bab ii tinjauan pustaka a. 1. perundang undangan … · (adji samekto, 2009: 17). dalam mengukur...

43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Zona laut menurut Konvensi Hukum Laut 1982 dan peraturan perundang undangan Indonesia Wilayah merupakan suatu unsur pokok dari suatu negara. Hal ini ditegaskan dalam konvensi Montevideo pada tahun 1933 tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara. Konvensi tersebut menentukan adanya empat syarat yang harus dimiliki oleh suatu negara sebagai suatu subjek di dalam hukum internasional. Keempat syarat tersebut adalah penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintah dan kemampuan untuk memasuki pergaulan Internasional (a capacity to enter into relations with other states) (Dimyati Hartono, 1977: 39). Tidak ada negara tanpa wilayah, karena itu adanya wilayah adalah hal yang mutlak bagi negara. Agar wilayah dikatakan tetap, maka harus ada batas-batasnya. (Jawahir Thontowi, 2006:108). Dengan adanya wilayah, negara dapat mengejawantahkan kedaulatannya melalui, salah satunya, penerapan aturan sekaligus mengefektifkan sanksi dari aturan tersebut. Di sini kita lihat adanya korelasi yang jelas antara kedaulatan, wilayah dan negara. (Jawahir Thontowi, 2006:177) Kedaulatan negara atas wilayah terdiri atas kedaulatan wilayah darat, udara dan laut. Maksud dari kedaulatan atas wilayah laut adalah kewenangan yang dimiliki suatu negara di laut guna melaksanakan kewenangannya (Tuhulele, 2011: 1). Wilayah laut sendiri adalah laut beserta tanah yang ada di bawahnya. Tanah di bawah laut terdiri dasar laut dan tanah di bawah dasar laut. Wilayah laut terbagi atas wilayah yang dikuasai oleh suatu negara (negara pantai) dengan laut yang tidak dikuasai oleh negara (Sefriani, 2010: 212). Ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang kedaulatan negara atas wilayah laut yang paling pokok adalah United

Upload: trinhxuyen

Post on 26-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Zona laut menurut Konvensi Hukum Laut 1982 dan peraturan

perundang undangan Indonesia

Wilayah merupakan suatu unsur pokok dari suatu negara. Hal ini

ditegaskan dalam konvensi Montevideo pada tahun 1933 tentang Hak-Hak

dan Kewajiban Negara. Konvensi tersebut menentukan adanya empat syarat

yang harus dimiliki oleh suatu negara sebagai suatu subjek di dalam hukum

internasional. Keempat syarat tersebut adalah penduduk yang tetap, wilayah

tertentu, pemerintah dan kemampuan untuk memasuki pergaulan

Internasional (a capacity to enter into relations with other states) (Dimyati

Hartono, 1977: 39).

Tidak ada negara tanpa wilayah, karena itu adanya wilayah adalah

hal yang mutlak bagi negara. Agar wilayah dikatakan tetap, maka harus ada

batas-batasnya. (Jawahir Thontowi, 2006:108). Dengan adanya wilayah,

negara dapat mengejawantahkan kedaulatannya melalui, salah satunya,

penerapan aturan sekaligus mengefektifkan sanksi dari aturan tersebut. Di

sini kita lihat adanya korelasi yang jelas antara kedaulatan, wilayah dan

negara. (Jawahir Thontowi, 2006:177)

Kedaulatan negara atas wilayah terdiri atas kedaulatan wilayah darat,

udara dan laut. Maksud dari kedaulatan atas wilayah laut adalah

kewenangan yang dimiliki suatu negara di laut guna melaksanakan

kewenangannya (Tuhulele, 2011: 1). Wilayah laut sendiri adalah laut beserta

tanah yang ada di bawahnya. Tanah di bawah laut terdiri dasar laut dan

tanah di bawah dasar laut. Wilayah laut terbagi atas wilayah yang dikuasai

oleh suatu negara (negara pantai) dengan laut yang tidak dikuasai oleh

negara (Sefriani, 2010: 212).

Ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang

kedaulatan negara atas wilayah laut yang paling pokok adalah United

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) atau yang

sering disebut dengan Konvensi Hukum Laut 1982. Indonesia mengesahkan

Konvensi Hukum Laut tahun 1982 dengan Undang-Undang No. 17 Tahun

1985. Sampai bulan Juli tahun 2014 ini Konvensi Hukum Laut tahun 1982

sudah diratifikasi oleh 166 negara (www.un.org/depts/los/reference_files

/status2010.pdf diakses tanggal 18 Juli 2014, Pukul 7:47 WIB).

Dalam membahas wilayah perairan (laut) suatu negara, ada negara

yang memiliki laut ( coastal state atau litoral state) dan ada negara yang

tidak memiliki laut (landlocked State). Contoh negara tidak berpantai atau

tidak memiliki laut, seperti Laos, Nepal, Swiss, Hongaria, dan Austria. (Adji

Samekto, 2009: 17).

Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis

pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis yang menghubungkan titik-titik

pangkal untuk kepentingan pengukuran lebar laut tertentu. Cara menentukan

titik-titik pangkal adalah dengan menentukan bagian dari suatu daratan yang

paling menjorok ke laut kemudian ditentukan titik pangkalnya pada waktu

yang berbeda (saat pagi, siang dan malam). Tahap selanjutnya adalah antara

satu titik dan titik berikutnya dihubungkan menjadi garis-garis pangkal.

Menurut Konvensi Hukum Laut 1982, secara garis besar ada tiga jenis garis

pangkal, yaitu garis pangkal normal (normal baselines) yang mengikuti

lekuk-lekuk pantai sebagaimana yang ditandai pada peta skala besar yang

secara resmi diakui oleh negara pantai tersebut yang diuraikan dalam Pasal 5

dan garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari suatu

pantai dalam Pasal 7, serta garis pangkal kepulauan yang menghubungkan

titik-titik terluar pada garis air rendah pada titik terluar pulau terluar, dan

karang kering terluar yang satu dengan titik terluar pada garis air rendah

pada titik terluar pulau terluar, karang kering terluar yang lainnya yang

berdampingan pada Pasal 47 Konvensi Hukum Laut 1982.

Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 melahirkan delapan zonasi

pengaturan (regime) hukum laut. Secara garis besarnya, Konvensi ini

membagi laut ke dalam dua bagian zona maritim yaitu zona-zona yang

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

berada di bawah dan di luar yurisdiksi nasional. Zona-zona yang berada di

bawah yurisdiksi nasional dibagi lagi ke dalam zona-zona maritim yang

berada di bawah kedaulatan penuh suatu negara pantai, dan zona-zona

maritim bagian-bagian di mana negara pantai dapat melaksanakan

wewenang-wewenang serta hak-hak khusus yang diatur oleh Konvensi (Etty

R Agoes dalam Dikdik Mohammad Sodik, 2011: 18)

Zona-zona maritim yang berada di bawah kedaulatan penuh adalah:

a. Perairan Pedalaman ( internal waters)

Perairan pedalaman diatur dalam pasal 8 Konvensi Hukum

Laut 1982 yaitu perairan yang terletak ke arah dalam, dari garis

batas pengukur teritorial. Secara umum terdiri dari teluk, muara,

dan pelabuhan dan perairan-perairan yang tertutup oleh garis

pangkal lurus.

Ketentuan dalam hukum nasional mengenai zona perairan

dibawah kedaulatan penuh Indonesia pemerintah menetapkan

Undang-Undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

sebagai landasan hukumnya sejak tanggal 8 Agustus 1996. Pada

pasal 3 ayat 4 UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia,

perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak

pada sisi darat (dalam) dari garis air rendah dari pantai- pantai

Indonesia, termasuk di dalamnya semua bagian perairan

perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup

pada mulut sungai, kuala teluk, anak laut dan pelabuhan.

Perairan pedalaman ini terdiri dari laut pedalaman dan

perairan darat seperti sungai dan danau. Di perairan pedalaman ini

negara pantai mempunyai kedaulatan mutlak seperti wilayah

daratan. Pada umumnya di perairan pedalaman tidak ada hak

lintas damai bagi kapal asing, Namun kalau perairan pedalaman

ini terbentuk karena adanya penarikan garis pangkal lurus, maka

hak lintas damai di perariran tersebut dapat dinikmati oleh negara-

negara lain. (Jawahir Thontowi, 2006: 186)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

b. Perairan Kepulauan (archipelagic waters)

Perairan kepulauan diatur dalam pasal 46 sampai 54

Konvensi Hukum Laut 1982. Perairan kepulauan merupakan

perairan yang dimiliki negara kepulauan. Negara kepulauan

menurut Konvensi Hukum Laut 1982 adalah negara yang

seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat

mencakup pulau-pulau lain. Untuk menentukan perairan

kepulauan tersebut digunakan garis pangkal lurus kepulauan yang

menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar dan

karang-karang kering terluar dengan syarat perbandingan wilayah

laut dengan daratan termasuk pulau karang adalah 1:1 sampai

dengan 9:1 sebagaimana diatur dalam pasal 47 ayat (1) Konvensi

Hukum Laut 1982. Selain itu, panjang garis pangkal lurus

kepulauan tidak boleh melebihi 100 (seratus) mil laut, kecuali

bahwa 3% (tiga persen) dari jumlah keseluruhan garis pangkal

dapat melebihi hingga kepanjangan maksimum 125 mil laut.

Status hukum dari perairan kepulauan diatur dalam pasal

49 Konvensi yang menetapkan bahwa:

1) Kedaulatan negara kepulauan meliputi perairan yang ditutup

oleh garis pangkal kepulauan sebagaimana diatur dalam pasal

47 disebut sebagai perairan kepulauan tanpa memperhatikan

kedalaman atau jaraknya dari pantai;

2) Kedaulatan ini selain meliputi ruang udara di atasnya juga

dasar laut dan tanah di bawahnya dan sumber daya alam yang

terkandung di dalamnya.

3) Rezim hak lintas alur-alur laut kepulauan tidak akan

mempengaruhi status hukum perairan kepulauan, termasuk

alur-alur laut dan pelaksanaan kedaulatan negara kepulauan

atas perairan kepulauan, dan ruang udara di atas perairan

kepulauan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta sumber

daya alam yang terkandung di dalamnya.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Dalam peraturan perundang-undangan nasional, pengaturan

mengenai perairan kepulauan sama dengan ketentuan dalam

Konvensi Hukum Laut tahun 1982. Namun dalam UU No. 6 Tahun

1996 tentang Perairan Indonesia diatur lebih spesifik tentang hak

lintas melewati alur kepulauan di perairan kepulauan Indonesia.

Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 11 Undang-undang,

bahwa kapal semua negara baik berpantai atau tidak berpantai

dapat menikmati hak lintas damai di perairan kepulauan. Dalam

melakukan lintas damai di perairan kepulauan, yaitu melalui alur-

alur laut yang khusus ditetapkan untuk pelaksanaan hak pelayaran

dan penerbangan di atasnya. Untuk keperluan hak lintas alur

kepulauan ini Pemerintah Indonesia menentukan alur-alur laut rute

penerbangan di atasnya serta dapat juga menetapkan skema

pemisah untuk keperluan keselamatan navigasi atau pelayaran.

Dalam menetapkan alur laut dan rute penerbangan ini ditentukan

dengan suatu rangkaian garis sumbu yang bersambungan mulai

dari tempat masuk rute hingga keluar melalui perairan kepulauan

dan laut teritorial yang berhimpit dengannya.

Penentuan alur-alur laut dan rute penerbangan ini

dilakukan dengan pertimbangan agar dapat dilakukan lintas yang

langsung dan terus menerus serta dengan menempuh jarak yang

terdekat. Selain dari itu untuk menjamin keselamatan pelayaran

dan juga menetapkan skema pemisah di daerah yang rawan

kecelakaan.

Sesuai pasal 53 ayat (3) Konvensi Hukum Laut 1982 yang

menyatakan negara kepulauan dapat menentukan alur laut dan rute

penerbangan di atasnya, yang cocok untuk lintas kapal dan pesawat

udara asing secara tak terputus dan cepat melalui atau di atas

perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan.

Sehubungan dengan itu, pada tahun 1996 Indonesia telah

mengusulkan kepada IMO (International Maritime Organization)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

penetapan tiga ALKI beserta cabang-cabangnya di perairan

Indonesia yaitu

1) ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut

China Selatan.

2) ALKI II : Selat Lombok, Selat Makasar, dan Laut Sulawesi

3) ALKI III A: Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda-Laut Seram-

Laut Maluku. Samudera pasifik.

4) ALKI III-B : Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda dan terus ke

ALKI III-A

5) ALKI III-C : Laut Arafura, Laut Banda terus ke Utara ke ALKI

III-A

Sesuai dengan pasal 53(5) Konvensi Hukum Laut 1982

yang menyatakan alur laut dan rute penerbangan di atasnya

merupakan suatu rangkaian garis sumbu yang bersambungan mulai

dari tempat masuk rute hingga tempat keluar. Kapal dan pesawat

udara yang melakukan lintas melalui alur laut kepulaun tidak boleh

menyimpang lebih dari 25 mil laut pada sisi garis sumbu tersebut,

dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak

boleh berlayar atau terbang lebih dekat ke pantai dari 10% jarak

antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan

dengan alur laut tersebut.

