bab ii tinjauan pustaka a. implementasi nilai-nilai...

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Nilai-nilai Karakter Guru 1. Pengertian Karakter Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Secara terminolgi (istilah) karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Menurut Elkind & Sweet (Dalam Gunawan 2012:23), Pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya). Albertus (2010:03) menyatakan bahwa pendidikan karakter terdiri dari dua kata yang apabila dipisahkan memiliki makna masing-masing. Pendidikan adalah selalu berkaitan dengan hubungan sosial manusia, manusia sejak lahir tidak dapat hidup sendiri tetapi membutuhkan orang lain, sedangkan karakter bersifat lebih subjektif hal tersebut dikatakan demikian karena berkaitan dengan struktur antopologis manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasan. 5

Upload: duongtruc

Post on 06-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi Nilai-nilai Karakter Guru

1. Pengertian Karakter

Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin character, yang

berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak.

Secara terminolgi (istilah) karakter diartikan sebagai sifat manusia pada

umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri.

Menurut Elkind & Sweet (Dalam Gunawan 2012:23), Pendidikan karakter

dimaknai sebagai berikut:

“Character education is the deliberate effort to help people understand,

care about, and act upon core ethical values. When we think about the

kind of character we want for our children, it is clear that we want them to

be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do

what they believe to be right, even in the face of pressure from without and

temptation from within”. bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu

yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.

Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup

keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau

menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal

terkait lainnya).

Albertus (2010:03) menyatakan bahwa pendidikan karakter terdiri dari dua

kata yang apabila dipisahkan memiliki makna masing-masing. Pendidikan adalah

selalu berkaitan dengan hubungan sosial manusia, manusia sejak lahir tidak dapat

hidup sendiri tetapi membutuhkan orang lain, sedangkan karakter bersifat lebih

subjektif hal tersebut dikatakan demikian karena berkaitan dengan struktur

antopologis manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasan.

5

6

Menurut T. Ramli (dalam Gunawan, 2012:24), pendidikan karakter

memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan

akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia

yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria

manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik

bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial

tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh

karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di

Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang

bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina

kepribadian generasi muda.

Pendidikan karakter tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus dibangun

dengan melibatkan semua komponen yang ada. Dalam pendidikan formal,

keterlibatan kepala sekolah, guru, dan orang tua siswa sangat besar dalam

menentukan keberhasilannya. Unsur kurikulum yang meliputi tujuan, isi,

metode/strategi, dan evaluasi perlu disusun dengan baik dengan tetap

memerhatikan prinsip student centered. (berpusat pada siswa)Selain unsur

tersebut, upaya pengelolaan kegiatan belajar mengajar, kegiatan esktrakurikuler,

penciptaan suasana belajar dan lingkungan sekolah yang berkarakter, pembiasaan,

dan pembudayaan nilai dan etika yang baik dapat mendukung keberhasilan

program pendidikan karakter di sekolah.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa pendidikan karakter adalah nilai-nilai yang

berkaitan dengan kesosialan, dengan tujuan membentuk pribadi seseorang supaya

7

menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik,

serta dapat mempengaruhi diri sendiri dan orang lain apabila diimplementasikan

dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tujuan Pendidikan karakter

Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir,

sikap, dan perilaku sorang guru agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak

karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab sehingga dapat diimplementasikan

dalam kehidupan sehari-hari.

Secara substantif, tujuan pendidikan karakter adalah membimbing dan

memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif (baik). Tujuan pendidikan

karakter yang harus dipahami seorang guru adalah meliputi tujuan berjenjang dan

tujuan khusus pembelajaran. Tujuan berjenjang mencakup tujuan pendidikan

nasional, tujuan intitusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran (Zaenul,

2012:22).

