bab ii tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/38832/3/bab ii.pdf · berbagai jenis...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pengelasan (Welding)
Pengelasan merupakan proses penyambungan secara atomic dua
bagian atau lebih dengan menggunakan energy secara local untuk
mencairkan bagian yang akan disambung, pengelasan menurut DIN (Deutch
Industrie Normen) adalah sesuatu ikatan metalurgi pada sambungan logam
paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair, dari definisi
tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat
dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas sedangkan
berdasarkan AWS (American Welding Asociety), proses pengelasan
didefinisikan sebagai penggabungan bagian permukaan tertentu sua
material logam atau non logam yang dihasilkan dengan cara memanaskan
material pada temperature dengan atau tanpa logam pengisi yang memiliki
temperatur lebur tidak jauh berbeda. (Wiryosumarto dan Okumura, 1988).
2.2 Klasifikasi Pengelasan
2.2.1 Gas Metal Arc Welding (GMAW)
Gambar 2.1 Pengelasan GMAW atau MIG (Genculu,2007)
6
Las Gas Metal Arc Welding (GMAW) atau nama lain nya
Metal Inet Gas (MIG) merupakan jenis proses penyambungan dua
buah logam atau lebih yang sejenis dengan menggunakan bahan
tambah yang berupa kawat gulungan dan gas pelindung melalui
proses pencairan dimana elektroda kawat nya biasanya digunakan
tidak terbungkus dan mempunyai sifat suplainya terus menerus. Gas
pelindung dalam proses pengelasan ini berfungsi sebagai pelindung
dari proses oksidasi, yaitu pengaruh udara luar yang dapat
mempengaruhi kualitas las. Gas yang digunakan dalam proses
pengelasan ini dapat menggunakan gas Argon, helium, Karbon
monoksida, Argon + helium, Argon + Karbon monoksida dsb.
Pengelasan GMAW dapat menggunakan gas Argon (Ar) yang biasa
disebut MAG ataupun Karbondioksida (CO2) yang biasa disebut
MIG. Penggunaan gas juga dapat mempengaruhi kualitas las itu
sendiri
Proses pengelasan GMAW atau MIG merupakan pengelasan
dengan proses pencairan logam. Proses pencairan logam ini
terbentuk karena adanya busur las yang terbentuk diantara kawat las
dengan benda kerja. Ketika kawat las didekatkan dengan benda kerja
maka terjadilah busur las (menghasilkan panas) yang mampu
mencairkan kedua logam tersebut (kawat las + benda kerja),
sehingga akan mencair bersamaan dan akan membentuk suatu
sambungan yang tetap. Dalam proses ini gas pelindung yang berupa
gas akan melindungi las dari udara luar sehingga terbentuk suatu
sambungan yang tetap. Proses pengelasan GMAW menggunakan
arus searah (DC) dengan posisi elektroda pada kutup positif dan
kutup negatif pada mesin, hal ini sering disebut polaritas terbalik.
Polaritas searah jarang digunakan dalam proses pengelasan
dikarenakan dalam proses ini transfer logam tidak terjadi secara
sempurna. (David Jones, 2014).
7
2.2.2 Submarged Arc Welding (SAW)
Submarged Arc Welding (SAW) merupakan salah satu jenis
las listrik dengan pengelasan semi otomatis dimana busur listrik dan
logam cair tertutup oleh lapisan serbuk fluks, kawat pengisi
pengelasan SAW diumpamakan secara kontinyu dengan kondisi busur
listrik teredam dalam fluks. Pengelasan SAW mempunyai tingkat
efisien yang tinggi sampai 90 % dikarenakan panas yang hilang dalam
bentuk radiasi yang sangat kecil yang menyebabkan efisien
perpindahan panas dari elektroda ke logam las. SAW mempunyai
busur listrik yang tidak kelihatan memyebabkan sangat sulit mengatur
jatuhnya ujung mesir. Mesin las yang digunakan menggunakan
sumber listrik yang searah dengan tegangan tetap menjadikan dapat
mengontrol masukan panas (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).
