bab ii tinjauan pustaka a. teori efektifitas...

36
20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukum Achmad Ali bependapat bahwa, ketika ingin mengetahui sejauh mana efektifitas dari hukum, maka pertama-tama harus dapat mengukur “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati” 11 . Lebih lanjut Achmad Ali pun mengemukakan bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektifitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam menjalankan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan tersebut 12 . Penelitian kepustakaan yang ada mengenai teori efektivitas memperlihatkan keanekaragaman dalam hal indikator penilaian tingkat efektivitas suatu hal. Hal ini terkadang mempersulit penelaahan terhadap suatu penelitian yang melibatkan teori efektivitas, namun secara umum, efektivitas suatu hal diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapaian target atau tujuan yang telah ditetapkan. Teori efektifitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu : 1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang) 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 11 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1, Kencana, Jakarta, 2010, Halaman 375 12 Ibid

Upload: others

Post on 15-Aug-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Efektifitas Hukum

Achmad Ali bependapat bahwa, ketika ingin mengetahui sejauh mana

efektifitas dari hukum, maka pertama-tama harus dapat mengukur “sejauh mana

aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati”11.

Lebih lanjut Achmad Ali pun mengemukakan bahwa pada umumnya faktor

yang banyak mempengaruhi efektifitas suatu perundang-undangan adalah

profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para

penegak hukum, baik di dalam menjalankan tugas yang dibebankan terhadap diri

mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan tersebut12.

Penelitian kepustakaan yang ada mengenai teori efektivitas memperlihatkan

keanekaragaman dalam hal indikator penilaian tingkat efektivitas suatu hal. Hal

ini terkadang mempersulit penelaahan terhadap suatu penelitian yang melibatkan

teori efektivitas, namun secara umum, efektivitas suatu hal diartikan sebagai

keberhasilan dalam pencapaian target atau tujuan yang telah ditetapkan.

Teori efektifitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif

atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang)

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

11 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1, Kencana, Jakarta, 2010,

Halaman 375

12 Ibid

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

21

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup13.

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang

menentukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak

tergantung dari aturan hukum itu sendiri.

Menurut Soerjono Soekanto ukuran efektifitas pada elemen pertama adalah :

1. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup

sistematis.

2. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup

sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada pertentangan.

3. Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang mengatur bidang-

bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi.

4. Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai dengan persyaratan

yuridis yang ada.14

Pada elemen kedua yang menentukan efektif atau tidaknya kinerja hukum

tertulis adalah apaarat penegak hukum. Dalam hubungan ini dikehendaki adanya

aparatur yang handal sehingga aparat tersebut dapat melakukan tugasnya dengan

baik. Kehandalan dalam kaitannya disini adalah meliputi keterampilan

profesional dan mempunyai metal yang baik.

Menurut Soerjono Soekanto bahwa masalah yang berpengaruh terhadap

efektifitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat akan tergantung pada hal

berikut :

1. Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang ada.

2. Sampai batas mana petugas diperkenankan memberi kebijaksanaan.

3. Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada

masyarakat.

13 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo

Persada. Jakarta, 2008, Halaman 8

14 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, 1983, Halaman 80

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

22

4. Sampai sejauhmana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang diberikan

kepada petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada

wewenangnya15.

Pada elemen ketiga, tersedianya fasilitas yang berwujud sarana dan

prasarana bagi aparat pelaksana di dalam melakukan tugasnya. Sarana dan

prasarana yang dimaksud adalah prasarana atau fasilitas yang digunakan sebagai

alat untuk mencapai efektifitas hukum. Sehubungan dengan sarana dan prasarana

yang dikatakan dengan istilah fasilitas ini. Khususnya untuk sarana atau fasilitas

tesebut, sebaiknya dianut jalan pikiran, sebagai berikut:

1. Yang tidak ada-diadakan yang baru dibetulkan;

2. Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan;

3. Yang kurang-ditambah;

4. Yang macet-dilancarkan;

5. Yang mundur atau merosot-dimajukan atau ditingkatkan.

. Soerjono Soekanto memprediksi patokan efektivitas elemen-elemen

tertentu dari prasarana, dimana prasarana tersebut harus secara jelas memang

menjadi bagian yang memberikan kontribusi untuk kelancaran tugas-tugas aparat

di tempat atau lokasi kerjanya16.

Adapun elemen-elemen tersebut adalah:

1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik.

2. Prasarana yang belum ada perlu diadakan dengan memperhitungkan angka

waktu pengadaannya.

3. Prasarana yang kurang perlu segera dilengkapi.

15 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo

Persada. Jakarta, 2008,halaman 82

16 Ibid halaman 83

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

23

4. Prasarana yang rusak perlu segera diperbaiki.

5. Prasarana yang macet perlu segera dilancarkan fungsinya.

6. Prasarana yang mengalami kemunduran fungsi perlu ditingkatkan lagi

fungsinya17.

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin

penegakan hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut

antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan trampil,

organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan

seterusnya. Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam

penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan

mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan

peranan yang actual.

Kemudian ada beberapa elemen pengukur efektifitas yang tergantung dari

kondisi masyarakat, yaitu:

1. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi aturan walaupun peraturan yang

baik.

2. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan walaupun peraturan

sangat baik dan aparaat sudah sangat berwibawa.

3. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan baik, petugas atau

aparat berwibawa serta fasilitas mencukupi18.

Elemen tersebut diatas memberikan pemahaman bahwa disiplin dan

kepatuhan masyarakat tergantung dari motivasi yang secara internal muncul.

Internalisasi faktor ini ada pada tiap individu yang menjadi elemen terkecil dari

komunitas sosial. Oleh karena itu pendekatan paling tepat dalam hubungan

disiplin ini adalah melalui motivasi yang ditanamkan secara individual. Dalam

17 Ibid

18 Ibid halaman 84

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

24

hal ini, derajat kepatuhan hukum masyarakat menjadi salah satu parameter

tentang efektifitas atau tidaknya hukum itu diberlakukan sedangkan kepatuhan

masyarakat tersebut dapat dimotivasi oleh berbagai penyebab, baik yang

ditimbulkan oleh kondisi internal maupun eksternal. Masyarakat Indonesia

mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan

mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum sebagai

pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik buruknya hukum senantiasa

dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum19.

