bab ii tinjauan pustaka...rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas,...

17
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan Dan Pelatihan Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Ki Hajar Dewantara (2007: 20), menyatakan pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya. Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003: 199) menyatakan bahwa pelatihan merupakan proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan dan sikap yang layak. Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003: 251) mengemukakan “training is a planned effort to facilitate the learning of job-related knowledge, skills, and behavior by employee.” Dapat diartikan bahwa pelatihan merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai. Hasibuan (2003: 10) mengatakan Pendidikan dan Latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis

Upload: others

Post on 13-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan Dan Pelatihan

Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Ki Hajar Dewantara (2007: 20), menyatakan pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003: 199) menyatakan bahwa pelatihan merupakan proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan dan sikap yang layak.

Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003: 251) mengemukakan “training is a planned effort to facilitate the learning of job-related knowledge, skills, and behavior by employee.” Dapat diartikan bahwa pelatihan merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.

Hasibuan (2003: 10) mengatakan Pendidikan dan Latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

8

maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama. Latihan berorientasi pada praktek, dilakukan di lapangan, berlangsung singkat.

Hamalik (2001: 13) mengatakan bahwa fungsi pelatihan adalah memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Selain itu pelatihan juga bermanfaat untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial.

Prinsip Pembelajaran yang dilaksanakandalam pelatihan dengan menerapkan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa. Pusdiklat Depdiknas (2003) menguraikan aplikasi prinsip pembelajaran orang dewasa antara lain sebagai berikut:

a. Orang dewasa perlu mengetahui mengapa harus mempelajari sesuatu dan harus siap belajar. Alasannya adalah pada awal pembelajaran sebagai pengantar harus ada kaitan isi materi diklat dengan pekerjaan mereka. b. Peserta diklat cenderung berfokus pada kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan, tugas, dan pemecahan masalah. Prinsip ini memberitahukan bahwa orang dewasa ingi memperoleh pengetahuan yang praktis dan menerapkan hal-hal yang dipelajari. c. Peserta diklat dapat belajar dengan baik, ketika berpraktek dan bekerja atas dasar pengetahuan dan ketrampilan serta sikap baru.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

bahwa pelatihan adalah sebuah usaha yang terencana dalam memfasilitasi pembelajaran berupa pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan dan sikap bagi tenaga kerja untuk meningkatkan efektivitas dalam pekerjaannya.Dalam pelaksanaan pelatihan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

9

2.1.2 Pelatihan Partisipasif Suprijanto (2007: 158), dalam bukunya berjudul

Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi menyebutkan bahwa “pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa atau suatu pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap peserta dengan cara yang spesifik”. Sedangkan Partisipatif adalah keterlibatan mental dan emosi serta fisik peserta dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.

Sudjana (2000: 172-174), menyatakan bahwa prinsip pembelajaran partisipatif terdiri dari: 1. Didasarkan pada kebutuhan belajar (learning needs

based). Kebutuhan belajar sebagai landasan untuk penyusunan dan pengembangan program kegiatan pembelajaran partisipatif, sehingga kebutuhan belajar menjadi salah satu faktor penting dalam pembelajaran partisipatif. Pentingnya kebutuhan belajar didasarkan pada asumsi bahwa warga belajar akan belajar secara efektif, jika semua komponen program pembelajaran dapat membantu warga belajar untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.

2. Berorientasi pada tujuan kegiatan pembelajaran (learning goals and objective oriented). Pembelajaran partisipatif direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan kebutuhan belajar warga belajar. Penyusunan tujuan pembelajaran harus mempertimbangkan latar belakang pengalaman warga belajar, potensi yang dimiliki, sumber-sumber yang tersedia di dalam lingkungan kehidupan.