Secara khusus menurut Kennet T. Henson (Zaenul, 2012:23) Tujuan

pendidikan nasional (aim) adalah perihal yang sesuai dengan amanat UUD 1945

dalam pembukaan alinea ke empat, bahwa tujuan pendidikan nasional kita adalah

”mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Tujuan institusional atau kelembagaan (goal) adalah membentuk pribadi

manusia yang beriman dan berakhlak mulai, serta mampu menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi. Adapun model yang dapat dikembangkan untuk

mendukung keberhasilan pendidikan karakter adalah melalui proses secara

bertahap, yaitu 1) sosialisasi; 2)internalisasi; 3) pembiasaan; 4) pembudayaan di

8

sekolah. Agar kegiatan ini dapat berhasil, perlu didukung dengan aturan dan

perangkat system yang baik. Selain itu juga diperlukan komitmen yang kuat dan

sungguh-sungguh dari semua stakeholder.

Tujuan pembelajaran (objective) disesuaikan dengan Kompetensi Dasar

(KD). Proses pembelajaran tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab

itu, tujuan pendidikan dan pembelajaran secara keseluruhan harus dikuasai oleh

guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin

dicapai.

Menurut Kemendiknas (2010:7), tujuan pendidikan karakter antara lain:

1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai

manusia dan warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan

karakter bangsa.

2. Mengembangkan kebiasaan dan prilaku peserta didik yang terpuji dan

sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang

religius.

3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik

sebagai generasi penerus banga.

4. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang

mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.

5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sebagai lingkungan belajar yang

aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan

karakter adalah membentuk, menanamkan, memfasilitasi, dan mengembangkan

9

nilai-nilai positif pada anak sehingga menjadi pribadi yang unggul dan

bermartabat.

3. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter di sekolah akan terlaksana dengan lancar, jika guru

dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter.

Kemendiknas (2010:35) memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan

pendidikan karakter yang efektif sebagai berikut:

1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

2. Mengidintifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup

pemikiran, perasaan, dan perilaku.

3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk

membangun karakter.

4. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku

yang baik.

6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang

yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan

membantu mereka untuk sukses.

7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri para peserta didik.

8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang

berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai

dasar yang sama.

10

9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam

membangun inisiatif pendidikan karakter.

10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam

usaha membangun karakter.

11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru

karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

Menurut Supiana (Zaenul,2012:30) untuk mengembangkan karakter perlu

dipahami prinsip-prinsip dasar pengembangan karakter sebagai berikut:

1. Karakter ditentukan oleh apa yang dilakukan, bukan apa yang dikatakan

atau diyakini. Prinsip ini memberikan verifikasi konkret tentang karakter

seorang individu dengan memberikan prioritas pada unsur psikomotorik

yang menggerakkan seseorang untuk bertindak. Pemahaman, pengertian,

dan keyakinan akan nilai secara objektif oleh seorang individu akan

membantu mengarahkan individu tersebut pada sebuah keputusan berupa

tindakan. Jadi, perilaku berkarakter itu ditentukan oleh perbuatan melalui

kata-kata seseorang.

2. Karakter seseorang itu bersifat dinamis. Untuk itulah setiap keputusan

menjadi semacam jalinan yang membingkai, membentuk jenis manusia

macam apa yang diinginkan.

3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan

dengan cara-cara yang baik. Pribadi yang berproses membentuk dirinya

menjadi manusia yang baik akan memiliki cara-cara yang baik bagi

pembentukkan dirinya. Setiap manusia harus menganggap bahwa

11

manusia bernilai di dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia tidak boleh

diperalat dan digunakan sebagai sarana bagi tujuan-tujuan tertentu. Hal

inilah yang membuat pendidikan memiliki dimensi moral. Keyakinan

moral inilah yang menentukan apakah seorang individu itu menjadi

manusia berkualitas. Seorang yang memiliki karakter dan memiliki

integritas moral akan menjaga keutuhan dirinya, yaitu keserasian antar

pikiran, perkataan, dan perbuatan.

4. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang

lain. Kita dapat memilih teladan yang baik dari mereka. Tekanan sosial

dan kelompok teman sebaya menjadi arena yang ramai dalam pergulatan

pendidikan karakter. Prinsip ini akan membantu seseorang menyadari

kekuatan diri berkaitan dengan keteguhan moral yang mereka miliki.