Kondisi internal muncul karena ada dorongan tertentu baik yang bersifat

positif maupun negatif. Dorongan positif dapat muncul karena adanya

rangsangan yang bersifat positif yang menyebabkan seseorang tergerak untuk

melakukan sesuatu yang bersifat positif. Sedangkan yang bersifat negatif dapat

muncul karena adanya rangsangan yang sifatnya negatif seperti perlakuan tidak

adil dan sebagainya. Sedangkan dorongan yang sifatnya eksternal karena adanya

semacam tekanan dari luar yang mengharuskan atau bersifat memaksa agar

warga masyarakat tunduk kepada hukum20.

Faktor kebudayaan sebernarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat

sengaja dibedakan, karena didalam pembahasannya diketengahkan masalah

sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non material.

19 Ibid halaman 85

20 Ibid

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

25

Hal ini dibedakan sebab sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem

kemasyarakatan), maka hukum menyangkup, struktur, subtansi dan kebudayaan.

Struktur mencangkup wadah atau bentuk dari sistem tersebut yang, umpamanya,

menyangkup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hukum antara lembaga-

lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibanya, dan seterusnya.

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencangkup nilai-nilai yang

mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi

abstrak mengenai apa yang dianggap baik (hingga dianuti) dan apa yang diangap

buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan

nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan estrim yang harus diserasikan.

Pasangan nilai yang berperan dalam hukum menurut Soerdjono Soekanto

adalah sebagai berikut :

1. Nilai ketertiban dan ketrentaman,

2. Nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/keakhalakan,

3. Nilai kelanggenggan/konservatisme dan nilai kebaruan/inovatisme21.

Dengan adanya keserasian nilai dengan kebudayaan masyarakat setempat

diharapkan terjalin hubungan timbal balik antara hukum adat dan hukum positif

di Indonesia, dengan demikian ketentuan dalam pasal-pasal hukum tertulis dapat

mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat supaya hukum

perundang-undangan dapat berjalan secara efektif. Kemudian diharapkan juga

adanya keserasian antar kedua nilai tersebut akan menempati hukum pada

tempatnya.

21 Ibid halaman 87

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

26

Teori efektifitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut

relavan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita yaitu bahwa

faktor-faktor yang menghambat efektifitas penegakan hukum tidak hanya terletak

pada sikap mental aparatur penegakkan hukum (hakim, jaksa, polisi dan

penasehat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang

sering diabaikan yaitu biasa berupa faktor masyarakat, faktor penunjang sarana

dan fasilitas maupun dari faktor kebudayaan yang ada pada masyarakat22.

Membicarakan tentang efektivitas hukum berarti membicarakan daya

kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat

terhadap hukum. Hukum dapat efektif jika kalau faktor-faktor yang

mempengaruhi hukum tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran

efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undang yang berlaku dapat

dilihat dari perilaku masyarakat. Suatu hukum atau perundang-undangan tersebut

mencapai tujuan yang dikehendaki, maka efektifitas hukum atau peraturan

perundang-undangan tersebut telah tercapai23.

Teori efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah

suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan

waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah

22 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum, Mandar

Maju, Bandung. 2001, Halaman 55

23 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo

Persada. Jakarta, 2008, halaman 91

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

27

ditentukan terlebih dahulu. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses

pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau

kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah

mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi

maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam

melaksanakan program atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan fungsi

instansi tersebut.

B. Sanksi dan Efektivitas Sanksi (Denda)

Tiap masyarakat atau golongan menghendaki agar kaedah yang berlaku

dipatuhi, tetapi tidak semua orang dapat dan mau mematuhi kaedah yang ada.

Salah satu upaya agar kaedah yang ada dipatuhi adalah dengan merumuskan

suatu sanksi yang akan diterapkan apabila terjadi pelanggaran kaedah. Suatu

sanksi pada hakikatnya merupakan reaksi terhadap pelanggaran kaedah-kaedah

kelompok.

Sanksi tersebut dapat berwujud sebagai sanksi positif dan dapat pula

berwujud sanksi negatif. Sanksi positif adalah unsur-unsur yang mendorong

terjadinya kepatuhan atau prilaku yang sesuai dengan kaedah-kaedah.

Sebaliknya, sanksi negatif menjatuhkan penderitaan atau nestapa kepada

pelanggar kaedah kelompok.

Dengan demikian, maka proses pemberian sanksi mencakup suatu sistem

imbalan dan penderitaan, yang akibatnya adalah suatu dukungan yang efektif

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

28

untuk mematuhi kaedah-kaedah. Pada hakikatnya suatu sanksi bertujuan untuk

memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang telah terganggu oleh

pelanggaran-pelanggaran kaedah ke keadaan semula. Bahwa kaedah hukum,

termasuk sanksinya, tidak dapat beroperasi dengan sendirinya.

Dilihat sebagai suatu proses kebijakan, penegakan hukum khususnya

hukum pidana pada hakikatnya merupakan penegakan kebijakan melalui

beberapa tahap:

1. Tahap formulasi, yaitu tahap penegakan hukum in abstracto oleh badan

pembuat undang-undang. Tahap ini dapat pula disebut sebagai tahap

kebijakan legislatif.

2. Tahap aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat

penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai pengadilan. Tahap ini dapat

juga disebut tahap kebijakan yudikatif.

3. Tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh

aparat-aparat pelaksana pidana. Tahap ini disebut juga tahap kebijakan

eksekutif atau administratif24.

Dilihat dari pengertian-pengertian tersebut di atas, maka dapat dikatakan

bahwa penegakan hukum itu dilakukan untuk membuat hukum yang

bersangkutan, dan tentu juga sanksinya, dapat berfungsi. Salah satu fungsi

hukum adalah sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan

manusia terlindungi, maka hukum harus dilaksanakann dan diterapkan secara

baik. Pelaksanaan hukum dapat berjalan dalam keadaan normal, damai, tetapi

dapat juga terjadi karena ada pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang

telah dilanggar harus ditegakkan25.

