bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum perjanjian pinjam …eprints.umm.ac.id/62968/3/bab...
TRANSCRIPT
-
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Perjanjian Pinjam Meminjam Uang
1. Pengertian Perjanjian Pinjam Meminjam Uang
Suatu perbuatan Pinjam meminjam uang tidak lepas dari Perjanjian yang
menjadi salah satu sumber hukum perikatan (Verbentenis / Obligatoir) dalam
Hukum Perdata di indonesia. Pengertian perjanjian terdapat dalam pasal 1313
KUHPdt yang menyebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Atau dapat
diartikan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana
dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Akibat dari suatu Perjanjian mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang berisi, perjanjian yang dibuat sacara sah berlaku mengikat sebagai undang-
undang bagi para pihak yang membuatnya. Asas kekuatan mengikat perjanjian
dikenal pula dengan istilah Pacta Sun Servanda, bahwa perjanjian mengikat pihak-
pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.
Perjanjian mempunyai banyak jenisnya, salah satunya perjanjian pinjam
meminjam yang secara tegas dijelaskan dalam Bab Ketiga belas KUHPdt Tentang
Pinjam Meminjam, pasal 1754 menjelaskan bahwa pinjam meminjam adalah
perjanjian dengan mana salah satu pihak memberikan kepada pihak lain suatu
-
16
jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa
pihak yang lain akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan
yang sama pula.
Ikatan hukum yang terjadi karena perbuatan pimjam meminjam dimana
pihak pemberi pinjaman menyerahkan suatu barang kepada pihak penerima
pinjaman sesuai dengan perjanjian dan pihak menerima pinjaman menjadi pemilik
barang yang dipinjam, dan bertanggungjawab untuk mengganti sebagaimana
barang itu diterima pada awal perjanjian. Barang yang menjadi objek perjanjian ini
adalah barang-barang yang habis pakai atau dapat diartikan barang-barang yang
dapat habis atau musnah karena pemakaiannya contohnya uang, sabun, dll.
Secara umum perjanjian pinjam meminjam dalam hukum perdata diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab 13 (tiga belas) tentang pinjam
meminjam. Pengertian dari pinjam meminjam secara umum terdapat dalam pasal
1754 KUHPdt yang berbunyi : 23
”Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang
yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula”
23 Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
-
17
Dari pengertian diatas, adanya ikatan hukum yang terjadi karena perbuatan
pimjam meminjam dimana pihak pemberi pinjaman menyerahkan suatu barang
kepada pihak penerima pinjaman sesuai dengan perjanjian dan pihak menerima
pinjaman menjadi pemilik barang yang dipinjam, dan bertanggungjawab untuk
mengganti sebagaimana barang itu diterima pada awal perjanjian.24 Barang yang
menjadi objek perjanjian ini adalah barang-barang yang habis pakai atau dapat
diartikan barang-barang yang dapat habis atau musnah karena pemakaiannya
contohnya pinjam meminjam uang atau biasa disebut hutang piutang uang.
2. Para Pihak Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Uang
Dari pengertian pinjam meminjam diatas, dapat disimpulkan bahwa Pihak
dalam perjanjian pinjam meminjam pada dasarnya terdiri dari dua pihak yang dapat
berbentuk perorangan ataupun badan hukum yaitu :
a. Pemberi pinjaman (kreditur)
Pemberi pinjaman adalah pihak yang memiliki objek perjanjian (uang).
Dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada Pasal 1 angka 2 telah
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kreditur adalah orang yang
mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan.
b. Penerima pinjaman (debitur)
24 pasal 1755 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
-
18
Penerima Pinjaman adalah pihak yang membutuhkan objek pinjaman untuk
dipinjam dan akan dikembalikan berdasarkan keadaan asal ataupun dapat
ditambahkan bunga sesuai perjanjian. Dalam Undang-undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, pada Pasal 1 angka 3 telah menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan.
Dari kedua pihak diatas menimbulkan suatu hubungan hukum dengan
adanya kesepakatan untuk melakukan perjanjian yang objeknya berupa uang, dan
menentukan unsur-unsur jalannya perjanjian dengan sedikitnya menetapkan
jangkawaktu, jumlah objek yang diperjanjikan, kewajiban pihak debitur dalam
proses pemenuhan perjanjian seperti penetapan bunga yang wajib dibayarkan oleh
debitur dan juga penetapan sanksi yang semuanya disepakati bersama antara debitur
dan kreditur.
B. Tinjauan Umum Tentang Financial Tecnologi
1. Pengertian Financial Technology
Di Indonesia fintech dikenal dengan istilah Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi. Pengaturannya secara umum terdapat dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Pada pasal 1 angka 3
menyebutkan bahwa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi (Fintech adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk
-
19
mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka
melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung
melalui system elektronik dengan menggunakan jaringan internet.25
Bank Indonesia juga memberikan definisi mengenai Financial Technology
(Teknologi Finansial), yang diatur dalam pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 19/12PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial bahwa
teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam system keuangan yang
menghasilkan produk layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat
berdampak pada stabilitas mineter, stabilitas system keuangan, dan/atau efisiensi,
kelancaran, keamanan, dan keandalan system pembayaran.26
Konsep fintech tersebut mengadaptasi perkembangan teknologi yang
dipadukan dengan bidang finansial pada lembaga perbankan. Fintech menjadi
solusi dibidang keuangan Indonesia.
