intoleransi laktosa pbl debb

38
SKENARIO Seorang ibu membawa anaknya yang berusia 15 bulan berobat.Ia mengatakan bahwa anaknya sudah 1 bulan terakhir ini mengalami BAB cair.Kadang mereda, kadang banyak.Frekuensi BAB 2-6x/ hr, cair dan tidak ada darah.BAB bertambah bila anak minum susu.Ia juga mengatakan anaknya sudah sejak dulu memang sulit makan dan sering sakit. Pemeriksaan fisik : anak tampak lesu, mata sayu, BB : 6,5 kg. Mukosa bibir dan mulut masih tampak basah.Turgor kulit sangat berkurang.Lain-lain dalam batas normal. DIARE PADA BALITA Diare merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi maupun anak-anak. Menurut WHO, diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.

Upload: kevinara-putra-lamey

Post on 25-Dec-2015

79 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Makalah Blok 16

TRANSCRIPT

Page 1: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

SKENARIO

Seorang ibu membawa anaknya yang berusia 15

bulan berobat.Ia mengatakan bahwa anaknya

sudah 1 bulan terakhir ini mengalami BAB

cair.Kadang mereda, kadang banyak.Frekuensi BAB

2-6x/ hr, cair dan tidak ada darah.BAB bertambah

bila anak minum susu.Ia juga mengatakan anaknya

sudah sejak dulu memang sulit makan dan sering

sakit.

Pemeriksaan fisik : anak tampak lesu, mata sayu,

BB : 6,5 kg. Mukosa bibir dan mulut masih tampak

basah.Turgor kulit sangat berkurang.Lain-lain

dalam batas normal.

DIARE PADA BALITA

Diare merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi maupun anak-anak. Menurut

WHO, diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam

satu hari, dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.

Pada anak-anak, konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi BAB, hal ini

dikarenakan frekuensi BAB pada bayi lebih sering dibandingkan orang dewasa, bisa

sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB yang sering pada anak belum tentu

dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya seperti hari-hari pada umumnya.

Diare dapat menyebabkan seseorang kekurangan cairan. Penyebab diare bermacam-

macam, diantaranya infeksi (bakteri maupun virus) maupun alergi makanan

Page 2: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

(khususnya susu atau laktosa). Diare pada anak harus segera ditangani karena bila

tidak segera ditangani, diare dapat menyebabkan tubuh dehidrasi yang bisa berakibat

fatal.

Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh sistem

imun. Contoh intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa (sangat jarang ditemukan

pada bayi). Bayi yang mengalami intoleransi laktosa, artinya bayi tersebut tidak

cukup memproduksi laktase, suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa

(yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya). Gejala seperti diare, perut

kembung, dan banyak gas bisa terjadi bila laktosa tidak terurai. Gejala biasanya

muncul sekitar satu atau dua jam setelah mengkonsumsi produk susu.

KLASIFIKASI DIARE

Page 3: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

ANAMESIS

Lama diare, mulai kapan

Frekuensi dan konsistensi tinja

Volume

Warna

Lendir/ darah

Bau

Page 4: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Diuresis

Penyakit penyerta : malnutrisi, infeksi

Riwayat makan/ minum sebelum/ sesudah diare

Berat badan sebelum sakit

Adanya sakit perut/ kembung malabsorbsi karbohidrat

Nyeri bila defekasi tanda kolitis

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

- Darah rutin

- Feses : darah samar, lendir, pH, reduksi, leukosit, parasit, kultur

- Urin : kultur, sedimen

- Tes lain : lactose-H2 breath test

Pemeriksaan laboratorium

1. Pengukuran pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 7

2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet "Clinitest". Normal tidak terdapat

gula dalam tinja. (+ = 0,5%, + + = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%).

Page 5: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

3. Lactose loading (tolerance) test

Setelah penderita dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgbb.

Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan laktosa dan setiap 1/2jam

kemudian hingga 2 jam lamanya. Pemeriksaan ini dianggap positif (intoleransi

laktosa) bila didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula

darah kurang dari 25 mg% (Jones, 1968).

4. Barium meal lactose

Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium

laktosa. Kemudian dilihat kecepatan pasase larutan tersebut. Hasil dianggap positif

bila larutan barium laktosa terlalu cepat dikeluarkan (1 jam) dan berarti pula hanya

sedikit yang diabsorbsi.

5. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase dalam mukosa

tersebut. Untuk diagnosis klinis biopsi usus penting sekali, karena banyak hal dapat

diketahui dari pemeriksaan ini, misalnya gambaran vilus di bawah dissecting

microscope. Gambaran histologis mukosa (mikroskop biasa dan elektron), aktifitas

enzimatik (kualitatifdan kuantitatif). Biopsi usus ternyata tidak berbahaya dan sangat

bermanfaat dalam menyelidiki berbagai keadaan klinis yang disertai malabsorbsi

usus.

6. Sugar chromatography dari tinja dan urin.

DIAGNOSIS KERJA

Intoleransi laktosa

Intoleransi laktosa adalah gejala klinis akibat tidak terhidrolisnya laktosa secara

optimal di dalam usus halus akibat defisiensi laktase, yaitu diare profus, kembung,

nyeri perut, muntah, sering flatus, merah di sekitar anus, dan tinja berbau asam.

Berdasarkan penyebabnya, intoleransi laktosa dapat di klasifikasikan sebagai berikut

:

Page 6: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

A. Bentuk bawaan ( sangat jarang )

1. Kekurangan laktase bawaan

2. Severe lactose intolerance

B. Bentuk didapat ( sering )

1. Kekurangan laktase primer

2. Kekurangan laktase sekunder

DIAGNOSIS BANDING

1. Sindrom malabsorpsi (terutama undernutrisi/PEM dengan adanya malabsorpsi

lemak, lactose intolerance dan maldigesti protein)

2.Intestinal (chronic) infection (bakteri overgrowth terutama anaerob, candida,

giardia, trichuris), terutama pada PEM

3.CMPSE (terutama"non ASI" +diberi susu sapi) dan 'keluarga alergi'

4Drug associated diarrhoea (neomycin, ampicillin, clindamycin ,obat cytostatik)

5. CSBS, terutama pada kasus-kasus obstruksi letak rendah/ usus bagian bawah

(Hirschsprung, malrotasi, volvulus, polyposis

dan.lain-lain) ; (bila semula ada obstipasi/obstruksi dan atau bloody stool, agar lebih

cepat dilakukan pemeriksaan radiologi, sigmoidoskopi/colonoscopy dan bedah (kalau

perlu).

