bab ii tinjauan pustaka a. teori dan konsep terkait 1...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori dan Konsep Terkait
1. Praktek Perawatan Payudara
Menurut Purwanto (1999), perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Perilaku sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri seseorang dan
tidak dapat diamati secara langsung oleh orang lain. Perilaku hanya sebatas
sikap, belum ada tindakan nyata.
Menurut Yetty Zein (2005), menyatakan bahwa perilaku kesehatan
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Termasuk didalamnya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai
budaya, dan motivasi.
1) Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Pada umumnya ibu yang hamil atau
pernah hamil menganggap bahwa perawatan payudara selama tidak
perlu dilakukan atau tidak boleh dilakukan, karena mereka menganggap
bahwa jika bayi lahir maka ASI akan keluar dengan sendirinya. Dan
9
apabila ada masalah sehubungan dengan laktasi, pada awal masa
menyusui, maka hal tersebut adalah wajar dan perlu dikhawatirkan dan
diantisipasi.
2) Sikap
Mempengaruhi perilaku karena sikap merupakan kesiapan
berespon atau bertindak. Bila ibu bersikap kurang baik sehubungan
dengan perawatan payudara selama hamil maka hal tersebut dapat
berpengaruh terhadap perilaku yang muncul. Untuk itu sikap ibu
sehubungan dengan perawatan payudara selama hamil harus
diperhatikan oleh petugas kesehatan.
3) Nilai Budaya
Individu lahir diantara kelompok, yaitu keluarga dan masyarakat.
Hal ini membuat kemungkinan adanya suatu norma atau aturan yang
diharapkan akan memunculkan perilaku yang normatif atau sesuai
dengan ketentuan yang telah dibuat.
4) Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu. Masyarakat yang mempercayai
suatu keyakinan tertentu, maka dalam menghadapi suatu perilaku
kesehatan akan berpengaruh terhadap status kesehatannya.
5) Motivasi
Mempengaruhi perilaku karena motivasi aadalah dorongan dalam
diri seseorang untuk melakukaan kegiatan tertentu. Setiap perilaku pada
hakekatnya mempunyai motif tertentu.
b. Faktor Pendukung (Enabling Factors)
Faktor pendukung disini adalah ketersediaan sumber-sumber dan
fasilitas yang memadai. Sumber-sumber dan fasilitas tersebut sebagian
harus digali dan dikembangkan dari masyarakat itu sendiri. Faktor
pendukung ada dua macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasilitas
fisik yaitu fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. Sedangkan fasilitas
umum yaitu media informasi, misalnya TV, koran, majalah.
c. Faktor Penguat
Meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan, baik
dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidikan kesehatan.
Petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai kesehatan.
Perilaku erat hubungannya dengan kesehatan. Tingkat kesehatan,
keselamatan, serta kehidupan seseorang banyak ditentukan oleh faktor
perilaku. Perilaku mempunyai andil nomor dua setelah lingkungan, terhadap
status kesehatan. Sedangkan perilaku kesehatan juga dipengaruhi beberapa
faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat.
Strategi pendekatan yang digunakan untuk mengkondisikan faktor
predisposisi adalah komunikasi dan dinamika kelompok. Dinamika
kelompok adalah salah satu metode pendidikan kesehatan yang efektif
untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada sasaran pendidikan.
Faktor pendorong meliputi sikap dan perilaku petugas. Selain itu petugas -
petugas lain atau tokoh masyarakat merupakan panutan perilaku termasuk
perilaku kesehatan
Perawatan payudara selama hamil (Prenatal BreastCare) adalah perlakuan
yang diberikan kepada payudara untuk persiapan menyusui dengan tujuan untuk
memudahkan bayi menghisap ASI, untuk menjaga kesehatan payudara, sehingga
mencegah gangguan yang bisa timbul selama menyusui, dan yang dilakukan
setelah 6 bulan usia kehamilan (Manuaba, 1998).
