bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan mengenai tenaga kerjaeprints.umm.ac.id/39543/3/bab ii.pdfdibuat...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Mengenai Tenaga Kerja
A.1. Pengertian Tenaga Kerja
Meurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Menurut Rusli yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap orang
yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan
kata lain, pekerja atau buruh adalah tenaga kerja yang sedang dalam ikatan
hubungan kerja.1
Dapat penulis simpulkan yang dapat dikatakan sebagai pekerja adalah
setiap orang yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun masyarakat. Pekerja ini bekerja
dengan menerima imbalan dari orang yang mempekerjakannya. Pekerja
tersebut diikat oleh pemberi kerja dalam suatu hubungan kerja, yang biasanya
dibuat dalam perjanjian kerja.
A.2. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja
Hak dan kewajiban tenaga kerja diatur dalam Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Adapun hak dan kewajiban tersebut
akan penulis sebutkan sebagai berikut:
A.2.1 Hak Tenaga Kerja
- Pasal 5 Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan;
- Pasal 6 Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi dari pengusaha;
1 Hardijan Rusli. 2003. Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta:Ghalia Indonesia. Hal 12-13
13
- Pasal 11 Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau
meningkatkan dan/atau meng embangkan kompetensi kerja sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.;
- Pasal 12 ayat (3) Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk
mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.;
- Pasal 18 ayat (1) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan
kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang
diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga
pelatihan kerja swasta atau pelatihan ditempat kerja;
- Pasal 23 Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan
berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan
atau lembaga sertifikasi;
- Pasal 31 Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang
sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan
memperoleh penghasilan yang layak didalam atau diluar negeri.;
- Pasal 67 Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang
cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatannya;
- Pasal 78 ayat (2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi
waktu kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat (1) wajib
membayar upah kerja lembur;
- Pasal 79 ayat (1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti
kepada pekerja;
- Pasal 80 Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya
kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh
agamanya;
- Pasal 82 Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selam 1,5
(satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (Satu
setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter
kandungan atau bidan;
- 84 Setiap pekerja yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 80 dan Pasal
82 berhak mendapatkan upah penuh;
- Pasal 85 ayat (1) Pekerja tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi;
14
- Pasal 86 ayat (1) Setiap pekerja mempunyai Hak untuk memperoleh
perlindungan atas: a. Keselamatan dan kesehatan kerja b. Moral dan
kesusilaan dan c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama;
- Pasal 88 Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan;
- Pasal 90 Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89;
- Pasal 99 ayat (1) Setiap pekerja dan keluarganya berHak untuk
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja;
- Pasal 104 ayat (1) Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi
anggota serikat pekerja;
- Pasal 137 Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja
dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya
perundingan;
- Pasal 156 ayat (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja,
pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja serta uang pengganti hak yang seharusnya
diterima.
A.2.2 Kewajiban Tenaga Kerja
- Pasal 102 ayat (2) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja
dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai
dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan
produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan
keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan
memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya;
- Pasal 126 ayat (1) Pengusaha, serikat pekerja dan pekerja wajib
melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.
Pengusaha dan serikat pekerja wajib memberitahukan isi perjanjian
kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja;
- Pasal 136 ayat (1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib
dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja secara
musyawarah untuk mufakat;
15
- Pasal 140 ayat (1) Sekurang kurangnya dalam waktu 7 (Tujuh) hari
kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat pekerja
wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi
yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.
A.3 Waktu Kerja
Berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (2) dan Pasal 78 ayat (1) dan (2)
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka waktu
kerja bagi pekerja / buruh adalah sebagai berikut.
Pasal 77 ayat (2)
“Waktu kerja sebagaimana dimaskud dalam ayat (1) meliputi: a. 7 (tujuh)
jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu)
hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) mingu.”
Pasal 78 ayat (1) dan (2)
“(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat: a.
ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan b. waktu kerja
lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu)
hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu;
(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja
lembur.”
Menurut ketentuan tersebut maka waktu kerja pekerja / buruh adalah
maksimal 40 (empat puluh) jam dalam satu minggu dan waktu lembur
maksimal selama 14 (empat belas) jam dalam satu minggu. Dengan jumlah
hari kerja 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu atau 6 (enam) hari dalam 1
(satu) minggu. Kelebihan waktu kerja tersebt harus diganti oleh pemberi kerja
dengan memberikan upah lembur kepada pekerja / buruh. Hal demikian
sifatnya wajb sebagai perintah dari undang-undang ketenagakerjaan.