6. Cholerrhoeic diarrhoea terutama pada kaus-kasus pasca reseksi ileum terminale

(warna feces : hijau tanpa lendir)

7. Defek imun primer atau immuno deficiency (SIgA) (pada bayi terutama pada Berat

Badan Lahir Rendah dengan SIgA yang rendah dan tidak diberi ASI).

ETIOLOGI

Malabsorpsi

Page 7: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Malabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa)

Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50mg laktosa

perliter). Maka pada bayi dan balita diare akibat intoleransi laktosa mendapat

perhatian khusus karena menjadi penyebab yang cukup sering.

Penyebab

Sebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari disakarida dan

polisakarida. Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan

fruktosa), disakarida (laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa)

serta polisakarida (glikogen, amilum, tepung). Setelah masuk ke dalam usus,

disakarida akan diabsorbsi dan masuk ke dalam mikrovili usus halus dan dipecah

menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (laktase, sukrase, dan maltase) yang

ada di permukaan mikrovili tersebut.

Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan hidrolisis karbohidrat

pada membran enterosit meskipun tidak ada cedera mukosa2).

Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam brush border usus

halus, sehingga proses pemecahan laktosa menjadi glukosa terganggu dan akibatnya

terjadi gangguan penyerapan makanan atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan

osmotik dalam rongga usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik

dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam

rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk

mengeluarkannya sehingga timbul diare1,5).

PATOGENESIS

Bila enzim laktase dalam usus terlalu sedikit atau malah tidak ada, hanya sebagian

dari gula susu saja yang bisa diuraikan dan diserap oleh dinding usus. Sementara

sebagian gula susu lainnya akan menuju usus besar tanpa terurai. Di sana gula susu

tersebut diubah oleh bakteri usus dalam proses fermentasi tanpa udara (anaerob)

Page 8: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

menjadi asam-asam organik dan terbentuklah gas-gas karbondioksida, methan dan

hidrogen. Proses ini menyebabkan naiknya tekanan osmotik dan menimbulkan

pengumpulan air yang bertambah.

Lebih lanjut, asam-asam organik tersebut mendukung terjadinya peristaltik (gerakan

usus). Akibatnya adalah buang air dengan tinja yang berair, berbusa, dan berbau

asam. Selain itu si penderita mengalami kembung dan sakit perut seperti penyakit

kolik (mulas).  

Pada bayi, gangguan tidak tahan laktosa dapat menyebabkan muntah-muntah dan

gangguan pertumbuhan yang berat.

Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan hidrolisis karbohidrat

pada membran enterosit meskipun tidak ada cedera mukosa2).

Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam brush border usus

halus, sehingga proses pemecahan laktosa menjadi glukosa terganggu dan akibatnya

terjadi gangguan penyerapan makanan atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan

osmotik dalam rongga usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik

dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam

rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk

mengeluarkannya sehingga timbul diare1,5)

 A.Kelainan kongenital

Kekurangan Laktase bawaan

Jarang sekali ditemukan

Gejala :

- Setelah dapat ASI atau pengganti air susu ibu (PASI) pertama timbul diare,

muntah, perut kembung dan bayi sering menangis.

- Feses cair dan berbau asam.

- Berat badan tidak naik.

Page 9: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Diagnosa ditegakkan bila ditemukan kriteria sebagai berikut :

- Gambaran epitel usus halus normal

- Tidak terdapat aktivitas laktase

- pH feses rendah dan reduksi positif

- Tes toleransi laktosa tidak normal

- Tes lactose breath hydrogen positif

Severe Lactose intolerance

Penyakit ini berlainan sekali dengan penyakit kekurangan laktase bawaan, dan sangat

jarang ditemukan. Patogenesisnya ialah terdapatnya lambung yang abnormal

permeable terhadap laktosa, dan jika laktosa tanpa dihidrolisa terlebih dahulu diserap

oleh lambung akan menimbulkan efek toksik pada hati dan ginjal, dengan

aminoaciduria sebagai konsekuensinya.

Jadi penderita penyakit ini, mempunyai lambung yang permeable atau dapat

menyerap laktosa, padahal laktosa harusnya diserap diusus halus setelah di pecah oleh

enzim laktase yang ada di usus halus. Diserapnya laktosa oleh lambung ternyata

menimbulkan efek toksik pada hati dan ginjal yang ditandai dengan aminoaciduria

atau kencing yang sangat asam dan juga mengandung asam amino yang normalnya

tidak terdapat pada air kencing.

Gejala :

- Muntah, asidosis, dehidrasi.

- Pertumbuhan terganggu.

- Laktosuria

Page 10: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

- Aminoasiduria

- Tidak terdapat kekurangan laktase

- Pemberian laktosa melalui sonde duodenum akan dihidrolisa dan diserap biasa

tanpa menimbulkan lakt

B. Kelainan didapat

1.Kekurangan Laktase primer

Seperti diterangkan dalam artikel sebelumnya, bahwa pada umur 3-5 tahun dan

seterusnya aktivitas laktase akan menurun, hal ini merupakan hal yang normal.

Tinggal dilihat sejauh mana penurunan aktivitas laktase tersebut. Kita bisa mencurigai

bila anak kita menderita intoleransi laktosa primer bila pada usia 3-5 tahun timbul

gejala – gejala kembung, diare, mules pada anak kita setiap habis minum susu, yang

sebelumnya tidak masalah. Bila dokter memang mencurigai anak anda menderita

intoleransi laktosa biasanya akan dilakukan tes toleransi laktosa dengan cara

memberikan laktosa sebanyak 2 gr/kgbb. Bila pada pemberian laktosa sebanyak itu

timbul keluhan, maka hasilnya dianggap positif yang berarti anak anda dinyatakan

sebagai penderita intoleransi laktosa.

