bab ii tinjauan pustaka -...

47
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Umum Sumber daya alam (sumber alam) menurut Supangat (2007: 1.11) didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang terdapat di alam yang berguna bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya”, akibat dari defenisi ini maka komponen alam yang belum tahu pemanfaatannya tidak termasuk sumber daya alam. Karena itu, beberapa ahli telah merubah defenisi tersebut menjadi “segala sesuatu yang terdapat di alam yang berguna bagi manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang telah digunakan dimasa kini atau yang akan digunakan dimasa yang akan datang”. Dengan demikian semua komponen alam termasuk manusia merupakan sumber daya alam. Menurut Katili (1983:15), secara ilmiah dapat dikatakan bahwa : Sumber daya alam adalah semua unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia, atau dengan perkataan lain sumber daya alam adalah semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam, yang dapat dipakai untuk kepentingan hidupnya. Apabila kita berbicara mengenai perairan itu berarti yang menjadi objek utama adalah air dan badan air. Air merupakan suatu senyawa yang sangat dibutuhkan oleh semua mahluk hidup, baik itu sebagai kebutuhan untuk metabolisme tubuh ataupun sebagai habitat. Berdasarkan salinitasnya air secara garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan air asin (air laut). Sebagian besar mahluk hidup terutama yang habitatnya di daratan

Upload: vudung

Post on 04-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perairan Umum

Sumber daya alam (sumber alam) menurut Supangat (2007: 1.11)

didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang terdapat di alam yang berguna bagi

manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya”, akibat dari defenisi ini maka

komponen alam yang belum tahu pemanfaatannya tidak termasuk sumber daya

alam. Karena itu, beberapa ahli telah merubah defenisi tersebut menjadi

“segala sesuatu yang terdapat di alam yang berguna bagi manusia, untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang telah digunakan dimasa kini atau

yang akan digunakan dimasa yang akan datang”. Dengan demikian semua

komponen alam termasuk manusia merupakan sumber daya alam. Menurut

Katili (1983:15), secara ilmiah dapat dikatakan bahwa :

Sumber daya alam adalah semua unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia, atau dengan perkataan lain sumber daya alam adalah semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam, yang dapat dipakai untuk kepentingan hidupnya.

Apabila kita berbicara mengenai perairan itu berarti yang menjadi objek

utama adalah air dan badan air. Air merupakan suatu senyawa yang sangat

dibutuhkan oleh semua mahluk hidup, baik itu sebagai kebutuhan untuk

metabolisme tubuh ataupun sebagai habitat. Berdasarkan salinitasnya air secara

garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan air asin

(air laut). Sebagian besar mahluk hidup terutama yang habitatnya di daratan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

16

sangat tergantung pada air tawar, sebagai contoh yang paling nyata adalah

manusia.

Air yang mengalami siklus hidrologi tertampung di dalam suatu wadah

(badan air) berfungsi sebagai tempat air permukaan berkumpul yang akhirnya

membentuk suatu peraturan. Perairan yang berisi air tawar kita temukan di

bagian permukaan bumi yang berupa daratan. Perairan ini kita kenal istilah

perairan umum. Walaupun ada pengertian yang menyatakan bahwa perairan

umum juga termasuk di dalamnya adalah laut. Namun, ada juga yang

mengistilahkan perairan yang terdapat di daratan sebagai perairan pedalaman,

hanya saja masih sedikit orang yang menggunakannya.

Sekaitan dengan hal tersebut, Supangat (2007:1.3) mengatakan bahwa:

Perairan umum adalah bagian permukaan bumi yang secara permanen atau berkala digenangi air, baik air tawar, air payau maupun air laut, mulai garis pasang surut laut terendah ke arah daratan dan badan air tersebut terbentuk secara alami atau buatan.

Perairan umum tidak dimiliki oleh perorangan dan mempunyai fungsi

politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Istilah perairan

umum dibatasi kepada badan-badan air yang berair tawar.

Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan disebutkan

bahwa :

1. Air beserta sumber-sumbernya termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan yang Maha Esa yang mempunyai manfaat serba guna dan dibutuhkan manusia sepanjang masa.

2. Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ini berarti tidak ada penguasaan air secara individual, yang ada hanyalah

hak pakai atau penggunaan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perairan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

17

umum merupakan bagian permukaan bumi yang secara permanen ataupun

berkala tertutup oleh massa air dan terbentuk secara alami dan atau buatan,

baik yang berair tawar ataupun payau yang bersifat umum. Sungai, danau, rawa

dan waduk merupakan contoh-contoh perairan umum.

Sifat perairan umum ditinjau dari fungsinya yang multiguna dapat

ditinjau dari berbagai sudut pandang pemanfaat. Hal ini dikarenakan perairan

umum memiliki nilai ekonomi, nilai estetika, nilai politik, nilai ekologi, dan

nilai biologi. Sebagai contoh dalam pendayagunaan aliran sungai maka daerah

aliran sungai dapat dipandang sebagai suatu kesatuan yang dapat

dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan manusia sebanyak mungkin.

Aliran sungai untuk memenuhi kebutuhan manusia dapat mencakup di

dalam berbagai kegiatan, misalnya irigasi, pembangkit tenaga listrik,

pelayaran, perikanan, penyelidikan air untuk keperluan domestik dan industri

serta kebutuhan lainnya. Di samping keuntungan air sungai dapat juga

menimbulkan kerugian bagi manusia, seperti banjir, kekeringan, pendangkalan

sungai dan waduk.

Menurut Supangat (2007:1.14), Jabotabek (Jakarta, Bogor Tangerang

dan Bekasi) tercatat lebih kurang 194 situ dan 122, diantaranya terdapat di

Kabupaten Bogor, tetapi sekarang sebagian situ-situ tersebut sudah tidak

terawat/rusak, bahkan ada yang sudah berubah fungsi menjadi daratan.

Berkurangnya luasan perairan umum yang ada terutama situ dan rawa

disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Campur tangan manusia

mempercepat berkurangnya luasan perairan umum untuk kepentingan lahan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

18

tempat tinggal, perkantoran, pertokoan, dan lain sebagainya dengan cara

penimbunan.

Perairan umum dengan tipe ekosistem masing-masing, baik danau,

telaga, legokan, rawa, waduk, sungai mati, lebak lebung dan estuari

mempunyai potensi yang tinggi untuk dapat dikembangkan sebagai objek atau

kawasan wisata. Semua tipe ekosistem perairan umum dapat direncanakan

untuk dikembangkan sebagai resort wisata. Pemanfaan perairan umum sebagai

kawasan wisata contohnya Danau Toba, Danau Batur, Danau Tiga Warna,

Sungai Musi, dan Sungai Mahakam.

Ketiga danau yang dicontohkan memiliki nilai estetika, sedangkan

sungai Musi memiliki nilai sejarah dengan adanya Jembatan Ampera dan

Benteng Kuto Besak (peninggalan Kesultanan Palembang). Sungai Mahakam

memiliki nilai biologi dan ekologi karena merupakan habitat mamalia air tawar

yang kita kenal dengan sebutan Pesut yang dalam bahasa Inggrisnya disebut

Irrawady Dolphin (Orcaella brevirostris).

Lingkungan hidup perairan umum berfungsi untuk menyangga

perikehidupan. Perairan umum dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai

sektor dengan berbagai kepentingan sehingga memerlukan pengelolaan guna

mempertahankan keberadaannya dalam keseimbangan yang dinamis melalui

berbagai usaha perlindungan, rehabilitasi, dan pemeliharaan keseimbangan

antara unsur-unsur yang ada secara terus menerus.

Kebutuhan manusia akan air terutama air tawar selalu meningkat dari

waktu ke waktu, hal ini disebabkan bukan saja hanya oleh pertumbuhan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

19

penduduk, melainkan juga karena adanya peningkatan intensitas dan jenis

kebutuhan manusia. Kualitas air semakin banyak mendapat perhatian

berhubung adanya peningkatan kebutuhan dan kesadaran para pemakai.

Sumber air tawar utama adalah perairan umum, diperkirakan 1,3 sampai 1,4

milyar kilometer kubik air sekitar 0,73 % berada di daratan (sebagai air sungai,

air danau, air tanah, dan lain sebagainya).

Telah dikatakan bahwa perairan umum dalam pemanfaatanya bersifat

multi-user, dan tiada kepemilikan sehingga memerlukan pengelolaan yang

terpadu dari semua pihak yang berkepentingan. Seperti yang tercantum dalam

Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang berarti tidak ada

penguasaan air secara individu, yang ada hanyalah hak pakai atau penggunaan.

B. Rawa (Swamps)

1. Pengertian Rawa (Swamps)

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa :

Rawa diartikan sebagai tanah yang rendah (umumnya di daerah pantai) dan digenangi air, biasanya banyak terdapat tumbuhan air. Penggenangan air di rawa dapat bersifat musiman ataupun permanen.

Menurut PP No. 27 Tahun 1991 Pasal 1 Tentang Rawa;

Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik, kimiawi, dan biologis. � Ciri phisik, pada umumnya kondisi tanahnya cekung dengan topografi

relatif datar; � Ciri kimiawi, pada umumnya derajat keasaman airnya rendah, tanahnya

bersifat anorganik dan mengandung pirit; dan � Ciri biologis, pada umumnya terdapat ikan-ikan rawa, tumbuhan rawa, dan

hutan rawa.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

20

Secara singkatnya rawa dapat didefinisikan sebagai tanah basah yang

selalu digenangi air dan ditumbuhi vegetasi atau genangan air di daratan pada

cekungan yang relatif dangkal.

Terjadinya genangan rawa karena permukaan daratan hampir sama atau

di bawah permukaan air sungai atau air tanah yang berada di sekitarnya.

Karena itu air rawa seolah-olah tidak dapat mengalir ke sungai atau meresap

ke dalam lapisan tanah. Genangan rawa juga bisa terjadi karena terjebak pada

suatu daerah cekungan dan lapisan batuan di bawah rawa yang merupakan

batuan yang sifatnya impermeabel. Rawa biasanya ditumbuhi tumbuhan

tertentu dengan jenis tanaman yang khas rawa.

Jenis-jenis floranya antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin

(Gonystylus sp), terentang (Camnosperma sp.), kayu putih (Melaleuca sp),

sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan berbagai jenis

lainnya. Faunanya antara lain : harimau (Panthera tigris), Orang utan (Pongo

pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan

(Sus scrofa), badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.