Perawatan payudara selama kehamilan adalah salah satu bagian penting
yang harus ibu perhatikan sebagai persiapan untuk menyusui nantinya. Saat
kehamilan payudara akan membesar dan daerah sekitar putting susu akan lebih
gelap warnanya dan juga sensitive. Semua ini terjadi untuk persiapan tubuh ibu
hamil untuk memberikan makanan pada bayinya kelak. Perawatan payudara
selama kehamilan sebaiknya dilakukan mulai umur kehamilan 6 bulan, karena
dapat mengetahui kelainan yang terdapat pada payudara.
Menurut Ilyas (1995), tujuan dilakukannya perawatan payudara selama
hamil, antara lain:
a. Memelihara kebersihan payudara terutama kebersihan puting susu.
b. Melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga memudahkan bayi
untuk menyusu.
c. Merangsang kelenjar-kelenjar air susu sehingga produksi ASI banyak dan
lancar.
d. Mengeluarkan puting susu yang masuk ke dalam ( Retracted Nipple ).
e. Mendeteksi kelainan-kelainan payudara secara dini dan melakukan upaya
untuk mengatasinya.
f. Mempersiapkan mental (psikis) ibu untuk menyusui.
Perawatan payudara sebelum melahirkan mempunyai banyak manfaat
untuk ibu. Perawatan payudara sangat penting dilakukan karena payudara
merupakan satu – satunya penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi
yang baru lahir. Ibu juga harus dipersiapkan secara fisik maupun psikologis
untuk menyusui. Persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan
sangat berarti, karena keputusan atau sikap ibu yang positif harus sudah ada
pada saat kehamilan.
Berikut ini perawatan payudara yang bisa dilakukan pada ibu hamil, yaitu
(Anwar, 2005, Perawatan Payudara selama hamil, ¶5,
http://www.asysyariah.com, diperoleh tanggal 18 September 2006 ).
a. Umur kehamilan 3 Bulan
Periksa puting susu untuk mengetahui apakah puting susu datar atau
masuk ke dalam dengan cara memijat dasar puting susu secara perlahan.
Puting susu yang normal akan menonjol keluar.
b. Umur Kehamilan 6-9 Bulan
Teknik perawatan payudara selama hamil, antara lain :
1) Kedua telapak tangan dibasahi dengan minyak kelapa atau baby oil.
2) Puting susu sampai areola mammae (daerah sekitar putting dengan cara
lebih gelap) dikompres dengan menempelkan kapas yang dibasahi
minyak kelapa selama 2-3 menit. Tujuannya untuk memperlunak
kotoran atau kerak yang menempel pada putting susu sehingga mudah
dibersihkan. Jangan membersihkan putting dengan alcohol, sabun atau
yang lainnya yang bersifat iritasi, karena dapat menyebabkan putting
susu lecet.
3) Kedua putting susu dipegang lalu ditarik, diputar ke arah dalam dan ke
arah luar (searah dan berlawanan jarum jam).
4) Pangkal payudara dipegang dengan kedua tangan, lalu diurat ke arah
putting susu sebanyak 20-30 kali.
5) Pijat daerah areola mammae sehingga keluar cairan 1-2 tetes untuk
memastikan putting susu tidak tersumbat
6) Bersihkan putting susu dan sekitarnya dengan handuk yang kering dan
bersih.
7) Pakailah BH yang tidak ketat dan bersifat menopang payudara, jangan
memakai BH yang ketat dan menekan payudara.
8) Jika putting susu datar atau tertarik ke dalam, cara merawatnya adalah
sebagai berikut :
a) Letakkan kedua ibu jari diatas dan di bawah putting susu.
b) Regangkan daerah areola dengan menggerakkan kedua ibu jari ke
arah bawah sebanyak 20 kali.
c) Letakkan kedua ibu jari di samping kiri dan disamping kanan
putting.
d) Regangkan daerah areola dengan menggerakkan kedua ibu jari ke
arah kiri dan kanan sebanyak 20 kali.
