bab ii tinjauan pustaka dan landasan teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/3801/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian yang berjudul “Aplikasi Pengolahan Citra Untuk Identifikasi
Kematangan Mentimun Berdasarkan Tekstur Kulit Buah Menggunakan Metode
Ekstraksi Ciri Statistik”, bertujuan menerapkan metode statistik dengan
parameter ciri yaitu Mean, Variance, Skewness, Kurtosis, dan Entropy sebagai
metode untuk mengenali kematangan mentimun dari segi tekstur kulit buah dan
untuk mengetahui nilai akurasi setelah sistem diuji. Kesimpulan hasil pengujian
dengan menggunakan 20 sampel yang terdiri dari 10 citra mentimun matang dan
10 citra mentimun belum matang menunjukkan bahwa hasil untuk pengujian
mentimun matang mencapai 70%, sedangkan untuk mentimun belum matang
mencapai 80%. Secara keseluruhan tingkat keberhasilan aplikasi pengolahan citra
untuk identifikasi kematangan mentimun berdasarkan tekstur kulit buah dengan
metode ekstraksi ciri statistik yaitu sebesar 75% (Permadi & Murinto, 2015).
Penelitian yang berjudul “Sistem Identifikasi Citra Kayu Berdasarkan
Tekstur Menggunakan Gray Level Coocurrence Matrix (GLCM) Dengan
Klasifikasi Jarak Euclidean”, proses pengolahan citra pada penelitian ini
menggunakan ekstraksi ciri berdasarkan tekstur Gray Level Co-ocurrence Matrix
(GLCM) dan pengklasifikasiannya menggunakan metode jarak Euclidean.
Penelitian ini menggunakan 60 sampel citra, yang terdiri dari 30 citra kayu jati
dan 30 citra kayu mahoni. Secara keseluruhan tingkat akurasi yang paling tinggi
didapat pada citra ukuran 30x30 yaitu 82,5% dan akurasi terendah didapat dari
citra ukuran 20x20 dengan 65,0% dan ukuran 10x10 dengan akurasi 77,5%
(Saifudin & Fadlil, 2015).
Penelitian yang berjudul “Identifikasi Jenis Kayu Menggunakan
Learning Vector Quantization Berdasarkan Fitur Tekstur Gray Level Co-
Occurrence Matrix”, proses pengolahan citra pada penelitian ini adalah mengubah
5
citra asli menjadi grayscale, lalu mengekstraksi ciri citra menggunakan Gray
Level Co-Occurrence Matrix, kemudian diklasifikasikan dengan metode Learning
Vector Quantization. Penelitian ini menggunakan 400 data citra kayu dari 4 jenis
kayu, yang terdiri dari 360 data citra kayu untuk pelatihan, dan 40 data citra kayu
untuk pengujian. Hasil dari penelitian ini setelah dilakukan proses
pembelajaran telah berhasil mendapatkan akurasi tertinggi sebesar 78,4% (Fikri
& Pramunendar, 2015).
Penelitian yang berjudul “Sistem Pengenalan Iris Mata Berdasar Tekstur
Menggunakan Ekstraksi Ciri Energi Pada Alihragam Wavelet Haar”, bertujuan
membuat aplikasi yang mampu melakukan pengenalan identitas pemilik mata
menggunakan metode alihragam wavelet haar dengan perhitungan jarak
Euclidean. Kesimpulan dari pengujian ini didapatkan hasil akurasi tertinggi
menggunakan transformasi wavelet haar level 4 dengan 2 sampel citra iris mata
sebesar 85,58%, sedangkan akurasi terendah pada level 1 dengan 1 sampel citra
iris mata sebesar 65,27% (Isnanto, Santoso, Prihartono, Widodo, Suhardjo, &
Susanto, 2012).
Penelitian yang berjudul “Pengenalan Wajah Menggunakan Learning
Vector Quantization (LVQ)”, pada sistem ini proses segmentasi menggunakan
metode Sobel. Dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector
Quantization (LVQ), hasil deteksi wajah dari 35 data citra wajah input, yang
digunakan untuk learning sebanyak 25 data citra wajah dan data 35 data citra
wajah digunakan untuk mapping atau pengujian dan yang berhasil diidentifikasi
ada 30 data citra (88,2%). Algoritma kecerdasan buatan Pulse Coupled Neural
Network (PCNN) dan Learning Vector Quantization (LVQ) mampu bekerja secara
baik dengan unjukkerja yang cukup baik. Tingkat ketepatan sistem LVQ setelah
dilakukan beberapa kali proses learning (setiap gambar dilakukan 2 kali proses
learning) adalah 86,67% (Heranurweni, 2010).
