bab ii tinjauan pustaka a. administrasi pembangunan dalam administrasi...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Pembangunan Dalam Administrasi Publik
1. Administrasi Pembangunan
a. Sejarah Administrasi Pembangunan
Pertumbuhan dan perkembangan administrasi pembangunan berawal dari
setelah perang dunia kedua berakhir. Pertumbuhan administrasi pembangunan
berawal dari bantuan luar negeri yang diberikan oleh Pemerintah Amerika Serikat
kepada negara-negara Eropa Barat pasca perang dunia kedua. Seperti menurut
Siagian (2009: 6), awal mula lahirnya administrasi pembangunan dimulai setelah
perang dunia kedua berakhir. Pada masa itu ada negara-negara yang
memenangkan peperangan yaitu pihak sekutu dan ada negara-negara yang
mengalami kekalahan yaitu pihak poros. Setelah berakhirnya peperangan kedua
belah pihak sama-sama mengalami kehancuran di berbagai sektor, tetapi yang
paling parah dialami oleh negara-negara yang mengalami kekalahan perang.
Tetapi berdasarkan pertimbangan politik, ekonomi, dan kemanusiaan maka
negara-negara yang menang kemudian menunjukkan hasrat untuk membantu
negara-negara yang mengalami kekalahan pasca perang dunia kedua.
Manifestasi paling nyata untuk membantu negara-negara yang kalah
tersebut dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat yang membantu negara-
negara Eropa Barat dan Jepang. Untuk negara-negara di Eropa Barat bantuan
Pemerintah Amerika Serikat tersebut dinamakan “Point Four Program” atau yang
15
lebih terkenal dengan nama “Marshall Plan” karena memang dipelopori oleh
Jendral Marshall yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri
Amerika Serikat. Bantuan-bantuan tersebut dimaksudkan untuk membantu proses
pembangunan negara-negara yang hancur pasca perang. Kemudian menurut
Siagian (2009: 8) pemberian bantuan dalam berbagai bentuk yang dilakukan oleh
negara maju pada negara-negara yang sedang membangun merupakan fenomena
aktual yang pada gilirannya mendorong percepatan berkembangnya ilmu
administrasi pembangunan.
b. Definisi Administrasi Pembangunan
Di dalam ilmu administrasi publik terdapat disiplin ilmu administrasi
pembangunan. Administrasi pembangunan merupakan agen pembangunan dari
cabang ilmu administrasi publik. Seperti yang diungkapkan Waterston dalam
Ibrahim (2008: 3) bahwa administrasi pembangunan adalah administrasi publik
yang berperan sebagai agen perubahan dengan tujuan mensukseskan
pembangunan dalam berbagai aspeknya, dengan menggunakan perencanaan yang
berorientasi pada pelaksanaan, transfer teknologi, transformasi sosial,
pengembangan kapasitas, dan partisipasi masyarakat serta pemerataan hasil
pembangunan. Jadi administrasi pembangunan merupakan bagian dari
administrasi publik, yaitu sebagai agen perubahan untuk mensukseskan
pembangunan. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah harus terlebih
dahulu mempunyai perencanaan agar hasil pembangunan bisa merata ke seluruh
lapisan masyarakat. Selain itu pemerintah juga harus mengikutsertakan peran aktif
masyarakat dalam proses pembangunan.
16
Administrasi pembangunan mencakup dua pengertian, yaitu yang pertama
administrasi dan yang kedua pembangunan. Secara umum diketahui bahwa yang
dimaksud administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan keputusan-
keputusan yang telah diambil dan diselenggarakan oleh dua orang atau lebih
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sementara itu
pembangunan biasanya didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan
pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu
negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian,
2009: 4). Administrasi pembangunan merupakan suatu usaha pemerintah atau
negara untuk melaksanakan kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat. Siagian selanjutnya mengemukakan bahwa
administrasi pembangunan adalah seluruh usaha suatu negara atau bangsa yang
bertujuan untuk bertumbuh, berkembang, dan berubah menjadi lebih baik yang
dilakukan secara sadar dan terencana dalam semua aspek kehidupan dan
penghidupan negara bangsa yang bersangkutan untuk mencapai tujuan akhirnya.
Ciri administrasi pembangunan seperti yang diungkapkan oleh Tjokroamidjojo
(1995: 9) adalah mempunyai peran aktif dan berkepentingan (committed) terhadap
tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijaksanaannya maupun
dalam pelaksanaannya yang efektif bahkan administrasi ikut serta mempengaruhi
tujuan-tujuan pembangunan masyarakat dan menunjang pencapaian tujuan-tujuan
sosial, ekonomi dan lain-lain yang dirumuskan kebijaksaannya melalui proses
politik.
Dengan begitu administrasi pembangunan merupakan suatu upaya yang
dilakukan oleh semua golongan, baik dari para politisi, pemerintah, dan
masyarakat yang saling bekerjasama dan terkoordinasi untuk menuju
pembangunan atau pengembangan suatu negara ke arah yang lebih baik.
17
c. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Administrasi Pembangunan
Dalam administrasi pembangunan terdapat beberapa aspek yang
mempengaruhi. Aspek-aspek tersebut bisa menjadi pendukung, netral atau bahkan
bertentangan dengan administrasi publik. Menurut Tjokroamidjojo (1995: 54)
menjelaskan bahwa pendekatan administrasi pembangunan terkait erat, saling
berhubungan dan saling mempengaruhi keadaan dan proses perkembangan
politik, ekonomi, sosial dan lain-lain. Hubungan itu dapat saling bertentangan,
hubungan yang netral ataupun hubungan yang saling mendukung. Berikut di
bawah ini adalah aspek-aspek yang mempengaruhi administrasi pembangunan:
a. Aspek Politik
Aspek politik mempengaruhi administrasi pembangunan karena keadaan
politik di suatu negara berdampak pada administrasi pembangunan.
Menurut Tjokroamidjojo (1995: 54) yang mengungkapkan bahwa aspek
politik dalam perkembangan masyarakat atau negara erat sekali
hubungannya dengan administrasi pembangunan. Berbagai aspek politik
yang mempunyai pengaruh timbal balik dengan administrasi
pembangunan adalah filsafat hidup bangsa atau filsafat politik
kemasyarakatan dari suatu negara tertentu. Dengan begitu kondisi politik
yang ada disuatu negara dapat mempengaruhi administrasi pembangunan.
Aspek politik bisa mempengaruhi administrasi pembangunan begitu pula
administrasi pembangunan bisa mempengaruhi kondisi politik.
18
b. Aspek Ekonomi
Terdapat aspek ekonomi yang mempengaruhi administrasi pembangunan.
Menurut Tjokroamidjojo (1995: 59) menjelaskan bahwa administrasi yang
mendukung pembangunan berarti pula usaha yang dapat menciptakan
serta menjaga suatu kondisi ekonomis yang relatif stabil untuk
memungkinkan pelaksanaan administrasi pembangunan guna merealisir
program-program pembangunan selanjutnya. Jadi administrasi
pembangunan tujukan untuk memberikan kestabilan ekonomi untuk
merealisir program pembangunan selanjutnya.
c. Aspek Perkembangan Ilmu, Teknologi dan Lingkungan Fisik.
Menurut Tjokroamidjojo (1995: 67) yang mengemukakan bahwa
administrasi pembangunan adalah bagaimana caranya ilmu dan teknologi
dapa menjadi sumber yang penting dalam proses perumusan kebijaksanaan
dan pelaksanaan pembangunan. Dengan demikian kebijaksanaan
negara/pemerintah memberi perhatian terhadap prospek masa depan,
berdasar perkembangan ilmu dan tekonologi. Selanjutnya Tjokroamidjojo
(1995: 67) menjelaskan bahwa administrasi pembangunan juga perlu
memberikan perhatian terhadap pengembangan sumber-sumber alam
(resources development), pemanfaatan dan pemeliharaan lingkungan
hidup. Pembangunan pada dasarnya adalah usaha yang akan
mempengaruhi dan merubah potensi sumber-sumber dan keadaan
lingkungan hidup.
19
d. Aspek Institusionil
Administrasi pembangunan harus memperhatikan institusi-institusi yang
ada. Menurut Tjokroamidjojo (1995: 68) menjelaskan bahwa pembinaan
dan pengembangan aspek institusionil yang perlu diperhatikan dalam
administrasi pembangunan meliputi pembinaan institusi politik, institusi
ekonomi, institusi sosial, pendidikan dan lain-lain. Oleh karena itu institusi
yang ada harus dibina dan dikembangkan lagi agar lebih aktif.
d. Pembangunan
Di setiap negara pasti membutuhkan sebuah pembangunan. Dikarenakan
tujuan dari pembangunan adalah untuk merubah kondisi suatu bangsa agar
menjadi lebih baik di segala bidang. Menurut Siagian (1974) dalam Suryono
(2010: 2) yang menjelaskan bahwa arti dari pembangunan adalah sebagai suatu
arah atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan berencana dan dilakukan
oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah secara sadar menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa (nation building). Jadi setiap pembangunan dilakukan
oleh suatu negara dengan seluruh elemen baik dari pemerintah, masyarakat
maupun swasta untuk melakukan usaha-usaha menjadikan negara lebih ke arah
modernitas yang dilakukan dengan perencanaan dan secara sadar.
Pembangunan dilakukan oleh suatu bangsa adalah pembangunan yang
dilakukan oleh secara nasional dan meliputi semua askpek kehidupan seperti
politik, ekonomi dan sosial budaya. Hal ini seperti menurut Ponsioen (1968)
dalam Suryono (2010: 2) yang berpendapat bahwa pembangunan bangsa adalah
bagian integral dari pembangunan nasional suatu negara. Pembangunan setiap
20
bangsa negara berkembang bersifat multidimensional berupa pembangunan yang
meliputi semua aspek kehidupan nasional seperti politik, ekonomi dan sosial
budaya. Adapun menurut Bryant dan White (1982) menyebutkan bahwa
pembangunan adalah upaya meningkatkan kemampuan manusia untuk
mempengaruhi masa depannya dengan memiliki lima implikasi utama, yaitu:
1) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan manusia secara
optimal, baik individu maupun kelompok (capacity).
2) Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan, kemerataan
nilai dan kesejahteraan (equity).
3) Pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk
membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Kepercayaan
ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memilih
dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment).
4) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun
secara mandiri (sustainability).
5) Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara satu kepada
negara lain, menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dan
menghormati (interdependence).
Berdasarkan 5 implikasi di atas pembangunan merupaka suatu usaha juga
untuk memperbaiki dan memingkatkan kemampuan manusia untuk menentukan
masa depannya sendiri dengan mendorong kesejahteraan dan pemerataan.
Memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada masyarakat untuk bisa
mengembangkan potensi diri agar mampu bersaing dengan baik dan dilakukan
21
secara mandiri dan berkelanjutan. Negara harus menciptakan hubungan dengan
negara lain yang saling menguntungkan dan tidak mengalami ketergantungan
yang justru merugikan.
Pembangunan juga harus berfokus pada masyarakat yang dimaksudkan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menentukan masa
depannya. Hal ini seperti menurut Bryant dan White (1982) dalam Suryono (2010:
2) mengingatkan bahwa “lima prinsip dasar pembangunan yang berwawasan
people centered development (pembangunan yang berpusat pada rakyat), yang
mengandung arti adanya proses pembangunan dengan tujuan peningkatan
manusia dalam menentukan masa depannya”. Dengan begitu pembangunan tidak
hanya terfokus pada politik dan ekonomi saja. Akan tetapi dengan melakukan
pembangunan masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia dan
menentukan masa depannya.
a. Paradigma Pembangunan
Pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara memiliki paradigma
pembangunan yang berbeda-beda dan cenderung berubah-ubah. Paradigma
pembangunan yang telah diterapkan kemudian bisa saja berubah haluan dari yang
sebelumnya. Suryono (2010: 15) mengemukakan bahwa paradigma pembangunan
yang pada suatu waktu tertentu menjadi acuan pembangunan nasional dapat saja
mengalami proses demistifikasi, sementara paradigma-paradigma baru timbul
menggantikannya. Oleh karena itu perubahan paradigma pembangunan yang
dilakukan oleh suatu negara menjadi hal yang wajar. Hal tersebut dikarenakan
22
pembangunan yang dilakukan mengalami kegagalan atau faktor-faktor lain yang
mempengaruhi proses pembangunan.
Terjadinya proses pergeseran pergeseran-pergeseran paradigma
pembangunan yang dialami oleh negara berkembang cenderung meniru
pembangunan yang dilakukan negara maju. Suryono (2010: 16) menjelaskan
bahwa:
“Kecenderungan negara-negara berkembang untuk meniru negara-negara maju,
seringkali dicapai dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari berbagai
paradigma pembangunan seperti negara-negara maju yang dicapainya melalui
waktu berabad-abad. Akibatnya, terajadilah lompatan (passing) dan ketidak
sabaran yang mempercepat tempo pergeseran paradigma pembangunan di negara-
negara berkembang.”
