bab ii tinjauan pustaka a. badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/bab ii.pdfmengakibatkan...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Baduta
1. Pengertian Baduta
Baduta adalah sebutan yang ditujukan untuk anak usia bawah dua
tahun atau sekitar 0-24 bulan (Depkes RI, 2006). Masa ini menjadi begitu
penting karena di masa inilah upaya menciptakan sumber daya manusia
yang baik dan berkualitas. Apalagi 6 bulan terakhir kehamilan dan dua
tahun pertama setelah melahirkan, biasanya disebut dengan masa masa
keemasan dimana sel otak dalam perkembangan dan pertumbuhan yang
optimal. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menyebabkan gagal tumbuh
dan berakibat buruk dimasa yang akan datang (Hadi, 2010).
B. Pertumbuhan
Menurut Adriana Merryana & Wirjatmadi Bambang, 2012 Pertumbuhan bayi
atau balita yaitu:
1. Pertumbuhan Bayi/Balita
Hampir tidak ada dua bayi yang sama dalam pertumbuhan, ada yang tetap
tumbuh keccil, tetapi ada juga yang menjadi besar, tumbuh secara
berlebihan. Diantara kedua pertumbuhan tersebut dinamakan “
pertumbuhan rata-rata”.
8
Pertumbuhan rata-rata seorang bayi dipengaruhi oleh :
a. Faktor keturunan
b. Faktor gizi (makanan)
c. Faktor kemampuan orang tuanya (sosial-ekonomi)
d. Faktor kelamin
e. Faktor ras/suku bangsa
Untuk menilai pertumbuhan anak,baik bayi maupunbalita dapat diambil
ukuran-ukuran “antropometrik”, antara lain :
a. Berat badan
b. Tinggi badan/ panjang badan
c. Lingkar kepala
d. Gigi
e. Organ-organ tubuh
2. Berat Badan
Pengukuran berat badan merupakan pengukuran yang terpenting dalam
memeriksa bayi/balita. Pengukuran berat badan dapat berfungs untuk :
a. Menilai keadaan gizi,tumbuh kebang, dan kesehatan anak
b. Memantau kesehatan, misalnya penyakit dan pengobatan.
c. Dasar perhitungan dosis obat dan makaan yang perlu diberikan
9
C. Perkembangan Anak
Menurut Kemenkes RI (2012) Perkembangan anak terbagi atas:
1. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak
Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang
saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perkembangan menimbulkan perubahan
Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap
pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya
perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai
pertumbuhan otak dan serabut saraf.
b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan
perkembangan selanjutnya.
Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan
sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh,
seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri.
Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan
bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak
terhambat. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa
kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.
c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang
berbeda.
Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai
kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik
10
maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada
masing-masing anak.
d. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan.
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun
demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar,
asosiasi dan lain-lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah
berat, dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.
e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap.
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum
yang tetap, yaitu :
1) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala,
kemudian menuju ke arah kaudal/anggota tubuh (pola
sefalokaudal).
2) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal
(gerak kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-
jari yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola
proksimodistal)
f. Perkembangan memiliki tahap yag berurutan.
Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur
dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik,
misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran
sebelum mampu membuat gambar kotak, anak mampu berdiri
sebelum berjalan dan sebagainya.
11
Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsip-prinsip yang saling
berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1) Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar.
Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya,
sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan
perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak
memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi
yang dimiliki anak.
2) Pola perkembangan dapat diramalkan.
Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian
perkembangan seorang anak dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung
dari tahapan umum ke tahapan spesifik, dan terjadi berkesinambungan.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang
Anak
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan
normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut
antara lain :
a. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak.
1) Ras/etnik atau bangsa.
12
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak
memiliki faktor herediter ras/bangsa indonesia atau sebaliknya.
2) Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh
tinggi, pendek, gemuk atau kurus.
3) Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal,
tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
4) Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih
cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas,
pertumbuhan anak laki-laki lebih cepat.
5) Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu
potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa
kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak
seperti kerdil.
6) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma
Turner’s.
b. Faktor luar (eksternal)
1) Faktor Prenatal
13
a) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir
kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
b) Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan
kongenital seperti club foot.
c) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid,
dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti
palatoskisis.
d) Endokrin
Diabetes meilitus dapat menyebabkan mekrosomia,
kardiomegali, hiperplasia adrenal.
e) Radiasi
Paparan radium dan sinar Rontgen dapat
mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali,
spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota
gerak, kelainan kongenital mata, kelainan jantung.
f) Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo Virus Herpers
simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin ;
14
katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan
kelainan jantung kongenital.
g) Kelainan imunologi
Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan
golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu
membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin,
kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran
darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang
selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan Kern
icterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan
otak.
h) Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi
plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.
i) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan
salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.
2) Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala,
asfiksia, dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.
3) Faktor Pascasalin
a) Gizi
15
Untuk tumbuh kembang bayi, dperlukan zat makanan
yang adekuat.
b) Penyakit kronis/kelainan kongenital
Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan
mengakibatkan retardasi pertumbuhan janin.
c) Lingkungan fisis dan kimia
Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak
tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia
kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan
yang kurang baik, kurangnya sinar matahari , paparan
sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok,
dll) mempunyai dampak yang negatif terhadap
pertumbuhan anak.
d) Psikologis
Hubungan anak dengan prang sekitarnya. Seorang anak
yang tidak diketahui oleh orang tuanya atau anak yang
selalu merasa tertekan, akan mengalami hambatan di
dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
e) Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid
akan menyebabkan anak mengalami hambatan
pertumbuhan.
f) Sosio-ekonomi
16
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan
makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan
ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.
g) Lingkungan pengasuh
Pada lingkungan pengasuh, interaksi ibu-anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
h) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi
khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat
mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap kegiatan anak.
i) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan
menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan
pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf
yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon
pertumbuhan.
3. Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau
a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh
yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan
sebagainya.
