bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/bab...

43
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1) Pengertian Hukum pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Secara literlijk, kata “strafartinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan. 28 Penulis mengutip penulisan ini karena perlu adanya penjelasan secara perkata mengenai tindak pidana dan pembahasan penulis berkaitan dengan tindak pidana tersebut,yang akan dijabarkan bersama unsur-unsur tindak pidana makar yang ada pada rumusan masalah penulis. “Moeljatno mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut.” 29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu adalah sesuatu yang dilarang oleh aturan yang dibuat atau sesuatu yang tidak boleh dilanggar oleh orang-orang yang menganut aturan tersebut sehingga apabila dilanggar akibatnya ada sanksi atau ancaman pidana yang diberikan kepada pelanggar. 28 Lani Sujiagnes Panjaitan. Juni 2016. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Makar Oleh Organisasi Papua Merdeka (Opm) Di Kabupaten Jayawijaya. USU Law Jurnal. Vol.4.No.3. Hal. 91. 29 Ibid

Upload: others

Post on 30-Nov-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Pemidanaan

1) Pengertian Hukum pidana

“Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam

hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Secara literlijk, kata “straf”

artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah

perbuatan”.28 Penulis mengutip penulisan ini karena perlu adanya

penjelasan secara perkata mengenai tindak pidana dan pembahasan

penulis berkaitan dengan tindak pidana tersebut,yang akan dijabarkan

bersama unsur-unsur tindak pidana makar yang ada pada rumusan

masalah penulis.

“Moeljatno mengatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang

melanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno

tindak pidana itu adalah sesuatu yang dilarang oleh aturan yang dibuat

atau sesuatu yang tidak boleh dilanggar oleh orang-orang yang

menganut aturan tersebut sehingga apabila dilanggar akibatnya ada

sanksi atau ancaman pidana yang diberikan kepada pelanggar.

28 Lani Sujiagnes Panjaitan. Juni 2016. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak

Pidana Makar Oleh Organisasi Papua Merdeka (Opm) Di Kabupaten Jayawijaya. USU Law

Jurnal. Vol.4.No.3. Hal. 91. 29Ibid

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

18

Penulis mengutip pendapat Moelijatno mengenai tindak pidana

sebagai dasar untuk menjelaskan bahwa pemidanaan harus berdasar

atau sesuai dengan perbuatan yang dilakukan sebagaimana diatur dalam

undang-undang atau peraturan. Definisi tindak pidana tersebut juga

berkaitan dengan pembahasan penulis yang pertama yaitu mengenai

unsur-unsur tindak pidana Makar sehingga perlu adanya teori-teori ahli

yang mendukung, definisi tindak pidana juga untuk membantu penulis

dalam menganalisis unsur-unsur tindak pidana makar terhadap

keutuhan wilayah negara kesatuan republik Indonesia dan untuk

mengetahui apakah sudah termasuk dalam tindak pidana pada pasal 106

pada pembahasan penulis.

Menurut Simons, tindak pidana adalah tindakan melanggar

hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak

dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung-

jawabankan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang

telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

Dengan batasan seperti ini, maka menurut simons, untuk adanya

suatu tindakan pidana harus dipenuhi unsur-unsur sebagai

berikut :

a) Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif

(adanya perbuatan) maupun perbuatan negatif (tidak

berbuat).

b) Diancam dengan pidana

c) Melawan hukum

d) Dilakukan dengan kesalahan

e) Oleh orang yang mampu bertanggungjawab

Dengan penjelasan sebagai berikut maka telah melekat pada

perbuatan pidana. Simons tidak memisahkan antara criminal Act

dan criminal responsibility”.30

30Tongat. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perfektif Pembaharuan,

cetakan ke-3. Malang. UMM press. Hal 93.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

19

Seperti yang disebutkan oleh Simons bahwa tindak pidana itu

berkaitan dengan perbuatan manusia baik perbuatan yang sudah

dilakukan maupun tidak dilakukan dalam hal ini penulis berpendapat

yang dimaksud tidak dilakukan adalah kelalaian, dimana perbuatan

tersebut sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan atau aturan

tetrulis yang sifatnya melawan hukum atau adanya kesalahan dari

perbuatan tersebut. Namun dalam hal ini orang yang melakukan

perbuatan tersebut haruslah orang yang mampu bertanggungjawab yang

artinya seseorang tersebut sadar dan menyadari perbuatannya. Penulis

sepakat dengan apa yang sampaikan oleh Tongat bahwa Simons tidak

memisahkan antara criminal Act dan criminal responsibility atau

perbuatan pidana dan pertanggungjawabnnya.

Pada penulisan ini penulis menggunakan teori Simons mengenai

pengertian tindak pidana karena penulisan tersebut berkaitan dengan

rumusan masalah penulis yaitu unsur-unsur pasal 106 dan sistem

pemidanaannya, untuk criminal act harus terpenuhi sesuai pasal makar

terhadap keutuhan wilayah negara dan sebelum menjelaskan

pemidanaan penulis harus menganalisis mengenai kemampuan

responsibility atau kemampuan bertanggungjawab dari seorang anak.

2) Pengertian Sistem Pemidanaan

Sistem pemidanaan yang struktural atau fungsional,

pertanggungjawaban dan pembinaan tidak hanya tertuju secara sepihak

dan fragmentair pada pelaku kejahatan, tetapi lebih ditekankan pada

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

20

fungsi pemidanaan yang bersifat totalitas dan struktural. Artinya,

pemidanaan tidak hanya berfungsi untuk mempertanggungjawabkan

dan membina/ mencegah pihak-pihak lain yang secara struktural/

fungsional mempunyai potensi besar untuk terjadinya kejahatan serta

berfungsi pula untuk memulihkan atau mengganti akibat-akibat/

kerugian yang timbul di diri korban.31

Pengertian sistem pemidanaan dapat mencakup pengertian yang

sangat luas L.H.C Hulsman pernah mengemukakan bahwa

sistem pemidanaan (the sentencing system) adalah aturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana

dan pemidanaan (the statutory rules relating to penal sanction

and punishmen). 32

Pengertian pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu

proses pemberian pidana sebagaimana diatur dalam peraturan

pemidanaan oleh L.H.C Hulsman, maka dapat dikatakan bahwa sistem

pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan perundang-undangan

yang mengatur bagaimana hukum pidana yang sudah diatur itu

ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret, sehingga seseorang

dijatuhi sanksi atau hukuman pidana. Ini berarti semua aturan

perundang-undangan mengenai hukum pidana subtantif/materil.

Hukum pidana formal dan hukum tata pelaksanaan pidana dapat dilihat

sebagai satu-kesatuan sistem pemidanaan.

Pengertian sistem pemidanaan sangat penting bagi penulisanini

karena akan menjadi rujukan penulis dalam menganalisis dan sebagai

31Barda Nawawi. 1998. Opcit.. Hal. 51-52 32Barda Nawawi. 2010. Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan penyusunan konsep

KUHP baru cetakan ke-2. Jakarta. Bunga Rampai. Hal. 115

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

21

rujukan penulis juga dalam batasan-batasan analisis penulis, sebelum

menganalisis rumusan masalah tentang sistem pemidanaan anak

menurut KUHP Indonesia, penulis akan mencantumkan pengertian

sistem pemidanaan terlebih dahulu dan nantinya akan menjadi tolak

ukur dalam komparasipemidanaan dari masing-masing negara baik

Thailand maupun Indonesia.

3) Teori pemidanaan

Penal policy tersebut merupakan salah satu strategi untuk

menanggulangi tindak pidana (kebijakan kriminal/criminal policy),

selain kebijakan nonhukum pidana (nonpenal policy). Perbedaanaya

lebih pada bahwa pendekatan penal policy lebih bersifat reaktif dan

represif, sedangkan pendekatan nonpenal policy lebih bersifat

antisipatif dan preventif.33

Bentuk pemidanaan pasti ada tujuan yang hendak dicapai baik

sebagai antisipatif maupun preventif, sehingga penulis mengutip

kutipan diatas untuk mendukung penulisan penulis untuk menarik

kesimpulan pada sistem pemidanaan dan penulis dapat melihat tujuan

dari pembuatan sistem pemidanaan anak dari kedua negara tersebut

baik Indonesia maupun negara Thailand.

