bab ii tinjauan pustaka a. sistem dan tujuan pemidanaan...“sistem dalam kamus umum bahasa...

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan “Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti yaitu seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, dan juga dapat diartikan sebagai susunan yang teratur dari pada pandangan, teori, asas dan sebagainya atau diartikan pula sistem itu “metode”. 1 “Pemidanaan” atau pemberian/penjatuhan pidana oleh hakim yang oleh Sudarto dikatakan berasal dari istilah penghukuman dalam pengertian yang sempit. Lebih lanjut dikatakan “Penghukuman” yang demikian mempunyai makna “sentence” atau “veroordeling”. 2 Patut dicatat bahwa pengertian “sistem pemindanaan” tidak hanya dilihat dalam arti sempit/formal, tetapi juga dapat dilihat dalam arti luas/materiil. Dalam arti sempit/formal, sistem pemidanaan berarti kewenangan menjatuhkan/mengenakan sanksi pidana menurut Undang-Undang oleh pejabat yang berwenang (hakim). Dalam arti luas/material, sistem pemidanaan merupakan suatu mata rantai proses tindakan hukum dari pejabat yang berwenang, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, sampai pada putusan pidana dijatuhkan oleh pengadilan dan dilaksanakan oleh aparat pelaksana. 1 Kamus Umum Bahasa Indonesia, Yrama Widya, Bandung, 2003, h. 565 2 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op. Cit, h.1 42

Upload: others

Post on 07-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan

“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti

yaitu seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga

membentuk suatu totalitas, dan juga dapat diartikan sebagai susunan yang

teratur dari pada pandangan, teori, asas dan sebagainya atau diartikan pula

sistem itu “metode”.1

“Pemidanaan” atau pemberian/penjatuhan pidana oleh hakim yang

oleh Sudarto dikatakan berasal dari istilah penghukuman dalam pengertian

yang sempit. Lebih lanjut dikatakan “Penghukuman” yang demikian

mempunyai makna “sentence” atau “veroordeling”.2 Patut dicatat bahwa

pengertian “sistem pemindanaan” tidak hanya dilihat dalam arti

sempit/formal, tetapi juga dapat dilihat dalam arti luas/materiil. Dalam arti

sempit/formal, sistem pemidanaan berarti kewenangan

menjatuhkan/mengenakan sanksi pidana menurut Undang-Undang oleh

pejabat yang berwenang (hakim). Dalam arti luas/material, sistem

pemidanaan merupakan suatu mata rantai proses tindakan hukum dari pejabat

yang berwenang, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, sampai pada

putusan pidana dijatuhkan oleh pengadilan dan dilaksanakan oleh aparat

pelaksana.

1 Kamus Umum Bahasa Indonesia, Yrama Widya, Bandung, 2003, h. 565

2 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op. Cit, h.1

42

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

43

Menurut Andi Hamzah, pemidanaan sama halnya dengan penjatuhan

pidana. Pidana macam bagaimanakah yang akan dijatuhkan oleh hakim

kepada orang yang melanggar nilai-nilai itu. Bagaimanakah pelaksanaan

pidana itu kepada terpidana dan bagaimanakah membina narapidana sehingga

dapat diubah menjadi manusia yang berguna dalam masyarakat Pancasila ini.3

Menurut L.H.C Hulsman, sistem pemidanaan (the sentencing system)

adalah “ aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana

dan pemidanaan” (the statutory rules to penal sanctions and punishment).4

Pengertian “pemidanaan” dapat diartikan sebagai suatu “pemberian

atau penjatuhan pidana”, maka pengertian “sistem pemidanaan” dapat dilihat

dari 2 sudut :5

1. Dalam arti luas, sistem pemidanaan dilihat dari sudut fungsional, yaitu

dari sudut bekerjanya/prosesnya. Dalam arti luas ini, sistem pemidanaan

dapat diartikan sebagai:

a. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk

fungsionalisasi/ operasionalisasi/ konkretisasi pidana.

b. Keseluruhan sistem (perundang-undangan) yang mengatur

bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan

secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana.

2. Dalam arti sempit, sistem pemidanaan dilihat dari sudut normatif/

substantif, yaitu hanya dilihat dari norma-norma hukum pidana

substantif. Dalam arti sempit ini, maka sistem pemidanaan dapat

diartikan sebagai :

a. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk

pemidanaan.

b. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk

pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana.

3 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Sistem Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita,

Jakarta, 1993, h. 9

4 L.H.C.Hulsman dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum

Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h. 129

5 Barda Nawawi Arief, Perkembangan Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Pustaka

Magister, Semarang , 2011, h. 2

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

44

Keseluruhan peraturan perundang-undangan (“statutory rules”) yang

ada di dalam KUHP maupun di dalam Undamg-Undang khusus di luar

KUHP, pada hakikatnya merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan, yang

terdiri dari “aturan umum” (“general rules”) dan “aturan khusus” (“special

rules”). Aturan umum terdapat di dalam Buku I KUHP, dan aturan khusus

terdapat di dalam Buku II dan III KUHP maupun dalam Undang-Undang

Khusus di luar KUHP.6 Aturan khusus ini pada umumnya memuat perumusan

tindak pidana tertentu dan juga memuat aturan khusus yang menyimpang dari

aturan umum.