 

Tapi perlu diketahui, hasil tes yang positif bukan berarti anak anda tidak bisa minum

susu sapi. Karena pemberian susu sapi 1 gelas ( yang berarti kadar laktosa tidak

banyak. 1 liter susu sapi mengandung 40 gr laktosa) pada umumnya dapat diterima

oleh penderita intoreransi laktosa primer. Karena timbulnya gejala seperti diare,

mules, mual dan sebagainya tergantung jumlah dan kecepatan laktosa  dalam usus

halus.

 

Kesimpulannya, bila anak anda dinyatakan menderita intoleransi laktosa primer

maka dapat dicoba pemberian susu sapi dalam jumlah tidak melebihi 200 ml tiap

kalinya. Akan tetapi bila dengan jumlah tersebut masih menebabkan gejala, seperti

mual, mules, kembung dan diare maka dapat diberikan susu rendah laktosa /bebas

laktosa atau susu yang dibuat dari kacang kedelai.

Page 11: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

 2. Kekurangan Laktase Sekunder

 Pada penderita kekurangan laktase sekunder ditemukan gejala – gejala kekurangan

laktase seperti mual, mules, kembung dan diare setelah pemberian susu sapi sebagai

akibat keadaan/penyakit. Biasanya seabagai akibat penyakit infeksi usus (muntaber),

penyakit kekurangan gizi, dan pemberian obat-obatan tertentu seperti neomycin,

kanamycin.

 

Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena aktivitas laktase di dinding usus halus sangat

sensitif ( laktase di produksi di permukaan usus halus )  terhadap kerusakan di

permukaan usus halus. Jadi keadaan  atau penyakit yang disebutkan diatas merusak

permukaan usus halus yang berakibat turunnya produksi laktase. Maka timbullah

kekurangan laktase sekunder.

MANIFESTASI KLINIK

Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat, penderita menunjukkan gejala

klinis yang sama, yaitu diare yang sangat sering, cair, asam (ph dibawah 4,5),

meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak

akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi dengan rasio tinggi dan berat

badan kurang dari persentil ke-5.

Komplikasi

·     Dehidrasi

·     Hipokalemia

·     Hipokalsemia

·     Cardiakdisritmia akibat hipokalemia dan hipokalsemia

·     Hiponatremia

Page 12: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

·     Syok hipovolemia

·     Asidosis metabolik

·     Intoleransi: Laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi enzim laktosa

karena kerusakan villi mukosa usus halus

·     Kejang

·     Malnutrisi

Muntah.

· Demam.

· Nyeri Abdomen

· Membran mukosa mulut dan bibir kering

· Fontanel Cekung

· Kehilangan berat badan

· Tidak nafsu makan

· Lemah

Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).Tanda-

tandanya: - Berak cair 1-2 kali sehari - Muntah tidak adaB - Haus tidak ada - Masih

mau makan - Masih mau bermain

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang.

Tanda-tandanya: - Berak cair 4-9 kali sehari - Kadang muntah 1-2 kali sehari -

Kadang panas - Haus - Tidak mau makan - Badan lesu lemas

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: - Berak cair

terus-menerus - Muntah terus-menerus - Haus sekali - Mata cekung - Bibir kering dan

biru - Tangan dan kaki dingin - Sangat lemah - Tidak mau makan - Tidak mau

bermain - Tidak kencing 6 jam atau lebih - Kadang-kadang dengan kejang dan panas

tinggi

KOMPLIKASI.

· Dehidrasi

· Renjatan hipovolemik

Page 13: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

· Kejang

· Bakterimia

· Mal nutrisi

· Hipoglikemia

· Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

PENATALAKSANAAN

Menghilangkan penyebabnya atau mengobati penyakitnya.

Pebaiki keadaan gizi pada penderita kurang gizi.

 

Diet : jika masih mendapat ASI, diteruskan pemberiannya walaupun mengandung

kadar laktosa tinggi, sebab ASI mengandung zat – zat anti infeksi untuk

mempertinggi daya tahan tubuh. Bila bayi mendapat susu formula, encerkan untuk

sementara atau ganti gantikan dengan formula khusus yang rendah laktosa atau tanpa

laktosa seperti susu LLM, Bebelac FL, Prosobee dsb.   

Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk

formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula

yang biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan

Al 110 (0%)

Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1

bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose primer (jarang di

Indonesia) diberikan susu bebas laktosa5).

PROGNOSIS

Pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik, sedangkan pada kelainan

yang didapat (sekunder) prognosis baik

Page 14: Intoleransi Laktosa PBL DEBB
Page 15: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

ETIOLOGI

1. Malabsorpsi

Pada tahun-tahun akhir, sindrom malabsorbsi telah lebih banyak diselidiki oleh para ahli di bidang gastroenterologi. Umumnya yang dimaksud dengan sindrom malabsorbsi ialah penyakit yang berhubungan dengan gangguan pencernaan (maldigesti) dan atau gangguan penyerapan (malabsorbsi) bahan makanan yang dimakan. Dengan demikian sindrom malabsorbsi dapat berupa gangguan absorbsi (a). Karbohidrat. (b). Lemak. (c). Protein. (d) Vitamin. Pada anak yang sering dijumpai adalah malabsorbsi karbohidrat, khususnya malabsorbsi laktosa (intoleransi laktosa) dan malabsorbsi lemak, walaupun demikian berbagai sindrom malabsorbsi dapat terjadi pada berbagai golongan umur1).

a. Malabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa)

Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50mg laktosa perliter). Maka pada bayi dan balita diare akibat intoleransi laktosa mendapat perhatian khusus karena menjadi penyebab yang cukup sering.

Penyebab

Sebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida (glikogen, amilum, tepung). Setelah masuk ke dalam usus, disakarida akan diabsorbsi dan masuk ke dalam mikrovili usus halus dan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (laktase, sukrase, dan maltase) yang ada di permukaan mikrovili tersebut.

Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan hidrolisis karbohidrat pada membran enterosit meskipun tidak ada cedera mukosa2).

Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus, sehingga proses pemecahan laktosa menjadi glukosa terganggu dan akibatnya terjadi gangguan penyerapan makanan atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare1,5).

Page 16: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Pembagian

Intoleransi laktosa dibedakan menjadi 2, yaitu intoleransi primer yang merupakan kelainan kongenital dan intoleransi sekunder yaitu terjadinya defisiensi enzim laktase akibat kerusakan mukosa usus, mengingat disakarida ditahan di lapisan luar mukosa usus. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya defisiensi laktase adalah penggunaan obat-obatan neomycin dan kanamycin, celliac disease, malnutrisi, giardiasis, defisiensi imunoglobulin, dll1).