Ketentuan undang-undang tersebut tidak boleh dilanggar, dan memiliki
sanksi yang diatur dalam Pasal 187 Undang-undang Ketenagakerjaan bagi
yang melanggarnya. Pasal 187 tersebut mengatur bahwa pemberi kerja yang
mempekerjakan pekerja / buruh melebihi waktu 40 (empat puluh) jam dalam 1
(satu) minggu dan tidak memberikan pekera / buruh uang lembur maka
diancam dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling
16
lama 12 (dua belas) bulan dan / atau denda paling sedikit Rp 10.000.000, 00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000, 00 (seratus juta
rupiah).
Pengaturan mengenai waktu kerja ini tentunya merupakan upaya
pemerintah menjamin hak-hak dari pekerja / buruh agar tenaga mereka tidak
dieksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pengaturan ini
tidak hanya menguntungkan pekerja / buruh namun pemberi kerja juga
diuntungkan. Apabila pekerja / buruh memiliki waktu istirahat yang seimbang
maka pekerja / buruh dapat bekerja dengan optimal.
B. Tinjauan Mengenai Tempat Kerja
Menurut Husni, yang dikatakan sebagai tempat kerja adalah setiap
tempat yang didalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu:2
1. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun sosial;
2. Adanya sumber bahaya;
3. Adanya tenaga kerja.
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, yang dimaksud dengan tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau
yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana
terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.3 Yang termasuk dalam tempat
kerja dijabarkan dalam pasal 2 undang - undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja yaitu semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut.4
Ruang lingkup yang termasuk dalam tempat kerja menurut pasal 2 ayat
2 (2) undang - undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
adalah sebagai berikut:
Pasal 2 ayat (2)
2 Lalu Husni. 2004. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta:Rajawali Press. Hal 138 3 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 4 Ibid. Pasal 2
17
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat
kerja di mana:
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat
menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau
disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk
bangunan perairan, saluran, atau terowongan di bawah tanah dan
sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan;
d. dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan
dan lapangan kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam
atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral
lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar
perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di
daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di
udara;
g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga,
dok, stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di
dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau
perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut
atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
18
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar,
televisi, atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat tehnis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar pilem, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi
lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
C. Tinjauan Mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja
C.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut Agus serta menurut Maltis dan Jackson dalam Catarina Cori
dan Andi Wijayanto Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang
aman dengan dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga
lantai dan tangga bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air
yang baik. Keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan
pekerjaan.5
Menurut Suma’mur kesehatan kerja adalah
“spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya
yang bertujuan, agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun
social, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-
penyakit, gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan keja, serta terhadap penyakit-penyakit
umum”.6
5 Catarina Cori dan Andi Wijayanto. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap
Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. PLN (Persero) APJ Semarang. Jurnal Administrasi Bisnis Volume
I Nomor 1 September 2012. Hal 2 6 Dr.Suma’mur P.K.,M.Sc. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:PT. Toko
Gunung Agung. Hal 1
19
Sedangkan Manulang berpendapat bahwa kesehatan kerja adalah
bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja meperoleh
keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun social sehingga
memungkinkan dapat bekerja secara optimal.7
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesehatan kerja adalah bagian dari
ilmu kesehatan yang bertujuan agar pekerja mendapatkan kondisi yang
optimal dalam bekerja. Kondisi ini baik kondisi fisik maupun kondisi mental
pekerja itu sendiri. Hal ini bertujuan agar pekerja dapat bekerja secara optimal
dan menghasilkan pekerjaan sesuai target yang diharapkan.
Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofi merupakan suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Pelaksanaan kesehatan kerja oleh pengusaha juga memiliki tujuan dan
sasaran. Menurut Suma’mur sasaran pelaksanaan kesehatan kerja yaitu: 1)
Mencegah dan memberantas penyakit akibat kerja; 2) Memelihara dan
meningkatkan kesehatan kerja dan gizi pekerja; 3) Memberantas kelelahan
kerja; dan 4) Perlindungan bagi masyarakat sekitar terhadap bahaya yang
ditimbulkan.8
Peningkatan keselamatan dan kesehatan dalam pekerjaan adalah
sebuah fungsi penting dari manajemen yang baik. Peningkatan keselamatan
dan kesehatan kerja bukan hanya sebuah fungsi dari manajemen yang baik,
tetapi harus menjadi suatu fungsi normal. Efektivitas fungsi ini, seperti fungsi
lain, tergantung pada teknik yang diterapkan.9
C.2 Dasar Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja
7 Sendjun H . Manulang. 2001. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.
Jakarta:Rineka Cipta. Hal 89 8 Dr.Suma’mur P.K.,M.Sc. Op.Cit . Hal 2
9 Dameyanti Sihombing D. R. O. Walangitan, Pingkan A. K. Pratasis. Implementasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pasa proyek di Kota Bitung (Studi Kasus Proyek
Pembangunan Pabrik Minyak PT. MNS). Jurnal Sipil Statik Vol.2 No.3, Maret 2014 (124-130) ISSN:
2337-6732. Hal 125
20
Abad ke-17, masalah keselamatan dalam perusahaan mulai terasa
terutama untuk melindungi modal yang ditanam. Pada tahun 1907, diadakan
pengaturan tentang pengangkutan obat, senjata, petasan, peluru dan bahan-
bahan yang dapat meledak bagi kepentingan angkatan bersenjata dengan
angkutan kereta api. Lebih banyak lagi industri-industri yang relatif besar
didirikan, sehingga perlu dikeluarkan “Veiligheids reglement” pada tahun
1910, pada tahun 1916 dibuat Undang-undang pengawasan tambang yang
berisi keselamatan dan kesehatan tambang, kemudian pada tahun 1927 lahir
Undang-undang gangguan yang berisi tentang pendirian perusahaan yang
membahayakan, kerugian perusahaan dan gangguan. Tiga belas tahun
kemudian, tepatnya pada tahun 1940, keluar pengaturan tentang biaya
pemeriksaan keselamatan kerja di perusahaan.10
Keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial.
Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan telah diatur dengan jelas mengenai hak pekerja atas
kesehatan dan keselamatan kerja dalam pasal 86. Dalam pasal 86 tersebut
diatur jelas bahwa pekerja berhak untuk mendapatkan keselamatan dan
kesehatan kerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Hak
tersebut harus dipenuhi oleh pemberi kerja agar pekerja dapat bekerja dengan
optimal yang pada akhirnya akan menguntungan pemberi kerja itu sendiri.
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
kerja diatur bahwa setiap pekerja wajib dan berhak untuk memakai alat-alat
perlindungan diri. Alat-alat ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan kerja bagi pekerja. Diharapkannya dengan memakai alat-alat
perlindungan diri dapat meminimalisir resiko-resiko pekerjaan yang dapat
menimpa pekerja. Apabila alat-alat tersebut tidak tersedia maka pekerja
berhak untuk meminta kepada pemberi kerja agar menyediakannya.
Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial diatur bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya beserta
10 Ibid. Hal 126
21
pekerjaannya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jamina Sosial.
Dengan demikian untuk tercapainya perlindungan dan pemeliharaan kesehatan
dan keselamatan kerja bagi pekerja, maka pemerintah mewajibkan pemberi
kerja untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya menjadi peserta jaminan
sosial.
C.3 Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis , yaitu
perlindungan terhadap pekerja agar selamat dari bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja
tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja, tetapi juga kepada
pengusaha dan pemerintah.11
a. Bagi pekerja, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja akan dapat
memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa
khawatir sewaktu-waktu tertimpa kecelakaan kerja;
b. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya
dapat mengurangi resiko terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan
pengusaha harus memberikan jaminan sosial;
c. Bagi pemerintah dan masyarakat, dengan adanya dan ditaatinya peraturan
keselamtan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk
mensejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi
perusahaan baik kualitas maupun kuantitas.
Berdasarkan penjelasan Zaeni diatas dapat penulis simpulkan bahwa
dengan adanya keselamatan kerja maka akan menguntungkan semua pihak
yang terkait dengan pekerjaan tersebut. Pekerja, pemberi kerja, serta
pemerintah dan masyarakat akan mendapat keuntungannya masing-masing
sesuai dengan kapasitasnya.