Apabila pengertian pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu

proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah

dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu

ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret, sehingga seseorang dijatuhi

sanksi (hukum pidana). Ini berarti semua aturan perundang-undangan

mengenai Hukum Pidana Substantif. Hukum Pidana Formal dan Hukum

Pelaksanaan Pidana dapat dilihat sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan.7

Perumusan tindak pidana di dalam aturan khusus hanya merupakan

sub-sistem dari keseluruhan sistem hukum pidana (sistem pemidanaan).

Artinya, perumusan tindak pidana baik unsur-unsurnya, jenis tindak

pidananya, maupun jenis pidana atau sanksi dan lamanya pidana, tidak

merupakan sistem yang berdiri sendiri, untuk dapat diterapkan,

6 Barda Nawawi Arief, Op. cit, h. 3 7 Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

1996, h. 129

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

45

dioperasionalkan dan difungsikan, perumusan tindak pidana itu masih harus

ditunjang oleh sub-sub sistem lainnya, yaitu sub-sistem aturan atau pedoman

dan asas-asas pemidanaan yang ada di dalam aturan umum KUHP atau aturan

khusus di dalam undang-undang khusus yang bersangkutan.

KUHP membedakan aturan umum untuk tindak pidana yang berupa

kejahatan dan pelanggaran, artinya kualifikasi tindak pidana berupa kejahatan

dan pelanggaran merupakan kualifikasi yuridis yang akan membawa

konsekuensi yuridis yang berbeda. Oleh karena itu, setiap tindak pidana yang

dirumuskan di dalam undang-undang khusus harus disebut kualifikasi

yuridisnya, sebab apabila tidak disebutkan, akan menimbulkan masalah

yuridis dalam menerapkan aturan umum KUHP terhadap Undang-Undang

khusus itu. Di dalam produk legislatif selama ini, banyak sekali Undang-

Undang yang tidak menyebutkan atau menetapkan kualifikasi yuridis tindak

pidana.

Sistem Pemidanaan adalah sebagai bagian dari mekanisme penegakan

hukum (pidana) maka pemidanaan yang biasa juga diartikan “pemberian

pidana“ tidak lain merupakan suatu “proses kebijakan” yang sengaja

direncanakan.

Kebijakan formulasi/kebijakan legislatif dalam menetapkan sistem

pemidanaan merupakan suatu proses kebijakan yang melalui beberapa tahap:8

1. Tahap penetapan pidana oleh pembuatan undang-undang

2. Tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang

3. Tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang.

8 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op, cit, h. 91

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

46

Mengingat pentingnya tujuan pidana sebagai pedoman dalam

memberikan atau menjatuhkan pidana maka di dalam Konsep Rancangan

Buku I KUHP Nasional yang disusun oleh LPHN pada tahun 1972

dirumuskan dalam Pasal 2 sebagai berikut 9:

1. Maksud tujuan pemidanaan ialah:

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara,

masyarakat dan penduduk;

b. Membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota masyarakat

yang berbudi baik dan berguna;

c. Menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak pidana;

d. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak

diperkenankan merendahkan martabat manusia.

2. Pemidanaan bertujuan untuk:

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma

hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian

menjadikannya orang yang baik dan berguna, serta mampu untuk

hidup bermasyarakat;

c. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

d. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak

diperkenankan merendahkan martabat manusia.

B. Tindak Pidana Korupsi

Mendefinisikan tindak pidana korupsi maka kata tindak pidana

korupsi terdiri dari kata tindak pidana dan kata korupsi. Definisi tindak

pidana dapat dilihat dari pendapat para pakar antara lain VOS. Delik adalah

feit yang dinyatakan dapat dihukum undang-undang, sedangkan menurut Van

Hamel, delik adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hak orang lain.

Menurut Simons, delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah

dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat

9 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana. Raja Grafindo Press, Yogyakarta, 2001, h.. 25

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

47

dipertanggungjawabkan tindakannya dan oleh undang-undang telah

dinyatakan sebagai suatu perbuatan/tindakan yang dapat dihukum.10

1. Definisi tindak pidana

Pengertian sederhana dari tindak pidana ada perbuatan yang

dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan di mana disertai ancaman

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar

ketentuan tersebut. 11

Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah

laku dan gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga

seseorang untuk tidak berbuat akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia,

dia telah melakukan tindak pidana.

Oleh karena itu, setelah melihat berbagai definisi di atas, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut dengan tindak pidana

adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan

pidana di mana pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang

bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum)

juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya

diharuskan oleh hukum).

10 Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), Sinar

Grafika, Jakarta, 1991, h. 23 11 Ismu Gunadi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Prestasi Pustaka

Publisher, 2011, h. 42

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

48

Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam

dari tindak pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut

terdapat unsur-unsur tindak pidana, yaitu:12

a. Unsur obyektif

Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada

hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan di

mana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan, terdiri dari:

1) sifat melanggar hukum;

2) kualitas dari si pelaku;

Misalnya keadaan sebagai pegawai negeri di dalam kejahatan

jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai

pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas dalam

kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.

3) kausalitas

Hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suau

kenyataan sebagai akibat.

b. Unsur Subyektif

Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku atau

yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya

segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri

dari:

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

2) Maksud pada suatu percobaan seperti ditentukan dalam pasal 53

ayat (1) kuhp;

3) Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-

kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan sebagainya;

4) Merencanakan terlebih dahulu seperti tercantum dalam pasal

340 kuhp yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu;

5) Perasaan takut seperti terdapat dalam pasal 308 kuhp.

Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit adalah

diperkenalkan dalam Undang-undang tindak pidana khusus misalnya

Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Tindak Pidana

Narkotika dan Undang-undang mengenai Pronografi yang mengatur

secara khusus Tindak Pidana Pornografi.

12 Teguh Prasetyo, 2010, Op.Cit, h. 28

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

49

Sudarto menggunakan istilah tindak pidana dengan alasan

pemakaian istilah yang berlainan itu tidak menjadikan soal, asal

diketahui apa yang dimaksudkan dan dalam hal ini yang penting adalah

isi dari pengertian itu. Namun lebih condong untuk memakai istilah

tindak pidana seperti yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang.

Istilah ini sudah dapat diterima oleh masyarakat. Jadi mempunyai

‘sociologische gelding’.13

Moeljatno menganggap lebih tepat dipergunakan istilah perbuatan

istilah perbuatan pidana. Alasan karena perkataan perbuatan merupakan

suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan konkrit,

yaitu:

a. Adanya kejadian yang tertentu;

b. Adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.14

Istilah peristiwa pidana dipakai oleh Utrecht dalam bukunya ‘Sari

Kuliah Hukum Pidana I’ dan juga digunakan dalam Pasal 14 ayat (1)

Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

Pengertian perbuatan pidana menurut Moeljatno adalah perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar

larangan tersebut.15

Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa suatu tindak pidana adalah

pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu hukum

13 Sudarto, tt, Hukum Pidana I, Yayasan Soedarto, Semarang, h. 23 14 Moeljatno, Asas-asas hukum Pidana, Bina Aksara Jakarta, Jakarta, 1983, h.54 15 Ibid, h.54.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

50

perdata, hukum ketatanegaraan dan hukum tata usaha pemerintah, yang

oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum

pidana.16

Simons mengartikan starbaarfeit adalah kelakuan (handeling)

yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang

berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang

mampu bertanggung jawab.17

Van Hamel merumuskan starbaarfeit sebagai kelakuan orang

(menselijk gadraging) yang dirumuskan di dalam wet, yang bersifat

melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.18

Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum

pidana. Tindak pidana adalah duatu pengertian yuridis, lain halnya

dengan istilah “perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime atau verbrechen

atau misdaad) yang biasa diartikan secara sosiologis atau kriminologis.19

Menurut D. Simons, unsur-unsur starftbaarfeit adalah:

a. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat

atau membiarkan);

b. Diancam dengan pidana (straftbaar gesteld);

c. Melawan hukum (onrechtmatig);

d. Dilakukan dengan kesalahan (metschuld in veerband stand).

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (teorekeningsvatbaar

persoon).

Jadi dalam mempergunakan istilah tindak pidana haruslah bagi

orang lain apakah yang dimaksudkan adalah menurut pandangan

16 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana tertentu di Indonesia, Ereseo, Bandung,

1986, h. 45 17 Moeljatno Op. Cit., h.56 18 Ibid., 19 Sudarto, Op.Cit., h..25

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

51

monistis atau dualisme. Bagi orang yang berpandangan monistis

seseorang yang melakukan tindak pidana sudah dapat dipidana,

sedangkan bagi yang berpandangan dualisme sama sekali belum

mencukupi syarat untuk dipidana karena masih harus disertai syarat

pertanggungjawaban pidana yang harus ada pada orang yang berbuat.

2. Tindak Pidana Korupsi

Korupsi menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada Pasal 2 dijelaskan yaitu :

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara”.

Sedangkan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan dalam

jabatannya juga masuk dalam ranah korupsi bila perbuatannya itu

merugikan keuangan negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 3;

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena

jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara”.

Kata korupsi berasal dari bahasa Latin ‘corruptio, ‘corruption’

(bahasa Inggris) dan ‘corruptie’ (bahasa Belanda), arti harfiahnya

menunjuk pada perbuatan yang rusak, busuk dan tidak jujur yang

dikaitkan dengan keuangan.20

Dalam Black’s Law Dictionary, korupsi adalah perbuatan yang

dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang

20 Muhammad Yamin, Op Cit, h. 196.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

52

tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan

jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk

dirinya sendiri atau orang lain berlawanan dengan kewajibannya dan hak-

hak dari pihak lain.21

Pengaturan mengenai tindak pidana korupsi diatur di dalam

hukum pidana seperti pada Pasal 55 KUHP ayat (1) yang menyebut

bahwa dipidana sebagai pelaku tindak pidana (1) mereka yang

melakukan, menyuruh, melakukan dan yang turut serta melakukan

perbuatan dan (2) mereka yang dengan memberi atau menjanjikan

sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan

kekerasan, ancaman atau penyesatan atau dengan memberi kesempatan,

sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya

melakukan perbuatan.

Tindak pidana korupsi diatur secara tersendiri melalui Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi yang diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa setiap orang

yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana

21 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, West Publishing, St. Paul

Minesota, 1990, h. 199

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

53

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.

200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah).

Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa setiap orang

yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.

50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah).

Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan oleh atau atas nama

suatu korporasi diatur bahwa pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah

pidana denda dengan ketentuan maksimal ditambah 1/3 (sepertiga).