2. Rawa dan Pembangunan

Rawa merupakan kimah (asset) potensial untuk dapat digunakan baik

langsung maupun tidak langsung bagi kemaslahatan dan kesejahteraan

manusia. Fungsi rawa, selain sebagai penyangga lingkungan, adalah penghasil

berbagai produk seperti kayu, flora (tanaman), dan fauna (ikan, burung dan

sebagainya). Dalam kawasan hutan rawa baik di Kalimantan ataupun di

Sumatera terdapat sekitar 34 – 58 jenis pohon sebagai penghasil kayu. Jenis

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

21

kayu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi antara lain ramin (Gonystylus

bancanus), meranti (Shorea sp.), pulai (Alastonia sp.), terantang

(Campnospernum sp.), geronggang (Cratoxylon arborescens), punak

(Tetrameristra glabra), bintangur (Calophylum sp.), balam (Payena leerii),

nyatoh (Palaqulum cochlearia), dan jelutung (Dyera costulata).

Selain itu, beranekaragam tanaman baik sebagai bahan makanan maupun

sebagai obat-obatan tumbuh di lahan hutan-hutan rawa. Secara tradisional,

masyarakat Dayak di Kalimantan mengusahakan beje, yaitu sejenis kolam

perangkap ikan, sebagai mata pencaharian di kawasan rawa yang setiap

menjelang musim kemarau dipanen. Makin sempitnya lahan-lahan subur dan

meningkatnya jumlah penduduk, maka pengembangan pertanian dan

perkebunan bergeser ke lahan-lahan piasan seperti rawa. Di kawasan Asia,

termasuk Indonesia, lahan rawa lebih diperuntukkan pengembangan pertanian.

Kimah atau sumber daya penting lain yang terdapat di kawasan rawa

adalah keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah yang besar dan khas.

Menurut Noor (2001:10), di sekitar Sungai Mentangai, Kalimantan Tengah

ditemukan 104 satwa liar yang terdiri atas 32 jenis mamalia (di antaranya 13

jenis dilindungi), 8 jenis reptilia (5 jenis dilindungi) dan 60 jenis burung (19

jenis dilindungi). Dalam konteks ini, kawasan rawa, selain dapat dijadikan

objek wisata flora dan fauna, juga dapat dijadikan objek wisata lingkungan

(ecotourism).

Dari segi potensi luas rawa, Indonesia merupakan negara yang cukup

banyak memiliki rawa namun, dari sekian luas rawa tersebut baru sebagian

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

22

kecil yang telah dimanfaatkan. Rendahnya pemanfaatan sumber daya alam ini

terutama disebabkan oleh besarnya dana investasi yang harus ditanamkan.

Faktor lokasi yang jauh di pedalaman dengan sarana dan prasarana transportasi

yang sulit karena hanya mengandalkan transportasi air dan lingkungan hidup

yang tidak sehat seperti air yang asam dan jangkitan (virulensi) penyakit yang

tinggi seperti malaria, cacing dan penyakit kulit menjadi kendala untuk

pembukaan dan pemukiman penduduk di kawasan rawa.

C. Penyebaran dan Pemanfaatan Lahan Rawa

1. Luas dan Penyebaran

Lahan rawa baik yang berupa rawa pasang surut dan nonpasang surut

(lebak) merupakan salah satu sumber daya alam terbesar di Indonesia.

Pengembangan daerah rawa ini tersebar di beberapa pulau, yaitu Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Luas lahan rawa di Indonesia

diperkirakan mencapai 33.393.570 hektar yang terdiri dari 20.096.800 hektar

lahan pasang surut dan 13.296.770 hektar lahan nonpasang surut (lebak)

seperti yang terlihat pada Tabel 2.1. Pemanfaatan lahan rawa secara umum

dapat dibedakan untuk pertanian tanaman pangan dan hortikultura,

perkebunan, perikanan, kehutanan dan tanaman industri, serta konservasi dan

ekowisata.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

23

Adapun distribusi lahan rawa Indonesia dan areal yang telah

dikembangkan dengan bantuan pemerintah dapat ditunjukkan pada tabel

berikut ini.

Tabel 2.1 Distribusi Lahan Rawa Indonesia dan Areal yang Telah

Dikembangkan dengan Bantuan Pemerintah

Lokasi

Total Lahan Rawa (Ha)

Total Luas yang Dikembangkan (Ha)

Pasang Surut

Non Pasang Surut

Total

Pasang Surut

Non Pasang Surut

Total

Sumatera Kalimantan Sulawesi Irian Jaya

6.604.000 8.126.900 1.148.950 4.216.950

2.766.000 3.580.500

644.500 6.305.770

9.370.000 11.707.400 1.793.450

10.522.720

615.250 219.950

0 0

279.480 192.190

2.000 6.000

894.730 412.140

2.000 6.000

Total 20.096.800 13.296.770 33.393.570 835.200 479.670 1.314.870 Sumber : Supangat, 2007

2. Status dan Pemanfaatan

Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan

dinyatakan bahwa “Rawa merupakan salah satu sumber air yang perlu

dilindungi dan dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

rakyat”. Sedangkan di Pasal 5 pada PP 27 1991 dinyatakan bahwa “Rawa

dikuasai oleh Negara, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah”.

Dari pernyataan tersebut sudah barang tentu status lahan rawa ini

bukanlah milik individu melainkan milik bersama yang semuanya di bawah

pengaturan negara. Kita sebagai warganya hanya diberi hak untuk

menggunakannya saja dengan tetap menjaga kelestariannya sebagai kewajiban.

Pengembangan rawa dan lahan gambut berkaitan erat dengan masa

kekurangan beras, baik yang dialami pada masa pemerintahan kolonial Belanda

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

24

setelah Perang Dunia I maupun yang dialami oleh pemerintah Indonesia setelah

kemerdekaan pada sekitar tahun 1960-an.

Indonesia memiliki luas lahan yang luas totalnya sekitar 162,4 juta,

terdiri dari: 20,56% daerah rawa dan 79,44% lahan kering (http://Informasi

Umum Tentang Rawa Pasang Surut Di Indonesia.pusair-pu.go.id/).

Pengembangan lahan pertanian saat ini sangat diperlukan untuk mengimbangi

kecepatan alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian yang terjadi saat

ini di Pulau Jawa. Salah satu pilihan yang bisa digunakan untuk upaya tersebut

adalah daerah rawa, dimana daerahnya masih relatif terbuka dengan tingkat

kepadatan yang tidak terlalu tinggi, sumber daya airnya tersedia, demikian pula

kondisinya yang cukup sesuai untuk budi daya tanaman.

Dalam konteks pengembangan wilayah, pemerintah berupaya

mengembangkan daerah rawa menjadi areal pertanian yang dilandasi konsep

pembangunan secara bertahap dan terintegrasi. Daerah rawa tersebar di

sepanjang pantai Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua dengan

luas sekitar 33,393 juta ha.

Manfaat yang diberikan dari keberadaan daerah rawa ini, baik rawa

pasang surut maupun rawa lebak di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Sumber cadangan air, dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering.

b. Mencegah terjadinya banjir dan mencegah intrusi air laut ke dalam air tanah dan sungai.

c. Sumber energi karena tumbuhan rawa dapat dimanfaatkan untuk energi (biogas).

d. Sumber makanan nabati maupun hewani. e. Sebagai lahan pertanian dan rawa yang airnya tidak terlalu asam dapat

juga untuk daerah perikanan.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

25

f. Sebagai sumber pembangkit tenaga listrik g. Pemendam karbon dan pencegah emisi gas rumah kaca. h. Penawar pencemaran pedosfer dan hidrosfer. i. Keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah. j. Sebagai objek pariwisata.

Begitu banyak manfaat yang kita peroleh dari daerah rawa ini, apa yang

terjadi jika daerah rawa ini hilang, dapat dibayangkan. Kita akan mengalami

kekeringan, dapat mengakibatkan intrusi air laut lebih jauh ke daratan, dapat

mengakibatkan banjir, hilangnya flora dan fauna di dalamnya, dan yang

parahnya sumber mata pencaharian penduduk setempat akan berkurang.

D. Pembentukan dan Ragam Jenis Rawa

1. Pembentukan Rawa

Daerah becek, danau dangkal, dan rawa-rawa merupakan daerah yang cocok

untuk penimbunan bahan organik. Lingkungan demikian mendorong

pertumbuhan vegetasi seperti rumput danau, cattail, sedges, reeds dan rumput-

rumput lain, lumut, belukar dan juga pohon-pohon. Tumbuh-tumbuhan itu

hidup turun temurun, mati, dan terbenam, dan kemudian tergenangi air.

Air itu menghentikan aliran udara, menghalangi oksidasi cepat, dengan demikian

bertindak sebagai pengawet. Pelapukan yang terjadi sebagian besar dilakukan oleh

fungi, bakteri anaerobik, ganggang, dan binatang air mikroskopik tertentu. Mereka

menghancurkan jaringan-jaringan organik, membebaskan bahan-bahan gas dan

membantu pembentukan humus.

Setiap generasi tumbuhan yang menyusul tumbuhan sebelumnya akan

meninggalkan lapisan demi lapisan bahan organik yang diendapkan (lihat Gambar 2.1).

Susunan tiap lapisan berubah dengan waktu mengikuti urutan kehidupan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

26

berbagai tumbuhan yang telah lalu. Jadi, tumbuhan yang hidup di perairan

dalam akan ditumbuhi oleh sejenis alang-alang, disusul oleh berbagai lumut, dan

di atas lumut tumbuh semak, dan akhirnya kita jumpai hutan yang terdiri dari pohon-

pohon berkayu keras. Suksesi ini tidak selalu beraturan karena setiap perubahan

iklim atau permukaan air dapat mengubah urutan tersebut, oleh karena itu profil

endapan organik dicirikan oleh lapisan, tidak saja berbeda dalam tingkat pelapukannya,

tetapi juga oleh sifat jaringan tumbuhan aslinya. Sebenarnya, lapisan-lapisan itu

kemudian akan menjadi horizon tanah. Sifat akhir suatu tanah organik sebagian

ditentukan oleh sifat dari bahan asal.

Gambar 2.1. Empat tingkat perkembangan dari gambut danau berkayu (a-d) dan setelah daerah i tu dibuka dan didrainase (e). Hara yang berkumpul dari tanah-tanah di sekitarnya merangsang per tumbuhan tanaman a i r , te ru tama d i p inggi r -pinggir danau (a) . Limbah organik mengis i dasar dar i danau (b dan c), dan akhirnya pohon-pohon menutupi seluruh daerah (d) . Bi la daerah ini d ibuka dan didrainasekan, daerah tersebut menjadi tanah gambut yang sangat produkitif (e).