Banyak perdebatan antara pakar yang akhirnya memunculkan 3

teori pemidanaan yaitu :

33Ibid

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

22

1. Teori imbalan (absolute/ vergeldingstheorie;)

Teori ini menyebutkan dasar hukuman/ pemidanaan harus di

cari dari kejahatan yang dilakukan oleh kejahatan itu sendiri

karena kejahatan tersebut telah menimbulkan penderitaan bagi

orang lain, sebagai imbalan atau balasannya si pelaku kejahatan

harus diberikan penderitaan juga, penulis lebih setuju jika disebut

dengan teori pembalasan.34

Beberapa pakar yang menganut teori ini yaitu :

a. Immanuel kant

Imanuel Kant menganut teori imbalan seperti yang

disebutkan sebagai berikut :

Bahwa dasar hukum pemidanaan harus di cari dari

kejahatan itu sendiri, yang telah menimbulkan penderitaan

pada orang lain, sedangkan hukuman itu merupakan

tuntutan mutlak (absolute) dari hukum kesusilaan, imanuel

menyebutkan hukuman adalah suatu pembalasan yang

etis.35

Penulis dapat menarik kesimpulan dari pendapat Imanuel

Kant, bahwa pemidaan dilakukan atas dasar kesalahan atau

perbuatan seseorang yang menyebabkan penderitaan terhadap

orang lain dan hukuman yang diberikan kepada pelaku itu

harus karena sebagai balasan atas perbuatannya.

34Leden Marpaung. 2009. Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana cetakan keenam. Jakarta.

Sinar Grafika. Hal 105 35Ibid.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

23

b. Herbart

“Kejahatan menimbulkan perasaan tidak enak pada

orang lain untuk melenyapkan perasaan tidak enak tersebut,

pelaku kejahatan harus diberi hukuman sehingga masyarakat

merasa puas”.36

2. Teori maksud atau tujuan ( relative/ doeltheorie)

Teori ini menyebutkan hukuman akan dijatuhkan untuk

melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni

memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan

itu tujuan hukuman harus dipandang secara ideal. Selain dari itu

tujuan dari hukuman adalah untuk mencegah (prevensi) kejahatan.

Namun terdapat perbedaan dalam hal prevensi37, yaitu :

a. Ada yang berpendapat agar prevensi ditujukan kepada umum

yang disebut prevensi umum (algemene preventie). Hal ini dapat

dilakukan dengan ancamana hukuman, penjatuhan Hukuman,

dan pelaksanaan eksekusi hukuman.

b. Ada yang berpendapat agar prevensi ditujukan kepada orang

yang melakukan kejahatan itu (speciale preventie).

Selain itu timbul perbedaan pendapat mengenai cara

mencegah kejahatan.

Adapun acara mencegah kejahatan tersebut di antaranya

dengan cara :

1) Menakut-nakuti, yang ditujukan terhadap umum.

36Ibid. Hal 106 37Ibid

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

24

2) Memeperbaiki pribadi si pelaku atau penjahat agar

menginsafi atau tidak mengulangi perbuatannya.

3) Melenyapkan orang yang melakukan kejahatan dari

pergaulan hidup .38

Sehingga muncul teori relatif modern yang di prakarsai oleh

Frans Von Liszt, Van Hamel, dan D. Simons mereka mengutarakan

bahwa menjamin ketertiban, negara menentukan berbagai peraturan

yang mengandung larangan dan keharusan. Peraturan itu akan

mengatur hubungan antar individu di dalam masyarakat, membatasi

hak perseorangan agar mereka hidup aman dan tenteram, dan negara

menjamin agar peraturan tersebut di patuhi masyarakat dengan

hukuman terhadap pelanggarannya.39.

3. Teori gabungan (verenigingstheorie)

Teori gabungan adalah gabungan dari teori yang disebutkan

sebelumnya yaitu teori imbalan dan teori masud dan tujuan, teori

tersebut mengajarkan penjatuhan hukuman adalah untuk

mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan

memperbaiki pribadi penjahat.40

Di sebukan dalam bukunya Leden Marpaung tentang asas-

teori-praktik hukum pidana menyebutkan ada 3 tujuan

pemidanaan yaitu :

a. Menjerakan penjahat

b. Membinasakan atau membuat tak berdaya lagi si penjahat

c. Memperbaiki pribadi si penjahat.41

38Ibid 39Ibid. Hal, 106-107 40Ibid . hal, 107 41Ibid

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

25

Teori-teori pemidanaan ini dapat dijadikan rujukan dan menjadi

acuan penulis untuk mengetahui penerapan teori tersebut dalam sistem

pemidanaan terhadap anak yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

Sehingga nanti dapat detahui sistem pemidanaan tersebut lebih condong

ke teori pembalasan, teori maksud dan tujuan atau teori gabungan.

Kaitannya dengan tujuan pemidanaan, KUHP tidak

mencantumkan dengan tegas dalam rumusannya mengenai tujuan dari

dijatuhkannya suatu sanksi pidana.42 Oleh karena itu, jika ingin

mengetahui tujuan pemidanaan dalam KUHP, salah satunya dengan

mempelajari historitas dari KUHP tersebut, terutama di negeri Belanda.

Pada 1886 di negeri Belanda setelah adanya Wetboek van

Strafrecht, timbul suatu gerakan menuju kemenangan rasional

kriminalitas dengan mempergunakan hasil pemikiran baru yang

diperoleh dari sosiologi, antropologi dan psikologi. Pokok-pokok

pikiran dari gerakan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tujuan pokok hukum pidana adalah pertentangan terhadap

perbuatan jahat yang dipandang sebagai gejala masyarakat.

2) Pengetahuan hukum pidana dan perundang-undangan pidana

memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologi.

3) Pidana merupakan salah satu alat ampuh yang dikuasai negara

dalam penentangan kejahatan, dan bukan satu-satunya alat,

tidak dapat diterapkan tersendiri, tetapi dengan kombinasi,

melalui tindakan sosial, khususnya kombinasi dengan tindakan

preventif”.43

Kutipan tersebut akan menjadi rujukan penulis dalam

pembahasan tujuan pemidanaan dalam sistem pemidanaan terhadap

anak terutama KUHP Indonesia dan akan menjadi rujukan juga dalam

42Eva Achjani Zulfa. 2007. Menakar Kembali Keberadaan Pidana Mati (Suatu

Pergeseran Paradigma Pemidanaan di Indonesia). dalam Lex Jurnalica, Vol.4 No. 2. hal . 95. 43Syaiful Bakhri. 2010. Pengaruh Aliran-Aliran Falsafat Pemidanaan dalam

Pembentukan Hukum Pidana Nasional. Jurnal Hukum No. 1 Vol. 18 Januari. Hal . 141.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

26

pembahasan mengenai sistem pemidanaan anak dalam undang-undang

peradilan pidana anak.

4) Konsep pemidanaan menurut KUHP Indonesia

Penulisan ini membahas mengenai Sistem Pemidanaan di luar

KUHAP yaitu mengenai sistem pemidanaan anak, akan tetapi jika

dalam unsur-unsur perbuatannya masih terdapat dalam KUHP

Indonesia yaitu dalam pasal 106, karena hukum materil dan formil

berkaitan maka unsur-unsur perbuatannya melihat KUHP dan untuk

pemidanaannya menggunakan undang-undang peradilan pidana anak.

Sistem pemidanaan yang terdapat di luar Undang-Undang Hukum

acara Pidana juga menganut sistem pemidanaan alternatif dan sistem

pemidanaan kumulatif. Namun perlu dipahami juga mengenai Jenis

hukuman atau ancaman pidana dalam KUHP untuk perbandingan jenis

pidana dalam pemidanaan anak dan orang dewasa.44

Adapun jenis pemidanaan yang disebutkan dalam Pasal 10

KUHP yaitu :

- Pidana Pokok

1. Pidana mati

2. Pidana penjara

3. Pidana kurungan

4. Pidana denda

5. Pidana tutupan (terjemahan BPHN).

- Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim45

44Rezie Novian Putra. 2014. Perbandingan Pelaksanaan Ketentuan Pidana Mati Menurut

Hukum Pidana Indonesia Dan Hukum Pidana Thailand. Fakultas Hukum Universitas Bengkulu.

Tanpa halaman. 45Lihat pasal 10 KUHP Indonesia Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang

Peraturan Hukum Pidana

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

27

Tujuan penulis mengutip pidana tambahan tersebut untuk

membantu penulisan dalam rumusan masalah kedua yaitu

mengenai sistem pemidanaan sehingga nantinya memudahkan

penulis dalam membandingkannya dengan jenis pidanamenurut

KUHP Thailand sebelum penulis masuk pada pemidanaan

terhadap anak yang melanggar pidana makar terhadap keutuhan

wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.

