensial perawat kontrak sah dan lengkap sebelum penugasan6. Rumah sakit memiliki suatu proses untuk memastikan bahwa perawat yang bukan pegawai rumah sakit, tetapi bekerja bersama dokter swasta dan memberikan pelayanan kepada pasien rumah sakit memiliki kredensial yang sah.Selain standar pada saat rekrutmen, JCI juga memiliki standar staffing dalam pembagian tugas di rumah sakit untuk anggota staf keperawatan. Diantaranya:1. Lisensi, pendidikan, pelatihan, dan pengalaman seseorang anggota staf keperawatan digunakan untuk membuat penugasan kerja klinis2. Proses tersebut mempertimbangkan undang- undang dan peraturan yang relevanPenilaian standar yang ketiga dari JCI terkait keperawatan ialah mengenai partisipasi secara proaktif dalam perbaikan mutu klinis rumah sakit. Berikut ini elemen penilaiannya:1. Staf keperawatan berpartisipasi dalam kegiatan- kegiatan perbaikan mutu rumah sakit2. Kinerja anggota staf keperawatan dinilai ulang apabila terdapat indikasi dari temuan kegiatan- kegiatan perbaikan mutu3. Informasi yang sesuai dari proses penilaian ulang didokumentasikan dalam kredensial perawat atau berkas lainnyaDengan adanya standar- standar dari JCI, tiap perawat di rumah sakit harus mampu memenuhi elemen- elemen penilaian tersebut. Sehingga rumah sakit tempat mereka bekerja mampu terakreditasi JCI.

3.0. PengarahanPengarahan adalah tindakan fisik dari menajemen keperawatan, proses interpersonal dimana perawatan mencapai objektif keperawatan. Pengarahan disebut juga penggerakan, bertujuan melakukan kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau dan suka bekerja dalam rangka menyelesaikan tugas, demi tercapainya tujuan bersama.Pengarahan adalah pengeluaran penugasan, pesanan, dan intruksi yang memungkinkan pekerja memahami apa yang diharapkan darinya, dan pedoman serta pandangan pekerja sehingga ia dapat berperan secara efektif dan efesien untuk mencapai objektif organisasi (Dauglas dalam Swansburg, 2000). Menurut Dauglas terdapat dua belas aktivitas yang merupakan bagian dari fungsi pengarahan manajer perawat, yaitu :1. Merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk klinik kesehatan, pasien, dan personil keperawatan2. Memberikan prioritas utama kebutuhan pasien sehubungan dengan tugas-tugas staf perawatan3. Melaksanakan koordinasi untuk efesiensi pelayanan yang diberikan oleh bagian penunjang4. Mengidentifikasi tanggung jawab untuk sseluruh kegiatan yang dilakukan oleh staf perawatan5. Memberikan perawatan yang aman dan berkesinambungan 6. Memperhatikan kebutuhan terhadap tugas-tugas yang bervariasi dan pengembangan staf perawatan7. Memberikan kepemimpinan terhadap anggota staf untuk bantuan dalam hal pengajaran, konsultasi, dan evaluasi8. Mempercayai anggota untuk mengikuti perjanjian yang telah mereka sepakati9. Menginterpretasikan protokol untuk berespon terhadap hal-hal yang insidental10. Menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam keadaan darurat11. Memberikan laporan ringkas dan jelas12. Menggunakan proses kontrol menajemen untuk mengkaji kualitas pelayanan yang diberikan dan mengevaluasi penampilan kerja individu dan kelompok staf perawatanPengarahan merupakan proses lanjutan dari perencanaan dan pengorganisasian. Pengarahan adalah proses penerapan, rencana manajemen, proses dimana cara dan teknik dipilih dan digunakan untuk mencapai tujuan perawatan. Pengarahan yang efektif akan meningkatkan dukungan karyawan untuk mencapai tujuan manaajemen perawatan dan tujuan perawat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam fungsi pengarahan adalah :1. Komunikasi2. Motivasi3. Pelatihan 4. PendelegasianKomunikasiKeterampilan berkomunikasi yang baik diperlukan bagi seorang pemimpin keperawatan, karena keberhasilan seorang pemimpin sebagian besar tergantung pada kemampuannya dalam berkomunikasi.Komunikasi adalah suatu pertukaran kompleks antara pikiran, gagasan, atau informasi, setidaknya pada dua level yaitu level verbal dan nonverbal (Chitty,2001 dalam Marquis, 2010). Komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, dan pemberian nasihat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerjasama (Suarli, 2002). Terdapat enam komponen komunikasi, yaitu :1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan/mengirim pesan2. Komunikan, yaitu orang yang menerima pesan3. Pesan, yaitu sesuatu yang disampaikan oleh pengirim kepada sesorang yang dituju (penerima) dengan maksud dan tujuan tertentu. Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal, nonverbal, tertulis, dan tidak tertulis4. Lingkungan, yaitu tempat dimana komunikasi dilaksanakan.5. Meia pesan, yaitu alat atau sarana perantara yang digunakan oleh pengirim pesan dengan tujuan pesan bisa sampai kepada penerima.6. Tingkat pesan, yaitu tingkat pentingnya pesan, yang dapat berbentuk informasi, kata, atau simbol lain.Aplikasi komunikasi dalam asuhan keperawatanKomunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan perawat yang menggunakan komunikasi diantaranay :a. Komunikasi saat timbang terimaSaat timbang terima diperlukan komunikasiyang jelas tentang kebutuhan klien terhadap apa yang sudah ada yang belum di intervensikan serta respon pasien yang terjadi.b. Interview/AnamnesisInterview adalah suatu komunikasi dengan tujuan tertentu untuk memperoleh data tentang keadaan klien. Hal ini diperlukan untuk mengetahui masalah yang dihadapi pasien dan menentukan tindakan yang tepat.c. Komunikasi melalui komputerPenulisan data-data klien dalam komputer akan mempermudah perawat lain mengidentifikasi masalah pasien dan memberikan intervensi yang tepat.d. Komunikasi tentang kerahasiaane. Komunikasi melalui ssentuhanSentuhan yang diberikan perawat merupakan media komunikasi untuk menggambarkan rasa simpati, empati, dan sebagi terapi bagi pasien, khususnya pasien depresi, kecemasan, dan kebingungan dalam mengambil keputusan.f. Dokumentasi sebagai alat komunikasiHal ini dapat digunakan untuk memvalidasi asuhan keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan, dan merupakan dokumen pasien dalam pemberian asuhan keperawatan.g. Komunikasi perawat dan tim kessehatan lainnyaKomunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antar perawat dan tim kesehatan lainnya, selain itu komunikasi yang baik juga bermanfaat untk mengembangkan model keperawatan profesional.

3.1. Pengendalian Mutu Kualitas KeperawatanPada zaman sekarang ini, kualitas telah menjadi isu kritis dalam persaingan modern dan hal itu telah menjadi beban tugas bagi para setiap organisasi, termasuk pengendalian mutu kualitas keperawatan. Pengawasan dan Pengendalian merupakan proses akhir dari proses manajemen, dimana dalam pelaksanaannya proses pengawasan dan pengendalian saling keterkaitan dengan proses-proses yang lain terutama dalam perencanaan. Dalam proses manajemen ditetapkan suatu standar yang menjadi acuan, diantaranya yaitu : visi-misi, standar asuhan, penampilan kinerja, keuangan, dan lain sebagainya. Dengan demikian dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan apakah setiap tahapan proses manajemen telah sesuai dengan standar atau tidak dan jika ditemukan adanya penyimpangan maka perlu dilakukan pengendalian sehingga kembali sesuai standar yang berlaku. Komponen Pengawasan dan Pengendalian adalah : 1) Setting standar, 2) Measuring Perform, 3) Reporting Result, 4) Corrective Action, 5) Redirection.A. Evaluasi Personil (Penilaian Kerja)Douglass (1992) mengatakan bahwa Penilaian Kinerja adalah metode untuk mendapatkan dan memproses informasi yang dibutuhkan. Sedangkan Marquis dan Houston (2000) menjelaskan pengertian penilaian kinerja adalah salah satu bagian dari proses pengawasan dan pengendalian, dimana kinerja staf keperawatan dinilai dan dibandingkan dengan standar yang ada pada organisasi. Dengan demikain dapat dinyatakan bahwa evaluasi personil atau penilaian kerja merupakan. Untuk metode evaluasi, dapat digunakan metode anecdotal records, check list, rating scales, peer review, critical incident.Manfaat