D. Tinjauan Mengenai Kecelakaan Kerja
D.1 Tinjauan Umum Kecelakaan Kerja
11 Zaeni Ashyhadie I. 2008. Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jakarta:PT.
Rajawali. Hal 94-95
22
Kecelakaan didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak terduga ,
semula tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari
suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik bagi manusia atau harta
benda, sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan
tidak diharapkan dan tidak terencana yang mengakibatkan luka, sakit,
kerugian baik bagi manusia, barang, maupun lingkungan.12
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Tidak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat
unsur kesengajaan. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai
kerugian material maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai ke yang
paling berat. 13
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki
dan seringkali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik
waktu, harta benda, atau properti maupun korban jiwa yang terjadi didalam
proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. 14
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja
adalah keadaan dimana suatu kejadian yang tidak diharapkan terjadi, sehingga
menimbulkan kerugian berupa kerugian waktu, harta benda, dan korban jiwa.
Kejadian tersebut dapat menimbulkan penderitaan bagi korbannya secara lahir
maupun batin. Dimana penderitaan tersebut terjadi dari yang paling ringan
sampai paling berat.
Kecelakaan kerja merupakan sebuah peristiwa yang tidak dikehendaki
oleh semua pihak, baik pemberi pekerja dan pekerja itu sendiri. Peristiwa
tersebut terjadi diluar kendali para pihak, dapat terjadi karena kesalahan dari
pekerja sendiri (huma eror) maupun terjadi karena tidak amannya lokasi kerja
tersebut. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan tersebut diperlukan
kehati-hatian dari pekerja dalam bekerja.
D.2 Jenis-Jenis Kecelakaan Kerja
Menurut pendapat Zaeni terdapat 3 (tiga) jenis kecelakaan kerja, yaitu:15
12 http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/definisi-pengertianfaktor- kecelakaan-kerja.html
diakses pada 15 Desember 2017 13 http://fauzalenviron.blogspot.co.id/p/kecelakaan-kerja.html. diakses pada 15 Desember 2017 14 Ibid
15 Zaeni Ashyhadie I. Op.cit. Hal 131
23
a. Golongan pertama, yang mengartikan kecelakaan kerja secara
sempit yaitu golongan yang hanya meliputi kecelakaan kerja yang
terjadi di perusahaan saja;
b. Golongan kedua, yang mengartikan kecelakaan kerja yang bukann
hanya terjadi diperusahaan saja, tetapi juga penyakit yang timbul
akibat hubungan kerja di perusahaan tempat bekerja;
c. Golongan ketiga, yang mengartikan kecelakaan kerja secara luas,
yaitu jenis kecelakaan kerja yang meliputi golongan pertama dan
golongan kedua ditambah keceelakan (lalu lintas) yang terjadi pada
saat pulang dan pergi ke tempat kerja, dengan melaui rute yang
biasa dilalui.
Menurut pendapat Manulang, yang dapat dikatakan kecelakaan kerja adalah
sebagai berikut:16
a. Kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja atau lingkungan
tempat kerja;
b. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dan
pulang dari tempat kerja, sepanjang melalui perjalanan yang
wajar dan biasa dilewati setiap hari;
c. Kecelakaan terjadi ditempat lain dalam rangka tugas atau
secara langsung bersangkt paut dengan penugasan dan tidak
ada unsur kepentingan pribadi;
d. Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja.
Dari dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dikatakan sebagai kecelakaan kerja tidak hanya kecelakaan yang terjadi pada
jam kerja saja. Namun dapat juga terjadi diluar jam kerja, selama masih
berkaitan dengan pekerjaan pekerja tersebut. Kecelakaan yang terjadi pada
saat perjalanan menuju tempat kerja serta perjalanan pulang dari tempat kerja
juga dapat dikatakan sebagai kecelakaan kerja sepanjang melalui jalur yang
wajar dan biasa digunakan.
16 Sendjun H . Manulang. Op.cit. Hal 115
24
Tidak hanya itu, penyakit yang timbul akibat pekerjaan juga dapat
dikatakan kecelakaan kerja. Semisal seorang yang bekeja pada lingkungan
dengan tingkat radiasi yang tinggi, lalu menderita sakit yang diakibatkan oleh
radiasi tersebut maka ia dikatakan mengalami kecelakaan kerja. Hal ini
haruslah dibuktikan adanya hubungan langsung antara sakit yang dideritanya
dengan pekerjaan yang dilakukannya.