2. Jenis-jenis Fintech
Seiring perkembangan teknologi dibidang keuangan berpengaruh juga dengan
perkembangan teknologi finansial (Fintech) sampai sekarang ini, diantaranya :
a. Managemen Asset
Kesibukan pengoprasian perusahaan, seperti penggajian, pengelolaan
karyawan, system pembiayaan, dan lain-lain. Menjadikan suatu peluang untuk
25 Nuzul Rahmayani, 2018, Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terkait Perusahaan
Berbasis Financial Technology di Indonesia, Pagaruyuang Law Jurnal Vol 2 No 1, hlm 25. 26 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi
Finansial
-
20
membuka bidang usaha. Jojonomic misalnya, salah satu jenis starup yang
bergerak dibidang managemen asset. Perusahaan ini menyediakan platform
Expense Management System untuk membantu berjalannya sebuah usaha lebih
praktis dan efesien. Dengan adanya starup seperti ini suatu perusahaan akan
lebih paperless, karena semua penggantian biaya yang semula dilakukan secara
manual, cukup digantikan menggunakan alpikasi yang mempermudah dan
mempercepat operasional perusahaan.
b. Crowd Funding
Crowd Funding adalah startup yang menyediakan platform penggalangan
dana untuk disalurkan kembali kepada orang-orang yang membutuhkan.
Seperti korban bencana alam, korban perang, mendanai pembuatan karya, dan
sebagainya. Penggalangan dana tersebut dilakukan secara online dan starup
terbesar tersebut salah satunya Kitabisa.com. startup ini diciptakan sebagai
wadah agar dapat membantu sesame dengan cara yang lebih mudah, aman, dan
efisien.
c. E-Money
Elektronik Money (uang elektronik) atau biasa disebut sebagai dompet
digital adalah uang digital yang dapat digunakan untuk berbelanja, membayar
tagihan, dan lain-lain melalui sebuah aplikasi. Salahsatu dompet digital yang
sekarang ini sedang ramai dibicarakan adalah OVO, dimana dapat membayar
uang SPP sekolah menggunakan aplikasi OVO tersebut.
d. Insurance
-
21
Jenis starup yang bergerak dibidang asuransi ini menyediakan layanan
kepada penggunanya berupa informasi rumah sakit terdekat, dokter terpercaya,
dan sebagainya. Contohnya Hioscar.com
e. Peer to Peer Landing
Peer to peer (P2P) Lending adalah starup yang menyediakan platform
pinjaman uang secara online. Urusan permodalan yang sering dianggap bagian
paling vital untuk membuka usaha, melahirkan ide banyak pihak untuk
mendirikan starup jenis ini. Dengan demikian, bagi orang-orang yang
membutuhkan dana untuk membuka atau mengembangkan usahanya. KTA
Kilat adalah salah satu starup yang bergerak dibidang P2P Lending yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan finansial masyarakat dengan cara cukup
mengisi formulir di platform KTA Kilat dan dalam waktu cukup singkat dapat
mendapatkan pinjaman uang.
f. Payment Gateway
Bertumbuhnya perusahaan e-commerce memicu pula semakin banyak
didirikannya starup yang menjadi jembatan penghubung antara e-commerce
dengan pelanggan, terutama dalam hal system pembayaran. Layanan yang
disediakan starup untuk e-commerce ini disebut dengan layanan payment
gateway yang memungkinkan masyarakat memilih beragam metode
pembayaran berbasis digital yang dikelola oleh sejumlah starup. Dengan
demikian akan meningkatkan volume penjualan e-commerce. payment
gareway diantaranya adalah Ipaymu.
-
22
g. Remittence
Remittance adalah starup yang khusus menyediakan layanan pengiriman
uang antar Negara. Banyak didirikannya starup remittance ini dalam rangka
membantu masyarakat yang tidak memiliki akun atau akses perbankan.
Adanya starup jenis ini membantu para TKI atau siapa saja yang salah satu
anggota keluarganya berada di luar negeri, karena pengiriman yang mudah dan
biaya yang lebih murah.
h. Securitas
Saham, Forex, reksadana, dan lainnya merupakan suatu jenis investasi.
Securitas dapat dikatakan jenis starup yang menyediakan platform untuk
berinvestasi saham secara online. Contohnya Bareksa.com
C. Tinjauan Umum Peer To Peer Lending
1. Pengertian Peer To Peer Lending
Pada umumnya sebelum mengenal adanya teknologi informasi, masyarakat
melakukan perjanjian masih menggunakan cara yang konvensional dengan bertemu
langsung antara para pihak yang akan melakukan suatu perjanjian di suatu tempat
yang sama di permukaan bumi. Namun dewasa ini dengan perkembangan teknologi
informasi berdampak pula terhadap cara masyarakat melakukan suatu perjanjian,
perjanjian melalui media elektronik dewasa ini sangat diminati karena lebih efektif
dan efisien.
-
23
Perjanjian elektronik atau yang biasa disebut kontrak elektronik adalah
perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.27 Selanjutnya yang
disebut dengan sistim elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau
menyebarkan informasi elektronik.28 Penggunaan istilah kontrak tidak terlepas dari
bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis.29 Perjanjian melalui media elektronik
dituangkan dalam dokumen elektronik yaitu setiap Informasi Elektronik yang
dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,
digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.30
Dari penjabaran diatas maka yang dimaksud dengan perjanjian pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi atau Peer To Peer Lending adalah
pertemuan antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka
27 Pasal 1 ayat 17 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
28 Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
29 Yayan Hanapi. 2019. Perjanjian terhadap Kontrak Perdagangan melalui Internet.
Surya Keadilan : Vol.3, No.1 Mei 2019.