Gejala

Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat, penderita menunjukkan gejala klinis yang sama, yaitu diare yang sangat sering, cair, asam (ph dibawah 4,5), meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi dengan rasio tinggi dan berat badan kurang dari persentil ke-5.

Diagnosis

Dibuat berdasarkan gejala klinis dan laboratorium seperti di atas.

Pengobatan

Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan Al 110 (0%)

Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia) diberikan susu bebas laktosa5).

Respon klinis terhadap pemberian diet bebas laktosa merupakan suatu alternatif untuk pemeriksaan tinja atau uji diagnostik spesifik. Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan penyembuhan cepat diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa membedakan intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap protein, gastroenteritis akut tidak memicu sensitivitas susu. Cukup beralasan bila susu sapi diganti dengan susu formula susu kedelai jika dicurigai intoleransi laktosa karena formula susu kedelai mengandung tepung rantai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya. Orang tua harus dibimbing agar tidak memberikan tambahan cairan bening atau larutan elektrolit encer berlebihan untuk menghindari hiponatremia atau pengurasan kalori pasca infeksi, yang bisa menyebabkan diarenya berkepanjangan. Diare yang menetap walaupun laktosa dalam diet sudah dikurangi memberi kesan diagnosis bukan defisiensi laktosa2

Intoleransi Laktosa

Beberapa istilah yang hampir sama tapi berbeda artinya :

Page 17: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Apa itu Laktosa ?

Laktosa merupakan karbohidrat primer susu, dibuat hanya oleh kelenjar buah dada mamalia. Konsentrasinya bervariasi tergantung dari jenis mamalianya. Kadar laktosa tertinggi terdapat pada ASI, yakni 7% sedangkan pada susu sapi hanya 4,3%.

Laktosa merupakan disakarida, suatu karbohidrat, terdiri dari monosakarida glukosa dan galaktosa. Pada keadaan normal manusia tidak dapat mengabsorbsi disakarida secara langsung, disakarida tadi harus dipecah dulu menjadi glukosa dan galaktosa baru usus halus dapat menyerapnya. Untuk memecah laktosa dibutuhkan enzim yang bernama lactase. Laktase terdapat pada permukaan dinding usus halus.

Bila aktivitas lactase berkurang karena suatu sebab, infeksi usus,bawaan dll maka laktosa tadi tidak akan tercerna dan menimbulkan keluhan – keluhan seperti mules, diare, muntah itulah yang disebut intoleransi laktosa.

Apa itu Laktase ?

Laktase adalah suatu enzim yang terdapat pada permukaan usus halus yang berfungsi memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa agar dapat diserap oleh tubuh. Bila laktosa ini tidak dipecah oleh enzim lactase maka laktosa ini tidak dapat diserap oleh usus halus dan menimbulkan gangguan pencernaaan seperti diare, mules dan muntah. Aktivitas enzim lactase tinggi setelah anak dilahirkan dan akan mulai menurun pada umur kira – kira 3 – 5 tahun. Anggapan sekarang adalah menurunnya aktivitas enzim lactase itu merupakan hal yang normal dan sudah diprogramkan secara genetic.

Pada sebagian besar penduduk dunia pada golongan umur sekolah dan dewasa menunjukkan aktivitas laktase yang rendah karena menderita kekurangan laktase. Pada sebagian manusia tidak terdapat penurunan aktivitas laktase, seperti orang eropa utara, penduduk Amerika Serikat keturunan, Eropa, suku – suku tertentu di Afrika dan India, yakni manusia yang sejak ribuan tahun hidup sebagai peternaksedangkan susu merupakan minuman sehari – harinya. Mutasi gen telah terjadi untuk mempertahankan hidupnya.

Terapi :

Pemberian makanan yang mengandung laktosa sedikit maupun banyak akan menimbulkan gejala seperti diuraikan diatas karena tidak terdapat aktivitas laktase sama sekali ( Dallqvist, 1981 ). ASI tidak boleh diberikan berhubung adanya kadar laktosa yang tinggi, begitu pula formula – formula bayi biasa. Untuk penderita tersebut harus disediakan formula khusus yang tidak mengandung laktase sama sekali seperti Bebelac FL, atau formula kacang kedelai ( Prosobee, Nursoy, Nutrisoya ).

Page 18: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

( Sumber : Ilmu gizi klinis pada anak,FKUI, Prof.DR.dr.Solihin Pudjiadi, DSAK )

Gejala :

- Muntah, asidosis, dehidrasi.

- Pertumbuhan terganggu.

- Laktosuria

- Aminoasiduria

- Tidak terdapat kekurangan laktase

- Pemberian laktosa melalui sonde duodenum akan dihidrolisa dan diserap biasa tanpa menimbulkan laktosuria.

Royan said : Bingung dengan istilah-istilahnya, mudah-mudahan ada waktu untuk dijelaskan di postingan berikutnya.

Terapi :

Jangan khawatir penyakit ini sangat jarang, terapinya juga cuma satu, yaitu :

Seperti pada kekurangan laktase bawaan, penderita tidak boleh diberi makanan dan minuman yang mengandung laktosa.

Intoleransi Laktosa ( didapat)

 

Judul di atas maksudnya intoleransi laktosa yang bukan keturunan atau bawaan. Seperti dijelaskan pada artikel sebelumnya intoleransi laktosa dikelompokkan menjadi dua yaitu yang merupakan bawaan/keturunan dan bentuk yang didapat. Bentuk kedua inilah yang sering ditemukan. Bentuk yang kedua atau yang di dapat dibagi menjadi :

 

1. Kekurangan Laktase primer

Seperti diterangkan dalam artikel sebelumnya, bahwa pada umur 3-5 tahun dan seterusnya aktivitas laktase akan menurun, hal ini merupakan hal yang normal. Tinggal dilihat sejauh mana penurunan aktivitas laktase tersebut. Kita bisa mencurigai bila anak kita menderita intoleransi laktosa primer bila pada usia 3-5 tahun timbul gejala – gejala kembung, diare, mules pada anak kita setiap habis minum susu, yang sebelumnya tidak masalah. Bila dokter memang mencurigai anak anda menderita intoleransi laktosa biasanya akan dilakukan tes toleransi laktosa dengan cara memberikan laktosa sebanyak 2 gr/kgbb. Bila pada pemberian laktosa sebanyak itu timbul keluhan, maka hasilnya dianggap positif yang berarti anak anda dinyatakan sebagai penderita intoleransi laktosa.