Oleh karena itulah pergeseran atau pergantian paradigma pembangunan haruslah
dilakukan berdasarkan kebutuhan pembangunan yang sesuai dengan keadaan
negara tersebut. Perkembangan paradigma pembangunan diawali dengan
paradigma pertumbuhan, paradigma pertumbuhan dengan pemerataan, paradigma
teknologi tepat guna, paradigma kebutuhan dasar pembangunan, paradigma
pembangunan berkelanjutan dan paradigma pemberdayaan.
1. Paradigma Pertumbuhan
Setiap keberhasilan pembangunan pasti mempunyai paradigma-paradigma
tertentu. Suatu negara cenderung berubah-ubah dalam memilih sebuah paradigma
yang sesuai. Awal dari paradigma pembangunan adalah paradigma pertumbuhan.
Suryono (2010: 16) mengemukakan bahwa paradigma pertumbuhan (Growth
Paradigm) dimulai pada sekitar dasa warsa 1960-an, banyak negara-negara dunia
ketiga (termasuk Indonesia) meniru atau mengadopsi pendekatan “growth
23
priority” yang memfokuskan diri pada akumulasi capital nasional, dengan Produk
Nasional Bruto (Gross National Product) sebagai ukuran keberhasilannnya. Dari
penjelasan tersebut Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan
paradigma pembangunan yang berorientasi pertumbuhan. Paradigma
pertumbuhan diterapkan oleh Indonesia agar tingkat perekonomian bisa
bertumbuh akibat masalah kemiskinan dan pengangguran.
Paradigma pertumbuhan yang diterapkan pada akhirnya mengalami
kegagalan. Adanya pertumbuhan ekonomi pesat akibat dengan mengeksploitasi
sumber daya secara besar-besaran dan juga tidak meratanya pertumbuhan
ekonomi. Suryono (2010: 17) menjelaskan bahwa:
“Momentum pembangunan dicapai dengan pengorbanan (at the expense of)
deteriorisasi ekologis penyusutan sumber alam, timbulnya kesenjangan sosial, dan
dipendensi. Gejala lain yang mencemaskan adalah pembangunan ekonomi yang
mengutamakan proses industrialisasi yang pesat, khususnya industrialisasi yang
padat modal, menyebabkan peningkatan dalam pengangguran, terutama di daerah
perkotaan dimana berpusat sebagian terbesar industri-industri yang baru
didirikan.”
Oleh karena itu, paradigma pertumbuhan tidaklah berjalan dengan baik
tanpa adanya pemerataan. Pemerataan pembangunan sangatlah penting, karena
pertumbuhan ekonomi tidak hanya dimiliki oleh beberapa saja, akan tetapi harus
menyeluruh.
2. Paradigma Pertumbuhan dengan Pemerataan
Paradigma pertumbuhan terbukti masih mempunyai kekurangan sehingga
perlu di kembangkan. Dengan melihat adanya pertumbuhan ekonomi yang tidak
merata maka kemudian muncullah paradigma pertumbuhan dengan pemerataan.
Namun pada akhirnya paradigma pertumbuhan dengan pemerataan juga
24
mengalami kegagalan. Hal tersebut dikarenakan setiap sumber daya manusia
harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik dengan didukung oleh
teknologi yang tinggi. Suryono (2010: 18) menjelaskan bahwa:
“Pendekatan ini pada akhirnya memang juga terbukti gagal, karena “World
Employment Program” yang dikenakan oleh ILO (International Labour
Organization) lebih bersifat “comprehensive employment strategies” dengan
konsekuensi teknologi yang menyertainya adalah teknologi tinggi yang bersifat
“capital intensive” sehingga hanya orang-orang yang berpendidikan dan
berketrampilan yang dapat diserap oleh lapangan pekerjaan yang diciptakan.”
Untuk itulah maka perlunya meningkatkan sumber daya manusia agar bisa
menciptakan teknologi tepat guna. Maka dari itu perlu teknologi tepat guna yang
diharapkan bisa melengkapi proses pembangunan dan pemerataan ekonomi.
3. Paradigma Teknologi Tepat Guna
Paradigma perkembangan dengan pemerataan mengalami kegagalan dan
kemudian muncul Paradigma Teknologi Tepat Guna. Diharapkan teknologi yang
tepat guna dapat melengkapi paradigma-paradigma yang sebelumnya. Menurut
Suryono (2010: 18) mengungkapkan bahwa misi teknologi tepat guna adalah:
“Misi teknologi tepat guna ini adalah mengurangi pengangguran melalui
perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan melalui peningkatan
produktivitas kerja, meningkatkan dinamika dan kreativitas masyarakat dalam
berfikir dan bekerja, mempersiapkan masyarakat untuk mampu menerima
perubahan dan pembaharuan teknologi, dan melatih sikap mandiri.”
Dengan adanya paradigma teknologi tepat guna maka diharapkan bisa
mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Namun padanya kenyataannya, teknologi tepat guna ini juga mengalami
kegagalan. Seperti pendapat Suryono (2010: 19) yang menjelaskan bahwa:
25
“Pendekatan ini pun pada akhirnya juga dianggap tidak dapat memuaskan usaha-
usaha penciptaan pemerataan pendapatan dan pertumbuhan nasional dalam rangka
mengurangi kesenjangan ekonomi, sosial dan spesial. Peneliti dan praktisi lebih
suka bekerja dengan teknologi tinggi (Hitech) daripada menggunakan teknologi
madya, walaupun teknologi sederhana sudah diketahui secara luas akan dapat
menampung tenaga kerja lebih banyak dan ramah lingkungan.”
Pendekatan teknologi tepat guna mengalami kegagalan akibat peneliti dan praktisi
lebih memilih menggunakan teknologi tinggi dibanding dengan menggunakan
teknologi madya. Padahal teknologi sederhana dinilai lebih ramah lingkungan dan
bisa membuka lapangan kerja yang lebih banyak.
4. Paradigma Kebutuhan Dasar Pembangunan
Dengan banyaknya kegagalan-kegagalan yang dialami oleh paradigma-
paradigma pembangunan sebelumnya maka muncullah paradigma kebutuhan
dasar pembangunan. Suryono (2010: 19) menjelaskan bahwa:
“Paradigma ini lahir karena adanya kekecewaan yang makin besar terhadap
pertumbuhan GNP yang semakin rendah dan atas pengurangan kemiskinan di
banyak negara-negara berkembang. Paradigma ini yang dikonsepkan bukannya
pendekatan central planning melainkan lebih bersifat community development.”
Jadi pembangunan yang dilakukan tidak melalui perencanaan yang
terpusat saja, melainkan dengan pembangunan masyarakat. Paradigma kebutuhan
dasar muncul akibat masih banyaknya kemiskinan di negara-negara berkembang.
5. Paradigma Pembangunan Berkelanjutan
Paradigma-paradigma pembangunan yang telah berubah dan mengalami
pergeseran tidak luput dari suatu permasalahan yang ditinggalkan. Permasalahan
yang muncul adalah tentang isu degradasi lingkungan akibat dari proses
26
pembangunan tersebut. Friedmann dalam Suryono (2010: 20) mengemukakan
bahwa:
“Bahwa sumber daya alam yang telah berada pada suatu tingkat ketersediaan yang
memprihatinkan dalam menunjang keberlanjutan (sustainability) pertumbuhan
penduduk ekonomi. Apabila perubahan tidak segera dilakukan, maka dunia akan
segara menemukan kehancurannya. Maka perubahan harus dimulai dari negara-
negara yang dianggap bersalah dalam menyumbangkan kerusakan bumi.”
Aktivitas pembangunan yang berlebihan mengakibatkan lingkungan yang
mengalami kerusakan dan pencemaran. Hal tersebut diakibatkan oleh negara-
negara yang melakukan pembangunan tanpa menghiraukan aspek lingkungan.
Dengan adanya permasalahan kerusakan lingkungan tersebut, maka
muncullah paradigma pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan
dimaksudkan untuk menjaga lingkungan dari proses pembangunan yang
mengesampingkan lingkungan. Suryono (2010: 21) mengemukakan bahwa:
“Sustainability diartikan sebagai suatu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan
generasi saat ini tanpa merugikan kebutuhan generasi masa datang. Resiko dan
konsekuensi dari setiap pembangunan saat ini hendaknya jangan semuanya
diwariskan kepada generasi mendatang. Melainkan harus dipertimbangkan secara
adil bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.”
Dengan adanya pembangunan berkelanjutan, maka diharapkan pembangunan
yang dilakukan oleh suatu negara tidak mengabaikan aspek lingkungan. Hal
tersebut dimaksudkan demi menjaga pembangunan yang berkesinambungan,
dengan kata lain berkelanjutan.
6. Paradigma Pemberdayaan
Perkembangan dan pergeseran paradigma-paradigma yang sudah
diterapkan oleh beberapa negara, kemudian muncul Paradigma Pemberdayaan
27
(Empowerment Paradigm). Menurut Suryono (2010: 22) konsep pemberdayaan
sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, pada intinya memberikan tekanan
pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang
berlandas pada sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokrasi,
dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Dengan demikian,
pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya adalah sebagai suatu konsep alternatif
pembangunan di dalam diri masyarakat. Dalam arti lain meningkatkan kualitas
dan daya saing masyarakat yang kurang berkembang menjadi lebih baik. Hal
tersebut dikarenakan adanya kegagalan dari paradigma sebelumnya dan adanya
harapan untuk lebih menekankan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.
Selanjutnya menurut Friedmann (1992) dalam Suryono (2010: 22) pemberdayaan
merupakan hasil kerja dari proses interaktif baik di tingkat ideologis maupun
praktis. Di tingkat ideologis, konsep pemberdayaan merupakan hasil interaksi
antara konsep “top-down dan bottom-up”, antara “growth strategy dan people-
centred strategy.” Sedangkan di tingkat praktis, interaktif akan terjadi lewat
pertarungan antar otonomi.
e. Pembangunan Sebagai Kebijakan Publik
Pembangunan berhubungan dengan kebijakan publik yang di buat oleh
pemerintah. Hal tersebut dikarenakan sifatnya yang multidimensi dan dilakukan
pada generasi sekarang dan generasi masa depan. Pembangunan yang
dilaksanakan bisa mencakup dimensi ekonomi dan nonekonomi. Menurut
Tjiptoherijanto dan Manurung (2010: 132) menjelaskan bahwa pembangunan
adalah kebijakan publik yang multidimensi dan lintas generasi. Dikatakan
28
multidimensi karena pembangunan mencakup dimensi ekonomi dan nonekonomi.
Pembangunan juga menuntut perubahan-perubahan sistematis yang bila
dibutuhkan harus dilakukan secara cepat dan radikal. Sebagai kebijakan publik,
pembangunan memiliki karakteristik yang unik, karena mendesain masa depan
beberapa generasi yang akan datang.
Pembangunan membutuhkan sumber daya administrasi yang sangat besar
seperti yang dimiliki oleh negara-negara maju. Tjiptoherijanto dan Manurung
(2010: 133) menjelaskan bahwa kontradiksi pembangunan sebagai kebijakan
publik, yaitu di satu sisi pembangunan (ekonomi) membutuhkan kapasitas daya
dukung administrasi yang sangat besar, seperti yang telah dimiliki oleh
administrasi publik di negara-negara maju. Di sisi lain, pengelola pembangunan
yaitu administrasi publik selain belum mempunyai kapasitas seperti yang
dibutuhkan oleh pembangunan, mereka juga belum pernah mengalami atau
melaksanakan tugas pembangunan.
2. Administrasi Publik
1. Definisi Administrasi Publik
Administrasi publik merupakan disiplin ilmu dari cabang ilmu sosial yang
di dalamnya terdapat peran pemerintah. Pemerintah melakukan pengorganisasian
dan pengontrolan melalui perencanaan dan pembangunan yang ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dituntut untuk bisa mendengan aspirasi
masyarakat yang berbeda-beda agar bisa mencapai pembangunan masyarakat
yang modern dan peran partisipasi stakeholders pembangunan. Menurut Ibrahim
(2008: 17-18) mengemukakan bahwa:
29
“Administrasi publik meliputi seluruh upaya atau penyelenggaraan pemerintahan
yang meliputi beberapa kegiatan manajemen pemerintahan seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan pembangunan dengan mekanisme
kerja dan dukungan sumber daya manusia serta dukungan administrasi atau tata
pelaksanaannya. Dalam mekanisme kerjanya dibutuhkan partisipasi stakeholders
pembangunan, sumber daya manusia penyelenggara negara dan stakeholders yang
berkualitas, dan dalam dukungan administrasi diperlukan dukungan tata laksana,
sarana-prasarana, anggaran, juga sistem informasi yang sesuai, sehingga
penyelenggaraan negara yang demokratis, sesuai tujuan yang digariskan oleh
undang-undang dan kebijakan politik dapat dicapai secara bertahap.”
Administrasi publik adalah sebuah disiplin ilmu yang dimana didalamnya
terdapat unsur tentang peran atau fungsi pemerintah. Pemerintah mempunyai
beberapa peran beserta upaya untuk mencapai tujuan negara. Menurut Siagian
dalam Ibrahim (2008: 15) mengemukakan bahwa administrasi publik adalah
keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintahan dari
suatu negara dalam usaha untuk mencapai tujuan negara. Dari penjelasan teori
tersebut administrasi publik merupakan suatu usaha dan upaya yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan negara yaitu kesejahteraan rakyat.