30 Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
-
24
melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung
melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.31
2. Dasar Hukum Peer To Peer Lending
Peer to Peer Lending sebagai salah satu bentuk dari teknologi finansial yang
sekarang ini banyak diminati oleh masyarakat Indonesia, untuk menunjang
perkambangan perekonomian diperlukan sarana hukum yang tepat. Adapun
sarana hukum yang berlaku dalam proses perjanjian Peer to Peer Lending
sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Karena kegiatan pinjam meminjam uang dalam Fintech berbasis
teknologi informasi maka peraturan yang secara umum mendasari
berjalannya perjanjian tidak lepas dari Undang-undang nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik beserta perubahannya.
Berbada dengan perjanjian konvensional yang dapat menggunakan lisan
untuk mengikat para pihak dalam membuat perjanjian, dalam perjanjian
elektronik ini diwajibkan untuk membuat kontrak elektronik, sebagaimana
yang disebutkan dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik :
“transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik
mengikat para pihak”
31 pasal 1 ayat 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77.POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
-
25
Dalam kontrak elektronik diperlukan pula suatu bentuk kesepakatan
masing-masing pihak yang dibuktikan dengan tandatangan elektronik
dalam kontrak elektronik, kekuatan hukum dari tandatangan elektronik ini
dituangkan dalam pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik :
“(1) tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan tanggung
jawab hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut . . .
“
Setelah kontrak elektronik tersebut mempunyai kekuatan hukum yang
sah, maka sesuai dengan amanat pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
menjelaskan, perjanjian tersebut mengikat dan apabila terjadi hal yang
tidak diinginkan dapat dimintai pertanggung jawaban dimuka pengadilan
dengan pembuktian kontrak elektronik sebagai dokumen elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, hal ini
merupakan perluasan dari hukum acara yang berlaku di indonesia.
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Dasar hukum pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi
secara khusus merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini
tidak lepas dari tugas dan wewenang OJK sebagai pihak pengatur dan
pengawas sebagai yang terdapat dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Jo Pasal 2 Ayat (1) Peraturan
-
26
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang isinya, Otoritas Jasa
Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan, salah satunya kegiatan jasa keuangan lainnya,
yang dimaksud jasa keuangan lainnya disini adalah penyelenggara layanan
jasa keuangan berbasis teknologi informasi. Penetapan Penyelenggara
sebagai Layanan Jasa Keuangan lainnya ini juga selaras dengan penetapan
dari Bank Indonesia dalam pasal 3 ayat (1) huruf e Peraturan Bank
Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Teknologi Finansial bahwa layanan pinjam uang berbasis aplikasi atau
teknologi informasi merupakan salah satu jenis penyelenggaraan teknologi
finansial (fintech) kategori jasa keuangan/finansial lainnya.
Peraturan Otoritas Jasa Kauangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang
selanjutnya disebut POJK Fintech. Tujuan diadakannya peraturan tersebut
tentu untuk menerbitkan dan menciptakan regulasi yang mumpuni, agar
semua pihak terlindungi. Setidaknya peraturan itu melengkapi undang-
undang yang secara hukum masih menemukan masalah pada praktiknya.32
32 Rizky Kurniawan. 2019. Perlindungan Hukum Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam
Uang Secara Online Pada Aplikasi Kredi Pintar. Medan. Skripsi Fakultas Hukum. Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Hal. 30
-
27
Adapun pengaturan OJK dalam hal perjanjian Peer to Peer Lending
sebagai berikut :
Dalam pasal 1 ayat 3 POJK Fintech menjelaskan bahwa :
“Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah
penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi
pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian
pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem
elektronik dengan menggunakan jaringan internet.”
Menurut pasal 2 ayat (2) POJK Fintech, penyelenggara dapat
berbentuk perseroan terbatas atau koperasi. Kepemilikan dari badan
hukum penyelenggara diatur dalam pasal 3 POJK Fintech yang berisi, bagi
penyelenggara yang berbentuk perseroan terbatas dapat didirikan dan
dimiliki oleh warga negara indonesia dan/atau asing, dan/atau badan
hukum indonesia dan/atau asing. Untuk kepemilikan saham bagi warga
negara asing dan/atau badan hukum asing baik secara langsung maupun
tidak langsung paling banyak 85% (delapan puluh lima persen).
Dalam Kegiatan usahanya sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5
POJK Fintech, yaitu penyelenggara menyediakan, mengelola, dan
mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi dari pihak pemberi pinjaman kepada pihak penerima pinjaman
yang sumber dananya berasal dari pihak pemberi pinjaman dan
Penyelenggara dapat bekerjasama dengan penyelenggara jasa keuangan
-
28
berbasis teknologi informasi sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan. Yang dimaksud dengan Jasa Keuangan Berbasis Teknologi
Informasi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang terdapat dalam
penjalasan pasal 5 ayat (2) POJK Fintech yang menjelaskan :
“Yang dimaksud dengan “penyelenggara layanan jasa keuangan
berbasis teknologi informasi” antara lain penyelenggara layanan jasa
keuangan berbasis teknologi informasi di bidang sistem pembayaran,
perasuransian, dana pensiun, lembaga keuangan mikro, pembiayaan,
modal ventura, pergadaian, atau penjaminan.”
Dalam hal pemberian pinjaman dana kepada penerima pinjaman dalam
Peer to Peer Lending diberikan oleh OJK, hal ini diatur dalam pasal 6
batasan maksimal yang diberikan sebesar Rp. 2.000.000.000 (dua miliar
rupiah).
