bab ii tinjauan pustaka biogas
DESCRIPTION
biogasTRANSCRIPT
3
TINJAUAN PUSTAKA
Biogas
Produksi biogas merupakan suatu proses yang dikendalikan oleh mikroba.
Biogas mengeksploitasi proses biokimia untuk menguraikan berbagai jenis biomasa.
Biogas berpotensi dijadikan sebagai sumber energi, karena biodegradasi alami bahan
organik dalam kondisi anaerob setiap tahunnya diperkirakan menghasilkan 590-800
juta ton metana ke atmosfer (ISAT/GTZ, 1999).
Biogas merupakan bahan bakar gas dan bahan bakar yang dapat diperbaharui
yang dihasilkan secara anaerobic digestion atau fermentasi anaerob dari bahan
organik dengan bantuan bakteri metana seperti Methanobacterium sp. Bahan yang
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas yaitu bahan biodegradable
seperti biomassa (bahan organik bukan fosil), kotoran, sampah padat hasil aktivitas
perkotaan dan lain-lain. Biogas biasanya dibuat dari kotoran ternak seperti kerbau,
sapi, kambing, kuda dan lain-lain. Kandungan utama biogas adalah gas CH4 dengan
konsentrasi sebesar 50-80 % vol. Kandungan lain dalam biogas yaitu CO2, gas
hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas karbon monoksida (CO) dan gas hidrogen
sulfida (H2S). Gas dalam biogas yang dapat berperan sebagai bahan bakar yaitu gas
CH4, H2 dan CO (Price dan Cheremisinoff, 1981).
Proses anaerobik menghasilkan energi, yaitu biogas yang dihasilkan oleh
bioreaktor yang dirancang khusus untuk substrat biomasa, termasuk limbah
pertanian, industri dan limbah perkotaan, yang terdegradasi secara anaerobik. Di
negara berkembang perluasan biogas telah diterapkan pada reaktor skala kecil yang
dirancang untuk mengolah limbah peternakan seperti kotoran sapi, babi dan ekskreta
unggas (ISAT/GTZ, 1999).
Pembentukkan Biogas
Biogas yang dibuat dari kotoran ternak sapi mengandung CH4 sebesar 55-65
%, CO2 sebesar 30-35 % dan sedikit H2, N2 dan gas-gas lain. Panas yang dihasilkan
sebesar 600 BTU/cuft. Gas alam yang mengandung CH4 sebesar 80 % dengan panas
sebesar 1000 BTU/cuft. Kandungan CH4 dari biogas dapat ditingkatkan dengan
memisahkan CO2 dan H2S yang bersifat korosif (Price dan Cheremisinoff, 1981).
4
Proses degradasi bahan organik secara anaerob dilakukan oleh mikroorganisme
dalam proses fermentasi (Polprasert, 1989), yang terlihat pada Gambar 1.
BO + H2O CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S + Sludge (padat dan cair)
Gambar 1. Reaksi Pembentukkan Biogas. Sumber : Polprasert, 1989
Pembentukkan biogas setidaknya melibatkan tiga komunitas bakteri yang di-
perlukan oleh rantai proses biokimia yang melepaskan metana (Nelson, 2011).
Digester anaerobik biasanya dirancang untuk beroperasi di zona suhu mesofilik (20-
40°C) atau termofilik (>40°C). Sludge yang dihasilkan dari proses penguraian
anaerobik yang berbentuk cair sering digunakan sebagai pupuk (Nelson, 2011).
Proses pembentukkan biometan dari perombakan limbah organik yang terlihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Proses Pembentukkan Biometana dari Limbah Organik Sumber : Brown dan Tata, 1985
Anaerob
Mikroorganisme
Asam organik, alkohol, neutral compound
Hidrolisis dan fermentasi
Asetat dekarboksilasi Formasi reduktif
metana
Metana + karbon dioksida
Limbah organik (Karbohidrat, protein, lemak)
Asetogenik dehidrogenasi
Asetogenik hidrogenasi
Hidrogen + karbon dioksida
Asetat
5
Proses fermentasi anaerobik adalah proses penggunaan bahan baku organik
dan merubahnya menjadi biogas, komponen utama yang terbentuk adalah CO2 dan
CH4 (Nelson, 2011). Proses fermentasi terdiri dari beberapa proses seperti hidrolisis
polimer (I), fermentasi (II), asetogenesis (III), dan metanogenesis (IV). Fase-fase
tersebut merupakan proses utama yang terjadi selama penguraian sampah organik
dan pembentukkan biogas (Nelson, 2011).