17
b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu,
menjimpit, menulis, dan sebagainya.
c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,
berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan
selesai bermain), berpisah dengan ibupengasuh anak, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.
4. Stimulasi tumbuh kembang balita dan anak prasekolah.
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-
6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak
perlu mendapat stimulasi rutun sedini mungkin dan terus menerus pada
setiap kesempatan .stimulasi tumbuh kembang anak di lakukan oleh ibu
dan ayah yang merupakan orang terdekat dengan anak.kurangnya
stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak
bahkan gangguan yang menetap.
Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak ,ada beberapa
prinsip dasar yang perluu di perhatikan ,yaitu sebagai berikut .
a. Stimulasi di lakukan dengan di landasi rasa cinta dan kasih sayang .
18
b. Selalu tunjukan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan
meniru tingkah laku orang –orang yang terdekat dengan nya.
c. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak .
d. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi,
bervariasi, menyenangkan ,tanpa paksaan dan tidak ada hukuman .
e. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur
anak, terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak .
f. Gunakan alat bantu /permainan yang sederhana ,aman dan ada
disekitar anak.
g. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan .
h. Anak selalu di beri pujian, bila perlu diberikan hadiah untuk
keberhasilannya.
5. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Melakukan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang artinya
melakukan skrining mendeteksi secara dini adanya penyimpangan tumbuh
kembang balita dan pra sekolah ,termasuk menindaklanjuti setiap keluhan
orang tua terhadap masalah tumbuh kembang anaknya.
Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan
tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya berupa :
a. Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan
Deteksi dini penyimpanggan pertumbuhan yaitu untuk mengetahui/
menentukan satus gizi kurang /buruk Dan mikro/macrosefal.
19
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan di lakukan di semua
tingkat pelayanan. Adapun pelaksanaan dan alat yang di gunakan
adalah sebagai berikut.
1) Pengukuran berat badan terhadap tinggi badan (bb/tb)
Tujuan pengukuran BB/TB adalah menentukan status gizii
anak normal, kurus, kurus sekali atau gemuk
Jadwal pengukuran bb/ tb di sesuaikan dengan jadwal deteksi
dini tumbuh kembang balita.
Pengukuran dan penilaian BB/TB di lakukan oleh tenaga
kesehatan terlatih. Cara pengukuran berat badan/tinggi badan
sesuai tabel sebagai berikut:
a) Cara pengukuran berat badan /tinggi badan
No Cara pengukuran
1 Menggunakan timbangan bayi
a. Timbangan bayi di gunakan untuk menimbang anak sampai
umur 2 tahun atau selama anak masih bisa berbaring /duduk
tenang `
b. Letakkan timbangan pada meja yang datar dan tidak mudah
bergoyang
c. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka o
d. Bayi sebaiknya telanjang tanpa topi,kaos kaki sarung tangan
e. Baringkan bayi dengan hati=hati di atas timbangan .
20
f. Lihat jarum timbangan sampai berhenti.
g. Baca angka yang di tunjukan oleh jarum timbangan atau
angka timbangan .
h. Bila bayi terus menerus bergerak,perhatikan gerakan
jarum,baca tengah-tengah gerakan jarum ke kanan dan ke
kiri
2. Menggunakan timbangan injak
a. Letakkan timbangan di lantai yang datar sehingga tidak
mudah bergerak.
b. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka O.
c. Anak sebaiknya memakai baju sehari-hari yang tipis, tidak
memakai alas kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung, dan tidak
memegang sesuatu.
d. Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi.
e. Lihat jarum timbangan sampai berhenti.
f. Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau
angka timbangan.
Sumber: Kemenkes RI, 2012
21
1) Cara pengukuran panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) sesuaitabel
berikut.
N
o
Cara pengukuran
1. Cara mengukur dengan posisi berbaring:
a. Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang.
b. Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar.
c. Kepala bayi menempel pada pembatas angka O.
d. Petugas 1: kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap
menempel
e. pada pembatas angka 0 (pembatas kepala).
f. Petugas 2: tangan kiri menekan lutu bayi agar lurus, tangan kanan
menekan batas kaki ke telapak kaki
Petugas 2: membaca angka di tepi di luar pengukur
2 Gara mengukur dengan posisi berdiri
22
1. Anak tidak memakai sandal atau sepatu.
2. Berdiri tegak menghadap kedepan.
3. Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur.
4. Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun.
5. Baca angka pada batas tersebut.
Sumber: Kemenkes RI, 2012
Penggunaan Tabel BB/TB
1) Ukur tinggi/panjang dan timbang berat badan anak, sesuai cara diatas.
2) Lihat kolom Tinggi/Panjang Badan anak yang sesuai dengan hasil
pengukuran.
3) Pilih kolom Berat Badan untuk laki-laki (kiri) atau perempuan (kanan)
sesuai jenis kelamin anak, cari angka berat badan yang terdekat dengan
berat badan anak.
23
4) Dari angka berat badan tersebut, lihat bagian atas kolom untuk mengetahui
angka Standar Deviasi (SD).
5) Untuk menentukan bagaimana dengan status gizi anak tersebut,
menggunakan grafik WHO 2006 dan terdapat pada buku KIA revisi
2015.
Pengukuran Lingkaran Kepala Anak (LKA)
1) Tujuan pengukuran lingkaran kepala anak adalah untuk
mengetahui lingkaran kepala anak dalam batas normal atau di luar
batas normal.
2) Jadwal, disesuaikan dengan umur anak. Umur 0–11 bulan,
pengukuran dilakukan setiap tiga bulan. Pada anak yang lebih
besar, umur 12–72 bulan, pengukuran dilakukan setiap enam
bulan. Pengukuran dan penilaian lingkaran kepala anak dilakukan
oleh tenaga kesehatan terlatih.
3) Cara mengukur lingkaran kepala
4) Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi,
menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang
kepala yang menonjol, tarik agak kencang.
5) Baca angka pada pertemuan dengan angka O.
6) Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak.
7) Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut
umur dan jenis kelamin anak.