Sesuai saran IMO Indonesia telah melakukan pendekatan

kepada International Hydrographic Organization (IHO), guna

membahas segi-segi teknis pemetaan untuk menggambarkan

ALKI-ALKI tersebut pada peta-peta pelayaran. Akhirnya usul

penetapan ketiga ALKI Utara-Selatan tersebut diterima secara

resmi pada tanggal tanggal 19 Mei 1998 oleh sidang Pleno MSC-

60 (Maritime Safety Committee). Indonesia mengundangkannya

dalam peraturan nasional melalui PP No. 37 tahun 2002. Menurut

kesepakatan dengan IMO, ALKI tersebut akan mulai berlaku

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

minimal enam bulan sejak diundangkannya oleh Indonesia. (Boer

Mauna, 2011: 398).

Sedangkan menurut Kresno Buntoro, ALKI tersebut akan

mulai berlaku setelah enam bulan pemberitahuan kepada IMO

yaitu pada bulan Juli tahun 2003 sehingga berlaku mulai Desember

tahun 2003. Hal ini dikarenakan pengumuman Indonesia tentang

rencana pemberlakuan alur kepulauan Indonesia pada bulan

Desember 2002 mendapat reaksi keras dari beberapa anggota

International Maritime Organization (IMO). Mayoritas anggota

IMO percaya bahwa ketentuan tentang persyaratan waktu enam

bulan pemberlakuan dihitung pada saat Indonesia

menginformasikan kepada IMO telah diundangkannya alur laut

kepulauan dalam peraturan nasional (Kresno Buntoro, 2012: 98).

Hak dan kewajiban kapal asing dalam melaksanakan lintas

melalui alur laut kepulauan Indonesia secara terperinci diatur

dalam PP No. 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal

dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur

Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan.

Kewajiban-kewajiban kapal asing dalam melaksanakan

lintas alur kepulauan tersebut diatur dalam Pasal 4, Pasal 5 dan

Pasal 6 yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas

Alur Laut Kepulauan harus melintas secepatnya melalui atau

terbang di atas alur laut kepulauan dengan cara normal, semata

mata untuk melakukan transit yang terus menerus, langsung,

cepat, dan tidak terhalang.

2) Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan lintas alur

laut kepulauan, selama melintas tidak boleh menyimpang lebih

dari 25 (dua puluh lima) mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu

alur laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal dan

pesawat udara tersebut tidak boleh berlayar atau terbang dekat

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

ke pantai kurang dari 10 % (sepuluh per seratus) jarak antara

titik titik yang terdekat pada pulau pulau yang berbatasan

dengan alur laut kepulauan tersebut.

3) Kapal dan pesawat udara asing sewaktu melaksanakan Hak

Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan ancaman

atau menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan

wilayah, atau kemerdekaan politik Republik Indonesia, atau

dengan cara lain apapun yang melanggar asas asas Hukum

Internasional yang terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa

Bangsa.

4) Kapal perang dan pesawat udara militer asing, sewaktu

melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh

melakukan latihan perang perangan atau latihan menggunakan

senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi.

5) Semua kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur

Laut Kepulauan tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau

mondar mandir, kecuali dalam hal force majeure atau dalam hal

keadaan musibah atau memberikan pertolongan kepada orang

atau kapal yang sedang dalam keadaan musibah.

6) Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas

Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau

melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan tidak

boleh melakukan komunikasi langsung dengan orang atau

kelompok orang yang tidak berwenang dalam wilayah

Indonesia.

7) Kapal atau pesawat udara asing, termasuk kapal atau pesawat

udara riset atau survey hidrografi, sewaktu melaksanakan Hak

Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan kegiatan

riset kelautan atau survey hidrografi, baik dengan

mempergunakan peralatan deteksi maupun peralatan pengambil

contoh, kecuali telah memperoleh izin untuk hal itu.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

8) Kapal asing, termasuk kapal penangkap ikan, sewaktu

melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh

melakukan kegiatan perikanan dan menyimpan peralatan

penangkap ikannya ke dalam palka.

9) Kapal dan pesawat udara asing, sewaktu melaksanakan Hak

Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh menaikkan ke atas

kapal atau menurunkan dari kapal, orang, barang atau mata

uang dengan cara yang bertentangan dengan perundang

undangan kepabeanan, keimigrasian, fiskal, dan kesehatan,

kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam keadaan

musibah.

10) Kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut

Kepulauan wajib menaati peraturan, prosedur, dan praktek

internasional mengenai keselamatan pelayaran yang diterima

secara umum, termasuk peraturan tentang pencegahan tubrukan

kapal di laut.

11) Kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut

Kepulauan tidak boleh menimbulkan gangguan atau kerusakan

pada sarana atau fasilitas navigasi serta kabel kabel dan pipa

pipa bawah air.

12) Kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut

kepulauan dalam suatu alur laut kepulauan di mana terdapat

instalasi instalasi untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber daya

alam hayati atau non hayati, tidak boleh berlayar terlalu dekat

dengan zona terlarang yang lebarnya 500 (lima ratus) meter

yang ditetapkan di sekeliling instalasi tersebut.

13) Kapal asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut

Kepulauan dilarang membuang minyak, limbah minyak, dan

bahan bahan perusak lainnya ke dalam lingkungan laut, dan

atau melakukan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

dan standar internasional untuk mencegah, mengurangi, dan

mengendalikan pencemaran laut yang berasal dari kapal.

14) Kapal asing bertenaga nuklir, atau yang mengangkut bahan

nuklir, atau barang atau bahan lain yang karena sifatnya

berbahaya atau beracun yang melaksanakan Hak Lintas Alur

Laut Kepulauan, harus membawa dokumen dan mematuhi

tindakan pencegahan khusus yang ditetapkan oleh perjanjian

internasional bagi kapal kapal yang demikian.

c. Laut teritorial (teritorial waters)

Dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982, laut teritorial

diatur dalam pasal 2-32, pasal 220, pasal 230 ayat (2), serta pasal

234.