Pada proses pengelasan SAW, elektroda yang memiliki flux
dan berbentuk roll seperti gulungan kabel. Elektroda dalam bentuk
kawat diumpamakan ke kampuh las benda kerja secara kontinyu dan
ditutup dengan flux dalam bentuk serbuk halus. Busur listrik tercipta
diantara elektroda dan benda kerja namun tidak terlihat karena
elekroda tertutup oleh flux. (David Jones, 2014).
Keunggulan dari proses pengelasan SAW ialah pengelasan
ini mampu mengelas plat –plat yang tebal dengan waktu pengelasan
yang lebih singkat (cepat) disbanding proses pengelasan lainnya
seperti (GTAW atau SMAW) karena mesin ini sudah semi otomatis,
maka perencanaan dan persiapan sebelum sebelum melakukan proses
pengelasan haruslah benar-benar baik untuk mencapai hasil las yang
maksimal dan tidak ada cacat las yang terjadi.
8
Gambar 2.2 Skema Pengelasan SAW (ASWP, 200)
Kawat elektroda SAW berbentuk kumparan dengan panjang
bermacam-macam dari 20 meter sampai dengan 100 meter yang
terpasang pada unit motor pengatur kecepatan, sehingga kecepatan
pengisian kawat elektroda tersebut dapat konstan. Kawat elektroda
melewati nozzle yang berfungsi sebagai penyearah serta penahan
panas. Cerobong fluksi berfungsi sebagai tempat penampung fluksi
yang pengisinya dilakukan bersamaan dengan pengisiannya
dilakukan bersamaan dengan pengisian kawat elektroda. Di dalam
elektroda terbungkus fluks berperan penting dikarenakan fluks dapat
bertindak sebagai pemantap busur dan penyebab kelancaran
pemindahan butir-butir cairan logam. Sumber terak atau gas yang
dapat melindungi logam cair terhadap udara sekitarnya.
2.3 Filler Metal/ Elektroda
Filler/ Elektroda adalah logam yang ditambahkan dalam proses
pengelasan, solder dan pematrian untuk menyatukan dua logam yang
terpisah (benda kerja). Pemilihan jenis filler yang dipakai untuk
menyambungkan dua material sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan
mekanik material yang disambungkan. Oleh karena itu untuk menentukan
9
filler apa yang digunakan dalam proses pengelasan harus dipertimbangkan
secara detail. Filler pun yang dipakai berbeda- beda sesuai dengan jenis
pengelasannya.
Pada dasarnya bila ditinjau dari logam yang di las kawat elektroda
di bedakan menjadi 5 yaitu: baja lunak baja karbon tinggi, baja paduan, besi
tuang, dan logam ferro karena filler metal harus mempunyai kesamaan sifat
dengan logam induk, maka sekaligus ini berarti bahwa tiada eletroda yang
dapat di pakai untuk semua jenis dari pengelasan, demikian pula ukuran
diameternya. (Goklas Marihot, 1984).
Terdapat tiga macam mesin pengelasan listrik, dilihat dari jenis
arusnya, Yaitu las listrik arus bolak balik (AC), las listri arus searah (DC),
dan las listrik kombinasi DC dan AC. Las listrik DC menggunakan
Rectifier, yang bias mengubah sifat arus AC menjadi DC. Las listrik DC
biasanya lebih banyak digunakan karena mempunyai sejumlah kelebihan
dibandingkan dengan las listrik AC. Keunggulannya adalah polaritas yang
bisa diatur, dan busur api lebih stabil. (Masnun Masud, 2016).
2.3.1 Klasifikasi Elektroda
Pada elektroda terdapat penomoran yang digunakan untuk
menentukan jenis-jenis elektroda atau pun mengenai pengelasannya.
Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah menurut klasifikasi AWS
(American Welding Society) dinyatakan dengan tanda EXXXX yang artinya
sebagai berikut :
E menyatakan elektroda busur listrik
XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan Tarik deposit las
dalam ribuan lb/in2.
X (angka ketiga) menyatakan posisi pengelasan.
Angka 1 untuk pengelasan segala posisi. Angka 2 untuk pengelasan
posisi datar dibawah tangan.
X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang
cocok dipakai untuk pengelasan.
10
Sebagai mana Contoh elektroda dengan kode E6013
Artinya sebagai berikut:
Kekuatan Tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 lb/in2 atau
42 kg/mm2.
Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi.
Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus
AC atau DC+ atau DC-.