24 Soerjono Soekanto, Sanksi dan Efektivitas Sanksi, Cetakan Kelima, Jakarta, Raja Grafindo

Persada, 204, halaman 42

25 Ibid

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

29

Melalui penegakan hukum inilah hukum yang bersangkutan menjadi

kenyataan. Hukum harus dilaksanakan atau ditegakkan. Dalam hal ini setiap

orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa

konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku, dan pada dasarnya

tidak diperbolehkan adanya penyimpangan. Dengan kata lain adalah dalam

penegakan hukum harus diperhatikan terciptanya kepastian hukum26.

Kepastian hukum ini merupakan perlindungan bagi pencari keadilan

terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat

memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat

mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum,

masyarakat akan lebih tertib. Hal ini yang tidak boleh dilupakan dalam

penegakan hukum adalah terciptanya suatu keadilan. Masyarakat sangat

berkepentingan terhadap diperhatikannya masalah keadilan dalam penegakan

hukum, sehingga kepastian dan keadilan harus berjalan dengan bersama agar

terciptannya penerapan hukum yang lebih baik27.

Hukum memang tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat

umum, obyektif, mengikat setiap orang dan bersifat menyamaratakan. Barang

siapa melakukan pelanggaran lalu lintas harus dihukum. Hal ini berarti setiap

orang yang melanggar peraturan-peraturan lalu lintas harus dihukum, tanpa

membeda-bedakan siapa yang melakukan pelanggaran tersebut. Sebaliknya,

26 Ibid halaman 44

27 Ibid halaman 45

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

30

keadilan lebih bersifat subyektif, individual, dan tidak menyamaratakan. Adil

bagi seseorang belum tentu adil bagi orang lain28.

Tidak jarang kita jumpai orang-orang yang tidak mengacuhkan hukum

atau bahkan melanggar hukum dengan terang-terangan. Dengan demikian,

pengaruh pelaksanaan hukum tidak hanya terbatas pada timbulnya kepatuhan

hukum, tetapi mencakup juga efek total dari hukum terhadap prilaku manusia,

baik yang bersifat positif maupun negatif, yang berwujud kepatuhan dan

ketidakpatuhan.

Hukum dikatakan efektif apabila terjadi pengaruh hukum yang positif.

Dengan demikian, hukum mencapai sasarannya dalam membimbing ataupun

merubah prilaku manusia. Tetapi dalam kenyataannya tidaklah sedemikian

sederhana.

Dalam hukum pidana, apabila efektivitas sanksi harus diorientasikan pada

tujuan pidana seperti yang dirumuskan dalam konsep rancangan KUHP, maka

suatu sanksi pidana dikatakan efektif apabila:

1. Dapat mencegah dilakukannya tindak pidana

2. Dapat memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga

menjadikannya orang yang baik dan berguna

3. Dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat29.

Pada ukuran yang pertama, kata “mencegah” dapat diartikan secara luas

dan dapat pula diartikan secara sempit. Dalam pengertiannya yang luas, kata

“mencegah” dapat ditafsirkan dengan mencegah agar orang lain tidak

28 Ibid halaman 46

29 Ibid halaman 48

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

31

melakukan tindakan atau pebuatan, yaitu calon pembuat potensiil atau

masyarakat pada umumnya, tidak melakukan tindak pidana yang sama seperti

yang dilakukan oleh terpidana. Dalam pengertiannya yang sempit, “mencegah”

berarti mencegah agar si pembuat tidak mengulangi tindak pidananya. Dengan

melakukan pembinaan agar terpidana menjadi orang yang baik dan berguna

bagi lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat, jelas dimaksudkan agar

ia tidak melakukan lagi tindak pidana. Dalam ukuran yang luas dan sempit

diatas terkandung suatu tujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dari

tindak pidana.

Ukuran efektifitas sanksi pidana yang ketiga seperti tersebut di atas

sedikit banyak mengandung tujuan pidana dalam hukum adat, yaitu untuk

memulihkan keseimbangan nilai-nilai yang hidup serta mendatangkan rasa

damai dalam masyarakat. Tujuan yang ketiga ini selaras dengan konsep KUHP

yang berusaha memberikan tempat bagi hukum adat sejajar dengan hukum

positif tertulis30.

B.1. Pengertian Denda (fine)

Hukuman denda selain dicantumkan pada pelaku pelanggaran juga

diancamkan pada pelaku kejahatan yang adakalanya sebagai alternatif atau

kumulatif. Jumlah yang dapat dikenakan pada hukuman denda ditentukan

30 Ibid

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

32

minimum dua puluh lima sen, sedangakan jumlah maksimum, tidak ada

ketentuan.

Mengenai hukuman denda diatur dalam Pasal 30 KUHPidana yang

berbunyi sebagai berikut :

1) Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya dua puluh lima sen.

2) Jika denda tidak dibayar diganti hukuman kurungan.

3) Lamanya hukuman kurungan pengganti denda sekurang-kurangnya satu

hari dan selama-lamanya enam bulan.

4) Dalam putusan hakim lamanya kurungan pengganti ditetapkan demikian,

jika dendanya lima puluh sen atau kurang dihitung satu hari, jika lebih

dari lima puluh sen, tiap-tiap lima puluh sen dihitung paling banyak satu

hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup lima puluh sen.

5) Jika ada pemberatan denda disebabkan karena perbarengan atau

pengulangan atau karena ketentuan pasal 52 dan 52a, maka kurungan

penggati paling lama dapat menjadi 8 bulan.

6) Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan bulan31.

Berdasarkan urain di atas maka sanksi pidana denda dapat diartikan

sebagai ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana, sebagai suatu alat pemaksa

ditaatinya suatu aturan atau kaidah, undang-undang atau norma hukum publik

yang mengancam perbuatan yang melanggar hukum dengan cara membayar

sejumlah uang sebagai hukuman atau menebus kesalahan atas suatu perbuatan

yang melanggar peraturan tersebut.

