bab ii tinjauan pustaka a. belajar dan pembelajaran 1....

33
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar Menurut Jamil (2014 : 13) Istilah belajar berasal dari bahasa inggris yaitu “Learning”. Belajar merupakan suatu proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Menurut Brown (Muhammad & Arif, 2011: 18-19) Belajar adalah menguasai atau memperoleh, mengingat- ingat informasi atau ketrampilan dan suatu perubahan dlam perilaku. Menurut Woolfolk (Koohang, 2009: 92) mengatakan bahwa: “learning is active mental work, not passive reseption of teaching,”. Artinya belajar adalah proses mental yang aktif, bukan penerimaan pasif dari sebuah pengajaran. Selanjutnya ia juga menambahkan bahwa belajar adalah : “...the students actively proces to contruct their own knowledge: the mind of the student mediates input from the outside world to determine what the student will learn.” Artinya, belajar merupakan sebuah proses dimana siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri dengan cara memasukkan apa yang ia peroleh dari luar ke dalam pikirannya. Menurut Sudjana (Asep & Abdul, 2008:2) Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagia hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti pada perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan

Upload: lamdieu

Post on 02-May-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

1. Belajar

Menurut Jamil (2014 : 13) Istilah belajar berasal dari bahasa inggris

yaitu “Learning”. Belajar merupakan suatu proses perubahan kegiatan

dan reaksi terhadap lingkungan. Menurut Brown (Muhammad & Arif,

2011: 18-19) Belajar adalah menguasai atau memperoleh, mengingat-

ingat informasi atau ketrampilan dan suatu perubahan dlam perilaku.

Menurut Woolfolk (Koohang, 2009: 92) mengatakan bahwa:

“learning is active mental work, not passive reseption of teaching,”.

Artinya belajar adalah proses mental yang aktif, bukan penerimaan pasif

dari sebuah pengajaran. Selanjutnya ia juga menambahkan bahwa belajar

adalah :

“...the students actively proces to contruct their own knowledge: the

mind of the student mediates input from the outside world to

determine what the student will learn.”

Artinya, belajar merupakan sebuah proses dimana siswa secara aktif

membangun pengetahuannya sendiri dengan cara memasukkan apa yang

ia peroleh dari luar ke dalam pikirannya.

Menurut Sudjana (Asep & Abdul, 2008:2) Belajar adalah suatu

proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang,

perubahan sebagia hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai

bentuk seperti pada perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan

10

tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan yang

ada pada individu yang belajar. Chan & Judith (2005: 217) mengatakan

bahwa :

“learning is reciting. If we recite in then think it over, think it over

then recite it, naturally it’ll become meaningful to us. If we recite it

but don’t think over, we still won’t appreciate is meaning. If we think

it over but don’t recite it, even though we might understand it, our

understanding will be precarios”.

Artinya, belajar adalah membaca, jika kita membaca kemudian

memikirkannya dan melafalkannya secara terus-menerus akan menjadi

berarti bagi kita. Jika kita membaca tetapi tidak memikirkan, kita tidak

akan memahami maknanya. Jika kita memikirkan hal itu tetapi tidak

mengucapkannya, maka kita sulit memahaminya.

Dalam The Guidance Of Learning Activities W.H Burton (Eveline &

Hartini, 2014: 4) mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan

tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu

dengan individu dan individu dengan lingkungannya, Sementara Ernest

R. Hilgard dalam Introduction To Psychology mendefinisikan belajar

sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa Belajar adalah suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung

dalam interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan

yang bersifat relatif konstan seperti pada perubahan pengetahuan,

pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan

serta perubahan yang ada pada individu yang belajar.

11

2. Pembelajaran

Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 20

tentang sistem penidikan nasional disebutkan bahwa “ Pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses

yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar tertuju kepada apa

yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang

harus di lakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran.

Menurut Usman (Asep & Abdul, 2008:11-12) Pembelajaran adalah

inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai

pemegang peranan utama. Pembelajaran merupakan sutu proses yang

megandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan

timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai

tujuan tertentu.

Menurut Endang (2014:29) pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar. Menurut BSNP (2006: 17) Kegiatan pembelajaran dirancang

untuk memberikan kegiatan belajar yang melibatkan proses mental dan

fisik melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan, dan

sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.

Menurut Sugiyar (Mohamad, 2015 : 2) penekanannya terletak pada

perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek

didik laki-laki dan perempuan. Konsep tersebut sebagai suatu sistem,

12

sehingga dalam sistem pembelajaran ini terdapat komponen-komponen

meliputi: siswa, tujuan, materi untuk dipersiapkan. Dengan kata lain,

pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan, perlu direncanakan

oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah usaha untuk mengorganisasikan lingkungan untuk

menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik, yang kegiatannya

dirancang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar

peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar

lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar pembelajaran perlu

direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi oleh guru berdasarkan

kurikulum yang berlaku.

B. Pembelajaran Matematika

Secara etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh

dengan bernalar (Erman Suherman, ddk. 2003: 16). Dalam hal ini bukan

berarti ilmu lain tidak diperoleh melalui penalaran, akan tetapi dalam

matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran),

sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan pada hasil observasi atau

eksperimen di samping penalaran. Menurut Erman Suherman, ddk (2003:

103) menyatakan matematika sebagai ilmu yang menelaah bentuk-bentuk

atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan antara hal-hal itu. Objek

penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih dititik beratkan

kepada hubungan, pola, bentuk dan struktur.