2.4 Jenis-jenis Penyambungan
Penyambungan dalam pengelasan diperlukan untuk meneruskan beban atau
tegangan diantara bagian-bagian yang disambung. Karena meneruskan beban,
maka bagian sambungan juga akan menerima beban. Oleh karenanya, bagian
sambungan paling tidak memiliki kekuatan yang sama dengan bagian yang
disambung. Untuk dapat menyambuungkan dua komponen logam diperlukan
berbagai jenis sambungan. Pada sambungan inilah nantinya logam tambahan
diberikan, sehingga terdapat kesatuan antara komponen-komponen yang
disambung (Sonawan,Hery dan Rochim, 2003).
Berbagai jenis sambungan antara lain :
2.4.1 Sambungan Temu (Butt Joint)
Sambungan Temu (butt joint) ialah tipe sambungan kedua bagian benda
yang akan disambung diletakkan pada bidang datar yang sama dan
disambungkan pada kedua ujungnya (Hery Sonawan dan Rochim, 2003).
Berikut jenis-jenis sambungan temu antara lain.
11
Gambar 2.3 Sambungan Temu (Butt Joint) (pengelasan.net, 2017).
2.4.2 Sambungan T (Tee Joint)
Satu bagian diletakkan tegak lurus pada bagian yang lain dan membentuk
huruf T yang terbalik.
Gambar 2.4 Sambungan T (Tee Joint) (pengelasan.net, 2017).
2.4.3 Sambungan Tumpang (Lap Joint)
Sambungan tumpang ialah bagian benda yang akan disambung saling
menompang (overlapping) satu sama lainnya.
12
Gambar 2.5 Sambungan Tumpang (Lap Joint) (pengelasan.net,2017)
2.4.4 Sambungan Sudut (Corner Joint)
Sambungan sudut ialah kedua bagian benda yang akan disambung
membentuk sudut siku-siku dan disambung pada ujung sudut tersebut.
Gambar 2.6 Sambungan Corner Joint (pengelasan.net, 2017)
2.4.5 Sambungan Sisi/ Tekuk (Edge Joint)
Sisi-sisi yang ditekuk dari kedua bagian yang akan disambung
sejajar, dan sambungan dibuat pada kedua ujung bagian tekukan yang
sejajar.
13
Gambar 2.7 Sambungan Sisi (Edge Joint) (pengelasan.net, 2017).
2.5 Posisi Pengelasan
Logam las atau lasan yang mengisi kampuh, dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu lasan penetrasi penuh dan lasan penetrasi tidak penuh atau penetrasi
sebagian. Apabila logam las mengisi seluruh bagian kampuh atau dengan kata lain
lasan penetrasi penuh maka hal ini disebut dengan GROOVE WELD disingkat
huruf G, sedangakan jika logam tidak mengisi seluruh bagian kampuh atau lasan
penetrasi sebagian maka jenis lasan ini dikenal sebagai FILLET WELD disingkat
dengan huruf F (Hery Sonawan dan Rochim, 2003).
Berikut macam- macam posisi dengan penetrasi penuh Groove weld (G), dan
sebagian penetrasi Fillet Weld (F) antara lain:
2.5.1 Posisi 1G
Posisi las yang digunakan untuk mengelas dari sisi atas sendi, daerah
permukaan yang di las biasanya horizontal.
Gambar 2.8 Posisi 1G Groove weld (AWS D1.1-2010).
14
2.5.2 Posisi 2G
Posisi pengelasan dimana sumbu lasan terletak pada bidang
horizontal dan permukaan lasan terletak pada bidang vertical.
Gambar 2.9 Posisi 2G Groove weld (AWS D1.1-2010).
2.5.3 Posisi 3G
Posisi pengelasan di mana sumbu las berposisi vertical.
Gambar 2.10 Posisi 3G Groove weld (AWS D1.1-2010).
2.5.4 Posisi 4G
Posisi dimana pengelasan dilakukan dari bagian bawah sendi (joint).
Gambar 2.11 Posisi 4G Groove weld (AWS D1.1-2010).
2.5.5 Posisi 1F
Posisi pengelasan yang digunakan untuk mengelas dari sisi atas
sendi, permukaan lasan kira-kira horizontal.