3. Berpusat pada warga belajar (participant centered), Prinsip ini mengandung makna bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan, harus didasarkan dan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

10

disesuaikan dengan latar belakang kehidupan warga belajar. Latar belakang kehidupan warga belajar yang meliputi latar belakang pendidikan, pekerjaan atau tugas, pergaulan, agama dan lain-lain, harus dijadikan dasar dalam penyusunan rencana kegiatan pembelajaran partisipatif. Perancangan atau penyusunan proses kegiatan pembelajaran sebagai kegiatan bagian dari peran utama warga belajar. Dengan demikian kegiatan pembelajaran menjadi milik warga belajar, dan warga belajar wajib melakukan proses pembelajaran yang telah ditetapkan.

4. Berangkat dari pengalaman belajar (experiential learning), Kegiatan pembelajaran partisipatif disusun dan dilaksanakan bertitik tolak dari hal-hal yang telah dikuasai warga belajar atau dari pengalaman yang telah dikuasai warga belajar.

Dapat disimpulkan bahwa pelatihan partisipatif adalah sebuah usaha yang terencana dalam memfasilitasi pembelajaran peserta pelatihan yang didasarkan atas kebutuhan belajar, berorientasi pada tujuan, berpusat pada peserta pelatihan dan berangkat dari pengalaman peserta pelatihan, berupa pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan dan sikap bagi tenaga kerja untuk meningkatkan efektivitas dalam pekerjaannya.

Sudjana (2005: 78) mengembangkan model pelatihan sepuluh langkah atau dikenal dengan model pelatihan partisipatif, yang langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan. Untuk dapat melaksanakan kegiatan pelatihan yang efektif sehingga berguna dan bermanfaat bagi peserta, maka sebelum kegiatan dilaksanakan perlu diidentifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar dan kemungkinan hambatan yang akan dihadapi baik dalam pelaksaan kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan hasil pelatihan yang diperoleh. Identifikasi kebutuhan pelatihan merupakan hal yang sangat perlu karena suatu kegiatan pelatihan akan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

11

sangat bermanfaat bagi peserta bila yang diikutinya tersebut dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Setelah mengetahui kebutuhan belajar atau pelatihan, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi sumber belajar yang tepat dengan kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan. Sumber belajar yang diidentifikasi tersebut dapat berupa manusia dan dapat pula berupa non manusia. Di samping mengidentifikasi kebutuhan dan sumber belajar yang mungkin dapat dimanfaatkan, maka perlu diidentifikasi kemungkinan hambatan yang akan dihadapi atau dijumpai baik dalam melaksanakan kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan hasil pelatihan. Kemungkinan hambatan ini dapat berupa faktor manusia seperti: keterbatasan kemampu an sumber belajar dalam memberikan dan menyajikan materi, ketidak mampuan peserta dalam mengembangkan keterampilan.Sedangkan faktor non manusia seperti, dukung an lingkungan sekitar, bantuan dari pihak lain berupa modal stimulan dalam mengembangkan keterampilan yang dimiliki.

2. Perumusan Tujuan Pelatihan: Tujuan adalah merupakan arah atau target yang akan dicapai dalam suatu kegiatan pelatihan. Untuk dapat mengarahkan pelaksanaan kegiatan pelatihan, maka perlu dirumuskan tujuan dengan jelas dan terarah, baik yang menyangkut tujuan umum, maupun tujuan khusus. Dengan rumusan tujuan akan mengarahkan penyelenggaraan dalam melaksanaka program pelatih- an, atau dengan kata lain bahwa tujuan merupakan penuntun penyelenggara dalam melaksanakan program. Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan tujuan pelatihan harus menggunakan ungkapan-ungkapan yang operasional.

3. Penyusunan Program Pelatihan. Pada tahap penyusunan program pelatihan berarti mencakup kegiatan penyusunan kurikulum pelatihan, menyiapkan materi pelatihan, menentukan metode dan strategi pelatihan, waktu pelaksanaan pelatihan dan nara sumber pelatihan (instruktur).

4. Penyusunan Alat Evaluasi Awal dan Evaluasi Akhir Peserta.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

12

Alat evaluasi awal digunakan untuk mengadakan evaluasi awal (pre test) guna mengetahui

pengetahuan, sikap dan keterampilan dasar yang dimiliki peserta. Sedangkan alat evaluasi akhir (post test) adalah digunakan untuk me- ngetahui hasil

belajar peserta setelah mengikuti kegiatan pelatihan. 5. Latihan Untuk Pelatih.

Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada pelatih/tutor/sumber belajar tentang kegiatan program pelatihan secara menyeluruh.

6. Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan, Memanfaatkan Bahan Belajar, dan menerapkan Metode dan Teknik Pelatihan. Urutan kegiatan pelatihan menyangkut urutan rangkaian kegiatan pelaksanaan kegiatan mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Menentukan bahan belajar dalam menentukan dan menetapkan materi yang akan disajikan berdasarkan kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta pelatihan. Penentuan metode dan teknik didasarkan pada tingkat kesesuaiannya dengan materi, dan karakteristik peserta serta daya dukungnya terhadap intensitas kegiatan pelatihan.

7. Melaksanakan Evaluasi Terhadap Peserta Pelatihan. Evaluasi awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta yang menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Evaluasi awal ini dapat berupa test tulis dan dapat juga test lisan.

8. Mengimplementasikan Proses Latihan. Tahapan ini merupakan inti pelaksaan kegiatan pelatihan. Pada tahapan ini terjadi proses pembelajaran yaitu proses interaksi dinamis antara peserta pelatihan dan sumber belajar/ fasilitator, serta materi pelatihan.

9. Melaksanakan Evaluasi Akhir Kegiatan.

Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh peserta setelah mengikuti program pelatihan. Untuk mengevaluasi akhir kegiatan dapat menggunakan alat evaluasi yang digunakan pada saat evaluasi awal.

10. Melaksanakan Evaluasi Program Pelatihan. Evaluasi program pelatihan adalah kegiatan mengumpulkan data tentang penyelenggaraan pelatihan untuk diolah dan dianalisis guna dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan di masa mendatang.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

13

Model pelatihan sepuluh langkah atau dikenal dengan model pelatihan partisipatif tersebut lebih jelas dapat dilihat dalam bagan berikut:

Langkah kegiatan Model Latihan Partisipatif

Rekrutmen Peserta

Identifikasi Kebutuhan,

Sumber dan hambatan

Tujuan Umum dan Tujuan

Khusus

Alat Evaluasi Awal

Peserta

Alat Evaluasi Akhir

Peserta

Latihan Pelatihan

Evaluasi

Awal

Peserta

Pelaksanaan

Proses Latihan

Evaluasi Akhir

Pesrta

Evaluasi

Program latihan

Urutan Kegiatan, Bahan

Belajar, Metode & Teknik

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

14

2.1.3 Komite Sekolah Komite sekolah dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 044/U/2002. Pada keputusan menteri tersebut, pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa:

Pada setiap satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan dibentuk komite sekolah atas prakarsa masyarakat, dewan pendidikan dan/atau pemerintah kabupaten/kota. BP3 komite sekolah dan atau majelis sekolah yang sudah ada dapat memperluas

fungsi,peran dan keanggotaan sesuai dengan acuan ini

Dalam istilah umum komite sekolah juga disebut sebagai dewan sekolah atau school councils. Alberta School Councils' Association (2007) mengungkapkan bahwa:

School councils are collective associations of parents, teachers, secondary students, principals, staff and community representative(s) who work together to effectively support and enhance student learning.

Dewan sekolah merupakan asosiasi yang terdiri dari orang tua, guru, staff, siswa, dan perwakilan masyarakat yang bekerja bersama untuk mendukung secara efektif kegiatan belajar mengajar.

Menurut Asmoni (2009) komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Nama Komite Sekolah merupakan nama generic. Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekoah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati. (http://asmoni-best.blogspot.com /2009/04/komite-sekolah.html, diakses tanggal 2 januari 2015)

Tujuan dari didirikannya komite sekolah dijelaskan dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bahwa tujuan Komite Sekolah adalah:

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

15

a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan (di daerah kabupaten/kota untuk Dewan Pendidikan, di satuan pendidikan untuk Komite

Sekolah).

b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta

masyarakat dalam penyeleng-garaan di satuan pendidikan.

c. Menciptakan suasana dan kondisi transparansi, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu (di daerah kabupaten/kota untuk Dewan Pendidikan, di satuan pendidikan untuk Komite Sekolah).