5) Konsep pemidanaan menurut KUHP Thailand

Dalam Penal Code of Thailand,Pasal mengenai jenis-jenis

pidana diatur dalam Pasal 18, yang berbunyi sebagai berikut :

Section 18 : Punishments to be imposed in a person committing an

offence are as follows:

a. Death

b. Imprisonment

c. Confinement

d. Fine

e. Forfeiture of Property

The capital punishment and life imprisonment shall be not

enforced to offender less than eighteen years of age.

In case of offender less than eighteen years of age has committed

the offence to be punished with death or imprisoned for life, the

punishment, as aforesaid. shall be deemed as commuted as

imprisoned for fifty years.

Pasal 18 : Jenis Pidana yang dikenakan pada seseorang yang

melakukan Tindak Pidana adalah sebagai berikut:

a. Pidana Mati

b. Penjara

c. Kurungan

d. Denda

e. Penyitaan Aset kepemilikan

Hukuman mati dan penjara seumur hidup tidak akan ditegakkan

kepada pelaku yang berusia kurang dari delapan belas tahun.

Dalam kasus pelaku yang berusia kurang dari delapan belas tahun

telah melakukan pelanggaran dipidana dengan hukuman mati atau

dipenjara seumur hidup, hukumannya, seperti yang disebutkan di

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

28

atas. dapat dianggap diringankan dengan dipenjara selama lima

puluh tahun.46

Penulis mengutip kutipan mengenai jenis pemidanaan

tersebutuntuk membantu pembahasan penulis yang kedua yaitu

mengenai pemidanaan di negara Thailand yang akan komparasikan

oleh penulis dengan jenis pemidanaan anak, sehingga nantinya akan

mempermudah penulis dalam menjabarkan terkait kelebihan maupun

kekurangan sistem pemidanaan di negara Thailand dan Indonesia.

B. Tinjauan umum perbandingan sistem hukum

1) Pengertian perbandingan

Istilah perbandingan hukum menurut Barda Nawawi Arief

dalam bahasa asing yaitu disebutkan dalam bahasa bahasa Inggris

Comparative law, kemudian dalam bahasa Belanda Vergleihende

rechstlehre, dan Droit compare dalam bahasa Perancis.47

Istilah yang disebutkan pada paragraf sebelumnya, Barda

Nawawi Arief menyebutkan pendidikan tinggi hukum di Amerika

Serikat, sering diterjemahkan lain, yaitu sebagai conflict law atau

dialih bahasakan, menjadi hukum perselisihan, yang artinya beberda

bagi pendidikan hukum di indonesia. Istilah ini sudah menjadi stigma

di kalangan teoritikus hukum di indonesia, dan sudah sejalan dengan

istilah yang dipergunakan untuk hal yang sama dibidang hukum

pidana, yaitu perbandingan hukum pidana.

46Lihat pasal 18 KUHP Thailand penal Code B.E. 2547 (2003) 47Barda NawawiArief. 1990. Perbandingan Hukum Pidana . Raja Grafindo. Jakarta.

Hlm3

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

29

Menurut Barda Nawawi Arief dalam bukunya mengutip

beberapa pendapat para ahli hukum mengenai istilah perbandingan

hukum, antara lain :

Rudolf B. Schlesinger mengatakan bahwa, perbandingan

hukum merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk

memperoleh penetahuan yang lebih dalam tentang bahan

hukum tertentu. Perbandingan hukum bukanlah perangkat

peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu cabang

hukum, melainkan merupakan teknik untuk menghadapi unsur

hukum asing dari suatu masalah hukum.48

Penulis sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Rudolf B.

Schlesinger bahwa perbandingan bertujuan untuk memperoleh

pengetahuan yang lebih tentang bahan hukum, dalam hal ini penulis

membandingkan sistem pemidanaan dalam tindak pidana makar

terhadap keutuhan wilayah atau disebut pemberontakan di Thailand

bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam mengenai

sistem pemidanaan anak. Sehingga dengan adanya perbandingan ini

sistem pemidanaan yang teradapat dala undang-undang masing-masing

negara lebih baik terutama di Indonesia.

Gutteridge menyatakan bahwa perbandingan hukum adalah

suatu metoda yaitu metoda perbandingan yang dapat

digunakan dalam semua cabang hukum. Gutteridge

membedakan antara comparatif law dan hukum asing (foreign

law), pengertian istilah yang pertama untuk membandingkan

dua sistem hukum atau lebih, sedangkan pengertian istilah

yang kedua, adalah mempelajari hukum asing tanpa secara

nyata membandingkannya dengan sistem hukum yang lain.49

Selain pendapat Rudolf B. Schlesinger ada juga pendapat dari

Gutteridge penulis menggunakan pendapat Gutteridge ini dalam

48Ibid. hlm 4 49Ibid

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

30

pembahasan ini penulis lebih menfokuskan pada sistem pemidanaan

anak Indonesia dibandingkan sistem pemidanaan anak di Thailand,

penulis dalam menjelaskan sistem pemidanaan Thailand tanpa secara

meyata dan akan dibandingkan dengan sistem pemidanaan anak

Indonesia.

“Barda Nawawi Arief yang berpendapat perbandingan hukum

adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara sistematis hukum

(pidana) dari dua atau lebih sistem hukum dengan mempergunakan

metoda perbandingan”.50

Bardan Nawawi Arief mengatakan perbandingan adalah

mempelajari hukum atau pidana secara sistemaris atau berurutan dari

dua sistem hukum atau lebih dengan metode perbandingan, penulis

menggunakan pendapat Bardan Nawawi Arief untuk membandingkan

unsur-unsur atau sistem pidana anak secara berurutan dalam bab

pembahasan.

“Istilah perbandingan hukum (bukan hukum perbandingan) itu

sendiri telah jelas kiranya bahwa perbandingan hukum bukanlah

hukum seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara dan

sebagainya”.51Melihat bukunya Soerjono Soekanto yang berjudul

Perbandingan Hukum hal tersebut merupakan kegiatan

memperbandingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum

yang lain. Yang dimaksud dengan memperbandingkan di sini ialah

50Ibid 51Soerjono Soekanto. Op.cit. Hlm 131.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

31

mencari dan mensinyalir perbedaan-perbedaan serta persamaan-

persamaan dengan memberi penjelasannya dan meneliti bagaimana

berfungsinya hukum dan bagaimana pemecahan yuridisnya di dalam

praktek serta faktor-faktor non-hukum yang mana saja yang

mempengaruhinya.

Penulis mengutip pengertian perbandingan baik secara istilah

maupun menurut pendapat para ahli untuk menjelaskan lebih detail

mengenai pengertian perbandingan, karena banyak penafsiran

mengenai perbandingan maka penulis menggunakan teori tersebut

sebagai rujukanpembahasan penulis mengenai perbandingan tindak

pidana makar terhadap keutuhan wilayah negara Thailand dan

Indonesia baik dari unsur-unsur dan sistem pemidanaan dimana anak

menjadi subyek pemidanaan.

2) Tujuan perbandingan hukum

Dalam bukunya Jur Andi Hamzah mengatakan ada pakar yang

hanya membandingkan bagian ketentuan umum saja atau yang berisi

asas-asas hukum pidana dari KUHP tanpa membandingkan rumusan

delik atau ketentuan Khususnya, jadi yang diutamakan adalah tentang

asas Hukum suatu bangsa, penulis setuju dengan kritikannya terhadap

perbandingan asas hukum saja, rumusan deliknya bagian khususnya

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

32

yang dapat diperbandingkan yaitu mengenai persamaan maupun

perbedaannya52

Selain itu tujuan perbandingan menurut Kokkini-latridou

tujuan mempelajari perbandingan Hukum Internasional adalah

menguntungkan persahabatan negara, menguntungkan terciptanya

pengetahuan hukum sipil (termasuk hukum pidana menurut Nijboer) ,

memberi tambahan perkembangan bagian perbandingan umum bagian

disiplin ilmu hukum, perkembangan hukum barunasional,

perbandingan memiliki nilai pendidikan yang penting, memberi

kontribusi perundang-undangan iterpretasi peraturan dan memperluas

oragnisasi internasional, bantuan perkembangan yuridis sebagai tujuan

pada umumnya. Namun dalam hal ini penulis tidak sependapat

sepenuhnya mengenai pendapat Kokkini-Latridou seperti

perkembangan privat Eropa umum karena dalam pembahasan kali ini

penulis membahas mengenai perbandingan negara Indonesia yang

masih dalam lingkup hukum pidana atau yang dikenal hukum publik.53

Pengutipan tujuan perbandingan untuk membantu penulisan

penulis dalam mengetahui apa saja yang menjadi tujuan perbandingan

baik dilihat dari kelemahan maupun kelebihan dalam peraturan

masing-masing negara sehingga tujuan perbandingan tersebut akan

menjadi acuan penulis dalam memperoleh manfaat dari perbandingan

ini.