24
8) Buat garis yang menghubungkan ukuran yang lalu dengan ukuran
sekarang.
a) Interpretasi
(1) Apabila ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam ”jalur
hijau”, lingkaran kepala anak normal.
(2) Apabila ukuran lingkaran kepala anak berada di luar ”jalur hijau”,
lingkaran kepala anak tidak normal.
(3) Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2 (dua), yaitu makrosefal
(4) apabila berada di atas ”jalur hijau” dan mikrosefal apabila berada
di bawah ”jalur hijau”.
b) Intervensi
Apabila ditemukan makrosefal maupun mikrosefal segera dirujuk ke
rumah sakit.
25
2. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak
Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui
gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat,
gangguan daya dengar.
Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak dilakukan di semua
tingkat pelayanan. Adapun pelaksana dan alat yang digunakan adalah
sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel berikut.
a. KPSP (Kueisioner Pra Skrining Perkembangan)
1) Tujuan skrining/pemeriksaan perkembangan alat menggunakan
KPSP adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau
ada penyimpangan.
2) Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah pada umur 3, 6,
9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, dan 72 bulan. Jika
anak belum mencapai umur skrining tersebut, minta ibu datang
kembali pada umur skrining terdekat untuk pemeriksaan rutin.
Misalnya, bayi umur 7 bulan maka yang digunakan adalah KPSP 6
bulan. Apabila anak ini kemudian sudah berumur 9 bulan, yang
diberikan adalah KPSP 9 bulan.
3) Skrining/pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK,
dan petugas PADU terlatih.
4) Alat/instrumen yang digunakan sebagai berikut.
26
Formulir KPSP menurut umur. Formulir ini berisi 9–10
pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai
anak.
Sasaran KPSP anak umur 0–72 bulan.
Alat bantu pemeriksaan berupa pensil, kertas, bola sebesar bola
tenis, kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah,
kismis, kacang tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0,5–1 cm.
5) Cara menggunakan KPSP
a) Pada waktu pemeriksaan/skrining, anak harus dibawa.\
b) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal bulan dan
tahun anak lahir. Apabila umur anak lebih 16 hari dibulatkan
menjadi 1 bulan.
Contoh: bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4
bulan. Apabila umur bayi 3 bulan 15 hari, dibulatkan menjadi
3 bulan.
c) Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai
dengan umur anak.
d) KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu pertama,
pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak. Contoh:
”Dapatkah bayi makan kue sendiri?” Kedua, perintah kepada
ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas
yang tertulis pada KPSP. Contoh: ”Pada posisi bayi Anda
27
telentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara
perlahan-lahan ke posisi duduk.”
e) Jelaskan kepada orangtua agar tidak ragu-ragu atau takut
menjawab. Karena itu, pastikan ibu/pengasuh anak mengerti
apa yang ditanyakan kepadanya.
f) Tanyakan pertanyaan tersebut secara berturutan, satu per satu.
Setiap pertanyaan hanya ada 1 jawaban, ”Ya” atau ”Tidak”.
Catat jawaban tersebut pada formulir.
g) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak
menjawab pertanyaan terdahulu.
h) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
6) Interpretasi hasil KPSP
a) Hitunglah berapa jumlah jawaban Ya.
(1) Jawaban ”Ya”, apabila ibu/pengasuh anak menjawab: anak
bisa atau pernah atau sering atau kadang-kadang
melakukannya
(2) Jawaban ”Tidak”, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak
belum pernah melakukan atau tidak pernah atau
ibu/pengasuh anak tidak tahu.
b) Jumlah jawaban ”Ya” = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai
dengan tahap perkembangannya (S).
(1) Jumlah jawaban ”Ya” = 7 atau 8, perkembangan anak
meragukan (M).
28
(2) Jumlah jawaban ”Ya” = 6 atau kurang, kemungkinan ada
penyimpangan (P).
(3) Untuk jawaban ”Tidak”, perlu diperinci jumlah jawaban
”Tidak” menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak
halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian).
b. Intervensi
a) Apabila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan
berikut:
(1) Beri pujian karena telah mengasuh anaknya dengan baik.
(2) Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap
perkembangan anak.
(3) Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering
mungkin, sesuai dengan kepada ibu umur dan kesiapan
anak.
(4) Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan
kesehatan di posyandu secara teratur sebulan 1 kali dan
setiap ada kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB). Jika anak
sudah memasuki usia prasekolah (36–72 bulan), anak dapat
diikutkan pada kegiatan di Pusat Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), Kelompok Bermain dan Taman Kanak-
kanak.
29
(5) Lakukan pemeriksaan/skrining rutin menggunakan KPSP
setiap 3 bulan pada anak berumur kurang dari 24 bulan dan
setiap 6 bulan pada anak umur 24 sampai 72 bulan.
b) Apabila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan
berikut.
(1) Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi
perkembangan pada anak lebih sering lagi, setiap saat dan
sesering mungkin.
(2) Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi
perkembangan anak untuk mengatasi
penyimpangan/mengejar ketertinggalannya.
(3) Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan
penyimpangan perkembangannya.
(4) Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian
dengan menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan
umur anak.
(5) Jika hasil KPSP ulang jawaban ”Ya” tetap 7 atau 8,
kemungkinan ada penyimpangan (P).
c) Apabila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan
tindakan rujukan ke rumah sakit dengan menuliskan jenis dan
jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus,
bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian).
30
e. Tes Daya Dengar (TDD)
1) Tujuan tes daya dengar adalah untuk menemukan gangguan
pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindaklanjuti untuk
meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak.
2) Jadwal TDD adalah setiap 3 bulan pada bayi umur kurang dari 12
bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 12 bulan ke atas. Tes ini
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PADU dan
petugas terlatih lainnya
3) Alat/sarana yang diperlukan adalah
4) Instrumen TDD menurut umur anak;
5) Gambar binatang (ayam, anjing, kucing), manusia;
6) Mainan (boneka, kubus, sendok, cangkir, bola).
7) Cara melakukan TDD
a) Tanyakan tanggal, bulan, dan tahun anak lahir, kemudian hitung
umur anak dalam bulan.
b) Pilih daftar pertanyaan TDD yang sesuai dengan umur anak.