Indonesia yang memiliki banyak keanekaragaman, baik budaya, agama,
suku dan lain sebagainya, sehingga peran pemerintah daerah dituntut untuk lebih
dekat dan aspiratif kepada masyarakatnya. Menurut Sarundayang dalam Ibrahim
(2008: 102-103) menjelaskan bahwa:
“Adanya otonomi daerah untuk mewadahi dan mengoptimalkan keragaman
daerah, kontak dengan warga akan menjadi lebih sering dan dekat, administrasi
publik yang lebih efisien mencerminkan perwakilan yang lebih baik, hak
berprakarsa yang lebih luas dan dapat meningkatkan kemampuan daerah. Untuk
mencapai hal tersebut maka diperlukan administrasi publik yang efektif dalam
pemerintahan yang demokratis, di mana dikembangkan civil society (masyarakat
madani) yang bercirikan kesukarelaan, kemandirian, keterikatan dengan nilai-nilai
serta hukum yang ditaati oleh warganya, sehingga dapat mewujudkan good
governance.”
30
Oleh karena itulah, kemudian dengan peran pemerintah yang lebih aspiratif
terhadap masyarakatnya, didukung dengan kemandirian masyarakat maka akan
terwujud good governance.
Administrasi publik dalam lingkup birokrasi pemerintahan harus
dilakukan dengan baik serta komitmen. Dalam penerapannya mempunyai
permasalahan sehingga relatif sulit dalam implementasinya. Hal tersebut
diperlukan upaya-upaya secara sadar dan membutuhkan waktu. Menurut
Sujarwoto (2006) yang mengemukakan bahwa profesionalisme birokrasi yang
dituntut oleh good governance tidak terbentuk dengan sendirinya. Tuntutan itu
hanya akan terpenuhi jika disertai oleh adanya upaya sadar mewujudkannya yang
seringkali menempuh proses yang panjang. Oleh karena itu, proses pelaksanaan
pemerintahan yang baik dibutuhkan beberapa aspek penting dalam penerapannya.
Adapun menurut Dimock & Dimock dalam Pasolong (2008: 20), membagi
empat komponen administrasi publik, yaitu:
1) Apa yang dilakukan pemerintah: pengaruh kebijakan dan tindakan-
tindakan politis, dasar-dasar, wewenang, lingkungan kerja pemerintah,
penentuan tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan administratif yang bersifat
kedalam, dan rencana-rencana.
2) Bagaimana pemerintah mengatur organisasi, personalia, dan pembiayaan
usaha-usahanya: struktur administrasi dari segi formalnya.
3) Bagaimana para administrator mewujudkan kerja sama (teamwork). Aliran
dan proses administrasi dalam pelaksanaan, dengan titik berat pada
pimpinan, tuntutan, koordinasi, pelimpahan wewenang, hubungan pusat
31
dengan bagian-bagian, pengawasan, moril, hubungan masyarakat dan
sebagainya.
4) Bagaimana pemerintah tetap bertanggung jawab: baik mengenai
pengawasan dalam badan-badan eksekutif sendiri, dan yang lebih penting
lagi mengenai pengawasan oleh badan-badan perwakilan rakyat, badan-
badan yudikatif, dan berbagai badan lainnya.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan
bahwa administrasi publik merupakan usaha dan upaya pemerintah dalam
melakukan pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan di tujukan untuk
kepentingan kesejahteraan masyarakat. Prosesnya bisa melalui pemberdayaan
masyarakat, pelayanan publik, dan lain sebagainya. Orientasi dari administrasi
publik yang dilaksanakan oleh pemerintah bersifat non profit. Pembangunan yang
dilaksanakan dibutuhkan administrasi untuk mengelola, untuk itulah kemudian
adanya administrasi pembangunan sebagai agen perubahan dalam administrasi
public
2. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Kebijakan Publik
Administrasi publik memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan publik
melalui organisasi dan aparat pemerintahan. Hal ini seperti menurut Anderson
(1979: 3) dalam Subarsono (2012 2) yang mendefinisikan kebijakan publik
sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah.
Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan
faktor dari luar pemerintah. Jadi kebijakan publik dibuat oleh pemerintah dan bisa
32
perumusannya dapat dipengaruhi oleh faktor dari luar pemerintah. Aktor diluar
pemerintah tersebut seperti dari pihak swasta dan masyarakat.
Dalam perumusan kebijakan publik terdapat beberapa tahapan untuk
memastikan keberhasilannya. Menurut Tjokroamidjojo (1991) dalam
Tjiptoherijanto dan Manurung (2010:120) mengungkapkan bahwa fungsi dari
administrasi publik dari sudut pandang manajemen dapat dikelompokkan menjadi
tiga utama, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (implementating) dan
evaluasi (evaluating) kebijakan publik. Dengan adanya perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi diharapkan dapat merealisasikan kebijakan publik dengan baik dan
sesuai dengan keadaan. Berikut di bawah ini adalah proses tahapan kebijakan
publik:
a. Perencanaan
Kebijakan publik diawali dengan proses perencanaan. Perencanaan sangat
penting dalam merumuskan kebijakan publik karena rencana adalah dasar
dan landasan bagi tujuan di masa depan. Perencanaan dibuat dengan
menganalisa keadaan masa kini untuk membuat suatu rumusan yang
ditujukan untuk kebijakan. Menurut Tjiptoherijanto dan Manurung
(2010:120) mengungkapkan bahwa perencanaan yang baik mencakup
beberapa aspek penting, yaitu:
1) Definisi yang jelas tentang apa yang akan dicapai pada waktu yang akan
datang berdasarkan kondisi yang dihadapi saat ini. Yang dimaksud dengan
definisi yang jelas adalah indikator-indikator yang digunakan sebagai
tolok ukur pencapaian rencana harus jelas, spesifik dan terukur. Hal ini
33
dibutuhkan untuk menghindarkan perdebatan yang tidak perlu atau
proyek-proyek pemerintah dilaksanakan dan dievaluasi.
2) Definisi yang jelas tentang kondisi yang dihadapi saat ini. Hal ini
menuntut kemampuan untuk mampu melakukan kajian strategis tentang
masalah-masalah dan potensi-potensi yang dihadapi. Administrator publik
harus dapat membedakan antara gejala dan masalah.
3) Kemampuan menyusun alternatif-alternatif pengambilan keputusan yang
konsisten namun fleksibel. Alternatif-alternatif tersebut sebaiknya saling
melengkapi, bukan saling bertentangan. Konsistensi penyusunan alternatif,
mencakup konsistensi antar waktu/generasi, antar wilayah, antar sektor,
antar tingkat pemerintahan dan antar unit pemerintahan pada level
pemerintahan yang sama.
b. Pelaksanaan
Tahap yang kedua adalah proses pelaksanaan atau implementasi. Setelah
dibuat sebuah perencanaan, kebijakan publik harus di laksanakan sesuai
apa yang telah direncanakan. Perencanaan yang baik adalah perencanaan
yang dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Menurut
Tjiptoherijanto dan Manurung (2010: 123) menjelaskan bahwa “daya
dukung administrasi publik dalam pelaksanaan kebijakan publik amat
diperlukan dengan membutuhkan sumber daya keuangan, sumber daya
alam dan sumber daya non manusia yang paling besar di antara fungsi-
fungsi administrasi publiknya”. Fakta juga menunjukkan bahwa
34
pelaksanaan kebijakan publik membutuhkan jumlah SDM yang paling
besar di antara unit perencanaan dan evaluasi.
c. Evaluasi
Setelah melaksanakan kegiatan dilakukan evaluasi. Evaluasi ditujuan
untuk mengetahui apakah perencanaan yang telah disusun dapat
dilaksanakan dengan efisien. Hal tersebut dimaksudkan apakah
perencanaan sudah sesuai dengan kondisi yang direncanakan dan dapat
dilakukan untuk masa berikutnya. Menurut Tjiptoherijanto dan Manurung
(2010: 124) menjelaskan bahwa:
“Persoalan yang dihadapi dalam fungsi evaluasi kebijakan publik adalah
kemampuan menyusun, mengadaptasi dan memahami karakteristik dari
indikator-indikator keberhasilan yang digunakan. Administrator publik
harus memiliki kemampuan analisis strategis tentang hubungan antara
indikator keberhasilan. Administrator publik juga perlu mempunyai
kemampuan analisis perubahan dan pandangan yang tajam/jeli tentang
masa depan, sehingga evaluasi atas kebijakan publik yang dilakukan
bersifat holistic, futuristik, dan dinamis.”
Dengan adanya proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi diharapkan
kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah dapat diimplementasikan
dengan baik dan berkelanjutan.
B. Perencanaan Pembangunan
1. Pengertian Perencanaan Pembangunan
Perencanaan menurut Hills (1994) dalam Abidin (2011) mendefinisikan
“perencanaan” sebagai ”suatu proses yang bersinambungan”, yang mencakup
“keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber
daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.
35
Menurut La Peire dalam Abidin (2011) pembangunan adalah usaha yang secara
sistematis direncanakan dan dilakukan untuk mengubah situasi dan kondisi
masyrakat ketaraf yang lebih sempurna. Sedangkan menurut Ginandjar
Kartasasmita (1994) Pembangunan merupakan suatu proses perubahan kearah
yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana selain itu
pembagunan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara
dan pemerintah. Pembangunan sangat berkaitan erat dengan perencanaan,
menurut Badruddin (2009) pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan atau terencana untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat.
Sedangkan menurut Suparlan (1997) Pembangunan sebagai serangkaian upaya
yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, badan-badan atau lembaga-
lembaga internasional, nasional atau lokal yang terwujud dalam bentuk-bentuk
kebijaksanaan, program, atau proyek, yang secara terencana mengubah cara-cara
hidup atau kebudayaan dari sesuatu masyarakat sehingga warga masyarakat
tersebut dapat hidup lebih baik atau lebih sejahtera daripada sebelum adanya
pembangunan tersebut.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan
merupakan proses perubahan yang direncanakan dengan tujuan agar kehidupan
masyarakat menjadi lebih baik di masa depan.
Pembangunan Menurut Seers dalam Abidin (2011) pembangunan adalah
Sebagai perubahan kearah yang lebih baik. Menurut Rostow pembangunan adalah
transformasi dari Negara terbelakang menjadi negar maju dan dapat dijelaskan
melalui urutan tingkatan atau tahap. Menurut La Peire dalam Abidin (2011)
pembangunan adalah usaha yang secara sistematis direncanakan dan dilakukan
36
untuk mengubah situasi dan kondisi masyrakat ketaraf yang lebih sempurna.
Menurut Riggs pembangunan adalah Orientasi yang menguntungkan Menurut
Gouled pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan sosial, modernisasi
adalah bentuk khusus (special case) dari pembangunan, dan industrialisasi adalah
salah satu segi (a single faket) dari pembangunan. Di dalam Undang-Undang
No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
disebutkan bahwa perencanaan akan menetukan tindakan apa yang tepat untuk
masa depan. Melalui urutan pilihan dengan memperhitunglam sumber daya yang
tersedia. Sedangkan perencanaan pembangunan dapat di artikan pula sebagai
pembangunan nasional yakni upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
2. Ciri Perencanaan Pembangunan
Perencanaan merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan yang
diinginkan seperti mencapai perkembangan ekonomi yang kuat. Perkembangan
ekonomi dapat tercermin dalam pertumbuhan ekonomi yang positif dengan
meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat serta pengembangan ekonomi
daerah. Perencanaan pengembangan daerah tentu saja memiliki ciri khusus yang
membedakannya dengan perencanaan lain yang dilakukan oleh pemerintah
daerah. Ciri-ciri perencanaan pembangunan daerah adalah :
1. Menghasilkan program-program yang bersifat umum
2. Analisis perencanaan bersifat makro
37
3. Lebih efektif dan efesien digunakan untuk perencanaan jangka menengah
dan panjang
4. Memerlukan pengetahuan secara interdisipliner, general dan universal,
namun tetap memiliki spesifikasi masing-masing yang jelas
5. Flexibel dan mudah untuk dijadikan sebagai acuan perencanaan
pembangunan jangka pendek
Perencanaan pembangunan berbeda dengan perencanaan lainya, hal ini
dikarenakan berbagai alasan seperti ciri yang diungkapkan diatas. Dalam
prosesnya, perencanaan pembangunan berupaya untuk mencapai perkembangan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang positif. Selain itu perencanaan
pembangunan juga berupaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita
masyarakat dan melakukan perubahan struktur perekonomian.
Selanjutnya, perencanaan pembangunan juga diarahkan pada peningkatan
kesempatan kerja bagi masyarakat. Dengan kesempatan kerja yang memadai
maka Sumber Daya Manusia (SDM) akan terserap dan akan membantu
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan meningkatnya taraf hidup
masyarakat maka akan menekan kemiskinan yang menjadi permasalahan dalam
proses pembangunan. Dan dampak besar yang diharapkan terjadi adalah
pemerataan pembangunan. Dengan pemerataan maka pembangunan yang terjadi
tidak hanya satu sektor saja tetapi juga semua sektor (Abidin, 2011).
