bab ii tinjauan pustaka a. air susu ibu...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Susu Ibu (ASI)
1. Pengertian ASI
Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa dan garam-garam organik yang di sekresi oleh kedua kelenjar
mamae dari ibu, yang berguna sebagai makanan bayi. Di dalam ASI
terkandung zat-zat gizi yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan
mengandung zat-zat kekebalan yang sangat penting untuk mencegah
timbulnya penyakit, serta mudah dicerna oleh pencernaan bayi. Dengan
demikian ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, oleh sebab itu setiap
bayi setidaknya berhak memperoleh ASI (Riadi, 1997).
ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja kepada bayi umur 0–4
bulan tanpa makanan tambahan atau minuman apapun (termasuk air putih)
kecuali obat (Depkes RI, 1998).
Yang dimaksud ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahana cairan lain seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan
padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi tim.
Pemberian ini dianjurkan untuk diberikan setidaknya selama 4 bulan,
tetapi bila mungkin sampai 6 bulan (Roesli, 2000).
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
19
kelenjar payudara. Dimana ASI mengandung lebih banyak protein,
immunoglobulin, mineral dan vitamin tetapi sedikit mengandung lemak
dan hidrat arang. Kolostrum merupakan cairan yang berwarna kekuning-
kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matur yang
dihasilkan oleh payudara pada hari pertama sampai hari ke empat
(Soetjiningsih, 1997).
2. Sifat Anti Infeksi ASI
Telah diketahui sejak lama bahwa bayi yang disusui oleh ibu,
terjaga dari penyakit infeksi, karena ASI mengandung bermacam-macam
faktor pertahanan tubuh, seperti :
a. Imunoglobulin (Ig) terutama immunoglobulin A (IgA) terdapat banyak
dalam kolostrum dan lebih sedikit dalam ASI. IgA tidak akan diserap
oleh usus, tetapi akan beraksi dalam usus terhadap bakteri dan virus
tertentu. Imunoglobulin dalam ASI merupakan zat yang dapat
memberikan perlindungan terhadap penyakit alergi.
b. Laktoferin, merupakan suatu protein yang mengikat zat besi ASI. Zat
besi yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri-bakteri usus
yang berbahaya. Oleh karena itu, pemberian zat besi tambahan kepada
bayi yang disusui harus dicegah, karena dapat mempengarui daya
perlindungan yang diberikan oleh laktoferin.
c. Lisosim, suatu enzim yang terdapat dalam ASI yang dapat
menghancurkan bakteri-bakteri berbahaya dan juga mempunyai sifat
melindungi terhadap serangan bermacam-macam virus.
20
d. Sel–sel darah putih selama dua minggu pertama ASI mengandung
sampai 4000 sel-sel darah putih per milliliter. Sel-sel ini ditemukan
mengeluarkan IgA, lisosim dan interferon. Interferon adalah suatu
senyawa yang dapat menghambat aktifitas beberapa macam virus.
e. Faktor bifidus,merupakan suatu karbohidrat yang mengandung nitrogen,
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus, dimana
bakteri ini memproduksi asam laktat dari laktosa yang dapat
menghambat bakteri-bakteri yang berbahaya (Muchtadi, 2002).
3. Komponen ASI
ASI mengandung lebih dari 200 unsur–unsur pokok, antara lain
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim,
zat kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara
proporsional dan seimbang satu sama lainnya.
Protein adalah bahan baku untuk tumbuh, kualitas protein sangat
penting selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat ini
pertumbuhan bayi paling cepat. ASI mengandung protein khusus yang
dirancang untuk pertumbuhan bayi manusia. Protein ASI yang utama
adalah whey, dimana whey ini lebih mudah dicerna oleh bayi
(Roesli, 2000).
Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal ari
lemak yang mudah dicerna dan diserap oleh usus dibandingkan dengan
lemak susu sapi, sebab ASI mengandung lebih banyakenzim pemecah
lemak (lipase).