6
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Kayu Mahoni
Mahoni adalah salah satu jenis pohon hutan yang berasal dari Amerika
Selatan, khususnya Meksiko, sedangkan di Asia merupakan hutan tanaman dan
banyak ditemukan di Indonesia. Mahoni tumbuh liar di hutan jati dan tempat-
tempat lain yang dekat dengan pantai. Bagi penduduk Indonesia khususnya Jawa,
mahoni ada sejak zaman penjajahan Belanda, pohon mahoni sudah banyak
ditanam di pinggir jalan sebagai peneduh di sepanjang jalan Daendels (Merak-
Banyuwangi). Mahoni merupakan pohon penghasil kayu keras dan banyak
digunakan untuk keperluan perabotan rumah tangga, barang–barang ukiran dan
kerajinan tangan.
Mahoni termasuk jenis pohon tahunan. Tingginya bisa mencapai 35-40 m
dan diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak
berbanir. Kulit luar berwarna cokelat kehitaman dan beralur dangkal seperti sisik,
sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda. Kulit
batang akan berubah menjadi cokelat tua, beralur, dan mengelupas setelah tua.
Mahoni dapat menghasilkan buah pada umur 10-15 tahun dan masak pada bulan
April-Juli.
Mahoni dapat tumbuh subur di pasir payau dekat dengan pantai dan
menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung. Pohon mahoni juga tahan
di tanah gersang asalkan pada masa pertumbuhan memperoleh cukup air.
Ketinggian lahan maksimum untuk budidaya mahoni adalah 1.500 mdpl, curah
hujan 1.524-5.085 mm/tahun, dan suhu udara 11o-36
o C, mahoni dapat bertahan
hidup meskipun tidak disiram air selama berbulan-bulan.
Perkembangbiakan pohon mahoni dapat dilakukan secara generatif
melalui biji. Biji diperoleh dari buah yang sudah masak. Ditandai dengan warna
buah cokelat tua. Biji mahoni berbentuk lonjong, panjangnya 7,5-15 cm dengan
bagian atas memanjang. Selain itu, biji mahoni juga memiliki bagian seperti
sayap. Buah mahoni yang sudah masak dan kering akan pecah dengan sendirinya
dan tinggal mengambil bagian bijinya. Biji yang akan disemai harus berasal dari
7
pohon yang pertumbuhannya baik. Selain itu, harus bermutu baik, sehat, dan tidak
terserang hama penyakit.
Mahoni termasuk salah satu tanaman berkayu keras. Tetapi, kekerasan
kayunya berada sedikit di bawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai
primadona kedua dalam pasar kayu. Serat kayu mahoni lebih kasar dan banyak
melingkar. Umumnya, kayu mahoni dimanfaatkan sebagai kayu bangunan dan
bahan kayu perkakas. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak
mudah berubah. Pemanfaatan lain dari pohon mahoni adalah kulitnya sebagai
pewarna pakaian. Getah mahoni yang disebut blendok dapat digunakan sebagai
bahan baku lem, sedangkan daun mahoni dapat digunakan untuk pakan ternak
(Mansur, 2015).
2.2.2 Citra Digital
Citra atau gambar dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi,
f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, yang mana x dan y adalah koordinat
bidang datar, dan harga fungsi f disetiap pasangan koordinat (x,y) disebut
intensitas atau level keabuan (grey level) dari gambar di titik itu. Jika x,y dan f
semuanya berhingga (finite), dan nilainya diskrit, maka gambarnya disebut citra
digital (gambar digital) (Hermawati, 2013).
Citra digital yang tersimpan dalam larik dua dimensi tersusun atas unsur-
unsur kecil yang disebut dengan piksel. Masing-masing piksel terkait secara
spasial dengan area di permukaan bumi. Struktur array ini tersusun dalam baris
horisontal yang disebut baris (Lines) dan kolom vertikal (Samples). Masing-
masing piksel dalam raster citra menyimpan nilai tingkat kecerahan piksel yang
diwujudkan sebagai suatu angka digital. Susunan piksel dalam struktur array citra
digital yang tersebut disebut dengan data raster. Posisi koordinat dari citra digital
ditunjukkan pada Gambar 2.1.
