bab ii tinjauan pustaka ii.1 pengembangan...
TRANSCRIPT
6
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Pengembangan Perumahan
Pengembangan perumahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengembang
secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan
ekonomi dan sosialnya dengan cara mengembangkan lahan dan bangunan rumah
untuk ditempati sendiri atau ditempai oleh pihak lain (Byrne, 1996). Rumah
merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Sedangkan perumahan merupakan kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan (UU No. 4/1992 tentang
Perumahan dan Permukiman). Sarana perumahan dapat berupa sarana olah raga,
sarana pendidikan, rumah ibadah, sarana kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan
prasarana perumahan terdiri dari jalan, saluran drainase, jembatan, utilitas air
bersih, utilitas listrik, dan lain-lain.
Pada umumnya perumahan yang ditawarkan oleh pengembang terdiri dari tiga
kelas yang dibedakan berdasarkan kelengkapan fasilitas sarana dan prasarana
perumahan (Sastra, dkk, 2006), yaitu sebagai berikut:
1. Perumahan sederhana, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan
prasarana yang masih sangat minim. Hal ini dikarenakan pengembang tidak
dapat menaikkan harga jual perumahan seperti pada perumahan menengah dan
mewah, dimana harga sarana dan prasarana perumahan dibebankan kepada
konsumen. Perumahan kelas sederhana pada umumnya hanya dilengkapi
dengan prasarana yang berupa jaringan jalan, saluran drainase, utilitas air
bersih, serta utilitas listrik.
2. Perumahan menengah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan
prasarana yang sudah lengkap. Selain tersedianya prasarana yang lebih baik,
perumahan kelas menengah juga dilengkapi dengan sarana yang lebih
lengkap, seperti sarana kesehatan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, serta
sarana umum lainnya.
7
3. Perumahan mewah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan
prasarana yang sudah lengkap. Selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana
yang sudah sangat lengkap dan lebih baik, perumahan ini juga dilengkapi
dengan ketersediaan ruang terbuka yang mendukung kegiatan informal bagi
para penghuninya.
II.1.1. Proses Pengembangan Perumahan
Menurut Byrne (1996), proses pengembangan perumahan secara umum dibagi
menjadi tiga tahapan utama, yaitu tahap akuisisi, tahap produksi atau tahap
konstruksi, dan tahap disposal. Tahap akuisisi terdiri dari kegiatan akuisisi lahan
dan perizinan. Tahap produksi atau tahap konstruksi terdiri dari kegiatan desain
dan pelaksanaan konstruksi perumahan. Sedangkan tahap disposal terdiri dari
kegiatan penyewaan atau penjualan rumah.
Menurut Santoso (2000), proses pengembangan perumahan terdiri dari tahap
persiapan, tahap produksi, dan tahap penjualan. Tahap persiapan terdiri dari
kegiatan akuisisi lahan, pengurusan perizinan, perencanaan, serta studi kelayakan.
Tahap produksi terdiri dari pelaksanaan konstruksi prasarana, pelaksanaan
konstruksi sarana, serta pelaksanaan konstruksi unit-unit rumah. Sedangkan tahap
penjualan terdiri dari kegiatan promosi dan pemasaran untuk penjualan rumah.
Berdasarkan penjelasan diatas, secara umum proses pengembangan perumahan
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar II.1. Proses Pengembangan Perumahan
TAHAP
AKUISISI
1. Akuisisi lahan
2. Perizinan 3. Studi
Kelayakan
TAHAP
PRODUKSI
1. Desain 2. Pelaksanaan konstruksi
prasarana 3. Pelaksanaan konstruksi
sarana 4. Pelaksanaan Konstruksi
unit-unit rumah
TAHAP
DISPOSAL
Penjualan unit-unit
rumah
8
Tahap akuisisi terdiri dari kegiatan akuisisi lahan, pengurusan perizinan untuk
pengembangan lahan, serta studi kelayakan pengembangan perumahan bagi
pengembang. Tahap produksi terdiri dari kegiatan desain perumahan serta
pelaksanaan konstruksi perumahan. Pelaksanaan konstruksi perumahan terdiri dari
pelaksanaan konstruksi prasarana, sarana, serta unit-unit rumah. Sedangkan tahap
disposal meliputi kegiatan penjualan unit-unit rumah.
II.1.2. Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Perumahan dapat berupa unit-unit rumah tinggal yang dikembangkan diatas lahan
secara horizontal (landed house) atau hunian bertingkat yang dikembangkan
diatas lahan secara vertikal (Hendrickson, 1989). Pelaksanaan konstruksi
perumahan pada perumahan kelas menengah dan mewah pada umumnya bersifat
custom-built project, dimana pelaksanaan konstruksi perumahan dilakukan sesuai
dengan permintaan dari konsumen, yaitu pemilik rumah.