Lahan rawa merupakan lahan yang selalu dijenuhi air, baik yang berasal

dari hujan maupun luapan sungai atau pengaruh pasang surut air laut.

Keberadaan air tersebut terutama disebabkan oleh bentuk fisiografi datar

sampai cekung yang tidak memungkinkan air tersebut teratus secara cepat.

Endapan gambut di rawa terbentuk secara geologis dengan bahan endapan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

27

berupa bahan yang terbawa bersama air dari daerah hulu (koloid mineral) atau

berupa timbunan sisa tumbuhan setempat yang laju penimbunan lebih cepat

daripada laju perombakannya. Sering sekali bahan penyusun rawa tersebut

berupa campuran gambut dan tanah mineral, baik campuran langsung maupun

lapis melapisi. Vegetasi alami, kejenuhan air yang relatif tidak bergerak,

kekahatan oksigen merupakan keadaan apabila laju dekomposisi lebih rendah

daripada laju sedimentasi yang menyebabkan lahan gambut dapat tumbuh dan

berkembang.

2. Ragam Jenis Rawa

Jenis rawa dapat dibedakan berdasarkan proses terbentuknya (letaknya),

penyebab genangannya, keadaan airnya, dan sifat airnya. Berdasarkan proses

terbentuknya rawa terbagi atas :

a) Rawa Pantai

Rawa pantai adalah rawa yang yang berada di muara sungai. Air pada

jenis rawa ini selalu mengalami pergantian karena dipengaruhi oleh pasang

surut air laut. Pada saat air laut pasang, air akan masuk ke mulut muara sungai

dan sebagian akan melimpah ke daerah rawa. Pada saat air laut surut, air rawa

akan mengalir kembali baik melalui kanal-kanal sempit pinggir pantai atau

melalui muara sungai tersebut. Rawa jenis ini airnya payau jika tercampur

dengan air sungai sehingga derajat keasamannya relatif rendah. Rawa ini

terbentuk karena proses pelumpuran di muara sungai. Dalam keadaan yang

dangkal, tumbuh-tumbuhan rawa. Mula-mula hanya sedikit, kemudian meluas

menuju ke daerah laut lepas seiring laju pelumpuran muara sungai.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

28

Rawa di tepian pantai bisa juga terjadi tanpa harus ada muara sungai.

Misalnya, pada daerah teluk di pantai yang landai. Pada saat laut pasang, air

membawa material kasar dan diendapkan di mulut teluk. Sementara pada saat

surut, air tidak membawa lagi material kasar tersebut sehingga terjadilah

pendangkalan mulut teluk yang mengakibatkan rawa belakang.

b) Rawa Pinggiran

Rawa pinggiran adalah rawa yang berada di sepanjang aliran sungai,

terjadi akibat sering meluapnya sungai tersebut. Pada saat sungai meluap

(banjir), air membawa material yang berbutiran pasir dan relatif kasar

kemudian diendapkan di tepi bantaran sungai. Pada saat banjir surut, butiran

kasar tersebut tidak dapat terangkut lagi karena kesurutan air sungai tidak

sederas ketika banjir. Endapan pasir yang kasar ini akan terus bertambah setiap

kali banjir sehingga membentuk tanggul alam di sepanjang aliran sungai.

Akibat lanjutnya, jika tanggul alam ini semakin tinggi, di samping kiri dan

kanan aliran akan tergenang air sisa banjir. Terbentuklah rawa sungai.

Rawa sungai ini dapat juga terbentuk pada daerah bekas aliran sungai

yang terpotong akibat proses meandering sungai, yaitu pada danau tapal kuda

(oxbow lake) atau oxbow swamp. Rawa macam ini dapat digunakan untuk

pertanian dan dibuka menjadi lahan dataran banjir.

c) Rawa Abadi

Rawa abadi yaitu rawa yang airnya terjebak dalam sebuah cekungan dan

tidak memiliki pelepasan ke laut. Air hujan yang tertampung dalam rawa hanya

dapat menguap tanpa ada aliran yang berarti. Air pada jenis rawa ini sangat

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

29

asam dan berwarna kemerah-merahan. Di rawa ini hampir tidak ada organisme

yang dapat hidup, sehingga rawa macam ini kurang berguna bagi manusia.

Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga,

yaitu rawa pasang surut, rawa lebak (rawa non pasang surut) dan rawak lebak

peralihan.

a) Rawa pasang surut

Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya

dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan

menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasang kecil, terjadi secara

harian (1-2 kalisehari).

b) Rawa lebak

Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan

air sungai dan atau air hujan di daerah cekungan pedalaman. Genangannya

umumnya terjadi pada musim hujan dan menyusut pada musim kemarau.

c) Rawa lebak peralihan

Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran

primer atau di sungai. Pada lahan seperti ini, endapan laut dicirikan oleh

adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80 - 120 cm di bawah

permukaan tanah.

Berdasarkan keadaan airnya, rawa dibedakan atas beberapa jenis sebagai

berikut:

a) Rawa yang airnya tidak mengalami pergantian (airnya tidak mengalir). b) Rawa yang mengalami pergantian air karena mendapat pengaruh pasang

surut air laut.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

30

Berdasarkan sifat airnya, rawa dibedakan atas :

a) Rawa Air Tawar adalah rawa yang airnya tawar karena letaknya di

pinggiran sepanjang sungai.

b) Rawa Air Payau adalah rawa yang airnya percampuran antara tawar dan

asin, biasanya letaknya di muara sungai menuju laut.

c) Rawa Air Asin adalah rawa yang airnya asin dan letaknya di daerah pasang

surut laut.

Dari sekian klasifikasi rawa tersebut, pada umumnya kategori rawa

dibagi atas dua, yaitu rawa pasang surut dan rawa lebak (non pasang surut).

a) Rawa Pasang Surut

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai,

di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

air laut. Kategori hidrotopografi ini berada pada lahan rawa pasang surut yang

berada pada daerah sungai yang terluapi pasut menurut kelas daerah pasut.

Hidrotopografi lahan rawa pasang surut akibat pasang surutnya air di sungai

sebagai dampak pasang surut di laut.

Sumber : Dede Rohmat dalam Dasar Teoritis Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

Gambar 2.2. Hidrotopografi Lahan Rawa Pasang Surut

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

31

1) Kategori A : Lahan dapat diluapi dengan pengaruh pasang, baik pada

musim hujan maupun musim kemarau, dengan frekuensi minimum 4-5 kali

selama siklus pasang maksimum atau pasang perbani (satu siklus 14 hari),

sebagian waktu pasang masuk dalam zone akar tanaman pangan (50 cm).

Lahan ini potensial untuk ditanami tiga kali padi sawah atau diselingi

dengan 1 kali palawija setahun, karena ada jaminan suplai air pada setiap

musim, asalkan tidak ada air asin masuk ke lahan. Kategori A bisa

digunakan untuk perikanan tambak asalkan salinitas memenuhi untuk

kebutuhan ikan laut.

2) Kategori B : Lahan dapat diluapi pasang pada musim hujan saja, pasang

naik karena debit sungai membesar. Lahan ini dapat diluapi pasang

minimum 4-5 kali pada saat pasang selama siklus pasut (satu siklus 14

hari), tetapi hanya pada musim hujan. Pada musim kemarau lahan tidak

diluapi sama sekali tetapi masuk dalam zone akar dengan frekuensi 4-5

kali, atau hanya kadang-kadang terluapi (frekuensi < 4 kali selama siklus

pasang). Lahan ini potensial ditanami padi sawah di musim hujan,

sedangkan di musim kemarau ditanami padi sawah dengan sistem

pengairan zone akar dan dengan pertanian SRI, airnya didatangkan dari

sumber yang lain (daerah konservasi, sungai bagian hulu) atau tanaman

palawija.

3) Kategori C : Lahan di atas elevasi pasang (muka air < 50 cm di bawah

muka tanah di lahan). Lahan ini tidak dapat diluapi pasang di musim hujan,

kecuali hanya kadang-kadang saja. Elevasi air di saluran lebih rendah

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

32

daripada lahan kategori A atau B, sehingga air dari petakan sawah relatif

cepat mengalir ke saluran (air sulit ditahan di petakan sawah). Untuk

daerah yang curah hujannya cukup tinggi (>175 mm/bln atau >2000

mm/tahun) dan sistem jaringan mampu/cukup untuk menampung air hujan

(longstorage) dengan pengaturan pintu maka daerah ini bisa ditanami padi

sawah hanya dengan pertanian SRI dan pengairan sistem zone akar. Untuk

hujan yang tergolong rendah maka lahan ini cocok untuk sawah tadah

hujan/tegalan, dan ditanami padi tadah hujan hanya dimusim hujan atau

palawija dimusim kemarau. Lahan bisa ditanami perkebunan yang tidak

memerlukan air banyak.

4) Kategori D : Lahan tinggi. Lahan ini betul-betul di atas jangkauan pasang

surut dan lebih menyerupai lahan tidak ada pengaruh pasang surut (muka

air < 50 cm di bawah muka tanah di lahan). Variasi kapasitas drainase

tergantung perbedaan antara muka tanah di lahan dan muka air di sungai

terdekat dengan lahan. Lahan cocok diusahakan untuk lahan kering/tegalan,

ditanami tanaman tahunan, perkebunan atau hutan industri asal lahan cocok

untuk perkebunan tersebut. Tetapi untuk daerah yang curah hujannya cukup

tinggi (>150 mm/bln atau >1800 mm/tahun) dan sistem jaringan

direncanakan cukup/mampu untuk menampung air hujan (longstorage)

dengan pengaturan pintu maka daerah ini bisa ditanami padi sawah hanya

dengan pertanian SRI dan pengairan sistem zone akar. Apabila volume

disaluran masih kurang, bisa menggunakan kolam penampungan air hujan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

33

untuk digunakan di musimm kemarau dengan sistem irigasi SRI. Jenis

tanaman yang dipilih tergantung dari kelas kesesuaian lahan.

Sumber air di lahan rawa pasang surut berasal dari air permukaan yang

mengalir di sungai (air tawar, air payau), air tanah (air tanah hanya untuk

keperluan hidup sehari-hari, selama air permukaan tidak ada atau jauh

lokasinya), air hujan, air konservasi dan air laut yang berada di darat (pasang

surut atau dipompa untuk tambak).