Gambar 2.12 Posisi 1F Fillet weld (AWS D1.1-2010).
15
2.5.6 Posisi 2F
Posisi di mana pengelasan dilakukan di sisi atas dari permukaan
horizontal perkiraan dan terhadap permukaan yang kira-kira vertikal.
Gambar 2.13 Posisi 2F Fillet weld (AWS D1.1-2010).
2.5.7 Posisi 3F
Posisi pengelasan di mana sumbu las kira-kira vertikal
Gambar 2.14 Posisi 3F Fillet weld (AWS D1.1-2010).
2.5.8 Posisi 4F
Posisi di mana pengelasan dilakukan dari bagian bawah sendi
Gambar 2.15 Posisi 4F Fillet weld (AWS D1.1-2010).
2.6 Definisi Baja Karbon
Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn,
P, S dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbonnya yang
16
menentukan sifat mekanik dan fisik, sedangkan unsur paduan yang lainnya bersifat
sebagai pendukung.
Baja karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif dan murah. Oleh
karena itu, umumnya sebagian besar baja komersial hanya mengandung karbon
dengan sedikit unsur paduan lain. Baja karbon rendah memiliki kekuatan sedang
dengan keuletan yang sangat baik dan digunakan dalam kondisi anil atau
normalisasi untuk keperluan konstruksi jembatan, bangunan, kendaraan, dan kapal
laut. Baja karbon rendah (<0,2%) yang sudah ditingkatkan mutunya dihasilkan
dengan cara menambahkan Mn untuk menghaluskan butir.
2.6.1 Sifat-sifat Baja
Pengetahuan mengenai sifat-sifat baja merupakan keharusan apabila
seseorang akan menggunakan baja sebagai pilihan untuk suatu bagian
struktur. Sifat mekanis yang sangat penting pada baja dapat diperoleh dari
uji Tarik. Uji ini melibatkan pembebanan Tarik sampel baja dan bersamaan
dengan itu dilakukan pengukuran beban dan perpanjangan sehingga akan
diperoleh tegangan dan regangan.
2.6.2 Klasifikasi Baja
Baja karbon digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan
kandungan jumlah kadar karbon didalam baja Yaitu :
A. Baja Karbon Rendah (low carbon steel)
Baja karbon rendah (low Carbon steel) mengandung karbon
antara 0,025%-0,25% C. setiap satu ton baja karbon rendah
mengandung 10-30Kg karbon. Baja karbon rendah biasa dibuat dalam
plat baja, baja strip dan baja batangan atau profil. Berdasarkan jumlah
karbon, Baja karbon rendah dibagi menjadi tiga yaitu;
a). baja karbon mengandung 0,04% C - 0,25% C dijadikan baja –
baja plat atau strip.
b). Baja karbon rendah mengandung 0,05% Cdigunakan untuk
keperluan badan – badan kendaraan.
17
C). Baja karbon rendah yang mengandung 0,15% - 0,21% C
digunakan untuk kontruksi jembatan, bangunan, membuat baut atau
dijadikan baja kontruksi.
B. Baja Karbon Menengah (medium carbon steel)
Baja karbon menengah (Medium Carbon Steel) mengandung
karbon antara 0,25% - 0,55% C dan setiap satu ton baja karbon
mengandung karbon antara 30 – 60 kg. baja karbon menengahini
banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian mesin,
baja karbon rendah ini biasa digunakan seperti untuk industry
kendaraan, roda gigi, pedas dan sebagainya.
C. Baja Karbon Tinggi (high carbon steel)
Baja karbon tinggi (High Carbon Steel) mengandung kadar
karbon antara 0,56% - 1,7% C. Baja ini mempunyai kekuatan paling
tinggi dan banyak digunakan untuk material tools.salah satu aplikasi
dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja. Baja
karbon tinggi banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat
perkakas seperti: palu, gergaji atau pahat potong.