Penjatuhan pidana ini melalui prosedural ketentuan Pasal 20 ayat (1)

sampai dengan ayat (5) Undang-undang 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut:

a. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu

korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan

terhadap korporasi dan/atau pengurusnya;

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

54

b. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak

pidana tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan

kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam

lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama;

c. Tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi

tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat

diwakilkan kepada orang lain;

d. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap

sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya

pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan;

e. Tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan

untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut

disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau

ditempat pengurus berkantor.

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi adalah sebagai berikut:

a. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi;

b. Perbuatan melawan hukum;

c. Merugikan keuangan negara atau perekonomian;

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

55

d. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada

padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan

menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

C. Putusan pengadilan

1. Pengertian putusan Pengadilan

Pengertian putusan pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP

yaitu pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka

yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan

hukum, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang

ini. Menurut Yahya Harahap bahwa putusan akan dijatuhkan pengadilan,

tergantung dari hasil mufakat musyawarah hakim berdasar penilaian

yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala

sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.22

Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari

hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala

sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang pengadilan. Putusan

yang dijatuhkan hakim dimaksudkan untuk mengakhiri atau

menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya, dengan terlebih

dahulu hakim memeriksa perkaranya. Setelah putusan Pengadilan

diucapkan oleh hakim harus ditanda tangani oleh hakim dan panitera

22 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 347

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

56

(Pasal 200 KUHAP) dalam hal ini semua hakim yang memeriksa perkara

harus ikut menandatangani baik hakim ketua maupun hakim anggota.

Putusan merupakan hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah

dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat

berbentuk tertulis ataupun lisan23. Ada juga yang mengartikan putusan

(vonnis) sebagai vonnis tetap (definitief).

Putusan yang dimuat berupa penghukuman terdakwa oleh

sebagian pakar yang menyebutkan putusan pemidanaan. Perkataan

pidana identik dengan hukuman, tetapi berdasarkan persepsi sebagian

masyarakat yang memberi makna seolah-olah pidana tersebut identik

dengan pidana penjara, maka untuk mencegah pengertian yang keliru

dipergunakan istilah penghukuman.24

Penjatuhan hukuman/pidana tersebut dirumuskan pada Pasal 193

ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:”Jika pengadilan berpendapat

bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan

kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana”.

Dalam pembangunan hukum yang sedang berlangsung diperlukan

kecermatan dalam penggunaan istilah-istilah hukum. Mengenai kata

putusan yang diterjemahkan dengan kata vonnis adalah hasil akhir dari

pemeriksaan perkara di sidang pengadilan. Ada juga yang disebut dengan

interlocutoire yang diterjemahkan dengan keputusan antara atau

keputusan sela dalam preparatoire yang diterjemahkan dengan keputusan

23 Leden Marpaung, 2010. Op.Cit.,. h. 129 24 Ibid. h. 138

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

57

pendahuluan/keputusan persiapan serta keputusan provisionele yang

diterjemahkan dengan keputusan untuk sementara.

2. Syarat Sahnya putusan pengadilan

Menurut Pasal 195 KUHAP, semua Putusan Pengadilan hanya

sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka

untuk umum. Dari pasal tersebut, dapat diambil pengertian sebagai

berikut:25

a. Putusan pengadilan berlaku sah dan mempunyai kekuatan hukum

apabila diucapkan di sidang Pengadilan yang terbuka untuk umum.

b. Semua keputusan tanpa kecuali harus diucapkan dalam sidang yang

terbuka untuk umum.

Dengan demikian, sahnya suatu putusan pengadilan harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Memuat hal-hal yang diwajibkan;

b. Diucapkan di sidang terbuka untuk umum.

Hal-hal tersebut harus dinyatakan sebagai syarat mutlak sesuatu

putusan sedang hal-hal lain misalnya dengan hadirnya terdakwa, tidak

merupakan syarat mutlak. Dengan hadirnya salah seorang terdakwa saja

dari beberapa terdakwa maka putusan tersebut telah sah. Demikian pula

dengan pengecualian yang mengadili terdakwa secara in absentia atau

pengadilan yang memutuskan secara verstek, putusan tetap sah. Dengan

demikian pakar yang mengatakan kehadiran terdakwa sebagai syarat sah

tidaknya putusan adalah keliru.26

25 Ibid, h. 357 26 Ibid.,, h. 148

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

58

3. Macam putusan pengadilan

Terdapat beberapa macam putusan dalam sidang perkara pidana

adalah sebagai berikut.27

a. Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili.

Dalam hal menyatakan tidak berwenang mengadili dapat

terjadi dalam bentuk-bentuk peristiwa sebagai berikut:

1) Penetapan;

2) Keputusan;

3) Putusan.

b. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum.

Syarat dakwaan batal demi hukum dicantumkan dalam Pasal

153 ayat (3) KUHAP yang rumusannya adalah bahwa: ”Surat

dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum”.

c. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima.

Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat

diterima pada hakikatnya tidak cermat Penuntut Umum karena

putusan tersebut dijatuhkan karena hal-hal sebagai berikut:

1) pengaduan yang diharuskan bagi penuntutan tidak ada (delik

pengaduan);

2) perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa telah pernah

diadili (nebis in idem);

3) hak untuk penuntutan telah hilang karena daluwarsa (verjaring).

d. Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa dilepas dari segala

tuntutan hokum.