13

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar dan

mengajar dengan segala interaksi di dalamnya. Dalam Undang-Undang RI

No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 20 tentang sistem pendidikan nasional

disebutkan bahwa “ Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

Slameto (1995: 2) mengemukakan bahwa belajar ialah proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Miguel & Juan (2007: 1) mengatakan

bahwa :

“ one goal for the teaching of mathematics is to chanel everyday more

technical-sientific thingking at an earlier stage, as a mean for over

coming between the mathematics (formal) structure and cognitive

progress”.

Artinya salah satu tujuan pengajaran matematika adalah membawa

pemikiran sehari-hari menuju berpikir ilmiah sebagai sarana untuk

menjembatani matematika formal dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Kompetensi pembelajaran matematika (Hari, 2004: 42) meliputi

beberapa hal, yaitu: pemilikan nilai dan sikap, penguasaan konsep, dan

kecakapan mengaplikasikannya dalam kehidupan. Kurikulum 2013

merupakan pengembangan langkah lanjutan pengembangan Kurikulum

Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006

yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan secara

terpadu . Ketiganya sama-sama merupakan seperangkat rencana pendidikan

14

yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar. Menurut BSNP (2006:

346) tujuan mata pelajaran matematika adalah sebagai berikut :

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingintahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan

masalah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika

merupakan suatu proses belajar mengajar terencana dan terprogram yang

melibatkan guru matematika dengan menyusun suatu rancangan rencana

pembelajaran, melaksanakan rancangan pembelajaran (activity),

mengevaluasi pembelajaran dan refleksi pembelajaran, dan melibatkan

siswa berdasarkan kurikulum dengan segala interaksi dan proses

15

komunikasi di dalamnya dengan tujuan untuk melatih cara berpikir dan

bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif,

mengembangkan kemampuan memecahkan masalah serta mengembangkan

kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan.

Pada pembelajaran matematika ini peneliti menggunakan kurikulum

2013 yang di fokuskan pada materi Aritmetika Sosial, dengan kompetensi

inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

1. Menghargai dan menghayati

ajaran agama yang dianutnya.

2. Menghargai dan menghayati

perilaku jujur, disiplin,

tanggungjawab, peduli

(toleransi, gotong royong),

santun percaya diri, dalam

berinteraksi secara efektif

dengan lingkungan sosial dan

alam dalam jangkauan

pergaulan dan keberadaannya.

3. Memahami pengetahuan

(faktual, konseptual, dan

procedural) berdasarkan rasa

ingin tahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni,

budaya terkait fenomena dan

kejadian tampak mata.

3.11 Menganalisis aritmetika

sosial (penjualan,

pembelian, potongan,

keuntungan, keugian, bunga

tunggal, persentase, bruto,

neto, tara).

4.11 Menyelesaikan masalah

berkaitan dengan aritmetika

sosial (penjualan, pembelian,

potongan, keuntungan,

keugian, bunga tunggal,

persentase, bruto, neto, tara).

C. Kemampuan Komunikasi Matematika

Menurut Suherman (Asep & Abdul, 2008:11) Komunikasi

diefinisikan sebagai proses dimana para partisipan/ siswa menciptakan

dan saling berbagi informasi satu sama lain guna mencapi pengertian

timbal balik. Dalam pengertian tersebut proses komunikasi sekurang-

16

kurangnya harus melibatkan dua orang. Proses kumunikasi dalam

pembelajaran melibatkan dua pihak yakni pendidik dan peserta didik.

Pendidik memegang peran utama sebagai komunikator dan peserta didik

memegang peran utama sebagai komunikan. Dalam praktiknya kedua

peran itu dilakukan oleh kedua belah pihak pada gilirannya bertukar

peran menjadi pemberi dan penrima informasi, itulah yang disebut

dengan berbagi informasi dalam komunikasi pembelajaran.

Menurut Effendy (2007: 10) komunikasi adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media

yang menimbulkan efek. Pendapat ini didasarkan pada pendapat Laswell

yang membagi komunikasi dalam lima unsur, yaitu komunikator

(pengirim pesan), pesan, media, komunikan (penerima pesan), dan efek.

Menurut NCTM (2000: 60) dijelaskan bahwa Komunikasi adalah suatu

bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Pendapat ini

mengisyaratkan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika.

Melalui komunikasi, siswa dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru

dan siswa lainnya. Komunikasi merupakan salah satu dari 5 standar proses

yang ditekankan dalam NCTM (2000: 29) , yaitu Pemecahan Masalah

(problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi

(communication), koneksi (connections), dan representasi (representasion).

Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan

pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan

memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi ide dapat dicerminkan,

17

diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga

membantu membangun makna dan mempermanenkan ide dan proses

komunikasi juga dapat mempublikasikan ide. NCTM (2000: 63)

menyatakan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika,

bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi

kesempatan kepada siswa untuk:

a. Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui

komunikasi.

b. Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan

jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain.

c. Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang

dipakai orang lain.

d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide

matematika secara benar.