5. Apa yang dilakukan itu memiliki makna dan transformasi. Setiap orang

perlu disadarkan bahwa setiap tindakan yang berkarakter, setiap tindakan

yang bernilai, dan setiap perilaku yang bermoral yang mereka lakukan

memiliki makna dan bersifat transformatif.

6. Setiap tindakan dan keputusan yang memiliki karakter membentuk

seorang individu menjadi pribadi yang lebih baik.

4. Fungsi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar

berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan

membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban

bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan

12

melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat

sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

Dikti (2010:11) menyatakan bahwa secara khusus pendidikan karakter

memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

1. Pembentukan dan Pengembangan Potensi

Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi

manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik,

dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.

2. Perbaikan dan Penguatan

Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter manusia dan warga

negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran keluarga,

satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi

dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau

warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan

sejahtera.

3. Penyaring

Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa

sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk

menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi

bangsa yang bermartabat.

Terkait hal ini, Nur Kholiq (2011: 7) dalam tulisannya berjudul “Guru

berkarakter bagi dunia pendidikan” menjelaskan bahwa guru yang berkarakter

adalah guru yang mempunyai prinsip hidup dan perenungannya dan kebebasan

13

dalam berkreasi. Guru berkarakter akan berusaha menciptkan iklim belajar yang

efektif dan menyenangkan, dengan kreativitas metode pembelajaran, untuk

mengurangi kejenuhan dan menyesuaikan dengan konteks pembelajaran sehingga

tumbuh kegairahan dan motivasi instrinsik dan ekstrinsik.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pemerintah telah melakukan

berbagai cara untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Salah satu caranya

adalah pendidikan berkarakter. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku

yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam

lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara (Jamal Makmur, 2012:28).

Individu yang berkarakter adalah individu yang bisa membuat keputusan.

Pendidikan karakter adalah sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk

mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu dan membentuk watak

peserta didik dengan cara memberikan keteladanan, cara berbicara atau

menyampaikan materi dengan baik, toleransi dan berbagai hal yang terkait lainnya

dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan.

Komponen tersebut adalah meliputi isi kurikulum dan pembelajaran,

penilaian, penanganan pengelolaan mata pelajaran, pelaksanaan aktivitas atau

kegiatan kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja

seluruh warga sekolah atau lingkungan. Sehubungan dengan kebutuhan akan

pengembangan karakter, maka pelaksanaan pendidikan secara berkala dan

terencana dengan memperbaiki dan menyempurnakan sistem pendidikan, seperti

peyempurnaan kurikulum pengadaan buku pelajaran serta unsur-unsur lain yang

menunjang pelaksananan pendidikan. Semua itu dilakukan agar guru yang

14

professional dan berkarakter menjadi lebih baik dalam proses belajar mengajar.

Meskipun nilai-niai karakter telah dilaksanakan di sekolah-sekolah khususnya

kepada guru, tetapi dalam praktiknya masih banyak guru-guru di dalam kegiatan

belajar mengajar tidak berbasis pada pendidikan berkarakter.

B. Nilai-Nilai Karakter Guru

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian

diimplementasikan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

merupakan kurikulum yang dirancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya

bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan

dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik

melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri

(ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan

untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life skill terutama

kemampuan personal (personal skill) yang dimilikinya. Termasuk dalam hal ini

adalah pengembangan potensi peserta didik yang berhubungan dengan karakter

dirinya.

Dalam implementasi nilai-nilai karakter stakeholder di sekolah, guru

memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang

menjadi idola bagi anak didik. Keberadaannya sebagai jantung pendidikan sangat

tergantung pada sosok seorang guru. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan

motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas

dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin

siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam

15

menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas

manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri

sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang

organis, harmonis, dan dinamis.

Menurut Asmani Jamal Ma‟mur (2012:74) peran guru dalam pengembangan

karakter di sekolah adalah:

a. Keteladanan

Keteladanan merupakan faktor muklak yang harus dimiliki oleh guru.