8
0 N-1
M-1
0
x
y
Posisi sebuah piksel
Gambar 2.1 Koordinat Citra Digital (Kadir & Susanto, 2012)
Citra digital berbentuk matriks dengan ukuran MxN yang tersusun seperti
pada Persamaan 2.1 sedangkan suatu citra f(x,y) dalam fungsi matematis dapat
dituliskan pada Persamaan 2.2, 2.3, dan 2.4.
f(x,y)= ................................................................................................ (2,1)
0 ≤ x ≤ M-1 ....................................................................................... (2.2)
0 ≤ y ≤ N-1 ........................................................................................ (2.3)
0 ≤ f(x,y) ≤ G-1 ................................................................................. (2.4)
Dimana : M = banyaknya baris pada array citra
N = banyaknya kolom pada array citra
G = banyaknya skala keabuan (grayscale)
f = derajat intensitas piksel
Sebagai suatu susunan dari angka digital, beberapa bentuk operasi
matematis dapat dilakukan terhadap citra digital tersebut. Operasi matematis atas
suatu citra digital disebut dengan pengolahan citra digital. Citra digital dapat
memiliki dimensi ketiga yang disebut dengan layer. Layer adalah suatu citra yang
9
sama tetapi memiliki informasi yang berbeda dengan informasi pada layer
lainnya.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pembentukan citra digital
yaitu akuisisi citra, sampling dan kuantisasi. Proses akuisisi citra adalah pemetaan
suatu pandangan (scene) menjadi citra kontinyu dengan menggunakan sensor.
Sensor untuk akuisisi citra, yaitu sensor tunggal, sensor garis, dan sensor larik.
Proses selanjutnya adalah sampling, yaitu proses untuk menentukan warna pada
piksel tertentu pada citra dari sebuah gambar yang kontinyu. Pada proses
sampling dicari warna rata-rata dari gambar analog yang kemudian dibulatkan.
Proses sampling disebut juga proses digitisasi. Tahap terakhir dalam pembentukan
citra digital adalah proses kuantisasi, yang merupakan perubahan nilai amplitudo
kontinyu menjadi nilai baru yang berupa nilai diskrit. Nilai amplitudo yang
dikuantisasi adalah nilai-nilai pada koordinat diskrit hasil proses sampling.
Proses terjadinya citra berawal dari sumber cahaya menerangi objek, lalu
objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan
cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, seperti mata manusia, kamera, dan
scanner. Proses pembentukan citra ditunjukan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Proses Pembentukan Citra (Putra, 2010)
Citra digital terbagi menjadi beberapa macam yaitu citra biner, citra
grayscale, dan citra warna. Citra biner adalah citra memiliki dua buah piksel yaitu
hitam yang bernilai 0 dan putih yang bernilai 1. Oleh karena itu setiap piksel pada
citra biner direpresentasikan dengan 1 bit. Citra grayscale adalah citra yang nilai
pikselnya berada diantara 0 (hitam) dan 255 (putih). Sedangkan citra warna adalah
citra yang setiap pikselnya mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga
10
warna dasar yaitu merah, hijau dan biru. Setiap warna dasar menggunakan
penyimpanan 8 bit (1 byte).
2.2.3 Pra-proses
Pra-proses adalah tahapan pengolahan data citra asli sebelum data
tersebut diproses pada tahapan berikutnya. Beberapa tahapan pra-proses yang
sering digunakan adalah proses cropping dan proses grayscale (aras keabuan).
A. Cropping
Cropping adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada
area citra. Proses ini dilakukan untuk mengambil bagian yang dirasa penting atau
bagian yang mempunyai paling banyak informasi untuk diolah menggunakan
jaringan syaraf tiruan. Selain itu proses ini juga dapat mengubah ukuran citra
menjadi lebih kecil, sehingga akan mempercepat proses komputasi.
B. Grayscale
Grayscale adalah warna-warna piksel yang berada pada rentang gradasi
hitam dan putih yang akan menghasilkan efek warna abu-abu. Pada citra ini warna
dinyatakan dengan intensitas, yang intensitas berkisar antara 0 sampai dengan
255, dimana 0 dinyatakan warna hitam dan 255 dinyatakan warna putih (Kadir &
Susanto, 2012). Proses grayscale dilakukan dengan mengubah citra 3 layer citra
red, green dan blue (RGB) menjadi citra 1 layer gray. Salah satu metode yang
dapat digunakan untuk mengubah citra warna menjadi grayscale adalah metode
average dengan rumus pada persamaan 2.5 (Summers, 2011).
