bab ii tinjauan pustaka a. anatomi neck

23
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck 1. Tulang Tulang pada neck (leher) terdiri dari 7 tulang vertebrae, dari superior ke inferior vertebrae ini diberi nama C1 sampai C7. Dua tulang vertebrae pada atas yakni atlas C1 dan axis C2, dan tulang vertebrae C7 memiliki bentuk yang berbeda dengan C3-C6 (Neumann, 2017) Gambar 2. 1 Cervical Spine (Muscolino, 2017) a. Cervical Vertebrae 1 (C1) Cervical vertebrae C1 atau yang dikenal dengan sebutan atlas. Atlas tidak memiliki badan atau procesus spinosus, sebaliknya terdapat dua arkus dibagian anterior dan posterior. Di setiap arkus terdapat tuberkulum yang berfungsi untuk

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Neck

1. Tulang

Tulang pada neck (leher) terdiri dari 7 tulang vertebrae, dari

superior ke inferior vertebrae ini diberi nama C1 sampai C7. Dua

tulang vertebrae pada atas yakni atlas C1 dan axis C2, dan tulang

vertebrae C7 memiliki bentuk yang berbeda dengan C3-C6 (Neumann,

2017)

Gambar 2. 1 Cervical Spine (Muscolino, 2017)

a. Cervical Vertebrae 1 (C1)

Cervical vertebrae C1 atau yang dikenal dengan sebutan

atlas. Atlas tidak memiliki badan atau procesus spinosus,

sebaliknya terdapat dua arkus dibagian anterior dan posterior. Di

setiap arkus terdapat tuberkulum yang berfungsi untuk

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

7

menempelkan otot. Arkus pada bagian anterior lebih kecil dan

berartikulasi dengan axis (Weaker, 2012)

Gambar 2. 2C1 Atlas (Weaker, 2012)

b. Cervical Vertebrae 2 (C2)

Cervical vertebrae 2 atau juga dikenal dengan sebutan axis.

Pada bagaian C2 memiliki procesus spinosus yang sangat besar

dan sangat mudah untuk dipalpasi (Muscolino, 2017)

Gambar 2. 3 C2 Axis (Weaker, 2012)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

8

c. Cervical Vertebrae (C3-C6)

C6-C7 memiliki bentuk tulang yang sama dengan bentuk

persegi panjang berukuran kecil yang relatif padat dan cangkang

kortikal yang kuat (Neumann, 2017).

Gambar 2. 4 Struktur Tulang C1-C7 (Neumann, 2017)

d. Cervical Vertebrae Prominens (C7)

C7 juga dikenal sebagai vertebra prominens merupakan

tulang cervical vertebrae yang sangat meninjol dan memiliki

ukuran terbesar dari semua tulang cervical vertebrae (Neumann,

2017)

2. Sendi

Terdapat tiga sendi pada cervical yaitu atlanto occipital joint,

atlantoaxial joint, dan Intracervical apophyseal joint (C2-C7)

a. Atlanto-Ocipital Joint

Atlanto-Ocipital Joint ini terletak diantara atlas (C1) dan occiput.

Gerakan pada yakni gerakan fleksi-ekstensi dan lateral fleksi

cervical (Muscolino, 2017)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

9

b. Atlanto-Axial Joint

Atlanto-Axial Joint dikenal dengan nama joint C1-C2

karena terletak diantara atlas (C1) dan axis (C2) gerakan utama

adalah gerakan rotasi cervical ditambah dengan gerakan fleksi-

ekstensi (Muscolino, 2017).

c. Intracervical apophyseal joint (C2-C7)

Pada Intracervical apophyseal joint (C2-C7) ini terjadi

gerakan fleksi-ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical

(Neumann, 2017).

Gambar 2. 5 Sendi Cervical (Neumann, 2017)

3. Ligament

Pada bagian neck terdapat beberapa ligament yaitu : anterior

longitudinal ligament, posterior longitudinal ligament, ligament falva,

intraspinous ligament, supraspinous ligamments, intertranverse

ligaments, dan nuchal ligament.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

10

Gambar 2. 6 Ligament Neck (Leher) (Muscolino, 2017)

Nama ligament Lokasi ligament Fungsi ligament

Anterior

Longitudinal

Ligament

Antara bagian basilar

tulang oksipital dan

keseluruhan tulang

vertebral.