Selanjutnya, sebagai bentuk pengawasan dari OJK yang terdapat
dalam pasal 7 POJK Fintech, bagi penyelenggara, sebelum melakukan
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi diwajib
untuk mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK. Pengaturan alur
pendaftaran juga diatur secara rinci oleh OJK dalam pasal 8 ayat (3) POJK
Fintech dimana Permohonan pendaftaran oleh Penyelenggara
disampaikan oleh Direksi kepada Kepala Eksekutif Pengawas
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya dengan menggunakan Formulir 1 sebagaimana
-
29
tercantum dalam Lampiran POJK Fintech , dan dilampiri dengan
dokumen yang paling sedikit memuat:
a. akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar berikut
perubahannya (jika ada) yang telah disahkan/disetujui oleh instansi
yang berwenang atau diberitahukan kepada instansi yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. bukti identitas diri dan daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan
pas foto berwarna yang terbaru berukuran 4x6 cm dari: 1. pemegang
saham yang memiliki saham paling sedikit 20% (dua puluh persen);
2. anggota Direksi; dan 3. anggota Komisaris;
c. fotokopi nomor pokok wajib pajak badan;
d. surat keterangan domisili Penyelenggara dari instansi yang
berwenang;
e. bukti kesiapan operasional kegiatan usaha berupa dokumen terkait
Sistem Elektronik yang digunakan Penyelenggara dan data kegiatan
operasional.
f. bukti pemenuhan syarat permodalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) atau Pasal 4 ayat (2);
g. surat pernyataan rencana penyelesaian terkait hak dan kewajiban
Pengguna dalam hal perizinan Penyelenggara tidak disetujui oleh
OJK.
Setelah penyelenggara melakukan pedaftaran dan telak mendapatkan
persetujuan dari OJK, selanjutnya dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun
-
30
sejak Tanggal terdaftar di OJK, penyelenggara wajib mengajukan
permohonan Izin sebagai Penyelenggara sebagaimana diamanatkan dalam
pasal 10 ayat (1) POJK Fintech. Sedangkan permohonan perizinan
penyelenggara dijelaskan dalam pasal 11 POJK Fintech yang alurnya
permohonan perizinan disampaikan kepada kepala eksekutif pengawas
perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa
lainnya dengan menggunakan formulir 2 dalam lampiran POJK Fontech
dan melampirkan paling sedikit :
a. akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar berikut
perubahannya (jika ada) yang telah disahkan/disetujui oleh instansi
yang berwenang atau diberitahukan kepada instansi yang
berwenang
b. daftar kepemilikan
c. data pemegang saham
d. data direksi dan komisaris
e. fotokopi bukti pemenuhan permodalan yang dilegalisasi dan masih
berlaku selama proses permohonan perizinan atas nama pada salah
satu bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang berbadan
hukum Indonesia;
f. struktur organisasi Penyelenggara;
g. pedoman/standar prosedur operasional terkait penerapan program
anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme;
-
31
h. rencana kerja untuk 1 (satu) tahun pertama
i. bukti kesiapan operasional
j. fotokopi nomor pokok wajib pajak atas nama Penyelenggara;
k. surat pernyataan rencana penyelesaian terkait hak dan kewajiban
Pengguna dalam hal Penyelenggara tidak dapat meneruskan
kegiatan operasional sistem elektronik Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi; dan
l. bukti pelunasan biaya perizinan.
Selain tentang syarat-syarat untuk menjadi penyelenggara, dalam
POJK Fintech juga mengatur tentang Penerima pinjaman sebagaimana
yang terdapat dalam pasal 15 POJK Fintech dan Pemberi Pinjaman yang
diatur dalam pasal 16 POJK Fintech yang menjelaskan bahwa, penerima
pinjaman dapat berbentuk orang perseorangan atau badan hukum yang
harus berasal dan berdomisili di wilayah hukum indonesia. Sedangkan
pemberi pinjaman lebih luas cakupan subjek hukumnya yaitu
perseorangan atau badan hukum indonesia atai asing dan/atau lembaga
internasional.
Adapun ruang lingkup pelaksanaan perjanjian layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi diatur dalam pasal 18 POJK
Fintech yang meliputi :
1. perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman
-
32
isi dari perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman ini
dituangkan dalam dokumen elektronik yang unsurnya diatur dalam
pasal 19 ayat (1) dan (2) POJK Fintech yaitu paling sedikit memuat :
a. nomor perjanjian;
b. tanggal perjanjian;
c. identitas para pihak;
d. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
e. jumlah pinjaman;
f. suku bunga pinjaman;
g. besarnya komisi;
h. jangka waktu;
i. rincian biaya terkait;
j. ketentuan mengenai denda (jika ada);
k. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
l. mekanisme penyelesaian dalam hal penyelenggara tidak dapat
melanjutkan kegiatan operasionalnya;
pada saat berjalannya perjanjian antara penyelenggara dengan
pemberi pinjaman, sebagaimana yang diamanahkan dalam pasal 19 ayat
(3), (4) dan (5) POJK Fintech, Penyelenggara diwajibkan untuk
menyediakan akses informasi kepada pemberi pinjaman atas penggunaan
dana diluar dari informasi terkait identitas Penerima Pinjaman yang
sedikitnya memuat :
a. Jumlah dana yang dipinjamkan kepada Penerima Pinjaman
-
33
b. Tujuan pemanfaatan dana oleh Penerima Pinjaman
c. Bunga pinjaman
d. Jangka waktu pinjaman.
2. perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman
isi dari perjanjian antara Penerima Pinjaman dengan pemberi pinjaman ini
dituangkan dalam dokumen elektronik yang unsurnya diatur dalam pasal 20
POJK Fintech yaitu paling sedikit memuat :
a. nomor perjanjian;
b. tanggal perjanjian;
c. identitas para pihak;
d. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
e. jumlah pinjaman;
f. suku bunga pinjaman;
g. nilai angsuran;
h. jangka waktu;
i. objek jaminan (jika ada);
j. rincian biaya terkait;
k. ketentuan mengenai denda (jika ada); dan
l. mekanisme penyelesaian sengketa;
Penyelenggara diwajibkan untuk menyediakan akses informasi kepada
penerima pinjaman atas posisi pinjaman yang diterima, diluar dari informasi
terkait identitas pemberi pinjaman.
-
34
Selain perjanjian diatas, untuk menjadi pertimbangan para pihak dalam
perjanjian sebagaimana diamanatkan dalam pasal 21 POJK Fintech, penyelenggara
dengan pengguna (Penerima Pinjaman dan Pemberi Pinjaman) harus melakukan
mitigasi risiko yang mencangkup seluruh risiko yang terdapat dalam Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, antara lain risiko
operasional dan risiko kredit.
Untuk menjamin keamanan transaksi pembayaran ataupun pemberian piutang,
dalam pasal 24 POJK Fintech mewajibkan Penyelenggara untuk menyediakan
escrow account dan virtual account dalam rangka layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknollogi informasi. Tujuan penggunaan virtual account dan escrow
account dalam penyelenggaraan kegiatan Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi ini terdapat dalam penjelasam pasal 24 POJK
FIntech, yaitu untuk melarang bagi Penyelenggara melakukan penghimpunan dana
masyarakat melalui rekening Penyelenggara.
3. Para Pihak Dalam Peer To Peer Lending
Berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam uang secara konvensional yang
terdiri dari 2 pihak. 33 Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi, terdiri dari 3 (tiga) pihak yaitu :
1. Penyelenggara
33 Komariah. 2013. Hukum Perdata. Malang : UMM Press. Hal. 118
-
35
Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi yang selanjutnya disebut Penyelenggara sebagaimana dalam
pasal 1 ayat 6 POJK Fintech dijelaskan bahwa penyelenggara adalah
badan hukum indonesia yang menyediakan, mengelola, dan
mengoprasikan layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi.
Bentuk dari Penyelenggara diatur dalam pasal 3 POJK Fintech yaitu
penyelenggara dapat berbentuk perseroan terbatas atau koperasi. Bagi
penyelenggara yang berbentuk perseroan terbatas dapat didirikan dan
dimiliki oleh warga negara indonesia dan/atau asing, dan/atau badan
hukum indonesia dan/atau asing. Untuk kepemilikan saham bagi warga
negara asing dan/atau badan hukum asing baik secara langsung maupun
tidak langsung paling banyak 85% (delapan puluh lima persen).
2. Penerima pinjaman
Penerima pinjaman menurut pasal 1 ayat 7 POJK Fintech menyebutkan
bahwa penerima pinjaman adalah orang atau badan hukum yang
mempunyai hutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi informasi. Penerima pinjaman akan dipertemukan
dengan pemberi pinjaman oleh penyelenggara. Ketentuan untuk
menjadi penerima pinjaman terdapat dalam pasal 15 POJK Fintech yaitu
orang perseorangan warga Negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia.
3. Pemberi Pinjaman
-
36
Pemberi pinjaman menurut pasal 1 angka 8 POJK Fintech menyebutkan
bahwa pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum dan/atau badan
usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi. Penerima pinjaman
merupakan pihak yang memberikan pinjaman atau pendanaan kepada
penerima pinjaman yang membutuhkan dana yang dipertemukan oleh
penyelenggara. Ketentuan pemberi pinjaman diatur secara umum dalam
pasal 16 POJK Fintech yaitu pemberi pinjaman berbentuk perseorangan
warga negara indonesia atau asing, badan hukum indonesia/asing, badan
usaha indonesia/asing, dan / atau lembaga internasional.
D. Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Peer To Peer Lending
1. Pengertian Hubungan Hukum
Hubungan hokum adalah hubungan yang diatur oleh hokum, suatu hubungan
yang tidak diatur oleh hukum berarti bukan hubungan hukum. Misalnya
pertunangan dan lamaran bukanlah merupakan hubungan hukum. Hubungan
hukum bisa terjadi antara subjek hukum dengan subjek hukum atau subjek hukum
dengan objek hukum. Subjek yang dimaksut disini adalah orang perseorangan atau
badan hukum. Adapun hubungan subjek hukum dengan objek hukum adalah
adanya hak yang dikuasai oleh subjek hukum itu atas barang tersebut, baik
berwujud atau tidak berwujud dan barang bergerak atau barang tidak bergerak.