Pada tahap pelaksanaan konstruksi perumahan, pengembang mengadakan
hubungan kerjasama dengan penyedia barang dan jasa profesional yang bergerak
di bidang industri konstruksi dalam usahanya mewujudkan perumahan untuk
dijual kepada konsumennya, dalam hal ini adalah pemilik rumah. Penyedia barang
dan jasa tersebut terdiri dari konsultan desain perumahan serta kontraktor
perumahan.
Seperti pelaksanaan konstruksi bangunan lainnya, pelaksanaan konstruksi
perumahan juga menuntut pengerjaan dengan keahlian yang khusus sehingga
menuntut adanya keahlian tertentu atau spesialisasi. Dengan karakteristik tersebut,
kegiatan konstruksi perumahan menjadi terfragmentasi. Hal ini menyebabkan
terjadinya pembagian pekerjaan konstruksi perumahan menjadi paket-paket
pekerjaan yang melibatkan banyak pelaku dengan spesialisasi masing-masing
serta tingkat spesialisasi yang tinggi. Dengan demikian terdapat banyak kontraktor
yang melaksanakan setiap paket pekerjaan konstruksi perumahan. Keseluruhan
kontrakor tersebut disebut sebagai kontraktor perumahan, yang terdiri dari
9
kontraktor yang melaksanakan konstruksi prasarana perumahan, sarana
perumahan, serta unit-unit rumah.
II.2 Konsep Rantai Pasok
Rantai pasok merupakan keterlibatan jaringan organisasi mulai dari hubungan
hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan kegiatan yang
berbeda untuk menghasilkan layanan dan jasa yang bernilai hingga sampai kepada
konsumen terakhir (Vrijhoef, 1999). Dalam rantai pasok, terjadi aliran produk
yang berupa barang dan jasa, dari pemasok paling awal hingga konsumen paling
akhir. Sebaliknya, dalam rantai pasok juga terjadi aliran informasi dan aliran kas,
mulai dari konsumen paling akhir hingga ke pemasok paling awal (Pujawan,
2005).
Konsep rantai pasok pertama kali diperkenalkan oleh perusahaan otomotif Jepang
melalui sistem Just In Time pada Sistem Produksi Toyota. Tujuan utama
diterapkannya sistem ini adalah untuk mengurangi sistem inventori secara
signifikan dan mengatur hubungan antara para pemasok dengan lini produksi
menjadi semakin efektif. Melalui mekanisme tersebut, perusahaan Toyota berhasil
mengurangi pemborosan yang terjadi di perusahaan dan melakukan perubahan
paradigma perusahaan otomotif secara radikal hingga mencapai tingkat efisiensi
dan produktivitas yang tinggi.
Hubungan kerjasama antara pemasok paling awal hingga konsumen paling akhir
dalam suatu rantai pasok akan memberikan dampak yang signifikan terhadap
efisiensi dan produktifitas pelaksanaan kegiatan itu sendiri. Untuk itu hubungan
kerjasama antar pelaku yang terlibat dalam rantai pasok harus diatur dengan tepat,
yaitu melalui desain pola rantai pasok yang tepat. Dengan desain pola rantai pasok
yang tepat, diharapkan setiap pelaku rantai pasok memberikan kontribusi yang
besar bagi efisiensi dan produktivitas pelaksanaan kegiatannya.
10
II.2.1. Rantai Pasok Pengembangan Perumahan
Rangkaian kegiatan yang terjadi dalam rantai pasok pengembangan perumahan
sejalan dengan rangkaian kegiatan ekonomi, dimana terdapat produsen yang
memasok barang dan jasa kepada konsumen. Pada saat yang sama terjadi aliran
kas atau aliran uang dari kegiatan pasokan tersebut. Pelaku yang selalu
memberikan aliran uang kepada produsen sehingga memungkinkan berjalannya
rantai pasok adalah konsumen. Dengan demikian semua proses rantai pasok pada
akhirnya harus bisa memberikan nilai (value) kepada konsumen akhir.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka rantai pasok yang terjadi pada kegiatan
pengembangan perumahan harus memberikan nilai kepada pemilik rumah sebagai
konsumen akhir dari rantai pasok tersebut. Rangkaian kegiatan ekonomi yang
terjadi pada rantai pasok pengembangan perumahan dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar II.2 Rangkaian Kegiatan Ekonomi Pada Rantai Pasok Pengembangan Perumahan
(Sumber: Sukirno, 1996)
Keterlibatan berbagai pelaku dalam proses dan kegiatan yang berbeda untuk
menghasilkan perumahan hingga sampai kepada pemilik rumah sebagai
konsumen paling akhir membentuk rantai pasok pengembangan perumahan.