21
Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang
terdapat dalam air susu murni. Sebagai tambahan dari fungsinya sebagai
sumber energi, didalam usus sebagian laktosa akan diubah menjadi asam
laktat. Didalam usus, asam laktat ini membantu mencegah pertumbuhan
bakteri yang tidak diinginkan dan juga membantu penyerapan kalsium
serta mineral–mineral lainnya.
ASI mengandung lebih sedikit kalsium daripada susu sapi, tetapi
karena lebih mudah diserap, jumlah ini akan mencukupi kebutuhan bayi.
Baik susu sapi maupun ASI mengandung sedikit sekali zat besi. Tetapi
sekitar 75% dari zat besi yang terdapat dalam ASI dapat diserap oleh usus.
Apabila makanan yang dikonsumsi ibu memadai, semua vitamin
yang diperlukan bayi selama empat sampai enam bulan pertama
kehidupannya dapat diperoleh dari ASI (Muchtadi, 2002).
4. Manfaat ASI
Pemberian ASI membantu bayi memulai kehidupannya dengan
baik. Kolostrum mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi
dan membuat bayi menjadi kuat. ASI mengandung campuran yang tepat
dari berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi. ASI mudah dicerna
oleh bayi. ASI saja, tanpa makanan tambahan lain merupakan cara terbaik
untuk memberi makan bayi dalam empat sampai enam bulan pertama
kehidupannya. Sesudah 6 bulan, beberapa bahan makanan yang baik lain
harus ditambahkan ke dalam menu makanan bayi.
Pemberian ASI membantu ibu memulihkan diri dari proses
22
persalinannya. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat
rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan. Wanita
yang menyusui bayinya akan lebih cepat pulih atau turun berat badannya
dari berat badan yang bertambah semasa kehamilan. Ibu yang menyusui,
yang haidnya belum muncul kembali akan kecil kemungkinannya untuk
menjadi hamil. Pemberian ASI adalah cara yang penting bagi ibu untuk
mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan membuat bayi merasa
nyaman.
ASI selalu bersih dan bebas hama yang dapat dapat menyebabkan
infeksi. Pemberian ASI tidak menuntut persiapan khusus, ASI selalu
tersedia dan gratis. Bila ibu memberi ASI bayinya pada waktu diminta
tanpa memberikan makanan tambahan, maka kecil kemungkinannya ia
akan menjadi hamil dalam 6 bulan pertama sesudah melahirkan.
B. Makanan Pendamping ASI (MP–ASI)
1. Pengertian MP – ASI
Bertambahnya usia seorang bayi selalu disertai dengan
meningkatnya kebutuhan akan makanan yang berbeda jenisnya. Bagi bayi
yang berusia 0–6 bulan, pemberian ASI dapat mencukupi untuk
pertumbuhan dam perkembangannya, mengingat ASI merupakan sumber
zat gizi yang sangat baik untuk bayi. Setelah bayi berusia 6 bulan, ASI
tidak mencukupi kebutuhan gizi bayi, oleh karena itu bayi perlu mendapat
makanan pendamping agar gizinya dapat terpenuhi.
MP–ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi mulai umur
23
4–6 bulan untuk memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi lain, yang tidak
dapat dicukupi oleh ASI (Azwar, 2000).
Dari definisi di atas dapat dikatakan, MP–ASI sama dengan
makanan tambahan. Makanan padat sebagai salah satu makanan tambahan
adalah makanan yang lebih padat daripada susu yaitu bubur susu atau nasi
tim. Makanan ini diberikan apabila jumlah ASI sudah tidak mampu
mencukupi kebutuhan bayi lagi. Pemberian makanan tambahan harus
memperhatikan jumlah dan macam makanan tersebut. Selain itu harus
disesuaikan dengan kebutuhan menambah dan melengkapi nutrien, serat
dan selera bayi. Jangan dipaksakan karena dapat menyebabkan gangguan
nafsu makan. Untuk pemberian makanan yang berkualitas dan
berkuantitas yang baik juga sangat penting dari pertumbuhan bayi
(Pudjadi, 1995).