Dalam pendidikan karakter, Keteladan guru sangat penting demi efektivitas

pendidikan karakter. Tanpa keteladanan, pendidikan karakter kehilangan ruhnya

yang paling esensial. Keteladanan memang mudah dikatakan, tapi sulit untuk

dilakukan. Sebab, keteladanan lahir melalui proses pendidikan yang panjang,

mulai dari pengayaan materi, perenungan, penghayatan, pengamalan, ketahanan,

hingga konsistensi dalam aktualitas. Banyak guru yang sikap dan prilaku mereka

tidak bisa menjadi contoh bagi anak didik. Mereka mentor yang bisa digugu dan

ditiru. Di sinilah pentingnya seluruh guru di negeri ini merenungkan kembali

peran dan fungsi utama mereka bagi pembangunan moral dan intelektual. Sudah

waktunya guru menjadi teladan utama dalam aspek pengetahuan, moral, dan

perjuangan sosial demi bangkitnya negeri ini dari keterpurukan moral.

b. Inspirator

Seorang akan menjadi sosok inspirator jika ia mampu membangkitkan

semangat untuk maju dengan menggerakkan segala potensi yang dimiliki untuk

meraih prestasi spektakuler bagi diri dan masyarakat. Secara otomatis, kesuksesan

16

seseorang akan menginspirasi orang lain untuk meniru dan mengembangkannya.

Di sinilah kebutuhan sosok-sosok inspirator untuk mengobarkan semangat

berprestasi. Jika semua guru mampu menjadi sosok inspirator maka kader-kader

bangsa akan muncul sebagai sosok inspirator. Mereka akan mencurahkan segala

daya dan upaya untuk meraih prestasi, membangun perbedaan yang ada.

c. Motivator

Sebagai motivator seorang guru harus mampu membangkitkan spirit, etos

kerja, dan potensi yang luar biasa dalam diri pesrta didik. Setiap anak adalah

genius, yang mempunyai bakat spesifik dan berbeda dengan orang lain. Maka,

tugas guru adalah melahirkan potensi itu kepermukaan dengan banyak berlatih,

mengasah kemampuan, dan mengembangkan potensi semaksimal mungkin. Salah

satu upaya yang efektif adalah dengan menyediakan wahana aktualitas sebanyak

mungkin, misalnya sering mengadakan lomba, pentas seni, dan lain sebagainya.

d. Dinamisator

Peran guru dinamisator, artinya seorang guru tidak hanya membangkitkan

semangat, tapi juga menjadi lokomotif yang benar-benar mendorong gerbang ke

arah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi.

Kriteria guru yang dinamisator adalah sebagai berikut:

1. Kaya gagasan dan pemikiran, serta mempunyai visi yang jauh ke depan.

2. Mempunyai kemampuan manajemen terstruktur, sistematis, fungsional,

dan professional.

3. Mempunyai jaringan yang luas sehingga bisa melangkah secara

ekspansif dan eksploratif.

17

4. Mempunyai kemampuan social dan humaniora yang bagus, sebab

pendekatam persuasif, humanis, emosional lebih efektif dalam

memecahkan kebutuhan daripada sekadar formalis-organisatoris legalis.

5. Mempunyai kreativitas yang tinggi, khususnya dalam mencipta dan

mencari solusi dari problem yang ada.

6. Mempunyai kematangan dalam berpolitik, antara fungsi stabilitator dan

dinamisator, di satu sisi menjaga stabilitas (keseimbangan), namun di

sisi lain harus menggerakkan progresi (kemajuan).

7. Harus mengedepankan kaderisasi dan regenerasi.

e. Evaluator

Evaluator artinya, guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran

yang selama ini dipakai pada pendidikan berkarakter. Selain itu juga guru harus

mampu mengevaluasi sikap perilaku yang ditampilkan. Evaluasi adalah wahana

meninjau kembali efektivitas, efisiensi, dan produktifitas sebuah program.

Evaluasi dilakukan secara internal melibatkan pihak-pihak terkait yang ada di

dalamnya. Sedangkan evaluasi eksternal menyertakan pihak-pihak luar yang

berkepentingan.