38
3. Tahap-Tahap Perencanaan Pembangunan
Adapun tahap-tahap dalam perencanaan pembangunan menurut Blakley
(1989) dalam Mudrajad (2004:h.48-49) menyebutkan bahwa ada 6 tahapan dalam
proses pembangunan ekonomi daerah. Diantaranya tahapan yang disebutkan oleh
Blakely adalah pengumpulan dan analisis data, pemilihan dtrategi pembangunan
daerah, pemilihan proyek-proyrk pembangnan, pembuatan rencana tindakan,
penentuan rincian proyek dan persiapan perencanaan secara keseluruhan dan
implementasi. Hal ini kemudian dijabarkan kedalam Tabel seperti berikut ini :
Tabel 1 Proses Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Tahap Tugas
I Pengumpulan dan Analisis Data
1. Penentuan Basis Ekonomi
2. Analsis Struktur Tenaga Kerja
3. Evaluasi Kebutuhan Tenaga Kerja
4. Analisis Peluang dan Kendala Pembangunan
5. Analisis Kapasitas Kelembagaan
II Pemilihan Strategi Pembangunan Daerah
1. Penentuan Tujuan dan Kriteria
2. Penentuan Kemungkinan-Kemungkinan Tindakan
3. Penyusunan Target Strategi
III Pemilihan Proyek-Proyek Pembangunan
1. Identifikasi Proyek Potensial
2. Penilaian Kelayakan Proyek
IV Pembuatan Rencana Tindakan
1. Prapenilaian Hasil Proyek
2. Pengembangan Input Proyek
3. Penentuan Alternatif Sumber Pembiayaan
4. Identifikasi Struktur Proyek
V Penentuan Rincian Proyek
1. Pelaksanaan Studi Kelayakan secara Rinci
2. Penyiapan Rencana Bisnis (business Plan)
3. Pengembangan, Pemantauan, dan Pengevaluasian Program
VI Persiapan Perencanaan Secara Keseluruhan dan Implementasi
1. Penyiapan Skedul Implementasi Rencana Proyek
2. Penyusunan Rencana Program Pembangunan secara
39
Keseluruhan
3. Targeting dan Marketing Aset-Aset Masyarakat
4. Pemasaran Kebutuhan Keuangan
Sumber : Blakely (1989) dalam Mudrajad (2004:h.48-49)
4. Pembiayaan Pembangunan
Definisi Pembiayaan Pembangunan Menurut David N. Hyman (1993),
Pembiayaan pembangunan adalah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari
upaya-upaya pemerintah dalam rangka membiayai berbagai pengeluaran
pemerintah sesuai fungsi yang diembannya terkait penyediaan barang dan jasa
bagi masyarakat, dimana dalam kegiatan penyediaan barang dan jasa yang
dilakukan oleh pemerintah terjadi melalui proses politik dengan berbagai
prosedur dan aturan yang berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan pilihan
masyarakat. Jadi, dalam hal ini pemerintah berperan sebagai penyedia
infrastruktur publik. Menurut Direktorat Neraca Pembayaran dan Kerjasama
Ekonomi Internasional, Bappenas Indonesia, secara garis besar sumber
pembiayaan pembangunan dikelompokkan menjadi sumber pajak dan non pajak.
Sumber pembiayaan lain yang dapat dijadikan alternatif berasal dari investasi
asing baik yang berupa penanaman modal asing langsung maupun arus masuk
modal swasta lainnya, perdagangan internasional yang bisa diarahkan sebagai
motor dari pembangunan, hutang dan bantuan luar negeri.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, Pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
40
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pajak dipungut pemerintah sebagai bentuk kewajiban warga negara
berkontribusi membangun suatu negara. Pajak dikenakan kepada orang – orang
tertentu yang yang memenuhi persyaratan untuk membayar pajak. Sumber
pembiayaan pembangunan melalui Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan
salah satu komponen aliran modal yang masuk ke suatu negara menunjukkan
bahwa penanaman modal asing adalah modal yang relatif stabil dan mempunyai
resiko yang kecil dibandingkan aliran modal lainnya, misalnya portofolio
investasi ataupun utang luar negeri. Salah satu sebabnya adalah dikarenakan
PMA tidak begitu mudah terkena gejolak fluktuasi mata uang (seperti halnya
investasi portofolio) ataupun beban bunga yang berat (misalnya utang luar
negeri). Sumber pembiayaan pembangunan berupa perdagangan internasional
diharapkan dapat menjadi mesin dari pertumbuhan ekonomi. Guna
mengembangkan perdagangan internasional, setidaknya diperlukan dua hal yaitu
penciptaan persaingan sehat dalam negeri untuk meningkatkan daya saing serta
peningkatan akses pasar perdagangan internasional. Sumber pembiayaan
pembangunan terakhir berasal dari utang dan bantuan luar negeri. Berdasarkan
pengalaman yang panjang, jika pinjaman tidak direncanakan secara matang dan
41
benar-benar sesuai dengan kebutuhan, tidak dialokasikan secara tepat sasaran
dan tidak dimanfaatkan secara efisien, maka utang luar negeri akan dapat
menimbulkan masalah besar dan bahkan menyebabkan fiskal unsustainable.
Sumber-Sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia
Berikut ini adalah kajian mengenaik sumber pembiayaan pembangunan
yang umum digunakan di Indonesia :
a. APBN
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci
yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu
tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN, perubahan APBN dan
pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-
Undang. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang
ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. Struktur APBN yang sekarang
dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia secara garis besar sebagai berikut:
a. Pendapatan Negara dan Hibah
b. Belanja Negara
c. Keseimbangan Primer
d. Surplus/Defisit Anggaran
e. Pembiayaan
42
b. APBD
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai tanggal 1
Januari sampai 31 Desember. Adapun APBD terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lain-lain.
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya.
c. Hutang/Pinjaman Daerah
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2005 Tentang Pinjaman Daerah, pinjaman daerah adalah semua transaksi
43
yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau
manfaat bernilai sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk
membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi
dalam perdagangan. Sumber pinjaman daerah berasal dari pemerintah pusat,
Negara donor melaului pemerintah pusat (two step loan), pasar modal dan
tabungan masyarakat. Pinjaman daerah dibutuhkan untuk membiayai
berbagai kebutuhan dan penyediaan fasilitas. Dalam pinjaman daerah
pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman pemerintah dan
pemerintah daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan
perkembangan nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi
60% dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Dalam melakukan
pinjaman, daerah wajib memenuhi persyaratan. Persyarataan Pinjaman
daerah, meliputi :
1. Jumlah sisa Pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang
akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum
APBD tahun sebelumnya.
2. Rasio kemampuan daerah untuk mengembalikan pinjaman
ditetapkan oleh pemerintah.
3. Tidak mepunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
bersal dari pemerintah
4. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak
lain.
44
5. Pendapatan daerah dan /atau barang milik daerah tidak boleh
dijadikan jaminan pinjaman daerah.
6. Proyek yang dibiayai dari Obligasi daerah beserta barang milik
daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan
jaminan obligasi daerah.
C. Keuangan Publik
1. Definisi Keuangan Publik
Keuangan publik adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari aktivitas
finansial pemerintah. Yang termasuk pemerintah disini adalah seluruh unit
pemerintah dan institusi atau organisasi pemegang otoritas publik lainnya yang
dikendalikan dan didanai oleh pemerintah.
Keuangan publik menjelaskan belanja publik dan teknik-teknik yang
digunakan oleh pemerintah untuk membiayai belanja tersebut. Keuangan publik
juga menganalisis pengeluaran publik untuk membantu kita dalam memahami
mengapa jasa tertentu harus disediakan oleh negara dan mengapa pemerintah
menggantungkannya pada jenis-jenis pajak tertentu. Dalam keuangan publik,
sebagai contoh, uraian-uraian mengapa pertahanan nasional harus dikelola oleh
negara sedangkan makanan diserahkan kepada swasta dan mengapa suatu negara
menggunakan komposisi berbagai jenis pajak bukan pada pajak tunggal
merupakan hal-hal yang dibahas didalamnya. Keuangan publik mempelajari
proses pengambilan keputusan oleh pemerintah, karena setiap keputusan
mempunyai pengaruh pada ekonomi dan keuangan rumah tangga dan swasta.
45
Sehingga, penting untuk mengembangkan model-model ekonomi yang membantu
menjelaskan arti alokasi sumber daya yang efisien atau optimal, arti keadilan, dan
antisipasi akibat finansial maupun ekonomi atas suatu keputusan publik. Dengan
demikian, fokus keuangan publik adalah mempelajari pendapatan dan belanja
pemerintah dan menganalisis implikasi dari kegiatan pendapatan dan belanja pada
alokasi sumber daya, ditribusi pendapatan, dan stabilitas ekonomi.
2. Asas –Asas Pengelolaan Keuangan Publik
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam
penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan
secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Aturan pokok
Keuangan Negara telah dijabarkan ke dalamasas-asas umum, yang meliputi baik
asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti
asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-
asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik (best
practices) dalam pengelolaan keuangan negara. Penjelasan dari masing-masing
asas tersebut adalah sebagai berikut.
a. Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran Negara dibuat
secara tahunan yang harus mendapat persetujuan dari badan legislatif
(DPR).
46
b. Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwa tidak
diperkenankan terjadinya percampuran antara penerimaan negara dengan
pengeluaran negara.
c. Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap,
berarti semua pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena
itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam
anggaran adalah jumlah brutonya.
d. Asas Spesialitas mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam mata
anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif artinya jumlah yang
telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan batas tertinggi
dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif berarti penggunaan anggaran
hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang telah ditentukan.
e. Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa
setiap pengguna anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja
organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi
tanggung jawabnya.
f. Asas Profesionalitas mengharuskan pengelolaan keuangan negara ditangani
oleh tenaga yang profesional.
g. Asas Proporsionalitas; pengalokasian anggaran dilaksanakan secara
proporsional pada fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat
prioritas dan tujuan yang ingin dicapai.
47
h. Asas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan adanya
keterbukaan dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan anggaran serta
atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independen.
i. Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri,
memberi kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa Keuangan untuk
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara secara
objektif dan independen.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya
prinsip-prinsip pemerintahan daerah. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut
di dalam undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan undang-undang
ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus
dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Ruang Lingkup Keuangan Publik
Ruang lingkup keuangan publik meliputi:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang,
dan melakukan pinjaman.
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga
c. Penerimaan negara.
d. Pengeluaran negara
e. Penerimaan daerah.
48
f. Pengeluaran daerah.
g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara/perusahaan daerah.
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah; dan
j. Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang
dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah,
yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau
perusahaan negara/daerah.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas secara ringkas
dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang
pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan. Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi enam fungsi, yaitu:
a. Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal. Fungsi
pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal ini meliputi
penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN, serta perkembangan dan
perubahannya, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan
ekonomi makro, pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, analisis
kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan fiskal dalam rangka
49
kerjasama internasional dan regional, penyusunan rencana pendapatan
negara, hibah, belanja negara dan pembiayaan jangka menengah,
penyusunan statistik, penelitian dan rekomendasi kebijakan di bidang
fiskal, keuangan, dan ekonomi.
b. Fungsi penganggaran. Fungsi ini meliputi penyiapan, perumusan, dan
pelaksanaan kebijakan, serta perumusan standar, norma, pedoman,
kriteria, prosedur dan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
APBN.
c. Fungsi administrasi perpajakan.
d. Fungsi administrasi kepabeanan.
e. Fungsi perbendaharaan.
Fungsi perbendaharaan meliputi perumusan kebijakan, standard, sistem
dan prosedur di bidang pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara,
pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah serta akuntansi
pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran
negara, pengelolaan kas negara dan perencanaan penerimaan dan
pengeluaran, pengelolaan utang dalam negeri dan luar negeri,
pengelolaan piutang, pengelolaan barang milik/kekayaan negara
(BM/KN), penyelenggaraan akuntansi, pelaporan keuangan dan sistem
informasi manajemen keuangan pemerintah.
50
f. Fungsi pengawasan keuangan.
Sementara itu, bidang moneter meliputi sistem pembayaran, sistem lalu
lintas devisa, dan sistem nilai tukar. Adapun bidang pengelolaan kekayaan negara
yang dipisahkan meliputi pengelolaan perusahaan negara/daerah.
4. Pendapatan Negara
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih negara. Pendapatan negara menggambarkan
jumlah uang ataupun barang yang diterima oleh negara sebagai bagian dari
pelaksanaan wewenang (hak) negara, baik yang bersumber dari masyarakat
maupun dari pihak lainnya.
Pendapatan negara terdiri dari pendapatan perpajakan, pendapatan negara
bukan pajak (PNBP) dan pendapatan hibah, yaitu sebagai berikut:
1. Pendapatan Perpajakan
Pajak merupakan iuran rakyat yang wajib diserahkan kepada negara
berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan), dengan tidak ada jasa timbal
balik (kontraprestasi) yang secara langsung dapat diterima oleh rakyat serta
digunakan sepenuhnya untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Pendapatan
Pajak di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu Pajak Negara dan
Pajak Daerah. Pajak Negara dipungut oleh Pemerintah Pusat, sedangkan pajak
Daerah dipungut oleh Pemerintah Daerah. Pendapatan perpajakan yang
51
merupakan sumber pendapatan pemerintah pusat disebut dengan pajak negara,
terdiri dari:
a. Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh), terdiri dari:
1) PPh Migas, contohnya antara lain: PPh Minyak Bumi dan PPh
Gas Alam serta PPh migas lainnya.