Pasal 191 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa perbuatan

yang didakwakan kepada terdakwa di sidang pengadilan negeri

terbukti tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan suatu tindak

pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hokum.

e. Putusan bebas.

Putusan bebas dirumuskan dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP

yang menyatakan bahwa:”Jika pengadilan berpendapat bahwa dari

hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang

didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan maka terdakwa diputuskan bebas”.

4. Pertimbangan Hakim

Dalam proses pemeriksaan di persidangan tindak pidana, setelah

hakim ketua menyatakan pemeriksaan selesai, maka hakim menyatakan

27 Ibid. h. 131-138

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

59

persidangan selesai dan menunda persidangan dengan menyatakan

persidangan ditunda guna memberi waktu kepada hakim majelis

bermusyawarah guna mengambil keputusan. Musyawarah hakim adalah

untuk menetapkan putusan yang akan diambil berdasarkan persidangan,

hal apa saja yang terbukti dari surat dakwaan.

Putusan yang diambil dalam musyawarah merupakan hasil

permufakatan. Sebelum menjatuhkan putusan pemidanaan, hakim

mempertimbangkan fakta-fakta atau perbuatan yang dilakukan terdakwa,

kemudian menetapkan pemidanaan yang cocok pada fakta-fakta itu,

sehingga dengan jalan penafsiran dapat menentukan terdakwa dipidana

atau tidak dan bagaimana bentuk pidananya.28

Hal yang senantiasa harus diingat adalah bahwa penjatuhan

pidana merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari walaupun pemidanan

pada dasarnya merupakan bentuk pelanggaran HAM yang nyata, tetapi

perampasan HAM seorang yang terbukti melakukan tindak pidana

haruslah dimaksudkan dengan tujuan yang lebih baik yaitu untuk

memperbaiki si terpidana dan memulihkan keadaan masyarakat serta

harus dilakukan dengan patokan, standar dan prosedur yang ketat dan

dapat dipertanggungjawabkan.29

Istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional

dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu

28 Paingot Rambe Manalu dkk, Hukum acara Pidana dari Segi Pembelaan, CV

Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2010, h. 168 29 Erdianto Effedi, Hukum Pidana Indonesia, Suatu Pengantar, Refika Aditama,

Bandung, 2011, h. 140-141

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

60

dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak

hanya sering digunakan dalam bidang hukum tetapi juga dalam istilah

sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya.30 Oleh

karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus maka perlu ada

pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-

ciri atau sifatnya yang khas.31

Putusan yang dimuat berupa penghukuman terdakwa oleh

sebagian pakar yang menyebutkan putusan pemidanaan. Perkataan

pidana identik dengan hukuman, tetapi berdasarkan persepsi sebagian

masyarakat yang memberi makna seolah-olah pidana tersebut identik

dengan pidana penjara, maka untuk mencegah pengertian yang keliru

dipergunakan istilah penghukuman.32

Mengenai penjatuhan hukuman/pidana tersebut dirumuskan pada

Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa:”Jika pengadilan

berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana.”

Bentuk dari suatu putusan tidak diatur dalam KUHAP. Namun

jika diperhatikan bentuk-bentuk putusan, maka bentuknya hampir

bersamaan dan tidak pernah dipermasalahkan karenanya sebaiknya

bentuk-bentuk putusan yang telah ada tidak keliru jika diikuti.

Mengenai isi putusan, ditentukan secara rinci dan limitatif dalam

Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang rumusannya sebagai berikut:

30 Muladi dan Barda Nawawi, 2005, Op.Cit., h. 1 31 Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, h. 185 32 Ibid. h. 138

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

61

Surat putusan pemidanaan memuat.

a. Kepala putusan yang ditulis berbunyi: Demi keadilan berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa.

c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan.

d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan

keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di

sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.

e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan.

f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan

yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang

memberatkan dan meringankan terdakwa.

g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali

perkara diperiksa oleh hakim tunggal.

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua

unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya

dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan.

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan

menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang

bukti.

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu dan keterangan di

mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat autentik dianggap

palsu.

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau

dibebaskan.

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang

memutus dan nama panitera.

Mengenai proses pertimbangan di dalam pengambilan putusan

secara singkat diawali dengan Ketua Sidang/Ketua Majelis yang

menyatakan bahwa pemeriksaan tertutup (Pasal 182 ayat (2) KUHAP),

maka Hakim mengadakan musyawarah yang dipimpin Ketua

Sidang/Ketua Majelis yang mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim

yang termuda sampai hakim yang tertua. Pertanyaan dimaksud adalah

bagaimana pendapat dan penilaian hakim yang bersangkutan terhadap

perkara yang dihadapi.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

62

Hakim yang bersangkutan mengutarakan pendapat dan uraiannya

dimulai dengan pengamatan dan penelitiannya tentang hal formil barulah

kemudian tentang hal materiil, yang kesemuanya didasarkan atas surat

dakwaan penuntut umum.

Hal-hal formil yang dimaksud misalnya sebagai berikut:

a. Apakah pengadilan di mana majelis hakim bersidang berwenang

memeriksa perkara tersebut atau tidak;

b. Apakah surat dakwaan telah memenuhi syarat-syarat;

c. Apakah dakwaan dapat diterima atau tidak, hal ini berkenaan dengan

ne bis in iden dan verjaring.