2.7 Mangan (MN)
Mangan merupakan termasuk kelompok dalam autenit stabilizer, dimana
unsur panduan ini menyebabkan terjadinnya pengjambatan dalam transformasi
fasa. Sehingga fasa ferit acicular yang memiliki temperatur transformasi yang
rendah sehingga dapat terbentuk. Pada unsur mangan yang memiliki kandungan
1,4-1,8% wt akan terjadi terbentuknya struktur ferit acicular yang dominan dan
ketangguhannya meningkat. Jika kandungan Mn lebih tinggi akan terbentuknya
stuktur bainit atas dan menurunkan ketangguhan. Penambahan mangan (Mn)
menjaminkan hasil sifat mampu las yang baik jika kandungan nya tidak lebih 1,5%.
(Subeki. 2011)
Mangan merupakan unsur yang menjaga keuletan saat temperatur tinggi
pada stainless steel. Pada temperature rendah akan menstabilkan austenite tetapi
menjadi penstabil ferrit pada temperature tinggi. Sebagai penstabil austenite,
18
mangan juga digunakan untuk menggantikan nikel yang secara ekonomis lebih
mahal. (Syafi’udin, Imam. 2016)
2.8 Uji Material
Pengujian material dibagi menjadi dua yaitu Pengujian dengan merusak
(Destructive Test) dan Pengujian tanpa merusak (Non Destructive Test).
2.8.1 Destructive Test (DT)
Destructive Test/ pengujian merusak pada konstruksi las adalah pengujian
terhadap model dari konstruksi atau pada batang-batang uji yang telah dilas
dengan cara yang sama dengan proses pengelasan yang akan digunakan sampai
terjadi kerusakan pada model konstruksi atau batang uji. Pengujian batas luluh
dari konstruksi yang paling baik sudah barang tentu pengujian pada konstruksi
sebenarnya, tetapi yang paling sering dilakukan adalah pengujian pada model.
Sedang pengujian kekuatan biasanya dilakukan pada –batang uji. Tetapi sampai
saat ini hubungan antara hasil pengujian pada model dan pada batang uji
terhadap kekuatan konstruksi masih belum jelas. Karena itu pada pengujian
merusak yang penting adalah pengujian untuk melihat kesamaan antara logam
induk dan logam pada daerah pengelasan (wiryosumarto dan Okumura Toshie.
1988).
2.8.1.1 Pengujian Tarik (Tensile Test)
Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik
benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan Tarik daerah las dimaksudkan
untuk mengetahui apakah kekuatan las mempunyai nilai yang sama,
lebih rendah atau lebih tinggi dari raw material. Pengujian Tarik untuk
kualitas kekuatan Tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai
kekuatannya dan dimakanakah letak putus suatu sambungan las.
Pembebanan Tarik ialah pembebanan yang diberikan pada benda
dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung
benda. Uji Tarik rekayasa dilakukan untuk melengkapi informasi
rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi
spesifikasi bahan (Dieter, 1987).
19
Pada uji Tarik, benda uji diberi beban gaya Tarik sesumbu yang
bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan
pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji (Davis,
Troxell, dan Wiskocil, 1955).
Pada pengujian uji tarik untuk sambungan las yang satu dengan
arah tarikan melintang garis las dan yang lain dengan arah tarikan sejajar
garis las, dalam pengujian batang uji tersebut dibebani dengan kenaikan
beban sedikit demi sedikit sampai batang uji patah. Kemudian sifat-sifat
tarikannya dapat dihitung dengan persamaan-persaman. Hubungan
antara tegangan dan regangan untuk batang uji bulat dapat dilihat Gbr.
2.19 (wiryosumarto dan Toshie Okumura. 1988).
Gambar 2.16 Kurva Tegang – Regangan
Tegangan :
𝝈 = 𝑭
𝑨𝒐
Dimana : σ = Tegangan (Mpa)
F = beban (N)
Ao = luas mula dari penampang batang uji (mm2)
20
Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan
membagi perpanjangan panjang ukur (∆L) dengan panjang ukur mula-
mula benda uji.
Regangan :
𝜺 = ∆𝐋
𝑳𝒐𝒙 𝟏𝟎𝟎% =
𝑳−𝑳𝒐
𝑳𝒐 x 100%
Dimana : 𝜀 = Regangan (%)
Lo = panjang mula dari batang uji (mm)
L = panjang batang uji yang dibebani (mm)
Gradien dari bagian linear pada awal kurva tegangan-regangan
merupakan modulus elastisitas atau biasa disebut Modulus Young.