Berdasarkan aliran barang dan jasa serta aliran informasi dari setiap pelaku yang
terlibat pada kegiatan pengembangan perumahan, rantai pasok pengembangan
perumahan dapat digambarkan seperti berikut ini:
11
Gambar II.3. Konfiguransi Umum Rantai Pasok Pengembangan Perumahan (Sumber: Vrijhoef dan Koskela, 1999)
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa rantai pasok pengembangan
perumahan terbentuk karena adanya keterlibatan berbagai pelaku, mulai dari
pemilik rumah, pengembang, konsultan desain, kontraktor perumahan, serta
pemasok dan subkontraktor. Pemilik rumah memiliki peran dalam pembentukan
rantai pasok pengembangan perumahan, karena inisiatif adanya kegiatan
pengembangan perumahan berawal dari adanya kebutuhan pemilik terhadap
rumah. Pemilik rumah merupakan konsumen paling akhir dari rantai pasok
pengembangan perumahan, karena setelah kegiatan pengembangan perumahan
selesai dilaksanakan, rumah akan diserahkan kepada pemilik untuk digunakan.
Pengembang merupakan pelaku dalam rantai pasok pengembangan perumahan
yang diserahi wewenang oleh pemilik rumah untuk mengembangkan rumah
beserta sarana dan prasarananya sesuai dengan kriteria kebutuhan pemilik rumah.
Karena pada umumnya lingkup bisnis pengembang hanya pada bidang penjualan
perumahan, maka pekerjaan desain dan pelaksanaan konstruksi perumahan
diserahkan kepada konsultan dan kontraktor perumahan.
Desain perumahan ditetapkan oleh konsultan desain. Konsultan desain dapat
berasal dari divisi dalam organisasi pengembang itu sendiri atau berasal dari luar
organisasi pengembang. Desain perumahan kelas menengah pada umumnya telah
mengakomodasi kebutuhan pemilik sebagai konsumen akhir dari kegiatan
pengembangan perumahan.
12
Untuk pekerjaan konstruksi perumahan, pengembang menyerahkan
pelaksanaannya kepada kontraktor. Pengembang memberikan wewenang yang
besar kepada kontraktor dalam hal pengadaan barang dan jasa yang diperlukannya
untuk pelaksanaan konstruksi perumahan. Pengadaan barang dan jasa untuk
kontraktor berasal dari pemasok, baik pemasok langsung maupun pemasok tidak
langsung. Pemasok langsung adalah penyedia barang dan jasa yang memberikan
pasokan barang dan jasanya langsung kepada kontraktor. Sedangkan pemasok
tidak langsung adalah penyedia barang dan jasa yang memberikan pasokan barang
dan jasanya kepada pemasok barang dan jasa langsung untuk kontraktor.
II.2.2. Rantai Pasok Konstruksi Perumahan
Semakin tingginya tuntutan terhadap efisiensi dan produktivitas telah mendorong
perusahaan untuk lebih fokus pada bisnis intinya, dan menyerahkan aktifitas
pendukungnya kepada pelaku lain diluar perusahaan tersebut. Pada kegiatan
konstruksi yang memiliki tingkat fragmentasi yang tinggi, tuntutan terhadap
efisiensi dan produktivitas menyebabkan terpecah-pecahnya kegiatan konstruksi
menjadi paket-paket pekerjaan sehingga menuntut pengerjaan oleh pelaku tertentu
dengan tingkat keahlian tertentu.
Pelaku-pelaku yang terlibat pada pelaksanaan konstruksi saling berhubungan dan
membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan satu pihak sebagai salah satu
mata rantai dalam suatu rangkaian rantai proses produksi yang menghasilkan
produk konstruksi, yang disebut rantai pasok konstruksi (Capo, dkk, 2004)
Keterlibatan berbagai pelaku dalam rantai pasok konstruksi berkaitan dengan
aliran informasi serta aliran barang dan jasa dari pemasok paling awal hingga
pemilik produk konstruksi yang menjadi konsumen paling akhir.
Gambaran konseptual rantai pasok pengadaan barang dan jasa untuk pelaksanaan
suatu kegiatan konstruksi dapat digambarkan seperti Gambar II.4. Gambar
tersebut menunjukkan kompleksitas dari rantai pasok yang terjadi pada
pelaksanaan konstruksi, dimana rantai pasok konstruksi terbentuk dari banyak
13
pelaku atau organisasi yang saling memiliki ketergantungan dalam pengadaan
barang dan jasa untuk pelaksanaan konstruksi.
Gambar II.4 Gambaran Konseptual Rantai Pasok Konstruksi
(Sumber: O’Brien dkk, 2002)
Pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi, aliran barang dan jasa terpusat kepada
kontraktor, karena kontraktor bertindak sebagai pelaku utama pelaksana pekerjaan
konstruksi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh pemilik. Para
pelaku yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa bagi kontraktor untuk
pelaksanaan konstruksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar II.5 Aliran Barang dan Jasa Pada Pelaksanaan Konstruksi
(Sumber: Toruan, 2005)
Berdasarkan gambaran konseptual rantai pasok konstruksi pada Gambar II.4
serta aliran barang dan jasa yang terjadi pada pelaksanaan konstruksi seperti
ditunjukkan pada Gambar II.5, maka rantai pasok pelaksanaan konstruksi dapat
digambarkan seperti ditunjukkan pada Gambar II.6.