Hidrolisis. Tahap pertama dalam degradasi anearobik sebagian besar limbah organik
adalah hidrolisis. Hidrolisis merupakan pemecahan baha-bahan polimer secara
enzimatik menjadi bahan-bahan terlarut (biasanya monomer atau dimer) yang
kemudian dapat ditransportasi melewati membran sel. Hasil proses hidrolisis adalah
pembentukkan gula-gula dari karbohidrat, asam-asam lemak dari minyak/lemak, dan
asam-asam amino dari protein. Proses ini dilakukan oleh mikroorganisme yang
mampu menghasilkan enzim hidrolitik. Bakteri hidrolitik dapat dikelompokkan
berdasarkan tipe enzim ekstra atau eksoseluler yang dihasilkannya, dan bakteri ini
dapat terinhibisi oleh akumulasi gula dan asam amino. Faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap proses hidrolisis antara lain adalah pH dan suhu. Efisiensi
hidrolisis tertinggi untuk selulosa terjadi pada pH 6,7 dan terendah pada pH 5,1-5,2
(Eastman dan Ferguson, 1981). Suhu juga berpengaruh pada laju hidrolisis. Pada pH
netral dilaporkan bahwa hidrolisis optimum untuk selulosa terjadi pada suhu 40o C.
Fermentasi. Fermentasi merupakan proses utama disimiliasi bahan organik pada
lingkungan anaerobik. Bahan-bahan organik terlarut difermentasi menjadi berbagai
produk akhir, meliputi asam-asam format, asetat, propionat, butirat, laktat, suksinat,
etanol, karbon dioksida, dan gas hidrogen (Romli, 2010).
Asetogenesis. Bakteri metanogen tidak dapat menggunakan produk-produk
fermentasi dengan atom karbon lebih dari dua untuk pertumbuhannya. Bakteri ini
hanya menggunakan sumber-sumber energi sederhana, misalnya asetat, metanol,
metilamin, CO2 dan H2 atau format. Dalam proses oksidasi ini dihasilkan hidrogen
dan karbon dioksida, dan bakteri yang berfungsi untuk proses konversi ini dikenal
dengan bakteri asetogen.
6
Metanogenesis. Fungsi utama bakteri hidrolitik dan fermentatif adalah untuk
memecah biopolimer menjadi unit-unit monomer dan konversi monomer ini menjadi
produk-produk yang lebih sederhana. Proses dalam reaktor anaerobik aktivitas
bakteri fermentasi harus dilengkapi dengan aktivitas bakteri metanogen yang
mengkonversi produk-produk fermentasi menjadi gas metana yang tidak larut yang
akan terlepas ke atmosfer. Dua kelompok utama bakteri yang bertanggung jawab
dalam pembentukkan metana yaitu bakteri metanogen asetoklastik dan bakteri
metanogen pengguna hidrogen (Romli, 2010).
Komposisi Biogas
Biogas mengandung CH4 50-70% dan 30-50% CO2, serta sejumlah kecil gas
lainnya termasuk H2S, tergantung pada substrat (Sasse, 1988). Metana adalah
komponen terutama yang dapat menghasilkan nilai kalori sebesar 21-24 MJ/m3 atau
sekitar 6 kWh/m3 (Dimpl, 2010). Menurut Wellinger dan Lindenberg (2000),
komposisi biogas yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang
digunakan.
Komponen lainnya yang ditemukan dalam kisaran konsentrasi kecil (trace
element) antara lain senyawa sulfur organik, senyawa hidrokarbon terhalogenasi, H2,
N2, CO dan O2. Komposisi utama yang terdapat dalam biogas ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kandungan Biogas
No. Komponen Satuan Komposisi 1* 2*
1 Gas Methan (CH4) %Vol 50-75 54-70 2 Karbon dioksida (CO2) %Vol 24-40 27-45 3 Nitrogen (N2) %Vol <2 0-1 4 Hidrogen (H2) %Vol <1 0-1 5 Karbon monoksida (CO) %Vol 0,1 6 Oksigen (O2) ppm <2 0,1 7 Hidrogen sulfida (H2S) ppm <2 sedikit
Keterangan : 1*: Hambali et al., 2007. 2*: Widarto dan Sudarto, 1997
7
Pemurnian Biogas
Kemurnian biogas menjadi pertimbangan yang sangat penting karena
berpengaruh terhadap nilai kalor/panas yang dihasilkan, sehingga biogas yang
dihasilkan perlu dilakukan pemurnian terhadap impuritas-impuritas yang lain.