Lakukan 2 kali sehari sejak usia kehamilan 3 bulan. Selain dengan cara
menarik putting ke arah kiri dan kanan, putting yang mendelep juga dapat diatasi
dengan penyedot payudara.
Menurut King (1991), hal-hal yang perlu diperhatikan dan selama
melakukan perawatan payudara selama hamil :
a. Kuku tidak boleh panjang dan tajam, karena akan mengakibatkan luka pada
payudara bila ibu kurang hati-hati
b. Tangan dan jari tangan harus bersih
c. Dalam melakukan perawatan harus dalam suasana santai, misal setelah
mandi sore / malam hari sebelum tidur
d. Jangan melakukan perawatan payudara secara berlebihan. Jika ditemukan
kelainan, segera periksa ke dokter.
e. Lakukan perawatan payudara secara rutin. Perawatan payudara selama
hamil dilakukan sehari satu kali sebelum mandi.
2. Pengetahuan ( knowledge )
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa
arti atau manfaat perilaku bagi dirinya atau keluarganya. Misalnya, seorang ibu
akan melakukan perawatan payudara selama hamil apabila ia tahu apa tujuan
dan manfaatnya bagi kesehatan atau bayinya, dan apa akibatnya bila tidak
melakukan perawatan payudara selama hamil. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior).
Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng.
Menurut Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni :
a) Awareness ( kesadaran ), yaitu individu menyadari adanya stimulus
b) Interest (terarah, individu mulai tertarik pada stimulus)
c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang
baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap respon sudah
lebih baik lagi.
d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.
e) Adaption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap
dan kesadarannya terhadap stimulus.
Perubahan perilaku pada seseorang tidak selalu melewati tahap-tahap
diatas, sehingga umumnya perilaku baru tersebut tidak langgeng. Apabila
perubahan perilaku baru pada seseorang melalui tahap-tahap diatas, dan didasari
oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku baru
tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contohnya,
ibu-ibu melakukan perawatan payudara sebelum melahirkan karena diperintah
oleh petugas kesehatan tanpa mengetahui makna dan tujuan dari perawatan
payudara sebelum melahirkan, sehingga mereka tidak akan melakukan hal
tersebut lagi setelah beberapa saat perintah tersebut diterima.
Menurut Sunaryo (2004), tingkatan pengetahuan di dalam domain
kognitif, mencakup 6 tingkatan :
a) Tahu (Know)
Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya
dapat mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Ukuran bahwa ia tahu dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan menyatakan.
Contoh : Dapat menyebutkan 3 manfaat perawatan payudara saat hamil,
dapat menguraikan bahan yang digunakan pada pelaksanaan perawatan
payudara saat hamil, dapat mendefinisikan arti perawatan payudara selama
hamil, dapat menyatakan tujuan dilakukan perawatan payudara.
b) Memahami (Comprehension)
Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dan
menginterprestasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang
yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberi
contoh, dan menyimpulkan.
Contoh : Jelaskan manfaat mengompres putting dengan minyak, berikan
contoh hal-hal yang mengganggu proses menyusui, ibu-ibu dapat
menyimpulkan hasil pendidikan kesehatan tentang perawatan payudara
selama hamil.
c) Aplikasi (Aplication)
Yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum,
rumus, metode dalam situasi nyata.
Contoh : Ibu-ibu dapat mempraktekan cara perawatan payudara selama
hamil dengan baik.
d) Analisis (Analysis)
Analisis artinya kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam
bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek
tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia
dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e) Sintesis (Synthesis)
Yaitu suatu kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran
kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkas, merencanakan, dan
menyesuaikan suatu teori yang telah ada. Contoh : Ibu-ibu dapat
merencanakan perawatan payudara selama hamil.
f) Evaluasi (Evaluation)
Yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyek.
Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.
Contoh : seorang ibu dapat membedakan perawatan payudara yang baik dan
benar pada saat hamil.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung
atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
responden atau subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin
kita ketahui atau kita ukur, dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan
diatas.