Pada pasal 2 Konvensi dinyatakan bahwa setiap negara

berhak menetapkan lebar laut teritorialnya sampai batas maksimum

12 mil laut dari garis pangkal pantai (baselines). Lebar laut

teritorial ditetapkan dari batas air-rendah (surut) di sekitar pantai

negara. Penetapan lebar laut tersebut merupakan prinsip tradisional

menurut hukum kebiasaan internasional dan ditegaskan kembali

dalam pasal 3 Konvensi Jenewa tentang Laut Teritorial dan Zona

Berdekatan tahun 1958 dan pasal 5 Konvensi Hukum Laut 1982

(Malcolm Shaw QC, 2013: 550)

Di laut teritorial ini kapal-kapal dari semua negara

memperoleh hak lintas damai untuk melayari atau melintasi laut

teritorial yang diatur dalam pasal 17 sampai pasal 32 Konvensi

Hukum Laut tahun 1982.

Hak lintas damai mengacu pada pasal 18 Konvensi Hukum

Laut 1982 dapat diartikan sebagai pelayaran melalui laut teritorial

dengan tujuan hanya untuk melintas tanpa memasuki perairan

pedalaman atau singgah di tempat bongkar muat barang di laut atau

pelabuhan yang berada di luar perairan pedalaman, dan lintas itu

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

harus dilakukan dengan terus-menerus dan cepat kecuali ada force

majuer atau menolong pihak yang mengalami bahaya di laut

(Muchjidin, 1993:114). Pasal 19 ayat (2) menyebutkan 12 (dua

belas) macam kegiatan yang dikategorikan sebagai perbuatan yang

tidak bersifat damai, sehingga lintas itu tidak disebut lagi sebagai

lintas damai yaitu:

1) Sesuatu ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap

kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara

pantai, atau tindakan lain yang melanggar prinsip hukum

internasional yang tercantum dalam Piagam PBB;

2) Kegiatan latihan dengan menggunakan berbagai senjata;

3) Perbuatan yang ditujukan untuk mengumpulkan informasi yang

dapat mengganggu pertahanan dan keamanan dari negara

pantai;

4) Kegiatan propaganda yang ditujukan untuk mengganggu

pertahanan dan keamanan dari negara pantai;

5) Peluncuran atau pendaratan atau menerbangkan pesawat

terbang di atas kapal;

6) Peluncuran atau pendaratan atau pengambilan peralatan militer

di atas kapal;

7) Memuat atau membongkar sesuatu barang dagangan, mata

uang, atau orang yang bertentangan dengan hukum, dan

peraturan perundang-undangan negara pantai di bidang fiskal,

bea cukai, imigrasi, dan sanitasi;

8) Tindakan yang sengaja menyebabkan pencemaran serius yang

bertentangan dengan Konvensi ini;

9) Kegiatan penangkapan ikan;

10) Melakukan kegiatan penelitian dan survei;

11) Perbuatan yang ditujukan untuk mengganggu sistem

komunikasi atau fasilitas lainnya atau instalasi-instalasi dari

negara pantai; dan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

12) Suatu kegiatan lain yang tidak berhubungan langsung dengan

pelayaran.

Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 pasal 21 dan 25,

negara pantai memiliki hak dan kewenangan-kewenangan di laut

teritorial antara lain:

1) Berwenang membuat peraturan perundang-undangan yang

bertalian dengan lintas damai melalui laut teritorial, mengenai

setiap hal berikut:

b) Keselamatan navigasi;

c) Perlindungan alat-alat bantu dan fasilitas navigasi serta

fasilitas atau instalasi lainnya;

d) Perlindungan pipa dan kabel laut;

e) Konservasi kekayaan hayati laut;

f) Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan

perikanan negara pantai;

g) Pelestarian lingkungan negara pantai dan pencegahan,

pengurangan dan pengendalian pencemaran;

h) Penelitian ilmiah dan survei hidrografi.

2) Negara pantai dapat mengambil langkah yang diperlukan untuk

mencegah lintas yang tidak damai, melakukan langkah

pencegahan terjadinya pelanggaran persyaratan yang

ditentukan negara pantai oleh kapal dalam hal kapal menuju

perairan pedalaman atau pelabuhan.

3) Negara pantai memiliki kewenangan untuk menangguhkan

sementara lintas damai kapal asing di laut teritorialnya apabila

diperlukan untuk perlindungan keamanannya.

Laut teritorial menurut UU No. 6 tahun 1996 pasal 3 yaitu

jalur laut selebar 12 mil diukur dari garis pangkal kepulauan

Indonesia dengan menggunakan garis-garis pangkal lurus

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air

rendah pulau-pulau dan karang- karang kering terluar dari

kepulauan Indonesia.

Status hukum laut teritorial Indonesia adalah tunduk di

bawah kedaulatan negara Indonesia. Konsekuensi dari kedaulatan

ini, bahwa segala pengaturan hukum yang berkenaan dengan

pemanfaatan laut teritorial baik atas kepentingan internasional

maupun kepentingan nasional yang terdapat di dalamnya tunduk

pada pengaturan dan kekuasaan Indonesia. Di laut teritorial

Indonesia mempunyai kekuasaan mutlak atas wilayah perairan,

dasar laut dan tanah dibawahnya serta udara diatasnya, tetapi

sepanjang berkenaan dengan perairan laut teritorial kedaulatan ini

dibatasi dengan adanya hak lintas damai bagi kapal asing.

Ketentuan mengenai lintas damai bagi kapal asing dalam hukum

nasional Indonesia di atur di pasal 11 sampai dengan pasal 17 UU

No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia .dan sebagai

peraturan pelaksanaannya dengan PP No. 36 Tahun 2002 tentang

Hak dan Kewajiban Kapal Asing dalam Melaksanakan Lintas

Damai Melalui Perairan Indonesia.

Pelaksanaan hak lintas damai oleh kapal asing di Indonesia

dibebani kewajiban melunasi setiap pungutan yang dibebankan

kepadanya bertalian dengan layanan khusus yang diberikan

kepadanya sewaktu melaksanakan Lintas Damai melalui Laut

Teritorial dan Perairan Kepulauan. Terhadap kapal asing yang

tidak memenuhi kewajiban dapat dikenakan eksekusi sesuai

dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku.

Kapal asing dalam melaksanakan lintas damai juga harus

memperhatikan kapal-kapal domestik yang melakukan pelayaran

antarpulau sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 9.

Pada PP No.36 Tahun 2002 juga terdapat pengaturan

mengenai penangguhan hak lintas damai dalam Pasal 14 yang

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

menyatakan penangguhan diberitahukan oleh Departemen Luar

Negeri (Kementerian Luar Negeri) kepada negara negara asing

melalui saluran diplomatik dan diumumkan melalui Berita Pelaut

Indonesia setelah memperoleh penetapan mengenai daerah dan

jangka waktu berlakunya penangguhan sementara tersebut dari

Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Penangguhan sementara Lintas Damai kapal asing dalam

daerah tertentu di Laut Teritorial atau Perairan Kepulauan mulai

berlaku paling cepat 7 (tujuh) hari setelah pemberitahuan dan

pengumuman.