Dilihat dari sifat hubungannya, hubungan hukum bias dibedakan antara hubungan
hukum yang bersifat privat dan hubungan hukum yang bersifat publik, perbedaan
antara keduanya terdapat pada hakikat hubungan itu atau hakikat transaksi yang
-
37
terjadi (the nature of transaction). Hakikat yang dimaksut adalah siapa pembuatnya
dan cangkupan berlakunya hubungan hukum tersebut. Contohnya dalam hubungan
hukum publik adanya pembuatan peraturan yaitu pemerintah dan berlaku secara
umum untuk subjek hukum atau objek hukum yang berada di ruang lingkup wilayah
republic Indonesia. Sedangkan apabila kita bicara hubungan hukum privat yang
membuat adalah para pihak dan berlaku untuk para pihak pembuatnya saja.34
Hubungan hukum terjadi antara dua pihak atau lebih subyek hukum yang masing-
masing mempunyai hak dan kewajiban, jadi dalam semua hubungan hukum di
dalam masyarakat diatur oleh hukum. Tidak semua hubungan dapat disebut sebagai
hubungan hokum, ada 2 (dua) syarat yang harus terpenuhi untuk dapat disebut
sebagai hubungan hokum yaitu
1) adanya dasar hokum yaitu peraturan yang mengatur hubungan hokum, dan
2) timbulnya peristira hokum atau kejadian hokum.35
Dari syarat diatas, suatu perjanjian pinjam meminjam uang termasuk sebagai
suatu hubungan hokum dimana terdapat peraturan yang pengatur tentang perjanjian
pinjam meminjam uang yang secara umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Bab Ketiga belas tentang Pinjam Meminjam pasal 1754 sampai pasal 1769.
Dan terdapat peristiwa hokum dimana kreditur memberikan kepada debitur suatu
jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian (Uang), dengan syarat
bahwa pihak debitur akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
34 Peter Mahmud Marzuki. 2017. Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi. Jakarta. Penerbit
Kencana. Hal. 216 35 R. Soeroso. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. Hal. 271
-
38
keadaan yang sama pula sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 1754 KUHPdt.
Setelah pihak debitur menerima pinjaman, hak milik dari barang tersebut menjadi
milik debitur, dan jika barang tersebut musnah maka kemusnahan itu adalah atas
tanggungannya hal ini terdapat dalam pasal 1755 KUHPdt. Dalam perjanjian para
pihak juga diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang sesuai
dengan pasal 1765 KUHPdt.
2. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Peer to Peer Lending Menurut POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi
Dari penjabaran hubungan hukum diatas, perjanjian Peer to Peer Lending
hampir sama dengan perjanjian pinjam meminjam uang pada umumnya yang diatur
dalam KUHPdt yaitu terdapat hubungan hukum yang bersifat privat antara subjek
hukum, namun terdapat perbedaan dari hubungan hukum dan peristiwa hukumnya,
apabila dalam Peristiwa hukum perjanjian hutang piutang terjadi antara pemberi
pinjaman dengan penerima pinjaman secara langsung dan mempunyai kuasa
masing-masing untuk mengatur isi perjanjiannya, apabila dalam perjanjian Peer to
Peer Lending terdapat 3 (tiga) pihak yang menjadi subjek dalam perjanjian, dimana
kuasa tertinggi terdapat di penyelenggara sebagai pihak yang menyediakan,
mengelola dan mengoperasikan layanan Peer to Peer Lending. Adapun hubungan
hukum dalam Peer to Peer Lending terdapat dalam pasal 18 POJK FIntech, yang
terdiri dari 2 (dua) hubungan hukum antara lain :
a. Perjanjian antara penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman
-
39
Perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman berisi tentang
perjanjian persetujuan pendanaan yang berbentuk baku yaitu pemberi pinjaman
yang harus menyetujui syarat dan ketentuan khusus yang telah diatur oleh
penyelenggara selaku Platform Peer To Peer Lending.36 Perjanjian tersebut
dituangkan dalam dokumen elektronik yang isinya paling sedikit menurue pasal 19
ayat (1) dan (2) POJK Fintech memuat :
a) Nomor perjanjian
b) Tanggal perjanjian
c) Identitas para pihak
d) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak
e) Jumlah pinjaman
f) Suku bunga pinjaman
g) Besarnya komisi
h) Jangka waktu
i) Rincian biaya terkait
j) Ketentuan mengenai denda (jika ada)
k) Mekanisme penyelesaian dalam hal Penyelenggara tidak dapat melanjutkan
kegiatan operasional.
36 Alfhica Rezita Sari. Op.Cit.
-
40
Dalam pelaksanaan perjanjian sebagaimana disebutkan dalam pasal 19 ayat (3)
dan ayat (4) POJK Fintech, penyelenggara wajib menyediakan akses informasi
kepada pemberi pinjaman atas penggunaan dana, namun tidak termasuk informasi
terkait identitas penerima pinjaman. Informasi penggunaan dana yang dapat diakses
oleh pemberi pinjaman sedikitnya diatur dalam pasal 19 ayat (5) POJK Fintech
yang memuat :
a) Jumlah dana yang dipinjamkan oleh penerima pinjaman
b) Tujuan pemanfaatan dana oleh penerima pinjaman
c) Besaran bunga pinjaman, dan
d) Jangka waktu pinjaman
Adapun syarat dan ketentuan khusus yang diatur oleh penyelenggara Peer To
Peer Lending tersebut mengenai Pemberi Pinjaman selaku pihak yang akan
mengajukan pemberian dana melalui platform harus setuju dan sepakat untuk
menunjuk Penyelenggara layanan Fintech untuk bertindak untuk dan atas nama
Pemberi Pinjaman yaitu untuk menyalurkan dana Pemberi Pinjaman kepada pihak
Penerima Pinjaman. Pemberian kuasa ini terjadi karena dalam pelaksanaan
kegiatan Peer to Peer Lending menuntut proses yang lebih cepat (sebagai bentuk
keunggulan).37 Dasar hokum permberian kuasa ini terdapat dalam pasal 1792
KUHPerdata menjelaskan :
37 Candrika Radita Putri. Op.Cit. Hal. 464
-
41
“pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang
memberikan kuasa (wewenang) kepada seorang lain, yang menerimanya,
untuk Namanya menyelenggarakan suatu urusan”
Dalam konsep pemberian kuasa, pada umunya penerima kuasa memiliki beberapa
kewajiban yaitu :38
a) Melaksanakan kuasa yang diberikan dengan sesempurna mungkin
sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan oleh si pemberi kuasa.