Menurut Warijan, pengukuran tingkat pengetahuan dapat dibagi menjadi 3
macam yaitu :
Kategori baik (80-100 %) dari total nilai jawaban yang benar
Kategori cukup (65-79 %) dari total jawaban yang benar
Kategori kurang (< 65 %) dari total jawaban yang benar
3. Sikap ( Attitude )
Menurut Sunaryo (2004), sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga
manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat langsung
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap masih merupakan
reaksi yang tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka. Sikap merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi atau berespon
terhadap objek atau stimulus. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Suatu
sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Agar
sikap terwujud dalam suatu perilaku nyata, diperlukan faktor pendukung dan
fasilitas. Contoh : Sikap ibu yang positif terhadap perawatan payudara selama
hamil harus mendapatkan dukungan dari suaminya dan tersedianya fasilitas yang
mudah didapat, sehingga ibu bersedia melakukan perawatan payudara sebelum
melahirkan.
Menurut Yetty Zein (2005), sikap mempunyai 3 komponen yang
membentuk struktur sikap dan ketiganya saling menunjang, yaitu :
a. Komponen kognitif ( komponen perceptual )
Berisi kepercayaan, yang berhubungan dengan hal-hal bagaimana
individu mempersepsikan terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan
diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman
pribadi.
b. Komponen afektif ( komponen emosional )
Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu
atau evaluasi terhadap objek sikap, baik yang positif maupun negatif.
c. Komponen konatif ( komponen perilaku )
Yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau
kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Ketiga
komponen tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi menunjukkan manusia
merupakan suatu sistem kognitif. Ini berarti bahwa yang dipikirkan
seseorang tidak akan terlepas dari perasaannya. Pengetahuan dan perasaan
merupakan bagian dari sikap yang akan menghasilkan tingkah laku tertentu.
Komponen afeksi memiliki penilaian emosional yang dapat bersifat positif
atau negatif. Berdasarkan penilaian ini maka terjadilah kecenderungan untuk
bertingkah laku hati-hati. Misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang
perawatan payudara selama hamil (manfaatnya, caranya, dan sebagainya),
pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha untuk
melakukan perawatan payudara.
Menurut Notoatmodjo (1997), sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan,
yaitu :
a. Menerima ( receiving )
Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan. Contoh : Sikap ibu terhadap perawatan payudara selama hamil
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian ibu terhadap pendidikan
kesehatan tentang perawatan payudara selama hamil.
b. Merespons ( responding )
Memberikan jawaban apabila datanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang
menerima ide tersebut.
c. Menghargai ( valuing )
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang
mengajak ibu yang lain untuk melakukan perawatan payudara selama hamil,
adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap perawatan payudara selama hamil.
d. Bertanggung jawab ( responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misal : seorang ibu mau
melakukan perawatan payudara selama hamil, meskipun ditentang oleh
suaminya.
Setelah individu mendapat stimulus dari lingkungannya, maka individu
tersebut akan bereaksi atau berespon terhadap objek tersebut. Sebelum individu
tersebut bersikap terhadap objek tertentu, maka akan melalui tahapan-tahapan
diatas. Tindakan yang diawali dengan melalui proses yang cukup kompleks akan
bersifat langgeng. Semua proses ini sifatnya tertutup sebagai dasar pembentukan
suatu sikap yang akhirnya akan terjadi tindakan yang terbuka, dan inilah yang
disebut tingkah laku.
Menurut Sunaryo (2004), ada empat hal penting yang menjadi determinan
( faktor penentu ) sikap individu, yaitu :
a. Faktor Fisiologis
Faktor yang penting adalah umur dan kesehatan, yang menentukan sikap
individu. Contoh : orang muda umumnya bersikap kurang perhitungan
dengan akal dibandingkan dengan orang tua yang penuh kehati-hatian.
b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap
Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap,
berpengaruh terhadap sikap individu terhadap obyek sikap tersebut.