Membatasi ekstensi

atau lordosis pada

cervical dan

memperkuat sisi

anterior pada

intervertebral discs

(Neumann, 2017)

Posterior

Longitudinal

Ligament

Antara bagian basilar

tulang oksipital dan

keseluruhan tulang

vertebral.

Membatasi ekstensi

atau lordosis pada

cervical dan

memperkuat sisi

anterior pada

intervertebral discs

(Neumann, 2017)

Flava Ligament

Dua ligament

(ligamentum falvum)

berada di sisi kiri dan

kanan spinal colum.

Berada pada

sepanjang garis

anterior laminae

vertebra di dalam

spinal kanal tulang

vertebrae (Muscolino,

2017)

Interspinous

Ligament

Pada bagian posterior

ligament sepanjang

permukaan bagian

posterior vertebralis

antara axis (C2).

Fleksi limit pada

spinal joint

(Muscolino, 2017).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

11

Supraspious

ligament

Berada disepanjang

tepi posterior

processus spinosus

pada vertebrae.

Membatasi fleksi pada

spinal joint

(Muscolino, 2017).

Intertranverse

Ligament

Berada di antara

processus transversus

Membatasi

kontralateral lateral

fleksi pada spinal joint

(Muscolino, 2017)

Nuchal

Ligaments

Membentang di

sepanjang dan

diantara spinous

processus dari C7 ke

external occipital

protuberance (EOP).

Membatasi fleksi pada

spinal joint dan

sebagai pengikat pada

otot neck (leher)

(Muscolino, 2017).

Tabel 2. 1 Ligament Neck (Leher)

4. Otot

a. M. Sternocleidomastoid

Biasanya terletak pada bagian superficial pada bagaian

anterior pada leher. Pada bagian inferior menempel pada 2 bagian:

medial menempel pada sternal dan baguian lateral menempel pada

bagian clavicular (Neumann, 2017).

Gambar 2. 7 M. Sternocleidomastoid (Muscolino, 2017)

b. M. Scalene

M scalene menempel pada bagian tubercles processus

tranversus yakni pada C3-C6 (Neumann, 2017).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

12

Gambar 2. 8 M Scalene (Muscolino, 2017)

c. M. Longus Colli dan M. Longus Capitis

Longus colli dan longus capitis terletak dibagian dalam

sampai cervical viscera (trachea dan esophagus) di kedua sisi

cervical columna (Neumann, 2017).

Gambar 2. 9 M Longus Colii dan M Longus Capitis

(Muscolino, 2017)

d. M. Rectus Capitis Anteriror dan Rectus Capitis Lateralis

Rectus capitis anterior dan rectus capitis lateralis adalah

dua otot yang pendek dan merupakan otot pada bagian deep

(dalam) yang melintang pada processus tranversus dari atlas (C1)

dan masuk ke bagian inferior tulang oksipital (Neumann, 2017).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

13

Gambar 2. 10 M Rectus Capitis Anterior dan Rectus Capitis

Lateralis (Muscolino, 2017)

e. M. Splenius Cervicis dan Capitis

M. splenius cervicis dan capitis adalah pasangan otot yang

berbentuk panjang dan tipis. Otot splenius terletak dari bagian

inferior ligamentum nuchae dan processus spinosus dari C7 ke T6,

jauh lebih dalam dari otot trapezius . splenius cervicis menempel

pada tubercles posterior dari processus tranversus C1-

C3(Neumann, 2017)

Gambar 2. 11 Splenius Cervicis dan Capitis (Muscolino,

2017)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

14

f. M. Suboccipital

Otot suboccipital terdiri dari empat pasang otot yaitu:

obliqus capitis superior, obliqus capitis inferior, rectus capitis

posterior minor, rectus capitis posterior major. Otot-otot tersebut

terletak pada bagian yang sangat dalam pada neck (leher), dan

terletak pada superficial dari sendi atlantooccipital dan atlanto-

axial. Otot ini relatif pendek tapi tebal dan menempel pada bagian

atlas (C1), axis (C2), dan tulang occipital (Neumann, 2017).