2) PPh Non-Migas, contohnya antara lain: PPh Pasal 21, PPh Pasal
22, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25/29 Orang
Pribadi, PPh Pasal 25/29 Badan, PPh Pasal 26, PPh Final dan
Fiskal Luar Negeri serta PPh Nonmigas Lainnya.
b. Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), terdiri dari PPN Dalam
Negeri, PPN Impor, Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah
(PPnBM) dan PPN Lainnya
c. Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), terdiri dari: PBB
Pedesaan, PBB Perkotaan, PBB Perkebunan, PBB Kehutanan, PBB
Pertambangan dan PBB Lainnya.
d. Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
e. Pendapatan Cukai, terdiri dari: Cukai Hasil Tembakau, Cukai Ethyl
Alkohol, Cukai Minuman mengandung Ethyl Alkohol, Pendapatan
Denda Administrasi Cukai dan Pendapatan Cukai Lainnya
f. Pendapatan Bea Masuk
g. Pendapatan Bea Masuk ditanggung Pemerintah atas Hibah (SPM
Nihil), Pendapatan Denda Administrasi Pabean
52
h. Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor (KITE) dan Pendapatan Pabean Lainnya.
i. Pendapatan Pajak/pungutan ekspor.
j. Pendapatan Bea Meterai, Pendapatan dari Penjualan Benda Materai,
Pendapatan Bunga Penagihan Pajak dan Pendapatan Pajak Tidak
Langsung Lainnya
Pemungutan penerimaan perpajakan pada pemerintah pusat
merupakan wewenang dan tanggungjawab Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Namun, sehubungan dengan
telah dikeluarkannya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah maka pendapatan negara dari PBB Perkotaan dan PBB
Perdesaan akan dialihkan menjadi pajak daerah (pendapatan daerah) sampai
paling lambat tanggal 31 Desember 2013. Sedangkan untuk pendapatan dari
BPHTB, telah menjadi pajak daerah sejak tahun 2011.
2. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah pendapatan yang
diterima oleh negara dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan ataupun
pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan tidak termasuk
penerimaan perpajakan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun
1997, PNBP dibagi menjadi dua bagian PNBP Umum, merupakan PNBP
yang pelaksanaan pemungutannya ada di seluruh Kementerian
Negara/Lembaga. PNBP Khusus, merupakan PNBP yang pelaksanaan
53
pemungutannya hanya dilakukan oleh satu kementerian negara/lembaga
tertentu yang mengacu kepada tugas pokok dan fungsi masing-masing
kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Sedangkan sesuai dengan
struktur komponen PNBP pada LKPP maka rincian PNBP dapat diuraikan
sebagai berikut:
Pendapatan Sumber Daya Alam, yang dapat berupa:
1. Pendapatan Minyak bumi, seperti Pendapatan Iuran Badan Usaha dari
kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak
(BBM).
2. Pendapatan Gas Alam, seperti Pendapatan Iuran Badan Usaha dari
kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa.
3. Pendapatan Pertambangan umum, seperti Pendapatan Iuran Tetap serta
Pendapatan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti)
4. Pendapatan Kehutanan, seperti Pendapatan dana reboisasi, Pendapatan
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Pendapatan Iuran Hak
Pengusahaan Hutan (IHPH), Pendapatan dana pengamanan hutan,
Pendapatan denda pelanggaran eksploitasi hutan serta Pendapatan dari
perlindungan hutan dan konservasi alam.
5. Pendapatan Perikanan, seperti Pendapatan penerimaan dana
kompensasi pelestarian sumber daya alam kelautan.
54
Pendapatan Bagian Laba BUMN, baik yang berasal dari Laba BUMN
Perbankan maupun laba BUMN non perbankan. Pendapatan PNBP Lainnya, yang
dapat berupa:
1. Pendapatan Penjualan, diantaranya terdiri dari: Pendapatan Penjualan
Hasil Produksi pemerintah atau barang-barang sitaan negara, serta
Penjualan Aset Milik Negara.
2. Pendapatan Sewa Aset Milik Negara.
3. Pendapatan Jasa, diantaranya terdiri dari: Pendapatan dari Jasa Rumah
Sakit dan Instansi Kesehatan Lainnya; Jasa Tempat
Hiburan/Taman/Museum dan Pungutan Usaha Pariwisata Alam
(PUPA); Jasa Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan, Teknologi,
Pendapatan BPN, Pendapatan DJBC; Jasa Kantor Urusan Agama; Jasa
Bandar Udara, Kepelabuhan, dan Kenavigasian; Jasa Lembaga
Keuangan (Jasa Giro); Jasa Penyelenggaraan Telekomunikasi; Jasa
Catatan Sipil dan jasa-jasa lainnya.
4. Pendapatan Bunga dan/atau premium obligasi
5. Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan, diantaranya terdiri dari:
Pendapatan Legalisasi Tanda Tangan; Pendapatan Pengesahan Surat
Dibawah Tangan; Pendapatan Uang Meja (Leges) dan Upah Pada
Panitera Badan Pengadilan (Peradilan); Pendapatan Ongkos Perkara;
Pendapatan Hasil Denda/Tilang dan sebagainya
55
6. Pendapatan Pendidikan, yang diantaranya terdiri dari: Pendapatan
Uang Ujian Masuk, Kenaikan Tingkat, dan Akhir Pendidikan; serta
Pendapatan Uang Ujian untuk Menjalankan Praktek
7. Pendapatan Gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
8. Pendapatan Bukan Pajak dari Luar Negeri
9. Pendapatan PNBP Lainnya, yang diantaranya terdiri dari:
Pendapatan Pelunasan Piutang dan/atau Ganti Rugi atas kerugian yang
diderita negara (TP/TGR). Pendapatan Lain-lain, seperti: Pendapatan Denda
Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan Pemerintah, Denda Administrasi PBHTB,
Denda Pelanggaran di Bidang Pasar Modal, Penerimaan Premi Penjaminan
Perbankan Nasional, Pendapatan Registrasi Dokter dan Dokter Gigi serta
Pendapatan Iuran Badan Usaha.
3. Pendapatan Hibah
Hibah adalah Penerimaan negara yang dapat berasal dari pemerintah
negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, badan/lembaga
dalam negeri atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang
dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu di bayar
kembali. Pendapatan hibah dapat berasal dari hibah dalam negeri dan hibah luar
negeri dan dimungkinkan terdapat di seluruh kementerian negara/lembaga, namun
yang terpenting dalam pengelolaan hibah adalah pendapatan hibah harus dikaitkan
dengan belanja hibah yang ada di kementerian negara/lembaga penerima hibah
tersebut. Adapun rincian pendapatan hibah adalah sebagai berikut:
56
Pendapatan Hibah Dalam Negeri, baik yang bersumber dari Perorangan,
Lembaga/Badan Usaha maupun pihak lainnya di dalam Negeri.
Pendapatan Hibah Luar Negeri, baik yang bersumber dari Perorangan,
Bilateral, Multilateral maupun pihak lainnya di Luar Negeri.
5. Keuangan Publik Untuk Pembiayaan Alokasi Dana Desa
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah,
baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima
kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk
menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan
pembiayaan negara adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi
pemerintah, hasil privatisasi (penjualan saham) perusahaan negara, penerimaan
kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan investasi
permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. Sedangkan Pengeluaran
pembiayaan negara adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Negara
antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal
pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran
tertentu, dan pembentukan dana cadangan.
Dengan adanya UU desa, kini desa memiliki kepastian dalam hal dana
yang dikelola oleh desa untuk pembangunan dan peningkatan perekonomian desa.
Dengan demikian desa memiliki kesempatan untuk membangun dalam rangka
mensejahterakan warganya. Jumlah alokasi Dana Desa 2017 yang telah ditetapkan
57
pemerintah dalam RAPBN 2017 yaitu sebesar Rp.60 trilyun. Besaran dana desa
ini mengalami kenaikan 3 kali lipat dari tahun anggaran 2015 dan mengalami
kenaikan 28% dari dana desa tahun 2016 ini yang sebesar Rp.49,96 trilyun. Jika
dibandingkan dengan road map Dana Desa 2015-2019 yang disusun oleh
Kementerian Keuangan, maka alokasi dana desa 2017 sebesar 60 trilyun tersebut
sebenarnya lebih rendah dari yang direncanakan untuk 2017 yaitu sebesar 81
trilyun. Meskipun demikian, adanya kenaikan dan desa sampai dengan tahun 2017
tetap patut disyukuri karena hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintahan
Preside untuk melaksanakan amanat UU desa khususnya yang terkait dengan
Dana Desa. Dalam kesempatan acara Ekspo Potensi Desa beberapa waktu lalu di
Padang, Sekjen Kemendesa PDTT Anwar Sanusi juga menyampaikan harapannya
agar dengan peningkatan jumlah dana desa maka bisa bertambah pula desa-desa
tertinggal yang terentaskan.
D. Alokasi Dana Desa
1. Definisi Alokasi Dana Desa
Alokasi Dana Desa atau ADD adalah dana yang bersumber dari Anggaran,
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan
desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
serta pelayanan masyarakat. ADD bagian keuangan Desa yang diperoleh dari Bagi
Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah yang diterima oleh kabupaten. Menurut Permendagri Nomor 113 Tahun
2014 Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
58
Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.. Di sejumlah daerah
kabupaten/kota, sebutan untuk ADD menggunakan istilah yang berbeda. Hal ini
dimungkinkan mengingat keanekaragaman bahasa dan adat istiadat di Indonesia.
Menurut Soemantri (2011: 166) bahwa presentase penggunaan Alokasi Dana
Desa ditetapkan 70% untuk pembiayaan pelayanan publik dan pemberdayaan
masyarakat diantaranya:
1. Penanggulangan kemiskinan diantaranya pendirian lumbung desa
2. Peningkatan kesehatan masyarakat diantaranya penataan posyandu.
3. Peningkatan pendidikan dasar
4. Pengadaan infrastruktur pedesaan seperti prasarana pemerintahan,
prasarana perhubungan, prasarana produksi, prasarana pemasaran dan
prasarana sosial.
5. Penyusunan dan pengisian profil desa, penyediaan dara-data, buku
administrasi desa dan lembaga kemasyarakatan lainnya
6. Perberdayaan sumber daya aparatur desa
7. Menunjang kegiatan pelaksanaan 10 program PKK
8. Kegiatan perlombaan desa
9. Penyelenggaraan musyawarah pemerintahan desa
10. Kegiatan Bulan Bakti Gotong Royong
11. Peningkatan kapasitas lembaga kemasyarakatan
59
12. Peningkatan potensi masyarakat bidang keagamaan, pemuda olahraga
Kegiatan lainnya untuk yang diperlukan oleh desa
Sedangkan 30% lagi untuk biaya operasional pemerintahan desa yaitu
untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa dengan prioritas
sebagai berikut:
a. Peningkatan Sumber Daya Manusia Kepala Desa dan Perangkat Desa
meliputi pendidikan, pelatihan, pembekalan dan studi banding
b. Biaya operasional tim pelaksana bidang pemerintahan.
c. Biaya tunjangan Kepala Desa, perangkat desa, tunjangan dan
d. operasional BPD , honor ketua RT/RW serta penguatan kelembagaan
RT dan RW.
e. Biaya perawatan kantor dan lingkungan Kantor Kepala Desa.
f. Biaya penyediaan data dan pembuatan pelaporan dan
pertanggungjawaban.
2. Tujuan Alokasi Dana Desa
Menurut Soemantri (2011: 157) tujuan Alokasi Dana Desa sebagai berikut.
a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan
b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan ditingkat
desa dan pemberdayaan masyarakat
c. Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan
d. Meningkatkanpengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya
dalammewujudkan peningkatan sosial.
60
e. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat.
f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka
pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.
g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat
h. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes)
4. Manfaat Alokasi Dana Desa
Menurut Sahdan, dkk. (2006: 6) terdapat beberapa manfaat ADD bagi
kabupaten/kota yakni sebagai berikut.
a. Kabupaten/Kota dapat menghemat tenaga untuk membiarkan desa
mengelola otonominya, tanpa terus bergantung kepada Kabupaten/Kota.
b. Kabupaten/Kota bisa lebih berkonsentrasi meneruskan pembangunan
pelayanan publik untuk skala luas yang jauh lebih strategis dan lebih
bermanfaat untuk jangka panjang (Tim FPPD, 2005).
Manfaat ADD bagi desa menurut Sahdan, dkk. (2006: 7) sebagai berikut.
a. Desa dapat menghemat biaya pembangunan, karena desa dapat mengelola
sendiri proyek pembangunannya dan hasil-hasilnya dapat dipelihara secara
baik demi keberlanjutannya.
b. Tiap-tiap desa memperoleh pemerataan pembangunan sehingga lebih
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat desa.