Zona-zona maritim yang berada di bawah wewenang dan hak

khusus negara pantai adalah:

a. Zona Tambahan (contigous zone)

Zona tambahan diatur dalam pasal 33 Konvensi Hukum Laut

tahun 1982. Zona tambahan dapat ditetapkan sampai batas 24 mil laut

dari garis pangkal yang dipakai untuk mengukur laut teritorial. Di zona

tambahan ini, negara pantai dapat melakukan tindakan untuk

mencegah terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundang-

undangannya pada wilayah atau laut teritorialnya dan sekaligus juga

dapat menerapkan hukumnya seperti pelanggaran terhadap bea cukai,

perpajakan, imigrasi, dan kesehatan laut teritorialnya.

b. Zona Ekonomi Ekslusif ( exclusif economic zone)

Konvensi Hukum Laut tahun 1982 menetapkan pengaturan

daerah maritim di luar tetapi tersambung dengan laut teritorial yang

lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal yang

digunakan untuk mengukur laut teritorial yang disebut sebagai zona

ekonomi eksklusif (ZEE).

Lebar zona ekonomi eksklusif diatur dalam pasal 57 yang

menetapkan tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal

darimana lebar laut teritorial diukur.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Menurut pasal 56 Konvensi, di zona ekonomi eksklusif negara

pantai dapat menikmati:

1) Hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi,

konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati

maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar

laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain

untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut,

seperti produksi energi dari air, arus dan angin.

2) Yurisdiksi untuk pendirian pulau buatan, instalasi dan bangunan,

riset ilmiah kelautan, perlindungan dan penjagaan lingkungan

maritim. Namun demikian negara pantai tidak boleh mendirikan

instalasi yang membahayakan pelayaran di daerah yang sudah

menjadi lintasan pelayaran internasional.

Pada wilayah ZEE negara pantai juga memiliki kewenangan

penegakan hukum dan perundang-undangannya yang diatur dalam

pasal 73 sebagai berikut:

1) Menaiki, melakukan inspeksi, menahan dan mengajukan ke

pengadilan kapal-kapal beserta awaknya. Kapal-kapal dan awaknya

yang ditahan akan segera dibebaskan segera setelah dilakukan

pembayaran uang jaminan.

2) Negara pantai dalam melakukan penahanan kapal asing harus segera

memberitahukan perwakilan negara bendera kapal atas tindakan

yang diambil dan denda yang dikenakan.

Sedangkan hak-hak negara lain diatur dalam pasal 58 Konvensi

Hukum Laut 1982 adalah:

1) Kebebasan pelayaran dan penerbangan bagi semua negara baik

negara berpantai ataupun negara tak berpantai.

2) Kebebasan meletakkan kabel-kabel di bawah laut dan pipa-pipa dan

pemakaian laut lainnya yang dibenarkan menurut hukum

internasional

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Negara lain juga dibebani kewajiban yaitu untuk harus mentaati

peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara pantai

sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan hukum internsional

lainnya sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan

ketentuan konvensi.

Konvensi Hukum Laut 1982 selain mengatur hak dan kewajiban

negara-negara di zona ekonomi ekslusif mengenai kebebasan lintas

penerbangan dan pelayaran juga mengatur mengenai konservasi sumber

kekayaan hayati dan pemanfaatannya terutama dalam bidang perikanan.

Pada pasal 61 Konvensi disebutkan negara pantai harus menentukan

jumlah tangkapan sumber kekayaan hayati yang dapat diperbolehkan

dalam zona ekonomi eksklusifnya dengan memperhatikan bukti ilmiah

terbaik.

Negara pantai dalam upaya menegakan kelestarian sumber daya

hayati ikan memiliki kewenangan membuat peraturan perundang-

undangan yang wajib ditaati oleh warganegara lain yang menangkap

ikan di zona ekonomi eksklusif negara pantai dalam hal:

1) Pemberian ijin kepada nelayan, kapal penangkap ikan dan

peralatannya, termasuk pembayaran bea dan pungutan bentuk lain,

yang dalam hal Negara pantai yang berkembang, dapat berupa

kompensasi yang layak di bidang pembiayaan, peralatan dan

teknologi yang bertalian dengan industri perikanan;

2) Penetapan jenis ikan yang boleh ditangkap, dan menentukan kuota-

kuota penangkapan, baik yang bertalian dengan persediaan jenis

ikan atau kelompok persediaan jenis ikan suatu jangka waktu

tertentu atau jumlah yang dapat ditangkap oleh warganegara suatu

Negara selama jangka waktu tertentu;

3) Pengaturan musim dan daerah penangkapan, macam ukuran dan

jumlah alat penangkapan ikan, serta macam, ukuran dan jumlah

kapal penangkap ikan yang boleh digunakan;

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

4) Penentuan umum dan ukuran ikan dan jenis lain yang boleh

ditangkap;

5) Perincian keterangan yang diperlukan dari kapal penangkap ikan,

termasuk statistik penangkapan dan usaha penangkapan serta

laporan tentang posisi kapal;

6) Persyaratan di bawah penguasaan dan pengawasan Negara pantai,

dilakukannya program riset perikanan yang tertentu dan pengaturan

pelaksanaan riset demikian, termasuk pengambilan contoh

tangkapan, disposisi contoh tersebut dan pelaporan data ilmiah yang

berhubungan;

7) Penempatan peninjau atau trainee di atas kapal tersebut oleh Negara

pantai;

8) Penurunan seluruh atau sebagian hasil tangkapan oleh kapal tersebut

di pelabuhan Negara pantai;

9) Ketentuan dan persyaratan bertalian dengan usaha patungan atau

pengaturan kerjasama lainnya;

10) Persyaratan untuk latihan pesonil dan pengalihan teknologi

perikanan, termasuk peningkatan kemampuan Negara pantai untuk

melakukan riset perikanan;

11) Prosedur penegakan.

Konvensi Hukum Laut 1982 sangat menekankan negara-negara

untuk melakukan kerjasama baik secara bilateral maupun melalui

kerangka organisasi internasional dalam bidang penangkapan ikan

jenis bermigrasi jauh, mamalia laut.

Sedangkan menurut peraturan nasional, ZEE diatur dalam UU

No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Ketentuan dalam undang-undang tersebut tidak berbeda dengan

ketentuan dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982.