Menurut Brenner (1998: 104) peningkatan kemampuan siswa untuk

mengkomunikasikan matematika adalah satu dari tujuan utama pergerakan

reformasi matematika. Brenner (1998: 107) lebih lanjut menyatakan bahwa

penekanan atas komunikasi dalam pergerakan reformasi matematika berasal

dari suatu konsensus bahwa hasil pembelajaran sangat efektif didalam suatu

konteks sosial. Melalui konteks sosial yang dirancang dalam pembelajaran,

siswa dapat mengkomunikasikan berbagai ide yang dimilikinya untuk

menyelesaikan masalah matematika.

18

Menurut Lubienski (Hulukati, 2005: 18), kemampuan siswa dalam

mengkomunikasikan masalah matematika pada umumnya ditunjang oleh

pemahaman mereka terhadap bahasa. Cooke & Buchholz (2005: 265)

menyarankan agar guru seharusnya dapat membuat suatu hubungan antara

matematika dan bahasa. Hubungan ini akan membantu siswa mampu

mengekspresikan suatu masalah matematika kedalam bahasa simbol atau

model matematika. Menurut Baroody (Hulukati, 2005:17), ada dua alasan

penting mengapa kemampuan berbahasa itu sangat penting dibutuhkan

dalam berkomuniaksi, yaitu :

a. Mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar alat bantu

berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, atau

menyelesaikan masalah, namun matematika juga adalah alat yang tak

terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan

jelas, tepat, dan ringkas.

b. Mathematics learning as social activity , sebagai aktivitas sosial dalam

pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, misalnya komunikasi

antar guru dan siswa yang merupakan bagian penting untuk memelihara

dan mengembangkan potensi matematika siswa.

Pendapat diatas mengisyaratkan andanya dua jenis komunikasi

matematik, tulisan dan lisan (verbal). Ernest (1994: 19) menjelaskan bahwa:

a. Komunikasi matematik non-verbal menekankan pada interaksi siswa

dalam dunia yang kecil dan penafsiran non-verbal serentak mereka

terhadap interaksi lainnya.

19

b. Komunikasi matematik lisan (verbal) menekankan interaksi lisan

mereka satu sama lain dan dengan guru keika mereka membangun

tujuan dengan mambuat pembagian yang sesuai.

Kedua jenis komunikasi matematik ini memainkan peran penting dalam

interaksi sosial siswa dikelas matematika. Bantuan guru untuk

membiasakan siswa mampu mengkomunikasikan ide melalui bahasa lisan

dan tulisan ini dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi

matematika siswa yang diinginkan.

Menurut NCTM (2000: 60), disebutkan standar kemampuan

komunikasi matematika untuk siswa sekolah menengah adalah siswa dapat:

a. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika mereka

melalui komunikasi;

b. Mengkomunikasikan pemikiran matematika mereka secara koheren

dan jelas kepada pasangan, guru, dan lainnya;

c. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematika dan strategi

orang lain;

d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide

matematika secara tepat.

Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas

VII-B SMP N 2 Godean, NCTM (2000: 271) menyarankan agar guru

mengidentifikasi dan menggunakan berbagai tugas yang berkaitan penting

dengan ide matematika, dapat diakses dengan berbagai metode solusi,

menyediakan representase multipel dan memberikan siswa kesempatan

20

menginterprestasi, jastifikasi dan konjektur. Dalam melaksanakan tugas-

tugas tersebut, setiap siswa diberikan kesempatan untuk berkontribusi

walaupun tidak perlu semua siswa memberikan argumen atau penjelasan

secara bersamaan. Dimana dengan metode pembelajaran kooperatif tipe

Think Talk Write (TTW) dapat membantu siswa dalam meningkatkan

kemapuan komunikasinya.

Menurut Sumarmo ( Herawati, 2007: 24-25), komunikasi matematik

merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai

kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk :

a. Mereflesikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide

matematika;

b. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan,

tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar;

c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol

matematika;

d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika;

e. Membaca dengan pemahaman suatu persentasi matematik tertulis;

f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan

generalisasi;

g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah

dipelajari.

Menurut Baroody (Hulukati, 2005: 23-27), Penjelasan diatas

memperlihatkan adanya lima aspek komunikasi, yaitu representasi

21

(representasion), mendengar (listening), membaca (reading), diskusi

(discussion), dan menulis (writting). Dari lima aspek diatas maka salah satu

pembelajaran yang cocok dengan aspek tersebut adalah model pembelajaran

kooperatif tipe Think Talk Write (TTW). Karena pada model pembelajaran

TTW ini siswa diajak berpikir, berbicara, dan menulis yang dimana

termasuk dalam aspek-aspek komunikasi yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematika.

Menurut Glynn & Muth (Wood, 2011: 113), bahwa pengetahuan dan

matematika digunakan sebagai wahana dalam mengajar bahasa dan kedua

adalah dimana bahasa digunakan untuk mengajarkan matematika atau

pengetahuan, dari contoh membaca dan menulis untuk mempelajari

pengetahuan. Ada dua cara yang dapat dikembangkan kemampuan dalam

belajar menurut Wood (2011: 118-119) yaitu :

a. Speaking (Berbicara)

1) Presenting seminars, Pada kondisi ini, ide matematika dapat

dikombinasikan antara kemampuan mendengar dan berbicara

dengan struktur semi formal, kemudian siswa juga mendiskusikan

suatu wacana termasuk dengan kemampuan membaca.