B.2. Kerangka Teoritik Pidana Denda dalam Hukum Pidana

Pidana denda merupakan salah satu jenis dari pidana pokok dalam hukum

pidana Indonesia yang merupakan bentuk pidana tertua dan lebih tua dari pada

pidana penjara dan setua pidana mati. Pidana denda terdapat pada setiap

31 Prof. Moeljatno,S.H., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cetakan 27, Jakarta, Bumi

Aksara, 2008 halaman 15

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

33

masyarakat, termasuk masyarakat primitife atau dahulu karena sejak zaman

majapahit sampai beberapa masyarakat terdahulu mengenal dan menerapkan

pidana denda tersebut32.

Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban bagi seorang yang telah

melanggar larangan dalam rangka mengembalikan keseimbangan hukum atau

menebus kesalahan dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Pidana denda

tersebut diancam sebagai alternatif dengan pidana kurungan terhadap hampir

semua pelanggaran yang ditentukan dalam buku III KUHP dan Undang-undang

diluar KUHP. Ranah pidana denda hanya dapat disejajarkan atau disamaratakan

dengan ancaman pidana untuk kejahatan ringan, kejahatan karena kealpaan,

ketidak sengajaan, khilaf, pelanggaran, atau pidana penjara jangka pendek

lainnya. Ukuran atau kesamarataan pidana denda sebagai alternatif atau sebagai

pengganti penjara atau kurungan, dalam perkembangannya, masih fluktuatif.

Dapat dilihat dari perkembangan pembentukan Undang-undang yang berada

diluar KUHP33.

B.3. Pengaturan Pidana Denda dalam KUHP

Kedudukan dan pola pidana denda dalam hukum pidana positif

Indonesia bertolak dari ketentuan pasal 10 KUHP, yang menyatakan bahwa:

1. Pidana pokok, terdiri dari:

32 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta, Pradna Pramita, 1993,

halaman 53

33 Suhariyono, Pembaruan Pidana Denda Indonesia, Jakarta, Papas Sinar Sinanti, 2012, halaman

38

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

34

a. pidana mati

b. pidana penjara

c. pidana kurungan

d. pidana denda

e. pidana tutupan (yang di tambahkan berdasarkan Undang-Undang No.

201946).

2. Pidana tambahan, terdiri atas:

a. pencabutan hak-hak tertentu

b. perampasan barang-barang tertentu

c. pengumuman keputusan hakim34.

Berdasarkan urutan pidana pokok dalam pasal 10 KUHP tersebut,

terkesan bahwa pidana denda adalah merupakan pidana pokok yang paling

ringan. Walaupun tidak ada ketentuan yang diatur dengan tegas menyatakan

demikian. Akan tetapi melihat urutan yang terdapat pada Pasal 10 KUHP

pidana denda menjadi pidana paling ringan. Dapat dilihat di Pasal 104 sampai

dengan Pasal 488 untuk kejahatan (buku II) perumusan pada pidananya adalah

pidana penjara tunggal, pidana penjara dengan alternatif denda, pidana

kurungan tunggal, pidana kurungan dengan alternatif denda, dan pidana denda

yang diancamkan secara tunggal. Pidana denda yang digunakan hanya untuk

sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam buku II dan buku III

KUHP.

34 Prof. Moeljatno,S.H., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cetakan 27, Jakarta, Bumi

Aksara, 2008 halaman 5

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

35

B.4. Pidana Denda Dalam Sistem Pemidanaan Pelanggaran Lalu Lintas

Pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan yang bertentangan dengan

ketentuan-ketentuan pada Undang-undang lalu lintas35.

Pelanggaraan terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang

menggantikan Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Undang-undang lalu lintas terbaru tersebut menerapkan sanksi pidana yang

lebih berat bagi si pelanggar terhadap lalu lintas. Pada setiap daerah

mempunyai ukuran sendiri mengenai jumlah maksimum dan minimum denda

yang akan diterapkan. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor 4 Tahun 1993 yang menyebutkan: “Dalam hal menentukan maksimum

uang titipan untuk pelanggaran yang bersifat ringan, sedang, dan berat, Ketua

Pengadilan Negeri agar memperharikan secara teliti keadan sosial dan ekonomi

di wilayah hukumnya masing-masing”. Sesuai dengan Surat Edaran diatas,

dapat dipahami bahwa penjatuhan atau pemberian pidana denda bagi pelanggar

lalu lintas digantungkan pada keadaaan dan kemampuan pada masyarakat

setempat. Surat edaran tersebut tidak mengikat, namun ketentuan yang ada

didalamnya secara umum dipatuhi oleh Pengadilan Negeri, dengan alasan

untuk mengurangi keanekaragaman (disparitas) pemidanaan denda36.

35 Ramdlon Naning, Menggairah Kesadaran Hukum Masyarakat dan Displin Penegak Hukum

dalam lalu lintas, Bina Ilmu, Surabaya, halaman 94

36 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara

Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Tertentu

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

36

C. Tinjauan Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

C.1. Pengertian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan. Bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah

satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya, yang mana

pengertian lalu lintas itu sendiri di atur di dalam UU lalu lintas dan angkutan

jalan khusunya pasal 1 ayat (1). Untuk lalu lintas itu sendiri terbagi atas Laut,

darat dan udara37.

Lalu lintas sendiri merupakan suatu sarana transportasi yang di lalui

bermacam-macam jenis kendaraan, baik itu kendaraan bermesin roda dua atau

beroda empat pada umumnya dan kendaraan yang tidak bermesin contohnya

sepeda, becak dan lain-lain38.

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportas

nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan

keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan

Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan

pengembangan wilayah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang

37 Undang-Undang Replubik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, Jakarta, Sinar Grafika, halaman 2

38 Ibid halaman 3

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

37

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah merupakan suatu dasar hukum

terhadap pemberlakuan Kegiatan lalu lintas ini, dimana makin lama makin

berkembang dan meningkat sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan

masyarakat yang terus meningkat. Kalau ditinjau lebih lanjut tingkah laku lalu

lintas ini ternyata merupakan suatu hasil kerja gabungan antara manusia,

kendaraan dan jaringan jalan.