Setelah hal-hal formil ini terpenuhi, maka dilanjutkan dengan

materi perkara misalnya tentang hal-hal sebagai berikut:

a. Perbuatan mana yang telah terbukti di persidangan, unsur-unsur

mana yang terbukti dan alat bukti yang mendukungnya serta nama

yang tidak terbukti;

b. Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya

tersebut;

c. Apakah hukuman yang patut dan adil yang dijatuhkan kepada

terdakwa atas perbuatannya.

Setelah masing-masing Hakim Anggota Majelis mengutarakan

pendapat atau pertimbangan-pertimbangan dan keyakinannya atas

perkara tersebut maka dilakukan musyawarah untuk mufakat. Ketua

Majelis berusaha agar diperoleh permufakatan bulat (Pasal 182 ayat (2)

KUHAP), akan tetapi jika mufakat bulat tidak diperoleh maka putusan

diambil dengan suara terbanyak.33 Adakalanya para hakim masing-

masing berbeda pendapat atau pertimbangan, sehingga suara terbanyak

pun tidak dapat diperoleh. Jika hal tersebut terjadi maka putusan yang

33 Leden Marpaung. Op cit. h. 130

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

63

dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan terdakwa

seperti yang disebutkan dalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP. Pelaksanaan

(proses) pengambilan putusan tersebut dicatat dalam buku Himpunan

Putusan yang disediakan secara khusus untuk itu yang sifatnya rahasia.

D. Penegakan Hukum Dalam Keadilan Bermartabat

Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan

nilai, ide dan cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan

hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral seperti keadilan dan

kebenaran, nilai-nilai tersebut harus mampu diwujutkan dalam realita nyata.

Menurut Soerdjono Soekanto bahwa secara konsepsional hukum dalam arti

penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

yang terjabar di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah sikap

tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan,

memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum,

maka sudah semestinya seluruh tenaga dikerahkan agar hukum mampu

bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum, kegagalan hukum

untuk mewujudkan nilai hukum tersebut merupakan ancaman berbahaya akan

lemahnya hukum yang ada.

Hukum yang miskin/lemah implementasinya terhadap nilai-nilai

moral akan berjarak serta terisolasi dari masyarakatnya. Dan keberhasilan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

64

penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer legitasinya

hukum ditengah-tengah realiatas sosial.

Hukum dibuat untuk dilaksanakan, oleh sebab itu hukum tidak dapat

dipisahkan dengan masyarakat sebagai basis bekerjanya hukum.

Di era sekarang ini penegakan hukum merupakan bagian dari tuntutan

masyarakat yang menginginkan adanya suatu reformasi hukum, akan tetapi

seringkali tuntutan masyarakat terhadap reformasi hukum tersebut hanya

disudutkan pada “Hakim” dalam hal ini Pengadilan, padahal penegakan

hukum bukan hanya dibebankan pada tugas Hakim/Pengadilan saja, tetapi

termasuk sebagai bagian dari Polisi selaku penyidik dan Jaksa selaku

penuntut umum, yang sering disebut dengan istilah “Criminal Justice System”

yang sebagai prilaku penegakan hukum.

Dalam ilmu tentang “prilaku hukum” memang merupakan atau punya

pendekatan tersendiri dalam ilmu hukum, yang menurut Max Weber bahwa

dalam mempelajari hukum ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat digunakan

yaitu:

1. Pendekatan moral terhadap hukum;

2. Pendekatan dari sudut ilmu hukum normatif;

3. Pendektan sosiologis terhadap hukum.34

Pendekatan moral terhadap hukum yang paling utama diperhatikan

yaitu, hukum harus mengekspresikan suatu moralitas umum (a common

34 http://lsmkebenarankeadilan.blogspot.co.id/2015/08/kebenaran-keadilan-

bermartabat.html diakses 10 November 2016

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

65

morality) yang didasarkan pada suatu konsensus tentang apa yang secara

moral dianggap salah dan apa yang secara moral dianggap benar.

Pendekatan ilmu hukum normatif atau jurisprudensi berpandangan

bahwa hukum seharusnya “otonom” atau independent dari religi, filosofi dan

nilai-nilai serta asas-asas politik, sedangkan pendekatan sosiologis hanya

terfokus pada hukum sebagai prilaku atau “behaviour”, hukum sebagai

tindakan atau “action” dan hukum sebagai realita atau reality.

Keotonomian hukum yang dilakukan Pengadilan sebagaimana diungkapkan

dalam pendekatan jurisprudensi ada kalanya dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor

yaitu : Ekonomi; Sosial; dan Politik.

Untuk menghindari ketiga faktor yang mempengaruhi keotonomian

hukum tersebut diatas, maka harus dapat membiasakan diri hidup sederhana,

jangan memaksakan keadaan, dan jangan menggunakan “Aji mumpung“

yaitu mumpung banyak orang-orang yang berkepentingan mau menyumbang,

juga jangan meminta dan atau menerima sumbangan dari orang-orang yang

secara tersirat maupun tersurat mempunyai kepentingan dengan jabatan,

karena tidak ada seseorang/pengusaha yang mau menyumbang apabila tidak

punya kepentingan, jika sekali saja menerima sumbangan dari

seseorang/pengusaha berarti telah “Menggadaikan Integritas Jabatan” atau

pribadinya. Oleh karena itu prilaku hukum dari penegak hukum (Polisi, Jaksa

dan Hakim) merupakan salah satu faktor terpenting agar penegakan hukum

dapat terlaksana secara optimal dan bermartabat.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

66

Dalam penegakan hukum bukan semata mata hanya menjalankan

pelaksanaan Perundang-undangan atau Law enforcement, tetapi penegakan

hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang

terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah untuk

menciptakan, memelihara dan mempertahankan keadamaian dalam pergaulan

hidup.