Penyediaan sumber daya air di lahan rawa pasang surut berdasarkan daya

dukung ketersediaan air bagi kebutuhan pendayagunaan lahan dan kebutuhan air

baku bagi masyarakat setempat. Penyediaan sumber daya air di lahan rawa

pasang surut dilakukan dengan memanfaatkan fluktuasi muka air di laut yang

merambat ke sungai dan ke saluran yang ujungnya akan masuk ke lahan

pertanian (hanya di zone akar atau meluap). Pemasukan air dari pasut ada 3

kondisi yaitu (1) air tawar, (2) air payau (dengan kadar garam tertentu) dan (3)

air asin penggunaannya tergantung jenis budidaya di lahan.

Penyediaan air dengan memanfaatkan energi pasang surut maka ada 4

kategori hidrotopografi yaitu A, B, C, dan D. Jika hidrotopografi kategori C,

apabila ingin diluapi maka harus menggunakan pompa. Kalau muka air tersebut

sampai mencapai zone akar dan cukup sering (dari periode pasut) maka

penanaman bisa dilakukan tanpa menambah air tapi dengan sistem pertanian SRI

dan sistem irigasi zone akar, selama air tidak pernah mencapai titik layu bagi

tanaman. Jika fluktuasi pasang surut tidak memungkinkan meluapi masuk ke

lahan usaha, maka penyediaan air bisa dilakukan dengan pompa.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

34

Penyediaan air dengan pompa dapat dilakukan untuk masuk ke tingkat

sekunder atau tersier. Sarana penyediaan air adalah jaringan rawa, yang terdiri

dari saluran primer, sekunder dan tersier, bahkan mungkin ada saluran navigasi.

Secara teknis kunci keberhasilan pengembangan lahan pasang surut untuk

pertanian sebagian besar terletak dalam operasi jaringan rawa untuk pengaturan

air pada sistem tata air makro dan mikro. Langkah utama dalam operasi jaringan

rawa ditujukan pada penguasaan air untuk, memanfaatkan air pasang untuk

pengairan, mencegah akumulasi garam pada daerah perakaran, mencuci zat-zat

toksik bagi tanaman, mengatur tinggi genangan untuk sawah dan permukaan air

tanah guna menghindari oksidasi pirit pada tanah sulfat masam untuk lahan

kering dan mencegah intrusi air asin, dan mencegah penurunan tanah yang

terlalu cepat terutama untuk lahan gambut.

b) Rawa Lebak

Rawa lebak adalah rawa yang sering tergenang > 7 bulan yang letaknya

bisa pada daerah yang tidak kena pengaruh pasang surut, atau daerah pasang

surut. Kategori hidrotopografi ini berada pada lahan rawa lebak yang berada

pada daerah sungai yang terluapi pasut sungai menurut kelas daerah pasut.

Hidrotopografi lahan rawa lebak akibat pasang surutnya air di sungai sebagai

dampak pasang surut di laut dan suplei air dari bagian sungai yang ada di hulu.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

Sumber : Dede Rohmat dalam Dasar Teori

Sumber air di lahan rawa pasang surut berasal dari

mengalir di sungai

keperluan hidup sehari

lokasinya), air hujan, air konservasi d

surut atau dipompa untuk tambak)

lebak berdasarkan daya dukung ketersediaan air bagi kebutuhan

pendayagunaan lahan dan kebutuhan air baku bagi masyarakat setempat.

Penyediaan sumber daya air di lahan rawa lebak dilakukan dengan

memanfaatkan air permukaan, air ta

langsung dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan dan / atau terlebih dahulu

ditampung dan dialirkan melalui sungai alam atau sungai buatan yang

ujungnya akan masuk ke lahan pertanian (hanya di zone akar atau melu

Pemasukan air dari pasut ada 3 kondisi yaitu (1) air tawar, (2) air payau

(dengan kadar garam tertentu) dan (3) air asin penggunaannya tergantung jenis

budidaya di lahan. Penyediaan air di lahan lebak dengan memanfaatkan

genangan pada waktu lahan rawa

: Dede Rohmat dalam Dasar Teoritis Jaringan Reklamasi Rawa dan

Gambar 2.3 Hidrotopografi Lahan Rawa Lebak

Sumber air di lahan rawa pasang surut berasal dari air permukaan yang

mengalir di sungai (air tawar, air payau), air tanah (air tanah hanya untuk

keperluan hidup sehari-hari, selama air permukaan tidak ada atau jauh

lokasinya), air hujan, air konservasi dan air laut yang berada di darat (pasang

surut atau dipompa untuk tambak). Penyediaan sumber daya air di lahan rawa

lebak berdasarkan daya dukung ketersediaan air bagi kebutuhan

pendayagunaan lahan dan kebutuhan air baku bagi masyarakat setempat.

Penyediaan sumber daya air di lahan rawa lebak dilakukan dengan

memanfaatkan air permukaan, air tanah, air hujan, dan air konservasi yang bisa

langsung dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan dan / atau terlebih dahulu

ditampung dan dialirkan melalui sungai alam atau sungai buatan yang

ujungnya akan masuk ke lahan pertanian (hanya di zone akar atau melu

Pemasukan air dari pasut ada 3 kondisi yaitu (1) air tawar, (2) air payau

(dengan kadar garam tertentu) dan (3) air asin penggunaannya tergantung jenis

budidaya di lahan. Penyediaan air di lahan lebak dengan memanfaatkan

genangan pada waktu lahan rawa tergenang dan dengan memanfaatkan energi

35

tis Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

Hidrotopografi Lahan Rawa Lebak

ir permukaan yang

(air tawar, air payau), air tanah (air tanah hanya untuk

hari, selama air permukaan tidak ada atau jauh

an air laut yang berada di darat (pasang

ber daya air di lahan rawa

lebak berdasarkan daya dukung ketersediaan air bagi kebutuhan

pendayagunaan lahan dan kebutuhan air baku bagi masyarakat setempat.

Penyediaan sumber daya air di lahan rawa lebak dilakukan dengan

nah, air hujan, dan air konservasi yang bisa

langsung dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan dan / atau terlebih dahulu

ditampung dan dialirkan melalui sungai alam atau sungai buatan yang

ujungnya akan masuk ke lahan pertanian (hanya di zone akar atau meluap).

Pemasukan air dari pasut ada 3 kondisi yaitu (1) air tawar, (2) air payau

(dengan kadar garam tertentu) dan (3) air asin penggunaannya tergantung jenis

budidaya di lahan. Penyediaan air di lahan lebak dengan memanfaatkan

tergenang dan dengan memanfaatkan energi

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

36

pasang surut. Secara teknis kunci keberhasilan pengembangan lahan lebak

untuk pertanian sebagian besar terletak dalam operasi jaringan rawa untuk

pengaturan air pada sistem tata air makro dan mikro. Langkah utama dalam

operasi jaringan rawa ditujukan pada penguasaan air untuk memanfaatkan air

di saluran untuk pengairan, mencegah terjadinya banjir pada musim basah,

mencegah kekurangan air di musim kering, mencuci zat-zat toksit bagi

tanaman, dan mengatur tinggi muka air di saluran untuk dapat dimanfaatkan

untuk memenuhi kebutuhan air di lahan.

Secara lebih jelasnya perbandingan karakteristik antara Rawa Pasang

Surut dan Rawa Lebak dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Perbandingan Karakteristik Rawa Pasang Surut dan Rawa Lebak

No Rawa Pasang Surut Rawa Lebak 1 2 3 4 5

Topografi datar Pengaruh luapan pasang surut air laut lebih kuat/sama kuat dengan luapan air sungai Genangan air hanya 1-2 meter Lama genangan 3-4 jam Jenis tanah mineral (aluvial) dan atau gambut (marsh)

Topografi berupa cekungan dengan dasar yang luas dan pengatusan yang jelek Pengaruh arus pasang surut dari laut sangat lemah bahkan hampir nihil Genangan air minimal 50 cm Lama genangan minimal 3 bulan Jenis tanah mineral (aluvial) dan atau gambut (marsh)

Sumber : Noor, 2007 : 4-7

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

37

E. Sifat dan Ciri Lahan Rawa

1. Kondisi Fisik

a. Iklim

Keadaan iklim di lahan rawa tergantung pada letak ketinggian

lokasi dari permukaan laut. Lahan rawa mempunyai beragam iklim karena

mencakup sebaran wilayah yang luas dari yang beriklim sedang, tropik,

hingga tropik basah. Anasir penting iklim di kawasan rawa tropik adalah

curah hujan, suhu dan kelembaban. Curah hujan di lahan gambut dan rawa

umumnya cukup tinggi, yakni antara 2.000 – 4.000 mm per tahun. Curah

hujan bulanan rata-rata > 200 mm dengan bulan basah antara 6-11 bulan

yang jatuh antara bulan September hingga bulan Mei.

Reklamasi atau pembukaan lahan akan mengubah kondisi alami

yang sudah mantap. Perubahan iklim seperti suhu yang meningkat dan

kelembaban yang menurun merupakan dampak dari perubahan komposisi

vegetasi alami karena pembukaan lahan. Dengan kondisi curah hujan dan

suhu yang tinggi, maka pembukaan lahan dapat menimbulkan peningkatan

jumlah keluaran (seperti hara mineral tanah) dan penurunan jumlah

masukan alami.

b. Tata Air

Dalam keadaan alami, lahan rawa selalu basah dan sebagian secara

permanen dalam keadaan tergenang air. Sifat dan keadaan tata air lahan

rawa dipengaruhi oleh perilaku pasang surut sungai/laut, iklim, dan

topografi. Perilaku pasang surut adalah manifestasi pengaruh gaya tarik

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

38

benda-benda langit sehingga secara silih berganti terjadi pasang dan surut.

Dalam hal ini, secara berkala terjadi pasang tunggal atau pasang tinggi

(spring tide) sebanyak dua kali setiap bulan, yaitu pada hari ke-1 (bulan

mati) dan ke-14 (bulan purnama). Pada rentang waktu antara dua pasang

tinggi terjadi pasang ganda (neap tide) terjadi dua kali dalam 1 x 24 jam.

Perbedaan ketinggian air antara pasang tertinggi (high tide) dan surut

terendah (low tide) berkisar 2,0 m – 2,5 m.

c. Tanah

Tanah merupakan akumulasi tubuh alam bebas, terdapat di permukaan bumi

yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat heterogen akibat pengaruh

iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief

tertentu selama jangka waktu tertentu pula.