.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

c. Landas Kontinen (continental shelf)

Landas kontinen dalam Konvensi Hukum Laut 1982 utamanya

diatur dalam pasal 76-85. Landas kontinen menurut Konvensi ini

adalah daerah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar

laut teritorial yang merupakan kelanjutan alamiah dari daratan sampai

ke batas terluar tepian kontinen atau sampai jarak 200 mil laut diukur

dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial

apabila sisi terluar tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut

sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 76.

Selain hal di atas, Pasal 76 ayat (4) hingga ayat (7) juga

menetapkan bahwa apabila landas kontinen melebihi batas jarak 200

mil laut, lebar maksimum landas kontinen adalah 350 mil laut dari

garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dengan syarat

bahwa batas terluar landas kontinen tersebut ditetapkan berdasarkan

Konvensi Hukum Laut 1982. Kriteria yang dapat digunakan dalam

penetapan batas terluar landas kontinen melebihi 200 mil laut mengacu

pada ketentuan sebagai berikut:

1) Didasarkan pada titik tetap terluar di mana ketebalan batu endapan

(sedimentary rock) paling sedikit sebesar 1% dari jarak terdekat

antara titik tersebut dengan kaki lereng kontinen atau sejauh 60

mil laut dari kaki lereng kontinen (foot of the slope).

2) Batas terluar tersebut tidak melebihi 350 mil laut dari garis

pangkal laut teritorial atau tidak melebihi dari garis kedalaman

2500 meter.

Berdasarkan hal tersebut, maka batas terluar landas kontinen,

selain mengacu pada garis pangkal laut teritorial, juga mengacu pada

kaki lereng kontinen (terkait aspek geologi) dan garis kedalaman 2500

meter, dan untuk hitungan jarak terhadap acuan tertentu dapat

dilakukan dengan pendekatan geodetik. Konsekuensi dari kesulitan

menetapkan batas-batas terluar landas kontinen adalah dibentuknya

Komisi Batas Landas Kontinen (Dikdik Mohamad Sodik, 2011:110)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 negara pantai memiliki

hak-hak berdaulat atas dasar laut dan tanah di bawahnya dari landas

kontinen, termasuk di dalamnya hak eksklusif untuk mengatur segala

sesuatu yang bertalian dengan eksploitasi sumber-sumber alam seperti

pengeboran minyak dan hak atas dasar sumber hayati laut yang

tergolong jenis sedenter yaitu organisme yang pada tingkat yang sudah

dapat dipanen dengan tidak bergerak berada di dasar laut atau di bawah

dasar laut atau tidak dapat bergerak kecuali jika berada dalam kontak

fisik tetap dengan dasar laut atau tanah di bawahnya.

Pada pasal 77 ayat (2) Konvensi disebutkan bila hak berdaulat

atas landasan kontinen adalah eksklusif. Hal tersebut memiliki arti

bahwa apabila Negara pantai tidak mengeksplorasi landas kontinen

atau mengekploitasi sumber kekayaan alamnya, tiada seorangpun

dapat melakukan kegiatan itu tanpa persetujuan tegas negara pantai.

Hal ini dipertegas lagi dalam pasal 81 yang menyebutkan negara pantai

mempunyai hak eksklusif untuk mengijinkan dan mengatur pemboran

di landas kontinen untuk segala keperluan.

Mengenai status hukum perairan dan ruang udara di atas landas

kontinen pasal 78 Konvensi Hukum Laut 1982 menyebutkan hak

negara pantai atas landas kontinen tidak mempengaruhi status hukum

perairan di atasnya atau ruang udara di atas perairan tersebut.

Pelaksanaan hak negara pantai atas landas kontinen tidak boleh

mengurangi, atau mengakibatkan gangguan apapun yang tak beralasan

terhadap pelayaran dan hak serta kebebasan lain yang dimiliki negara

lain.

Pada landas kontinen semua negara berhak meletakkan kabel

dan pipa bawah laut di atas landas kontinen dan negara pantai tidak

boleh menghalangi pemasangan atau pemeliharaan kabel atau pipa.

Namun, dalam penentuan arah jalannya pemasangan pipa laut di atas

landas kontinen harus mendapat persetujuan negara pantai

sebagaimana disebutkan dalam pasal 79 ayat (3)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Sebagai konsekuensi dari hak-hak dan kewenangan negara

pantai di atas, maka negara pantaipun memiliki yurisdiksi pada obyek-

obyek tersebut yang disebut dengan yurisdiksi eksekutif. Yurisdiksi

eksekutif antara lain meliputi yurisdiksi untuk membuat peraturan

perundang-undangan yang diberlakukan pada obyek-obyek tersebut,

seperti tentang pemeliharaannya, perbaikan atau penambahannya.

Yurisdiksi eksklusif juga termasuk untuk mengadili peristiwa hukum

yang terjadi pada obyek-obyek tersebut (I Wayan Parthiana, 2003:58).

Sedangkan Pasal 82 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982

memberikan kewajiban kepada negara pantai untuk menyumbangkan

sebagian dari hasil sumber daya alam landas kontinen yang diambilnya

di luar batas 200 mil kepada Badan Otorita Internasional. Besarnya

sumbangan itu diatur dalam Pasal 82 ayat (2) yang menyatakan sebesar

1% dari produksi mulai tahun ke 6 dan kemudian bertahap setiap tahun

naik 1% hingga batas maksimum sumbangan sebesar 7% mulai tahun

produksi ke 12. Kewajiban untuk memberikan sumbangan tersebut

tidak berlaku bagi negara negara berkembang sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 82 ayat (4) yang menyatakan suatu negara berkembang

yang merupakan pengimpor netto suatu sumber mineral yang

dihasilkan dari landas kontinennya dibebaskan dari keharusan

melakukan pembayaran atau sumbangan yang bertalian dengan sumber

mineral tersebut.

Mekanisme pembayaran dan pemanfaatan hasil pengumpulan

sumbangan diatur dalam pasal 82 ayat (4) yang menyatakan

pembayaran atau sumbangan itu harus dibuat melalui Otorita yang

harus membagikannya kepada negara peserta pada Konvensi Hukum

Laut 1982 dengan dasar ukuran pembagian yang adil, dengan

memperhatikan kepentingan dan kebutuhan negara berkembang,

terutama yang paling terkebelakang dan yang tak berpantai

diantaranya.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Sementara itu, zona-zona maritim yang berada di luar yurisdiksi

nasional adalah:

a. Laut Lepas ( high seas)

Laut lepas diatur dalam apasal 86-120 Konvensi Hukum Laut

tahun 1982. Ketentuan mengenai laut lepas berlaku pada semua bagian

laut yang tidak termasuk ke dalam zona ekonomi eksklusif, perairan

pedalaman, atau perairan kepulauan sebagaimana ditegaskan dalam

Pasal 86. Pasal 89 juga menyatakan bahwa tidak ada suatu negara pun

yang dapat secara sah menundukkan kegiatan manapun dari laut lepas

pada kedaulatannya.