Page 19: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

 Tapi perlu diketahui, hasil tes yang positif bukan berarti anak anda tidak bisa minum susu sapi. Karena pemberian susu sapi 1 gelas ( yang berarti kadar laktosa tidak banyak. 1 liter susu sapi mengandung 40 gr laktosa) pada umumnya dapat diterima oleh penderita intoreransi laktosa primer. Karena timbulnya gejala seperti diare, mules, mual dan sebagainya tergantung jumlah dan kecepatan laktosa  dalam usus halus.

 Kesimpulannya, bila anak anda dinyatakan menderita intoleransi laktosa primer maka dapat dicoba pemberian susu sapi dalam jumlah tidak melebihi 200 ml tiap kalinya. Akan tetapi bila dengan jumlah tersebut masih menebabkan gejala, seperti mual, mules, kembung dan diare maka dapat diberikan susu rendah laktosa /bebas laktosa atau susu yang dibuat dari kacang kedelai.

 

2. Kekurangan Laktase Sekunder

 

Pada penderita kekurangan laktase sekunder ditemukan gejala – gejala kekurangan laktase seperti mual, mules, kembung dan diare setelah pemberian susu sapi sebagai akibat keadaan/penyakit. Biasanya seabagai akibat penyakit infeksi usus (muntaber), penyakit kekurangan gizi, dan pemberian obat-obatan tertentu seperti neomycin, kanamycin.

 

Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena aktivitas laktase di dinding usus halus sangat sensitif ( laktase di produksi di permukaan usus halus )  terhadap kerusakan di permukaan usus halus. Jadi keadaan  atau penyakit yang disebutkan diatas merusak permukaan usus halus yang berakibat turunnya produksi laktase. Maka timbullah kekurangan laktase sekunder.

 

Terapi :

( Sumber : Ilmu gizi klinis pada anak,FKUI,  Prof.DR.dr.Solihin Pudjiadi, DSAK )

Diare dan intoleransi laktosa merupakan dua keadaan yang hampir selalu terjadi bersamaan pada anak. Pemahaman kedua hal tersebut penting untuk mendapatkan tata laksana yang optimal.

 

Page 20: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Diare

Secara umum seorang anak (kecuali bayi di bawah usia 2 bulan) dikatakan menderita diare bila frekuensi BAB bertambah dari biasanya (>3 kali/hari) dengan konsistensi tinja cair.

Penyebab diare

Data epidemiologi memperlihatkan bahwa rotavirus (60%) dan bakteri (20%) merupakan penyebab tersering diare akut pada anak usia di bawah 3 tahun.

Pencernaan dan penyerapan laktosa

Laktosa adalah karbohidrat terpenting dalam ASI dan susu formula. Hampir semua laktosa yang masuk usus halus dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase yang terdapat pada mikrovili sel epitel usus halus. Hasil hidrolisis akan diabsorpsi dan masuk ke dalam aliran darah sebagai nutrisi. Pada diare (terutama akibat rotavirus) terjadi kerusakan mikrofili sehingga terjadi defisiensi laktase sekunder.

Tata laksana diare

Sebagian besar diare pada anak self limited diseases, sehingga jangan terburu-buru memberikan antibiotik dan mengubah diet. Tatalaksana utama adalah mencegah dehidrasi dan gangguan nutrisi.

Langkah optimal tata laksana diare

1. Pemberian cairan rehidrasi oral (CRO) hipotonik2. Rehidrasi cepat (3 jam)3. Realimentasi segera dengan makanan sehari-hari4. Susu formula diencerkan tidak dianjurkan5. Susu formula khusus diberikan sesuai indikasi6. ASI harus tetap diberikan7. Jangan terburu-buru memberikan antibiotik.

Cairan rehidrasi oral

Defisit cairan pada dehidrasi ringan-sedang diperkirakan sama dengan penurunan berat badan (BB) 5-10% dan pada dehidrasi berat > 10%. Pada diare tanpa dehidrasi diberikan CRO (oralit) 5-10cc/kgBB setiap BAB cair, dehidrasi ringan-sedang 75cc/kgBB dalam 3-4 jam, dan dehidrasi berat harus mendapat cairan rehidrasi parenteral (infus).

Diare yang perlu mendapat perhatian khusus

Tidak terlihat perbaikan klinis dalam 3 hari BAB sangat sering dengan tinja sangat cair Muntah berulang-ulang Sangat haus sekali Makan dan minum sedikit

Page 21: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Demam Tinja bercampur darah

Klasifikasi Dehidrasi

Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi dehidrasi ringan, sedang, atau berat.

1. Dehidrasi Ringan

Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak lesu, haus, dan agak rewel.

2. Dehidrasi Sedang

Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:

Gelisah, cengeng Kehausan Mata cekung Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera

kembali ke posisi semula.

3. Dehidrasi berat

Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:

Berak cair terus-menerus Muntah terus-menerus Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk Tidak bisa minum, tidak mau makan Mata cekung, bibir kering dan biru Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil berkurang/kurang

dari 6 popok/hari. Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

Diare persisten merupakan penyebab penting kematian pada anak di negara berkembang. Kemudian karena diare berhubungan dengan diare persisten yang semakin meningkat pada pertengahan tahun 1980-an. Organisasi Kesehatan Dunia mengakui bahwa usaha untuk mengendalikan diare persisten belumlah cukup. Beberapa studi sejak itu telah dilakukan untuk dapat merumuskan strategi penatalaksanaan dan pengendalian diare persisten.1 Sekitar 10 – 15 % episode diare akut akan menjadi diare persisten yang sering menyebabkan status gizi memburuk dan meningkatkan kematian. Diare persisten menyebabkan 30 – 50 % dari semua kematian karena diare di negara berkembang.23