Tanah terbentuk karena dua faktor utama, yaitu faktor bahan induk dan faktor

lingkungan. Sebagai penjabaran dari dua faktor tadi, Jenny (1941) menyebutkan

bahwa tanah (S) terbentuk lima faktor, yaitu iklim (cl), organisme (o), relief (r), bahan

induk (p), dan waktu (w). Secara fungsional dapat ditulis dalam bentuk fungsi (1) atau

digambarkan dalam bentuk :

S= f (cl, o. r, p, w)

Berdasarkan kadar bahan organik, biasanya dikenal dua kelompok tanah yaitu

tanah mineral dan organik. Kadar bahan organik tanah mineral berkisar dari

sedikit (1 – 6 %) hingga sebanyak 20 – 30 % . Tanah-tanah dengan kadar bahan

organik lebih tinggi disebut tanah organik dan diklasifikasikan sebagai Histosol

yang banyak dijumpai di daerah rawa-rawa. Tanah yang terdapat di daerah

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

39

rawa ini berupa tanah rawa organik (gambut) dan tanah mineral (aluvial).

1) Tanah Rawa Organik (Gambut)

Noor, 2001:1 menyatakan bahwa:

Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Istilah gambut diambil alih dari kosa kata bahasa daerah

Kalimantan Selatan (suku Banjar). Tanpa menghiraukan tingkat

pelapukannya, Gambut dipilah berdasarkan bahan induknya, yaitu :

a) Gambut endapan (campuran air, rumputan air, plankton)

Gambut endapan biasanya diakumulasikan di perairan, dan pada

umumnya dijumpai di bagian bawah dari suatu profil organik. Kadang-

kadang ia tercampur dengan gambut lain yang lebih dekat ke permukaan.

Gambut endapan kelihatannya dibentuk dari bahan tanaman yang mudah

dihumifikasikan. Mengingat sifat dari jaringan asal dan mungkin juga

macam pelapukan, maka terbentuk bahan sangat koloidal, padat dan

bersifat seperti karet; kapasitas kelembabannya tinggi, mungkin empat

hingga lima kali bobot keringnya. Air yang diisap secara demikian diikat

secara kuat dan dengan demikian gambut itu sangat lambat mengering.

Bila sekali kering ia mengisap air sangat lambat dan tetap keras dan berada

dalam bentuk bongkah yang kuat.

Gambut endapan tidak disenangi sebagai tanah karena sifat

fisiknya yang tidak menguntungkan menyebabkan tidak memuaskan untuk

ditanami tanaman. Bila sedikit saja gambut semacam itu dijumpai dalam

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

40

lapisan olah, maka tingkat manfaat tanah untuk pertanian kurang baik.

Untungnya hampir disemua kasus, gambut semacam itu dijumpai di bagian

bawah profil, dan biasanya tidak muncul di atas batas. Dengan demikian

sering kali adanya lapisan tersebut dalam profil tidak diketahui atau

diabaikan, terkecuali bila ia menghalangi drainase atau mengganggu

penggunaan endapan gambut untuk pertanin.

b) Gambut berserat (sisa tumbuhan, ranting, daun, rerumputan dan semak-belukar)

Sejumlah gambut berserat sering dijumpai di dalam rawa di mana

gambut endapan berada. Gambut ini mempunyai kapasitas menahan air

yang tinggi dan dapat memperlihatkan tingkat dekomposisi yang berbeda-

beda. Mereka berbeda satu sama lain, terutama disebabkan oleh sifat fisik

serat atau filamennya.

Bila bahan berserat itu melapuk ia menghasilkan tanah yang

memuaskan, meskipun tingkat produktivitasnya berbeda. Hampir semua

gambut lumut bersifat masam dan rendah akan kadar abu dan nitrogen.

Gambut berserat dapat dijumpai dari akumulasi organik. Biasanya ia

berada di atas gambut endapan. Namun demikian, dapat saja berada di

tengah-tengah gambut berserat dan bahkan mungkin dekat ke permukaan.

c). Gambut berkayu (tanaman keras dan tumbuhan di bawahnya)

Endapan rawa gambut berkayu biasanya dijumpai di atas

permukaan akumulasi organik. Bila air naik vegetasi pohonan mati,

sedangkan pertumbuhan alang-alang, semak akan dirangsang oleh keadaan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

41

baru, sehingga satu lapisan gambut berserat akan dijumpai duduk di atas

gambut berkayu.

Gambut berkayu berwarna coklat atau hitam bila basah. Warna itu

bergantung dari tingkat dekomposisi. Gambut ini bersifat lepas dan

terbuka bila kering atau agak lembab dan nyata bersifat tidak berserat.

Endapan perawan sering kali jelas berbentuk granular. Jadi ia mudah

dibedakan dari kedua tipe gambut yang disebut terdahulu, terkecuali bila

contohnya telah didisintegrasikan atau lapuk.

Gambut berkayu terbentuk dari sisa pohon-pohon tetapi juga dari

semak dan tumbuhan lain yang tumbuh di rawa. Meskipun berbagai

macam tumbuhan menjadi sumber bahan organik yang diakumulasikan,

gambut berkayu agak homogen, terkecuali bila ia mengandung campuran

bahan-bahan berserat. Gambut ini kapasitas menahan airnya lebih rendah

dari gambut berserat. Sedangkan berdasarkan tempat atau lingkungan

terbentuknya, gambut dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Gambut Topogenous

Gambut Topogenous adalah gambut yang dibentuk pada depresi

topografi dan diendapkan dari sisa tumbuhan yang hidupnya atau

berkembangnya mengambil nutrisi tanah mineral, dan nutrisi tersebut

mengandung air yang berasal dari humifikasi sisa-sisa tumbuhan yang

semasa hidupnya tumbuhan dari pengaruh air permukaan tanah sehingga

kadar abunya dipengaruhi oleh elemen yang terbawa oleh air permukaan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

42

tersebut (gambut ini disebut sebagai gambut "eutrophic" atau gambut kaya

bahan nutrisi).

b) Gambut Ombrogenous

Gambut Ombrogenous adalah gambut yang dibentuk dalam

lingkungan pengendapan dimana tumbuhan pembentuk semasa hidupnya

hanya tumbuh dari air hujan, sehingga kadar abunya adalah asli (inherent)

dari tumbuhan itu sendiri (gambut ini disebut sebagai gambut

"oligotrophic" atau gambut miskin bahan nutrisi). Selama pembentukan

gambut ombrogenous masih berlanjut, biasanya nutrisi akan terlepas atau

hilang secara berangsur-angsur, sehingga tumbuhannya menjadi kurang

subur atau kurang lebat pertumbuhan daripada kondisi sebelumnya. Selain

itu produksi material organik menjadi rendah dan kondisi ini menyebabkan

kecepatan pembentukan massa gambut menjadi berkurang.

Kecepatan pembentukan formasi gambut sangat lambat dan

berbeda diantara lahan gambut yang ada. Perbedaan kecepatan

pembentukan formasi gambut tersebut disebabkan karena iklim dan jenis

tumbuhan setiap daerah atau negara berbeda. Kecepatan pembentukan

formasi gambut di Eropa diperkirakan sekitar 0,20 - 0,80 M per 1.000

tahun. Menurut Andriesse (1974) ketebalan gambut maksimum pada

daerah dataran pantai adalah 4,00 M dan gambut yang terdapat di

pedalaman dapat mencapai ketebalan sekitar 12,00 M.

Pada umumnya pH tanah gambut di Indonesia berkisar 3-5, tetapi

gambut pantai umumnya lebih tinggi daripada gambut pedalaman. Tanah-

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

43

tanah yang sangat masam menyebabkan kekahatan unsur hara seperti N, P,

K, Ca, Mg, Bo, Mo, Cu, Fe, Zn. Kekahatan hara mikro Cu paling sering

ditemukan pada tanah gambut. Hal ini karena rendahnya kadar Cu dalam

mineral tanah, serta kuatnya ikatan kompleks Cu - organik. Kandungan N

total umumnya tinggi berkisar antara 2.000 - 4.000 kg N.ha-1 pada lapisan

0-20 cm tetapi yang tersedia bagi tanaman hanya kurang dari 3 persen dari

jumlah tersebut. Nisbah C/N yang sangat tinggi menyebabkan N dalam

gambut tidak mudah tersedia bagi tanaman.

Unsur P tanah gambut umumnya terdapat sebagai P-organik.

Dibandingkan dengan beberapa jenis tanah mineral misalnya Andisol,

Ultisol, dan Oksisol, tanah gambut mempunyai kapasitas fiksasi P yang

lebih rendah sehingga ketersediaan P pada tanah gambut dapat lebih baik

daripada tanah-tanah mineral tersebut.

Kapasitas tukar kation tanah gambut umumnya sangat tinggi

(90-200 cmol (+).kg-1) tetapi kejenuhan basanya, terutama pada gambut

pedalaman adalah sangat rendah. Kejenuhan basa gambut pedalaman

Kalimantan Tengah kurang dari 10 persen (Tim Fakultas Pertanian, IPB,

1974). Keadaan ini menghambat penyediaan hara yang baik bagi tanaman

terutama K, Ca, dan Mg. Tanah gambut tebal umumnya juga mempunyai

kadar abu yang sangat rendah yang menunjukkan gambut tersebut sangat

miskin hara.

Gambut dibedakan berdasar atas ketebalannya dan tingkat

dekomposisinya. Dikatakan tanah gambut bilamana :

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

44

� Kandungan bahan organiknya > 30% bila bagian mineralnya bertekstur kasar/pasir

� Kadar bahan organik > 50% bila fraksi mineralnya adalah lempung. Disebut tanah gambut bilamana ketebalannya > 40 (untuk gambut matang), > 60 cm (untuk gambut mentah/agak matang.

Sedangkan berdasarkan tingkat dekomposisi/kematangan gambut,

dapat dibedakan menjadi:

� Gambut mentah (fibrik) bilamana kandungan serat masih banyak dan bila diperas maka air perasannya masih jernih kekuningan dan tidak mengandung lumpur.

� Gambut setengah matang (hemik) bilamana kandungan serat kasar lebih rendah, berwarna hitam dan bila diperas yang terperas ke luar adalah koloid bercampur air berwarna gelap.

� Gambut matang (saprik) bila tidak lagi mengandung bahan/serat kasar dan bila diperas maka akan terperas seperti pasta dengan sedikit sisa di dalam genggaman.

Dikatakan juga tanah gambut bila suatu tanah berlapis-lapis antara

sedimen organik dan mineral dengan imbangan > 60% adalah gambut

sampai kedalaman 180 cm yang di bagian tanah atasannya adalah gambut

dengan ketebalan > 30 cm.