Dari beberapa pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa komite sekolah merupakan lembaga yang mewadahi masyarakat dan orang tua dengan tujuanmenyalurkan aspirasi, meningkatkan tanggungjawab dan peran serta masyarakat, dan menciptakan demokrasi dalam pelayanan pendidikan sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.

2.1.4 Peran komite sekolah Secara harfiah kata peran berarti kapasitas, kedudukan, posisi, fungsi, sedangkan kata peran serta berarti keikutsertaan, keterlibatan, kontribusi, partisipasi (Endarmoko 2006). Menurut Cohen (dalam Karim 2012) partisipasi adalah keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan, pelaksanaan program, memperoleh kemanfaatan dan mengevaluasi program. Karim (2012:104) menyebutkan tiga pengertian pokok dalam konsep partisipasi yaitu: (1) keterlibatan mental emosional; (2) adanya kontribusi; dan (3) tanggungjawab. Lebih lanjut Abdul Karim menjelaskan implementasi partisipasi masyarakat dapat berbentuk: Memberikan sumbangan berupa sumber daya, yaitu tenaga dan benda yang merupakan bentuk dari kontribusi yang disalurkan, terlibat dalam berbagai usaha penataan dan koordinasi, hal ini menjadi wujud keikutsertaan aspek mental dan pola pikir, serta terlibat langsung dalam penyusunan program dan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

16

pelaksanaanya yang merupakan bentuk dari rasa tanggung jawab yang diterima.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peran komite sekolah merupakan partisipasi dalam pelaksanaan MBS di sekolah yang melibatkan mental, emosional, kontribusi dan tanggung jawab.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 56ayat 1 menyebutkan bawah

Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah

Lebih lanjut dalam Pasal 56 ayat 3 disebutkan bahwa:

Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Hal tersebut dapat dimaknai bahwa komite sekolah merupakan lembaga mandiri yang dibentuk sebagai wadah dari masyarakat untuk berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan terhadap satuan pendidikan.

Selanjutnya peran komite sekolah lebih rinci terdapat pada Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 Pasal 2 Lampiran II, menyebutkan 4 peran Komite sekolah, yaitu:

a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam

penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;

b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud

financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;

c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka

transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan;

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

17

d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

2.1.5 Fungsi Komite Sekolah Kepemendiknas Nomor 044/U/2002 Lampiran II

disebutkan fungsi komite sekolah adalah : 1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen

masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;

2. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelengaraan pendidikan yang bermutu;

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:

a. Kebijakan dan program pendidikan; b. Rencana Angaran Pendidikan dan Belanja Sekolah

(RAPBS); c. Kriteria kinerja satuan pendidikan; d. Kriteria tenaga kependidikan; e. Kriteria fasilitas pendidikan, dan; f. Hal lain yang terkait dengan pendidikan.

5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelengaraan pendidikan di satuan pendidikan.

7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Fungsi komite sekolah terdapat dalam setiap peranannya, atau dapat diartikan bahwa fungsi komite sekolah merupakan penjabaran dari peran komite sekolah. Hubungan antara keduanya dapat dijelaskan dalam Acuan Operasional Kegiatan dan Indikator Kinerja Komite Sekolah (Depdiknas, 2013: 19). Lebih jelasnya tentang fungsi komite sekolah dapat diliat pada Tabel berikut:

Tabel 2.1

Hubungan Peran Komite Sekolah dengan Fungsi Komite Sekolah

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

18

No Peran Komite Sekolah

Fungsi Komite Sekolah

1. Pemberi pertimbangan (advisory)

1.1 Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: (1) kebijakan dan program pendidikan, (2) RAPBS, (3) kriteria kinerja satuan pendidikan, (4) kriteria tenaga kepdndidikan, (5) kriteria fasilitas pendidikan, dan (6) hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.