2) Talking with colleagues and management, Komunikasi lisan

sesama teman sekelompok dalam menyelesaikan suatu wacana.

3) Negotiating and selling ideas, Bekerjasama dan negosiasi dengan

kelompok kecil dan mendiskusikan sesuatu masalah yang dianggap

sulit, berbicara tentang ide matematika dan bagaimana

22

memberikan ide sehingga menghasilkan pembuktian yang

sederhana.

b. Writing (menulis) teridiri dari informal writing dan formal writing.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, kemampuan

komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan

dan memuat berbagai kesempatan untuk memberikan alasan rasional

terhadap suatu pernyataan, mengubah bentuk uraian ke dalam model

matematika, dan mengilustrasikan ide-ide matematika ke dalam bentuk

uraian yang relevan secara tertulis. Untuk mengetahui peningkatan

kemampuan komunikasi matematika dilakukan observasi pada saat

pembelajaran dan pemberian tes kemampuan komunikasi matematika

secara tertulis.

D. Pemecahan Masalah Matematika

Dalam belajar matematika pada dasarnya seseorang tidak terlepas dari

masalah karena berhasil atau tidaknya seseorang dalam matematika ditandai

adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Menurut Bell (1978: 45), mengatakan bahwa :

“question is a problem for someone when he realized the success that

situation, recognize that the situation requires immediate action and

not be mennemukan solution or settlement of the situation”.

Artinya, pertanyaan merupakan masalah bagi seseorang bila ia menyadari

keberhasilan situasi itu, mengakui bahwa situasi itu memerlukan tindakan

dan tidak dengan segera dapat mennemukan pemecahan atau penyelesaian

situasi tersebut.

23

Menurut Kennedy et al, (2008: 115), mengatakan bahwa :

“ a problem is a situation that has no immediate solution or known

solution strategi”

Artinya, Masalah adalah situasi yang tidak memiliki solusi segera atau

dikenal solusi Pengembangan strategi.

Menurut Dahar (1989: 138), pemecahan masalah merupakan suatu

kegiatan manusia yang menggambungkan konsep-konsep dan aturan-aturan

yang telah diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai suatu ketrampilan

generik. Pengertian ini mengandung makna bahwa ketika seseorang telah

mampu menyelesaikan suatu masalah, maka seseorang itu telah memiliki

suatu kemampuan baru. Kemampuan ini dapat digunakan untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang relevan. Menurut Ibrahim & Nur

Hidayati (2014: 14). dalam proses pemecahan masalah, siswa

dimungkinkan unuk membentuk kelompok dan berbagi tugas antar anggota

dalam kelompok.

Menurut Adams & Hamm (2010: 59), mengatakan bahwa :

“Mathematical problem solving that involves group interaction and

interdependence has been shown to be an effective way to engage

students in real-world tasks and experiences”.

Artinya pemecahan masalah matematika yang melibatkan interaksi

kelompok dan saling ketergantungan sesama siswa telah terbukti menjadi

cara yang efektif untuk melibatkan siswa dalam tugas-tugas dan

pengalaman didunia nyata.

Menurut Soedjadi (1994: 36), Kemampuan pemecahan masalah

matematis adalah suatu ketrampilan pada siswa agar mampu menggunakan

24

kegiatan matematik untuk memecahkan masalah dalam matematika.

Menurut Russenffendi (2006: 341), kemapuan pemecahan masalah amatlah

penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari

akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan

menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Polya (Herman Hudojo, 2005 : 134-140), langkah-langkah

pemecahan masalah yaitu :

1. Pemahaman terhadap suatu masalah

Pemahaman dilakukan dengan membaca dan membaca ulang soal,

mengientifikasi informasi yang diketahui, mengidentifikasi apa yang

hendak dicari.

2. Perencanaan penyelesaian masalah

Didalam merencanakan masalah seringkali diperlukan kreativitas.

Sejumlah strategi dapat membantu kita merumuskan suatu rencana

penyelesaian suatu masalah. Menurut Wheeler (Herman Hudojo, 2005:

137), strategi penyelesaian masalah antara lain sebagai berikut :

membuat tabel, membuat gambar, menduga, mengetes, dan

memperbaiki, mencari pola, menyetakan kembali permaasalahan,

menggunakan penalaran, menggnakan variabel, menggunakan

persamaan, mencoba menyederhanakan permasalahan, menghilangkan

situasi yang tidak mungkin, bekerja mundur, menyusun model,

mengguankan algoritma, menggunakan penalaran yang tidak langsung,

menggunakan sifat-sifat bilangan, menggunakan kasus atau membagi

25

menjadi bagian-bagian, memvalidasi semua kemungkinan,

menggunakan rumus, menyelesaikan masalah yang equivalen,

menggunakan simetri, dan menggunakan informasi yang diketahui

untuk mengembangkan informasi baru.

3. Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah

Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik sevcara tertulis

atau tidak selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan

rencana yang dianggap paling tepat.