Guru memang diharapkan mampu memegang peran sentral dalam

pendidikan karakter agar anak didik bisa cepat menemukan bakat terbesarnya,

kemudian mengasahnya secara tekun, kreatif, inovatif, dan produktif sehingga

tampak dipermukaan dan membawa manfaat bagi banyak orang.

Guru adalah ujung tombak dalam pendidikan dan sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan anak didik,”Peran guru adalah menciptakan serangkaian

18

tingkah laku dan perkembangan siswa dalam mencapai idola bagi anak didik.

Keberadaanya sebagai jantung pendidikan tidak bisa dipungkiri, oleh karena itu,

guru juga harus berkarakter dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak

didik, guru bukan hanya sebagai pendidik tapi juga sebagai pengajar,

pembimbing, pelatih, penasehat, pembaru, teladan, pendorong kreatifitas,

pembangkit pandangan, pekerja rutin serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi

murid-muridnya. Sesungguhnya guru memegang peranan yang amat sentral dalam

keseluruhan proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru dituntut harus mampu

mewujudkan prilaku mengajar secara tepat agar terjadi perilaku belajar yang

efektif terhadap peserta didik.

Sikap dan prilaku guru sangat membekas dalam diri seorang murid,

sehingga ucapan, karakter, dan kepribadian guru menjadi cermin peserta didik.

Menurut Ary Ginanjar Agustina, (dalam Asmani Jamal Makmur, 2012:85),

pembangunan karakter tidaklah cukup hanya dimulai dan diakhiri dengan

penetapan misi akan tetapi, hal itu perlu dilanjutkan dengan proses yang dilakukan

secara terus menerus sepanjang hidup. Untuk itu seorang guru harus mempunyai

strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk

memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan

karakter peserta didik di sekolah, strategi itu adalah:

1. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak

seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar

oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara

yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses

19

pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan

sendiri hasil belajarnya.

2. Integrasi materi pendidikan karakter kedalam mata pelajaran. Guru

dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep

pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata

pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru

dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam

proses pembelajaran.

3. Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan

pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina

program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau

menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan

akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada

pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.

4. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan

berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat

berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta didik),

baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah

dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan

berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan

pendidikan karakter peserta didik.

20

5. Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat

dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa

dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat

sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan

pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.

6. Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik

terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit

tidak akan bergantng kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut

terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi,

dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa

yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini

sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara

langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam

diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-

nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau

materi pelajaran.

Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa

dalam konteks sistem pendidikan di sekolah untuk mengembangkan pendidikan

karakter peserta didik, guru harus diposisikan atau memposisikan diri pada

hakekat yang sebenarnya, yaitu : a) guru merupakan pengajar dan pendidik, yang

berarti disamping mentransfer ilmu pengetahuan, juga mendidik dan

mengembangkan kepribadian peserta didik melalui intraksi yang dilakukannya di

kelas dan luar kelas; b) guru hendaknya diberikan hak penuh (hak mutlak) dalam

21

melakukan penilaian (evaluasi) proses pembelajaran, karena dalam masalah

kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan pihak yang paling

mengetahui tentang kondisi dan perkembangannya; dan c) guru hendaknya

mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif,

dengan menggunkan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung

dengan peserta didik. Alat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur

karakteristif setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran,

kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain sebagainya

yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini akan

terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku

penentu kebijakan.

C. Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Guru

Lima hal yang perlu diperhatikan guru dalam karakter guru di sekolah

nilai-niai adalah (Kemendiknas, 2010:28):

1. Rendah hati

Karakter ini membuat seorang guru berpikiran terbuka serta mudah

menerima hal-hal baru. Di depan siswa atau sesama guru ia terus terang jika tidak

tahu. Maklum ditengah pesatnya pertumbuhan dan akses kepada informasi, semua

orang benar-benar mesti belajar kembali dan bersedia menjadi seorang

pembelajar. Hal ini membuat ia menjadi mitra belajar yang mengasyikkan bagi

siswa dan sesama guru. Karakter rendah hati juga menjadi pembuka jalan bagi

masuknya ilmu baru. Di sebuah sekolah jika semua gurunya rendah hati akan

terjadi transfer ilmu dan terbentuk komunitas pembelajar, karena semua orang

22

dihargai dari apa kontribusi tenaga dan ilmunya dan bukan dari seberapa

seniornya ia di sekolah.