Modulus elastisitas adalah sebuah ukuran yang digunakan untuk
merepresentasikan kekakuan suatu bahan. Makin besar nilai modulus
elastisitas, maka makin kecil regangan elastis yang dapat dihasilkan dari
pemberian tegangan modulus ini diperlukan dalam perhitungan
kelenturan batang dan struktur yang lain yang akan digunakan saat
aplikasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝑬 = 𝝈
𝜺
Dimana E = Modulus Elastisitas (kg/mm2)
σ = Tegangan ( Kg/mm2)
𝜀 = Regangan
2.8.1.2 Uji Lengkung (Bending Test)
Uji lengkung (bending test) merupakan salah satu bentuk
pengujian sifat mekanik dan menentukan mutu suatu material secara
visual. Selain itu uji bending dilakukan untuk mengetahui kekuatan
Tarik akibat pembebanan bending pada setiap spesifikasi pembuatan
specimen. Pengujian lengkung dilakukan terhadap specimen dari
bahan yang akan menerima pembebanan lengkung maupun proses
pelengkungan dalam pembentukan.
21
Pelengkungan (bending) merupakan proses pembebanan
terhadap suatu bahan pada suatu titik ditengah-tengah dari bahan
yang ditahan diatas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini bahan
akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan
bekerja pada saat yang bersamaan. Gambar dibawah ini
memperlihatkan prilaku bahan uji selama lengkung.
Gambar 2.17 Pembebanan lengkung dalam pengujian lengkung
(bending test)
Gambar 2.18 Pengaruh pembebanan lengkung terhadap bahan uji
(spesiment)
Sebagaimana prilaku bahan terhadap pembebanan, semua
bahan akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) secara
bertahap dari elastis menjadi plastis hingga akhirnya mengalami
kerusakan (patah). Dalam proses pembebanan lengkung dimana dua
gaya bekerja dengan jarak tertentu (1/2L) serta arah yang
berlawanan bekerja secara beramaan (lihat gambar 2.21), maka
Momen lengkung (Mb) itu akan bekerja dan ditahan oleh sumbu
batang tersebut atau sebagai momen tahanan lengkung (Wb). Dalam
proses pengujian lengkung yang dilakukan terhadap material
22
sebagai bahan teknik memilki tujuan pengujian yang berbeda
tergantung kebutuhannya. Berdasarkan kepada kebutuhan tersebut
makan pengujian lengkung dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Pengujian lengkung beban dan
b. Pengujian lengkung perubahan bentuk.
Pengujian lengkung beban ialah pengujian lengkung
yang bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek kemampuan bahan
uji dalam dalam menerima pembebanan lengkung, yakni :
Kekuatan atau tegangan lengkung (b)
Lenturan atau defleksi (f) Sudut yang terbentuk oleh lenturan
atau sudut defleksi dan
Elastisitas (E)
2.8.2 Non Destructive Test (NDT)
Non Destructive Test (NDT) adalah salah satu pengujian yang dapat
dilakukan pada suatu material, komponen, struktur, atau mengukur beberapa
karakteristik tanpa merusak komponen atau material benda uji tersebut. Metode
NDT dilakukan dengan cara yang tidak mempengaruhi fungsi komponen, karena
NDT memungkinkan bagian-bagian dan bahan – bahan yang akan diperiksa dan
diukur tanpa merusak serta pemeriksaan dilakukan tanpa mengganggu struktur
dan fungsi utama komponen. NDT memberikan keseimbangan yang baik antara
control kualitas dan efektivitas biaya, sehingga NDT berlaku untuk semua jenis
inspeksi industry, termasuk logam dan struktur non logam. (Cahyandaru, 2014)
2.8.2.1 Uji Radiographic
Radiographic adalah salah satu uji tanpa merusak yang dapat untuk
menemukan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan sinar
gamma. Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang
diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga
intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudian direkam pada film yang
sensitive. Jika ada cacat pada material maka intensitas yang terekam pada
film tentu bervariasi. Hasil rekaman pada film ini lah yang akan
memperlihatkan bagian material yang mengalami cacat.
23
Sinar-X digunakan untuk menghasilkan gambar benda yang
menggunakan film atau detektor lainnya yang sensitif terhadap radiasi.