2. Pendukung (supporting)

2.1 Mendorong orangtua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan

2.2 Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan

2.3 Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu

3. Pengontrol (controlling)

3.1 Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan

4. Mediator

4.1 Melakukan kerjasama dengan masyarakat

4.2 Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat

Sumber : Acuan Operasional Kegiatan dan Indikator Kinerja Komite Sekolah, Depdiknas, 2013

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa peran

dan fungsi komite sekolah merupakan satu kesatuan dimana fungsi merupakan penjabaran dari peran komite sekolah.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

19

2.2 Penelitian yang Relevan Penelitian Hendarmoko dan Samsudin sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hapsawati Taan, ( 2009 ) dengan judul Peranan Komite Sekolah dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan yang bertujuan untuk mendiskripsikan peran komite sekolah sebagai badan penasehat, pendukung, pengawasan dan badan mediator pada SMA yang sederajat di Kabupaten Bone Bolango Prop Gorontalo yang menunjukkan bahwa peran komite sekolah secara umum tidak cukup baik , dengan rata-rata 49,24, peran sebagai pemberi pertimbangan adalah 47,51%, peran sebagai agen pendukung 36,67% peran sebagai agen pengendali 49,50%, dan peran sebagi mediator antara pemerintah dan masyarakat sebesar 63,26%.

Hasil penelitian Ijas Jugaswari (2010) yang bejudul Unjuk Kerja Komite Sekolah di SMA Negeri 3 Semarang menunjukkan bahwa komite sekolah terlibat dalam pengadaan barang, perawatan sarana dan prassarana, bahkan melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap kegiatan belajar siswa di luar sekolah, komite juga pendukung peningkata kopetensi guru dengan memeri bantuan materiil dan moril, bahkan dalam pengelolaan dana sekolah komite mencari terobosan-terobosan sumber pendanaan dan membentuk tim audit independen dalam mengaudit penggunaan dana sekolah.

Penelitian yang dilakukan Ariyati (2011) dengan judul Peran Komite Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Gugus Maju Kecamatan Secang Magelang menunjukkan hasil bahwa komite sekolah dalam melaksanakan perannya sebagai badan pertimbangan,pengontrol dan mediator belum optimal, sedang peran sebagai pengontrol merupakan peran yang paling kurang optimal.

Penelitian Tina Rahmawati dan Slamet Lestari (2008), yang berjudul “Pemberdayaan Komite Sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta.” Penelitian ini

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

20

bertujuan untuk mengetahui upaya pemberdayaan pemberdayaan komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan tempat penelitian di SMAN 1, SMAN 2, dan SMAN 8 Yogyakarta. Sumber data penelitiannya yaitu kepala sekolah, dan pengurus komite sekolah. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi, sedangkan analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan program kerja komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta telah berjalan secara efektif. Hal ini ditandai dengan adanya pemahaman pengurus komite sekolah dan kepala sekolah terhadap tugas dan peran komite sekolah dan peran serta aktif komite sekolah dalam penyelenggaraan program kerja sekolah. Faktor pendukung pelaksanaan program komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta meliputi: adanya komitmen yang tinggi dari komite sekolah untuk membantu sekolah; dukungan dana, ide, tenaga dan fasilitas yang memadai; terjalinnya komunikasi yang baik; koordinasi yang baik; latar belakang pendidikan anggota komite sekolah; dan kepala sekolah yang selalu proaktif. Faktor penghambat pelaksanaan program komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta adalah faktor kesibukkan pengurus komite sekolah dan jadwal/waktu pertemuan yang terbatas. (2) Pemberdayaan komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta dilakukan dengan berbagai upaya komunikasi intensif dan terbuka antara pihak sekolah dengan komite sekolah, dan pelibatan komite sekolah dalam penyelenggaraan program kerja sekolah yang bersifat strategis. Secara umum kinerja komite sekolah berdampak positif terhadap terhadap mutu pendidikan di SMA Unggulan Kota Yogyakarta. Hal ini ditandai dengan adanya dukungan materiil maupun nonmateriil dalam berbagai program peningkatan mutu sekolah.