Misal : pasien yang pernah dirawat dengan baik oleh seorang perawat, akan
menaruh sikap positif terhadap perawat.
c. Faktor kerangka acuan
Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap, akan menimbulkan
sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut. Misal individu yang
meyakini bahwa hubungan seksual dengan pacar sebelum nikah adakah
tidak sesuai dengan norma masyarakat dan agama. Oleh karena itu, individu
tersebut tidak akan melakukan hal tersebut sebelum melaksanakan
perkawinan (bersikap negatif).
d. Faktor komunikasi sosial
Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap
pada diri individu tersebut. Misalnya ibu mendengar informasi dari TV
tentang perawatan payudara selama hamil sangat bermanfaat, maka sikap
ibu terhadap perawatan payudara selama hamil positif.
Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dapat dipelajari dan dibentuk
berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam
hubungan dengan objek. Faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar
individu, dapat mempengaruhi pembentukan sikap individu. Faktor yang berasal
dari dalam individu antara lain umur, kesehatan, dan pengalaman langsung dari
individu. Sedangkan faktor yang berasal dari luar individu antara lain informasi,
kerangka acuan. Kedua faktor tersebut dapat menjadi faktor penentu sikap
individu terhadap objek atau stimulus.
Menurut Sunaryo (2004), faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
pengubahan sikap, yaitu :
a. Faktor Internal
Faktor ini berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini individu
menerima, mengolah dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar,
serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak. Faktor
individu merupakan faktor penentu pembentukan sikap. Faktor intern ini
menyangkut motif dan sikap yang bekerja dalam diri individu pada saat
sakit, serta yang mengarahkan minat dan perhatian (faktor psikologis), juga
perasaan sakit, lapar dan haus (faktor fisiologis).
b. Faktor Eksternal
Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk membentuk dan
mengubah sikap. Stimulus dapat bersifat langsung, misal individu dengan
individu atau dengan kelompok. Dapat juga bersifat tidak langsung, yaitu
melalui perantara, seperti alat komunikasi dan media massa. Contoh :
pengalaman yang diperoleh individu, situasi yang dihadapi individu, norma
dalam masyarakat, hambatan dan pendorong yang dihadapi individu dalam
masyarakat.
Sikap dapat berubah – ubah dalam situasi yang memenuhi syarat,
sehingga dapat dipelajari. Sebagaimana telah diketahui bahwa sikap tidak
dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman
individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pada manusia sebagai
makhluk sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari pengaruh interaksi manusia
satu dengan yang lain (eksternal). Faktor yang berasal dari luar individu antara
lain : pengalaman individu, situasi yang dihadapi, norma dalam masyarakat,
hambatan dan pendorong yang dihadapi individu. Disamping itu, manusia juga
sebagai makhluk individual sehingga apa yang datang dari dalam dirinya
(internal), juga mempengaruhi pembentukan sikap. Faktor yang berasal dari
dalam individu yaitu fisiologis, psikologis, dan motif yang ada dalam diri
individu.
Menurut Sunaryo (2004), pengukuran sikap dibedakan menjadi 2 macam
cara yaitu :
a. Secara langsung
Dengan cara ini, subjek secara langsung dinilai pendapat bagaimana
sikapnya terhadap suatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Jenis
pengukuran sikap secara langsung yaitu :
1) Langsung berstruktur
Cara ini mengukur sikap dengan menggunakan pertanyaan yang telah
disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan dan
langsung diberikan kepad subjek yang diteliti.
2) Langsung tidak berstruktur
Cara ini merupakan pengukuran sikap yang sederhana dan tidak
diperlukan persiapan yang mendalam, misal pengamatan langsung atau
survei, mengukur sikap dengan wawancara bebas / free interview.
b. Secara tidak langsung
Cara pengukuran sikap dengan menggunakan tes.