2. Pandai mengelola waktu

Sebagai seorang yang bekerja dengan administrasi serta tugas mengajar

yang banyak setiap minggunya, guru dituntut untuk pandai mengelola waktu.

Bukan cuma siswa dikelas saja yang punya hak terhadap diri kita, namun juga

keluarga terdekat kita di rumah yang memerlukan perhatian. Guru yang pandai

mengelola waktu membedakan prioritas dalam bekerja, mana yang mesti

dikerjakan sekarang atau yang mesti digarap secara bertahap.

3. Menghargai proses.

Saat mengajar sering kita pulang ke rumah dalam keadaan yang sangat

lelah. Sering juga kita dilanda kebosanan sambil berucap dalam hati “seperti

inikah rasanya jadi guru”. Sebagai manusia biasa wajar sekali jika perasaan itu

datang. Semua perasaan tersebut akan hilang jika sebagai guru kita menghargai

proses. Proses yang saya maksud adalah seperti jalannya atau perputaran alam

semesta yang kita rasakan. Ada pagi ada siang, ada gelap dan ada terang. Jika

suatu saat kita gagal atau belum berhasil dalam mengajar, hargailah usaha yang

diri kita sendiri lakukan. Sebab mengingat-ingat kegagalan tanpa memandang atau

menghargai usaha diri kita sendiri akan membuat malas di kemudian hari untuk

melakukan inovasi dalam mengajar. Ada perasaan khawatir atau takut untuk

berubah hanya karena pernah gagal. Jika itu terjadi siswa yang akan jadi korban

karena sebagai guru anda akan tampil biasa-biasa saja dan miskin inovasi.

23

4. Berpikiran terbuka

Informasi dan ilmu pengetahuan berkembang dan bertambah sedemikian

pesatnya. Dalam hitungan detik informasi bertambah dengan cepat. Saat ini

informasi ada di mana saja, semua tersedia tinggal bagaimana seseorang dengan

pikirannya bisa mencerna dan memanfaatkan. Sebagai seorang guru sikap

berpikiran terbuka inilah yang paling bermakna saat ini untuk diterapkan. Dengan

berpikiran terbuka guru jadi mudah untuk menerima perbedaan dan senang akan

perubahan. Di kelas dan sekolah sejak dulu siswa dibagi menjadi murid yang

„pintar‟, „yang kurang pintar‟ dan „sedang-sedang saja‟. Belum ada pikiran yang

terbuka yang mengatakan bahwa setiap anak adalah unik dan bisa menjadi „juara‟

di bidangnya masing-masing. Saat guru berpikiran terbuka ia akan bisa sekuat

tenaga membuat setiap siswa di kelasnya meraih masa depan sesuai potensinya.

Dengan pikiran terbuka guru juga jadi mudah untuk menyerap ilmu dari siapa saja

tanpa mesti katakan “aah saya sudah tahu” atau “ah saya sudah pernah

menerapkan” karena di masa sekarang ini ilmu bisa datang dari siapa saja, ia bisa

datang dari buku dan media massa, sesama guru, orang tua siswa bahkan dari

siswa kita di kelas.

5. Percaya diri

Bedakan antara rasa percaya diri dan sombong. Dalam mempersiapkan dan

merencanakan pengajaran di kelas bisa saja guru mengatakan semua yang akan

diajarkannya sudah ada di „luar kepala‟ hal ini berarti sama saja mengatakan

sebagai guru ia anti terhadap kegiatan belajar lagi. Padahal bukan seperti itu guru

yang percaya diri. Guru yang percaya diri akan sekuat tenaga mempersiapkan

24

sambil tetap percaya diri jika ada masalah yang timbul saat ia sedang

melaksanakan perencanaan pengajarannya. Ia yakin sesulit apapun masalah yang

timbul saat ia sedang melaksanakan hasil perencanaan pengajarannya, tetap akan

memberikan pengalaman dan masukan bagi karier mengajarnya di masa depan.