Lalu Lintas adalah gerak kendraan dan orang diruang lalu lintas

jalan.Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan :

1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan angkutan jalan yang aman,

selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk

perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh

persatuan dan kesatuan bangasa, serta mampu menjunjung tinggi martabat

bangsa.

2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.

3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat39.

Lalu lintas adalah pergerakkan kendaraan, orang dan hewan di jalan.

Pergerakkan tersebut dikendalikan oleh seseorang menggunakan akal sehat.

Orang yang kurang akal sehatnya mengemudikan kendaraan dijalan, akan

mengakibatkan bahaya keamanan dan keselamatan bagi pemakai dan

pengguna jalan yang lain. Demikian juga hewan (kuda, sapi, kerbau dan

keledai) yang dijalankan tanpa dikendalikan oleh seseorang yang mempunyai

sehat akalnya akan membahayakan keamanan dan keselamatan bagi pemakai

dan pengguna jalan yang lain40.

39 Direktorat Lalu Lintas Polri, Ditlantas Polri, Paduan Praktis Berlalu Lintas,2009 Halaman 12

40 Adib Bahari, Tanya Jawab Aturan Wajib Berlalu Lintas, Pustaka Yustisia,Jakarta,2010,

halaman 28

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

38

C.2. Pengertian Jalan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan yang dimaksud

dengan jalan ialah tempat berlalu lintasnya orang atau kendaraan dalam

menjalankan aktifitasnya, tempat keluar masuknya kendaraan.

Yang diaksud jalan ialah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan

pelengkap dan perlengkapanya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum,

yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah

permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel

dan jalan kabel. Hal ini dijelaskan dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (12)

undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan41.

Dalam PERKAB POLRI Nomor 10 Tahun 2012 pasal 13 dan 14

menyebutkan setidaknya ada 5 (lima) jenis jalan yaitu :

a. Jalan nasional ialah jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan

jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan

strategis nasional, serta jalan tol.

b. Jalan provinsi ialah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau

antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan kabupaten ialah Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,

41 Undang-Undang Replubik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, Jakarta, Sinar Grafika, halaman 4

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

39

antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,

antarpusat kegiatan lokal, serta Jalan umum dalam system jaringan Jalan

sekunder dalam wilayah kabupaten, dan Jalan strategis kabupaten.

d. Jalan kota ialah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang

menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat

pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta

menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.

e. Jalan desa ialah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar

permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan42.

C.3. Pengertian Kendaraan Bermotor

Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang di gerakkan oleh peralatan

teknik untuk pengereakkannya, dan digunakan untuk transportasi darat.

Kendaraan adalah suatu yang digunakan untuk untuk di kendarai atau dinaiki

seperti kuda, kereta, mobil dan lain-lain43.

Bermotor adalah alat untuk mengadakan kekuatan penggerak dengan

jalan dan sebagainya seperti sepeda motor dijalankan dengan mesin atau

mobil dan sebagainya44.

42 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang

Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu

Lintas

43 Hoetomo, Kamus LengkapBahasa Idonesia,Penerbit Mitra Belajar, Surabaya, 2005, Halaman

254

44 Ibid

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

40

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (7) kendaraan adalah

Suatu sarana angkut dijalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan

kendaraan tidak bermotor45.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (8) kendaraan bermotor

adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa

mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel46.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (10) bahwa kendaraan

bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan

barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran47.

D. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam

mendukung pembangunan dan intregasi nasional sebagai bagian dari upaya

memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-

Undang Dasar Negara Replubik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari

sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus

dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan keamanan,

kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka

45 Undang-Undang Replubik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, Jakarta, Sinar Grafika, halaman 3

46 Ibid

47 Ibid halaman 4

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

41

mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara48.

Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan

tanggung jawab setiap pembina bidang lalu lintas dan angkutan jalan terlihat

lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib, lancar dan efesien, serta

dapat di pertanggung jawabkan.

Dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan industri di bidang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan, dalam undang-undang ditegaskan bahwa pemerintah

berkewajiban mendorong industri dalam negeri, antara lain dengan cara

memberikan fasilitas, insentif, dan menerapkan standar produk peralatan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan. Pengembangan industri mencakup pengembangan

Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan cara dan metode rekayasa,

produksi, perakitan dan pemliharaan serta perbaikan. Untuk menekan angka

kecelakaan yang dirasakan cukup tinggi, upaya kedepan diarahkan pada

penanggulanagan secara komprehensif yang mencangkup upaya pembinaan,

pencegahan, pengaturan dan penegakkan hukum. Upaya pembinaan tersebut

dilakukan melalui peningkatan intensitas pendidikan berlalu lintas dan

penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia49.

48 Ibid halaman 182

49 Ibid

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

42

Uapaya pencegahan dilakukan melaui peningkatan pengawasan kelaikan

jalan, sarana dan prasarana jalan, serta kelaikan kendaraan, termasuk

pengawasan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang lebih intensif50.

Uapaya pengaturan meliputi manajemen dan rekayasa Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan modernisasi sarana dan prasarana Lalu Lintas. Upaya penegakan

hukum dilaksanakan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum yang

lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas.

Dalam rangka mewujudkan kesetaraan di bidang pelayanan Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, Undang-Undang ini mengatur pula perlakuan khusus bagi

penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit.

Bentuk perlakuan khusus yang diberikan oleh Pemerintah berupa pemberian

kemudahan sarana dan prasarana fisik atau nonfisik yang meliputi aksesibilitas,

prioritas pelayanan dan fasilitas pelayanan51.

Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan yang memenuhi standar keselamtan dan keamanan, undang-

undang ini mengatur persyaratan teknis dan uji berkala kendaraan bermotor.

Setiap jenis kendaraan bermotor yang berpotensi menyebabkan kecelakaan Lalu

Lintas dan menimbulkan penecemaran lingkungan wajib uji berkala.