14
Subkontraktor
PemasokTenaga Kerja
Pemasok Peralatan Konstruksi
Pemasok Material
Kontraktor Pemilik
PemasokTenaga Kerja
Pemasok Peralatan Konstruksi
Pemasok Material
Konsultan Desain
Konsultan Pengawas
Gambar II.6 Rantai Pasok Pelaksanaan Konstruksi
Gambar diatas sejalan dengan konsep pelaku-pelaku yang terlibat dalam rantai
pasok pelaksanaan konstruksi bangunan gedung, yang dikemukakan oleh
Susilawati (2005). Rantai pasok yang terjadi pada pelaksanaan konstruksi
bangunan gedung terbentuk karena adanya kerjasama dari pemilik yang juga
berperan sebagai pemberi tugas pelaksanaan konstruksi, kontraktor sebagai
pelaksana konstruksi, serta penyedia barang dan jasa bagi kontraktor, yang terdiri
dari subkontraktor, pemasok material, pemasok peralatan, dan pemasok tenaga
kerja.
Gambar II.7 Pola Umum Rantai Pasok Pelaksanaan Konstruksi Gedung
(Sumber: Susilawati, 2005).
15
Pada pelaksanaan konstruksi perumahan, pelaku-pelaku yang terlibat membentuk
suatu pola hubungan yang disebut rantai pasok konstruksi perumahan. Pada
perumahan yang dibangun dengan sistem pesanan, seperti perumahan kelas
menengah dan kelas mewah, terjadi aliran informasi yang berasal dari pemilik
rumah kepada pemasok langsung hingga pemasok paling awal. Sebaliknya terjadi
aliran barang dan jasa yang dimulai dari pemasok paling awal hingga konsumen
paling akhir yaitu pemilik rumah. Aliran barang dan jasa serta informasi dalam
rantai pasok konstruksi perumahan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar II.8 Rantai Pasok Konstruksi Perumahan
(Sumber: Ribeiro)
Aliran informasi dalam rantai pasok konstruksi perumahan berawal dari pemilik
rumah yang disampaikan kepada pengembang. Informasi tersebut berkaitan
dengan kebutuhan atau kriteria mutu yang diharapkan oleh pemilik rumah.
Selanjutnya informasi yang berasal dari pemilik rumah diterjemahkan oleh
pengembang menjadi spesifikasi yang disampaikan kepada kontraktor. Spesifikasi
tersebut menjadi persyaratan yang harus dipenuhi oleh kontraktor dalam
pelaksanaan konstruksi perumahan. Spesifikasi tersebut menjadi persyaratan bagi
pemasok yang memberikan aliran barang dan jasa untuk kontraktor.
Selain terjadinya aliran informasi, dalam rantai pasok konstruksi perumahan juga
terjadi aliran barang dan jasa. Aliran barang dan jasa berasal dari pemasok paling
awal. Pada Gambar II.8, aliran barang dan jasa berawal dari pemasok atau
subkontraktor yang disampaikan kepada kontraktor untuk pelaksanaan konstruksi
perumahan. Setelah pelaksanaan konstruksi perumahan selesai dilaksanakan,
16
kontraktor melakukan serah terima perumahan kepada pengembang. Jika
perumahan yang diserahkan oleh kontraktor memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh pengembang, selanjutnya perumahan tersebut diserahkan kepada
konsumennya yaitu pemilik rumah untuk ditempati.
II.2.3. Pelaku Rantai Pasok Konstruksi Perumahan
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa rantai pasok pelaksanaan konstruksi
terdiri dari banyak pelaku yang memberikan aliran barang dan jasa serta aliran
informasi untuk pelaksanaan konstruksi itu sendiri. Pada pelaksanaan konstruksi
perumahan, para pelaku yang terlibat dan membentuk rantai pasok konstruksi
perumahan terdiri dari:
1. Pemilik Rumah
Pemilik rumah memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan rantai
pasok pada pelaksanaan konstruksi perumahan, karena inisiatif pelaksanaan
konstruksi berasal dari pemilik dan akan berakhir kepada pemilik ketika
produk (perumahan) tersebut selesai diproduksi (Vrijhoef, 1999).