52Andi Hamzah. 2009. Perbandingan hukum pidana beberapa Negara edisi ke 3.

Jakarta. Sinar grafika. Hal. 8-9. 53Ibid. Hal 5

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

33

C. Tinjauan Umum Tindak Pidana Makar

1) Pengertian makar

Definisi Makar adalah dalam kata aanslag dalam bahasa

Belanda menurut arti harafiah adalah penyerangan atau serangan,

disebutkan dalam KUHP yakni pasal-pasal 87, 104, 105, 106, 107,

130, 139a, 139b, 140. Makar tersebut masuk dalam bab mengenai

kejahatan terhadap keamanan negara.54

“Sedangkan Istilah Makar berasal dari kata “aanval” yang

berarti suatu penyerangan dengan maksud tidak baik

(MisdadigeAanranding).”55Pengertian makar secara istilah ini

bertujuan untuk menyatukan pengertian makar karena sesuai dengan

latar belakang penulisan terlalu beragamnya pengertian tindak pidana

makar, sehingga yang penulis sependapat jika makar di artikan

serangan.

2) Teori Makar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Kamus

Hukum Andi Hamzah, makar yaitu: Akal busuk., tipu muslihat,

Perbuatan atau usaha dengan maksud hendak menyerang atau

membunuh orang.56

Situs krupukkulit.com mengkaji pengertian makar. Disebutkan

bahwa dalam beberapa kamus bahasa belanda, aanslag diartikan

54Adami Chazawi. 2002. Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara.

Jakarta. Rajagrafindo Persada. Hal. 7. 55Made Darma Weda. 2016. Tindak Pidana MakarDalam Rancangan KUHP. Series 7.

Jakarta selatan. Aliansi nasional Reformasi KUHP. Hal. 4 56Ibid

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

34

sebagai gewelddadige aanval, yang dalam bahasa inggris artinya

violent attack. Aanslag memiliki arti yang sama dengan onslaught

dalam bahasa inggris yang artinya juga violent attack,fierce attack atau

segala serangan yang bersifat kuat (vigorious).57

M. Sudradjat Bassar, dalam bukunya yang berjudul Tindak-

Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana, menyatakan bahwa makar diartikan sebagai “serangan”.

Penafsiran makar secara khusus termuat dalam Pasal 87 KUHP, yang

menyatakan bahwa makar untuk suatu perbuatan sudah ada, apabila

kehendak si pelaku sudah nampak berupa permulaan pelaksaanaan

dalam arti yang dimaksudkan dalam Pasal 53 KUHP.

Perbuatan-perbuatan persiapan tidak masuk dalam pengertian

makar. Jadi yang masuk dalam perbuatan makar hanyalah perbuatan

pelaksanaan. Pemahaman ini, menurut penulis, masih belum

memberikan pengertian tentang apa itu makar sehingga dengan adanya

teori-teori makar menurut para ahli, dapat menjadi acuan penulis

dalam pembahasan pertama tentang unsur-unsur pemidanaan.58

3) Konsep Makar Menurut KUHP Indonesia

a) Makar pada umumnya

Pada tahun 1963-1999 dan fase terakhir yaitu pada tahun 1999

sampai sekarang. Politik Hukum Pengaturan tindak pidana makar di

Indonesia, mengalami perkembangan di dalam perumusannya. Mulai

57Ibid. Hal 5 58Ibid.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

35

dari fase pertama, sampai dengan fase terakhir. Fase-fase tersebut

memuat keadaan sosial, hukum, dan politik yang mempengaruhi

pengaturan tindak pidana makar.59

Dalam KUHP tidak ada definisi dari apa itu makar. Ketentuan

dalam KUHP Pasal 104, 106, 107, 139a, 139b, langsung menyebut

perbuatan makar, tidak dirumuskan dalam KUHP tentang apa

pengertian makar itu sendiri.60

Menurut Pasal 53 ayat (1) KUHP ada tiga syaratnya yang harus

ada agar seseorang dapat dipidana melakukan percobaan kejahatan,

yaitu :61

a) Niat.

b) Permulaan pelaksanaan.

c) Pelaksanaannya itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan

karena kehendaknya.

Kata makar (aanslag) berarti serangan, tetapi selanjutnya ada

penafsiran khusus termuat dalam pasal 87 KUHP yang mengatakan

bahwa makar untuk suatu Perbuatan sudah ada apabila kehendak

sipelaku sudah tampak berupa permulaan pelaksanaan (begin van

uitvoering) dalam arti yang dimaksudkan dalam pasal 53 KUHP. Pasal

53 ini mengenai percobaan melakukan kejahatan yang dapat dihukum

(stafbare poging) dan membatasi penindakan pidana suatu perbuatan

pelaksanaan (uitvoeringhandeling) sehingga tidak dapat dihukum suatu

59Abdurisfa Adzan Trahjurendra. Politik Hukum Pengaturan Tindak Pidana Makar

DiIndonesia. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 60Made Darma Weda Opcit. Hal. 4 61Ibid. hal. 8

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

36

perbuatan yang baru merupakan perbuatan persiapan

(voorbereidingshandeling).62

Bentuk makar dalam KUHP dapat digolongkan dalam 3 bentuk

yaitu :

1. Makar Terhadap Kepala Negara (Pasal 104 KUHP)

a. Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk membunuh

Kepala Negara

b. Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk mengalahkan

kemerdekaan kepala negara

c. Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan

kepala negara tidak dapatmenjalankan pemerintahan

2. Makar Untuk Memasukkan Indonesia Dalam Penguasaan

Asing (Pasal 106)

a. Berusaha menyebabkan seluruh wilayah Indonesia atau

sebahagian menjadi jajahan negara lain

b. Berusaha menyebabkan bagian dari wilayah Indonesia

menjadi suatu negara yang mardeka atau berdaulat terlepas

dari NKRI.

3. Makar Untuk Menggulingkan Pemerintahan (Pasal 107

KUHP).63

Penulis mengutip bentuk tindak pidana makar ini bertujuan

untuk menentukan dan mengkalisifikasikannyakarena di dalam KUHP

tidak menjelaskan secara detail, sehingga nantinya pembahasan

penulis dalam tindak pidana makar terhadap keutuhan wilayah negara

kesatuan Republik Indonesia dalam menganalisis penulisan ini.

b) Makar terhadap keamanan negara

Sebagai bangsa yang plural dengan wilayah yang luas ini

tentunya akan membawa pengaruh yang besar bagi keutuhan

wilayah Indonesia dari gangguan terhadap kehidupan berbangsa

dan bernegara termasuk tindakan makar terhadap wilayah negara

62 Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia. Bandung.

Refika Aditama. Hal. 197 63Made Darma Weda. Op.cit. Hal 5.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

37

dikenal dengan istilah Separatisme yaitu usaha untuk memisahkan

diri dari suatu negara atau negara bagian. Usaha separatisme

bermaksud untuk mencapai otonomi atau pemisahan untuk berdiri

sendiri atau menggabungkan diri dengan negara lain. Kejahatan

terhadap keamanan negara ini merupakan kejahatan yang

menyerang kepentingan hukum negara. Dibentuknya kejahatan ini

adalah ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum atas

keselamatan dan keamanan negara dari perbuatan-perbuatan yang

mengancam, mengganggu dan merusak kepentingan hukum

negara. 64

Kejahatan terhadap keamanan negara secara sosiologis disebut

Kejahatan politik. Kata politik berasal dari bahasa Yunani

“politia” artinya “segala sesuatu yang berhubungan dengan

negara atau segala tindakan, kebijaksanaan, siasat mengenai

pemerintahan suatu negara.65

Dalam jurnal Syefri Alpat Lukman dengan judul “Tindak

Pidana Makar Terhadap Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia Berdasarkan Pasal 87 Kuhp (Analisis Yuridis

Terhadap Gerakan Riau Merdeka Tahun 1999)”, Syefri Alpat

Lukman mengutip dari bukunya Djoko Praoso membagi bentuk

delik terhadap keamanan negara.