Objek uji ditempatkan di antara sumber radiasi dan detektor. Ketebalan dan
kerapatan bahan yang harus dipancarkan sinar-X mempengaruhi jumlah
radiasi yang mencapai detektor. Variasi radiasi ini menghasilkan gambar
pada detektor yang sering menunjukkan ciri-ciri internal objek uji,
Penggunaan RT (Radiographic Test) Digunakan untuk memeriksa hampir
semua material untuk permukaan dan cacat bawah permukaan. Sinar-X juga
dapat digunakan untuk menempatkan dan mengukur fitur internal,
mengkonfirmasi lokasi bagian tersembunyi dalam rakitan, dan untuk
mengukur ketebalan bahan.
Gambar 2.19 Skema Radiographic Test
2.8.2.2 Uji Pemeriksaan Struktur Macro
Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik
mikrostruktur suatu logam dan paduannya serta hubungannya dengan sifat-
sifat logam dan paduannya tersebut. Ada beberapa metode yang dipakai
yaitu: mikroskop (optic maupun electron), difraksi (sinar-X, electron dan
neutron), analisis (X-ray fluorescence, electron microprobe) dan juga
stereometrik metalografi. Pada praktikum metalografi ini digunakan
mikroskop, sehingga pemahanan akan cara kerja mikroskop, baik optic
maupun elekron perlu diketahui.
24
Yang dimaksud dengan pemeriksaan struktur macro adalah
pemeriksaan bahan dengan mata kita langsung atau memakai kaca
pembesar dengan pembesaran rendah (a low magnification). Kegunaannya
untuk memeriksa permukaan yang terdapat celah-celah, lubang –lubang
pada struktur logam yang sifatnya rapuh, bentuk- bentuk patahan benda uji
bekas pengujian mekanis yang selanjutnya dibandingkan dengan beberapa
logam menurut bentuk dan strukturnya antara satu dengan yang lain
menurut kebutuhannya. Angka pembesara pemeriksaan macro antara 0,5
kali sampai 50 kali.
Pemeriksaan secara makro biasanya untuk bahab-bahab yang
memiliki struktur Kristal yang tergolong besar dan kasar, seperti missal
logam hasil coran, tuang, hasil las, serta bahan- bahan yang termasuk non
metal.
2.9 Macam dan Sebab Cacat Las (Welding Defect)
Tingkat akut atau tidaknya las-lasan sehingga las-lasan tersebut masih bisa
dipakai atau tidak tentu saja tidak sama tuntutanya bila dibandingkan antara
pengelasan pada jembatan, bangunan, dengan ketel-ketel uap serta bejana-bejana
bertekanan. Lebih daripada itu terjadinya cacat juga dipengaruhi proses
pengelasannya.
Diberikan data pengalaman misalnya pada pengelasan oxy-acetylene di
mana cacat-cacat itu terjadi oleh lemahnya nyala dan terlampau besarnya supply
oxygen. Pada las tahanan, cacat itu terjadi karena kotornya permukaan, kurang
tepatnya parameter las, kurang ratanya electrode. Sedang pada submerged welding
terjadi kekroposan, kerapuhan hydrogen, fit-up yang tidak tepat, slag inclusion, dan
lain-lain (suharto, 1991).
Cacat las – lasan tersebut dapat terjadi oleh karena sebab metallurgies dan
dapat juga dari sebab mekanis. Adapun macam-macam daripada cacat – cacat
pengelasan tersebut tedapat pada gambar 2.23 dibawah ini :
25
Gambar 2.20 Jenis Cacat pada lasan (Welding Defect)
1. Fusi tak sempurna
Cacat fusi tak sempurna adalah cacat dimana endapan las tidak terfusi
sempurna dengan logam dasar ataupun dengan endapan logam las jalur
sebelumnya. Hal tersebut dapat terjadi karena panas yang kurang sehingga
tidak mampu melelehkan logam dasar ataupun las sebelumnya.
2. Penetrasi tak sempurna
Penetrasi tak sempurna terjadi apabila penetrasi las yang dibuat tidak
mencapai kedalaman yang seharunya atau tidak mencapai akar. Hal tersebut
dapat mengakibatkan korosi pada daerah akar sambungan yang tidak terlas.