Gambar 2. 12 M. Suboccipital (Neumann, 2017)

5. Osteokinematik dan Artokinematik

Osteokinematik adalah pergerakan sendi yang dilihat dari gerak

tulang saja. Arthokinematik adalah gerakan yang terjadi pada

permukaan sendi. Dari kedua gerakan dapat diuraikan menjadi

gerakan traksi-kompresi, translasi, dan spin. Sedangkan gerakan

fisiologisnya berupa fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi

(Abdurachman, 2017).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

15

Gambar 2. 13Gerakan ekstensi A. Atlanto-Ocipital Joint, B.

Atlanto-Axial Joint, C. Intracervical apophyseal joint

(Neumann, 2017)

Gambar 2. 14 Gerakan fleksi A. Atlanto-Ocipital Joint, B.

Atlanto-Axial Joint, C. Intracervical apophyseal joint

(Neumann, 2017)

Gambar 2. 15Gerakan rotasi A. Atlanto-Axial Joint, B.

Intracervical apophyseal joint (Neumann, 2017)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

16

B. Non-Specific Neck Pain

1. Definisi

Non-specific neck pain merupakan nyeri leher yang di definisikan

sebagai nyeri pada bagian posterior dan lateral antara leher pada garis

nuchal superiror dan spinous processus thoracis vertebrae pertama

tanpa tanda atau gejala patalogi struktural utama serta tidak ada tanda-

tanda neurologis dan patologi spesifik (Hidalgo et al., 2017). Menurut

sumber yang berbeda non-specific neck pain didefinisikan sebagai

nyeri leher sederhana, tidak ada penyakit tersembunyi yang

menyebabkan rasa sakit. Ditandai dengan rasa nyeri pada kulit,

ligament, dan otot. Mekanisme patofisiologi dari non-specific neck

pain tidak diketahui secara jelas karena banyak faktor penyebab dari

non-specific neck pain (Yasin et al., 2019). Menurut Bailey et al.,

(2020), non-specific neck pain juga didefinisikan sebagai rasa sakit

atau ketidaknyamanan pada sekitar leher dan shoulder girdle, dengan

atau tanpa nyeri perubahan sensorik ke lengan dengan atau tanpa

gangguan cervical range of movement (ROM) dan tidak adanya

infeksi, inflamasi atau patologi struktural (misal, fracture)

2. Epidemiologi

Pada tahun 2017 jumlah kasus neck pain adalah 288,7 juta (95%

interval ketidakpastian 254,7 sampai 323,5 juta) dengan standar usia

poin prevalensi per 100000 penduduk dari 3551,1. Jumlah kecacatan

akibat neck pain pada level gelobal tahun 2017 mencapai 28,6 juta

(95% interval 20,0-40,2 juta) dengan standar usia per 100000

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

17

penduduk, dan ini juga tidak berubah dari tahun 1990 hingga 2017.

Menurut data global neck pain sering terjadi pada wanita dibandingkan

dengan pria, meskipun tidak begitu signifikan dengan jumlah 0.05

(Safiri et al., 2017). Di Indonesia setiap tahunnya terdapat jumlah

prevalensi sekitar 16,6% populasi dewasa yang mengalami keluhan,

bahkan 0,6% mengalami keluhan neck pain yang lebih berat

(Nadhifah et al., 2019).

3. Etiologi

Non-specific neck pain mengacu pada nyeri leher yang penyebab

utamanya tidak bisa ditelusuri ke penyakit sistemik tertentu. Non-

specific neck pain bisa disebabkan karena multifaktor dalam etiologi

mencakup jenis kelamin, usia, kesehatan yang buruk dan postur yang

salah (Kaka et al., 2017). Non-specific neck pain memiliki banyak

faktor dengan faktor etiologi berupa alignment yang buruk, suasana

hati yang turun, ketegangan leher dan cedera olahraga (Yasin et al.,

2019).

4. Patofisiologi

Patofisiologi dari non-specific neck pain memang tidak di ketahui

secara jelas karena banyak faktor yang menyebabkan non-specific neck

pain. Dari beberapa faktor tersebut membuat terjadinya pemendekan

otot (muscle contracture) sehingga menggangu keseimbangan otot

dalam mempertahankan posisi postural (musculair disbalance)

akibatnya terjadi hypertonus pada otot-otot yang mengalami

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

18

pemendekan (contracture). Hypertonus yang terjadi terus menerus

menjadi salah satu pencetus nyeri (Haryanto & Kuntono, 2016).