4. Motivasi
Menurut Monica (1998), motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri
seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu guna mencapai suatu tujuan. Setiap perilaku manusia pada hakekatnya
mempunyai motif tertentu, termasuk perilaku secara refleks dan yang
berlangsung secara otomatis, mempunyai maksud tertentu walaupun maksud itu
tidak selalu disadari oleh manusia dengan lebih sempurna. Motif manusia
merupakan dorongan, keinginan, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari
dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif memberi arah dan tujuan
kepada perilaku manusia, juga kegiatan yang dilakukan setiap hari. Motif timbul
karena adanya ketidakseimbangan dalam diri individu. Akibat
ketidakseimbangan itu, akan menimbulkan kebutuhan untuk segera dipenuhi
sehingga terjadi keseimbangan atau homeostasis. Dan cara untuk memenuhi
keseimbangan itu adalah manusia harus berperilaku.
Motivasi sendiri bukan merupakan suatu kekuatan netral, atau kekuatan
yang kebal terhadap pengaruh faktor-faktor lain, misalnya pengalamam masa
lampau, taraf intelegensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan, cita – cita hidup,
dan sebagainya. Makin intelegensi dan berpendidikan seseorang, akan semakin
baik perbuatannya dan secara sadar pula melakukan perbuatan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Menurut Notoatmodjo (2003), motivasi dibedakan menjadi 3 macam yaitu
:
a. Motivasi intrinsik
Yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu dan
dipengaruhi sesuatu, seperti : kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan,
dan cita-cita.
b. Motivasi ekstrinsik
Yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu dan dipengaruhi
segala sesuatu / pendorong dari luar, seperti orang tua, saudara dan
lingkungan sekitar.
c. Motivasi terdesak
Yaitu muncul dari kondisi terjepit dan munculnya serentak serta
menghentak dan cepat sekali. Misalnya : motivasi untuk melepaskan diri
dari bahaya, untuk melawan, mengatasi rintangan.
Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu atau datang dari
lingkungan. Motivasi yang terbaik adalah motivasi yang datang dari dalam diri
sendiri (motivasi intrinsik), bukan pengaruh lingkungan (motivasi ekstrinsik).
Perilaku yang dilakukan dengan motivasi ekstrinsik penuh dengan kekhawatiran,
kesangsian apabila tidak tercapai. Motivasi juga dapat timbul pada saat individu
dalam kondisi terjepit dan munculnya secara tiba-tiba. Setelah kondisi tersebut
dapat diatasi, motivasi yang sudah terpenuhi tidak akan muncul lagi. Motivasi /
upaya untuk memenuhi kebutuhan pada seseorang dapat dipakai sebagai alat
untuk mengarahkan seseorang untuk giat melakukan tugas kewajibannya tanpa
harus diperintah dan diawasi. Kesulitannya, adalah untuk mengenali dan
memahami pada jenjang kebutuhan yang mana ia berada, sebab kebutuhan yang
sudah terpenuhi tidak lagi menjadi motivasinya.
Menurut Sunaryo (2004), secara umum motif terbagi menjadi 2 macam
yaitu :
a. Motif primer atau motif dasar
Yaitu motif yang tidak dapat dipelajari karena berbentuk insting dan
untuk mempertahankan hidup serta mengembangkan keturunan. Motif ini
sering disebut drive.
Contoh : Dorongan umum, seperti takut, ingin tahu, dan kasih sayang.
b. Motif sekunder
Yaitu motif yang dapat dimodifikasi, dikembangkan, dan dipelajari
seiring dengan pengalaman yang diperoleh individu.
Contoh : Motif menjadi perawat yang profesional, motif mencapai sukses,
belajar, berprestasi, dan bekerja.
Ada dua motif dasar yang menggerakkan seseorang untuk berperilaku
yaitu motif primer dan sekunder. Motif primer biasanya berhubungan dengan
keperluan, kebutuhan untuk mempertahankan hidup dengan kepuasan yang
tercapai berkaitan dengan azas – azas biologis. Motif primer bercorak universal
dan kurang terikat dengan lingkungan. Sedangkan motif sekunder adalah moif
yang dipelajari orang dan berasal dari lingkungan dimana individu tersebut
tinggal. Motif sekunder tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi berdasarkan
interaksi sosial dengan orang lain.