Dalam melaksanakan penegakan hukum sangat bergantung pada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi yaitu:

1. Faktor hukum atau peraturan itu sendiri;

2. Faktor petugas yang menegakkan hukum;

3. Faktor warga masyarakat;

4. Faktor kebudayaan atau legal culture;

5. Faktor sarana atau fasilitas yang dapat diharapkan untuk mendukung

pelaksana hukum.35

Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tersebut

diatas dapat digunakan untuk melihat penomena prilaku hukum di Pengadilan

dalam melaksanakan penegakan hukum yang bermartabat.

Para pakar sosiologi hukum pada umumnya membatasi penelitian

mereka hanya terhadap suatu masyarakat spesifik serta meninjau lembaga-

lembaga sosial yang ada didalamnya seperti keluarga, komunitas keagamaan

atau subkultur, untuk menentukan peran lembaga-lembaga tersebut dalam

mengembangkan ketaatan terhadap hokum.

Sosiologi adalah kajian ilmu tentang kehidupan sosial dan dengan

demikian sosiologi hukum adalah kajian ilmiah tentang perilaku hukum.

35 http://lsmkebenarankeadilan.blogspot.co.id/2015/08/kebenaran-keadilan-

bermartabat.html diakses 10 November 2016

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

67

Di dalam sosiologi hukum dikatakan bahwa hukum dapat

dikelompokkan sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat apabila:

Pertama : Berlaku secara yuridis yaitu perlakuan hukum didasarkan pada

kaidah yang tingkatnya lebih tinggi. Bila berlakunya hanya

secara yuridis maka hukum termasuk kaidah mati.

Kedua : Berlaku secara secara sosiologi, hukum dapat dipaksakan

berlakunya oleh penguasa meskipun masyarakat menolaknya

(teori kekuasaan) atau hukum berlaku karena diterima dan

diakui oleh masyarakat (teori pengakuan). Jika berlakunya

hanya secara sosiologis dalam teori kekuasaan, maka hukum

hanya akan menjadi alat untuk memaksa.

Ketiga : Berlaku secara filosofis (sesuai dengan cita cita hukum sebagai

nilai positif yang tertinggi). Apabila berlakunya hanya secara

filosofis, hukum hanya akan menjadi kaidah yang dicita-citakan

(ius constituendum).

Sosiologi hukum peradilan fokus utamanya adalah tentang “realitas

peran Hakim” yang menyoroti prilaku Hakim sebagai salah satu unsur

pembentuk hukum melalui putusannya (judge made law).

Harus disadari bahwa masih banyak perundang-undangan di Indonesia

dewasa ini yang belum mampu menjawab dinamika kebutuhan hukum yang

sangat cepat, sehingga yang terjadi apa yang dikatakan Undang-undang

senantiasa tertatih-tatih mengejar peristiwa yang seyokyanya diselesaikan,

maka dalam kondisi ini peran para hakim sangat dibutuhkan untuk

melahirkan putusan yang mampu mengisi ketertinggalan undang-undang, dan

memenuhi kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.36

Tentu saja dalam hal ini, kemampuan para hakim untuk

menginplementasikan berbagai metode penemuan hukum, termasuk berbagai

interpretasi dan juga konstruksi yang sangat diharapkan.

36 http://lsmkebenarankeadilan.blogspot.co.id/2015/08/kebenaran-keadilan-

bermartabat.html diakses 10 November 2016

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

68

Menurut Satjipto Rahardjo bahwa teori hukum dari perspektif

keadilan sacara harfiah ia berarti “Pengatahuan dan pendapat tentang hukum”

(Knowledge and opinion about law). Dalam teori ini dijelaskan bahwa

pelaksanaan hukum ditentukan oleh dua variabel yaitu:

1) Variabel ekstra (meta) yuridis yaitu kompleksitas kekuatan sosial politik,

struktur masyarakat, dan faktor-faktor peribadi;

2) Variabel intra yuridis, dalam variabel ini terdapat 3 (tiga) subvariabel

yaitu:

a) Pembuat perundang-undangan;

b) Birokrasi hukum;

c) Rakyat sebagai subyek hukum .37

Antara pembuat perundang-undangan dengan birokrasi dan rakyat

diikat oleh norma, dan antara birokrasi dengan rakyat diikat oleh aktivitas

pelaksanaan hukum. 3 (tiga) variabel tersebut masing-masing memiliki sifat

umpan balik, terjadi hubungan umpan balik antara pembuat peraturan dengan

birokrasi, terjadi hubungan umpan balik antara pembuat peraturan dengan

rakyat dan terjadi hubungan umpan balik antara birokrasi dengan rakyat.