Page 22: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Makalah ini membahas : definisi, angka kejadian, etiologi, patofisiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan diare persistenDefinisi Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri)4. Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal.5 Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop4. Walker-Smith mendefinisikan sebagai diare yang mulai secara akut tetapi bertahan lebih dari 2 minggu setelah onset akut6

Angka Kejadian Dari 8 studi komunitas di Asia dan Amerika Latin didapati persentase diare persisten antara 3 sampai 23% dari seluruh kasus diare. Pada 7 studi lainnya insiden diare persisten sangat bervariasi. Di India insiden diare persisten per tahun sekitar 7 kasus tiap 100 anak yang berumur 4 tahun atau kurang dan 150 kasus di Brazil. Pada seluruh studi insiden tertinggi pada anak dibawah 2 tahun.1 WHO dan UNICEF memperkirakan pada tahun 1991 diare persisten terjadi 10% dari episode diare dengan kematian sebanyak 35% pada anak di bawah 5 tahun 1,6. Studi di Banglades, India, Peru dan Brazil mendapatkan kematian sekitar 45% atau 30-50% kematian dari diare persisten.1

Meskipun insiden diare persisten paling banyak terjadi pada anak di bawah 2 tahun, namun kematian sering terjadi pada anak 1 – 4 tahun dimana malnutrisi sering timbul. Hal ini dikarenakan kamatian oleh karena diare persisten sering berhubungan dengan malnutrisi.1,8

Tabel 1. Lamanya episode diare.1

NegaraPersentase lamanya episode diare

(%)1-7 hari 8-14 hari >14 hari

Indonesia 83 14 4Guatemala 53 27 19Peru 79 14 7Peru 88 9 3Bangladesh 66 21 14Bangladesh 71 22 7Bangladesh 50 27 23India 35 55 10

Tabel 2 Insiden diare persisten ( 100 anak/tahun) berdasarkan kelompok umur.1

NegaraKelompok Umur

<1 thn. 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 0-4 thn.India 31 9 6 2 1 7Nepal 15 17 12 10 10 14Peru 31 22 16 - - 26Bangladesh 75 25 29 28 6 34Bangladesh 58 57 55 39 33 48Bangladesh 64 74 67 43 43 59Brazil 171 216 160 90 60 150

Etiologi

Page 23: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Sejumlah studi telah mencoba menemukan patogen utama yang berhubungan dengan diare persisten. Informasi ini berguna untuk meramalkan perjalanan penyakit dan membantu memutuskan apakah perlu pemakaian antibiotik.1,3 Empat studi di India, Bangladesh dan Peru menemukan bahwa Rotavirus, Aeromonas, Campylobacter, Shigella dan Giardia Lamblia sama seringnya pada diare akut dan diare persisten. Cryptosporidium lebih sering pada diare persisten dibanding diare akut di Bangladesh. Bukti dari beberapa studi menyatakan bahwa Entero-adherent E Coli terutama dihubungkan dengan diare persisten1,8. Studi Ashraf, dkk di Bangladesh mendapatkan bakteri patogen dari isolasi feses berupa Diaregenic E coli sebesar 66% (ETEC,EAEC dan EPEC) diikuti C jejuni 32%.9

Terdapat banyak bakteri, virus dan parasit sebagai penyebab diare karena infeksi, sejumlah patogen baru memperlihatkan agen penyebab diare yang sering ditemukan.Tabel 3. Penyejuk infeksi diare

EnteropathogenDiare Akut

DisentryDiare

persistenVirus      Rotavirus + + +Enteric adenovirus (types 40.41) + + +Calicivirus + + +Astrovirus + + +Cytomegalovirus + + +Bakteri      Vibrio cholera and other vibrios + - +Enterotoxigenik E coli (ETEC) + - +Enteropathogenic E coli (EPEC) + - +Enteroaggregative E coli (EAggEC) + - +Enteroinavsive E coli (EIEC) + - +Enterohaemorraghic E coli (EHEC) + + +Shigella spp + + +Salmonella spp + + +Campylobacter spp + + +Yersinia spp + + +Clostridium defficile + + +Mycobacterium tuberculosis - + +Protozoa      Giardia intestinalis + - +Cryptosporidium parvum + - +Microsporidia + - +Isospora belli + - +Cyclospora cayetanensis + - +Entamoeba histolytica + + +Balantidium coli + + +Helminths      Strongyloides stercoralis - - +Schistosoma spp - + +

Sumber 10

Patofisiologi dan Patogenesis Diare persisten menyebabkan berlanjutnya kerusakan mukosa dan lambatnya perbaikan kerusakan mukosa yang menyebabkan gangguan absorpsi dan sekresi

Page 24: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

abnormal dari solute dan air.4,11 Proses ini disebabkan oleh infeksi, malnutrisi, atau intoleransi PASI (non human milk) secara terpisah atau bersamaan.Patofisiologi Diare Persisten

Infeksi usus sebelumnyaKurang Energi Protein (KEP)Intoleransi non Human Milk (PASIIntoleransi LakosaIntoleransi protein susu sapi

Sumber 12

Infeksi parenteral sebagai penyakit penyerta atau sebagai komplikasi seperti campak, otitis media akut, infeksi saluran kencing dan pneumonia dapat menyebabkan gangguan imunitas. Menurunnya imunitas yang disebabkan faktor etiologi seperti pada shingellosis, dan rotavirus yang diikuti enteropathi hilang protein, Kurang Energi Protein (KEP) dan kerusakan mukosa sendiri yang merupakan pertahanan lokal saluran cerna.3,4,13 KEP menyebabkan diare menjadi lebih berat dan lama karena lambatnya perbaikan mukosa usus.14 Pasien KEP secara histologi memiliki mukosa usus yang tipis, penumpulan mikrovili mukosa dan indek mitosis yang rendah sehingga mengganggu absorpsi makanan. Diare persisiten sering berhubungan atau bersamaan dengann intoleransi laktosa dan protein susu sapi, tapi angka kejadian sebenarnya tidak diketahui.4 Intoleransi laktosa dan protein susu sapi dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan. Kedua keadaan ini muncul sekunder karena kerusakan mukosa usus akibat infeksi, KEP atau reaksi alergi protein susu sapi atau protein lain.12 Beberapa penelitian berbasis rumah sakit di India dan Brazil mendapatkan 28 – 64 % bayi KEP dengan diare persiten mengalami intoleransi laktosa dan 7 – 35 % dengan intoleransi protein susu sapi.15,16,17