2. Tujuan Pemberian MP-ASI
Tujuan pemberian makanan pendamping adalah sebagai
komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein
dan zat-zat gizi lain (vitamin dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang
secara normal (Muchtadi, 2002).
MP-ASI selain sebagai pelengkap makanan bayi juga berguna
untuk melatih dan membiasakan bayi terhadap makanan yang dimakan
dikemudian hari. Makanan tambahan juga berguna untuk memenuhi
kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi untuk keperluan pertumbuhan dan
perkembangan bayi, jadi makanan tambahan diharapkan dapat menambah
24
energi, protein, vitamin dan mineral. Disebutkan pula pemberian makanan
padat sebagai makanan tambahan untuk menambah energi dan gizi
(Riadi, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian tentang tumbuh kembang balita di
Indonesia, Azrul lebih lanjut menjelaskan bahwa pemberian MP-ASI bagi
bayi penting karena selain mencukupi kekurangan gizi sejak janin dalam
kandungan, ketidaktaatan sang ibu memberikan ASI eksklusif, serta
mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang. Kandungan gizi
MP-ASI harus mencukupi terutama energi dan zat gizi mikro seperti besi
(Fe) dan zink (BSN, 2003).
3. Syarat MP-ASI
Dalam penyusunan standar MP-ASI sebaiknya berpedoman kepada
konsep umum MP-ASI dengan mempertimbangkan syarat mutu, antara
lain :
a. Padat gizi dan seimbang, yaitu kaya energi, cukup protein dengan mutu
tinggi, perbandingan karbohidrat dan lemak berimbang, kandungan lemak
mampu mencukupi kebutuhan asam lemak jenuh dan tak jenuh, cukup
vitamin dan mineral, batasi kandungan serat kasar, gula dan garam cukup
untuk memeberi rasa serta bersifat penambahan gizi ASI, dan tercapai
kecukupan gizi sehari.
b. Dapat diterima dengan baik, yaitu disukai, dibutuhkan dan terjangkau,
memenuhi nilai sosial ekonomi, budaya dan agama, serta berakar pada
tradisi yang baik.
25
c. Aman dikonsumsi, yaitu bebas dari gangguan organisme patogen, bebas
dari racun dan bahan-bahan berbahaya.
Codex Alimentarius Comission (1991) telah mempersyaratkan
ditetapkan MP-ASI harus mencukupi kandungan energi minimum 400
kkal/100 gram, protein 15 gram/100 gram dengan skor asam amino 70%
kasein, lemak 10-25 gram/100 gram, asam linoleat 1.4 gram/100 gram
serat kasar maksimum 5 gram/100 gram. Selain itu produk MP-ASI
seringkali ditambahkan berbagai jenis vitamin dan mineral antara lain :
vitamin A, D, E, C, B1, B2, B6, folat, B12, mineral Ca, Fe, iodine dan Zn
(BSN, 2003 ).
Menurut WHO (2003) makanan tambahan yang baik adalah :
a. Kaya energi, protein dan mikronutrient (terutama zat besi, zink, kalsium,
vitamin A, vitamin C, folat)
b. Bersih dan aman :
1) Tidak ada patogen (misal, tidak ada bakteri penyebab penyakit atau
organisme berbahaya lainnya)
2) Tidak ada bahan kimia berbahaya atau toksin
3) Tidak ada potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat anak
tersedak
4) Tidak terlalu panas
c. Tidak terlalu pedas atau asin
d. Mudah dimakan oleh anak
e. Disukai anak
26
f. Tersedia didaerah sekitar, harganya terjangkau dan mudah disiapkan
C. Usia Pemberian ASI dan MP-ASI
1. Usia yang tepat dalam pemberian ASI
ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja kepada bayi usia 0-4
bulan tanpa makanan tambahan atau minuman apapun (termasuk air putih)
kecuali obat (Depkes RI, 1998). ASI eksklusif diberikan pada enam bulan
pertama kehidupan seorang anak (Soraya, 2005). Pemberian ASI eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan yang lain
setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan.