2) Tanah Rawa Mineral

Rawa bukan gambut merupakan endapan aluvial mineral

(umumnya lempung) mentah atau gambut yang keadaan aslinya jenuh air

(reduksi) dengan suasana tawar atau masin. Pengisian endapan tersebut

berasal dari bahan erosi di daerah hulu yang terbawa oleh aliran sungai

yang kehilangan kecepatannya sewaktu memasuki rawa. Dengan sangat

berkurangnya kecepatan air, menyebabkan sebagian besar bahan erosi

akan mulai diendapkan di daerah cekungan rawa tersebut. Tanah rawa

mineral dapat dibagi atas:

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

45

a) Tanah Salin

Lahan ini langsung dipengaruhi oleh pasang surut air laut, baik

melalui sungai maupun pengaruh pasang surut yang melebar ke arah

depresi aluvium rawa. Secara garis besar intrusi air laut ini sangat

bervariasi, dapat hanya < 10 km dari garis pantai sampai menjorok cukup

jauh ke pedalaman (60 km), tergantung dari hidrotopografi lahan dan

besar kecilnya discharge dari sungai yang bermuara di laut tersebut, di

samping besarnya amplitudo ayunan pasang surut.

Tanah bersuasana payau sampai masin dengan tumbuhan penutup

berupa hutan bakau sampai nipah. Tanahnya terdiri atas bahan endapan

mineral bersuasana marin dan/atau gambut pantai. Mengingat suasana

endapan yang bersifat marin, kaya bahan organik dan daerah dengan iklim

tropis, di daerah ini berkembang tanah yang mengandung bahan sulfidik

dan merupakan tanah yang mentah (lunak). Menurut klasifikasinya tanah

yang ada disebut tanah Halaquent, Sulfaquent bila endapannya adalah

mineral dan Sulfihemist bila tanahnya adalah gambut.

b) Lahan Endapan Marin Non Salin

Lahan ini masih dipengaruhi oleh pasang surut tetapi tidak

bersuasana payau atau masin, meskipun suasana asin – payau masih terasa

di aliran sungai. Sewaktu pengisiannya dipengaruhi oleh air asin, sehingga

tanahnya dapat mengandung bahan sulfidik yang terutama pada tanah

mineralnya. Meliputi daerah belakang lahan yang masih aktif dipengaruhi

air asin, baik berupa jalur meander ataupun pengisian celah teras yang

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

46

teriris oleh aliran sungai/saluran drainase alami. Keberadaan bahan sulfidik

dicirikan pula oleh vegetasi gelam atau rerumputan yang toleran suasana

masam.

c) Tanah Aluvial Non Marin

Lahan yang jenuh air, baik musiman ataupun permanen yang tidak

dipengaruhi oleh air payau atau asin dan pengisian daerah cekungan di

antara perbukitan atau dataran rendah dengan bahan pengisi berupa tanah

mineral atau gambut yang tidak mengandung bahan sulfidik. Tanah ini

dapat juga berupa tanah gumuk pasir di pesisir pantai, atau dapat pula

berupa teras tua yang sudah cukup matang dan tidak terpengaruh pasang

surut. Demikian pula daerah rawa musiman yang hanya tergenang dalam

jangka waktu singkat di musim hujan (2 – 3 bulan) yang dikenal dengan

lahan rawa musiman.

Bilamana suasana pembentukan rawa adalah marin, maka terjadi

reduksi besi dari bahan sedimen dan reduksi sulfat yang terdapat dalam air

laut. Kedua komponen reduktif ini dapat membentuk senyawa yang disebut

dengan pirit. Kandungan pirit yang > 0,75 % dan tidak cukup bahan

alkalinitas untuk menetralkan asam yang ada di dalam pirit tersebut disuatu

lingkungan maka tanahnya disebut Sulfaquent atau sulfat masam potensial

(SMP). Bilamana pirit teroksidasi dan bersifat sangat masam yang disertai

oleh bercak jarosit maka disebut dengan Sulfaquept atau tanah sulfat

masam aktual (SMA).

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

47

Ciri lapangan untuk tanah sulfat masam potensial adalah:

� Tanah bersuasana jenuh air atau selalu tergenang � Warna tanah kekelabuan dan tidak mengandung bercak/karat

kemerahan � Tanahnya lunak (mentah) mudah keluar dari sela jari tangan bila tanah

tersebut dikepal � Bila tanah diambil dan dibiarkan terbuka di udara, warna tanah cepat

berubah menjadi lebih kelam � Pemberian peroksida (H2O2) pada tanah ini akan menyebabkan

terjadinya reaksi cepat berupa buih panas yang disertai oleh bau belerang. pH tanah setelah reaksi reda < 2.50

Ciri lapangan untuk tanah sulfat masam aktual adalah:

� Tanah bersuasana tidak jenuh air (oksidatif) � Warna tanah kelabu coklat kehitaman, mengandung bercak

kekuningan di permukaan tanah (disebut jarosit) � Tanahnya keras (matang) tanah tidak terperas ke luar dari sela jari

tangan bila tanah tersebut dikepal � pH tanah < 3.5 (luar biasa masam) dan tidak ada tanaman budidaya

yang mampu tumbuh (kecuali rumpuit purun atau pohon gelam) � Air saluran yang ada di sekitas tanah ini umumnya jernih, sangat

masam (terasa sepet atau pahit bila dicicipi). Air terebut mengandung sulfat dan besi yang bila terminum dapat menyebabkan murus/mencret, tidak dapat digunakan sebagai air untuk kebutuhan rumah tangga). pH air dapat < 2.0.

F. Pertanian Di Lahan Rawa

1. Dasar-Dasar Tata Guna Lahan

Pembukaan lahan rawa untuk pengembangan pertanian atau

pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan rawa yang

telah mantap membentuk ekosistem baru. Pengembangan pertanian di lahan

rawa dapat diartikan sebagai upaya peningkatan fungsi produksi. Antara fungsi

produksi dan fungsi perlindungan lingkungan dalam ekosistem lahan rawa

saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Jika fungsi perlindungan

lingkungan menurun, maka fungsi produksi dapat terganggu. Karena itu, lahan

rawa selain bersifat piasan (marginal) juga bersifat rapuh (fragile). Dengan

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

48

kata lain, pembukaan lahan rawa harus memperhatikan atau memperhitungkan

juga perubahan yang terjadi baik terhadap aras dinamika lahan maupun aras

keuntungan berupa layanan jasanya terhadap lingkungan, hasil produksi dan

nilai-nilai sosial lainnya.

Tata guna lahan rawa mencakup penataan terhadap (1) kawasan non budi

daya atau pengawetan; dan (2) kawasan budi daya atau reklamasi. Kawasan

non-budi daya dibagi menjadi kawasan lindung, suaka alam dan pengawetan.

Kawasan pengawetan dipilih beberapa lokasi yang mewakili ekosistem spesifik

tertentu dan diberi batas alami yang jelas sebelum reklamasi dilakukan.

Kawasan budi daya perlu dibagi antara kawasan budi daya dan

pemukiman. Dalam hal ini perlu delineasasi (garis batas) adanya sempadan

pantai, sempadan sungai, dan kawasan tampung hujan. Menurut Noor

(2001:79), kawasan tampung hujan ini diperlukan sekitar sepertiga luas total

kawasan satuan pengembangan.

Penentuan kawasan lindung, pemukiman, dan pertanaman yang

dikembangkan memerlukan informasi awal, antara lain data tipologi lahan

(luapan air) ketebalan lapisan gambut dan tipe penyusunan lapisan bawah

(substratum). Gambut yang mempunyai lapisan organik < 1 m cocok untuk

pengembangan berbagai ragam komoditas yang meliputi tanaman pangan,

misalnya padi, kedelai, kacang tanah, jagung ubikayu, dan ubijalar.

Gambut yang mempunyai tebal lapisan organik antara 1 m - 2 m cocok

untuk pengembangan tanaman perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit, karet,

dan kopi. Adapun gambut yang mempunyai lapisan organik > 2 m lebih sesuai

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

49

untuk pengembangan tanaman hortikultura seperti kubis, pepaya, nanas dan

sejenisnya. Gambut sangat dalam yang tebal lapisan organiknya > 3 m

disarankan untuk dijadikan kawasan lindung yang sekaligus berfungsi sebagai

wilayah tangkapan air.

2. Kendala Pemanfaatan Lahan Rawa

Karakteristik tanah di kawasan sempadan sungai, rawa (gambut) dan

kerangas, sejatinya sangat tidak baik untuk sebuah kawasan budidaya

perkebunan dan pertanian. Kawasan hutan kerangas (the heath forest) yang

didominasi vegetasi Gymnostoma nobile, Myrmecophytes dan Nepenthes sp.

Dalam bahasa Dayak Iban, kerangas berarti tanah yang tidak bisa ditumbuhi

padi. Hutan kerangas umumnya didominasi oleh tanah asam yang tergenang

dengan pH di bawah 4 dan memiliki kandungan liat yang sedikit. Kondisi lain

pada hutan kerangas adalah ditemukannya lapisan tanah keras (batuan) yang

menjadi penghambat aliran air masuk ke dalam tanah. Kawasan hutan kerangas

dikategorikan IUCN (The International Union for The Conservation of Nature

- World Conservation Union) dengan status vulnerable (rawan).

Pada kawasan rawa (gambut), walaupun memiliki kandungan humus

yang tinggi, namun unsur hara yang tersaji pada kawasan ini sangat sedikit dan

memiliki keasaman yang tinggi. Semakin tebal gambut pada kawasan ini,

semakin tidak layak untuk sebuah pengembangan budidaya tanaman, walaupun

telah dilakukan pendekatan teknologi pengolahan lahan. Sebuah studi

European Space Agency menemukan bahwa pada kawasan rawa (gambut)

sangat berperan terhadap pengikatan karbon yang pada kebakaran tahun 1997-

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

50

1998 jumlah karbon yang terlepas ke atmosfer dari kawasan ini mencapai

hingga 2,5 miliar ton dan pada kebakaran tahun 2002-2003 berkisar antara 200

juta hingga 1 miliar ton. IUCN mengkategorikan kawasan ini sebagai kawasan

critically endangered (kritis).

Secara umum terdapat beberapa permasalahan dalam pengembangan

daerah rawa, di antaranya adalah sebagai berikut:

a) Kondisi dan karakteristik lahan rawa merupakan lahan yang tidak normal karena banyak faktor pembatas di antaranya : � Kondisi gambut : umumnya kondisi gambut tebal hingga kedalaman 3

– 5 m dimana nilai keasaman sangat tinggi (pH<4) sehingga unsur hara yang merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman sangat minim atau terbatas.

� Kondisi pirit : Umumnya kondisi pirit adalah dangkal sehingga jika teroksidasi dengan udara akan menjadi racun bagi tanaman.