Impuritas yang berpengaruh terhadap nilai kalor/panas adalah CO2, keberadaan CO2
dalam biogas sangat tidak diinginkan karena semakin tinggi kadar CO2 dalam CH4
maka semakin rendah nilai kalor biogas dan akan mengganggu proses pembakaran.
Pemisahan CO2 dari biogas terdapat berbagai teknologi yang dikembangkan, yaitu :
Absorbsi. Metode absorbsi biogas baik secara fisika maupun kimia efektif untuk laju
alir gas yang rendah dimana biogas dioperasikan pada kondisi normal. Salah satu
metode yang sederhana dan murah yaitu menggunakan air bertekanan sebagai
absorben (Shannon et al., 2006).
Adsorpsi pada Permukaan Zat Padat. Proses adsorpsi permukaan zat padat
melibatkan transfer zat terlarut dalam gas menuju ke permukaan zat padat, dimana
proses transfer digerakkan oleh gaya Van der wall. Adsorben yang digunakan
biasanya berbentuk granular yang mempunyai luas permukaan besar tiap satuan
volume. Pemurnian gas dapat menggunakan padatan yang berupa silika, alumina,
karbon aktif atau silikat yang kemudian dikenal dengan nama molecular sieve
(Wellinger dan Lindeberg, 2000).
Pemisahan Secara Kriogenik. Kriogenik merupakan salah satu metode pemurnian
yang melibatkan campuran gas dengan kondensasi fraksional dan destilasi pada
temperatur rendah. Proses kriogenik diawali dengan crude biogas ditekan hingga
mencapai 80 bar. Proses kompresi ini berjalan secara multistage dengan intercooler.
Biogas bertekanan kemudian dikeringkan untuk menghindari terjadinya pembekuan
selama proses pendinginan berlangsung. Kemudian biogas didinginkan oleh chiller
dan heat exchanger hingga -45 oC, CO2 yang terkondensasi dihilangkan di dalam
separator. Kemudian CO2 diproses lebih lanjut untuk menemukan kembali CH4 yang
terlarut, hasil dari proses recovery CH4 kemudian dimanfaakan kembali menuju inlet
gas. Melalui proses ini gas metana yang dihasilkan mencapai kemurnian 97 %
(Huang, 2005).
8
Pemisahan dengan Membran. Metode ini beberapa komponen atau campuran dari
gas ditransportasikan melalui lapisan tipis membran (< 1mm). Transportasi tiap
komponen dikendalikan oleh perbedaan tekanan parsial pada membran dan
permeabilitas tiap komponen dalam membran. Pencapaian gas metana dengan
kemurnian yang tinggi maka harus diikuti pula dengan permeabilitas yang tinggi.
Membran padat dapat disusun dari polimer selulosa asetat yang mempunyai
permebilitas untuk CO2 dan H2S mencapai 20 dan 60 kali berturut-turut lebih tinggi
dibanding permeabilitas CH4. Tekanan sebesar 25-40 bar diperlukan untuk proses
membran tersebut (Huang, 2005). Inti dari konsep pemisahan dengan membran
adalah selektifitas dan permeabilitas yang tinggi. Pemisahan CO2 dengan membran
konvensional sering dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut
mendorong para peneliti mengembangkan material baru untuk pemisahan CO2
dengan membran. Material baru tersebut adalah kombinasi antara polimerik
membran dan inorganik membran yang disebut dengan MMMs (Mixed Matrix
Membranes).
Pemilihan proses yang tepat untuk aplikasi tertentu tergantung pada skala
operasi yang digunakan, komposisi gas yang akan dimurnikan, tingkat kemurnian
yang dibutuhkan dan kebutuhan untuk pengurangan CO2 (MNES, 2001).