4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah

dikerjakan

Langkah ini untuk melihat apakah penyelesaian yang kita peroleh sudah

sesuai dengan ketentuan yang diketahui dan tidak terjadi kontradiksi

merupakan langkah terakhir yang penting. Terdapat empat komponen

untuk mereview suatu penyelesaian, yaitu :

a. Mengecek hasil

b. Menginterpertasikan jawaban yang diperoleh

c. Mencari adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang

sama

d. Mencari adakah penyelesaian yang lain

Menurut Gagne (Erman Suherman dkk, 2003: 36), dalam pemecahan

masalah biasanya ada lima langkah yang harus dilakukan, yaitu :

a. Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas

b. Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional

26

c. Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang

diperkirakan baik.

d. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya

e. Mengecek kembali hasil yang diperoleh.

Menurut NCTM (2000: 52), kemampuan pemecahan masalah yang

harus di kuasai oleh siswa adalah :

a. Membangun pengetahuan matematika baru dengan memecahkan

masalah

b. Memecahkan permasalahan matematika yang muncul dalam konteks

lain

c. Menerapkan dan menyesuaikan berbagai strategi untuk memecahkan

masalah

d. Monitor dan mencerminkan proses pemecahan masalah matematika.

Dalam belajar di sekolah, siswa dapat dihadapkan pada masalah-

masalah yang dapat dipecahkan dengan mengadakan reorganisasi dalam

pengamatan. Hal itu akan membantu siswa untuk menemukan pemecahan

masalah. Sukirman (2005: 4) menyatakan bahwa masalah matematika dapat

diklarifikasikan dalam dua jenis, yaitu:

a. Masalah mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau

mendapat nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan

memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang

ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal

(condition), dan data atau informasi yang diberikan merupakan bagian

27

penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipahami serta

dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah.

b. Masalah membuktikan (problem to prove), yaitu untuk menentukan

apakah suatu pertanyaan benar atau tidak benar. Soal membuktikan

terdiri dari hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan

membuat atau memproses pernyataan yang logis dan hipotesis menuju

kesimpulan, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan

tidak benar, cukup diberikan contoh penyangkalannya sehingga

pernyataan tersebut menjadi tidak benar.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika

yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun

penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman

menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk

diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin (Erman

Suherman ddk, (2001: 83). Menurut Erman Suherman ddk, (2003: 89)

Melalui kegiatan pemecahan masalah, aspek-aspek kemampuan matematika

yang penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan

pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain lain dapat

dikembangkan secara lebih baik.

Sehubungan dengan kemampuan pemecahan masalah NCTM (1989:

11), merekomendasikan pembelajaran matematika harus dikembangkan

dari situasi-situasi masalah. Selama situasi-situasi itu dikenal oleh siswa,

28

konsep-konsep yang diciptakan dari objek, kejadian, dan hubungan-

hubungan antara operasi dan srategi akan dapat dipahami dengan baik.

Menurut Prasetya (2010: 39), Elemen dari pemecahan masalah dapat

dideskripsikan sebagai berikut:

a. Identifikasi masalah adalah tahap pertama dari pemecahan masalah.

Untuk pelajar, tahap ini adalah dimana guru memberikan pekerjaan

rumah atau tugas pada siswa.

b. Sintesis adalah tahap kreatifitas dimana bagian-bagian terintegrasi

secara keseluruhan. Sebagai contoh, siswa menemukan langkah

penyelesaian yang lebih mudah dipahami dan lebih efisien waktu.

c. Analisis adalah tahap dimana rencana keseluruhan dipecah menjadi

bagian bagian.

d. Aplikasi adalah proses dimana informasi yang tepat diidentifikasi untuk

memecahkan masalah yang ada.

e. Komprehensi adalah tahap yang menggunakan teori dan data yang tepat

untuk memecahkan masalah yang sebenarnya.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, kemampuan

pemecahan masalah matematika merupakan suatu ketrampilan pada siswa

agar mampu menggunakan kegiatan matematik untuk memecahkan masalah

dalam matematika dengan langkah-langkah antara lain: pemahaman

terhadap suatu masalah, perencanaan penyelesaian masalah, melaksanakan

perencanaan penyelesaian masalah, dan melakukan pengecekan kembali

terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.

29

E. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Robert (2005: 4) Pembelajaran kooperatif merujuk pada

berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam

mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa

diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan

berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu

dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Menurut Thomson (Robert, 2008: 12) pembelajaran kooperatif turut

menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Saat proses

pembelajaran kooperatif berlangsung siswa belajar bersama dalam

kelompok-kelompok kecil satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok

yang terdidri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen.

Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan

siswa, jenis kelamin, dan suku.

Menurut Johnson, Johnson, & Holubec (Morgan et al, 2007: 3),

berpendapat bahwa :

” Cooperative learning has its roots in the theories of social

interdependence, cognitive development, and behavioral learning.

Some research provides exceptionally strong evidence that cooperative

learning results in greater effort to achieve, more positive

relationships, and greater psychological health than competitive or

individualistic learning efforts”.