5. Klasifikasi

Klasifikasi neck pain berdasarkan durasi: Akut nyeri kurang dari 6

mingggu, subakut nyeri 3 bulan, dan kronis nyeri lebih dari 3 bulan

(Cohen, 2015).

Neck pain terbagi menjadi 4 grades berdasarkan Neck Pain Task

Force (NPTF):

a. Grade I : nyeri leher tanpa tanda atau gejala sugestif mayor

patologi structural dan tidak ada atau ada gangguan kecil dengan

aktivitas sehari-hari.

b. Grade II: tidak ada tanda atau gejala patologi struktural utama

tetapi terganggu dalam aktivitas sehari-hari.

c. Grade III: tidak ada tanda dan gejala patologi struktural utama

tetapi adanya tanda-tanda gangguan neurologis seperti penurunan

reflex. Kelemahan, atau devisit sensorik.

d. Grade IV: terdapat tanda atau gejala patologi struktural (Bier et al.,

2017).

6. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang timbul akibat neck pain (nyeri leher) berupa

ketegangan atau spasme otot di daerah leher yang dapat

mengakibatkan kekakuaan dan keterbatasan gerak leher sehingga

fungsional leher akan terhambat (Trisnowiyanto, 2017). Selain itu

menurut sumber yang berbeda tanda gejala yang muncul adalah sakit

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

19

pada area leher, nyeri, kaku pada otot leher, dan terkadang terjadi

migraine dan sakit kepala (Haryanto & Kuntono, 2016).

7. Faktor Resiko

Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan non-spesific neck pain

seperti faktor genetik, physiological seperti depresi, gangguan

kecemasan, gangguan tidur, hingga gaya hidup (Cohen & Hooten,

2017). Selain itu kurangnya aktivitas fisik dapat mengakibatkan

kurangnya kelenturan dan kekuatan otot, terkait dengan postur statis

yang membuat kelelahan otot lokal akibat posisi statis yang dilakukan

dalam waktu yang lama juga berkaitan dengan faktor terjadinya non-

spesific neck pain (Minghelli, 2020). Dari beberapa penelitian faktor

utama neck pain pada pekerja yakni faktor dari lingkungan tempat

kerja dimana pada beberapa pekerja memiliki tempat kerja yang buruk

sehingga dapat menimbulkan neck pain itu sendiri (Cohen, 2015).

C. Non-Specific Neck Pain pada Usia Produktif

1. Defenisi

Usia produktif adalah usia dalam rentang 15-64 tahun atau usia

dimana dapat melakukan kegiatan ketenagakerjaan sehingga

menghasilkan jasa ataupun barang (Adisti & Imron, 2017). Usia

produktif merupakan usia yang banyak melakukan aktifitas dan aktif

dalam melakukan pekerjaanya (Prianthara et al., 2019). Salah satu

masalah kesehatan yang sering muncul pada pekerja adalah nyeri pada

otot leher atau neck pain. Keluhan tersebut dirasakan mulai dari yang

ringan hingga sangat sakit. Neck pain atau nyeri leher merupakan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

20

masalah yang umum dengan dua per tiga populasi pernah mengalami

neck pain dalam kehidupannya (Nadhifah et al., 2019). Penyakit

akibat kerja dapat timbul karena adanya ketidakseimbangan antara

tugas, organisasi dan lingkungan. Berkerja dalam posisi statis dan

repetitive secara terus-menerus dapat mengakibatkan timbulnya

penyakit kerja yang berdampak pada penurunan produktivitas kerja

(Nugraha et al., 2019).

Pada pekerja berbagai jenis pekerjaan dapat mengakibatnya nyeri

leher selama bekerja seperti pada pekerja kantoran, pekerja bank,

pekerja pabrik, supir dan orang-orang yang berkeja dengan posisi

kepala ke depan dalam jangka waktu yang lama (Yasin et al., 2019).