Menurut Ervianto dalam Salomi Wawuru dan Ferida Yuamita
mengatakan bahwa elemen-elemen yang patut dipertimbangkan dalam
mengembangkan dan mengimplementasikan program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja adalah sebagai berikut:
1. Komitmen perusahaan untuk mengembangkan program yang
mudah dilaksanakan;
2. Kebijakan pimpinan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
3. Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya
K3 dalam bekerja;
4. Ketentuan pengawasan selama proyek berlangsung;
5. Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung;
6. Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan;
7. Pemeriksaan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja;
8. Melakukan penelusuran penyebab utama terjadinya kecelakaan
kerja;
9. Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja;
10. Pendokumentasian yang memadai dan pencacatan kecelakaan kerja
secara kontinu.17
Berdasar pada pendapat Ervianto tersebut maka penulis menyimpulkan
bahwa untuk dapat mengimplementasikan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja maka diperlukan komitmen yang besar dalam perusahaan
untuk melaksanakannya. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya tim khusus
yang menangani Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada perusahaan tersebut.
17 Salomi Wawuru dan Ferida Yuamita. Analisis Faktor Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
yang Signifikan Mempengaruhi Kecelakaan Kerja Pada Proyek Pembangunan Apartemen Student
Castle. Jurnal Spektrum Industri. 2016. Vol. 14. No. 1. 1 – 108. Hal 64
25
Hal tersebut bertujuan agar pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dapat berjalan sebagaimana mestinya guna menjamin hak-hak pekerja / buruh.
D.3 Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja, yaitu
faktor teknis, faktor non teknis, dan faktor alam. Adapun penjelasan dari
faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:18
a. Faktor Teknis
1) Tempat Kerja
Tempat kerja harus memenuhi syarat keselamatan kerja, seperti
ukuran, ruangan tempat kerja, penerangan, ventilasi udara, suhu
tempat kerja, lantai dan kebersihan ruangan, kelistrikan ruangan,
pewarnaan, gudang dan lain sebagainya.
2) Kondisi Peralatan
Mesin-mesin dan peralatan kerja pada dasarnya mengandung
bahaya dan menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Misalnya
karena mesin atau peralatan yagn berputar, bergerak, bergesekan,
bergeral bolak-balik, sabuk yang berjalan, roda gigi yang bergerak,
transmisi serta peralatan lainnya.
3) Bahan-Bahan dan Peralatan yang Bergerak
Pemindahan barang-barang yang berat atau berbahaya dari satu
tempat ketempat lain sangat memungkinkan terjadinya kecelakaan
kerja.
4) Transportasi
Kecelakaan kerja yang diakibatkan dari penggunaan alat
transportasi juga cukup banyak. Dari penggunaan alat yang tidak
tepat, beban yang berlebihan, jalan yang tidak baik, kecepatan
kendaraan yang berlebihan, penempatan beban yang tidak baik,
semuanya dapat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja.
b. Faktor Non Teknis
1) Ketidaktahuan;
18 http://www.definisi-pengertian.com. Loc.cit.
26
2) Kemampuan yang kurang;
3) Keterampilan yang kurang;
4) Bermain-main;
5) Bekerja tanpa peralatan keselamatan.
c. Faktor Alam
1) Gempa Bumi;
2) Banjir;
3) Tsunami;
4) Putting Beliung.
Faktor-faktor yang telah disebutkan diatas merupakan faktor-faktor
yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Faktor-faktor tersebut
dapat berupa faktor teknis, faktor non teknis, dan faktor alam. Faktor teknis
merupakan faktor yang terkait langsung dengan pekerjaan yang dilakukan oleh
pekerja. Sedangkan faktor non teknis merupakan faktor yang bersumber dari
diri pekerja itu sendiri. Faktor alam adalah faktor yang diakibatkan oleh
bencana alam itu sendiri.
Faktor teknis dan faktor non teknis menurut penulis adalah faktor yang
dapat dihindari. Pekerja harus memiliki pemahaman yang memadai terkait
resiko-resiko dari pekerjaannya, sehingga dapat mencegah agar resiko tersebut
tidak terjadi. Dalam bekerja pekerja juga harus berhati-hati sehingga
meminimalisir resiko yang dapat timbul dari pekerjaannya tersebut.