Menurut Aqib dan Sujak (2011:38) mengatakan bahwa minimal ada tiga

prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan program dan kegiatan

penanaman nilai-nilai karakter, yaitu prinsip efektifitas, efisiensi, dan

produktifitas. Pelaksanaan program dan kegiatan dikatakan efektif apabila hasil-

hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan. Efisiensi lebih menekankan apabila

program dan kegiatan yang dijalankan dapat menghasilkan sesuai tujuan dengan

biaya minimal, atau dengan biaya tetap hasilnya semakin maksimal. Sedangkan

prinsip produktifitas apabila pelaksanaan program dan kegiatan tersebut hasilnya

secara kuantitatif dan kualitatif minimal sesuai dengan tujuan. Pada setiap

pelaksanaan program dan kegiatan penanaman nilai-nilai karakter hendaknya

dapat ditunjukkan tentang hasil-hasil yang dicapai.

Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan

Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ) dalam bahan

pendampingan Guru Sekolah Swasta Tradisional (Islam) telah menginventarisasi

domain Budi Pekerti Islami sebagai sebagai nilai-nilai karakter yang seharusnya

dimiliki dan ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga sekolah Islam

sebagaimana berikut ini:

a. Disiplin adalah disiplin adalah ketaatan atau kepatuhan seseorang terhadap

peraturan atau perintah yang diberikan kepadanya baik dari orang tua, guru

25

atau masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, disiplin

harus ditanamkan sejak di rumah oleh orang tua. Sebab, penanaman

disiplin akan bermuara pada pembentukan disiplin diri, hal ini akan

terwujud pada anak yang sudah dapat bertingkah laku yang baik. Disiplin

adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh

dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha, pantang mundur dalam

kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh dari sifat

putus asa.

b. Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang

dikatakan dan dilakukan (berintegritas), berani karena benar, dapat

dipercaya (amanah, trustworthiness), dan tidak curang (no cheating).

c. Tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja

yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik (giving the

best), mampu mengontrol diri dan mengatasi stress, berdisiplin diri,

akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil.

d. Sehat dan bersih, menghargai ketertiban, keteraturan, kedisiplinan,

terampil, menjaga diri dan lingkungan, menerapkan pola hidup seimbang.

e. Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun, toleran

terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau mendengar

orang lain, mau berbagi, tidak merendahkan orang lain, tidak mengambil

keuntungan dari orang lain, mampu bekerja sama, mau terlibat dalam

kegiatan masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk lain, setia, cinta

damai dalam menghadapi persoalan.

26

f. Gotong royong, mau bekerja sama dengan baik, berprinsip bahwa tujuan

akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama, tidak

memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi dengan sesame, mau

mengembangkan potensi diri untuk dipakai saling berbagi agar

mendapatkan hasil yang terbaik, tidak egoistis.

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku

pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu

sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau

pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau

kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos

kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter

dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan

pendidikan harus berkarakter.1

Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh

deskripsinya. Deskripsi beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain

pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. adapun 18 nilai-nilai

pendidikan karakter didiskripsikan adalah sebagai berikut :

1 Akhmad Muhaimin Azzet. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia

Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media, 2007, h. 15

27

Tabel 1 Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter

Nilai Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,

toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,

dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu

dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan

agama,suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan

orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan

belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas

dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu

yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung

padaorang lain dalam menyelesaikan tugas-

tugas.

8.Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang

menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan

orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari

sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebang-saan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di

atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkankesetiaan, kepedulian, dan

penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

politik bangsa.

12.Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untukmenghasilkan sesuatu yang berguna bagi

masyarakat, dan mengakui, serta menghormati

keberhasilan orang lain.

28

13.Bersahabat/Komuniktif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang

berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan

orang lain.

14. CintaDamai Sikap, perkataan, dan tindakan yang

menyebabkan oranglain merasa senang dan

aman atas kehadiran dirinya.

15. GemarMembaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberikan kebajikan

bagi dirinya.