Pada anak umur kurang dari 24 bulan
1) Semua pertanyaan harus dijawab oleh orang tua/pengasuh anak.
Tidak usah ragu-ragu atau takut menjawab, karena tidak untuk mencari
siapa yang salah.
2) Bacakan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu per satu,
berurutan.
3) Tunggu jawaban dari orangtua/pengasuh anak.
31
4) Jawaban ”Ya” jika menurut orang tua/pengasuh, anak dapat melakukannya
dalam satu bulan terakhir.
5) Jawaban ”Tidak” jika menurut orang tua/pengasuh anak tidak pernah,
tidak tahu atau tak dapat melakukannya dalam satu bulan terakhir.
Pada anak umur 24 bulan atau lebih
1) Pertanyaan-pertanyaan berupa perintah melalui orangtua/ pengasuh untuk
dikerjakan oleh anak.
2) Amati kemampuan anak dalam melakukan perintah orangtua/ pengasuh.
3) Jawaban ”Ya” jika anak dapat melakukan perintah orangtua/ pengasuh.
4) Jawaban ”Tidak” jika anak tidak dapat atau tidak mau melakukan perintah
orangtua/pengasuh.
c) Interpretasi
(1) Apabila ada satu atau lebih jawaban ”Tidak”, kemungkinan anak
mengalami gangguan pendengaran.
(2) Catat dalam Buku KIA atau kartu kohort bayi/balita atau status/
catatan medik anak, jenis kelainan.
d) Intervensi
(1) Tindak lanjut sesuai dengan buku pedoman yang ada.
(2) Rujuk ke rumah sakit apabila tidak dapat ditanggulangi
f. Tes Daya Lihat (TDL)
a) Tujuan tes daya lihat adalah untuk mendeteksi secara dini kelainan
daya lihat agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga
32
kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat menjadi lebih
besar.
b) Jadwal tes daya lihat dilakukan setiap 6 bulan pada anak usia
prasekolah umur 36 sampai 72 bulan. Tes ini dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PADU, dan petugas terlatih
lainnya.
c) Alat/sarana yang diperlukan adalah
(1) Ruangan yang bersih, tenang dengan penyinaran yang baik;
(2) Dua buah kursi, 1 untuk anak, 1 untuk pemeriksa;
(3) Poster ”E” untuk digantung dan kartu ”E” untuk dipegang
anak;
(4) Alat penunjuk.
d) Cara melakukan tes daya lihat
(1) Pilih suatu ruangan yang bersih dan tenang, dengan
penyinaran yang baik.
(2) Gantungkan poster ”E” setinggi mata anak pada posisi
duduk.
(3) Letakkan sebuah kursi sejauh 3 meter dari poster ”E”,
menghadap ke poster ”E”.
(4) Letakkan sebuah kursi lainnya di samping poster ”E” untuk
pemeriksa.
33
e) Pemeriksa memberikan kartu ”E” kepada anak.. Latih anak dalam
mengarahkan kartu ”E” menghadap atas, bawah, kiri, dan kanan
sesuai yang ditunjuk pada poster ”E” oleh pemeriksa. Beri pujian
setiap kali anak mau melakukannya. Lakukan hal ini sampai anak
dapat mengarahkan kartu ”E” dengan benar.
f) Selanjutnya, anak diminta menutup sebelah matanya dengan buku/
kertas.
g) Dengan alat penunjuk, tunjuk huruf ”E ” pada poster, satu per satu,
mulai baris pertama sampai baris keempat atau baris ”E” terkecil
yang masih dapat dilihat.
h) Puji anak setiap kali dapat mencocokkan posisi kartu ”E” yang
dipegangnya dengan huruf ”E” pada poster.
i) Ulangi pemeriksaan tersebut pada mata satunya dengan cara yang
sama.
j) Tulis baris ”E” terkecil yang masih dapat dilihat, pada kertas yang
telah disediakan.
k) Interpretasi
Anak prasekolah umumnya tidak mengalami kesulitan melihat
sampai baris ketiga pada poster ”E”. Apabila kedua mata anak tidak
34
dapat melihat baris ketiga poster ”E”, artinya tidak dapat
mencocokkan arah kartu ”E” yang dipegangnya dengan arah ”E”
pada baris ketiga yang ditunjuk oleh pemeriksa, kemungkinan anak
mengalami gangguan daya lihat.
l) Intervensi
Apabila kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat, minta
anak datang lagi untuk pemeriksaan ulang. Bila pada pemeriksaan
berikutnya, anak tidak dapat melihat sampai baris yang sarna, atau
tidak dapat melihat baris yang sama dengan kedua matanya, rujuk
ke rumah sakit dengan menuliskan mata yang mengalami gangguan
(kanan, kiri atau keduanya).
g. Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional
Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah
kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah
mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera dilakukan tindakan
intervensi. Apabila penyimpangan mental emosional terlambat
diketahui, intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh
pada tumbuh kembang anak. Deteksi ini dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
Ada beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara
dini adanya penyimpangan mental emosional pada anak, yaitu sebagai
berikut.
35
1) Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak umur
36 bulan sampai 72 bulan.
2) Ceklis Autis Anak Prasekolah (Checklist for Autism in
Toddlers/CHAT) bagi anak umur 18 bulan sampai 36 bulan.
3) Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas
4) (GPPH) menggunakan Abbreviated Conners Rating Scale bagi
anak umur 36 bulan ke atas.
h. Deteksi Dini Masalah Mental Emosional pada Anak Prasekolah
1) Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya
penyimpangan/ masalah mental emosional pada anak pra sekolah
2) Jadwal deteksi dini masalah mental emosional adalah rutin setiap
6 bulan pada anak umur 36 bulan sampai 72 bulan. Jadwal ini
sesuai dengan jadwal skrining/pemeriksaan perkembangan anak.
3) Alat yang digunakan adalah Kuesioner Masalah Mental
Emosional (KMME) yang terdiri dari 12 pertanyaan untuk
mengenali problem mental emosional anak umur 36 bulan
sampai 72 bulan.