Selanjutnya bahwa kesadaran hukum sebenarnya menyangkut faktor-

faktor apakah suatu hukum diketahui, diakui, dihargai, dan ditaati oleh warga

Negara. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penegakan

hukum, adalah:

1) Faktor hukum atau perundang-undangan;

2) Faktor penegakan hukum;

3) Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4) Faktor masyarakat, lingkungan yang menjadi tempat hukum

diberlakukan dan diterapkan;

5) Faktor kebudayaan, karya, cipta, dan rasa manusia yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidup.38

37 http://lsmkebenarankeadilan.blogspot.co.id/2015/08/kebenaran-keadilan-

bermartabat.html diakses 10 November 2016

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

69

Hasil kajian teori penegakan hukum yang telah diuraikan diatas

kiranya dapat diduga bahwa wibawa Hakim/Pengadilan dipengaruhi oleh 3

(tiga) faktor yaitu:

1) Faktor peraturan perundang undangan;

2) Faktor birokrasi;

3) Faktor kesadaran hukum masyarakat.

Faktor-faktor inilah yang diduga dapat memicu lahirnya Hakim yang

unggul kompetitif dan Hakim yang unggul komparatif.

Di dalam sistem pembuatan putusan dan sistem penyelesaian sengketa

dalam hal ini Pengadilan, tidak ada putusan yang hanya berasal dari satu

unsur yang bertindak sendiri. Semua “outputs” dihasilkan dari suatu sistem

hubungan-hubungan sosial yang terstruktur.

Idealnya para hakim benar-benar menyelaraskan antara harapan dan

norma prilaku yang mengandung nilai-nilai. Khususnya secara konkret

dirumuskan dalam Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor: 4 Tahun

2004, tentang Kekuasaan Kehakiman, dengan seperangkat orientasi atau

sikap peran dari sosok hakim. Dengan kata lain pengembangan kemampuan

hakim mencakup semua unsur yang ditentukan dalam Pasal 32 dan Pasal 33

Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 2004 tersebut yaitu:

1) Pengembangan integritas dan kepribadian hakim dengan senantiasa

mengoptimalkan prilaku tidak tercela, jujur, adil dan mandiri;

2) Pengembangan diri dengan cara secara terus-menerus belajar dari

menangani dan mengadili berbagai kasus in konkreto selama kariernya

sebagai hakim;

38 http://lsmkebenarankeadilan.blogspot.co.id/2015/08/kebenaran-keadilan-

bermartabat.html diakses 10 November 2016

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

70

3) Pengembangan profesionalisme hakim dengan cara terus menerus

menambah wawasan keilmuan, baik dalam bidang hukum maupun

bidang-bidang lain yang berada disekitar ilmu hukum, seperti sosiologi,

antropologi, psikologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan lain lain.

Dalam rangka pengembangan kemampuan hakim agar dengan

wawasan intelektualitas dan penalarannya mampu menghasilkan putusan-

putusan yang bukan saja berdasarkan hukum dan keadilan, melainkan juga

benar-benar mampu mewujutkan tuntutan dan kebutuhan hukum masyarakat,

yang pada akhirnya dengan putusannya tersebut dapat mewujutkan suatu

Pengadilan yang bermartabat atau penegakan hukum yang bermartabat dalam

suatu putusan hakim.

Tugas utama pengadilan/hakim adalah menerima, memeriksa dan

memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya, tidak boleh menolak suatu

perkara dengan dalil tidak ada aturan hukum yang mengaturnya, maka dalam

hal ini pengadilan/hakim dituntut untuk menggali hukum yang berkembang

dimasyarakat sehingga putusan yang dijatuhkannya bisa dianggap adil

menurut masyarakat.

Berbicara keadilan yang bermartabat adalah sangat sulit, karena

menurut pihak yang satu sudah adil, tapi belum tentu pihak yang lain adil.

Dan tidak seorangpun yang dapat merumuskan adil secara interpralistik

maupun komprehensif, karena kadang kala adil secara netralpun tidak

mungkin diterima secara memuaskan bagi kalangan masyarakat.

Bertambah sulit lagi menentukan adilnya suatu putusan jika hakim

menerapkan hukum secara “tidak profesional dan bersikap formalistik

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem dan Tujuan Pemidanaan...“Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti ... hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

71

legalthinking”. Oleh karena itu putusan yang adil dan bermartabat adalah

putusan yang memenuhi unsur : yuridis, sosiologis dan philosofis.

Bertitik tolak dari itu maka untuk menentukan patokan putusan yang

adil dan bermartabat, maka hakim berdasarkan hati nurani yang bersih dan

netral dalam menjatuhkan putusannya agar memenuhi kebenaran dan rasa

keadilan. Terutama dalam perkara pidana, putusan harus memuat hal-hal

sebagai berikut:

1) Bersifat koreksi, yaitu dimana hakim harus berani mengatakan yang

benar itu benar dan yang salah itu salah, karena hakim dalam

melaksanakan pekerjaannya dituntut adanya keberanian dan tanggung

jawab untuk mengoreksi pelaku tindak pidana yang diajukan kepadanya;

2) Bersifat edukasi, yaitu pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak

pidana bukan hanya untuk mengoreksi saja, tetapi juga harus dapat

mendidik agar pelaku tindak pidana tidak akan mengulangi lagi

perbuatan pidana yang telah dilakukannya;

3) Bersipat prefensi, yaitu dimana pelaku tindak pidana atau masyarakat

setelah adanya putusan yang dijatuhkan oleh hakim akan merasa

ketakutan apabila akan melakukan suatu tindak pidana;

4) Bersipat represif, yaitu putusan yang dijatuhkan hakim mengandung

adanya nilai ganjaran pidana yang seimbang dengan perbuatan yang

dilakukan oleh pelaku tindak pidana.