61
c. Desa memperoleh kepastian anggaran untuk belanja operasional
pemerintahan desa. Sebelum adanya ADD, belanja operasional
pemerintahan pemerintaha desa besarnya tidak pasti.
d. Desa dapat menangani permasalahan desa secara cepat tanpa harus lama
menunggu datangnya program dari pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
e. Desa tidak lagi hanya tergantung pada swadaya masyarakat dalam
mengelola persoalan pemerintaha, pembangunan serta sosial
kemasyarakatan desa.
f. Dapat mendorong terciptanya demokrasi di desa.
g. Dapat mendorong terciptanya pengawasan langsung dari masyarakat untuk
menekan terjadinya penyimpangan.
h. Dengan partisipasi semua pihak, maka kesejahteraan kelompok
perempuan, anak-anak, petani, nelayan, orang miskin, dan lain-lain dapat
tercipta.
5. Sasaran Alokasi Dana Desa
Menurut Sahdan, dkk. (2006: 8) peruntukan ADD adalah sebagai
berikut :
a. Untuk biaya pembangunan desa
b. Untuk pemberdayaan masyarakat
c. Untuk memperkuat pelayanan publik di desa
d. Untuk memperkuat partisipasi dan demokrasi desa
e. Untuk tunjangan aparat desa
62
f. Untuk operasional pemerintahan desa
g. Tidak boleh digunakan untuk kegiatan politik atau kegiatan
melawan hukum.
Sejalan dengan hal tersebut Soemantri (2011: 169) bahwa pelaksaan
kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam APBDes,
sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Desa dengan mengacu pada
Peraturan Bupati/Walikota, maka peruntukan ADD sebagai berikut.
a. Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil.
b. Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDes
c. Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan
d. Perbaikan lingkungan dan pemukiman
e. Teknologi Tepat Guna
f. Perbaikan kesehatan dan pendidikan
g. Pengembangan sosial budaya
h. Dan sebagainya yang dianggap penting
6. Tim Pelaksana Alokasi Dana Desa (ADD)
Dalam rangka pelaksanaan kelancaran pengelolaan Alokasi Dana Desa
dibentuk Tim Pembina Tingkat Kabupaten, Tingkat Pembina Tingkat Kecamatan
dan Tim Pelaksana Tingkat Desa.
63
a. Tim Pembina Tingkat Kabupaten
Menurut Soemantri (2011: 164) Tim Pembina Tingkat Kabupaten
ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Merumuskan kebijakan pengelolaan Alokasi Dana Desa
2. Membina dan mensosialisasikan pengelolaan Alokasi Dana Desa
3. Menyusun rekapitulasi laporan kegiatan penggunaan Alokasi Dana
Desa.
b. Tim Pembina Tingkat Kecamatan
Menurut Soemantri (2011: 164) Tim Pembina Tingkat Kecamatan
ditentukan oleh Camat dengan susunan sebagai berikut.
- Penanggungjawab : Camat
- Ketua : Sekretaris Camat
- Sekretaris : Kepala Seksi yang membidangi
- Pemberdayaan Masyarakat : 1. Kepala Seksi yang membidangi
Pemerintahan. 2 Kepala Seksi yang membidangi Perencanaan, 3.
Kepala Seksi yang membidangi Prasarana Umum
Menurut Soemantri (2011: 164) Tim Pembina Tingkat Kecamatan
mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pemantauan
kegiatan Alokasi Dana Desa.
2. Memverifikasi proposal dan persyaratan lainnya.
64
3. Mengadakan monitoring dan pengendalian kegiatan Alokasi Dana
Desa.
4. Menyusun rekapitulasi laporan kemajuan kegiatan dan pelaporan
keuangan.
5. Menyelesaikan permasalahan ditingkat desa dan melaporkan kepada
Tim Pembina Tingkat Kabupaten.
c. Tim Pelaksana Tingkat Desa
Menurut Soemantri (2011: 165) Tim Pelaksana Tingkat Desa
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa dengan susunan sebagai berikut:
- Ketua : Kepala Desa
- Sekretaris : Sekretaris Desa
- Bendahara : Kepala urusan yang membidangi Keuangan
- Anggota : Kepala Urusan Terkait
- Pelaksana Teknis : 1. LPM, 2. Tim Penggerak PKK Tingkat Desa, 3.
Organisasi kepemudaan di Desa, 4. Pemuka Agama/Adat, 5. Lembaga
Kemasyarakatan Lainnya yang ada di desa
6. Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDes oleh karena itu
dalam Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) harus memenuhi Prinsip
Pengelolaan Alokasi Dana Desa sebagai berikut:
65
1. Seluruh kegiatan yang didanai oleh Alokasi Dana Desa (ADD)
direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan
prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat.
2. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
administratif, teknis dan hukum.
3. Alokasi Dana Desa (ADD) dilaksanakan dengan menggunakan
prinsip hemat, terarah dan terkendali.
4. Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui Alokasi Dana Desa (ADD)
sangat terbuka untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat
berupa pemenuhan kebutuhan dasar, Penguatan kelembagaan desa
dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa yang
diputuskan melalui musyawarah desa.
5. Alokasi Dana Desa (ADD) harus dicatat dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) dan proses
penganggarannya mengikuti mekanisme yang berlaku.
Menurut Soemantri (2011: 158) rumus yang digunakan dalam Alokasi
Dana Desa sebagai berikut :
1. Azas merata adalah besarnya bagian bagian Alokasi Dana Desa yang
sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa
Minimal (ADDM).
2. Azaz adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa berdasarkan
Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel
tertentu (misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar,
66
kesehatan dan lain-lain), selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa
Proporsional (ADDP).
Pengelolaan Alokasi Dana Desa semua proses harus dijalankan melalui
musyawarah desa. Mulai dari menggali kebutuhan, merencanakan APBDes
(dimana ADD termasuk didalamnya), pelaksanaan, pengawasan, serta evaluasi.
Mekanisme yang transparan dan melibatkan masyarakat ini membangun proses
demokratisasi, sehingga dapat mencapai tujuan untuk kesejahteran masyarakat
desa. Menurut Sahdan,dkk. (2006: 23) pengelolaan ADD harus menyatu di dalam
pengelolaan APBDes, sehingga prinsip pengelolaan ADD sama persis dengan
pengelolaan APBdes, yang harus mengikuti prinsip-prinsip good governance,
yakni :
1. Partisipasif
Proses ADD, sejak perencanaan, pengambilan keputusan sampai
sampai dengan pengawasan serta evaluasi harus melibatkan banyak
pihak, artinya dalam mengelola ADD tidak hanya melibatkan para elit
desa saja (pemerintah desa, BPD, Pengurus LKMD/RT/RW ataupun
tokoh-tokoh masyarakat), tetapi juga harus melibatkan masyarakat lain
seperti petani, kaum buruh, perempuan, pemuda dan sebagainya.
2. Transparan
Semua pihak dapat mengetahui keseluruhan proses secara terbuka.
Selain itu, diupayakan agar masyarakat desa dapat menerima informasi
67
mengenai tujuan, sasaran, hasil, manfaat, yang diperolehnya dari setiap
kegiatan yang menggunakan dana ini.
3. Akuntabel
Keseluruhan proses penggunaan ADD, mulai dari usulan
peruntukannya, pelaksanaan sampai dengan pencapaian hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan di depan seluruh pihak terutama masyarakat desa.
4. Kesetaraan
Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan ADD mempunyai
hak dan kedudukan yang sama. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa pada Pasal 20 bahwa Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan
satu kesatuan pengelolaan keuangan desa.
Sejalan dengan hal tersebut pengelolaan ADD di desa diselenggarakan
meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban.
1. Tahap Perencanaan
Menurut Sutarno (2004: 109), perencanaan diartikan sebagai
perhitungan dan penentuan tentang apa yang dijalankan dalam rangka
mencapai tujuan tertentu dimana menyangkut tempat, oleh siapa pelaku itu
atau pelaksanaan tata cara mencapai tujuan tersebut. Dari pernyataan
tersebut perencanaan dapat diartikan sebagai pemilihan sekumpulan
kegiatan dan pemusatan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan,
68
bagaimana dan oleh siapa. Hal tersebut sesuai dengan Arikunto (1993:38)
aspek perencanaan, meliputi :
a. Apa yang dilakukan ?
b. Siapa yang melakukan?
c. Dimana akan dilakukan?
d. Apa saja yang diperlukan agar tercapainya tujuan dapat
dilakukan?
e. Bagaimana melakukannya?
f. Apa saja yang dilakukan agar tercapainya tujuan dapat
maksimum ?
Pada prinsipnya perencanaan merupakan suatu proses yang tidak
mengenal akhirnya dan untuk mencapai hasil yang memuaskan maka harus
mempertimbangkan kondisi diwaktu yang akan datang. Pada hakekatnya
perencanaan adalah sebuah proses yang penting dan menentukan keberhasilan
suatu tindakan (Suharto, 2010: 71). Dengan demikian, kunci keberhasilan dalam
pengelolaan atau manajemen tergantung dalam proses perencanaannya. Apabila
jika gagal merencanakan maka kita merencanakan gagal. Perencanaan pada
dasarnya merupakan usaha secara sadar, terorganisir dan terus menerus dilakukan
guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada untuk
mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pemaparan konsep di atas dapat dikatakan
bahwa perencanaan menunjuk pada kegiatan-kegiatan pelayanan yang dilakukan
suatu instansi untuk mensejahterakan anggotanya. Setiap perencanaan dibuat
mengikuti tahapan tertentu. Tahapan tersebut biasanya berbeda-beda tergantung
pada jenis perencanaan, tujuan perencanaan dan konteks perencanaan (Suharto,
2010: 75). Dalam tahap perencanaan meliputi identifikasi masalah, penentuan
tujuan dan penyusunan dan pengembangan rencana kegiatan (Suharto, 2010: 75).
69
Identifikasi masalah erat kaitannya dengan kebutuhan. Kebutuhan dapat
didefinisikan sebagai kekurangan yang mendorong masyarakat untuk
mengatasinya (Suharto, 2010: 76). Penentuan tujuan dapat menjadi target yang
menjadi dasar bagi pencapaian keberhasilan program. Selanjutnya “penyusunan
dan pengembangan rencana program, para perencana (stakeholders) bersama-
sama menyusun pola rencana intervensi dan komprehensif. Pola ini menyangkut
tujuan-tujuan khusus, strategi-srategi, tugas-tugas dan prosedur yang ditujukan
untuk membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan pemecahan masalah”
(Suharto, 2010: 78). Berdasarkan penjelasan tentang konsep perencanaan, maka
perencanaan dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai suatu cakupan tindakan
atau kegiatan pelaku Pengelola ADD) dengan maksud tujuan tertentu yakni untuk
memecahkan masalah yang ada dan memberikan solusi secara nyata berupa
program-program untuk memecahkan masalah tersebut. Perencanaan yang
dimaksud dalam konteks ini adalah perencanaan yang dilakukan oleh Tim
Pelaksana ADD dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa. Penyusunan rencana
kerja dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) meliputi kegiatan sebagai
berikut.
a. Pembentukan kelembagaan Pengelola Alokasi Dana Desa Untuk
mengelola ADD, desa harus mempersiapkan kelembagaan yang terdiri
dari Tim Pelaksana, Tim Pengawas dan Tim Evaluasi secara khusus. Tim-
tim tersebut dibutuhkan agar ADD dapat dikelola dengan baik dan sesuai
dengan kepentingan masyarakat.
70
b. Kepala desa mengadakan sosialisasi pelaksanaan ADD dan membentuk
Tim Pelaksana ADD yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa
sesuai kebutuhan peraturan yang berlaku.
c. Kepala Desa dan Perangkat Desa membuat rencana detail tentang
penggunaan Alokasi Dana Desa untuk penyelenggaraan pemerintahan.
d. Kepala Desa bersama LPMD dan tokoh masyarakat membuat rencana
detail tentang Alokasi Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat
termasuk rencana biaya, kelompok sasaran, kebutuhan material dan tenaga
dari masyarakat dan lain-lain sesuai kebutuhan yang berlaku.
mengidentifikasi masalah yang paling dibutuhkan yang selanjutnya
diimplemntasikan dalam program yang akan didanai oleh ADD.
e. Kepala desa menuangkan kegiatan yang didanai ADD dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
2. Tahap Pelaksanaan
Menurut Rue dan Byars (2006: 6) pengorganisasian merupakan
pengelompokan kegiatan-kegiatan penugasan kegiatan kegiatan penyediaan
keperluan, wewenang untuk melaksanakan kegiatannya. Pelaksanaan atau
Organizing dapat diartikan sebagai implementasi dari perencanaan dan
pengorganisasian, dimana seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan
satu organisasi tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang
masing masing untuk dapat mewujudkan tujuan Pelaksanaan atau
pengorganisasian juga dapat diartikan sebagai proses membagi kerja ke dalam
tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang
71
sesuai dengan kemampuannya dan mengalokasikan sumber daya serta
mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan (Fattah,
2008:71). Jadi setelah melaksanakan perencanaan maka langkah selanjutnya
adalah pengorganisasian, dalam hal ini harus jelas siapa yang menjalankan dan
yang dijalankan, agar semuanya berjalan dengan lancar. “Tahap pelaksanaan
program intinya menunjuk pada perubahan proses perencanaan pada tingkat
abstraksi yang lebih rendah. Penerapan kebijakan atau pemberian pelayanan
merupakan tujuan, sedangkan operasi atau kegiatan-kegiatan untuk mencapainya
adalah alat pencapaian tujuan” (Suharto, 2010: 79)
3. Tahap Pengawasan
Pengawasan adalah kegiatan membandingkan atau mengukur yang sedang
atau sudah dilaksanakan dengan kriteria norma-norma standar atau rencana-
rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya (Suharno NS, 2004: 128).