4) Cara melakukan
a) Tanyakan setiap pertanyaan dengan lambat, jelas dan
nyaring, satu persatu perilaku yang tertulis pada KMME
kepada orang tua/ pengasuh anak.
36
b) Catat jawaban ”Ya”, kemudian hitung jumlah jawaban
”Ya”.
5) Interpretasi
Apabila jawaban ”Ya” hanya 1 (satu)
Lakukan konseling kepada orang tua menggunakan Buku
Pedoman Pola Asuh yang Mendukung Perkembangan Anak.
6) Apabila ada jawaban ”Ya”, kemungkinan anak mengalami
masalah mental emosional.
7) Intervensi
a) Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, apabila tidak ada
perubahan rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas
kesehatan jiwa/ tumbuh kembang anak.
b) Apabila jawaban ”Ya” ditemukan 2 (dua) atau lebih Rujuk
ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan
jiwa/tumbuh kembang anak. Rujukan harus disertai
informasi mengenai jumlah dan masalah mental emosional
yang ditemukan.
i. Deteksi Dini Autis pada Anak Prasekolah
1) Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya autis
pada anak umur 18 bulan sampai 36 bulan.
2) Jadwal deteksi dini autis pada anak prasekolah dilakukan atas
indikasi atau bila ada keluhan dari ibu/pengasuh atau ada
kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas
37
PADU, pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat
berupa salah satu atau lebih keadaan di berikut:
a) Keterlambatan berbicara;
b) Gangguan komunikasil interaksi sosial;
c) Perilaku yang berulang-ulang.
3) Alat yang digunakan adalah CHAT (Checklist for Autism in
Toddlers). CHAT ini ada 2 jenis pertanyaan, yaitu:
a) Ada 9 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua/pengasuh
anak. Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu per satu.
Jelaskan kepada orang tua untuk tidak ragu-ragu atau
takut menjawab.
b) Ada 5 perintah bagi anak, untuk melaksanakan tugas
seperti yang tertulis CHAT. Cara menggunakan CHAT.
c) Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu
persatu perilaku yang tetulis pada CHAT kepada orang
tua atau pengasuh anak.
d) Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan
tugas pada CHAT.
e) Catat jawaban orang tua/pengasuh anak dan kesimpulan
hasil pengamatan kemampuan anak, ”Ya” atau ” Tidak”.
Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
4) Interpretasi
38
a) Risiko tinggi menderita autis: apabila jawaban ”Tidak”
pada pertanyaan AS, A7, B2, 83, dan 84.
b) Risiko rendah menderlta autis: apabila jawaban ”Tidak”
pada pertanyaan A7 dan 84
c) Kemungkinan gangguan perkembangan lain: apabila
jawaban ”Tidak” jumlahnya 3 atau lebih untuk
pertanyaan A1-A4; A6; A8-A9; B1;B5.
d) Anak dalam batas normal apabila tidak termasuk dalam
kategori 1, 2, dan 3.
5) Intervensi
Apabila anak berisiko menderita autis atau kemungkinan ada
gangguan perkembangan, rujuk ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas kesehatan jiwa/ tumbuh kembang anak.
j. Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH) pada Anak Prasekolah
1) Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini anak adanya
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada
anak umur 36 bulan ke atas.
2) Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas
indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau
ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas
PADU, pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat
berupa salah satu atau lebih keadaan berikut.
39
a) Anak tidak bisa duduk tenang.
b) Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal
lelah.
c) Perubahan suasana hati yang mendadak/impulsif.
3) Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated
Conners Rating Scale). Formulir ini terdiri 10 pertanyaan yang
ditanyakan kepada orang tua/pengasuh anak/guru TK dan
pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa.
4) Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH
a) Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas, dan nyaring,
satu persatu perilaku yang tertulis pada formulir deteksi
dini GPPH. Jelaskan kepada orangtua/pengasuh anak
untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
b) Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan
pertanyaan pada formulir deteksi dini GPPH
c) Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak di
manapun anak berada, misal ketika di rumah, sekolah,
pasar, toko, dan lain-lain); setiap saat dan ketika anak
dengan siapa saja.
d) Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak
selama dilakukan pemeriksaan.
e) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
40
5) Interpretasi:
Beri nilai pada setiap jawaban sesuai dengan ”bobot nilai”
berikut ini dan jumlahkan nilai setiap jawaban menjadi nilai total
Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak.
Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan
pada anak.
Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak.
Nilai 3 : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak.
Apabila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan
GPPH.
6) Intervensi
a) Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh
kembang anak untuk konsultasi dan lebih lanjut.
b) Apabila nilai total kurang dari 13 tetapi Anda ragu-ragu,
jadwalkan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan
pertanyaan kepada orangorang terdekat dengan anak
orang tua, pengasuh, nenek, guru, dan sebagainya.
c) Jadwal kegiatan dan jenis skrining/deteksi dini adanya
penyimpangan
d) Tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah oleh
tenaga
41
D. Definisi Gizi Kurang
Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan,
serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi
mengalami proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau
nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk
kedalam cairan tubuh (Cakrawati Dewi dan Mustika, 2014).
Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses
kurang makan ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa nutrien
tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut hilang dengan jumlah yang lebih
besar daripada yang didapat. Keadaan gizi kurang dalam konteks kesehatan
masyarakat biasanya dinilai dengan menggunakan kriteria antropometrik
statik atau data yang berhubungan dengan jumlah makronutrien yang ada di
dalam makanan, yaitu protein dan energy.
Kekurangan gizi secara umum baik kurang secara kualitas dan
kuantitas menyebabkan gangguan pada proses-proses tubuh seperti, gangguan
pertumbuhan, gangguan produksi kerja, gangguan pertahanan tubuh dan
gangguan struktur dan fungsi otak. (Dewi cakrawati dan Mustika, 2014).