2. Pengembang
Pengembang terlibat dalam setiap tahapan pengembangan perumahan, mulai
dari tahap akuisisi, tahap konstruksi, hingga tahap disposal perumahan. Pada
tahap konstruksi, pengembang dapat terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam pelaksanaan konstruksi perumahan. Besarnya keterlibatan
pengembang ditentukan oleh lingkup pekerjaan konstruksi yang
dilaksanakannya. Besarnya keterlibatan pengembang juga ditunjukkan dengan
adanya intervensi dalam penunjukan langsung pihak yang terlibat pada
pelaksanaan konstruksi perumahan, seperti penunjukan langsung
subkontraktor atau pemasok bagi kontraktor. Pada kegiatan pengembangan
perumahan, pengembang mengatur hubungan kontrak untuk pekerjaan desain,
pelaksanaan konstruksi, pengaturan pendanaan, hingga penjualan perumahan
yang telah selesai dibangun.
17
3. Kontraktor Perumahan
Kontraktor perumahan merupakan pelaku rantai pasok yang memberikan
layanan pelaksanaan konstruksi perumahan berdasarkan perencanaan teknis
dan spesifikasi yang sudah disepakati dengan pengembang. Kontraktor
perumahan terdiri dari kontraktor yang melaksanakan konstruksi prasarana
perumahan, sarana perumahan, serta unit-unit rumah. Saat ini banyak
organisasi yang berperan sebagai kontraktor, mulai dari perusahaan individu
hingga perusahaan besar. Lingkup pekerjaan yang ditawarkan oleh kontraktor
juga sangat bervariasi, mulai dari lingkup pekerjaan yang sangat sempit
hingga keseluruhan lingkup pekerjaan konstruksi pada suatu proyek
konstruksi.
Kontraktor dibedakan berdasarkan tugas-tugasnya. General contractor atau
kontraktor utama bertugas mengkoordinasikan semua pekerjaan dalam suatu
proyek konstruksi. Sedangkan kontraktor spesialis melaksanakan tugas sesuai
dengan spesialisasinya. Biasanya kontraktor spesialis bertindak sebagai
subkontraktor bagi kontraktor utama pada suatu proyek konstruksi. Kontraktor
spesialis juga dapat berupa pemasok material atau peralatan utama. Pemasok
material dan peralatan biasanya bertindak sebagai installation contractor.
Beberapa pemasok melakukan pekerjaan pemasangan di lokasi proyek (on site
installation) untuk memenuhi persyaratan dan spesifikasi kontrak. Semakin
banyak dan besar bagian struktur yang dipabrikasi di luar lokasi (off site),
maka perbedaan antara kontraktor spesialis dengan pemasok material menjadi
semakin sulit dibedakan. Installation contractor memiliki peran yang
signifikan dalam proyek konstruksi karena bertanggung jawab dalam
pengadaan material dan peralatan, yang akan mempengaruhi kualitas, biaya,
dan waktu penyelesaian proyek.
4. Subkontraktor dan Pemasok
Subkontraktor dan Spesialis
Subkontraktor adalah penyedia jasa konstruksi yang mengadakan hubungan
kontrak dengan kontraktor utama untuk melaksanakan beberapa bagian dari
18
pekerjaan kontraktor utama. Penggolongan subkontraktor berdasarkan jenis
aktifitasnya dibedakan menjadi subkontraktor pada aktifitas dasar,
subkontraktor pada pekerjaan yang membutuhkan teknik khusus, serta
subkontraktor pada pekerjaan khusus dan yang berkaitan dengan material
khusus. Berdasarkan sumber daya yang diberikan, subkontraktor dibedakan
menjadi subkontraktor yang memberikan jasa pelaksanaan saja (labor-only
subcontractor); subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja
dan material; subkontraktor yang memberikan sumber daya yang berupa
pekerja, material, dan perencanaan (design); serta subkontraktor yang
memberikan sumber daya berupa pekerja, material, perencanaan (design), dan
jasa pemeliharaan.
Sedangkan specialist trade contractor dibedakan menjadi dua, yaitu
kontraktor spesialis (specialist contractor) yang memberikan jasa perencanaan
(design service) bagi item yang diproduksi dan dipasang pada konstruksi
bangunan; dan trade contractor, yang melaksanakan pekerjaan dengan skill
tertentu dalam konstruksi bangunan, tanpa melakukan perencanaan.
Untuk keperluan penelitian ini, maka terminologi subkontraktor akan dipakai
untuk pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor tertentu yang hanya
memerlukan material, alat, dan pekerja, dan tidak menuntut perencanaan
(design engineering), serta kebutuhan teknologi tinggi. Adapun spesialis,
selain memiliki kelebihan didalam jenis pekerjaan yang ditanganinya, juga
memiliki kemampuan teknologi tertentu, kemampuan finansial, serta
knowledge tertentu yang spesifik, yang didukung oleh skill pekerjanya.
Subkontraktor Tenaga Kerja
Pemasok tenaga kerja yang menyediakan jasa kepada kontraktor untuk
mengkonversikan material menjadi intermediate product disebut mandor.
Mandor bertindak sebagai labor only subcontractor dengan berbagai keahlian
yang spesifik dan tingkat keahlian yang berbeda-beda.