� Salinitas : Perilaku pasang surut air laut berdampak pada masuknya air asin di lahan, terutama di daerah pesisir atau berdekatan dengan laut/selat.

� Hidrotopografi lahan : Secara umum, kondisi hidrotopografi lahan Tipe C dan D dimana air saluran/parit tidak dapat menggenangi lahan tetapi sebatas membasahi permukaan lahan usaha. Kondisi topografi umumnya adalah datar sehingga pada musim kemarau, air sungai turun dan tanaman banyak yang mati. Pada musim hujan jika terjadi banjir, air sungai naik menggenangi lahan.

b) Permasalahan yang terkait dengan ketenagakerjaan dan sumber daya manusia di daerah rawa yang menonjol di antaranya adalah :

� Rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan � Terbatasnya ketersediaan tenaga kerja untuk pertanian.

c) Produksi pertanian masih rendah, hal ini disebabkan oleh : � Sistem tata air yang masih sederhana. � Sistem dan pola bercocok tanam yang sederhana. � Tingginya harga saprodi dan rendahnya daya beli masyarakat

petani. � Rendahnya harga komoditas pangan. � Faktor alam/cuaca yang kurang mendukung, misalnya curah hujan

yang rendah.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

51

d) Sejauh ini pengelolaan air yang baik di kawasan reklamasi rawa belum menjamin secara otomatis terjadinya peningkatan produktifitas pertanian pada tingkat yang optimal. Hal ini disebabkan oleh :

� Sarana dan prasarana tata air yang belum lengkap. � Sistem jaringan tersier (tata air mikro) umumnya belum ada.

e) Belum adanya lembaga pendukung di daerah rawa yang berperan aktif yang membantu petani untuk mengembangkan usaha-usaha budidaya pertanian maupun usaha-usaha lain yang berbasis pertanian guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

f) Kondisi sosial ekonomi dan kelembagaan masih belum mendukung kegiatan pengembangan pertanian yang berkelanjutan.

g) Belum aktifnya peran petani secara individu maupun kelompok seperti P3A atau gabungan P3A. Bahkan P3A yang telah terbentuk umumnya belum mandiri dalam pengelolaan dan pengoperasian jaringan dikarenakan keterbatasan dana.

h) Belum lengkapnya ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan dan pengembangan rawa sebagai penjabaran UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dari mulai tingkatan Peraturan Pemerintah sampai kepada Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM).

i) Aksessibilitas relatif masih rendah. Angkutan transportasi masih mengandalkan transportasi air, sementara transportasi darat masih mengandalkan jasa ojek yang relatif lebih mahal karena fasilitas jalan masih terbatas dan kurang nyaman untuk dilalui.

j) Terbatasnya sumber-sumber air bersih khususnya pada musim kemarau dapat menyebabkan rendahnya derajat kesehatan masyarakat dan rawan terhadap penyakit.

Pengembangan pertanian di lahan rawa (gambut) tropik dihadapkan

pada beberapa masalah, antara lain sebagai berikut:

a) Lahan gambut sebagian besar terhampar di atas lapisan pirit yang mempunyai potensi keasaman tinggi dan pencemaran dari hasil oksidasi seperti Fe, Al, dan asam-asam organik lainnya. Sebagian lahan gambut terhampar di atas lapisan pasir kuarsa yang miskin hara.

b) Lahan gambut cepat mengalami perubahan lingkungan fisik setelah direklamasi antara lain menjadi kering tak balik, berubah sifat menjadi hidrofob dan terjadi amblesan.

c) Lahan gambut mudah dan cepat mengalami degradasi kesuburan kerana pengurasan melalui pelindian dan penggelontoran. Walaupun diyakini abu hasil bakaran mengandung hara bagi tanaman, tetapi mudah tererosi dan hilang melalui aliran limpas.

d) Kawasan gambut merupakan lingkungan yang mempunyai potensi jangkitan penyakit (vurulensi) tinggi. Perkembangan organisme

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

52

pengganggu tanaman (gulma, hama dan penyakit tanaman) dan gangguan kesehatan manusia (malaria, cacing) cukup tinggi.

Menurut Andriesse (1988), ada delapan faktor pembatas yang menjadi

kendala bagi pertumbuhan tanaman di lahan gambut. Faktor-faktor pembatas

ini pada tingkat tertentu dapat menjadi sangat serius sehingga lahan gambut

dinilai tidak sebanding dan kalah bersaing untuk dikembangkan dibandingkan

dengan lahan pertanian lainnya.

Dengan sistem reklamasi dan pengelolaan lahan yang baik, lahan

gambut dapat ditingkatkan kelas kesesuaiannya. Sistem pengelolaan lahan ini

juga memerlukan upaya-upaya pencegahan atau antisipasi terhadap degradasi

lahan agar produksi tanaman dapat terus berkelanjutan dan kelestarian gambut

tetap terpelihara.

3. Kesesuaian Lahan Rawa untuk Pertanian

Jenis lahan rawa yang berpotensi untuk pertanian adalah lahan potensial,

lahan sulfat masam potensial, lahan gambut dangkal, dan lahan gambut sedang.

Tipe luapan menentukan arah pengembangan lahan. Lahan rawa tergolong

marginal dan fragile, sehingga aspek teknis harus dijadikan dasar dalam

pemilihan lokasi dan penerapan teknologi. Walaupun demikian, aspek sosial

ekonomi berperan penting pula untuk menuju keberhasilan pembangunan

pertanian di lahan rawa. Pengalaman menunjukkan kesalahan pemilihan lokasi

dan penerapan teknologi mengakibatkan munculnya lahan-lahan terdegradasi

(lahan bongkor, lahan tidur) yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan.

Bertitik tolak dari pengalaman tersebut, didukung dengan hasil-hasil penelitian

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

53

yang telah dicapai, pemanfaatan lahan rawa untuk pertanian perlu dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut:

a) Melaksanakan identifikasi dan karakterisasi lahan rawa sebagai dasar untuk menentukan prioritas pengembangan yang didasarkan pada aspek teknis dan sosial ekonomi.

b) Memilih teknologi pengelolaan tanah dan air yang sesuai dengan tipologi lahan dan tipe luapan.

c) Memilih komoditas pertanian (tanaman, ternak, dan ikan) yang sesuai baik dari aspek teknis maupun ekonomis. Wilayah-wilayah yang tidak sesuai atau menjadi tidak sesuai jika dimanfaatkan, difungsikan sebagai hutan produksi atau konservasi.

Lahan rawa yang memiliki tanah organik (gambut) yang akan

dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian memerlukan reklamasi. Harkat

kesesuaian lahan gambut dapat meningkat dengan dilakukannya reklamasi.

Radjagukguk dan Setiadi (1989) menilai kesesuaian lahan gambut bagi

tanaman dari segi ketebalan lapisan organiknya yang tercantum pada Tabel 2.4

di bawah ini.

Tabel 2.3 Kesesuaian Lahan Gambut untuk

Berbagai Jenis Tanaman Pertanian Berdasarkan Ketebalannya

Jenis Tanaman

Ketebalan Gambut (cm) 0 - 100 100 – 200 > 200

• Padi sawah • Pangan lahan kering (padi gogo,

kedelai, jagung, kacang tanah dan sejenisnya)

• Hortikultura (kubis cina, pepaya, nanas, rambutan dan sejenisnya)

• Perkebunan (kelapa, kelapa sawit, kopi, karet)

• Tanaman industri (rami, tanaman obat-obatan)

S2

S1

S1

S1

S1

S3

S2

S1

S2

S2

-

S3

S1

S2

S2

Sumber : Noor, 2001

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

54

Dengan merangkum sejumlah parameter lahan secara umum yang

didasarkan hasil sigi tanah/lahan dari berbagai sumber di beberapa instansi dan

perguruan tinggi diperoleh bahwa kesesuaian lahan rawa ditentukan oleh delapan

sifat tanah dan lingkungannya seperti pada tabel berikut ini.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

55

Tabel 2.4 Penilaian Kesesuaian Beberapa Parameter Utama Tanah di Lahan Rawa

untuk Persawahan, Tanaman Semusim dan Tanaman Tahunan

Anasir

Kelas Kesesuaian S1 S2 S3 N1 N2

Jeluk mempan (cm): a*) b c pH (0-30 cm):

a b c

Kesuburan tanah: a,b,c

Keracunan: 1) Kejenuhan Al (%)

a b c

2) Jeluk pirit a b c

Pengatusan: a b c

Daya antar listrik (uS): a,b,c

Ketebalan gambut (cm) a b c

Kematangan gambut: a,b,c

> 75 > 75 > 100 6,0-7,0 6,0-7,0 5,5-7,5 T < 20 < 20 < 40 > 100 > 150 > 100 Bk Bk Tt < 1500 < 30 < 50 < 50 Sp

> 50 > 50 > 75 5,5-7,5 5,5-7,5 4,5-7,5 S-T < 40 < 40 < 60 > 75 > 100 > 75 Bk, Ac Bk, Ac AT < 2500 < 50 < 75 < 75 Sp-H (Jeluk <30 cm)

> 25 > 25 > 50 4,5-8,0 4,5-8,0 4,0-8,0 S-R < 60 < 70 < 80 > 50 > 75 > 50 Ac Ac ST < 4000 < 100 < 100 < 100 H

> 10 > 10 > 25 3,5-8,5 3,5-8,5 3,5-8,5 R-SR < 80 < 90 < 100 > 25 > 50 > 25 AcT AcT Sc < 4000 < 150 < 150 < 150 H-F

< 10 < 10 < 25 - - - SR - - - < 25 < 50 < 25 - - - > 4000 > 150 > 150 > 150 -

Keterangan: a = tanaman semusim; b = tanaman tahunan, c = persawahan, T = tinggi, S = sedang, R = rendah, SR = sangat rendah, Bk = baik, Ac = agak cepat, Tt = terhambat, AT = agak terhambat, ST = sangat terhambat, Sc = sangat cepat, Sp = saprik, H = hemik, F = fibrik

Sumber : Noor, 2001

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

56

G. Reklamasi dan Pengelolaan Lahan Rawa

1. Reklamasi Lahan Rawa

Reklamasi sering diartikan sebagai tindakan untuk meningkatkan status

lahan dari yang tidak layak guna menjadi layak guna. Seiring dengan terjadinya

perkembangan lahan atau perubahan sifat lahan rawa (gambut) seperti

penurunan muka tanah, kering tak balik, dan keasaman tanah dan air, semuanya

berhubungan dengan kondisi dari tata air sehingga istilah reklamasi lahan lebih

mengacu pada perbaikan pengelolaan air (water management).