Menurut Arum Atmawkarta (2007) sasaran pembangunan nasional dan
proyeksi gizi kurang pada balita, Indonesia pada tahun 2000 memiliki angka
gizi kurang 17,1% pada tahun 2001 gizi kurang di Indonesia sebesar 19,8%,
pada tahun 2002 gizi kurang di Indonesia sebesar 19,3%, pada tahun 2003 gizi
kurang di Indonesia sebesar 19,2% dan pada tahun 2005 gizi kurang di
42
Indonesia sebesar 19,2%. Berdasarkan data dari tahun 2000 sampai dengan
2005 angka status gizi kurang di Indonesia cukup mendatang tetapi kalau
dilihat angka tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan Negara-negara
Asean (Alamsyah Dedi, 2013).
Adapun kalau dibandingkan dengan Negara ASEAN angka gizi kurang
di Indonesia dari tahun 1996-2005 dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1
Perbandingan Angka Gizi Kurang di Negara Asean
No Negara Gizi Kurang Pada Balita (%) BBLR (%)
1 Malaysia 11 9
2 Thailand 18 9
3 Filipina 20 28
4 Srilangka 22 29
5 Vietnam 27 9
6 Indonesia 28 9
7 Myanmar 32 15
8 Kamboja 45 11
9 Timor Leste 46 12
Sumber : Alamsyah Dedi, 2013
43
Jika dilihat dari posisi diatas maka indonesia menduduki peringkat keenam
dari sembilan negara yang ada di ASEAN, padahal Indonesia lebih dulu merdeka
dan memiliki daerah yang subur untuk tanaman-tanaman tetapi kenapa Negara
kita yang namanya Indonesia masih mengalami angka gizi kurang yang cukup
tinggi?
E. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Gizi Kurang
Menurut Adriana Merryana, dan Wirjatmadi Bambang. 2012 faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya gizi kurang, antara lain :
1. Pola makan atau asupan gizi yang kurang dan pola hidup masyarakat.
2. Faktor sosial budaya
Yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga, banyak
balita yang diberi makan "sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin
gizi. Masalah lainnya juga berupa pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu yang mungkin memiliki nilai gizi tinggi namun, tidak
dikonsumsi karena sudah merupakan tradisi yang turun-temurun sehingga,
dapat mempengaruhi terjadinya gizi kurang.
3. Faktor pendidikan
Kurang adanya pengetahuan tentang pentingnya gizi dikalangan
masyarakat yang pendidikannya relatif rendah seperti, pengetahuan orang
tua tentang pentingnya asupan makanan yang cukup nutrisi.
4. Faktor ekonomi dan kepadatan penduduk
44
Kemiskinan keluarga dan penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi. Rendahnya pendapatan masyarakat dan laju pertambahan
penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan
pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun bisa menjadi penyebab
terjadinya gizi kurang.
5. Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi yang berpengaruh
pada tubuh. Faktor penyakit lain juga berpengaruh seperti, TBC,
HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
6. Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik dan sehat dapat
memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare,
kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita
infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang
menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.
7. Pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
memberikan makan, merawat, kebersihan memberi kasih sayang dan
sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan
mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan
dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya.
8. Bencana alam, perang, kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang
memberatkan rakyat. Banjir, tanah longsor, tsunami, letusan gunung
45
berapi dan bencana alam lain akan menghambat pemenuhan gizi di
Indonesia. Bencana alam berpotensi menghalang proses distribusi bahan
makanan sehingga bahan pangan yang ada tidak terdistribusi dengan baik.
9. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan
menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi di
masyarakat yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor
langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan
adanya berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu, pos
kesehatan,dll.
Adapun yang menjadi penyebab gizi kurang di masyarakat adalah sebagai
berikut:
a. Akses terhadap pangan rendah
b. Makanan ibu hamil kurang kalori dan protein, atau terserang penyakit.
c. Bayi baru lahir tidak diberi kolostrum.
d. Bayi sudah diberi MP ASI sebelum usia 4/6 bulan
e. Pemberian makanan padat pada bayi terlalu lambat
f. Anak dibawah umur < 2 tahun, kurang diberi makanan atau densitas
energy kurang
g. Makanan tidak mempunyai zat gizi mikro yang cukup
h. Makanan kotor/ terkontaminasi
i. Kemiskinan
46
j. Kurangnya pendidikan dan keterampilan
k. Krisis ekonomi
Faktor-faktor tersebut merupakan hal-hal yang sangat komplek dan
berkaitan antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya.
Jika dilihat pada skema adalah sebagai berikut:
Sumber: Alamsyah Dedi, 2013
Gizi Kurang
Penyakit Infeksi Asupan Makanan
Persediaan
makanan di
rumah
Pelayanan
Kesehatan Perawatan anak
dan ibu hamil
Kemiskinan, kurang
pendidikan, kurang
keterampilan
Kirisi ekonomi
langsung
47
F. Pencegahan Gizi Kurang Pada Balita
1. Pencegahan Primer
Pencegahan ini untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat
atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan ini ditujukan
untuk masyarakat umum, yaitu:
a. Memberikan KIE mengenai gizi kurang dan gizi buruk, termasuk
gejala-gejala serta komplikasi yang akan timbul.
b. Menyarankan anggota keluarga untuk mengonsumsi makanan yang
bergizi seperti pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang
berisi 13 pesan, antara lain : makanlah makanan yang beraneka ragam
setiap hari, makanlah makanan yang mengandung cukup energi, untuk
sumber energi upayakan agar separuhnya berasal dari makanan yang
mengandung zat karbohidrat komplek, upayakan agar sumber energi
dari minyak dan lemak tidak lebih dari seperempat dari energi total
yang anda butuhkan, gunakan hanya garam beryodium untuk memasak
sehari-hari, makanlah banyak makanan yang kaya akan zat besi,
berikan hanya air susu ibu untuk bayi sampai usia 4 bulan, biasakan
makan pagi setiap hari, minum air bersih dan sehat dalam jumlah yang
cukup, berolah raga dengan teratur untuk menjaga kebugaran badan,
hindarilah minuman beralkohol, makanlah makanan yang dimasak
dan/atau dihidangkan dengan bersih dan tidak tecemar, dan bacalah
selalu label pada kemasan makanan.