Terdapat beberapa faktor resiko timbulnya nyeri leher dan bahu pada

pekerja yaitu: jumalah jam kerja, postur tubuh yang salah, melakukan

gerakan yang berulang-ulang, serta mempunyai riwayat keluhan

sebelumnya (Nugraha et al., 2019). Selain faktor tersebut faktor usia

dan jenis kelamin juga berpengaruh, dimana perempuan memiliki

prevalensi lebih tinggi dan lebih rentan terhadap faktor resiko

lingkungan dibandingka pria (Nadhifah et al., 2019).

2. Masa Kerja

Salah satu faktor yang berpengaruh timbulnya neck pain yaitu

masa kerja, dimana semakin lama waktu kerja seseorang semakin

besar resiko untuk mengalami non-specific neck pain atau nyeri pada

leher. Keluhan akan meningkat sejalan dengan aktivitas fisik yang

semakin bertambah. Hal tersebut beresiko karena keluhan-keluhan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

21

pada musculoskeletal biasanya akan dirasakan pada pekerja yang

memiliki masa kerja lebih dari lima tahun. Durasi kerja juga

berpengaruh terhadap timbulnya non-specific neck pain dimana jika

pekerjaan yang dilakukan berlangsung dalam waktu yang lama maka

kemampuan tubuh akan menurun dan menyebabkan keluhan pada

anggota tubuh. Durasi atau lama dalam berkerja dibagi menjadi tiga

yaitu: durasi singkat kurang dari 1 jam per hari, durasi sedang 1-2 jam

per hari, dan durasi lama yaitu lebih dari 2 jam (Safitri et al., 2017).

Resiko non-specific neck pain meningkat pada pekerja dengan

durasi lebih dari 2 jam karena respon tubuh untuk maksimal berkerja

dalam keadaan leher statis adalah 1 sampai 2 jam. Durasi kerja

maksimal dalam sehari yaitu 8 jam, meningkatkan durasi kerja akan

berakibat dalam penurunan kemampuan kerja dan meningkatkan resiko

penyakit akibat kerja. Maka dari itu durasi kerja berfungsi sebagai

penentu kesehatan kerja pada pekerja secara tidak langsung serta

berkaitan dengan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja (Dewi et

al., 2019).

3. Posisi Kerja

Salah satu aspek yang diperhatikan dalam ergonomi adalah posisi

kerja, dimana posisi tubuh saat berkerja yang sama dan berulang

mempunya hubungan dengan neck pain. Postur normal yaitu ketika

otot dan sendi beristirahat secara alami dan seimbang sedangkan

postur janggal adalah penyimpangan dari posisi netral (Safitri et al.,

2017). Para pekerja yang mengalami keluhan nyeri leher atau neck

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

22

pain jika dilihat dari posisi kerjanya adalah pekerja yang sering

menggunakan leher, tangan, dan bahu dengan gerakan yang sama.

Selain itu, berkerja dengan posisi kepala yang menunduk jangka

waktu yang lama juga merupaka faktor resiko terjadi neck pain.

Melakukan pekerjaan dengan sikap posisi kerja yang salah dapat

membuat beban kerja otot bertambah sehingga timbul rasa nyeri

(Nadhifah et al., 2019).

Pada seseorang yang berkerja dengan posisi statis secara terus

menerus membuat otot lelah dan stress, saat itu akan terjadi

penumpukan asam laktat dan substansi “p” seperti prostaglandin,

histamine, bradikinin dan serotonin. Penumpukan zat-zat tersebut

mempengaruhi aliran darah membuat aliran darah tersumbat

mengakibatkan sirkulasi dalam darah tidak lancar sehingga timbul

ketidakseimbangan metabolisme dalam otot. Hal tersebut

menimbulkan perubahan struktur jaringan dalam otot seperti terdapat

spasme, tautband, muscle imbalance dan lain sebagainya. Dimana

pada kondisi tersebut menstimulasi nosiceptor pada otot sehingga

menimbulkan rasa nyeri (Wahyuningsih et al., 2017).