64Syefri Alpat Lukman. Oktober 2016. Tindak Pidana Makar Terhadap Keutuhan

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pasal 87 Kuhp (Analisis Yuridis

Terhadap Gerakan Riau Merdeka Tahun 1999. JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 2. 65Bayu Dwiwiddy Jatmiko,tanpa Tahun. Periodisasi Pengaturan kejahatan Kemanan

Negara di Indonesia. Jurnal Legality Universitas Muhammadiyah Malang,

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/ article/view/310 di akses pada tanggal 21 Januari

2019.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

38

a. Hochverrat ( kejahatan terhadap keamanan di dalam

negeri) yang meliputi, delik makar terhadap presiden dan

wakil presiden, makar tidak dapat diganggu gugatnya

negara dan terhadap bentuk pemerintahan yang terdapat di

dalam Bab I dan II Pasal 104-110 KUHP. Agar lebih

mudah dipahami.

Bentuk kejahatan kepada keamanan di dalam negeri

meliputi:

1.) Kepentingan hukum perorangan (individuale

belangen)

2.) Kepentingan hukum masyarakat (sociale belangen)

3.) Kepentingan hukum negara (staat belangen)

b. Landesverrat (pelanggran terhadap keamanan negara ke

luar)

Dibedakan lagi menjadi dua jenis:

1. Diplomatische landesverrat (yang dilakukan oleh

diplomat)

2. Militerische landesverrat (yang dilakukan oleh

militer).”

Pengertian dan pembagian tindak pidana makar terhadap

keutuhan wilayah negara kesatuan republik Indonesia sangat

diperlukan dalam bab pembahasan untuk membantu penulis

dalammenganalisis dan mengkomparasikannya dengan makar

terhadap keutuhan wilayah negara menurut negara Thailand

sehingga penulis dapat menyimpulkan kelebihan dan kekurangan

dari masing-masing negara.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

39

4) Konsep Makar menurut KUHP Thailand

Sistematika KUHP Thailand yang terdiri dari 3 buku, mirip

dengan KUHP kita. Buku I tentang ketentuan umum, buku II tentang

delik-delik khusus, buku III tentang delik-delik ringan (patty offences).

Dan penempatan tindak pidana penyelenggaraan peradilan dalam Buku

II menunjukkan pembentuk KUHP Thailand menilai perbuatan ini

sebagai delik serius..66

Dalam buku ke II bagian I KUHP Thailand dengan judul

Pelanggaran Berkaitan dengan Keamanan Kerajaan, dimana ini

termasuk ke dalam makar yang diantaranya terdapat dalam :67

1) Pasal 107-112 Pelanggaran terhadap Raja, Ratu, Pewaris

dan Bupati.

2) Pasal 113-118 Pelanggaran terhadap Keamanan Internal

Kerajaan.

3) Pasal 119-129 Pelanggaran terhadap Keamanan Eksternal

Kerajaan.

4) Pasal 130-135 Pelanggaran terhadap Hubungan Ramah

dengan Negara Asing.

Penulis mengutip pembagian tindak pidana makar menurut

KUHP Thailand tersebut untuk mengetahui bagaimana negara Thailand

membagi jenis-jenis tindak pidana makar kemudian penulis akan

membandingkannya dengan Indonesia, selain itu untuk mengetahui bab,

bagian dan pasal tindak pidana makar terhadap keutuhan wilayah

negara atau separatisme yang akan di komparasikan dengan Indonesia.

66Ida Keumala Jeumpa.2014. Contempt Of Court: Suatu Perbandingan Antara Berbagai

SistemHukumKanun Jurnal Ilmu Hukum Jeumpa No. 62, Th. XVI (April, 2014), pp. 147-176. 67Lihat buku ke II bagian I KUHP thailand criminal code B.E. (20030

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

40

D. Tinjauan umum Anak

1) Pengertian anak

Anak adalah harapan bangsa apabila ia sudah dewasa akan

menggantikan generasi tua dalam melanjutkan roda kehidpan negara,

demikian anak perlu dibina dengan baik agar mereka tidak salah dalam

hidupnya kelak. Baik pemerintah maupun non pemerintahan memiliki

kewajiban untuk secara serius memberi perlindungan dan perhatian

terhadap pertumbuhan perkembangan seorang anak.”68

Berdasarkapn pasal 1 angka 2 undang-undang nomor 11 tahun

2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang berbunyi :

“Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang

berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak

pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.”69

Definisi anak secara umum sangat membantu ada penulisan ini

untuk memahami pentingnya anak bagi suatu negara baik bagi negara

Thailand maupun Indonesia, sehingga penulis dapat menjabarkan

bagaimana seorang anak dapat diperlakukan oleh negara dan

menjamin hak-haknya walaupun sebagai pelaku tindak pidana.

68Maidin Gultom. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, Bandung.

PT Refika Aditama. Hal 68. 69Lihat pasal 1 angka 3 undang-undnag nomor 11 tahun 2012 tentang peradilan pidana

anak

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

41

2) Hak-hak anak

a. Undang-undang nomor 11 Tahun 2012 tentang peradilan

pidana anak

Indonesia telah meratifikasi dan mengadopsi prinsip-prinsip

dalam Konvensi hak-hak anak (Convention on the Right of the

Child), berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990

tentang Pengesahan Convention on the Rights of the

Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak). Dalam konvensi ini

diatur mengenai beberapa prinsip dasar anak yakni prinsip non

diskriminasi, prinsip kepentingan terbaik bagi anak (best interest

for children), prinsip atas hak hidup, keberlangsungan dan

perkembangan serta prinsip atas penghargaan terhadap pendapat

anak.70

Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai

upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak

asasi anak (fundamental abd freedoms of children) serta berbagai

kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. 71

Adapun perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan

dengan hukum diatur dalam Pasal 3 undang-undang peradilan

pidana anak dan juga undnag-undang perlidnungan anak, akan

tetapi karena penulis pada pembahasannya lebih mengutamakan

70Lihat Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on

the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak) 71Barda Nawawi. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. Hal.153

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

42

dalam sistem pemidanaan maka akan menggunakan undang-

undang peradilan pidana anak yang terdapat dalam pasal 3, yang

berbunyi :

Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:

a) diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan

kebutuhan sesuai dengan umurnya;

b) dipisahkan dari orang dewasa;

c) memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara

efektif;

d) melakukan kegiatan rekreasional;

e) bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain

yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat

dan martabatnya;

f) tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g) tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai

upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

h) memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang

objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup

untuk umum;

i) tidak dipublikasikan identitasnya;

j) memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang

dipercaya oleh Anak;

k) memperoleh advokasi sosial;

l) memperoleh kehidupan pribadi;

m) memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;

n) memperoleh pendidikan;

o) memperoleh pelayananan kesehatan; dan

p) memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.72

Penulis mengutip hak-hak anak bertujuan untuk tetap me

ngacu pada hak-hak anak dalam pemidanaan sehingga hak anak

tidak diabaikan dan tetap melekat pada diri seorang anak walaupun

sebagai pelaku tindak pidana.

72Lihat pasal 3 undang-undang nomor 11 tahun 2011 tentang peradilan pidana anak

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

43

b. Hak anak menurut undang-undangthe ThailandChild

Protection Act of 2003(Perlindungananak tahun 2003)

Hak-hak anak tidak diatur secara langsung dalam undang-

undang perlindungan anak tahun 2003 di Thailand

Since Thailand has signed in the Conventional of Child Rights

(CRC) that performs the four basis rights as survival rights,

development rights, protection rights and participation rights. All

of these inherent rights for every child. Therefore, children have

their own legal rights that cannot be limited or withdrawal.

Moreover, the action of all activity that impact to children should

recognize the child rights. Importantly, the highest advantages of

the child should be considered in every part for child.73

Thailand sudah meratifikasi the Conventional of Child Rights

(CRC) yang mana telah mengatur tentang hak-hak anak yang di

lindungi pada Child Protection Act of 2003 thailand. Adapun yang

dilindungi adalahhak bertahan hidup, hak pembangunan, hak

perlindungan dan hak partisipasi. Selain itu hak anak juga menjadi

pertimbangan dalam perbandingan hak-hak yang tetap melekat

pada diri anak walaupun sebagai pelaku tindak pidana.