2. Usia pemberian MP-ASI
MP-ASI diberikan pada bayi selain ASI, untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak mulai usia 3 bulan sampai usia 24 bulan
(Aritonang, 1996). Ketika bayi tumbuh kembang, diet susu tidak cukup
untuk menyokong pertumbuhannya. Bayi membutuhkan nutrisi tambahan
sejak usia 4 bulan meskipun beberapa bayi mungkin belum merasakan
kebutuhan ini (Lewis, 2004).
Pemberian makanan padat sebagai makanan tambahan dahulu
diberikan seawal mungkin. Tetapi setelah adanya laporan mengenai
bahaya pada bayi maka dianjurkan untuk tidak memberikan makanan
tambahan sebelum bayi berumur 4 bulan (Riadi, 1997).
Makanan bayi yang utama adalah ASI karena ASI mengandung
hampir semua zat gizi dengan komposisi sesuai kebutuhan bayi tetapi
kecukupan komposisinya hanya sampai usia 4 bulan. Cadangan vitamin
27
dan mineral dalam tubuh bayi yang didapat dari ibu semasa dalam
kandungan dan selama usia 3 bulan sejak lahir sudah menurun, sedangkan
dari ASI kandungan vitamin A dan C serta zat besi sudah tidak begitu
tinggi. Karena itu sejak usia 4 bulan sudah perlu diberikan makanan
tambahan yang mengandung vitamin dan mineral, selain tetap
memberikan ASI.
Pada usia 4 bulan pencernaan bayi mulai kuat. Pemberian MP-ASI
harus setelah usia 4 bulan, karena jika diberikan terlalu dini akan
menurunkan konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan
atau diare. Sebaliknya bila MP-ASI diberikan terlambat akan
mengakibatkan anak kurang gizi bila terjadi dalam waktu panjang
(Soenardi, 1999).
D. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI
1. Pendidikan ibu
Tingkat pendidikan ibu sebenarnya bukan satu–satunya faktor yang
menentukan kemampuan ibu dalam menyusui dan menyiapkan hidangan
bergizi. Namun faktor pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan ibu
menyerap pengetahuan gizi yang diperoleh. Secara biologi ibu adalah
sumber hidup anak. Anak–anak dari ibu yang mempunyai latar belakang
pendidikan lebih tinggi akan mempunyai kesempatan hidup serta tumbuh
lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru
guna pemeliharaan kesehatan anak merupakan suatu penjelasannya.
Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak tanduknya
28
dalam menghadapi beberapa masalah (Satoto, 1992).
Penelitian Fatimah Muiz (1994) menyebutkan bahwa kelompok
ibu yang berpendidikan kurang, memberikan makanan tambahan kepada
bayinya 1-2 minggu setelah lahir. Sedangkan kelompok ibu yang
berpendidikan cukup memberikan makanan tambahan setelah bayinya
berusia 1 bulan.
Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut
menentukan mudah tidaknya ibu menyerap dan memahami informasi gizi
yang diperoleh. Semkin tinggi tingkat pendidikan formal ibu, semakin
mudah ia menyerap informasi gizi dan kesehatan sehingga pengetahuan
dan kesehatannya akan baik. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
tinggi dapat meningkatkan daya tangkap ibu terhadap adanya masalah gizi
didalam keluarga maupun mengambil tindakan secepatnya
(Fatimah dan Hernanto, 1998).
2. Pengetahuan Ibu
Menurut Notoatmodjo (1997) dalam bukunya Ilmu Kesehatan
Masyarakat, menyatakan pengetahuan/kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan.
a. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
29
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima
dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan
sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar dengan cara
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
3) Aplikasi (application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari. Aplikasi dapat diartikan penggunaan hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya.
4) Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu obyek
kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Dapat
ditunjukkan dengan menggambarkan, membedakan,
mengelompokkan dan sebagainya.