b) Wajib mempertanggungjawabkan kerugian yang timbul akibat kelalaian
dan ketidak sempurnaan dalam melaksanakan wewenang yang
dilimpahkan pemberi kuasa kepadanya.
c) Wajib melaporkan dan membuat perhitungan pertanggungjawaban atas
atas segala sesuatu yang dilakukannya sehubungan atas pelaksanaan
tugas yang dilimpahkan kepadanya (Pasal 1802 KUHPdt).
d) Wajib bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan oleh “kuasa
sibstitusi”. Dan
e) Wajib membayar “bunga uang” tunai yang diterimanya jika uang yang
diterimanya dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri.
b. Perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman
38 Ratna Hartanto dan Juliani Purnama Ramli. Op.Cit. hal, 333
-
42
Perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman berisi tentang
perjanjian pinjam meminjam uang dimana penerima pinjaman mengajukan
permohonan pinjaman uang kepada pemberi pinjaman yang dituangkan dalam
dokumen elektronik yang diatur dalam pasal pasal 20 ayat 1 dan ayat 2 POJK Fintech
yang sedikitnya berisi tentang :
a) Nomor perjanjian
b) Tanggal perjanjian
c) Identitas para pihak
d) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak
e) Jumlah pinjaman
f) Suku bunga pinjaman
g) Nilai angsuran
h) Jangka waktu
i) Objek jaminan (jika ada)
j) Rincian biaya terkait
k) Ketentuan mengenai denda (jika ada), dan
l) Mekanisme penyelesaian sengketa.
Pada saat berjalannya perjanjian pinjam meminjam uang, sesuai dengan
amanah pasal 20 ayat 3 dan ayat 4 POJK FIntech, penyelenggara wajib menyediakan
-
43
akses informasi kepada penerima pinjaman atas posisi pinjaman yang diterima,
akses informasi yang diakses tidak termasuk informasi terkait identitas pemberi
pinjaman.
E. TanggungJawab Hukum Para Pihak Dalam Peer To Peer Lending
1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum
Tanggung jawab dalam kamus Bahasa Indonesia memiliki arti keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkirakan, dan sebagainya).39 Menurut Wahyu Sasongko,
tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut
ketentuan hukum yang berlaku dan di sini ada norma atau peraturan hukum yang
mengatur tentang tanggung jawab.40 Akibat menurut hokum yang dimaksut adalah
tentang kewajiban para pihak yang diatur dalam perjanjian sesuai asas Pacta Sun
Servanda dan Peraturan Perundang-undangan.
Secara umum dalam perjanjian pinjam meminjam para pihaknya memiliki
Kewajiban yang diatur dalam pasal 1759 sampai dengan pasal 1764 KUHPdt yang
berisi bahwa pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali apa yang telah
dipinjamkan sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Apabila
terdapat sengketa dalam perjanjian karena tidak ditetapkan waktu pengembalian
dalam awal perjanjian sesuai dengan pasal 1760 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
39 Kamus Besar Bahasa Indonesia
40 Sudut Hukum, Tanggung Jawab Hukum, https://suduthukum.com/2017, diakses 16
Oktober 2019
https://suduthukum.com/2017
-
44
maka hakim dalam memutus perkara dapat memberi kelonggaran sesuai keadaan
pemberi pinjaman. Sedangkan apabila sudah diperjanjikan bahwa penerima
pinjaman akan mengembalikan bilamana ia mampu untuk itu sesuai dengan pasal
1761 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka hakim yang akan menentukan
waktu pengembalian. Sedangkan kewajiban dari penerima pinjaman yaitu
mengembalikan pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama pada waktu yang
telah ditentukan dalam perjanjian, hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam pasal
1760 KUHPdt. Apabila dalam perjanjian disepakati bunga maka penerima
pinjaman diwajibkan juga untuk mengembalikan pinjaman pokok ditambah dengan
bunga pinjaman sesuai perjanjian yang ditentukan dalam perjanjian ataupun
menurut Undang-Undang sesuai kesepakatan para pihak sebagaimana dijelaskan
dalam pasal 1766 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Tanggungjawab Hukum Para Pihak Dalam Peer To Peer Lending Menurut POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Dalam perjanjian pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi
tanggungjawab hukumnya hampir sama dengan perjanjian pinjam meminjam uang
secara konvensional hanya saja terdapat ketentuan khusus yang mengatur pemberi
pinjaman dan penerima pinjaman yaitu pemberi pinjaman dalam layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi (selanjutnya disebut Peer To Peer
Lending) dapat berasal dari dalam dan/atau luar negeri yang terdiri dari orang
perseorangan warga negara indonasia atau asing, badan hokum indonesia atau
asing, dan atau Lembaga internasional sebagaimana yang disebutkan dalam pasal
16 POJK Fintech. Sedangkan penerima pinjaman wajib berasal dan berdomisili di
-
45
wilayah hokum Indonesia yang dapat berbentuk orang perseorangan atau badan
hokum Indonesia.