Laut lepas terbuka bagi semua negara, baik negara yang

berpantai maupun yang tidak berpantai, dan kebebasan di laut lepas

ini, antara lain adalah kebebasan berlayar, kebebasan untuk terbang di

atasnya, kebebasan untuk meletakkan kabel dan pipa bawah laut,

kebebasan untuk membangun pulau-pulau buatan dan instalasi lainnya,

kebebasan menangkap ikan serta kebebasan untuk melakukan riset

ilmiah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 87.

Kebebasan-kebebasan tersebut menurut Pasal 87 ayat (2) akan

dilaksanakan dengan memperhatikan sebagaimana mestinya

kepentingan negara lain dalam melaksanakan kebebasan laut lepas itu,

dan juga dengan memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dalam

Konvensi Hukum Laut 1982 ini yang bertalian dengan kegiatan di

Kawasan

Di laut lepas, negara bendera dibebani kewajiban-kewajiban

oleh Konvensi Hukum Laut 1982 sebagai berikut:

1) Setiap negara harus melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan

pengawasannya dalam bidang administratif, teknis dan sosial atas

kapal yang mengibarkan benderanya.

2) Memelihara suatu daftar (register) kapal-kapal yang memuat nama

dan keterangan-keterangan lainnya tentang kapal yang

mengibarkan benderanya, kecuali kapal yang dikecualikan dari

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

peraturan-peraturan internasional yang diterima secara umum

karena ukurannya yang kecil, dan

3) Menjalankan yurisdiksi di bawah perundang-undangan

nasionalnya atas setiap kapal yang mengibarkan benderanya dan

nakhoda, perwira serta awak kapalnya bertalian dengan masalah

administratif, teknis dan sosial mengenai kapal itu.

4) Setiap negara harus mengambil tindakan yang diperlukan bagi

kapal yang memakai benderanya, untuk menjamin keselamatan di

laut, berkenaan dengan :

a) Konstruksi, peralatan dan kelayakan laut kapal;

b) Pengawakan kapal, persyaratan perburuhan dan latihan awak

kapal, dengan memperhatikan ketentuan internasional yang

berlaku;

c) Pemakaian tanda-tanda, memelihara dan pencegahan

tubrukan.

5) Tindakan demikian harus meliputi tindakan yang diperlukan untuk

menjamin :

a) bahwa setiap kapal, sebelum pendaftaran dan sesudah pada

jangka waktu tertentu, diperiksa oleh seorang surveyor kapal

yang berwenang, dan bahwa di atas kapal tersedia peta,

penerbitan pelayaran dan peralatan navigasi dan alat-alat

lainnya yang diperlukan untuk navigasi yang aman kapal itu;

b) bahwa setiap kapal ada dalam pengendalian seorang nakhoda

dan perwira-perwira yang memiliki persyaratan yang tepat,

khususnya mengenai seamanship (kepelautan), navigasi,

komunikasi dan permesinan kapal, dan bahwa awak kapal itu

memenuhi syarat dalam kualifikasi dan jumlahnya untuk jenis,

ukuran, mesin dan peralatan kapal itu;

c) bahwa nakhoda, perwira, dan sedapat mungkin awak kapal

sepenuhnya mengenal dan diharuskan untuk mematuhi

peraturan internasional yang berlaku tentang keselamatan jiwa

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

di laut, pencegahan tubrukan dan pencegahan, pengurangan

dan pengendalian pencemaran laut serta pemeliharaan

komunikasi melalui radio.

Negara bendera dalam pelayarannya di laut lepas juga dibebani

kewajiban untuk memberikan pertolongan kepada setiap orang yang

ditemukan di laut dalam bahaya akan hilang, orang yang dalam

kesulitan, serta memberikan bantuan kepada kapal lain yang

mengalami suatu tubrukan awak kapal beserta penumpangnya. Pada

pasal 98 ayat (2) Konvensi Hukum Laut 1982, setiap negara pantai

harus menggalakkan diadakannya, pengoperasian dan pemeliharaan

dinas search and rescue (SAR) yang memadai dan efektif berkenaan

dengan keselamatan di dalam dan di atas laut dan, dimana keadaan

menghendakinya, bekerjasama dengan negara tetangga untuk tujuan

ini dengan cara pengaturan regional

Mengenai aspek keamanan di laut lepas, Konvensi Hukum Laut

1982 mewajibkan semua negara untuk bekerjasama sepenuhnya dalam

penindasan pembajakan di laut lepas di tempat lain manapun di luar

yurisdiksi sesuatu negara yang diatur dalam Pasal 100. serta

mewajibkan semua negara untuk bekerjasama dalam penumpasan

perdagangan gelap obat narkotik dan bahan-bahan psikotropis yang

dilakukan oleh kapal di laut lepas bertentangan dengan konvensi

internasional yang diatur dalam Pasal 108.

b. Kawasan Dasar Laut Internasional (internasional sea-bed area)

Zona maritim yang terakhir adalah dasar laut dalam. Konvensi

diartikan sebagai dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar

batas batas yurisdiksi nasional. Menurut Pasal 136 Konvensi Hukum

Laut 1982, kawasan ini dan sumber kekayaan yang terkandung di

dalamnya dinyatakan sebagai warisan bersama seluruh manusia.

Status hukum dari kawasan diatur dalam Pasal 137 Konvensi

Hukum Laut 1982 yaitu sebagai berikut:

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

1) Tidak satu negara pun boleh menuntut atau melaksanakan

kedaulatan atau hak-hak berdaulatnya atas bagian manapun dari

Kawasan atau kekayaannya, demikian pula tidak satu negara atau

badan hukum atau peroranganpun boleh mengambil tindakan

pemilikan terhadap bagian Kawasan manapun. Tidak satupun

tuntutan atau penyelenggaraan kedaulatan atau hak-hak berdaulat

ataupun tindakan pemilikan yang demikian akan diakui.

2) Segala hak terhadap kekayaan di Kawasan ada pada umat manusia

sebagai suatu keseluruhan, yang pengelolaannya atas nama Otorita

(Otorita Dasar Laut Internasional). Kekayaan-kekayaan ini tidak

tunduk pada pengalihan hak. Namun demikian mineral-mineral

yang dihasilkan dari Kawasan hanya dapat dialihkan sesuai dengan

ketentuan Bab ini dan ketentuan, peraturan dan prosedur Otorita.