Penilaian KinerjaHasil penilaian kinerja dari masing-masing staf keperawatan memiliki nilai manfaat dan kegunaan, diantaranya yaitu:a. Setiap staf keperawatan akan mengetahui dimana letak kekurangan dirinya, sehingga catatan kekurangan dirinya akan menjadi dasar untuk perbaikan kinerjanya dikemudian hari.b. Sebagai dasar dalam penyesuaian kompensasi, dimana kompensasi dimaksudkan sebagai reward atas kinerja yang ditampilkan.c. Kinerja yang ditampilkan dapat menjadi pertimbangan bagi staf untuk dipromosikan atau adanya penurunan jabatan.d. Untuk menentukan pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan oleh staf keperawatane. Untuk menentukan perencanaan dan pengembangan karir dari masing-masing staf keperawatanf. Defisiensi penempatan staf

B. SupervisiSupervisi merupakan merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi, secara terus menerus pada setiap perawat dengan sabar adil serta bijaksana. Dengan demikian diharapkan setiap perawat dapat memberi asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari perawat yang bersangkutan. Supervisi yang tepat dapat meningkatkan kepuasan kerja bagi perawat. Kepuasan kerja bagi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya yang berdampak pada, disiplin dan prestasi kerja (Rahcman, 2006). Selain itu Swansburg (1999) juga mendefinisikan supervisi sebagai segala usaha untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas, dimana dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu menghargai potensi tiap individu, mengembangkan potensi tiap individu, dan menerima tiap perbedaan.Prinsip supervise, diantaranya yaitu sesuai dengan struktur organisasi, dilandasi pengetahuan manajemen, HAM, klinis/keperawatan, dan kepemimpinan, fungsi supervisi diuraikan dengan jelas dan terorganisir, merupakan suatu kerjasama yang demokratis, menggunakan proses manajemen menerapkan visi, misi, tujuan yang harus direncanakan dengan baik, harus mendukung/menciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi efektif, yang menjadi fokus dalam supervise adalah kepuasan klien, perawat dan manajer. Sedangkan untuk teknik supervise dilakukan secara langsung atau pun tidak langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2005). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGCAsmuji.(2012). Manajemen Keperawatan: konsep dan aplikasi. Yogyakarta: Ar-ruzz MediaBustami.(2011).Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akseptabilitas. Padang: ErlanggaDepartemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Teknis sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi rawat Inap. Jakarta: Direktoral Jenderal Bina Pelayanan MedikGillies, D.A. (1994). Nursing management, a system approach. Third Edition. Philadelphia :WB Saunders.Hansten, R.I & Washburn, M.J. (2001). Kecakapan Pendelegasian Klinis: Pedoman untuk Perawat. Terj. Meitasari Tjandrasa. Jakarta: EGCMarquis, B, L. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Teori dan aplikasi. Jakarta: EGCJoin Comission Internasional Accreditation Standards for Hospitals, 4 th ed.(2010) (Terjemahan Meitasari Tjandrasa & Nicole Budiman.Jakarta: GramediaMuninjaya A. A. Gde, (2004). Manajemen Kesehatan, Edisi 2. Jakarta : EGCNursalam. (2008 ). Konsep dan Metode Keperawatan, Ed. 2. Jakarta: SalembaRepository USU . Style Sheet: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20582/5/Chapter%20I.pdf (Diakses pada minggu, 14 Oktober 2012)Rakhmawati, W. Pengawasan dan Pengendalian Mutu Dalam Pelayanan Keperawatan (supervise, manajemen mutu, dan resiko). Style sheet: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/03/pengawasan_dan_pengendalian_dlm_pelayanan_keperawatan.pdf (Diakses padarabu, 10 Oktober 2012)Sitorus, R., Yulia, A.C. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Jakarta: EGCSwanburg, R.C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan untuk Perawat Klinis. Terj. Suharyati Samba. Jakarta: EGCUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

33