Pengawasan meliputi kegiatan pemantauan dan evaluasi, dapat dilakukan
perbaikan selama kegiatan berlangsung atau untuk memperbaiki program kegiatan
berikutnya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik. Sejalan
dengan Suharto (2010: 118) monitoring atau pengawasan adalah pemantauan
secara terus menerus proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Menurut
Suharto (2010: 118) tujuan pengawasan meliputi:
i. Mengetahui bagaimana masukan (inputs) sumber-sumber dalam
rencana digunakan.
ii. Bagaimana kegiatan-kegiatan dalam implementasi digunakan.
72
iii. Apakah rentang waktu implementasi terpenuhi secara tepat atau
tidak.
iv. Apakah setiap saat aspek dalam perencanaan dan implementasi
berjalan dengan yang diharapkan.
Dengan demikian monitoring atau pengawasan adalah mekanisme yang
digunakan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang mungkin timbul
dalam suatu kegiatan dengan membandingkan antara apa yang diharapkan dan apa
yang dilakukan. Berdasarkan pernyataan di atas pengawasan dalam penelitian ini
dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan untuk menjamin atau
menjaga agar rencana dapat diwujudkan sesuai dengan yang ditetapkan.
Pengawasan dilakukan untuk pengendalian yang efektif bisa saja terjadi
penyimpangan dari rencana yang ada.
4. Tahap Pertanggungjawaban
Menurut Arnos Kwaty dalam Hansen (2005:116) mengatakan:
“Pertanggungjawaban adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai
oleh setiap pusat pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh
para pimpinan untuk mengoperasikan pusat-pusat pertanggungjawaban mereka”
Dari konsep di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban
adalah sistem yang mengukur perencanaan dengan anggaran dan kegiatan dalam
berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban yang harus
dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan pengendalian periodik.
73
7. Faktor yang mempengaruhi Pengelolaan Alokasi Dana Desa
1. Sektor Pemerintah Desa
Pemerintahan Desa sangat rentan dengan perubahan. Perubahan yang
terjadi dapat menimbulkan kesinambungan yang baik dan sebaliknya.
Menghadapi beberapa faktor yang dapat merubah pemerintahan desa
diharapkan pemerintah desa dapat tetap stabil untuk menjaga situasi dan
kondisi masyarakat yang tetap teratur. Beberapa faktor tersebut bisa berasal
dari empat faktor berikut ini.
2. Faktor Politik
Pada faktor politik dilihat dari kesadaran bernegara masyarakatnya
cukup baik misalnya pada kesadaran masyarakat untuk berhubungan dengan
kantor Kades dapat dikatakan lancar terbukti surat-surat yang diperlukan oleh
anggota masyarakat cepat urusannya misalnya KTP, Surat keterangan dan
lain-lain. Dan dengan adanya partisipasi politik yang sudah berkembang pada
masyarakat desa membantu kepala-kepala lingkungan yang ada berperan
sebagaimana yang diharapkan, sehingga mempermudah dan mempercepat
tugas-tugas di pedesaan atau di kelurahan.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi sangat mempengaruhi akan kelancaran roda organisasi
pemerintahan Desa. Dapat dilihat dari jumlah surat-surat jalan, KTP, Surat
Keterangan lainnya. Dapat dilihat juga dari kewajiban bayar pajak dan
74
retribusi misalnya PBB, disamping itu sumbangan masyarakat pada hari-hari
besar (Negara maupun Agama).
4. Faktor Sosial Budaya
Masyarakat adalah kumpulan dari individu-lndividu atau sekelompok
manusia. Atau dengan pengertian lain dapat dikatakan bahwa masyarakat
adalah satu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah teratur
dan boleh dikatakan stabil. Dalam bidang ini yang perlu diperhatikan adalah
kelompok-kelompok atau golongan yang mempunyai pengaruh dalam
masyarakat. Setiap masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama, dimana
akan terbentuklah berbagai macam organisasi sosial. Setiap masyarakat
mengenal organisasi sosial, struktur kelas dan sebagainya, sekalipun sifatnya
dan cirinya berbeda-beda, faktor ini berhubungan erat dengan struktur sosial
yang mempunyai nilai sosial yang mengatur kehidupan masyarakat
sekelilingnya karena manusia selain sebagai mahluk berpikir, juga mempunyai
daya kreasi, sehingga dapat menarik pelajaran dari pengalamannya dan
mencetuskan ide-ide yang baru sebagai hasil dari proses sosial. Proses sosial
merupakan suatu proses yang berarti bahwa merupakan suatu gejala
perubahan. Perubahan sosial tidak terjadi secara mendadak, melainkan
berubah karena hasil pendidikan dan kebudaaan. Oleh sebab itu faktor yang
penting dalam pertumbuhan suatu masyarakat adalah faktor waktu, karena
waktu memberikan kesempatan pada individu untuk bekerja sama.
75
5. Faktor Hankam
Perkembangan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, apabila
tidak didukung oleh situasi dan kondisi yang mantap dan stabil. Oleh sebab itu
diperlukan adanya keamanan yang mantap dan mandiri. Aman, tenteram,
tertib dan sentosa adalah idaman setiap insan (manusia) di dalam suatu
masyarakat. Dengan adanya faktor keamanan yang terjamin, maka
memungkinkan masyarakatnya mencari nafkah lebih luas dan leluasa (sesuai
dengan kaedah dan norma yang berlaku sehingga pandapatannya dapat lebih
meningkat lagi.
Faktor politik, ekonomi, dan sosial budaya sudah jelas mempengaruhi
akan faktor Hankam ini. Ketentraman, tertib, harmonis, tolong-menolong,
setia kawan dan efektifnya lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada
menyebabkan situasi dan kondisi masyarakat menjadi mantap dan stabil.
Selanjutnya untuk menganalisa hasil penelitian ini maka peneliti mengambil
teori manajemen pengelolaan sebuah organisasi.
E. Teori Manajemen POSDCORB
1. Pengertian Teori Manajemen POSDCORB
Luther Gullick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu
pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk mamahami mengapa dan
bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem
kerjasama ini lebih manfaat bagi kamanusiaan. Manajeman dikatakan baik apabila
memiliki tujuan dan sasaran yang jelas dan diketahui oleh semua orang yang
76
terlibat dalam kegiatan. Selanjutnya, menyusun langkah-langkah untuk mencapai
tujuan dengan memanfaatkan segala sumber daya (manusia, dana, sarana,
kesempatan, sumber alam dan lainnya) secara optimal, efektif dan efesien. Tiap
elemen-elemen ditata agar tidak tumpang tindih.
Manajemen merupakan bidang pengetahuan yang berusaha secara
sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja sama untuk
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Definisi manajemen
yang disampaikan oleh Gullick ini merupakan pengertian manajemen jika dilihat
dari segi ilmu pengetahuan. Ini adalah fungsi manajemen menurut Luther Gulick
yang biasa dikenal dengan singkatan POSDCORB.
2. Penjabaran dari fungsi manajemen menurut LUTHER GULLICK
a. Planning (Perencanaan)
Perencanaan yang kata dasarnya “rencana” pada dasarnya merupakan
tindakan memilih dan menetapkan segala aktifitas dan sumberdaya yang akan
dilaksanakan dan digunakan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan
tertentu. Perencanaan mengacu pada pemikiran dan penentuan apa yang akan
dilakukan di masa depan, bagaimana melakukannya, dan apa yang harus
disediakan untuk melaksanakan aktivitas tersebut untuk mencapai tujuan secar
maksimal.
- Fungsi dari perencanaan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Menjelaskan berbagai masalah.
2) Menentukan prioritas masalah.
77
3) Menentukan tujuan dan indicator keberhasilan.
4) Mengkaji hambatan dan kendala.
5) Menyusun rencana kerja operasioanal.
- Sedangkan manfaat perencanaan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengurangi ketidakpastian serta perubahan pada waktu
mendatang.
2) Dimungkinkan melakukan pilihan dari berbagai alternatif tindakan.
3) Mengarahkan perhatian pada tujuan.
4) Merupakan sarana untuk mengadakan pengawasan.
5) Memudahkan melakukan koordinasi diantara berbagai organisasi
6) Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti, sehingga menghemat
waktu, usaha dan dana.
- Langkah-langkah dalam perencanaan :
1) Menyadari adanya peluang, meskipun datangnya lebih dahulu
daripada apa yang biasanya dianggap sebagai perencanaan yang
sebenarnya, kesadaran akan suatu kesempatan adalah titik awal
yang sebenarnya untuk perencanaan. Hal itu meliputi suatu
pandangan pendahuluan terhadap kemungkinan adanya peluang-
peluang di hari depan dan kemampuan untuk melihanya dengan
jelas dan lengkap.
2) Menentukan sasaran, langkah kedua dalam perencanaan itu sendiri
ialah menetapkan sasaran-sasaran bagi seluruh perusahaan dan
kemudian bagi setiap unit bawahannya.
78
3) Menentukan premis, suatu langkah logis ketiga dalam perencanaan
adalah menetapkan, mendapat persetujuan untuk memanfaatkan,
dan menyebarkan premis-premis perencanaan kritis. Hal itu adalah
data yang dapat diramaikan dari sifat sesungguhnya, kebijakan
pokok yang bisa diaplikasikan, dan rencana-rencana perusahaan
yang ada. Premis adalah asumsi-asumsi perencanaan – dengan kata
lain, lingkungan yang diharapkan dari rencana-rencana yang
sedang dilaksanakan.
4) Menentukan arah tindakan alternatif, langkah keempat ialah
mencari dan memeriksa arah-arah alternatif dalam tindakan,
khususnya yang tidak Nampak dengan segera.
5) Mengevaluasi arah tindakan alternatif, setelah menemukan arah
tindakan alternatif dan memeriksa titik kuat dan lemahnya, langkah
kelima ialah mengevaluasi arah tindakan itu dengan menimbang
berbagai faktor dari sudut premis dan tujuan.
6) Memilih satu arah tindakan, yaitu titik dimana suatu rencana
diterima, titik sesungguhnya mengenai pengambilan keputusan.
7) Merumuskan rencana turunan, pada titik dimana suatu keputusan
diambil, perencanaannya jarang lengkap dan langkah lain
diusulkan. Biasanya selalu diperlukan rencana turunan (derivatif)
untuk mendukung rencana pokok.
8) Mengurutkan rencana berdasarkan anggaran, setelah keputusan
diambil dan rencana telah ditentukan, langkah terakhir untuk
79
memberikan arti kepada rencana itu, sebagaimana telah
digambarkan dalam pembicaraan di atas mengenai jenis-jenis
rencana, ialah memberi nomor kepada rencana-rencana itu dengan
merubah rencana itu menjadi anggaran.
- Persyaratan perencanaan terdiri dari :
1) Harus didasarkan pada tujuan yang jelas, maksudnya semua
komponen perencanaan dikembangkan dengan berorientasi pada
tujuan yang jelas.
2) Bersifat sederhana, realistis, dan praktis, maksudnya perencanaan
yang dibuat tidak bersifat muluk-muluk.
3) Terperinci, maksudnya harus memuat segala uraian dan klasifikasi
rangkaian tindakan yang akan dilaksanakan.
4) Memiliki fleksibilitas artinya perencanaan yang dibuat tidak
bersifat kaku.
5) Terdapat perimbangan antara unsure atau komponen yang terlibat
dalam pencapaian tujuan.
6) Diupayakan adanya penghematan sumber daya serta kemungkinan
diadakannya sumberdaya tersebut di masa-masa aktivitas sedang
berlangsung.
7) Diusahakan agar tidak terduplikasi dalam pelaksanaan.
80
b. Organizing (Pengorganisasian)
Pengoganisasian diartikan sebagai kegiatan pembagi tugas-tugas pada
orang yang terlibat dalam kerja sama di suatu institusi. Kegiatan pengorganisasian
menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas sesuai prinsip pengorganisasian.
Sehingga pengorganisasian dapat disebut sebagai keseluruhan proses memilih
orang-orang serta mengalokasikannya sarana dan prasarana untuk memunjang
tugas orang-orang itu dalam organisasi dan mengatur mekanisme kerjanya
sehingga dapat menjamin pencapaian tujuan.