Pengutipan ini dilakukan untuk membantu penulis

dalamanalisis yang digunakan untuk mengetahi sejauh mana hak-

hak anak di kaitkan dalam pemidanaan anak walaupun dalam

kejahatan berat seperti makar terhadap keutuhan wilayah negara

ini.

73Akarawin Sasanapitak. Public Policy in Child Protection of Thailand. Conference

Proceedings The 8th Thailand-Japan International Academic Conference 2016.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

44

3) Usia anak menurut KUHP Indonesia

Usia anak menurut KUHP Indonesia disebutkan dalam pasal 45

yaitu:

Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa

karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas

tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang

bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau

pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya

yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun,

jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran

berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514,

517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun

sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah

satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi

tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.74

Dari pasal 45 KUHP Indonesia tersebut kita dapat melihat

bahwa usia anak disebutkan adalah 16 tahun. Sehingga di atas usia

tersebut dianggap sudah dewasa. Adapun apabila anak melakukan

tindak pidana memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan

kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana

apapun.

Kutipan yang dikutip penulis tersebut untuk melihat bahwa ada

batasan usia anak menurut KUHP Indonesia akan tetapi ini menjadi

pertimbangan penulis untuk menganalisis pembahasan mengenai usia

anak di dalam undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang peradilan

pidana anak walaupun berlaku asas lex specialis derogat lex generalis

di Indonesia sesuai pasal 62 ayat (2) KUHP Indoesia yaitu undang-

74Lihat pasal 45 KUHP Indonesia undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan

hukum pidana.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

45

undang khusus menyampingkan undang-undang yang umum, yang

artinya undang-undang peradilan pidana anak menyampingkan

KUHAP maupun KUHP dalam sistem pemidanaan.75

4) Usia anak menurut KUHP Thailanddan Child Protection Act, B.E.

2546 (2003)

Sistematika KUHP Thailand yang terdiri dari 3 buku, mirip

dengan KUHP kita. Buku I tentang ketentuan umum, buku II tentang

delik-delik khusus, buku III tentang delik-delik ringan (patty offences).

Dan penempatan tindak pidana penyelenggaraan peradilan dalam Buku

II menunjukkan pembentuk KUHP Thailand menilai perbuatan ini

sebagai delik serius. Apalagi dengan pengaturannya dalam dua bab,

menurut beberapa penulis terlalu berlebihan.76

KUHP Thailand sendiri menyebutkan seorang anak adalah

yang berumur 17 tahun, hal ini tertuang dalam pasal 76 yaitu :77

Section 76 : “Any person out of seventeen years but not out of

twenty years of age commits an act as prescribed by the law to be

an offence, if the Court to deem expedient may reduce the scale of

the punishment as provided for such offence by one-third or a

half.”( Pasal 76: “Setiap orang yang berumur tujuh belas tahun

tetapi tidak diatas dua puluh tahun melakukan suatu tindakan yang

ditetapkan oleh undang-undang sebagai suatu pelanggaran,

Pengadilan dapat mengurangi skala hukuman yang diberikan untuk

pelanggaran tersebut, sepertiga atau setengahnya).

Batas usia dalam KUHP thailand menjadi acuan penulis dalam

melihat batasan usia anak untuk membandingkan dengan usia anak di

75Lihat pasal 62KUHP indonesia undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan

hukum pidana 76Ida Keumala Jeumpa. 2014. Contempt Of Court: Suatu Perbandingan Antara Berbagai

SistemHukum. Kanun Jurnal Ilmu Hukum Jeumpa No. 62, Th. XVI (April), pp. 147-176. 77Lihat pasal 76 KUHP Thailand Criminal Code 2549 (2003)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

46

Indonesia menurut KUHP dengan negara Thailand sesuai KUHPnya

sehingga penulis dapat mengetahui lebih baik mana apakah batas usia

anak menurut KUHP Thailand atau KUHP Indonesia karena

pembahasan penulis berkaitan dengan anak sebagai pelaku tindak

pidana makar.

Sedangkan dalam undang-undang perlindungan anak di

Thailand menurut pada pasal 4 menyebutkan “Section4 : Child means

a person below 18 years of age, but does not include those who have

attained majority through marriage”. (Anak berarti seseorang yang

berusia di bawah 18 tahun, kecuali mereka yang telah menikah).78

Selain itu pada peradilan remaja dan keluarga Thailand

mengatur tentang usia anak diatur dalam pasal 4, yaitu :

The identified that child is a person who have the age less than

15 years, while juvenile or youth is a person who has the age

more than 15 years but less than 18 years(Definisi anak adalah

orang yang memiliki usia kurang dari 15 tahun, sedangkan anak

remaja atau remaja adalah orang yang memiliki usia lebih dari

15 tahun tetapi kurang dari 18 tahun).79

Kutipan ini bertujuan untuk mengetahui persamaan atau

perbedaan usia anak dan definisi anak menurut KUHP dan undang-

undang perlindungan anak di Thailand sehingga nanti penulis dapat

menyimpulkan pemberlakuan asas lex speciali derogat lex generalis

dalam peraturan perundnag-undangan Thailand

78Lihat section 4 undang-undang perlindungan anak Thailand (Child Protection

Act(2003)) 79Lihat pasal 4 Pengadilan Anak dan Pengadilan Acara dan Prosedur B.E. 2553 (2010)

(Juvenile and Family Court and Procedure ActB.E. 2553 (2010))

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

47

5) Usia anak menurut undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang

Peradilan pidana Anak dan undang-undang nomor 35 tahun 2014

Undang-undang nomor 35 tahun 2014 terdapat dalam pasal 1

angka 1 bahwa : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18

(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.80

Sedangkan Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang

disebutkan dalam pasal 1 angka 3 undang-undnag nomor 11 tahun

2012 tentang peradilan pidana anak adalah anak yang telah berumur 12

(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang

diduga melakukan tindak pidana.

Batas usia dan definisi anak yang dikutip penulis dalam

undang-undang peradilan anak akan menjadi acuan penulis, sehingga

nanti akan dibandingkan dengan undang-undang peradilan anak di

Thailand. Penulis juga akan menambahkan analisis pembahasan untuk

mengkomparasikannya dengan undang-undang perlindungan anak dan

KUHP Indonesia terkait batas usia anak.

6) Konsep Pemidanaan anak menurut KUHP Indonesia dan

Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Peradilan Pidana

Anak

Dalam hal penuntutan pidana terhadap anak karena melakukan

suatu perbuatan pidana sebelum umur 16 tahun menurut KUHP

Indonesia, hakim dapat menentukan memerintahkan supaya yang

80Lihat pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 23 tahun 2012 tentang perlindungan anak

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

48

bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau

pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya

yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun,

namun dikecualikan jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah

satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497,

503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum

lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan

atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah

menjadi tetap atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.”81

Konsep pemidanaan menurut KUHP Indonesia sangat penting

dalam pembahasan ini dan penulis dapat menguraikanya kemudian

mengkomparasikannya dengan konsep pemidanaan anak berdasarkan

peradilan pidana anak di Indonesia.

Undang-undang peradilan anak membagijenis pemidanaan anak

yaitu Pidana yang di berlakukan terhadap anak terbagi 2(dua) pidana

pokok dan pidana tambahan dengan penjabaran berikut, yaitu:82

1) Pidana Pokok

a) Pidana Peringatan

Pidana Peringatan adalah pidana ringan yang tidak

mengakibatkan pembatasan kebebasan anak. Pidana peringatan

bentuknya berupa teguran dan peringatan yag di terima anak

81Lihat pasal 45 KUHP Indonesia Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang

Peraturan Hukum Pidana 82Amelia Geiby Lembong. 2014. Kajian Hukum Terhadap Sistem Pemidanaan Anak

Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012. Lex Crimen Vol. III/No. 4/ Ags-Nov/2014

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

49

sebagai pelaku tindak pidana agar tidak mengulangi

kesalaha/pelanggaran yang dapat merugikan orang lain pidana

ini terdapat dalam Pasal 72 Undang-Undang No.11 Tahun 2012

tentang peradilan pidana anak.

b) Pidana dengan syarat

Pidana tersebut terdapat dalam pasal 73 dalam undang-

undang Peradilan Pidana Anak mengatur maksimal penjatuhan

pidana oleh hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan

paling lama dua tahun. Ada persyaratan umum dan khusus

yang berlaku yaitu persyaratan umunya adalah anak tidak akan

melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana.

sedangkan persyaratan khusus yaitu persyaratan yang di

keluarkan hakim untuk tidak melakukan tindak pidana tertentu

yang telah di tetapkan oleh hakim. Tindak pidana tertentu

tersebut tidak dapat dilanggar anak syarat utama, selain itu ada

beberapa hal yang akan di keluarkan hakim sebagai syarat yang

harus dilakukan anak seperti wajib lapor dan syarat lainnya

yang harus dipatuhi anak.