D. Deep Friction Massage

1. Definisi

Deep friction massage merupakan suatu teknik pijat yang disebut

friction dimana mennel yang mengusulkan teknik tersebut pada tahun

1982. Namun deep friction massage diperkenalkan secara resmi dan di

populerkan pada dunia klinis pada tahun 1984 oleh Dr. jemes Cyriax.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

23

Deep friction massage dibedakan dengan pijat umum lainya karena

teknik tersebut dapat mencapai struktur dalam tubuh seperti ligament,

tendon dan otot (Pitsillides & Stasinopoulos, 2019). Friction

merupakan salah satu bentuk massage dengan menggunakan ibu jari

dengan penekanan dan gerakan tranverse atau sirkuler dengan

permukaan jari tetap kontak dengan kulit. Teknik deep friction

bertujuan untuk mengurangi spasme atau thigtnes otot, memecahkan

jaringan parut (scart tissue) yang adhesive, serta menyusun kembali

serabut otot dan ligament ke pola yang lebih biofungsional (Tang,

2018). Deep friction massage memiliki empat tujuan utama yaitu:

untuk menginduksi pereda nyeri, menghasilkan gerakan terapeutik,

menghasilkan hipermia traumatis pada lesi kronis, dan memperbaiki

fungsi (Pitsillides & Stasinopoulos, 2019).

Gambar 2. 16 Teknik Friction Massage (Badaru, 2020)

Untuk dosis penatalaksanaan dari massage biasa dilakukan

dengan frekuensi 3 kali seminggun, intensitas deep friction, waktu

selama 5 menit per sesinya (Ladopurab et al., 2012). Massage di

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

24

berikan pada area leher otot-otot leher, area spine atau tulang

belakang, dan otot area chest (dada) (Skillgate et al., 2015).

2. Efek Fisiologi

Deep friction massage memilik efek menonaktifkan trigger

point pada otot yang mengalami tightness dimana tekanan yang

diberikan mampu menjangkau lapisan otot yang dalam sehingga

efektif karena tepat mencapai trigger point. Selain itu massage

memiliki efek relaksasi karena teknik ini akan merangsang tubuh

melepaskan senyawa endorphine untuk meredakan rasa sakit.

Kemudian mendapat efek relaksasi dengan melancarkan sirkulasi

pada darah. Saat nyeri meredah maka secara fungsional fungsi

leher akan terkoreksi secara baik (Winaya et al., 2019)

E. Neck Stabilization Exercise

1. Definisi

Neck stabization exercise merupakan latihan yang dirancang untuk

mengembalikan ketahanan dan koordinasi pada otot cervical. latihan ini

dilakukan dengan mengembangkan control area dari proximal tubuh

yang setabil ditandai respon bebas dan dapat diberi beban tahanan yang

berubah-ubah. Saat melakukan latihan stabilisai, dilakukan dengan

kontraksi otot statik (isometrik), karena berperan dalam menahan

segmen tubuh agar tidak bergerak (Wahyuningsih et al., 2017). Pada

neck stabilization exercise menggunakan bantuan theraband,

penggunaan theraband dengan warna yang berbeda menunjukan

resistensi yang bervariasi. Latihan dimulai dengan theraband yang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

25

memiliki resistensi yang paling rendah dan berkembang ke resistensi

yang semakin besar. Selama latihan elongasi pada theraband didorong

untuk dipertahankan 100% tergantung tingkatan nyeri dan kemampuan

partisipan untuk mempertahankan elongasi (Kaka et al., 2017).

Warna theraband Peningkatan sebelum

100% elongasi

Resistensi dalam

pound 100% elongasi

Theraband merah 25% 3.7

Theraband hijau 25% 4.6

Theraband biru 25% 5.8

Tabel 2. 2 Jenis Theraband

Latihan-latihan yang dilakukan yaitu:

a. Chin Tuck: dalam posisi berdiri menarik dagu ke belakang (seolah

membuat dagu ganda) dilakukan dengan 15x repetisi.

b. Cervical Extension: dalam posisi berdiri menaikan kepala dengan

tangan seekstensi mungkin dilakukan 15x repetisi.

c. Shoulder Shurgs: dalam posisi berdiri angkat bahu hingga

membawanya sampai ke telinga dilakukan 15x repetisi.

d. Shoulder Rolls: dalam posisi berdiri putar bahu kearah depan

dengan gerakan memutar kemudian gerakan bahu kearah belakang

gerakan tersebut dilakukan 15x repetisi.

e. Scapular Retraction: dalam posisi berdiri gerakan bahu kearah

belakang secara bersamaan kemudian rileks ulangi gerakan tersebut

15x repetisi (Kaka et al., 2017).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