Titik sentral patogenesis diare persisten adalah kerusakan mukosa usus yang pada tahap awal disebabkan oleh etiologi diare akut. Berbagai faktor resiko melalui interaksi timbal balik menyebabkan rehabilitasi kerusakan mukosa terhambat dan memperberat kerusakan.13 Faktor resiko tersebut adalah usia penderita, karena diare persisten ini umumnya terjadi pada tahun pertama kehidupan dimana pada saat itu pertumbuhan dan pertambahan berat badan bayi berlangsung cepat. Berlanjutnya paparan etiologi diare akut seperti infeksi Giardia yang tidak terdeteksi dan infeksi shinggella yang resisten ganda terhadap antibiotik dan infeksi sekunder karena munculnya C. Defficile akibat terapi antibiotika. Infeksi oleh mikro organisme tertentu dapat menimbulkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan kerusakan mukosa usus karena hasil metaboliknya yang bersifak toksik, sehingga terjadi gangguan penyerapan dan bakteri itu sendiri berkompetisi mendapatkan mikronutrien. Gangguan gizi yang terjadi sebelum sakit akan bertambah berat karena berkurangnya masukan selama diare dan bertambahnya kebutuhan serta kehilangan nutrien melalui usus. Gangguan gizi tidak hanya mencakup makronutrien tetapi juga mikronutrien seperti difisiensi Vitamin A dan Zinc. Faktor resiko lain berupa pemberian jenis makanan baru dan menghentikan pemberian makanan selama diare akut, menghentikan atau tidak memberikan ASI sebelum dan selama diare akut dan pemberian PASI selama diare akut.4,12,13

Diagnosis Pasien dengan diare persisten melakukan pemeriksaan lebih lanjut berupa mikroskopis dan kultur feses. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pertama. Tiga sampel feses harus dilihat dibawah mikroskop cahaya terhadap parasit oleh yang berpengalaman dan kemudian dilakukan kultur bakteri pathogen. Pemeriksaan

Page 25: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

antibodi berguna untuk konfirmasi atau mendukung pemeriksaan lain terhadap infeksi tertentu. Serum antibodi spesifik terdapat pada 80 – 90 % penderita amobiasis infasif, antibodi juga berguna terhadap infeksi yersinia interocolica, namun memerlukan waktu 10 – 14 hari guna mendapat hasilnya. Kit ELISSA untuk strongiloides dan Schistosoniasis dapat diperoleh secara luas dan digunakan skrening pertama dan terutama bagi pelancong baru kembali dari daerah indemik. Endoskopi kolon berguna jika hasil kultur dan mikroskopis feses negatif dan disentri atau diare masih berlangsung. Pemeriksaan ini berguna untuk membedakan positif infeksi atau Inflammatory Bowel Disease (IBD). Ulserasi yang menyebar dapat terjadi pada amobiasis dan tuberkulosa kolon dan sulit dibedakan dengan ulserasi karena penyakit Crohn. Psudomembran pada colon secara umum disebabkan oleh infeksi C.Dificille tetapi dapat juga ditemukan pada kolitis iskemik. Biopsi colon dapat mendeteksi adanya histolitica, cytomegalovirus, dan telur Schistosoma spp. Jika biopsi mukosa colon dibaca dalam waktu 24 - 72 jam pertama, secara histologi dapat dilihat adanya infeksi berupa edema mukosa, mengecilnya kelenjar-kelenjar dan infiltrat inflasi akut. Tetapi jika melebihi waktu diatas akan sangat susah untuk membedakan kolitis infeksi dengan IBD non spesifik. Biopsi dapat mengungkapkan C. Defficile pseudomembran dan perkijuan granuloma dari tuberkulosa.10 Tatalaksana Pemberian makan merupakan bagian esensial dalam tatalaksana diare persisten untuk menghindari dampak diare persisten terhadap status gizi dan mempertahankan hidrasi. Hidrasi dipertahankan dengan pemberian tambahan cairan dan cairan rehidrasi oral jika diperlukan. Kadang diperlukan pemberian cairan intravena bila gagal pemberian oral.4

Diare persisten akan mempengaruhi status gizi karena penurunan masukan makanan, gangguan penyerapan makanan, kehilangan zat gizi dari dalam tubuh melalui kerusakan saluran cerna dan meningkatnya kebutuhan energi oleh karena demam dan untuk perbaikan saluran cerna. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) harus dilanjutkan selama diare berlangsung.1,4

Ada dua kunci dalam tatalaksana pemberian makan pada anak dengan diare persisten.1

1.Rencana laktosa dengan mengurangi jumlah susu formula dalam diet.

Anak dengan diare persisten mungkin tidak toleran dengan susu sapi karena ketidak mampuan memecah laktosa, kemudian laktosa akan melewati usus halus dan menarik cairan kelumen usus sehingga akan memperberat diare. Hal ini dapat dihindari dengan mengurangi masukan laktosa sekitar 2-3 gr/kg/hari (30-50 ml/kg/hari susu sapi murni) dan mencampurkan dengan sereal. Cara lain dengan metode tradisional seperti pembuatan yoghurt mungkin efektif untuk sebagian pasien, jika tidak, maka susu soya dapat dicoba.1,4 Ashraf dkk dalam penelitiannya melaporkan 107 anak umur 4 – 23 bulan dengan diare persisten 57% membaik setelah diberikan diet rendah laktosa, 36% Membaik dengan diet bebas laktosa dan sukrosa, 4% dengan diet berisikan ayam, minyak kedele dan glukosa dan 2% membaik dengan progestimil.9  

 2.Pastikan anak mendapat makanan yang cukup.  