48
c. Memberikan penjelasan mengenai cara penanganan gizi kurang atau
gizi buruk dengan perubahan sikap dan perilaku anggota keluarga.
Bukan saja makanan yang harus diperhatikan, tetapi lingkungan sekitar
juga harus diperhatikan untuk mencegah penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan nafsu makan berkurang.
d. Usahakan mengikuti program kesehatan yang ada setiap bulan di
puskesmas atau di puskesmas pembantu desa.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini untuk orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progesifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dam
mengurangi ketidakmampuan, yaitu (Budiarto, 2002) :
a. Deteksi dini sekiranya penderita atau anggota keluarga yang lain
terjangkit penyakit yang disebabkan oleh kurangnya gizi dalam
jangka waktu yang panjang. Misalnya, melakukan penimbangan berat
badan.
b. Mendapatkan pengobatan sedini mungkin. Pengobatan yang awal dan
tepat dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan produktivitas
semua anggota keluarga.
3. Pencegahan tersier
Upaya pencegahan ini terus diupayakan selama orang yang
menderita belum meninggal dunia, yaitu (Budiarto, 2002):
49
a. Apabila penderita mengalami sakit lain, sebaiknya secepatnya
dilakukan pemeriksaan dan pengobatan.
b. Rehabilitasi sosial diberikan kepada penderita dan anggota
keluarga. Bagi penderita ditumbuh kembalikan kepercayaan
dirinya agar bisa bergaul dengan yang lain.
4. Adapun Cara lain untuk Mencegah dan Menanggulangi Masalah Gizi
Kurang
a. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan
memperhatikan pola makan yang teratur dengan gizi seimbang.
b. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin
tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi
dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem
reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi
pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi
lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan
yang sebaliknya.
c. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.
Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai
pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur.
d. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti
program posyandu untuk mengetahui apakah pertumbuhan anak sesuai
50
dengan standar pada KMS. Sehingga, jika tidak sesuai atau ditemukan
adanya gejala gizi kurang maka hal tersebut dapat segera diatasi.
e. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama orang tua tentang
gizi melalui penyuluhan kepada masyarakat luas terutama di daerah
pedesaan dan di daerah terpencil. Sebab, menurut Samuel, dibutuhkan
peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pemberian
makanan bergizi yang seimbang sejak bayi dan komposisi makanan
seperti apa yang dibutuhkan oleh anak mereka. Memberikan makanan
yang tepat dan seimbang kepada anak yang terdiri dari karbohidrat,
protein, lemak, mineral dan vitamin. Lemak minimal diberikan 10 %
dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein diberikan 12 %
dari total kalori. Sisanya adalah karbohidrat. “Kuantitas makanan yang
dikonsumsi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, karena masing-
masing anak memiliki kebutuhan gizi yang berbeda tergantung usia,
gender dan aktivitas.”
f. Diperlukan peranan baik dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun
pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan kualitas posyandu dan
pelayanan kesehatan lainnya, jangan hanya sekedar untuk
penimbangan dan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal
penyuluhan gizi dan kualitas pemberian makanan tambahan, serta
meningkatkan kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak
g. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
51
yang berkualitas dan meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan
informasi kesehatan (Alamsyah Dedi, 2013).
G. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Gizi Kurang
Gizi kurang menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi,
menyebabkann banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak
mungkin melakukan kerja keras. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah
terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu.
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan
masalah, baik pada ibu maupun janin. Gizi kurang pada ibu hamil dapat
menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan,
berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature),
pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung
meningkat. Kekurangan gizi pada ibu hamil juga dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir
mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra
partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Ibu hamil yang juga menderita Kurang Energi Protein akan
berpengaruh pada gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, dan juga
meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang
zat besi dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang
52
dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak. Secara umum gizi kurang pada
bayi, balita dan ibu hamil dapat menciptakan generasi yang secara fisik dan
mental lemah.
Secara umum dampak gizi kurang antara lain, pertumbuhan anak
menjadi terganggu, produksi tenaga (energi) kurang sehingga mempengaruhi
aktivitas, pertahanan tubuh menurun dan terganggunya fungsi otak sehingga,
dapat menciptakan generasi dan SDM yang kurang berkualitas (Alamsyah
Dedi, 2013).
H. Intervensi Pada Anak Gizi Kurang
Intervensi gizi menurut Jurnal Rosha Bc, 2016 adalah:
1. Intervensi untuk Anak Balita
Balita sebagai aset masa depan bangsa harus mendapatkan
perhatian yang optimal. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan pemantauan tumbuh dan kembang balita secara rutin di posyandu.
Selain pemantauan yang dilakukan secara rutin sebulan sekali di
posyandu, terdapat intervensi pemantauan stunting setiap satu tahun
sekali. Untuk meningkatkan status gizi balita diberikan intervensi
makanan tambahan berupa susu dan biskuit.
2. Intervensi untuk Ibu Balita
Ibu balita sebagai orang paling dekat dengan balita juga harus
diberikan intervensi agar terjadi perubahan pengetahuan dan perilaku ibu
53
dalam pola asuh balita ke arah yang lebih baik. Salah satu cara melalui
kelas pembelajaran untuk ibu, baik itu ibu balita maupun ibu hamil.
3. Intervensi Kesehatan Lingkungan
Penyebab langsung permasalahan gizi balita adalah masalah
penyakit infeksi yang diderita. Penyakit infeksi bisa berawal dari sanitasi
lingkungan yang buruk. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan kebersihan lingkungan perlu digalakkan. Rumah yang
sehat juga merupakan kebutuhan pokok yang harus terpenuhi untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Beberapa syarat yang harus
dipenuhi pada rumah sehat adalah memiliki sirkulasi udara yang baik,
penerangan yang cukup, terpenuhi kebutuhan air bersih, adanya
pembuangan air limbah yang diatur dengan baik agar tidak menimbulkan
pencemaran, ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak
terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara
kotor.