Grayscale
...................................................................... (2.5)
C. Masking
Untuk memperbaiki kualitas dan memperhalus citra salah satunya adalah
dengan menggunakan masking dengan filter median. Pada filter median, suatu
“jendela” (windows) memuat sejumlah piksel (ganjil). Jendela digeser titik demi
titik pada seluruh daerah citra. Pada setiap pergeseran dibuat jendela baru. Titik
11
tengah dari jendela ini diubah dengan nilai median dari jendela tersebut (Munir,
2004). Masking filter median pada penelitian ini dapat ditunjukkan pada
Persamaan 2.6 (Hermawati, 2013).
f(x,y) = median(s,t) ϵ Sxy {g(s,t)} .................................................... (2.6)
2.2.4 Wavelet
Wavelet diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat.
Gelombang singkat tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu
berbeda. Alihragam wavelet merupakan alihragam yang membawa citra (signal)
ke versi pergeseran (shifted) dan penskalaan (scaled) dari gelombang singkat yang
asli (mother wavelet). Alihragam gelombang singkat diskrit dapat dilakukan
dengan suatu pentapisan bertingkat (cascading filter), yang diikuti dengan
pencuplikan (subsampling) dengan pembagian 2 (Putra, 2010).
Transformasi wavelet selain mampu memberikan informasi frekuensi
yang muncul, juga dapat memberikan informasi tentang skala atau durasi waktu.
Wavelet dapat digunakan untuk menganalisa suatu bentuk gelombang sebagai
kombinasi dari waktu dan frekuensi. Selain itu perubahan sinyal pada suatu posisi
tertentu tidak berdampak banyak terhadap sinyal pada posisi yang lainnya.
Dengan wavelet suatu sinyal dapat disimpan lebih efisien dan lebih baik dalam hal
melakukan aproksimasi terhadap sinyal real-word. Secara umum, transformasi
wavelet dapat dinyatakan dengan rumus pada Persamaan 2.7 (Sutarno, 2010).
........................................................ (2.7)
a,b ϵ R; a ≠ 0 (R = bilangan nyata),
a adalah parameter penyekalan (dilatasi),
b adalah parameter penggeseran posisi (translasi) pada sumbu x,
√| | adalah normalisasi energi yang sama dengan energi induk.
Proses transformasi wavelet dilakukan pada baris terlebih dulu, kemudian
dilanjutkan transformasi pada kolom. Untuk melihat gambar bagan transformasi
wavelet ditunjukkan pada Gambar 2.3.
12
Gambar 2.3 Transformasi Wavelet (Putra, 2010)
H dan L berturut-turut menyatakan tapis yang meneruskan frekuensi
tinggi (high pass) dan tapis yang meneruskan frekuensi rendah (low pass). 2
menyatakan pencuplikan dengan pembagian 2. Pada Gambar 2.4 LL menyatakan
bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass dilanjutkan dengan
low pass. Citra bagian ini mirip dan merupakan versi lebih halus dari citra aslinya
sehingga koefisien pasa bagian LL sering disebut dengan komponen aproksimasi.
LH menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass
kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan
citra tepi dalam arah horisontal. Bagian HL diperoleh dari proses tapis high pass
kemudian dilanjutkan dengan low pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan
citra tepi dalam arah vertikal. Bagian HH menunjukkan proses tapis yang diawali
dengan high pass kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada bagian
ini menunjukkan citra tepi dalam arah diagonal. Ketiga komponen LH, HL dan
HH disebut juga komponen detail. Hasil transformasi wavelet level 1, sering
dibuat dalam bentuk skema seperti pada Gambar 2.4.
13
Gambar 2.4 Skema Transformasi Wavelet (Putra, 2010)
Proses transformasi wavelet secara konsep memang sederhana. Citra
yang semula ditransformasikan kemudian dibagi (didekomposisi) menjadi 4 sub-
image baru untuk menggantikanya (level 1). Setiap sub-image berukuran
seperempat kali dari citra asli. Satu sub-image bagian kiri atas tampak seperti citra
asli dan tampak lebih halus (smooth) karena berisi komponen frekuensi rendah
dari citra asli. Berbeda dengan 3 sub-image lainnya tampak lebih kasar kerena
berisi komponen frekuensi tinggi dari citra asli. Satu sub-image tersebut dapat
dibagi lagi menjadi 4 sub-image baru (level 2). Satu sub-image baru pada wavelet
level 2 dapat dibagi lagi menjadi 4 sub-image baru. Proses demikian dapat diulang
seterusnya sesuai dengan level (tingkatan) proses transformasi yang diinginkan.
Untuk lebih jelasnya contoh wavelet level 2 ditunjukan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Contoh Transformasi Wavelet Level 2 (Putra, 2010)
2.2.5 Artificial Neural Network
Jaringan syaraf tiruan (neural network) adalah sebuah alat pemodelan
data statistik nonlinier. Neural network dapat digunakan untuk memodelkan
14
hubungan yang kompleks antara input dan output untuk menemukan pola-pola
pada data (Widodo, 2005).