Dengan memandang pengorganisasian sebagai suatu proses, jelaskan
bahwa banyak input dasar harus diperhatikan. Pertama-tama, struktur itu harus
mencerminkan tujuan-tujuan dan rencana-rencana karena aktivitas suatu institusi
diturunkan dari situ. Kedua, struktur itu harus mencerminkan otoritas yang
tersedia bagi manajer-manajer institusi. Jadi, otoritas dalam organisasi tertentu
adalah hal yang ditentukan secara sosial untuk menjalankan kebijakan; dengan
demikian, organisasi demikian itu dapat diubah. Ketiga, struktur organisasi seperti
setiap rencana mana pun, harus mencerminkan lingkungannya. Keempat,
organisasi itu harus diisi dengan staf yang terdiri dari orang-orang.
c. Staffing (Penyusunan Pegawai)
Pengisian jabatan (staffing) akan mempengaruhi “kepemimpinan dan
pengendalian”. Pengisian jabatan mengharuskan adanya pendekatan dengan
sistem terbuka (open-system approach). Pengisian jabatan dilaksanakan di dalam
institusi, yang pada gilirannya mempunyai hubungan dengan lingkungan luarnya.
81
Oleh karena itu faktor-faktor intern perusahaan, seperti kebijaksanaan
personalia, iklim organisasi dan sistem imbalan, harus diperhitungkan. Jelasnya,
tanpa imbalan yang mencukupi, mustahillah untuk menarik manajer dengan
kualitas yang tinggi dan menahannya, untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut.
Lingkungan luar juga tak dapat diabaikan; teknologi tinggi membutuhkanpara
manajer yang terlatih baik, berpendidikan cukup, ini dapat menghambat
perusahaan untuk berkembang dengan kecepatan yang diinginkan.
Seperti fungsi-fungsi manajemen lainnya, staffing juga merupakan fungsi
yang tidak kalah pentingnya. Tetapi agak berbeda dengan fungsi lainnya,
penekanan dari fungsi ini lebih difokuskan pada sumber daya yang akan
melakukan kegiatan-kegiatan yang telah direncakan dan diorganisasikan secara
jelas pada fungsi perencanaan dan pengorganisasian. Aktifitas yang dilakukan
dalam fungsi ini, antara lain menentukan, memilih, mengangkat, membina,
membimbing sumber daya manusia dengan menggunakan berbagai pendekatan
dan atau seni pembinaan sumber daya manusia.
Penyediaan staf merupakan pengarahan dan latihan sekelompok orang
yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi kerja yang
menyenangkan. Dalam upaya mengembangkan staf metode yang dapat
dipergunakan, antara lain: latihan jabatan, penugasan khusus, simulasi, permainan
peranan, satuan tugas penelitian, pengembangan diri dan seterusnya. Sementara
itu ada tiga tipe program pengembangan staf yang terdiri dari: presupervisory
programs, middle management programs dan executive development programs.
82
d. Directing (Pengarahan)
Pengarahan adalah penjelasan, petunjuk, serta pertimbangan dan
bimbingan terdapat para petugas yang terlibat, baik secara struktural maupun
fungsional agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar, dengan
pengarahan staff yang telah diangkat dan dipercayakan melaksanakan tugas di
bidangnya masing-masing tidak menyimpang dari garis program yang telah
ditentukan.
Pengarahan (orientasi) meliputi mengenalkan pegawai baru kepada
perusahaan, fungsinya, tugasnya, dan orang-orangnya. Perusahaan besar biasanya
mempunyai program pengarahan yang formal yang menerangkan hal-hal ini:
sejarah, produk dan jasa, kebijaksanaan umum, organisasi (divisi, departemen,
dan lokasi), tunjangan (asuransi, pension, cuti), persyaratan kerahasiaan dalam
kontrak pertahanan, dan peraturan keamanan ,dan lain-lain.
Dalam pelaksanaannya pengarahan ini seringkali dilakukan bersamaan
dengan controlling sambil mengawasi, manajer sering kali memberi petunjuk atau
bimbingan bagaimana seharusnya pekerjaan dikerjakan. Jika pengarahan yang
disampaikan manajer sesuai dengan kemauan dan kemampuan dari staf, maka staf
pun akan termotivasi untuk memberdayakan potensinya dalam melaksanakan
kegiatannya.
Pengarahan pada hakikatnya adalah keputusan-keputusan pimpinan yang
direncanakan dapat berjalan dengan baik. Dengan pengarahan (directing)
diharapkan :
83
1) Adanya kesatuan perintah (unity of command), artinya dengan
pengarahan ini akan diperoleh kesamaan bahasa yang harus dilaksanakan
oleh para pelaksana. Sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran yang dapat
membingungkan para pelaksana.
2) Adanya hubungan langsung antara pimpinan dengan bawahan, artinya
dengan pengarahan yang berupa petunjuk atau perintah oleh atasan yang
langsung kepada bawahan, tidak akan terjadi mis komunikasi. Di
samping itu pengarahan yang langsung ini dapat mempercepat hubungan
antara atasan dan bawahan.
3) Adanya umpan balik yang langsung, artinya pimpinan dengan cepat
memperoleh umpan balik terhadap kegiatan yang dilaksanakan.
Selanjutnya umpan balik ini dapat segera digunakan untuk perbaikan.
e. Coordinating (Koordinasi)
Coordinating atau pengkoordinasian merupakan satu dari beberapa fungsi
manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan,
percekcokan, kekosongan kegiatan dengan jalan menghubungkan, menyatukan
dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarah
dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Koordinasi adalah mengimbangi dan
menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok
dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan
keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri.
84
Pengkoordinating merupakan suatu aktivitas manajer membawa orang-
orang yang terlibat organisasi ke dalam suasana kerja sama yang harmonis.
Dengan adanya pengoordinasian dapat dihindari kemungkinan terjadinya
persaingan yang tidak sehat dan kesimpangsiuran di dalam bertindak antara
orang-orang yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi.
Koordinasi ini mengajak semua sumber daya manusia yang tersedia untuk
bekerjasama menuju ke satu arah yang telah ditentukan. Koordinasi diperlukan
untuk mengatasi kemunginan terjadinya duplikasi dalam tugas, perebutan hak dan
wewenang atau saling merasa lebih penting di antara bagian dengan bagian yang
ada dalam organisasi.
f. Reporting (Pelaporan)
Pelaporan adalah kegiatan berhubungan dengan laporan dari setiap
kejadian, lancar tidaknya aktivitas, apakah ada kemajuan atau tidak. Ini kebalikan
dari directing yang datang dari atasan kebawahan sedang ini dari bawah keatas.
Disini terjadi “two-way traffic”. Kegiatan eksekutif menyampaikan informasi
tentang apa yang sedang terjadi kepada alasannya, termasuk menjaga agar dirinya
dan bawahannya tetap mengetahui informasi lewat laporan-laporan, penelitian,
dan inspeksi (keeping those to whom the excutive is responsible informed as to
what is going on, which those includes keeping himself and his subordinates
inform through record , research, inspection).
85
g. Budgetting (Pembuatan Anggaran)
Penganggaran adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian
organisasi melalui perencanaan fiskal dan akuntansi. Dalam penyusunan anggaran
dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1) Pengetahuan tentang tujuan dan kebijakan umum organisasi.
2) Data masa lalu.
3) Kemungkinan perkembangan kondisi ekonomi.
4) Pengetahuan tentang taktik, strategi pesaing, dan gerak-gerik pesaing.
5) Kemungkinan adanya perubahan kebijakan pemerintah.
6) Penelitian untuk pengembangan perusahan.
- Penganggaran sebagai Suatu Sistem
Sebagai suatu sistem, anggaran terdiri komponen-komponen yang saling
bergantung dan saling mempengaruhi yang kesemuanya dipersiapkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen penganggaran
tersebut adalah:
1) Komponen masukan (input) yang terdiri dari tenaga penyusun
anggaran, informasi kegiatan dan keuangan, organisasi dan
tatalaksana, kebijakan- kebijakan Direktur serta peralatan yang
diperlukan dalam penganggaran.
2) Komponen proses terdiri dari perencanaan (planning for planning),
pengorganisasian, kegiatan yaitu mengumpulkan, mengolah,
86
menganalisa data, dan menyusun anggaran, serta pengawasan dan
pengendalian melalui konsultasi kepada Direktur dan Pemerintah.
3) Komponen keluaran (out-put) adalah anggaran yang telah disetujui
dan disahkan oleh Pemerintah.
Ditinjau dari segi penggerakan bawahan dalam rangka filsafat administrasi
dan manajemen, dari rangkaian itu yang terpenting ialah fungsi directing.
Directing sebagai konsep adalah lebih lunak dari comanding. Jika dihubungkan
dengan masyarakat dan perkembangan ilmu administrasi yang telah semakin
berkembang, dengan mudah dapat dipahami penggunaan istilah yang lebih lunak
itu. Gullick menulis karyanya tahun 1930 pada waktu Ilmu Administrasi Negara
telah lebih meningkat. Dari berbagai penjelasan yang menjadi klasifikasi dari
berbagai penulis hampir serupa, namun ketika membahas tentang hubungan yang
terjadi disaat perkembangan POAC menuju POSDCORB akan ada beberapa
perspektif, namun dalam hal ini penulis akan mengambil salah satu dari berbagai
pendapat tersebut untuk menjadi panduan dalam analisis.
Dalam buku Dasar-dasar Manajemen Umum karya Wursanto (1986:24-
25), meyimpulkan bahwa PO atau planning dan organizing dalam semua teori
adalah sama arti dan tiada pembedaan. Hanya saja pada saat diPOSDCORB akan
ada tambahan untuk planning yaitu budgeting, untuk masalah ini dapat kita lihat
dari arti kedua kata tersebut dimana planning memiliki arti perencanaan untuk
mencapai tujuan, dan budgeting memiliki makna sebagai penganggaran yang
sangat berhubungan dengan rencana kerja atau program apa saja yang akan
dilaksanakan sehingga perlu perhitungan cermat untuk menjalani sebuah rencana
87
dalam bentuk optimalisasi penggunaan dana, planning dalam POSDCORB telah
dengan jelas dipisahkan menjadi dua, sehingga yang dalam POAC perencanaan
itu termasuk di dalamnya penganggaran dispesialisasikan dalam POSDCORB
dengan dua aspek, yaitu perencanaan dan penganggaran.
Maksud dan tujuan dari hal tersebut tak lain sebagai bentuk perubahan
lebih baik untuk menjalani sebuah organisasi, namun terkadang pada prakteknya
tak sedikit organisasi dalam memutuskan penganggaran juga langsung dibahas
dalam perencanaan program kerja, sehingga tanpa pembedaan antara perencanaan
dan penganggaran, hal tersebut mengingat juga berbagai bentuk faktor pendukung
untuk spesialisasi atau hanya perlu sekali jalan bisa menyelesaikan dua tugas.
Sedangkan untuk perubahan atau tambahan menjadi adanya staffing
(pengadaan/penempatan tenaga) dan yang erat hubungannya dengan hal ini ada
coordinating (pengkoordinasian) untuk kerja yang merupakan pecahan dari
organizing pada POAC. Untuk hal ini dari sudut pandang prinsip kerja dari
staffing dan coordinating, yang merupakan bagian dari proses pengorganisasian,
yaitu proses untuk penentuan tenaga yang seperti apa yang berhak dan bisa berada
dimana. Sehingga untuk melakukan hal tersebut perlu pengorganisasian yang jelas
dan sebagai upaya untuk membuat kejelasan dari pembagian tugas.
Fungsi directing (pembimbingan), yang pada hal ini disimpulkan bahwa
merupakan perubahan dari actuating (pergerakan) yang bermaksud sama yaitu
proses dan upaya memobilisasi setiap sumber daya yang ada untuk partisipasi
aktif dalam pencapaian tujuan yang telah menjadi keputusan bersama dan telah
ditetapkan. Dan satu lagi hal terpenting yang merupakan cerminan dan perbaikan
88
dari fungsi POAC dalam POSDCORB, yaitu controlling (pengawasan) menjadi
reporting (pelaporan) sehingga kemajuan cara berpikir mengajarkan untuk
membuat para tenaga untuk bisa melakukan tugas tanpa ada tekanan yang bersifat
intimidasi peran sehingga dalam pelaksanaan kegiatan pekerjaan sering terganggu,
namun hal tersebut tidaklah dilepaskan begitu saja karena telah ada directing yang
merupakan kegiatan mengarahkan tenaga untuk melakukan tugasnya dengan baik
dan sesuai tujuan sehingga nantinya mereka setelah bekerja hanya harus
melakukan pelaporan dan bila ada kesalahan akan bisa dilakukan perbaikan
dengan baik.
POAC dan POSDCORB memiliki tujuan yang sama sebenarnya, yaitu
bagaimana membuat organisasi bisa tumbuh dan berkembang serta bisa mencapai
tujuan yang diinginkan, namun untuk fokus dari kedua fungsi tersebut tentu
berbeda, karena POAC yang merupakan teori atau memiliki fungsi-fungsi yang
lebih sederhana daripada POSDCORB maka penggunaannya pun lebih kepada
organisasi yang baru tumbuh dan belum terlalu kompleks untuk tugas-tugas,
berbeda dengan fungsi-fungsi yang ada di POSDCORB, fungsi-fungsi yang ada di
POSDCORB lebih spesifik dan lebih kompleks, sehingga cocok untuk organisasi
yang sudah besar dan berkembang, yang memerlukan sepesialisasi serta kejelasan
dari peran masing-masing sumber daya, maka POSDCORB lebih banyak
digunakan pada organisasi yang cenderung lebih besar dan kompleks.
.