19
Pemasok dan Manufaktur Konstruksi
Terdapat dua jenis pihak yang terlibat dalam aliran material yang dibutuhkan
pada suatu proyek konstruksi bangunan, yang terdiri dari:
a. Manufaktur konstruksi, yang memproduksi material-material konstruksi
dengan mengolah material-material alam hingga menghasilkan komponen
bangunan tertentu.
b. Pemasok, yang mendistribusikan material yang diperoleh atau peralatan
kepada penggunanya. Dari jenis material yang didistribusikan, pemasok
dibedakan menjadi pemasok material alam dan pemasok komponen
bangunan. Lingkup pemasok adalah menjual material atau peralatan
kepada kontraktor, tanpa melaksanakan pekerjaan seperti halnya
subkontraktor (Jervis,1988). Namun beberapa pemasok material bangunan
saat ini memberikan produknya dengan sistem fabrikasi, sehingga siap
untuk dipasang di site konstruksi.
Berdasarkan hubungan yang terjadi antar pelaku serta spektrum barang dan jasa
yang diberikan oleh setiap pelaku dalam rantai pasok konstruksi, maka
penyusunan pola rantai pasok konstruksi dilakukan seperti digambarkan pada
Gambar II.9.
20
Gambar II.9 Kerangka Dasar Penyusunan Pola Rantai Pasok Konstruksi (Sumber: Susilawati, 2005)
21
II.3 Identifikasi Risiko Kontraktor Dalam Rantai Pasok Pengembangan
Perumahan
Risiko merupakan kemungkinan terjadinya kerugian atau kehilangan yang
merupakan hasil dari tidak dapat diperkirakannya dampak suatu ketidakpastian
dalam situasi pengambilan keputusan (Hertz, 1983). Sedangkan menurut Porfirio
(2003), risiko berkaitan dengan semua situasi yang mempengaruhi nilai
perusahaan sehingga menyimpang dari tujuan bisnis. Risiko tidak hanya
memungkinkan terjadinya kejadian negatif seperti terjadinya kerugian, tetapi juga
dapat mengakibatkan terjadinya kejadian positif. Berdasarkan definisi-definisi
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa risiko terjadi karena adanya ketidakpastian
pada saat pengambilan keputusan yang dapat berdampak pada terjadinya kejadian
positif maupun kejadian negatif.
Risiko dan ketidakpastian dapat dinilai menggunakan berbagai metode,
diantaranya adalah metode probabilitas, metode utility, serta metode simulasi dan
analisis sensitivitas. Probabilitas diukur menggunakan skala 0.0 yang menyatakan
outcome tidak akan terjadi hingga skala 1.0 yang menyatakan outcome pasti
terjadi. Pengukuran probabilitas itu sendiri dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu pendekatan relative frequency dimana probabilitas diukur berdasarkan
eksperimen yang dilakukan berulang kali, serta metode subjective assessment
dimana probabilitas diukur berdasarkan pengalaman dari kejadian sebelumnya
menurut tingkat keyakinan pihak yang menilai.
II.3.1. Proses Identifikasi Risiko
Risiko dapat mengakibatkan terjadinya kejadian positif dan kejadian negatif.
Untuk memaksimalkan kejadian positif dan meminimalisasi konsekuensi dari
kejadian negatif, diperlukan kegiatan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah
sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi semua risiko
sehingga dapat ditetapkan metode penanganan risiko yang tepat.
Kerangka kerja manajemen risiko terdiri dari kegiatan identifikasi risiko,
klasifikasi risiko, analisis risiko, serta penanganan risiko. Penanganan risiko
22
sangat ditentukan oleh sikap pengambil keputusan terhadap risiko. Kerangka kerja
manajemen risiko dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar II.10 Kerangka Kerja Manajemen Risiko
(Sumber: Flanagan & Norman, 1993).
Identifikasi risiko merupakan kegiatan pertama dalam kerangka kerja manajemen
risiko. Identifikasi risiko dilakukan untuk menentukan penyebab dan dampak dari
risiko. Identifikasi risiko pada proyek konstruksi berkaitan dengan risiko waktu,
risiko mutu, serta risiko biaya. Beberapa risiko dapat dikendalikan, sedangkan
beberapa risiko lainnya tidak dapat dikendalikan sehingga harus diterima. Risiko
yang dapat dikendalikan pada umumnya berasal dari dalam proyek, sedangkan
risiko yang tidak dapat dikendalikan pada umumnya berasal dari luar proyek.
Penyebab dan dampak dari risiko dapat saling terkait satu sama lain atau tidak
saling terkait satu dengan lainnya. Penyebab dan dampak risiko dikatakan saling
terkait satu sama lain jika terjadinya satu risiko dapat menyebabkan terjadinya
risiko lainnya. Hubungan antara penyebab dan dampak risiko dapat dilihat pada
gambar berikut ini:
Gambar II.11 Hubungan Penyebab dan Dampak Risiko
(Sumber: Flanagan & Norman, 1993).