16. Peduli Lingku-ngan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di

sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya

untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah

terjadi.

17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi

bantuan pada orang lain dan masyarakat yang

membutuhkan.

18. Tanggun-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang

seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan

budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Sumber. (Puskur, 2005:35) 2

Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan karakter merupakan suatu

sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi

komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut.

Pendidikan karakter dapat diimplementasikan melalui beberapa strategi

dan pendekatan yang meliputi: 1) pengintegrasian nilai dan etika pada setiap mata

pelajaran; 2) internalisasi nilai positif yang ditanamkan oleh semua warga sekolah

(kepala sekolah, guru dan orang tua); 3)pembiasaan dan latihan; 4)pemberian

contoh/teladan; 5) penciptaan suasana berkarakter di sekolah;6) pembudayaan.

2 Balitbang Puskur. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman

Sekolah. Jakarta: Kemdiknas Balitbang Puskur ,2010 h. 35

29

Pembuadayaan adalah tujuan intitusional suatu lembaga yang ingin

mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah.

Aktualisasi karakter di sekolah sangat dipengaruhi oleh guru. Perilaku guru

yang negatif dan membunuh karakter anak yang positif (seperti pemarah, kurang

peduli, merendahkan diri anak, mempermalukan anak di depan kelas dan lain

sebagainya). Adapun perilaku guru yang positif (seperti sabar, memberikan pujian

kepada anak, kasih sayang, adil, bijaksana, ramah, dan santun) akan membangun

dan menguatkan karakter positif anak.

Guru yang profesional dan berkarakter adalah guru yang mampu dan mau

menjalankan tugasnya secara baik dan menginternalisasikan nilai-nilai positif

kepada siswanya. Malik Fadjar (2005:188) dalam bukunya “Holistika Pemikiran

Pendidikan” menjelaskan bahwa guru menempati posisi sentral dalam

mengejawantahkan dan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di

negeri ini. Sekalipun dewasa ini dikembangkan corak pendidikan yang lebih

berorientasi terhadap kompetensi siswa (student oriented), tapi kenyataan ini tidak

mengurangi arti dan peran guru dalam proses pendidikan.

Guru tetap merupakan unsur dasar pendidikan yang sangat berpengaruh

terhadap proses pendidikan, terlebih bagi penciptaan SDM berkualitas. Dalam

bahasa arabnya, “al-Thariqah ahammu min al-maddah, wa lakin al-mudarris

ahammu min al-thariqah” (Metode pembelajaran lebih penting daripada materi

belajar, tetapi eksisntensi guru dalam proses pembelajaran jauh lebih penting

daripada metode pembelajaran).

30

Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa ada empat

kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai agen pembelajaran. Keempat

kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Inilah yang penulis sebut sebagai

karakter dasar yang harus dimiliki seorang guru. Melalui keempat kompetensi

yang dimilikinya tersebut, guru harus mampu menjadi panutan dan mampu

membangun karakter dan jati dirinya. Sebagaimana visi guru yang dirumuskan Ki

Hajar Dewantara, bahwa seorang pendidik itu hendak mempunyai kepribadian: di

depan menjadi teladan, di tengah membangun karsa, dan di belakang memberi

dorongan, tut wuri handayani. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang

berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,

instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta

berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

D. Implikasi Nilai-nilai Karakter Guru

Aktualisasi adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil

pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan

kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran

tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan

sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan

minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa

kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain.

Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum

31

pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau

Penilaian Acua Kriteria (PAP/PAK).

Komponen model penilaian berbasis pendidikan karakter dalam program

pengembangan karakter guru mencakup 3 hal, yaitu: Perilaku dalam proses

pembelajaran mencakup sikap dan tindakan terhadap peserts didik dan teman

guru. Sikap dan tindakan dalam komponen ini khususnya mengacu pada nilai

yang ada pada materi dan kegiatan pembelajaran. Komponen ini tepat diungkap

menggunakan teknik pengamatan, pertanyaan langsung, pertanyaan tidak

langsung, laporan pribadi (portofolio), atau penilaian diri.