Agar seseorang mau dan bersedia melakukan seperti yang diharapkan,
kadangkala perlu disediakan perangsang (incentive). Menurut Notoatmodjo
(1997), untuk meningkatkan motivasi berperilaku individu dapat dilakukan
dengan 4 cara sebagai berikut :
a. Memberi hadiah dalam bentuk penghargaan, pujian, piagam, hadiah, promosi
pendidikan, dan jabatan.
b. Kompetisi atau persaingan yang sehat.
c. Memperjelas tujuan atau menciptakan tujuan antara (pace making).
d. Memberi informasi keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, untuk
mendorong agar lebih berhasil.
Manusia sifatnya unik, sehingga untuk memotivasi satu dengan yang
lainnya tidak sama. Melalui pemahaman tentang hierarki kebutuhan Maslow,
kita dapat mengetahui jenis – jenis motivator. Individu memiliki hierarki
kebutuhan yang menentukan tindakannya. Sekali kebutuhan paling dasar
dipuaskan, individu akan termotivasi untuk mencapai kebutuhan berikutnya.
Dengan diberikan perangsang (incentive), akan dapat meningkatkan motivasi
pada individu untuk berperilaku.
Menurut Sunaryo (2004), ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk
memotivasi seseorang, yaitu :
a. Memotivasi dengan kekerasan ( motivating by force )
Yaitu cara memotivasi dengan menggunakan ancaman hukuman, agar
individu yang dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan.
Contohnya seorang komandan mengancam akn memberikan hukuman pada
anak buahnya apabila tidak disiplin.
b. Memotivasi dengan bujukan ( motivating by enticement )
Yaitu cara memotivasi dengan bujukan atau memberi hadiah agar
melakukan sesuatu sesuai harapan yang memberikan motivasi. Contohnya
mahasiswa yang berprestasi akan diberikan hadiah oleh pendidikan berupa
bebas membayar SPP selama 2 semester.
c. Memotivasi dengan identifikasi
Yaitu cara memotivasi dengan menanamkan kesadaran sehingga individu
berbuat sesuatu karena adanya keinginan yang timbul dari dalam dirinya
sendiri dalam mencapai sesuatu. Contohnya seorang mahasiswa belajar giat
karena termotivasi ingin mendapatkan nilai yang bagus dan yang memetik
hasilnya adalah diri sendiri.
Selain dengan memberikan perangsang atau incentive untuk meningkatkan
motivasi seseorang, motivasi juga dapat ditingkatkan dengan cara kekerasan,
dengan bujukan, dan identifikasi. Memotivasi dengan kekerasan adalah cara
yang kurang efektif karena dengan cara ini, individu akan berperilaku sesuai
yang diinginkan oleh yang memberi motivasi. Tapi setelah ancaman itu tidak
ada maka motivasi akan menurun. Memotivasi dengan bujukan adalah cara yang
cukup efektif karena dengan diberi hadiah, seseorang termotivasi untuk
berperilaku. Tapi cara ini kelemahannya adalah jika tidak ada imbalan hadiah
maka motivasi seseorang menurun. Sedangkan memotivasi dengan identifikasi
merupakan cara yang paling efektif. Dalam hal ini individu telah mempunyai
kesadaran yang timbul dari dalam dirinya, sehingga untuk mencapai sesuatu
individu tidak perlu perangsang.
Menurut Purwanto (1999), pada umumnya ada dua cara untuk mengukur
motivasi, yaitu :
a. Mengukur faktor-faktor luar tertentu yang diduga menimbulkan dorongan
dalam diri seseorang.
b. Mengukur aspek tingkah laku tertentu yang mungkin menjadi ungkapan
dari motif tertentu.
Ada tidaknya motivasi dalam diri seseorang dapat juga disimpulkan dari
tingkah lakunya, misalnya kekuatan tenaga yang ia keluarkan (usahanya),
frekuensinya, kecepatan reaksinya, tema pembicaraannya, impian-impiannya.