D.4 Kerugian yang Ditimbulkan oleh Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dapat menyebabkan kerugian. Kerugian-kerugian
tersebut terdiri atas:19
1) Kerusakan, merupakan kerugian yang berdampak pada peralatan atau
mesin yang digunaka dalam kerja atau pada hasil produksi;
2) Kekacauan organisasi, merupakan kerugian yang berdampak karena
adanya keterlambatan proses, pengantian alat atau tenaga kerja baru;
19 Salomi Wawuru dan Ferida Yuamita. Op.Cit. Hal 66
27
3) Keluhan dan kesedihan, merupakan kerugian non material yang
diderita oleh tenaga kerja namu lebih cenderung pada kerugian yang
bersifat psikis;
4) Kelainan dan cacat, merupaka kerugian yang diderita tenaga kerja
secara fisik, bisa berupa sakit yang terobati atau yang lebih fatal adalah
kelainan dan cacat;
5) Kematian, merupakan kerugian yang menduduki posisi puncak
terhadap fisik dan psikis tenaga kerja.
D.5 Pencegahan Kecelakaan Kerja
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yakni
sebagai berikut:20
1) Peraturan Perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan,
konstruksi, perawatan/pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan
cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh,
latihan, supervisi medis, PPPK, dan pemeliharaan kesehatan;
2) Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi
atau tidak resmi, misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat
keselamatan jenis peralaan industri tertentu, praktik keselamatan,
atau peralatan perlindugan diri;
3) Pengawasan, tentang dipatuhinya ketentun perundangan yang
diwajibkan;
4) Penelitian bersifat teknis, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan
yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian
alat perlindungan diri;
5) Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek
fisiologis dan patologis faktor lingkungan, teknologis, dan keadaan
fisik yang mengakibatkan kecelakaan;
6) Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola kejiwaan
yang meyebabkan terjadinya kecelakaan;
20 Ibid. Hal 64
28
7) Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis kecelakaan yang
terjadi, dalam pekerjaan apa dan sebab-sebabnya;
8) Pendidikan, yang menyangkut tentang pendidikan keselamatan
dalam kurikulum teknik sekolah perniagaan atau kursus
pertukangan;
9) Pengarahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau
pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat;
10) Asuransi, yaitu insentif financial untuk mningkatkan pencegahan
kecelakaan kerja, misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang
dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan
sangat baik;
11) Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan
ukura utama efektif tidaknya peneraapan keselamatan kerja. Pada
perusahaan kecelakaan terjadi, sedangkan pola kecelakaan pada
suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat kesadaran atau
keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.
Dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat mencegah terjadinya
kecelakan kerja tersebut tentunya diharapkan tidak ada kecelakan kerja yang
terjadi. Faktor-faktor diatas melibatkan diri para pekerja sendiri dan
lingkungan sekitarnya. Dimana pendidikan dan pengarahan terkait resiko
pekerjaan yang dijalani sangat berperan. Apabila pekerja telah memahi dengan
benar pekerjaan yang dilakukannya dan resikonya melalui pendidikan dan
pengarahan dari yang berkompeten pada bidang tersebut tentunya dapat
menekan angka kecelakaan kerja yang terjadi.
E. Tinjauan Mengenai Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri adalah seperangkat alat keselamatan yang
digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 21
21 http://belajark3.com/alat-pelindung-diri/, diakses pada 15 Desember 2017
29
Berdasarkan bagian tubuh yang dilindungi dari kontak dengan potensi
bahaya, terdapat beberapa macam alat pelindung diri, antara lain:22
a. Alat Pelindung Kepala
Pemakaian alat ini bertujuan untuk melindungi kepala dari terbentur
dan terpukul yang dapat menyebabkan luka juga melindungi kepala
dari panas, radiasi, api dan bahan-bahan kimia berbahaya serta
melindungi agar rambut tidak terjerat dalam mesin yang berputar.
b. Alat Pelindung Mata
Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari
kemungkinan kontak bahaya karena percikan atau kemasukan debu,
gas, uap, cairan korosif, partikel melayang, atau terkena radiasi
gelombang elektromagnetik.