4. Intervensi Mengatasi Kemiskinan
Penyebab permasalahan gizi yang paling mendasar adalah
kemiskinan. Kemiskinan membuat orang tidak dapat memenuhi
kecukupan gizinya melalui konsumsi yang adekuat dan dengan adanya
kemiskinan juga tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan yang
memadai. Oleh karena itu diperlukan bantuan kepada masyarakat yang
berada di garis kemiskinan agar bisa memenuhi kebutuhna gizinya dan
dengan mudah mengakses pelayanan kesehatan jika membutuhkan.
54
I. Indeks Antropometri
1. Kategori dan ambang batas status gizi anak
Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat ditentukan
apakah anak tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk.
Untuk hall tersebut maka berat badan dan tinggi badan hasil pengkuran
dibandingkan dengan suatu standar internasional yang dikeluarkan
WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB
sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan
kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai
makna sendiri-sendiri.
Indikator BB/U ( Berat Badan/Umur) dapat menggambarkan status
gizi saat ini (saat di ukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik
karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh
tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan cepat dimengerti
oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan satus gizi
dalam jangka waktu pendek; dan dapat mendekteksi kegemukan.
Indikator TB/U (Tinggi Badan/Umur) dapat menggambarkan status
gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek
kemungkinan keadaan gizi masalalu tidak baik. Berbeda dengan berat
badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak
maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi
dinormalkan.pada anak balita kemungkinan untuk mengejar
pertumbuhan tinggi badan optimal masih bisa sedangkan anak usia
55
sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan
tinggi badan masih bisa teteapi kecil kemungkinan untuk mengejar
pertumbuhan optimal. Dalam kegiatan normal tinggi badan tumbuh
bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang
sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi
terhadap pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu sosial ekonomi
penduduk (soekirman,2000) dan (marmi dan rahardjo,2015:375)
Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang
terbaik karena dapat menggambarkan secara sensitif dan spesifik status
gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkolerasi linier
dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat
badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan
tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan proposional
dengan tinggi badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk
menilai status giz saat ini terutama bila data umr yang akurat sering sulit
diperoleh. Untuk kegatan identifikasi dan manajemen penangan bayi dan
anak balita gizi buruk akut, maka WHO & Unicef merekomendasikan
menggunakan indikaor BB/TB dengan cut of point <-3 SD WHO 2006
56
2. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan
Energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan
pekerjaan tubuh memperoleh energi dari makanan yang dimakan dan
energi yang dimakan ini terdapat sebagai energi kimia yang dapat
diubah menjadi energi bentuk lain. Bentuk energi yang berkaitan dengan
proses-proses biologi adalah energi kimia, energi mekanik, energi panas
dan energi listrik.
Angka Kecukupan Gizi (Recommended Dietary Allowance)
merupakan rekomendasi asupan berbagai nutrien esensial yang perlu
dipertimbangkan berdasarkan pengetahuan ilmiah agar asupan nutrien
tersebut cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi pada semua
orang yang sehat. AKG mencerminkan asupan rata-rata sehari yang
57
harus dikonsumsi oleh populasi dan bukan merupakan kebutuhan
perorangan.
3. Epidemiologi Gizi Kurang
a. Distribusi Frekuensi Gizi Kurang
1) Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Orang
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2010, prevalensi gizi
kurang pada balita berdasarkan kelompok umur menunjukkan
bahwa prevalensi terbesar pada kelompok umur 36-47 bulan yaitu
sebesar 14,6% dan terendah pada kelompok umur ≤ 5 bulan yaitu
sebesar 7,2%. Prevalensi gizi kurang berdasarkan jenis kelamin
yaitu prevalensi gizi kurang pada laki-laki (13,9%) lebih besar
daripada perempuan (12,1%).Menurut Suryono dan Supardi (2004)
menyatakan bahwa jumlah anak balita yang mengalami KEP
maupun Non-KEP mayoritas adalah perempuan (58,5%).
Prevalensi gizi kurang berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir yaitu prevalensi terbesar pada kelompok tidak tamat SD
yaitu sebesar 15,7% dan terendah pada kelompok tamat PT
(Perguruan Tinggi) yaitu sebesar 7,4%. Prevalensi gizi kurang
berdasarkan pekerjaan yang terbesar adalah pada kelompok
petani/nelayan/buruh yaitu sebesar 15,2% dan yang terendah pada
kelompok yang masih sekolah yaitu sebesar 4,7%.Menurut
Suryono dan Supardi (2004) bahwa faktor pendidikan ibu yang
58
kurang dari SMA memiliki kemungkinan 1,3 kali lebih banyak
terjadinya status gizi kurang pada anak balita dibandingkan ibu
yang berpendidikan lebih dari SMA.
2) Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Tempat
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2007, prevalensi gizi
kurang menurut provinsi yang tertinggi adalah Nusa Tenggara
Timur (24,2%), Sulawesi Tengah (18,7%), dan Maluku (18,5%)
(Riskesdas, 2007). Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2010,
prevalensi gizi kurang berdasarkan tempat tinggal yaitu di
pedesaan (14,8%) lebih tinggi daripada di perkotaan (11,3%).
Prevalensi gizi kurang pada balita menurut provinsiterdapat 3
provinsi dengan jumlah kasus yang paling besar berturut-turut,
yaitu Kalimantan tengah (22,3%), Nusa Tenggara Timur (20,4%),
dan Nusa Tenggara Barat (19,9%) (Riskesdas, 2010).
3) Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Waktu
Berdasarkan SKRT, pada tahun 2000 persentase balita
dengan gizi kurang sebesar 17%, pada tahun 2001 sebesar 20%,
pada tahun 2002 sebesar 18%, pada tahun 2003 sebesar 20%, pada
tahun 2005 sebesar 19% dan pada tahun 2007 sebesar 13%
(Riskesdas, 2007). Berdasarkan laporan Riskesdas, prevalensi gizi
kurang pada tahun 2010 adalah sebesar 13% (Riskesda, 2010).