Artinya, pembelajaran kooperatif berakar pada teori saling ketergantungan

sosial, perkembangan kognitif, dan belajar perilaku. Beberapa penelitian

memberikan bukti yang sangat kuat bahwa hasil pembelajaran kooperatif

30

dalam upaya lebih besar untuk mencapai, hubungan yang lebih positif, dan

kesehatan psikologis yang lebih besar dari upaya pembelajaran kompetitif

atau individualistik. Lebih lanjut menurut Morgan et al (2007: 4)

berpendapat bahwa :

“Cooperative learning is one strategy that rewards individuals for

participation in the group’s effort”.

Artinya, Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi yang

memberikan penghargaan individu untuk berpartisipasi dalam upaya

kelompok.

Menurut Sunal & Hans (Isjoni, 2010: 15), Pembelajaran kooperatif

merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus

dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama

selama proses pembelajaran.

Menurut Orlich et al (2007: 260), mengatakan bahwa :

“Cooperatif learning is learning based on a small-group approach to

teaching that holds students accountable for both individual and group

achievement”.

Atrinya, cooperatif learning adalah pembelajaran yang mendasarkan pada

pengajaran menggunakan kelompok kecil yang membuat siswa

bertanggung jawab baik prestasi individu maupun kelompok.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara

kelompok dan bekerja sama dalam membangun interaksi soial dengan

kelompok yang berbeda-beda latar belakang untuk mencapai tujuan

tertentu.

31

F. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think- Talk- Write (TTW)

Model Pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write merupakan

model pembelajaran kooperatif yang pada dasarnya merupakan strategi

belajar melalui tahapan berpikir (think), berbicara (talk) dan menulis (write).

Model pembelajran TTW ini diharapkan dapat meningkatkan kemmapuan

komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa. Strategi ini pertama

kali oleh Huinker & Laughlin (1996: 82) mengatakan bahwa:

“The think-talk-write strategy builds in time for thought and reflection

and for the organization of ideas and the testing of those ideas before

students are expected ro write. The flow of communication progresses

from student enganging in thought or reflective dialogue with

themselves, to talking and sharing ideas with one another, to writing”.

Artinya, Strategi think-talk-write membangun dalam waktu untuk berpikir

dan refleksi dan untuk organisasi ide dan pengujian ide-ide sebelum siswa

diharapkan untuk tulis. Arus komunikasi berlangsung dari

Mengikutsertakan siswa dalam pikiran atau dialog reflektif dengan diri

mereka sendiri, untuk berbicara dan berbagi ide dengan satu sama lain,

untuk menulis.

Strategi Think-Talk-Write (TTW) membangun pemikiran, merefleksi,

dan mengorganisasi ide, kemudian munguji ide tersebut sebelum siswa

diharapkan untuk menulis. aktivitas berpikir dapat dilihat dari proses

membaca suatu teks matematika atau berisi cerita matematika kemudian

membuat catatan tentang apa yang telah dibaca. Dalam membuat atau

menulis catatan siswa membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan

dalam teks bacaan, kemudian menerjemahkan kedalam bahasa mereka

32

sendiri. Dengan dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau

berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi

ide dengan temannya, dan diakhiri dengan mempersentasikan hasilnya dan

bersama guru menarik sebuah kesimpulan maka akan tercita suasana belajar

yang hidup dan menyenangkan (Lusia, 2014: 24-25).

Belajar tidak didominasi oleh guru, tampak bahwa kemampuan

komunikasi dan pemecahan masalah secara tertulis dan lisan dalam

pembelajaran matematika akan didapat pada pembelajaran dengan strategi

TTW ini. Alur strategi pembelajaran TTW dimulai dari keterlibatan peserta

didik dalam berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri,

selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannya, sebelum peserta

didik menulis.

Strategi pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) melibatkan 3 tahap

penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran

matematika, yaitu sebagai berikut :

a. Think (Berpikir)

Menurut Huinker & Laughlim (1996: 81), mengatakan bahwa:

“Thinking and talking are important steps in the process of

bringing meaning into studen’t writting”.

Maksudnya adalah berpikir dan berbicara/berdiskusi merupakan

langkah penting dalam proses membawa pemahaman kedalam tulisan

peserta didik.

Tahap pertama kegiatan siswa yang belajar dengan strategi Think-

Talk- Write adalah think, yaitu tahap berfikir dimana siswa membaca

33

teks berupa soal (kalau memungkinkan dimulai dengan soal yang

berhubungan dengan permasalahan sehari-hari siswa atau kontekstual).

Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan

jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide

yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai

dengan bahasanya sendiri secara individual, untuk dibawa ke forum

diskusi. Jawaban atau ide-ide yang siswa tuliskan tidak perlu benar,

yang terpenting adalah siswa mampu mengemukakan alasan yang

mendukung setiap pendapatnya tersebut.

Selama aktivitas think berlangsung, guru tidak perlu turut campur

dalam hal isi catatan kecil siswa. Pada tahap ini guru hanya sebatas

mengawasi untuk memastikan bahwa setiap siswa sudah melakukan

aktivitasnya dengan baik. Jika masih ada siswa yang belum juga bisa

menuliskan catatan kecilnya, maka guru berusaha untuk memotivasi

dan memberi sedikit arahan tentang maksud dari setiap permasalahan

yang disajiakan, supaya siswa mendapat sedikit gambaran.

b. Talk (Berbicara atau diskusi)

Tahap kedua adalah talk (berbicara atau diskusi) memberikan

kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang

penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa

merefleksikan, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide

dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan

terlihat pada dialognya dalam berdiskusi baik dalam bertukar ide

34

dengan orang lain ataupun refleksi mereka sendiri yang

diungkapkannya kepada orang lain.