c. Alat Pelindung Telinga
Selain berguna untuk melindungi pemakainya dari bahaya percikan api
atau logam panas, alat ini juga bekerja untuk mengurangi intensitas
suara yang masuk kedalam telinga.
d. Alat Pelindung Pernafasam
Alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap,
debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat
racun, korosi maupun rangsangan.
e. Alat Pelindung Kaki
Alat ini beerguna untuk melinndungi kaki dari benda-benda tajam,
larutan kimia, benda panas dan konta listrik.
f. Pakaian Pelindung
Alat pelindung ini berguna untuk melindungi seluruh tubuh dari
percikan api, panas, dingin, cairan kimia dan oli. Pakaian pelindung
dapat berbentuk apron yang menutupi sebagian tubuh pemakainya
yaitu mulai dari daerah dada sampai lutut, atau overall yaitu menutupi
seluruh tubuh. Aprin dapat terbuat dari kain drill, kulit, plastik, PVC,
karet, asbes, atau kain yang dilapisi aluminium. Apron tidak boleh
digunakan ditempat kerja dimana terdapat mesin yang berputar.
g. Sabuk Pengaman
22 Ibid
30
Alat pelindungi ini digunakan untuk melindungi tubuh dari
kemungkinan jatuh dari ketinggian, seperti pekerjaan mendaki,
memanjat pada pekerjaan konstruksi bangunan.
Berdasarkan pedoman penerapan SMK3 Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Republik Indonesia Nomor: PER.05/MEN/1996 Sistem Manajemen K3
didalam suatu perusahaan diarahkan kepada kemandirian perusahaan dan
sangat bergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan tenaga kerja
terhadap tugas dan kewajiban masingmasing serta upaya-upaya untuk
menciptakan cara kerja dan kondisi kerja yang selamat. Mekanisme operasi
rutin dibuat sedemikian rupa telah diatur melalui sesuatu mekanisme yang
konsisten, maka tenaga kerja akan berlaku sebagaimana aturan yang telah
dibuat dan peluang penyimpangan dapat diperkecil, peluang penyimpangan
sangat berarti bagi pengendalian kemungkinan kecelakaan kerja oleh faktor
manusia.
Alat pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri terdiri dari beberapa
jenis berdasarkan fungsinya, antara lain:
a. Topi Pelindung (Safety Helmet)
Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindug kepala, dan
sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk
mengunakannya dengar benar sesuai peraturan;
b. Pelindung Mata (safety Glasses)
Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu,
batu, atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin.Mengingat
partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak
terlihat oleh mata;
c. Masker Pelindung (safety Mask)
Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi
mengingat kondisi lokasi proyek itu sediri.Berbagai material konstruksi
berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu
kegiatan, misalnya serbuk kayu sisa dari kegiatan memotong,
mengampelas, mengerut kayu;
d. Penutup Telinga Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari
bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara
31
yang cukup keras dan bising.Terkadang efeknya buat jangka panjang,
bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini;
e. Sarung Tangan
Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan.
Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan
dari benda-benda keras dab tajam selama menjalankan kegiatannya;
f. Jas Hujan (Rain Coat
Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja
pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).;
g. Tali Pengaman (Safety Harness)
Sudah selayaknya bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada
ketinggian tertentu atau pada posisi yang membahayakan wajib
mengenakan tali pengaman atau safety belt. Fungsi utama talai
penganman ini dalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja
pada saat bekerja;
h. Sepatu kerja (safety shoes)
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap
kaki.Setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang
tebal supaya bisa bebas berjalan dimana-mana tanpa terluka oleh
benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran dari bagian bawah;
i. Pakaian kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia
terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai
badan.23
Alat-alat pelindung diri tersebut haruslah dipergunakan oleh pekerja
sesuai dengan kebutuhannya pada tempat kerja. Pekerja maupun pemberi kerja
haruslah memperhatikan keselamatan dalam bekerja sehingga tidak timbul
kecelakaan kerja. Apabila pemberi kerja memberikan fasilitas berupa alat-alat
pelindung diri serta pekerja patuh untuk menggunakannya, tentunya resiko
akan kecelakaan kerja dapat diminimalisir.
23 Dameyanti Sihombing D. R. O. Walangitan, Pingkan A. K. Pratasis. Op.Cit. Hal 127