Dalam reklamasi dilakukan penggalian saluran-saluran untuk pengatusan

yang menimbulkan berbagai masalah-masalah baru berkenaan dengan

terjadinya perubahan sifat-sifat tanah dan lingkungan fisiknya. Hal ini tentu

memerlukan pemecahan dengan upaya-upaya antisipasi secara dini sehingga

tidak merugikan. Sejak awal reklamasi seyogyanya tindakan mempertahankan

tinggi muka air tanah sudah dilakukan sehingga kemerosotan perubahan mutu

lahan dapat ditekan sedini mungkin. Menunjuk pada kasus-kasus yang terjadi

di Sumatera dan juga di Kalimantan pengurasan air melalui pengatusan terjadi

terus menerus.

Berkenaan dengan reklamasi, permasalahan yang dihadapi adalah

perubahan yang terjadi setelah reklamasi. Selain itu, banyak ditemukan

kesulitan dalam penilaian secara ekonomi biaya-biaya reklamasi. Andriesse

(1988) memberikan garis-garis besar yang perlu diperhatikan berkenaan

dengan reklamasi sebagai berikut:

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

57

a) Reklamasi buatan terhadap gambut pasang surut hendaknya didahului dengan penilaian keuntungan dan kerugian sebagai dasar dan masukan untuk penyusunan perencanaan yang baik.

b) Pengembangan secara besar-besaran dari lahan gambut pasang surut hendaknya dicegah bila mungkin. Reklamasi yang dilakukan pemukiman spontan dengan pengatusan tanpa organisasi yang jelas sering menimbulkan masalah besar dikemudian hari.

c) Hal penting yang perlu dipelajari dalam pemanfaatan lahan gambut secara sungguh-sungguh, antara lain, sebagai berikut: � Mempertahankan kondisi alami yang ada, yang masih berupa hutan

primer. Hasil hutan dapat diambil dalam skala kecil dengan kebijakan kehutanan yang tetap menjamin hasil berkesinambungan.

� Penggunaan lahan gambut untuk pertanian dilakukan setelah perbaikan meliputi pengatusan dan mungkin pencegahan banjir. Berbagai kemungkinan pengembangan pertanian meliputi penerapan pengatusan dangkal dengan berbagai pola tanam dan pemilihan komoditas tanaman, pengatusan menengah diikuti dengan pemilihan komoditas tanaman yang lebih luas, dan pengatusan dalam yang mempercepat terbentuknya ampas (wastage) gambut dan ini hanya disarankan jika lapisan tanah di bawahnya mempunyai mutu yang sangat baik.

Reklamasi tanah gambut/rawa dilakukan dengan perbaikan pengatusan,

dengan membuat saluran yang akan menyebabkan keseimbangan alamiah

lahan rawa berubah. Perubahan ini terutama terjadi di dalam tanah akibat

perubahan suasana reduktif menjadi kearah oksidatif. Reaksi kimia, biokimia,

dan mikrobiologis akan menghasilkan perubahan tanah anasir yang berperan

ganda (sistem redoks). Oksidasi bahan metan, sulfida, fero, amonium, dan

mangan atau percepatan oksidasi bahan organik akan menghasilkan senyawa-

senyawa yang lebih sederhana dan sebagian besar berupa asam-asam dalam

bentuk terlarutkan. Gambut yang mengandung koloid mineral pada tahap awal

reklamasi akan mampu menghasilkan produksi tanaman. Kelanjutan

dekomposisi yang selalu menghasilkan garam dan asam organik pada suatu

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

58

saat tidak dapat diimbangi oleh bahan penetral sehingga mulai melarutkan

koloid mineral dengan memunculkan aluminium sebagai kation utama.

Jadi, pengembangan lahan rawa/gambut memerlukan langkah awal yaitu

reklamasi. Reklamasi berdasarkan penataan dan pengelolaan air pada tahap

awal bertujuan untuk menurunkan periode terjadinya kondisi tumpat air dan

karenanya dapat memperbaiki daya tumpu tanah. Reklamasi dan pengelolaan

air juga dimaksudkan untuk membuang kelebihan air secara tepat untuk

mengendalikan muka air tanah agar tercapai kondisi yang optimum baik bagi

gambut sendiri maupun untuk pertumbuhan tanaman.

2) Langkah Strategi Pengelolaan Lahan Rawa

Tujuan dari pengelolaan rawa adalah terwujudnya pengelolaan rawa

adalah kemanfaatan rawa yang berkelanjutan yang berupa:

a) Kelestarian rawa sebagai sumber air, b) Dukungan produktivitas lahan dalam rangka ketahanan pangan, c) Dukungan pengembangan wilayah yang berbasis pertanian termasuk

daerah perbatasan dan pesisir yang handal, dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.

Adapun pengelolaan rawa dimaksudkan untuk:

a) Mengatur konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak rawa, b) Mengatur pengelolaan air rawa, c) Mengatur pengembangan dan pengelolaan jaringan reklamasi rawa, d) Mengatur pemberdayaan masyarakat, dan e) Mengatur pengelolaan aset rawa.

Arah kebijakan pengelolaan rawa adalah untuk mewujudkan

kemanfaatan rawa yang berkelanjutan, dalam bentuk upaya:

a) Menjaga dan memelihara kelestarian rawa sebagai sumber air; b) Mendukung produktivitas lahan (melalui revitalisasi pertanian) dalam

rangka meningkatkan ketahanan pangan;

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

59

c) Dalam mendukung produktivitas lahan, tidak hanya terbatas pada tanaman padi tetapi juga opsi multi-komoditi sesuai dengan potensi dan tingkat perkembangan kematangan tanah serta berorientasi pada permintaan pasar (marketdriven);

d) Mewujudkan kontribusi potensial pengembangan rawa bagi pembangunan ekonomi wiiayah;

e) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sekaitan dengan hal tersebut, strategi yang dapat diterapkan dalam

pengelolaan rawa adalah sebagai berikut:

a) Strategi konservasi: menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya air dan upaya menjaga daya dukung rawa.

b) Strategi pendayagunaan rawa: peningkatan fungsi; dan manfaat rawa sebagai sumber daya alam.

c) Strategi pengendalian daya rusak: upaya pencegahan melalui perencanaan, dan upaya pemulihan melalui restorasi.

d) Strategi pengelolaan air: yang mencakup pengelolaan air rawa, serta pengelolaan jaringan reklamasi rawa.

e) Strategi peningkatan koordinasi dan partisipasi, pembinaan kelembagaan dan pembiayaan.

H. Pemanfaatan dan Permasalahan Di Daerah Rawa Cermai

1. Pemanfaatan Rawa Cermai

Berkurangnya lahan subur untuk usaha pertanian serta

meningkatnya kebutuhan pangan nasional terutama beras akibat

pertambahan jumlah penduduk menyebabkan pilihan pemenuhan

kebutuhan pangan diarahkan pada pemanfaatan lahan rawa, baik untuk

kepentingan pertanian maupun untuk pemukiman penduduk.

Penggunaan lahan rawa untuk pertanian dengan semestinya dan

dilakukan secara efisien akan memberi sumbangan bagi kelangsungan bagi

pertumbuhan ekonomi negara. Dengan kata lain, pemanfaatan lahan rawa

dengan tidak semestinya akan menyebabkan kehilangan salah satu sumber

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

60

daya yang berharga, dikarenakan lahan rawa merupakan lahan marginal

dan merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui.

Pemanfaatan lahan rawa sebagai areal produksi pertanian

khususnya tanaman pangan merupakan alternatif yang sangat tepat,

mengingat arealnya yang sangat luas dan pemanfaatannya belum

dilakukan secara intensif dan ekstensif. Dalam hal ini Daerah Rawa

Cermai yang terdapat di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas juga turut

berlomba-lomba dalam memanfaatkan lahan rawa yang tersedia sebagai

lahan yang produktif.

Lahan rawa tersebut sebagian kecil telah dimanfaatkan untuk

bercocok tanam padi dan palawija meskipun sebagian besar lahan rawa

cermai masih banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagian

besar lahan masih berupa hutan dan semak belukar. Jenis pemanfaatan

lahan di Daerah Rawa Cermai dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.5 Jenis Pemanfaatan Lahan di Daerah Rawa Cermai

Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas Kalimantan Barat

Jenis Pemanfaatan Lahan Luas (ha) Persentase (%) 1. Pemukiman dengan tanaman campuran 2. Sawah 3. Semak dan tanaman hutan 4. Hutan

15,6 135,33 48,98

900,49

1,42 12,30 4,45

81,83 Jumlah 1100,4 100

Sumber : Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Sambas, 2008

Dari tabel tersebut, tergambarkan bahwa pola penggunaan lahan

terbesar berupa hutan, urutan kedua dan ketiga adalah sawah dan semak-

tanaman hutan, terakhir pemukiman dengan tanaman budidaya.

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_045006_chapter2(1).pdf · garis besar dibedakan menjadi tiga, yaitu air tawar, air payau, dan

61

2. Permasalahan Rawa Cermai

Alam mengajarkan kepada manusia agar hidup mengikuti kaidah-

kaidah yang telah ditetapkan alam. Sejarah panjang kehidupan manusia

pada dasarnya merupakan catatan upaya manusia dalam menaklukkan

alam. Penaklukan alam yang sifatnya eksploratif dan eksploitatif tanpa

memerhatikan kaidah-kaidah alam ternyata harus dibayar mahal karena

memerlukan energi dan dana yang besar untuk mengatasi. Dampak negatif

yang muncul kemudian terhadap lingkungan akibat polah manusia menjadi

catatan panjang penderitaan.

Pada prinsipnya permasalahan yang terdapat di daerah Rawa

Cermai ini sama dengan permasalahan yang dihadapi pada daerah-daerah

rawa lainnya. Adapun permasalahan yang terdapat di Daerah Rawa

Cermai ini adalah permasalahan genangan yang merupakan masalah utama

pengembangan daerah ini. Setiap tahun masalah ini terus berulang selama

musim hujan. Genangan yang terjadi mempunyai durasi yang cukup

panjang dan membahayakan tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik.

Genangan yang terjadi umumnya berada pada daerah-daerah

dengan topografi lebih rendah dari elevasi muka air maksimum. Masalah

lainnya yang juga sedikit menghambat adalah tidak adanya saluran dan

sarana irigasi serta kriteria tanah yang sebagian besar memiliki pH rendah

yang akan cukup menyulitkan dalam pengolahan tanah untuk pemanfaatan

sebagai lahan pertanian atau perkebunan.