Penelitian yang dilakukan oleh Eli Yokta, Gusti Budjang dan Bambang GS (2012), yang berjudul “Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Meningkatkan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

21

Mutu Pendidikan di SMA Negeri 1 Sengah Temila”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan komite sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Sengah Temila. Bentuk penelitian adalah kualitatif deskriptif. Peneliti menggunakan data ekstern primer dan data ekstern sekunder. Data primer dalam yaitu:kepala SMAN 1 Sengah Temila, ketua, sekretaris dan bendahara komite sekolah di SMAN 1 Sengah Temila. Data sekunder berupa dokumen-dokumen atau sumber tertulis lainnya seperti internet, majalah dan buku-buku yang berkaitan dengan pemberdayaan komite sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komite Sekolah SMAN I Sengah Temila belum diberdayakan sebagaimana mestinya, karena kurangnya kepedulian dari pihak sekolah untuk memberdayakannya. Selain itu Komite Sekolah juga belum mampu melaksanakan perannya secara maksimal sebagi pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol dan mediator dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMA N I Sengah Temila.

Penelitian yang dilakukan oleh Andrian, Arkanudin, Gusti Suryansyah (2013), yang berjudul “Implementasi Pengembangan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Kabupaten Sintang.” Implementasi pengembangan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) melalui keterlibatan Komite Sekolah di SMKN 1 Kabupaten Sintang belum terlaksana dengan maksimal. Kondisi ini terlihat dari belum sepenuhnya Komite Sekolah berperan aktif dalam upaya peningkatan mutu kemandirian sekolah, pengembangan program sekolah dan keterlibatan dalam perencanaan program sekolah dengan memberikan ide, saran dan gagasan serta memfasilitasi berbagai aspirasi masyarakat dalam perencanaan program sekolah di SMKN 1 Sintang. Belum maksimalnya peran Komite Sekolah tersebut salah satunya disebabkan oleh kurangnya dukungan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

22

sumber pendanaan bagi penyelenggaraan pendidikan dan Komite Sekolah belum mampu menghimpun dana dari orang tua dan dari Dunia Usaha Industri di Kabupaten Sintang.

2.3 Kerangka Pikir Penyelenggaraan pendidikan menuntut adanya partisipasi masyarakat sebagai wujud dari demokrasi penyelenggaraan pendidikan. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan diwadahi dalam Dewan Pendidikan untuk tingkat Kabupaten dan Komite Sekolah untuk setiap sekolah. Setiap sekolah memiliki komite sekolah sebagai wakil masyarakat dalam membantu program pendidikan di sekolah. Kehadiran komite sekolah telah menunjukkan perannya sebagai mitra sekolah terutama bagi kepala sekolah dan guru dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan, baik program pembangunan fisik maupun non fisik seperti program pembelajaran di kelas. Namun demikian dalam perjalanannya kiprah komite sekolah belum sepenuhnya melaksanakan peran dan fungsinya sebagai organisasi mitra sekolah dalam membantu penyelenggaraan pendidikan agar tercapai pendidikan yang bermutu. Hal tersebut dikarenakan komite sekolah belum memahami tentang peran dan fungsinya terhadap penyelenggaraan pendidikan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan pelatihan partisipatif dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemampuan komite sekolah terkait peran dan fungsinya sehingga mampu mengingkatkan peranannya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menerapkan pelatihan partisipatif yang akan memberikan salah satu alternatif agar peran komite sekolah meningkat. Sasaran pelatihan partisipatif adalah komite sekolah SD Negeri 1 Wonokerso Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung dengan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Rumusan tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit, sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan

23

tujuan untuk meningkatkan peran komite sekolah pada sekolah tersebut. Selain itu pelatihan partisipatif akan menambah efektivitas komite sekolah dan menjalin hubungan sosial yang baik antara sekolah dengan masyarakat sebagai upaya mendukung penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Refleksi

Peningkatan

Peran Komite

Sekolah

Peran Komite

Sekolah Belum

Optimal

Persiapan Pelatihan

PELATIHAN PARTISIPATIF

Evaluasi

Pelaksanaan &

Pengamatan