3. Inklusi terak
Cacat ini terjadi pada pengelasan yang menggunakan fluks. Hal ini
disebabkan oleh lelehan terak terjebak di bawah padatan kolam las. Fluks
yang bereaksi dengan lelehan logam las akan menghilangkan oksida
ataupun pengotor lainnya dalam bentuk terak dan akan mengambang diatas
permukaan logam las. Akan tetapi, jika viskositas logam las tinggi, atau
temperature kolam las terlalu rendah, dan pendingin terjadi dengan cepat.
4. Porositas
Cacat berupa celah atau lubang yang diakibatkan oleh kantung gas (gas yang
terjebak) dalam logam las. Gas tersebut dapat berasal dari penguraian
elemen fluks. Gas pelindung, ataupun dari uap air yang mungkin terserap
26
dalam lapisan fluks. Debu, oli, dan pengotor yang terdapat pada permukaan
logam dasar dapat pula menjadi penyebab timbulnya gas selama proses
pengelasan.
5. Retak las
Terdapat beberapa macam retak yang dapat terjadi pada pengelasan, retak
yang terjadi dibedakan berdasarkan pada lokasi munculnya dan proses
terbentuknya.
6. Retak dingin
Retak dingin terjadi akibat tegangan sisa yang menimbulkan kerusakan
katastropik. Retak ini terjadi pada logam baja karena formasi martensit saat
logam las dingin. Selain itu, retak dingin dapat terjadi karena adanya
hydrogen pada struktur mikro yang menimbulkan kegetasan. Untuk
mengurangi tegangan sisa tersebut, dapat dilakukan pembatasan masukan
panas dengan melakukan pengelasan bertahap.
7. Retak panas
Retak ini sering disebut juga retak pemadatan. Retak panas terjadi pada
daerah fusil as dan dapat muncul pada semua jenis logam.
8. Retak kawah
Keretakan yang terbentuk pada kawah las ini disebabkan karena kawah
belum terisi sempurna saat mematikan busur las sehingga sisi luar kawah
lebih cepat dingin dibandingkan dengan kawah lasnya dan terjadi tegangan
berlebih.
9. Retak bawah manik
Retakan yang muncul dibawah dengan manik las, yaitu pada daerah
pengaruh panas (Heat- Affected Zone) ini muncul pada baja paduan rendah
dan paduannya tinggi. Salah satu penyebab munculnya retak ini adalah
karena munculnya tegangan internal, baik tegangan yang muncul akibat
kontraksi antara logam dasar dan logam las, ataupun tegangan akibat
struktur mikronya.
10. Retak longitudinal
Retak ini terbentuk memanjanh pada manik las. Retakan tersebut dapat
terjadi di permukaan maupun retakan yang memanjang dari akar ke
permukaan. Retak ini umumya diakibatkan tegangan penyusut, terytama
pada jalur akhir dan manik las yang terlalu kecil.
27
11. Retak akar
Retak akar adalah retak yang terbentuk pada manik awal akar las. Penyebab
utama munculnya adalah karena kegetasan hydrogen.
12. Retak tumit
Retak tumit terjadi karena adanya kandungan uap air pada daerah las.cacat
ini dapat dihindari dengan proses pemanasan mula dan penyusunan
sambungan yang tepat.
13. Retak transversal
Retak transversal muncul dengan arah berpotongan terhadap arah
pengelasan. Penyebab yang paling umum dari cacat retak transversal adalah
karena tegangan susut longitudinal pada logam las dengan elastisitas
rendah.
14. Takik las (Undercut)
Takik las adalah cacat yang disebabkan oleh panas berlebih sehingga
melelehkan sisi logam dasar sehingga terbentuk ceruk di sisi manik las. Hal
tersebut dapat mengurangi kekuatan lasan dan benda kerja karena tegangan
yang cenderung terkonsentrasi pada ceruk tersebut.
15. Underfill
Cacat ini terjadi apabila pengendapan logam las tidak dilakukan dengan
baik sehingga celah las tidak terisi penuh. Selain dapat mengurangi
kekuatan lasan, underfill akan memberikan tampilan hasil lasan kurang
baik.
16. Overlap
Overlap yaitu kecacatan dimana logam las mengendap melebihi sisi dari
manik sehingga endapan las menumpuk dipermukaan logam dasar.