Untuk menangani kecelakaan Lalu lintas, pencegahan kecelakaan

dilakukan melalui partisipasi para pemangku kepentingan, pemberdayaan

50 Ibid

51 Ibid

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

43

masyarakat, penegakan hukum, dan kemitraan global. Undang-undang ini pada

dasarnya diatur secara komprehensif dan terperinci. Namun, untuk melengkapi

secara operasional, diatur secara teknis ke dalam peraturan pemerintah, peraturan

Menteri, dan peraturan Kepala Kepolsian Negara Republik Indonesia.

E. Pelanggaran Lalu Lintas

Menurut M. Marwan dan Jimmy P. mengatakan bahwa:

Pelanggaran adalah tindak pidana yang ancaman hukumannya lebih ringan dari

pada kejahatan, tindak pidana yang dilakukan karena kealpaaan artinya bahwa

tindak pidana itu dilakukan dengan tidak sengaja, melainkan terjadi karena

pelakunya alpa, kurang memperhatikan keadaaan atau khilaf52.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pelanggaran diartikan

sebagai:

Pelanggaran berasal dari kata “langgar” mengandung makna tempat ibadah,

tubruk, laga, landa, “melanggar” artinya menubruk, menyalahi , melawan,

menyerang, menabrak, atau melanda. “pelanggaran” artinya perbuatan

melanggar, atau tindak pidana yang lebih ringan dari pada kejahatan53.

Tentang pengertian lalu lintas dalam kaitannya dengan lalu lintas jalan,

Ramdlon Naning menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu

lintas jalan adalah perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan

ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas54.

52 M.marwan dan Jimmy P.2009, Kamus Hukum. Reality Publisher. Surabaya.halaman 439.

53 Hoetomo, Kamus LengkapBahasa Idonesia,Penerbit Mitra Belajar, Surabaya, 2005, Halaman

258

54 Ramdlon Naning, Menggairah Kesadaran Hukum Masyarakat dan Displin Penegak Hukum

dalam lalu lintas, Bina Ilmu, Surabaya, halaman 94

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

44

Pelanggaran yang dimaksud diatas adalah sebagaimana diatur dalam

Pasal 105 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 yang berbunyi:

Setiap orang yang menggunakan Jalan Wajib:

a. Berperilaku tertib; dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan

kerusakan jalan55.

Jika ketentuan tersebut diatas dilanggar maka akan dikualifikasikan

sebagai suatu pelanggaran yang terlibat dalam kecelakaan.

Untuk memberikan penjelasan tentang pelanggaran lalu lintas yang lebih

terperinci, maka perlu dijelaskan lebih dahulu mengenai pelanggaran itu

sendiri. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana

dibagi atas kejahatan (misdrijve) dan pelanggaran (overtredingen). Mengenai

kejahatan itu sendiri dalam KUHP diatur pada Buku II yaitu tentang Kejahatan.

Sedangkan pelanggaran diatur dalam Buku III yaitu tentang Pelanggaran.

Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai kriteria pembagian

tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu bersifat kualitatif dan

kuantitatif.

Menurut pandangan yang bersifat kualitatif didefinisikan bahwa suatu

perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-undang yang

55 Undang-Undang Replubik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, Jakarta, Sinar Grafika, halaman 74

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

45

mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat recht delicten

yang berarti suatu yang dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan

keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-

undang atau tidak. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif bahwa terhadap

ancaman pidana pelanggaran lebih ringan dari kejahatan.

Menurut JM Van Bemmelen dalam bukunya “Handen Leer Boek Van Het

Nederlandse Strafrecht” menyatakan bahwa perbedaan antara kedua golongan

tindak pidana ini (kejahatan dan pelanggaran) tidak bersifat kualitatif, tetapi

hanya kuantitatif, yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan hukuman

yang lebih berat dari pada pelanggaran dan nampaknya ini didasarkan pada sifat

lebih berat dari kejahatan56.

Apabila pernyataan tersebut diatas dihubungkan dengan kenyataan

praktek yang dilakukan sehari-hari dimana pemberian sanksi terhadap pelaku

kejahatan memang pada umumnya lebih berat dari pada sanksi yang diberikan

kepada pelaku pelanggaran.

Untuk menguraikan pengertian pelanggaran, maka diperlukan para

pendapat Sarjana Hukum :

a. Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian pelanggaran adalah

“overtredingen” atau pelanggaran berarti suatu perbutan yang melanggar

sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada

perbuatan melawan hukum57.

56 Bambang Poernomo, 2002. Dalam Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia,

halaman 40

57 Wirjono Prodjodikoro, 2003. Asas-asas Hukum Pidana. Bandung: Refika Aditama, halaman 33

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

46

b. Sedangkan menurut Bambang Poernomo mengemukakan bahwa

pelanggaran adalah politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-on recht.

Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau

keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Sedangkan crimineel-on

recht itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum58.

Berpedoman pada pengertian tentang pelanggaran dan pengertian lalu

lintas diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan

pelanggaran lalu lintas adalah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan

seseorang yang mengemudi kendaraan umum atau kendaraan bermotor juga

pejalan kaki yang bertentangan dengan peaturan perundang-undangan lalu lintas

yang berlaku.

Ketertiban lalu lintas adalah salah satu perwujudan disiplin nasional yang

merupakan cermin budaya bangsa karena itulah setiap insan wajib turut

mewujudkannya. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran lalu lintas maka

diharapkan masyarakat dapat mengetahui dan melaksanakan serta patuh terhadap

peraturan lalu lintas yang terdapat pada jalan raya.

F. Tugas, Fungsi dan Wewenang Kepolisian Republik Indonesia

Polisi berasal dari kata Yunani yaitu Politea. Kata ini pada mulanya

dipergunakan untuk menyebut “orang yang menjadi warga Negara dari kota

Athena”, kemudian pengertian itu berkembang menjadi “kota” dan dipakai

untuk menyebut “semua usaha kota”59.

58 Ibid

59 Andi Munawarman, Sejarah Singkat POLRI, www.HukumOnline.com, diakses pada tanggal 18

Juni 2017 pukul 19.32 WIB

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

47

Polisi mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ

pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan agar

yang diperintah menjalankan badan tidak melakukan larangan-larangan

perintah.