Selain kekhususan diatas, dalam penyelenggaraan Peer To Peer Lending juga
terdapat pihak penyelenggara sebagai pihak yang menyediakan, mengelola dan
mengoprasikan layanan Peer To Peer Lending. Menurut POJK Fintech
Penyelenggara dalam menyelenggarakan Peer To Peer Lending memiliki
tanggungjawab untuk :
1) Pasal 7 “Penyelenggara Wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan
kepada OJK”
2) Pasal 24 Ayat (1) “penyelenggara wajib menggunakan Eschrow
Account dan Virtual Account dalam rangka Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi”
3) Pasal 25 ayat (1) “Penyelenggara wajib menggunakan pusat data dan
pusat pemulihan bencana.”
4) Pasal 26 Dalam hal kerahasiaan data “penyelenggara wajib :
a) menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data
transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh
hingga data tersebut dimusnahkan;
b) memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi
yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses,
dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi, dan data keuangan
yang dikelolanya;
-
46
c) menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan
pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang
diperoleh oleh Penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data
pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain
oleh ketentuan peraturan perundangundangan;
d) menyediakan media komunikasi lain selain Sistem Elektronik
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
untuk memastikan kelangsungan layanan nasabah yang dapat
berupa surat elektronik, call center, atau media komunikasi lainnya;
dan
e) memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data
transaksi, dan data keuangan tersebut jika terjadi kegagalan dalam
perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data
keuangan yang dikelolanya.”
5) Pasal 27 “Penyelenggara wajib Menyediakan rekam jejak audit
terhadap seluruh kegiatannya di dalam system elektronik Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi untuk keperluan
pengawasan, penegakan hokum, penyelesaian sengketa, verifikasi,
pengujuan dan pemeriksaan lainnya. Juga memastikan bahwa perangkat
perangkat system teknologi informasi mendukung penyediaan rekam
jejak audit.”
6) Pasal 28 dalam hal system pengamanan :
-
47
a) “Penyelenggara wajib melakukan pengamanan terhadap komponen
sistem teknologi informasi dengan memiliki dan menjalankan
prosedur dan sarana untuk pengamanan Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi dalam menghindari gangguan,
kegagalan, dan kerugian.
b) Penyelenggara wajib menyediakan sistem pengamanan yang
mencakup prosedur, sistem pencegahan, dan penanggulangan
terhadap ancaman dan serangan yang menimbulkan gangguan,
kegagalan, dan kerugian.
c) Penyelenggara wajib ikut serta dalam pengelolaan celah keamanan
teknologi informasi dalam mendukung keamanan informasi di
dalam industri layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi.
d) Penyelenggara wajib menampilkan kembali Dokumen Elektronik
secara utuh sesuai dengan format dan masa retensi yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
7) Pasal 29 “Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar dari
perlindungan Pengguna yaitu: transparansi, perlakuan yang adil,
keandalan, kerahasiaan dan keamanan data dan, penyelesaian sengketa
Pengguna secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.”
8) Pasal 30 “Penyelenggara wajib menyediakan dan/atau menyampaikan
informasi terkini mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan
-
48
yang dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan
sebagai alat bukti.”
9) Pasal 31 “Penyelenggara wajib menyampaikan informasi kepada
Pengguna tentang penerimaan, penundaan, atau penolakan permohonan
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam
hal Penyelenggara menyampaikan informasi penundaan atau penolakan
permohonan layanan jasa keuangan, Penyelenggara wajib
menyampaikan alasan penundaan atau penolakannya kecuali diatur lain
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.”
10) Pasal 32 “Penyelenggara wajib menggunakan istilah, frasa, dan/atau
kalimat yang sederhana dalam bahasa Indonesia yang mudah dibaca dan
dimengerti oleh Pengguna dalam setiap Dokumen Elektronik. Bahasa
Indonesia dalam dokumen dapat disandingkan dengan bahasa lain jika
diperlukan.”
11) Pasal 34 “Penyelenggara wajib memperhatikan kesesuaian antara
kebutuhan dan kemampuan Pengguna dengan layanan yang ditawarkan
kepada Pengguna.”
12) Pasal 35 “Penyelenggara wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan
dalam setiap penawaran atau promosi layanan yang terdiri atas nama
dan/atau logo Penyelenggara dan pernyataan bahwa Penyelenggara
terdaftar dan diawasi oleh OJK.”
13) Pasal 36 “Dalam hal Penyelenggara menggunakan perjanjian baku,
perjanjian baku tersebut wajib disusun sesuai dengan ketentuan
-
49
peraturan perundang-undangan. yang dilarang menyatakan pengalihan
tanggung jawab atau kewajiban Penyelenggara kepada Pengguna; dan
menyatakan bahwa Pengguna tunduk pada peraturan baru, tambahan,
lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh
Penyelenggara dalam periode Pengguna memanfaatkan layanan.”
14) Pasal 37 “Penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kerugian
Pengguna yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, Direksi,
dan/atau pegawai Penyelenggara.”
15) Pasal 38 “Penyelenggara wajib memiliki standar prosedur operasional
dalam melayani Pengguna yang dimuat dalam Dokumen Elektronik.”
16) Pasal 40 “Penyelenggara wajib melaporkan secara elektronik setiap
bulan dalam hal terdapat pengaduan Pengguna disertai dengan tindak
lanjut penyelesaian pengaduan dimaksud kepada OJK.”
17) Pasal 42 “Penyelenggara wajib menerapkan program anti pencucian
uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan
terhadap Pengguna sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai penerapan program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme.”
18) Pasal 44 “Penyelenggara yang telah memperoleh izin, wajib
menyampaikan laporan berkala secara elektronik kepada OJK, yaitu
laporan bulanan dan laporan tahunan.”
19) Pasal 48 “Penyelenggara wajib terdaftar sebagai anggota asosiasi yang
telah ditunjuk oleh OJK.