23
Alat dan teknik identifikasi risiko proyek dapat berupa checklist, diagram alir
(flowchart), dan wawancara langsung dengan berbagai pihak yang terlibat
didalam proyek yang sedang ditangani. Hasil akhir dari proses identifikasi risiko
adalah berupa penyebab risiko, risiko potensial/dominan, serta gejala risiko. Hasil
akhir dari proses identifikasi risiko akan menjadi input untuk kegiatan manajemen
risiko selanjutnya
Proses identifikasi risiko dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar II.12 Proses Identifikasi Risiko (Sumber: Project Management Institute, 1996).
II.3.2. Risiko Pada Kegiatan Pengembangan Perumahan
Risiko pada kegiatan pengembangan perumahan berkaitan dengan risiko biaya,
risiko waktu, serta risiko mutu. Risiko biaya pada pengembangan perumahan
terjadi pada tahap akuisisi, tahap produksi, serta tahap disposal (Flanagan dan
Norman, 1993).
Pengembang berpotensi mengalami terjadinya risiko biaya pada tahap akuisisi,
tahap produksi, serta tahap disposal. Pengembang yang mengembangkan
perumahan dengan sistem persediaan memiliki probabilitas kejadian dan dampak
risiko biaya yang lebih besar dari pada pengembang yang mengembangkan
perumahan berdasarkan sistem pesanan konsumen. Hal tersebut dikarenakan tidak
adanya kepastian tingkat penjualan pada perumahan yang dikembangkan dengan
sistem persediaan. Sebaliknya, pada perumahan yang dikembangkan dengan
sistem pesanan, tingkat penjualan pengembang memiliki kepastian yang lebih
tinggi, karena perumahan dikembangkan sesuai dengan pesanan dari konsumen
yang akan menjadi pemilik rumah. Dampak dari terjadinya risiko biaya adalah
24
terjadinya penurunan pendapatan dan peningkatan pengeluaran sehingga
menurunkan keuntungan pengembang.
Pengembang juga berpotensi mengalami terjadinya risiko mutu pada tahap
produksi perumahan. Perumahan yang dikembangkan berdasarkan sistem pesanan
harus memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan oleh pemilik rumah. Kriteria mutu
perumahan tersebut meliputi mutu desain, kesesuaian dengan kebutuhan pemilik,
mutu material, persyaratan pemeliharaan yang minimum, serta persyaratan
ketahanan bangunan /perumahan, (Flanagan dan Norman, 1993).
Sebagai pelaksana pekerjaan konstruksi, kontraktor berpotensi mengalami
terjadinya risiko biaya, risiko waktu, serta risiko mutu pada pelaksanaan
konstruksi perumahan. Menurut Flanagan dan Norman (1993), risiko biaya bagi
kontraktor berkaitan dengan biaya pelaksanaan konstruksi dimana biaya yang
dikeluarkan oleh kontraktor harus lebih kecil dari nilai tender yang telah disetujui
antara kontraktor dengan pengembang. Biaya pelaksanaan konstruksi meliputi
biaya untuk pengadaan material, peralatan, serta tenaga kerja. Jika biaya total
untuk pelaksanaan konstruksi melebihi nilai tender, kontraktor berpotensi
mengalami terjadinya penurunan keuntungan.
Risiko waktu bagi kontraktor berkaitan dengan masa pelaksanaan konstruksi
perumahan yang harus memenuhi jadwal penyelesaian pekerjaan sesuai dengan
kesepakatan antara kontraktor dengan pengembang. Risiko waktu sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan material, peralatan, serta tenaga kerja untuk
pelaksanaan konstruksi perumahan. Sedangkan risiko mutu berkaitan dengan
mutu material, mutu tenaga kerja, koordinasi dan komunikasi yang baik antara
kontraktor dengan pengembang serta pemasok-pemasoknya. Terjadinya risiko
waktu dan risiko mutu pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya risiko biaya
bagi kontraktor, yang memberikan dampak terhadap menurunnya keuntungan
kontraktor.
25
II.3.3. Risiko Kontraktor Dalam Rantai Pasok Pengembangan Perumahan
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa risiko kontraktor
dalam rantai pasok pengembangan perumahan terjadi pada tahap pelaksanaan
konstruksi perumahan. Risiko yang potensial terjadi pada kontraktor berkaitan
dengan pengadaan barang dan jasa untuk pelaksanaan konstruksi perumahan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pekerjaan konstruksi tidak
efektif dan memiliki banyak permasalahan. Sebagian besar masalah tersebut
diakibatkan oleh rantai pasok yang terjadi pada pelaksanaan konstruksinya.
Permasalahan dalam rantai pasok konstruksi terjadi karena adanya hubungan antar
pihak yang terlibat didalam rantai pasok itu sendiri (Vrijhoef, 2001).