Tugas, Fungsi, kewenangan dijalankan atas kewajiban untuk

mengadakan pengawasan dan bila perlu dengan paksaan yang dilakukan dengan

cara melaksanakan kewajiban umum dengan perantara pengadilan, dan

memaksa yang diperintah untuk melaksanakan kewajiban umum tanpa

perantara pengadilan60.

Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata polisi adalah

“suatu badan yang bertugas memelihara keamanan dan ketentraman dan

ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum), merupakan suatu

anggota badan pemerintah (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan

dan ketertiban)61.

Pada Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Polisi merupakan salah satu pilar yang penting, karena badan tersebut

mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum

60 Momo Kelana, 1984. Hukum Kepolisian. Perkembangan di Indonesia Suatu studi Histories

Komperatif Jakarta: PTIK, halaman 18

61 Ibid

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

48

menjadi kenyataan. Paradigma baru tersebut antara lain supermasi hukum, hak

azasi manusia, demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas yang diterapkan

dalam praktek penyelenggara pemerintahan negara termasuk didalamnya

penyelenggaraan fungsi Kepolisian.

Di dalam undang-undang dimaksud, fungsi kepolisian diartikan sebagai

tugas dan wewenang, sehingga fungsi kepolisian yang dimaksud dalam Pasal 2

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang menyebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi

pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat.

Fungsi yang dimaksud merupakan salah satu fungsi pemerintahan,

karena dibentuknya Kepolisian Republik Indonesia bertujuan untuk

mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan

dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta

terbinannya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia.

Menjalankan fungsi sebagai penegak hukum polisi wajib memahani

azas-azas yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan

tugas yaitu sebagai berikut :

1. Asas Legalitas, dalam melaksankan tugasnya sebgai penegak hukum wajib

tunduk pada hukum.

2. Asas kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani

permasalahan masyarakat.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

49

3. Asas partisipasi, dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat polisi

mengkoordinasikan pengamanan Swakarsa untuk mewujudkan ketaatan

hukum di kalangan masyarakat.

4. Asas preventif, selalu menedepankan tindakan pencegahan dari pada

penindakan (represif) kepada masyarakat.

5. Asas Subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan

permasalahan yang lebih besar sebelum ditangani oleh instansi yang

membelakangi62.

Menurut Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia bahwa tugas pokok Kepolisian adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. menegakkan hukum; dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat63.

Berkaitan dengan tugas dan wewenang polisi ini harus dijalankan dengan

baik agar tujuan polisi yang tertuang dalam pasal-pasal berguna dengan baik,

Undang-undang kepolisian bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya

hukum serta terbinannya ketentraman masyarakat dalam rangka terpeliharanya

keamanaan negara, terselenggaranya fungsi pertahannan dan keamanan negara,

tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung fungsi hak asasi manusia

terlaksana64.

Selain itu tujuan Polisi Indonesia menurut Jendral Polisi Rusman Hadi,

ialah mewujudkan keamanan dalam negara yang mendorong gairah kerja

masyrakat dalam mencapai kesejahteraan65.

62 Bisri Ilham, 1998. Sisten Hukum Indonesia. Jakarta: Grafindo Persada, halaman 32

63 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

64 Andi Munawarman, Sejarah Singkat POLRI, www.HukumOnline.com, diakses pada tanggal 22

Maret 2016 pukul 19.32 WIB.

65 Rusman Hadi, 1996. Polri menuju Reformasi, Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja, halaman 27

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

50

G. Tugas dan Fungsi Polisi Lalu Lintas :

Menurut Soerjono Soekanto, Polisi lalu lintas dalam melaksanakan

tugasnya dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari:

1. Data pribadinya (Raw-Input)

2. Pendidikan, tempat pekerjaan maupun instansi lain (Instrument-Input)

3. Lingkungan sosial (Environtment-Input)66

Polisi lalu lintas adalah salah satu unsur pelaksana yang bertugas

menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan,

pengawalan dan patrol, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas,

registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan

kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum lalu lintas guna memelihara

keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Pelayanan kepada masyarakat

di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan kualitas hidup

masyarakat, karena dalam masyarakat modern lalu lintas merupakan faktor

utama pendukung produktivitasnya.

Dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 tahun

2009 bahwa tugas pokok dan fungsi Polri dalam hal penyelenggaraan lalu lintas

sebagai suatu urusan pemerintah di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor dan pengemudi, penegakkan hukum, operasional manajemen dan

rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas67.

66 Ibid

67 Undang-Undang Replubik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, Jakarta, Sinar Grafika, halaman 12

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

51

Selanjutnya, tugas dan fungsi Polri tersebut diatur di Pasal 12 Undang-

undang Nomor 22 tahun 2009 meliputi 9 (Sembilan) hal yakni:

1. Pengujian dan penerbitan SIM kendaraan bermotor

2. Pelaksanaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor

3. Pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data lalu lintas dan

angkutan jalan

4. Pengelolaan pusat pengendalian sistem informasi dan komunikasi lalu lintas

dan angkutan jalan

5. Pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli lalu lintas

6. Penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan

kecelakaan lalu lintas

7. Pendidikan berlalu lintas

8. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas

9. Pelaksanaan manajemen operasional lalu lintas.

Dengan adanya UU No. 22 Tahun 2009 ini, bukan berarti bahwa Polri

akan berorientasi pada kewenangan (authority). Akan tetapi, harus disadari

bahwa tugas dan fungsi Polri di bidang lalu lintas, berikut kewenangan-

kewenangan yang melekat, berkolerasi erat dengan fungsi kepolisian lainnya

baik menyangkut aspek penegakan hukum maupun pemeliharaan Keamanan

dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) dan pencegahan kejahatan secara

terpadu.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

52

H. Ketentuan Pemasangan Lampu LED Atau HID Fariasi (Modifikasi Lampu

utama)

HID (High Intensity Discharge) yang lebih dikenal dengan nama lampu

Xenon mampu menghasilkan cahaya dengan tingkat intensitas yang tinggi.