Kotoran Sapi
Sahidu (1983) mengemukakan hasil pengamatan beberapa peneliti bahwa
rata-rata satu ekor sapi menghasilkan kotoran sebanyak 27 kg/ekor/hari. Kotoran sapi
yang tinggi kandungan hara dan energinya berpotensi untuk dijadikan bahan baku
penghasil biogas (Sucipto, 2009). Kotoran sapi adalah limbah peternakan yang
merupakan buangan dari usaha peternakan sapi yang bersifat padat dan dalam proses
pembuangannya sering bercampur dengan urin dan gas seperti CH4 dan NH3.
Kandungan unsur hara dalam kotoran sapi bervariasi tergantung pada keadaan
tingkat produksinya, macam, jumlah makanan yang dimakannya, serta individu
ternak sendiri (Abdulgani, 1988). Rata-rata biogas yang dihasilkan oleh kotoran sapi
adalah 0,20-1,11 m3/kg dari bahan padatan kering, dengan kandungan CH4 sekitar
57-69% (Polprasert, 1989). Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat
yang potensial untuk dimanfaatkan seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa
nitrogen, vitamin, mineral mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain. Kandungan
9
nutrisi ini yang mengakibatkan limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan
makanan ternak, pupuk organik, energi dan media berbagai tujuan (Munawaroh,
2010).
Kotoran (feses) sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa feses sapi mengandung selulosa
(22,59%), hemiselulosa (18,32%), lignin (10,20%), total karbon organik (34,72%),
total nitrogen (1,26%), rasio C/N 27,56 (Munawaroh, 2010). Kotoran hewan
dianggap substrat paling cocok untuk pemanfaatan biogas substrat dalam kotoran
sapi telah mengandung bakteri penghasil gas metana yang terdapat didalam perut
hewan ruminansia (Munawaroh, 2010).
Bahan Baku Pembuatan Pelet Pemurni
Kapur Tohor (CaO)
Kapur tohor merupakan material berwarna putih dengan rumus kimia CaO.
Kapur tohor mempunyai umur simpan yang relatif pendek jika dibiarkan dalam
ruangan terbuka. Penyimpanan CaO dalam ruang terbuka akan merubah CaO sedikit
demi sedikit menjadi Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk putih karena bereaksi dengan
uap air yang ada di udara (Chang dan Tikkanen, 1988).
Kapur tohor atau CaO merupakan bahan yang bersifat sangat reaktif dengan
air dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk (Chang dan Tikkanen,
1988). Reaksi yang terbentuk seperti pada Gambar 3.
CaO(s) + H2O (l) Ca(OH)2 (s)
Gambar 3. Reaksi Pembentukkan Ca(OH)2. Sumber : Chang dan Tikkanen, 1988
Kapur mati (Ca(OH)2 atau hydrated lime) akan terdekomposisi karena
bereaksi dengan CO2 dan menghasilkan CaCO3 yang merupakan bahan awal CaO
(kapur tohor) (Mackenzie dan Sharp, 1970). Pemanfaatan kapur tohor dalam skala
besar adalah untuk pembangunan gedung dan usaha pertanian. Pemanfaatan kapur
tohor telah semakin berkembang, khususnya untuk industri kimia. Kapur tohor juga
digunakan untuk penanganan air, penanganan limbah dan pemurnian gas (Mackenzie
dan Sharp, 1970).
10
Kapur tohor mempunyai kemampuan untuk mengurangi kandungan karbon
dioksida pada biogas, hal ini seperti yang dilaporkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Wahono (2010) yang membandingkan kapur yang dicampur dengan zeolit alam
termodifikasi dan bahan-bahan lain sebagai penangkap karbon dioksida (CO2) pada
biogas. Data hasil penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji Coba Material Modifikasi Adsorben Zeolit (Uji Generator untuk Gerinda 670 watt)
Material tambahan Bentuk material Vavg Aavg Wavg NaOH (kerikil) Kerikil 147 1,1 162 Bentonit Pelet 176,9 1,13 200 Kaolin Pelet 181,9 1,13 206 Kapur tohor Pelet 164,7 1,1 181
Keterangan: Vavg tegangan listrik rata – rata (Volt), Aavg arus listrik rata – rata (Ampere), Wavg daya listrik rata-rata (Watt). Sumber: Wahono (2010)
Modifikasi adsorben zeolit dengan materi tambahan kapur tohor
menghasilkan daya listrik yang tinggi merupakan tujuan dari hasil konversi listrik
dari biogas, Daya listrik yang tinggi (180 – 200 Watt) tersebut memiliki korelasi
dengan kadar metana biogas yang dipergunakan sebagai bahan bakar (Wahono,
2010). Perbedaan kadar metana dalam biogas tersebut dapat terjadi karena perbedaan
kemampuan material penyerap dalam menyerap gas-gas pengotor. Kadar metana
biogas yang dihasilkan oleh hasil penyerapan material dalam alat filter biogas tinggi,
maka daya listrik yang dihasilkan juga tinggi dan begitu juga sebaliknya (Wahono,
2010).