30
5) Sintesis (synthesis)
Adalah menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan/menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Ditunjukkan dengan dapat menyusun
formulasi baru dari formulasi yang lama.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi. Penilaian itu berdasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri/menggunakan kriteria-
kriteria yang sudah ada. Dapat ditunjukkan dengan
membandingkan.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut :
1) Faktor internal, meliputi :
a) Jasmani
Faktor jasmani diantaranya adalah indera seseorang.
b) Rohani
Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual,
psikomotor serta kondisi afektif dan kognitif individu.
2) Faktor eksternal, meliputi:
a) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam
31
memberi respon yang datang dari luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang datang dan akan sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan
tersebut. Ibu yang berpendidikan, tentu akan banyak
memberikan perubahan terhadap apa yang mereka lakukan
dimasa lalu.
b) Paparan media massa (akses informasi)
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik, berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang
yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah,
pamflet dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih
banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar
informasi media. Ini berarti paparan media massa
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
c) Ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder,
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah
tercukupi disbanding keluarga dengan status ekonomi rendah.
Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang
termasuk kebutuhan sekunder.
d) Hubungan sosial (lingkungan sosial budaya)
Manusia adalah makhluk sosial dimana saling berinteraksi
32
antara satu dengan lainnya. Individu yang dapat berinteraksi
secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi. Sementara
itu faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan
individu sebagai komonikan untuk menerima pesan menurut
model komunikasi media.
e) Pengalaman
Pengalaman seseorang tentang berbagai hal bisa diperoleh dari
lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misal
sering mengikuti kegiatan yang mendidik seperti seminar.
c. Pengukuran pengetahuan
Pengkuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
responden (Notoatmodjo, 2003).
3. Sosial Budaya (tradisi)
Dalam arti sempit kebudayan diartikan sebagai kebudayaan, adat
istiadat atau peradaban manusia. Kesemuanya itu akan mempengaruhi
tingkah laku seseorang. Indonesia kaya akan ragam budaya dan adat
istiadat, kebudayaan yang sudah turun temurun dari biasanya akan sangat
mendarah daging dalam kehidupan seseorang, sehingga sangat
berpengaruh terhadap tingkah laku mereka. Sebagai akibatnya mereka
akan sangat sulit menerima masukan dari dunia luar (Depkes RI, 1999).
Di daerah pedesaan (jawa dan lombok) kebenyakan masyarakat
memeberikan nasi atau pisang sebagai makanan dini sebelum bayi berusia
33
4 bulan. Bahkan pemberian tersebut dilakukan beberapa saat setelah bayi
lahir. Penyebabnya adalah suatu kebiasaan (cultural) masyarakat yaitu
adanya kekerabatan sosial dari tetangga yang datang pada waktu seorang
ibu melahirkan dan mereka memberikan nasi, madu, ataupun kelapa muda
pada bayi tersebut, dengan alasan kepercayaan tertentu (Wiryo, 2002).
Pemberian makanan tambahan yang sangat dini sudah menjadi
tradisi yang sangat kuat di kalangan masyarakat, yang didasari atas
pertimbangan kompleks ibu-ibu tentang kebutuhan makanan anak.
Semakin anak kelihatan sehat, semakin jarang anak disusui, semakin
tinggi kesempatan untuk mendapatkan makanan tambahan (Satoto, 1992).
4. Ekonomi (pendapatan) keluarga
Pada keadaan sosial ekonomi yang kurang memuaskan, perlu
dikenalkan makanan tambahan setempat yang terjangkau keluarga. Di
negara-negara industri, hal ini terjadi terutama pada golongan sosial
ekonomi yang paling rendah. Jika dalam keluarga semacam itu ibunya
bekerja di luar rumah dan tidak dapat melanjutkan menyusui anaknya,
penghasilannya mungkin terlalu rendah untuk memungkinkannya
menggunakan menu yang disesuaikan. Dalam hal semacam ini, menu
yang dibuat sendiri di rumah adalah cocok untuk pengenalan makanan
tambahan. Demikian pula, pada penduduk yang kurang mampu di negara
yang sedang berkembang, jika pemberian ASI dihentikan pada saat yang
dini, penggunaan makanan bayi buatan sendiri dan makanan tambahan
adalah sangat penting (Suhardjo, 1992).