Pidana bersyarat yang di jatuhkan oleh hakim memiliki

beberapa jenis penahanan bagi anak sebagai pelaku dengan

tujuan pembinaan anak, yaitu berupa :

1. Pembinaan diluar lembaga, Pasal 75 undang-undang

peradilan pidana anak mengenai pembinaan di luar lembaga

dapat berupa mengikuti program pembimbingan dan

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

50

penyuluhan yangdilakukan oleh pejabat pembina maupun

dari organisasi sosial masyarakat.

2. Pelayanan masyarakat, Pasal 76undang-undang peradilan

pidana anak mengenai pidana Pelayanan Masyarakat yang

bertujuan untuk mendidik anak dengan meningkatkan

kepedulian dalam hal kegiatan positif yang ada di

masyarakat.

3. Pengawasan, pasal 77undang-undang peradilan pidana anak

yait Pengawasan bagi anak di tempatkan di bawah

pengawasan penuntut umum dan di bimbing oleh

pembimbingkemasyarakatan.

c) Pelatihan kerja

Pidana Pelatihan kerja di atur dalam Pasal 78 UU No.11

Tahun 2012 tentang peradilan pidana anak, bahwa pelatihan

kerjaadalah pelatihan yang dilakukan dalam lembaga yang

melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia anak

dengan pelatihan kerja paling singkat 3 bulan dan paling lama

1tahun.

d) Pembinaan dalam lembaga

Pidana pembinaan di dalam lembaga dapat dilakukan di

tempat pelatihan yang di selenggarakan oleh pemerintah

maupun swasta. Pembinaan ini dijatuhkan oleh hakim terhadap

anak sebagai pelaku apabila keadaan dan perbuatan yang

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

51

dilakukan anak tidak membahayakan masyarakat, dengan

pembinaan paling singkat 3bulan dn paling lama 24 bulan.

Namun dengan syarat anak yang berkelakuan baik yang telah

menjalani ½ (satu perdua) masa pembinaan yang lebih dari 3

bulan mendapatkan pembebasan bersyarat, pidana ini diatur

dalam Pasal 80 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang

peradilan pidana anak.

e) Penjara

Pidana Penjara terhadap anak hanya dapat di lakukan

sebagai upaya terakhir dan Anak yang dijatuhi pidana penjara

di lembaga pendidikan Khusus anak (LPKA) hanya dapat

dilakukan apabila keadaan anak dapat membahayakan

masyarakat, seperti berikut :

Ancaman pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling

lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana

penjara bagi orang dewasa. Lamanya pembinaan anak

dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas)

tahun, dan anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) dari

lamanya pembinaan dan memiliki catatan berkelakuan

baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Jika

pidana yang dilakukan anak merupakan tindakan yang

dapat diancam seumur hidup maka anak hanya dapat

dijatuhkan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)

tahun”. pidana ini di atur dalam Pasal 81 UU No.11 Tahun

2012 tentang peradilan pidana anak.83

2) Pidana tambahan

Selain pidana pokok pidana tambahan juga ada di dalam

pemidanaan anak sebagai pelaku tindak pidana, seperti yang

83Lihat Pasal 81 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang peradilan pidana anak.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

52

disebutkan dalam pasal 71 ayat (2) undang-undang nomor 11 tahun

2012 tentang peradilan pidana anak, yaitu:

Pidana tambahan terdiri dari :

a) Perampasan keuntungan yang di peroleh dari tindak pidana;

b) Pemenuhan kewajiban adat.84

Dijelaskan dalam jurnalnya Amelia Geiby Lembong tentang

Kajian Hukum Terhadap Sistem Pemidanaan Anak Menurut

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012.

Tindakan yang berlaku dalam Undang-undang Sistem

Peradilan Pidana Anak yaitu:

a. Pengembalian kepada orang tua

b. Penyerahan kepada seseorang

c. Perawatan dirumah sakit jiwa

d. Perawatan di LPKS

e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau

pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan

swasta

f. Pencabutan surat ijin mengemudi

g. Perbaikan akibat tindak pidana85

Penulis mengutip jenis pemidanaan ini untuk membantu

penulis dalam menganalisis pembahasan mengenai sitem

pemidanaan anak di Indonesia dan menjadi rujukan penulis dalam

membandingkan sistem pemidanaan tersebut dengan sistem

pemidanaan di negara Thailand sesuai dengan undang-undang

peradilan pidana anak yang berlaku di negara tersebut.

84Lihat Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang peradilan pidana

anak. 85Amelia Geiby Lembong. Op.cit

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

53

7) Konsep pemidanaan anak menurut Criminal Code Thailand dan

The Juvenile Andfamily Court And Juvenile And Family Procedure

B.E. 2553 (2010)

Setiap negara memiliki konsep pemidanaannya tersendiri dalam

pemidanaan anak, terlepas dari itu Thailand juga memili

pemidanaannya sendiri seperti yang disebutkan dalam pasal-pasal

KUHP Thailand sebagai berikut :

1) Pada criminal code Thailand pasal 18 menyebutkan pemidanaan

terhadap orang dewasa, jenis Pidana yang dikenakan pada

seseorang yang melakukan Tindak Pidana adalah pidana mati,

pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan Penyitaan Aset

kepemilikan. Akan tetapi pada paragraf selanjutnya pada pasal ini

Hukuman mati dan penjara seumur hidup tidak akan ditegakkan

kepada pelaku yang berusia kurang dari delapan belas tahun dan

pemidanaan terhadap orang yang berusia dibawah 18 tahun

diringankan pidanya dengan dipenjara selama lima puluh tahun.

(section 18 :Punishments for inflicting upon the offenders

are as follows:

(1) Death;

(2) Imprisonment;

(3) Confinement;

(4) Fine;

(5) Forfeiture ofproperty.

The capital punishment and life imprisonment shall be not

enforced to offenderless than eighteen years of age.

In case of offender less than eighteen years of age has

committed the offence to be punished with death or

imprisoned for life, the punishment, as aforesaid. shall be

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

54

deemed as commuted as imprisoned for fiftyyears).86

2) Berdasarkan Bagian 73 anak yang berusia tujuh tahun kebawah

tidak akan dihukum karena melakukan pelanggaran hukum (“A

child not yet over seven years of age shall not be punished for

committing what is provided by the law to be an offence”).87

3) Berdasarkan Bagian 74 Setiap kali seorang anak di atas tujuh tahun

tetapi belum lebih dari empat belas tahun melakukan pelanggaran

hukum, anak tersebut tidak akan dihukum, akan tetapi Pengadilan

akan memiliki kewenangan sebagai berikut : (“Whenever a child

over seven years but not yet over fourteen years of age commits

what is provided by the law to be an offence, he shall not be

punished, but the Court shall have the power as follows”)88:

(1) Untuk memperingatkan anak dan kemudian memecatnya; dan

Pengadilan dapat, jika dianggap sesuai, memanggil orang tua

atau wali anak atau orang yang dengannya anak tersebut

berada untuk diberi peringatan juga. (ayat 1 : “To admonish

the child and then discharge him ; and the Court may, if it

thinks fit, summon the parents or guardian of the child or the

person with whom the child is residing to be given an

admonitiontoo”);89

86Lihat pasal 18 KUHP Thailand Criminal Code B.E. 2547 (2003) 87Lihat pasal 73 KUHP Thailand Criminal Code B.E. 2547 (2003) 88Lihat pasal 74 KUHP Thailand Criminal Code B.E. 2547 (2003) 89Lihat pasal 74 ayat 1 KUHP Thailand Criminal Code B.E. 2547 (2003)