Menurut Szetela (1993: 88) tahap talk penting dalam matematika

karena: (1) apakah itu tulisan, gambaran, isyarat, atau percakapan

merupakan perantara ungkapan matematika sebagai bahasa manusia.

Matematika adalah bahasa yang spesial dibentuk untuk

mengkomunikasikan bahasa sehari-hari, (2) pemahaman matematik

dibangun melalui interaksi dan konversasi (percakapan) antara sesama

individual yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna, (3) cara

utama partisipasi komunikasi dalam matematika adalah dengan talk, (4)

pembentukan ide (forming ideas) melalui proses talking, (5)

internalisasi ide (internalizing ideas), (6) meningkatkan dan menilai

kualitas berpikir.

Pada tahap talk, tugas guru adalah sebagai fasilitator dan motivator.

Sebagai fasilitator guru senantiasa harus memberi arahan dan

bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan, terutama

dalam hal materi, baik itu diminta maupun tidak diminta. Bimbingan

dan arahan yang dilakukan oleh guru lebih bersifat menuntun siswa

pada suatu jawaban yang tepat. Sebagai motivator, guru senantiasa

memberi dorongan kepada siswa yang merasa kurang percaya diri

terhadap hasil pekerjaannya atau kelompok siswa yang mendapatkan

jalan buntu untuk menemukan suatu jawaban. Guru harus meyakinkan

siswa dan atau kelompok siswa bahwa apa yang ia yakini sebagai

35

jawaban merupakan hasil pemikiran yang hebat dan patut dibanggakan.

Guru juga harus bisa memotivasi siswa yang dalam kegiatan diskusi

kurang aktif atau malah sangat pasif. Guru harus memberikan semangat

dan menyadarkan siswa yang bersangkutan bahwa kegiatan diskusi

yang berlangsung adalah penting untuk dijalani, supaya mereka

memahami sendiri.

c. Write (Menulis)

Menurut Masingila et al (1996: 95) berpendapat bahwa :

“writing can help students make their tacit knowledge and thoughts

more explicit so that they can look at, and reflect on, their

knowledge and thoughts”.

Artinya, menulis dapat membantu siswa mengekspresikan pengetahuan

dan gagasan yang dimiliki serta merefleksikan pengetahuan dan

gagasan mereka.

Tahap ketiga adalah Write, siswa menuliskan ide-ide yang

diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri

atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi

sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperolehnya dalam

Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang dibagikan oleh guru. Aktivitas

menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga

memungkinkan guru dapat melihat pengembangan konsep siswa.

Menurut Silver & Smith (1996: 21), peranan dan tugas guru dalam

usaha mengefektifkan penggunaan strategi Think-Talk-Write adalah

mengajukan dan menyediakan tugas yang memungkinkan siswa terlibat

36

secara aktif berpikir, mendorong dan menyimak dengan hati-hati ide-

ide yang dikemukakan siswa secara lisan dan tertulis,

mempertimbangkan dan memberi informasi terhadap apa yang digali

siswa dalam diskusi, serta memonitor, menilai, dan mendorong siswa

untuk berpartisipasi secara aktif. Untuk mewujudkan pembelajaran

yang sesuai dengan harapan di atas, dirancang pembelajaran yang

mengikuti langkah-langkah berikut:

a. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara

individual (think), untuk dibawa ke forum diskusi.

b. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk

membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka

menggunakan bahasa dan kata-kata yang mereka sendiri untuk

menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Pemahaman

dibangun melalu interaksinya dalam diskusi. Diskusi diharapkan

dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan.

c. Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang rnemuat

pemaharnan dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan

(write).

d. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan

kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih satu

atau beberapa orang siswa sebagai perwakilan keompok untuk

menyajikan jawabannya, sedangkan kelompok lain diminta

memberikan tanggapan.

37

Menurut Halmaheri (2004: 21-22), langkah-langkah pembelajaran

dengan strategi TTW:

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Strategi TTW

Langkah-langkah pembelajaran dengan

strategi TTW

Kegiatan pembelajaran dengan strategi TTW

a. Pendahuluan

1) Menginformasikan materi yang akan

dipelajari dan tujuan pembelajaran yang

akan dicapai.

2) Mengingatkan kembali teknik

pembelajaran dengan strategi TTW serta

tugas-tugas dan aktivitas siswa.

3) Melakukan apersepsi.

4) Memberikan motivasi agar siswa berperan

aktif dalam pembelajaran.

5) Membagi siswa dalam kelompok kecil (3-

5 siswa).

b. Kegiatan inti

1) Guru membagi Lembar Aktivitas Siswa

(LAS) kepada siswa.

2) Siswa secara individu diminta untuk

menangkan ide-idenya mengenai

kemungkinan jawaban dan atau langkah

penyelesaian atas permasalahan yang

diberikan serta hal-hal apa saja yang

diketahui dan atau belum diketahui yang

ditulis dalam bentuk catatan kecil yang

akan menjadi bahan untuk melakukan

diskusi kelompok (think).