Neural network sebenarnya mengadopsi dari kemampuan otak manusia
yang mampu memberikan stimulasi/rangsangan, melakukan proses, dan
memberikan output. Output diperoleh dari variasi stimulasi dan proses yang
terjadi di dalam otak manusia. Kemampuan manusia dalam memproses informasi
merupakan hasil kompleksitas proses di dalam otak. Misalnya, yang terjadi pada
anak-anak, mereka mampu belajar untuk melakukan pengenalan meskipun mereka
tidak mengetahui algoritma apa yang digunakan. Kekuatan komputasi yang luar
biasa dari otak manusia ini merupakan sebuah keunggulan di dalam kajian ilmu
pengetahuan.
Di dalam jaringan syaraf tiruan terdapat two layer network, yang disebut
sebagai perceptron (Siang, 2005). Perceptron memungkinkan untuk pekerjaan
klasifikasi pembelajaran tertentu dengan penambahan bobot pada setiap koneksi
antar network. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Perceptron (Siang, 2005)
Keberhasilan perceptron dalam pengklasifikasian pola tertentu ini tidak
sepenuhnya sempurna, masih ditemukan juga beberapa keterbatasan di dalamnya.
Perceptron tidak mampu untuk menyelesaikan permasalahan XOR (exclusive-
OR). Namun demikian, perceptron berhasil menjadi sebuah dasar untuk
penelitian-penelitian selanjutnya di bidang neural network. Saat ini neural
network dapat diterapkan pada beberapa task, diantaranya classification,
recognition, approximation, prediction, clusterization, memory simulation dan
task-task berbeda lainnya, dimana jumlahnya semakin bertambah seiring
15
berjalannya waktu. Untuk lebih jelasnya mengenai neural network dapat
ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Jaringan Syaraf Tiruan (Kusumadewi, 2004)
2.2.6 Learning Vector Quantization (LVQ)
Learning Vector Quantization (LVQ) adalah sebuah metode klasifikasi
dimana setiap unit output mempresentasikan sebuah kelas. LVQ digunakan untuk
pengelompokkan objek dimana jumlah kelompok sudah ditentukan arsitekturnya
(target/kelas sudah ditentukan). LVQ merupakan salah satu terapan dari neural
network yang melakukan proses pemetaan vektor yang berjumlah banyak menjadi
vektor dengan jumlah tertentu (Kusumadewi, 2004). Pada pengenalan citra,
berupa vektor ciri dari masing-masing citra, yang diperoleh dari proses ekstraksi
ciri.
LVQ adalah salah satu jaringan syaraf tiruan yang merupakan algoritma
pembelajaran kompetitif terawasi versi dari algoritma Kohonen Self-Organizing
Map (SOM). Lapisan kompetitif akan secara otomatis belajar untuk
mengklasifikasikan vektor-vektor input. Kelas-kelas yang didapat sebagai hasil
dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung pada jarak antara vektor-vektor input
(Kusumadewi, 2004). Jika vektor input mendekati sama maka lapisan kompetitif
akan mengklasifikasikan kedua vektor input tersebut ke dalam kelas yang sama.
Tujuan dari algoritma ini adalah untuk mendekati distribusi kelas vektor untuk
meminimalkan kesalahan dalam pengklasifikasian.
16
Dalam hal ini diberikan sehimpunan pola yang klasifikasinya diketahui
diberikan bersama distribusi awal vektor referensi. Setelah pelatihan jaringan
LVQ mengklasifikasikan vektor input dalam kelas yang sama dengan unit output
yang memiliki vektor bobot (referensi) yang paling dekat dengan vektor input.
Arsitektur dari LVQ ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Arsitektur Learning Vector Quantization (Kusumadewi, 2004)
Keterangan:
X = Vector masukan (X1,X2,...,Xn)
F = Lapisan Kompetitif
y_in = Masukan lapisan kompetitif
y = Keluaran
W = Vector bobot untuk unit keluaran
||X-W|| = Selisih nilai jarak Euclidean antara vektor input
Algoritma diusulkan oleh Kohonen pada tahun 1986 sebagai perbaikan
dari Vector Quantization. Model pembelajaran LVQ dilatih secara signifikan agar
lebih cepat dibandingkan algoritma lain seperti Back Propagation Neural
Network. Hal ini dapat meringkas atau mengurangi dataset besar untuk sejumlah
kecil vektor (Arifianto, Sarosa, & Setyawati, 2014).