Dalam situasi normal, rantai pasok yang terjadi pada pelaksanaan konstruksi
memiliki permasalahan dan pemborosan dalam jumlah yang besar. Sebagian besar
masalah dan pemborosan tersebut diakibatkan oleh tahap sebelumnya atau pelaku
sebelumnya dari rantai pasok yang ditinjau. Permasalahan dan pemborosan yang
terjadi pada rantai pasok konstruksi sebagian besar juga diakibatkan oleh kontrol
yang tidak jelas terhadap rantai pasok karena diperlukan kontrol yang saling
terkait dari setiap tahap rantai pasok konstruksi (Vrijhoef & Koskela, 1999).
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko kontraktor dalam
rantai pasok disebabkan oleh hubungan antara kontraktor dengan penyedia barang
dan jasa yang menjadi pemasoknya. Risiko tersebut akan memberikan dampak
terhadap menurunnya keuntungan kontraktor perumahan. Semakin tinggi tingkat
integrasi vertikal yang terjadi pada rantai pasok, semakin panjang jumlah rantai
yang terjadi, sehingga semakin berdampak pada aliran informasi dan produk,
harga, bahkan keuntungan bagi kontraktor.
Beberapa penelitian telah mengidentifikasi berbagai risiko bagi kontraktor yang
berkaitan dengan pasokan barang dan jasa untuk kontraktor. Fang, dkk (2004)
mengidentifikasi berbagai risiko bagi kontraktor yang berkaitan dengan hubungan
antara kontraktor dengan pemasok dan subkontraktor dalam pengadaan barang
26
dan jasa untuk pelaksanaan konstruksi. Risiko yang diidentifikasi pada penelitian
disebabkan oleh:
1. Rendahnya kompetensi subkontraktor dalam hal kemampuan manajemen dan
kemampuan teknologi.
2. Mutu material yang tidak baik dari pemasok
3. Pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh subkontraktor dan terjadinya
perselisihan antara subkontraktor dengan kontraktor
4. Keterlambatan pasokan material dari pemasok
Shen, dkk (2001) mengidentifikasi berbagai risiko pada pelaksanaan konstruksi
dengan sistem Joint Ventures. Dalam penelitian ini, risiko bagi kontraktor
berkaitan dengan risiko teknis, yaitu risiko yang terjadi berkaitan dengan
pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor. Terkait dengan
pengadaan barang dan jasa untuk kontraktor, risiko kontraktor dalam penelitian ini
disebabkan oleh:
1. Peralatan berat tidak dapat beroperasi dengan baik
2. Terbatasnya ketersediaan material
3. Rendahnya kualitas material yang dipasok
4. Terbatasnya tenaga kerja terampil
5. Rendahnya kredibilitas dari subkontraktor
Smith, dkk (1999) mengidentifikasi risiko yang berkaitan dengan kontraktor untuk
penetapan nilai kontingensi. Dalam penelitian ini, risiko kontraktor yang berkaitan
dengan pengadaan barang dan jasa bagi kontraktor diklasifikasikan sebagai risiko
logistik. Risiko logistik bagi kontraktor dalam penelitian ini disebabkan oleh:
1. Keterlambatan pasokan material
2. Kerusakan material
Kangari (1995) mengidentifikasi berbagai risiko pada pelaksanaan konstruksi
yang dialokasikan sebagai risiko bagi kontraktor. Hasil survei pada penelitian ini
menghasilkan berbagai risiko bagi kontraktor yang berkaitan dengan pengadaan
barang dan jasa untuk kontraktor, dimana risiko tersebut disebabkan oleh:
27
1. Rendahnya produktivitas peralatan dan tenaga kerja
2. Terbatasnya ketersediaan material, peralatan, dan tenaga kerja
3. Kerusakan material
4. Perselisihan antar tenaga kerja
Berdasarkan hasil identifikasi risiko yang telah dilakukan pada beberapa
penelitian diatas, maka daftar penyebab risiko bagi kontraktor dapat disimpulkan
seperti terdapat pada Tabel II.1:
Tabel II.1. Penyebab Risiko Kontraktor No Penyebab Risiko Fang,
dkk (2004)
Shen, dkk
(2001)
Smith, dkk
(1999)
Kangari,(1995)
1 Rendahnya kualitas material dari pemasok √ √ - -
2 Keterlambatan pasokan material dari pemasok √ - √ -
3 Terbatasnya ketersediaan material bagi kontraktor - √ - √
4 Terjadinya kerusakan material - - √ √
5 Rendahnya kemampuan operasional (produktivitas)
peralatan
- √ - √
6 Terbatasnya ketersediaan peralatan bagi kontraktor - - - √
7 Terbatasnya ketersediaan tenaga kerja terampil - √ - √
8 Perselisihan antar tenaga kerja - - - √
9 Rendahnya kompetensi subkontraktor √ √ - -
10 Pelanggaran kontrak oleh subkontraktor √ - - -