34
5. Sikap ibu
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan kondisi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb salah satu ahli psikologi
sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan merupakan motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan "predisposisi"
tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).
Berbicara mengenai perubahan sikap, maka perlu diperhatikan
3 faktor yang mempengaruhinya, diantaranya :
a. Faktor fungsional atau hedonistik
Seseorang akan lebih mudah mengubah sikapnya jika ia
merasa lebih dihargai atau diperhatikan, sedangkan ia akan menolak
perubahan sikap jika ia merasa bahwa perubahan sikap itu justru akan
menjauhi atau merosotkan harga dirinya.
b. Faktor-faktor informasi
Seseorang lebih mudah menerima hal-hal baru dan mengubah
sikapnya, jika ia berhadapan dengan sesuatu yang menurut
pendapatnya cukup menarik, masuk akal dan tidak bertentangan
dengan pendapat umum.
35
c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan komitmen diri sendiri atau
konsep diri
Hal-hal yang dirasakan sebagai penghambat terhadap
kebebasan akan lebih mudah ditolak dan menyulitkan perubahan
sikap.
Ada 3 tahap perubahan sikap dimana pada masing-masing tahap
bisa terjadi penerimaan atau penolakan terhadap hal yang baru, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi terjadi atau tidaknya perubahan sikap
tersebut, adalah :
a. Perhatian (attention) : subyek dalam tahap ini melihat atau
mendengar sesuatu yang baru
b. Pengertian (comprehension) : subyek mengerti hal yang baru itu
c. Pengalaman (yielding) : subyek mulai melakukan dan mengamalkan
apa yang sudah diketahui dan dimengertinya itu
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen
pokok, yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
berfikir, kenyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,
2003).
36
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan, yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya, sikap ibu
terhadap program makanan tambahan dilihat dari kesediaan dan
perhatian ibu terhadap penyuluhan-penyuluhan tentang program
makanan tambahan.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau
salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap
tingkat tiga. Misalnya, ibu-ibu yang telah mendapatkan penyuluhan
tentang makanan tambahan mau membagi informasi tersebut kepada
keluarga yang lain adalah suatu bukti bahwa keluarga tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap program makanan tambahan.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
37
dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
E. Kerangka Teori
Sumber : Satoto (1992), Notoatmodjo (1997) dan (2003), Depkes RI (1999)
38
F. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
G. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota suatu kelompok (benda, situasi, orang) yang berbeda dengan yang
dimiliki oleh kelompok tersebut (Nursalam, 2001).
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yaitu :
1. Variabel Independent (bebas)
Adalah suatu stimulasi aktifitas yang dimanipulasi oleh peneliti untuk
menciptakan suatu dampak pada variabel dependent (Nursalam, 2001).
Variabel Independent dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan,
pengetahuan, sosial budaya (tradisi), ekonomi (pendapatan) keluarga,
sikap ibu.
2. Variabel Dependent (terikat)
Adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent
(Notoatmodjo, 2002).
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah usia bayi pertama kali
39
Tingkat pendidikan Tingkat pengetahuan
Sosial budaya (tradisi)
Ekonomi Sikap ibu
Usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
menerima MP-ASI.
H. Hipotesa
Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah :
a. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan usia bayi saat pertama
kali menerima MP-ASI
b. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dan MP-ASI
dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
c. Ada hubungan antara sosial budaya (tradisi) daerah setempat dengan usia
bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
d. Ada hubungan antara tingkat ekonomi (pendapatan) keluarga dengan usia
bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
e. Ada hubungan antara sikap ibu dengan usia bayi saat pertama kali
menerima MP-ASI
40