Motivasi merupakan tenaga penggerak dan kadang dilakukan dengan
mengesampingkan hal – hal yang dianggap kurang bermanfaat dalam mencapai
tujuan. Dengan motivasi manusia akan lebih cepat dan bersungguh-sungguh
dalam melakukan kegiatan. Suatu motivasi murni adalah motivasi yang disadari
akan pentingnya suatu perilaku dan dirasakan sebagai suatu kebutuhan.
Menurut Monica (1998), terdapat faktor – faktor untuk memahami
motivasi, yaitu :
a. Motif
Motif adalah suatu kekuatan dasar yang terdapat dalam diri
organisme, yang menyebabkan organisme tersebut berbuat untuk memenuhi
kebutuhan agar tercapai keseimbangan atau homeostasis. Pada umumnya
motif digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Motif merupakan
kebutuhan, keinginan, rangsangan atau impuls dalam diri seseorang yang
menimbulkan perilaku. Setiap perilaku manusia pada dasarnya mempunyai
motif tertentu, termasuk perilaku secara refleks dan yang berlangsung secara
otomatis.
b. Kekuatan motif
Adalah suatu cara untuk mengkategorisasikan kekuatan suatu motif
atau kebutuhan, karena orang umumnya memiliki berbagai motif yang
kesemuanya bersaing untuk dipenuhi. Maka motif yang berkekuatan paling
tinggilah yang dipuaskan terlebih dahulu melalui perilaku. Seringkali
setelah kebutuhan dapat terpenuhi, maka kekuatan motif akan menurun dan
kebutuhan pada prioritas berikutnya akan mendapat perhatian.
c. Tujuan
Merupakan harapan untuk mendapatkan hadiah, insentif, dan
keinginan eksternal. Tujuan adalah sesuatu diluar diri seseorang, dan apa
yang seseorang ingin capai.
d. Perilaku
Merupakan apa yang seseorang lakukan dan apa yang orang lain
terima atau rasakan.
B. Kerangka Teori Penelitian
Terbentuknya perilaku, yaitu praktek perawatan payudara selama hamil
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan,
sikap, nilai, kepercayaan, dan motivasi. Faktor pendukung terdiri dari sumber-sumber
dan fasilitas yang memadai. Fasilitas meliputi fasilitas fisik dan umum. Fasilitas fisik
terdirri daari fasilitas kesehatan misal puskesmas, obat, alat kontrasepsi. Fasilitas
umum meliputi media informasi, misal TV, koran, majalah, leaflet. Faktor penguat
terdiri dari sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan.
Kerangka Teori
Faktor predisposisi :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Nilai
4. Kepercayaan
5. Motivasi
Faktor pendukung :
1. Fasilitas fisik :
fasilitas
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian : Terbentuknya Perilaku
C. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.2 Kerangka konsep Penelitian
Tingkat pengetahuan Ibu tentang perawatan payudara selama hamil
Sikap Ibu terhadap perawatan payudara selama hamil
Motivasi Ibu untuk melakukan perawatan payudara selama hamil
Praktek perawatan payudara selama hamil
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian terbagi menjadi 3 macam yaitu:
1. Variabel Independent (bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel dependen. Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah
tingkat pengetahuan ibu dalam perawatan payudara selama hamil, sikap Ibu
dalam perawatan payudara selama hamil, motivasi ibu untuk melakukan
perawatan payudara selama hamil. Tingkat pengetahuan meliputi: pengertian
perawatan payudara selama hamil, tujuan perawatan payudara selama hamil, dan
cara perawatan payudara selama hamil.
2. Variabel Dependent (terikat)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini, variabel terikatnya
adalah praktek ibu mengenai cara perawatan payudara selama hamil.
E. Hipotesa Penelitian
1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dalam perawatan payudara selama
hamil dengan praktek perawatan payudara selama hamil.
2. Ada hubungan antara sikap ibu dalam perawatan payudara selama hamil dengan
praktek perawatan payudara selama hamil.
3. Ada hubungan antara motivasi ibu untuk melakukan perawatan payudara selama
hamil dengan praktek perawatan payudara selama hamil.