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

55

(2) Jika Pengadilan berpendapat bahwa orang tua atau wali dapat

mengasuh anak, Pengadilan dapat memerintahkan untuk

menyerahkan anak kepada orang tuanya atau wali dengan

memberlakukan ketentuan bahwa orang tua atau wali harus

menjaga anak tersebut. menjamin anak itu tidak menyebabkan

kerugian apa pun sepanjang waktu yang ditentukan oleh

Pengadilan, tetapi tidak melebihi tiga tahun, dan menetapkan

sejumlah uang, yang dianggap sesuai, yang harus dibayar oleh

orang tua atau wali kepada Pengadilan, tetapi tidak melebihi

seribu Baht untuk setiap kali ketika anak tersebut

menyebabkan kerusakan

(ayat 2 :If the Court is of opinion that the parents

or guardian are able to take care of the child, the

Court may give order to hand over the child to his

parents or guardian by imposing the stipulation

that the parents or guardian shall take care that

the child does not cause any harm throughout the

time prescribed by the Court, but not exceeding

three years, and fixing a sum of money, as it thinks

fit, which the parents or guardian shall have to

pay to the Court, but not exceeding one thousand

Baht for each time when such child causesharm)90

(3) Dalam hal Pengadilan menyerahkan anak kepada orang

tuanya, wali atau kepada orang yang tinggal dengan anak

tersebut, Pengadilan dapat menentukan kondisi untuk

mengendalikan perilaku anak dengan cara yang sama seperti

yang disediakan. Dalam kasus seperti itu, Pengadilan harus

90Lihat pasal 74 ayat 2 KUHP Thailand Criminal Code B.E. 2547 (2003)

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

56

menunjuk seorang petugas masa percobaan atau pejabat

lainnya untuk mengawasi perilaku anak.

(ayat 3 :In case of the Court hands over the child

to his parents, guardian or to the person with

whom the child resides according to (2), the Court

may determine the conditions for controlling

behavior of the child in the same manner as

provided in Section 56 also. In such case, the

Court shall appoint a probation officer or any

other official to control behavior of thechild;)91

(4) Untuk mengirim anak tersebut ke sekolah atau tempat

pelatihan dan pengajaran atau tempat yang didirikan untuk

pelatihan dan memberikan instruksi kepada anak-anak selama

periode waktu yang ditentukan oleh Pengadilan tetapi tidak

lebih dari waktu ketika anak tersebut harus menyelesaikan

delapan belas tahun umur.( ayat 5 :To send such child to a

school or place of training and instruction or a place

established for training and giving instruction to children

throughout the period of time prescribed by the Court but not

longer than the time when such child shall have completed

eighteen years of age.)92

4) Bagian 75 KUHP Thailand menetapkan bahwa setiap orang yang

berusia di atas 14 tahun tetapi belum berusia di atas 17 tahun

melakukan tindakan yang diberikan oleh hukum sebagai

pelanggaran, pengadilan harus mempertimbangkan rasa tanggung

91Lihat pasal 74 ayat 3 KUHP Thailand Criminal Code B.E. 2547 (2003) 92Lihat pasal 74 ayat 5 KUHP Thailand Criminal Code B.E. 2547 (2003)

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

57

jawab dan semua hal-hal lain yang menyangkut dirinya untuk

mengambil keputusan apakah itu pantas atau tidak untuk

menjatuhkan hukuman dengan menjatuhkan hukuman padanya.

Section 75 of the Thai Penal Code provides that whenever

any person over 14 years but not yet over 17 years of age

commits any act provided by the law to be an offence, the

court shall take into account the sense of responsibility

and all other things concerning him or her in order to

come to a decision as to whether or not it is appropriate

to pass judgment by inflicting punishment on him or her.93

5) Pasal 76 KUHP Thailand Setiap orang yang berumur tujuh belas

tahun tetapi tidak diatas dua puluh tahun melakukan suatu tindakan

yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai suatu pelanggaran,

Pengadilan dapat mengurangi skala hukuman yang diberikan untuk

pelanggaran tersebut, sepertiga atau setengahnya(“Any person out

of seventeen years but not out of twenty years of age commits an

act as prescribed by the law to be an offence, if the Court to deem

expedient may reduce the scale of the punishment as provided for

such offence by one-third or a half”).94

Penulis mengutip konsep pemidanaan anak di negara

Thailand tersebut untuk menjadi perbandingan dengan konsep

pemidanaan anak berdasarkan KUHP Indonesia, kemudian

93Lihat pasal 75 KUHP Thailand Criminal Code B.E. 2547 (2003) 94Lihat pasal 76 KUHP Thailand Criminal Code B.E. 2547 (2003)

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

58

penulis akan menyimpulkan hasil perbandingan antara kedua

KUHP tersebut sebelum masuk kedalam perbandingan hukum

acara peradilan anak sesuai pelanggarannya.

Konsep The Juvenile And Family Court And Its Procedural

Code Act Of sistemB.E. (2553) 2010 pemidanaananak di Thailand

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

The Juvenile and Family Court and Procedure Act 1991 was

repealed and replaced by the Juvenile and Family Court Act

2010 ( B.E. 2553) CHAPTER VII: Special Measures in Place of

criminal Prosecution:

Article 86

A child or j uvenile is alleged to have committed a criminal

offence that is punishable by maximum of 5 years’

imprisonment.

Child or Juvenile has shown repentance for his or her act

before the prosecution, and the Director of the Juvenile

Observation Center considers bytaking into account

theage,personal, records, behaviours, intelligence,

education background, physical and mental conditions,

occupation, financial status and cause of the offence, that

the child or j uvenile may reform himself or herself without

the requirement for prosecution.

The preparation of the Rehabilitation Plan shall be subject

to consent from the victim and the child or j uvenile.

Ifit appears to the court that the process of preparing the

rehabilitation plan is unlawful,the court may issue an order

as it considers appropriate.

(Undang-Undang Pengadilan dan Prosedur Pengadilan Anak

dan Keluarga 1991 dibatalkan dan diganti oleh Undang-Undang

Keluarga dan Remaja 2010 (B.E. 2553) BAB VII: Tindakan

Khusus untuk Penuntutan Pidana:

Artikel 86

Seorang anak atau remaja dituduh telah melakukan tindak

pidana yang dapat dihukum maksimal 5 tahun penjara.

Anak atau Remaja telah menunjukkan pertobatan atas

tindakan-nya sebelum penuntutan, dan Direktur Pusat

Pengamatan Remaja mempertimbangkan dengan

mempertimbangkan pertanggung jawaban, pribadi,

mencatat, perilaku, kecerdasan, latar belakang pendidikan,

kondisi fisik dan mental, pekerjaan, status keuangan dan

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pemidanaan 1 ...eprints.umm.ac.id/46745/3/BAB II.pdfmelanggar aturan tersebut.”29 Seperti yang disebutkan oleh Moelijatno tindak pidana itu

59

penyebab pelanggaran, sehingga anak atau remaja dapat

mereformasi dirinya sendiri tanpa persyaratan untuk

penuntutan.

Persiapan Rencana Rehabilitasi harus mendapat persetujuan

dari korban untuk dan anak atau remaja

Jika tampak di pengadilan bahwa proses penyusunan

rencana rehabilitasi itu melanggar hukum, pengadilan dapat

mengeluarkan perintah yang dianggap perlu.95

Undang-undang peradilan pidana anak di Thailand dalam

pemidanaan anak lebih menekankan pada rehabilitasi terhadap anak

dibandingkan memberikan hukuman terhadap anak dengan syarat anak

tersebut menunjukan pertobatan atas perbuatannya dan

mempertimbangkan pertanggung jawaban, pribadi, mencatat, perilaku,

kecerdasan, latar belakang pendidikan, kondisi fisik dan mental,

pekerjaan, status keuangan dan penyebab pelanggaran.

Pengutipan ini akanmenjadi rujukan penulis dalam

membandingkannya dengan sistem pemidanaan anak di Indonesia akan

tetapi dalam bab pembahasan penulis akan menjelaskan lebih detail

dengan mencantumkan pasal demi pasal yang mengatur sistem

pemidanaan anak di Indonesia dalam bentuk tabel, sehingga nanti

penulis dapat mengetahui persamaan dan perbedaan, kelebihan dan

kekurangan kedua sistem pemidanaan anak masing-masing negara

tersebut untuk mengetahui hasil akhir dari penulisan ini.

95Lihat pasal 86 Undang-Undang Pengadilan dan Prosedur Pengadilan Anak dan

Keluarga B.E. 2553 (2010) (The Juvenile And family Court And Juvenile And Family Procedure

B.E. 2553 (2010))