3) Siswa mendiskusikan hasil catatannya

(saling menukar ide) agar diperoleh

kespakatan-kesepakatan kelompok (talk).

Dalam tahap ini guru berkeliling kelas

untuk memonitor jalannya diskusi dan

jika sangat diperlukan guru dapat

membantu seperlunya.

4) Secara individu, siswa menuliskan semua

jawaban atas permasalahan yang

diberikan secara lengkap, jelas dan mudah

dibaca (write).

5) Beberapa perwakilan kelompok dipilih

secara acak untuk mempresentasikan hasil

diskusinya di depan kelas, sedangkan

kelompok yang tidak terpilih memberikan

tanggapan atau pendapatnya. Dalam hal

ini guru berperan sebagai moderator dan

fasilitator.

c. Penutup Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari

materi yang telah dipelajari.

38

Desain pembelajaran yang menggunakan strategi TTW menurut Martinis &

Bansu (2008: 89) :

Gambar 2.1 Desain Pembelajaran TTW

Dari penjelasan diatas maka dapat di simpulkan pembelajaran

kooperatif tipe think-talk-write (TTW) merupakan model pembelajaran

kooperatif yang pada dasarnya merupakan strategi belajar melalui tahapan

berpikir (think), berbicara (talk) dan menulis (write). Strategi Think-Talk-

Guru Belajar Bermakna

Melalui Strategi

Situasi Masalah

Open-Ended

Dampak

THINK

Membaca Teks

& Membuat

Catatan Secara

Individual

Siswa

TALK

Interaksi dalam

Grup Untuk

Membahas Isi

Catatan

WRITE

Komunikasi

Pengetahuan

Hasil dari Think

& Talk Secara

Individual

Siswa

Kemampuan Pemahaman

dan Komunikasi

Matematika

39

Write (TTW) membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide,

kemudian munguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menulis.

G. Kerangka Berpikir

Pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) adalah

pembelajaran yang memberi siswa waktu untuk berfikir secara mandiri,

mendiskusikan hasil jawabannya dan saling membantu satu sama lain

kemudian menuliskannya pada Lembar Aktivitas Siswa (LAS).

Pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu Think (berfikir), Talk

(berbicara), Write (menulis).

Pada tahapan think, siswa dituntut untuk dapat berfikir cepat dalam

menyelesaikan soal, mempunyai pendapat sendiri dalam menyelesaikan

soal, mempunyai rasa ingin tahu terhadap penyelesaian suatu masalah.

Pendapat yang berbeda-beda sangatlah penting, karena perbedaan pendapat

dari masing-masing siswa akan mereka sampaikan pada tahapan talk. Pada

tahapan ini pembelajaran dilakukan secara berkelompok dan siswa dituntut

untuk mengungkapkan jawabannya, mempertahankan pendapatnya, dapat

menerima kritik dari teman satu kelompok atau kelompok lain atas

pendapatnya itu, mendengarkan teman kelompoknya atau kelompok lain

sedang mengungkapkan pendapat, bertanya kepada teman atau guru jika ada

materi yang kurang dipahami atau tidak jelas, serta memberikan tanggapan

atas pendapat yang disampaikan oleh teman kelompoknya atau kelompok

lain. Siswa harus bisa berkolaborasi dan mengkomunikasikan dan

mengembangkan ide matematika mereka dalam menyelesaikan tugas yang

40

diberikan oleh guru dengan cara yang berbeda-beda dan dapat memilih cara

yang dianggap paling mudah. Ketika siswa diberi kesempatan untuk

berkomunikasi secara matematika, sekaligus mereka berpikir bagaimana

cara mereka melengkapkannya dalam tulisan yang akan dilakukan pada

tahapan write. Karena pada tahapan ini mereka menuliskan hasil diskusi

atau dialog pada lembar kerja yang disediakan (lembar aktivitas siswa), dan

dengan aktivitas menulis, mereka dituntut untuk mengkonstruksi ide setelah

berdiskusi atau berdialog dengan teman serta mengungkapkannya melalui

tulisan. Kemampuan komunikasi matematika siswa merupakan kemampuan

yang ditunjukkan siswa dalam mencari jawaban terhadap suatu masalah.

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Observasi awal

dikelas VII-B

SMP N 2

Godean

Kurangnya kemampuan komunikasi

dan pemecahan masalah matematika

pada siswa

TINDAKAN

Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Talk-Write

(TTW)

KONDISI AKHIR

Kemampuan komunikasi dan

pemecahan masalah matematika

pada siswa meningkat

41

H. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran

Think-Talk-Write (TTW) yang terdiri dari: Thinking (berfikir), Talk

(berbicara), write (menulis) dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi siswa di kelas VII-B SMP Negeri 2 Godean.

2. Pembelajaran matematika dengan menggunakan penerapan model

pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dapat meningkatkan

kemampuan komunikasi siswa dikelas VII-B SMP N 2 Godean.

3. Penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran

Think-Talk-Write (TTW) yang terdiri dari: Thinking (berfikir), Talk

(berbicara), write (menulis) dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa di kelas VII-B SMP Negeri 2

Godean.

4. Pembelajaran matematika dengan menggunakan penerapan model

pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dikelas VII-B SMP

N 2 Godean.