Serbuk Gergaji Kayu
Serbuk gergaji kayu merupakan serbuk halus yang ukurannya relatif seragam.
Sedangkan limbah sabetan dan potongan kayu mempunyai ukuran besar dan
bervariasi. Limbah gergaji yang terdapat di industri penggergaji kecil biasanya
berasal dari jenis kayu campuran dengan berat jenis yang beraneka ragam
(Gusmaelina et al., 2003). Limbah pengolahan kayu dapat berbentuk serbuk gergaji,
kulit kayu, potongan kayu, serpihan, dan sabetan kayu. Menurut Mustofa (2001)
komposisi limbah pengolahan kayu yang paling tersedia dalam industri pengolahan
kayu adalah limbah sabetan sekitar 25,9% dari 50,8% limbah penggergaji kayu
11
seluruhnya. Limbah serbuk gergaji kayu sekitar 10% dan potongan kayu sekitar
14,3%.
Serbuk gergaji kayu mengandung komponen-komponen kimia seperti
selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif sehingga berpotensi digunakan
sebagai bahan penjerap (Zhao et al., 2011). Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sebagai
bahan material penjerap merupakan salah satu teknologi yang murah karena bahan
bakunya mudah didapat. Serbuk gergaji telah dimanfaatkan dalam proses penjerapan
ion logam krom (Cr2+) pada pengelolaan limbah cair hasil pengolahan kulit. Pemanfaatan
serbuk gergaji kayu sebagai bahan material penjerap merupakan salah satu teknologi
yang murah karena bahan bakunya mudah didapat mengingat negara Indonesia
merupakan negara yang memiliki hutan yang sangat luas.
Hasil analisis komposisi kimia serbuk gergaji kayu albasia (Paraserianthes
falcataria) dapat dilihat pada Tabel 3, yang memperlihatkan bahwa tumbuhan ini
termasuk dalam kelas dengan kandungan selulosa tinggi, sedangkan kadar lignin
pada tanaman ini termasuk sedang yaitu berada diantara 18-33% (Pari, 1996).
Tabel 3. Komposisi Kimia Serbuk Kayu Albasia (Paraserianthes falcataria)
Komponen Kandungan (%)
Holoselulosa 70,52
Selulosa 40,99
Lignin 27,88
Pentosan 16,89
Abu 1,38
Air 5,64 Sumber: Pari (1996).
Serbuk gergaji kayu sebagai hasil samping dari industri gergaji kayu sampai
saat ini hanya sebagian kecil saja dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti digunakan
dalam pembuatan batu-bata, industri keramik, campuran dalam pembuatan pupuk
organik, sedangkan selebihnya terbuang secara percuma (Sukarta, 2008).
12
Perekat Tapioka
Perekat tapioka umumnya digunakan sebagai perekat pada pembuatan briket
arang dan pembuatan pelet karena banyak terdapat di pasaran dan harganya lebih
murah. Menurut Tano (1997), tepung bila diproses secara hidrolisis, dinding sel
tepung berangsur-angsur akan membentuk gelatin karena molase dari tepung
mengubah sifat dirinya menjadi koloidal dan kemudian terbentuk pasta, sifat ini
disebut dengan gelatinasi. Terbentuknya gelatinasi untuk tepung kanji memerlukan
panas sekitar 60-64 0C. Perekat kanji atau tapioka mempunyai sifat tidak tahan
terhadap kelembaban, hal ini disebabkan tapioka mempunyai sifat dapat menyerap
air dari udara (Suryani, 1986).