26

Gambar 2. 17 Neck Stabilization Exercise (Akodu et al.,

2021)

Pada penelitian lainya didapatkan perlakuan yang berbeda

yaitu terdiri dari pemanasan selama 5 menit, latihan utama 30

menit, dan pendinginan sema 5 menit. Pada pemanasan dan

pendinginan terdiri peregangan leher dan latihan utamanya yaitu:

a. Deep neck flexor isometric exercise pada posisi supine.

b. Multidirectional isometric exercise (cervical fleksi, ekstensi, rotasi)

pada posisi duduk.

c. Latihan gerakan ekstremitas atas.

d. Latihan resisten dengan theraband (Shin et al., 2020)

Gambar 2. 18 Neck Stabilization Excercise (Celenay et al.,

2016)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

27

2. Efek fisiologi

Neck Stabilization exercise merupakan serangkaian latihan dengan

tujuan meningkatkan keseimbangan otot-otot leher dan punggung atas

sehingga membantu mempertahankan postural leher, meningkatkan

flexibilitas otot leher, meningkatkan daya tahan otot, serta memperbaiki

muscle imbalance. Adapun efek pemberian latihan stabilisasi dapat

meningkatkan fleksibilitas tulang belakang sekaligus mengurangi nyeri,

memulihkan disabilitas leher dan menjaga posisi leher serta mengurangi

kemungkinan reinjury (Wahyuningsih et al., 2017). Kekuatan kuartif

dari latihan stabilisasi berasal dari kemampuannya untuk meningkatkan

fungsi sensoris motoris dan merelaksasi (Kaka et al., 2017). Metode

terapi latihan pada jaringan lunak dan persendian untuk memulihkan

ROM, mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi mobilitas, motoris

dan sensoris (Celenay et al., 2016).

F. Alat Ukur

1. Visual Analog Scale

Visual Analog Scale (VAS) adalah alat ukur yang digunakan untuk

mengukur intensitas nyeri meliputi 10 cm garis, dengan setiap ujungnya

ditandai dengan tingkatan intensitas nyeri pada bagian ujung kiri diberi

tanda “no pain” (tidak ada nyeri) dan ujung kanan diberi tanda “bad

pain” (nyeri hebat). Cara penggunaanya pasien diminta untuk menandai

garis tersebut sesuai dengan tingkatan intensitaitas nyeri yang dirasakan

oleh pasien. Kemudian skor tersebut dicatat untuk melihat

perkembangan pengobtan atau terapi (Wahyuningsih et al., 2017)

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Neck

28

2. Numerical Pain Rating Scale

Numerical Pain Rating Scale (NPRS) atau Numerical Rating Scale

(NRS) adalah alat ukur yang meminta pasien untuk menilai intensitas

rasa nyeri yang dirasakan dengan angka 0 hingga 10. Hasil dari NPRS

dibagi menjadi 4 kategori, yaitu 0 tidak ada rasa sakit, 1-3 nyeri

intensitas ringan, 4-6 nyeri dengan intensitas sedang dan 7-10 nyeri

dengan intensitas berat (Yustianti & Pusparini, 2019).

3. Neck Disability Index

Neck Disability Index (NDI) adalah kuisioner yang dibuat untuk

mengukur disabilitas leher. Pada kuisioner tersebut berisi 10 pertanyaan

mengenai nyeri dan aktivitas sehari-hari meliputi perawatan diri,

mengangkat, membaca, sakit kepala, konsentrasi, pekerjaan,

mengemudikan mobil, tidur dan rekreasi. Dalam kuisioner ini terdapat

pertanyaan spesifik seberapa beratnya disabilitas yang diderita pada saat

melakuakn aktifitas tertentu. Penentuan nilai atau skor pada

pengukuaran ini adalah pernyataan pertama yaitu tidak ada disabilitas

diberi nilai 0, kemudian pernyataan kedua diberi nilai 1, pernyataan

ketiga diberi nilai 2, dan seterusnya sampai pernyataan ke enam

disabilitas terberat diberi nilai 5. Setelah itu dihitung total jumlah nilai

dengan rumus: jumlah total dibagi nilai maksimal dikalikan 100 dan

hasil yang didapat akan berbentuk persentase (%) (Wahyuningsih et al.,

2017)