Untuk tingkat keterangan warna dari lampu HID ditentukan oleh satuan derajat

Kelvin (K). Sedangkan untuk menyalakan lampu HID diperlukan Ballast yang

merupakan alat untuk menyediakan dan mengendalikan voltase lampu termasuk

juga untuk menstabilkan aliran listrik. Lampu HID punya banyak tingkat

keterangan yang ditentukan berdasarkan satuan derajat Kelvin (K) dan setiap

nilai memiliki warna sinar lampu yang berbeda-beda. Berikut adalah macam

warna berdasarkan tingkat derajat Kelvin: 4300K Kuning, 5500K Putih

Kekuningan, 6500K Putih, 8500K Putih-biru, 10000K Biru agak ungu, 12700K

Ungu, 15000K Pink Sinar lampu HID kebanyakan mengarah ke atas dan

melebar. Ini jelas berbeda dengan standar yang telah diterapkan. Lampu standar

haruslah mengarah ke bawah. Cahaya lampu kiri sedikit melebar ke kiri dan

mengarah lurus ke depan bawah,sementara lampu kanan melebar, tetapi agak

sedikit mengarah ke dalam. Kedua lampu mempunyai batas cahaya yang tidak

mengarah ke atas (cut off) Hal ini bertujuan agar tidak membuat silau

pengendara dari arah berlawanan. Dan jika dirasa kurang, barulah menggunakan

high-beam alias lampu jauh yang mengarah jauh ke depan dan arah

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

53

pencahayannya ke atas. Tapi menggunakan ini pun tidak boleh sembarangan.

Biasanya lampu jauh ini digunakan untuk melihat kondisi jalan jauh ke depan,

ketika penerangan minim atau tidak sama sekali. Sayangnya di Indonesia

kebanyakan yang digunakan adalah HID atau LED berspektrum putih kebiruan

atau bahkan putih keunguan dengna spektrum warna lebih dari 3200 Kelvin.

Karena sangat menyilaukan & tidak tembus hujan (tidak layak untuk digunakan

harian) karena dapat membahayakan pengemudinya sendiri atau sesama pemakai

jalan. Padahal hampir seluruh negara Eropa, penggunaan HID sudah dilarang

karena mengganggu pengemudi lain dari arah berlawanan dari kendaraan yang

menggunakan lampu Xenon (HID) Sekarang jika kita kaitkan dengan aturan dan

hukum yang berlaku di Indonesia, penggunaan lampu #HID ini juga

bertentangan dengan apa yang sudah diatur dalam UU No.22 tahun 2009 tentang

lalu lintas dan angkutan jalan.Dalam pasal 48 ayat 1 dijelaskan bahwa:

setiap ranmor (kendaraan bemotor) yang dioperasikan di  jalan harus

memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Dijelaskan lebih lanjut pada pasal 48

ayat 3 bahwa persyaratan laik jalan ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan,

yang dalam huruf “g” memuat tentang daya pancar dan arah sinar lampu utama.

Kemudian dijelaskan juga pada pasal 58 bahwa:

setiap ranmor yang dioperasikan di jalan DILARANG memasang perlengkapan

yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.

Jika dihubungkan dengan penggunaan lampu HID atau LED yang

menyilaukan pengguna kendaraan dari arah berlawan, bisa kita simpulkan bahwa

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

54

penggunaan HID LED fariasi dpt dikategorikan mengganggu keselamatan

berlalu lintas dgn pancaran sinarnya yang menyilaukan.

Pasal 106 juga menyebutkan bahwa setiap orang yg mengemudikan ranmor di

jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis & laik jalan. Dalam

Pasal 24 PP No. 55 Tahun 2012 disebutkan lampu utama dekat & lampu utama

jauh selain sepeda motor harus memenuhi persyaratan sbb:

1. Lampu utama dekat dan lampu utama jauh sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 23 selain Sepeda Motor harus memenuhi persyaratan:

a. Berjumlah 2 (dua) buah atau kelipatannya;–

b. Dipasang pada bagian depan kendaraan bermotor;–

c. Dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.500mm dari permukaan jalan

dan tidak melebihi 400mm dari sisi bagian terluar kendaraan; dan

d. Dapat memancarkan cahaya paling sedikit 40 M ke arah depan untuk lampu

utama dekat dan 100 M ke arah depan untuk lampu utama jauh.

2. Sedangkan untuk sepeda motor harus dilengkapi dengan lampu utama dekat

dan lampu utama jauh paling banyak dua buah dan dapat memancarkan

cahaya paling sedikit 40 M ke arah depan untuk lampu utama dekat dan 100

M ke arah depan untuk lampu utama jauh.

3. Dan apabila sepeda motor dilengkapi lebih dari 1 (satu) lampu utama dekat

maka lampu utama dekat harus dipasang berdekatan.

Hal ini diperjelas lagi dalam pasal 70 PP 55 2012 yang menerangkan bahwa :

a. daya pancar dan arah sinar lampu utama -harus lebih dari atau sama dengan

12.000 (dua belas ribu) candela.

b. Sedangkan arah sinar lampu utama tidak lebih dari 0` 34’ (nol derajat tiga

puluh empat menit) ke kanan dan 1` 09’ (satu derajat nol sembilan menit)

ke kiri dengan pemasangan lampu dalam posisi yang tidak melebihi 1,3%

(persen) dari selisih antara ketinggian arah sinar lampu pada saat tanpa

muatan dan pada saat bermuatan.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Efektifitas Hukumeprints.umm.ac.id/37756/3/jiptummpp-gdl-ammarkhali-50054...1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik. 2. Prasarana

55

Jika ketentuan-ketentuan tentang penggunaan lampu utama dekat, dalam hal

ini penggunaan lampu HID atau LED digunakan tidak sesuai dengan ketentuan yg

sudah ada maka petugas berhak utk menindak pengguna jalan dgn menggunakan

pasal 285 UU No. 22 Th 2009 yang mana ayat 1 untuk pengendara sepeda motor,

sedangkan ayat 2 untuk pengendara kendara roda empat/lebih. yang berbunyi :

1. Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi

persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu

utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur

kecepatan, kanlpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana

kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000.00

(dua ratus lima puluh ribu rupiah).

2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau

lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca

spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan

kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul

cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor,

bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan

pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak

Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).