Rekomendasi tatalaksana pemberian makan harus didasarkan kepada harga yang tidak mahal, mudah didapat, diterima secara kultural dan mudah disajikan di rumah.1 Untuk

Page 26: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

bayi diatas 6 bulan pemberian makanan lokal yang mengandung kalori tinggi dan lumat yang secara kultural dapat diterima. Diet pilihan lainnya berupa bubur ayam dapat dicoba. Vitamin seperti asam folat dan B12 serta mineral seperti zinc mungkin membantu dalam perbaikan usus dan meningkatkan sistim imun.1,4

Banyak acuan dan cara pemberian makanan pada penderita diare persisten. Makanan dapat diberikan dalam bentuk padat atau cair, alami atau hidrolisat atau produk nutrisi elemental sintesis, kontinue atau intermiten, diberikan secara oral atau melalui pipa lambung atau secara parenteral. Nutrisi enteral harus merupakan prioritas walaupun terjadi peningkatan volume dan frekuensi depekasi.13 Studi evaluasi efikasi makanan lokal dalam penatalaksanaan diare persisten yang dilakukan oleh Applied Diarrhoeal Disease Research Project dan WHO telah dilakukan di enam negara. Studi ini didasarkan pada prinsip, mengurangi proporsi laktosa di dalam diet untuk diare persisten. Anak-anak di Pakistan diberi suatu diet khitchri (Beras dan tanaman kacang-kacangan lentil yang dimasak dengan minyak.) dengan yoghurt, anak-anak di Peru, India, Vietnam dan Bangladesh diberi susu beras, dan anak-anak di Mexico diberi susu jagung. Anak – anak yang tidak memperlihatkan perbaikan dengan makanan diatas diganti dengan pilihan kedua berupa makanan tanpa susu berupa beras yang dicampur dengan protein berupa ayam atau putih telur.7,18 Composition of Study Diets

Country IngredientsEnergy Density

(kcal/100gr)

Protein (%)

Laktosa (gr/150kcal)

Diet A        Bangladesh Rice milk sucrose oil 87 9.8 3.70India Rice milk sucrose oil 87.96* 10.0 3.04Mexico Maize milk sucrose oil 77 9.0 2.65

PakistanRice yogurt lentils (dhal) oil

100 13.1 <1.80

Peru Rice milk sucrose oil 75 9.6 3.67Vietnam Rice milk sucrose oil 85 11.7 2.54Diet B        Bangladesh Rice egg white glucosa oil 92 9.7 0India Rice chicken glucosa oil 78 11.7 0Mexico Rice chicken glucosa oil 70 13.0 0Pakistan Rice chicken glucosa oil 120 14.5 0Peru Rice egg white glucosa oil 75 12.7 0Vietnam Rice chicken glucosa oil 65 14.1 0

*Energy Density Varied by age groupSumber8 Recommended Mikronutrien Intakes for Persisten Diarrhea and severe malnutrition

MicronutrientIntake for severe

Malnutrition(mg/100kcal)

Intake for

Persisten diarhea

(mg/per day)Vitamin A 150 400 – 1600Vitamin D 3 10 – 40Vitamin E 2.2 5 – 20Vitamin K 24 15 – 20

Page 27: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Vitamin C 10 40 – 160Thiamin (B1) 70 0.7 – 2.8Riboflavin (B2) 200 0.8 – 3.2Niacin 1 9 – 36Vitamin B6 70 1 – 4Folic acid 100 50 – 200Vitamin B12 100 0.7 – 2.8Biotin 10 20 – 80Pantothenic Acid 300 3 – 12Potassium 160 -Calsium 80 800 – 3200Phosphorus 60 800 – 3200Magnesium 10 80 – 320Iron - -Zinc 2 10 - 40Coper 3 1 – 4Iodine 12 70 – 280Selenium 4.7 20 – 80Manganise 300 1.25 – 6.0

Sumber 8 Suplemen mikronutrient diberikan minimal dua kali kebutuhan sehari-hari vitamin dan mineral yang dicampur dengan makanan. Paling sedikit diberikan 6 kali perhari. Untuk mendapatkan 150 kcal /kg/hari dan tidak ada pembatasan makanan. Air sesuai dengan yang diinginkan dan ASI bebas diberikan kepada anak yang menyusui.7,13

Penelitian Abbas dkk mendapatkan bahwa absorbsi asam lemak rantai sedang tidak berpengaruh pada anak dengan diare persisten dan penambahan diet lemak pada tatalaksana diare persisten bermanfaat terhadap peningkatan masukan kalori dan kesembuhan.19

Antibiotik tidak selalu diberikan pada diare persisten kecuali pada patogen tertentu. Patogen spesifik penyebab diare persisten umumnya dapat diobati dengan pemberian antimikrobal sehingga dapat menurunkan berat dan lamanya diare.9 Obat antimotilitas tidak direkomendasikan pada bayi dan anak karena mempunyai efek terhadap susunan saraf pusat dan dapat mendepresi pernapasan.10 Disamping antibiótik sejumlah obat telah dicoba pada tatalaksana diare persisten. Cholestyramin dan bismuto subsalisilat terlihat bermanfaat pada beberapa studi tetapi tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin.1 Antimicrobial therapy of persistent infectious diarrhea

EnteropathogenAntimicrobial

TheraphyAlternative (s)

Protozoa    Giardia intestinalis Metronidazole TinidazoleCryptosporidium parvum ?Paromomycin ?NitazoxanideCyclospora cayetanensis TMP-SMX  Isospora belli TMP-SMX  Microsporodial    Encephalitozoon intestinalis ?Albendazole ?furazolidoneEnterocytozoon bieneusi ?Atovaquone  Entamoeba histolytica Metronidazol Paromomicyn  Dilaxanide furoate  

Page 28: Intoleransi Laktosa PBL DEBB

Balantidium coly Mimetonidazole TetracyclinHelminthes    Strongyloides stercoralis Albendazol ThiabendazoleSchistosoma spp Praziquantel  S mansoni, S haematobium Praziquantel  S japonicum Praziquantel  Virus    Cytomegalovirus Ganciclovir Foscarnet

   Maintenance therapy required

Sumber 10 Kesimpulan Diare persisten merupakan diare akut yang berlanjut lebih dari 14 hari. Diare persisten sering mengenai anak dibawah 2 tahun dan kematian sering mengenai pada anak berumur 1 – 4 tahun yang berhubungan dengan malnutrisi. Patogen penyebab diare persisten sama dengan diare akut. Beberapa faktor resiko dapat menyebabkan diare akut berlanjut menjadi daiare persisten. Tatalaksana diare persisten pada prinsipnya sama dengan diare akut yaitu mempertahankan hidrasi dan pemberian makanan guna menghindari dampak malnutrisi akan memperlambat proses penyembuhan.