Pada Pasal 138 Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur

mengenai etika perilaku umum negara negara berkenaan dengan

Kawasan yaitu Kawasan harus sesuai dengan ketentuan dalam

Konvensi Hukum Laut 1982, asas-asas yang terdapat dalam

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ketentuan-ketentuan

hukum internasional lainnya untuk kepentingan memelihara

perdamaian dan keamanan serta memajukan kerjasama

internasional dan saling pengertian.

Konvensi Hukum Laut 1982 sangat menekankan mengenai

aspek pemanfaatan Kawasan bagi seluruh umat manusia. Hal ini

terdapat dalam Pasal 140 yang menyatakan kegiatan-kegiatan di

Kawasan sebagaimana diatur secara khusus dalam Bab ini, harus

dilaksanakan untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu

keseluruhan, terlepas dari letak geografis negara-negara, baik

negara pantai atau negara tak berpantai dan dengan memperhatikan

secara khusus kepentingan-kepentingan dan keperluan negara

berkembang dan bangsa yang belum mencapai kemerdekaan penuh

atau berstatus berpemerintahan sendiri yang diakui oleh

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai dengan Resolusi Majelis

Umum No. 1514 (XV) dan Resolusi Majelis Umum lainnya yang

relevan.

Selain memberikan perhatian khusus bagi negara

berkembang dalam pemanfaatan Kawasan, Konvensi Hukum Laut

1982 dalam Pasal 141 juga menegaskan bahwa Kawasan terbuka

untuk digunakan semata-mata untuk maksud maksud damai oleh

semua negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai

tanpa diskriminasi dan tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan lain

dalam Konvensi Hukum Laut 1982.

Dalam memanfaatkan Kawasan, setiap negara harus

memperhatikan aspek lingkungan. Hal ini diatur dalam Pasal 145

yang menyatakan kegiatan di Kawasan harus diambil sesuai

dengan konvensi ini untuk menjamin perlindungan yang efektif

terhadap lingkungan laut dari akibat yang merugikan yang

mungkin timbul dari kegiatan-kegiatan tersebut. Untuk itu Otorita

harus menetapkan ketentuan, peraturan dan prosedur yang tepat

mengenai pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran

dan bahaya-bahaya lainnya terhadap lingkungan laut, termasuk

garis pantai, dan gangguan terhadap keseimbangan ekologis

lingkungan laut, dengan memberikan perhatian khusus pada

kebutuhan akan perlindungan terhadap akibat-akibat buruk dari

kegiatan-kegiatan seperti pemboran, pengerukan, penggalian,

pembuangan limbah, pembangunan dan operasi atau pemeliharaan

instalasi, saluran-saluran pipa dan peralatan-peralatan lainnya yang

bertalian dengan kegiatan-kegiatan itu.

2. Selat Internasional

Pada Konvensi Hukum Laut tahun 1982 juga terdapat pengaturan

mengenai Selat yang digunakan untuk pelayaran internasional. Menurut

pasal 37 yang dapat dianggap sebagai selat yang digunakan untuk

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

pelayaran internasional adalah perairan yang menghubungkan satu bagian

laut lepas atau ZEE dan bagian lain dari laut lepas atau ZEE.

Pasal 38 ayat (1) Konvensi menetapkan bahwa untuk selat yang

memenuhi ketentuan dalam pasal 37 akan berlaku rezim pelayaran yang

disebut lintas transit (transit passage). Hak lintas transit berupa lintas

pelayaran dan lintas penerbangan yang semata-mata untuk lintasan yang

terus menerus dan cepat antara satu bagian dari laut lepas atau zona

ekonomi ekslusif dengan bagian lainnya dari laut lepas atau zona ekonomi

eksklusif sebagaimana diatur dalam pasal 38 ayat (2).

Menurut Kresno Buntoro, lintas transit dan lintas alur laut

kepulauan apabila dilihat dari aspek operasional pada dasarnya adalah

sama, perbedaannya adalah tempat pelaksanaannya yaitu lintas transit

melalui selat untuk pelayaran internasional (Kresno Buntoro, 2012:65)

Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan kewajiban bagi negara

yang berbatasan dengan selat untuk tidak menghambat lintas transit dan

harus mengumumkan dengan tepat setiap adanya bahaya bagi pelayaran

atau penerbangan lintas di dalam atau di atas selat yang diketahuinya serta

tidak boleh ada penangguhan lintas transit yang dijabarkan dalam pasal 44.

Kapal dan pesawat udara asing yang melakukan hak lintas transit

memiliki kewajiban-kewajiban yang diatur dalam pasal 39 Konvensi

Hukum Laut 1982 sebagai berikut:

a. Lewat dengan cepat melalui atau di atas selat;

b. Menghindarkan diri dari ancaman atau penggunaan kekerasan apapun

terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik

negara yang berbatasan dengan selat, atau dengan cara lain yang

melanggar asas-asas hukum internasional yang tercantum dalam

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;

c. Menghindarkan diri dari kegiatan apapun selain transit secara terus

menerus langsung dan secepat mungkin dalam cara normal kecuali

diperlukan karena force majeure atau karena kesulitan.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

d. Kapal dalam lintas transit harus memenuhi peraturan hukum

internasional yang diterima secara umum, prosedur dan praktek

tentang keselamatan di laut termasuk Peraturan Internasional tentang

Pencegahan Tubrukan di Laut.

e. Kapal harus melaksanakan peraturan internasional yang diterima

secara umum, prosedur dan praktek tentang pencegahan, pengurangan

dan pengendalian pencemaran yang berasal dari kapal;

f. Pesawat harus menaati peraturan udara yang ditetapkan oleh

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional ( International Civil

Aviation Organization) sepanjang berlaku bagi pesawat udara sipil;

pesawat udara pemeritah biasanya memenuhi tindakan keselamatan

demikian dan setiap waktu beroperasi dengan mengindahkan

keselamatan penerbangan sebagimana mestinya;

g. Pesawat dalam lintas transit harus setiap waktu memonitor frekuensi

radio yang ditunjuk oleh otorita pengawas lalu lintas udara yang

berwenang yang ditetapkan secara internasional atau oleh frekuensi

radio darurat internasional yang tepat.

Pada saat melakukan lintas transit, menurut pasal 40 Konvensi

Hukum Laut 1982 kapal asing termasuk kapal riset ilmiah kelautan dan

kapal survei hidrografi tidak dapat melakukan riset atau survei apapun

tanpa ijin sebelumnya dari negara yang berbatasan dengan selat itu.

Konvensi Hukum Laut 1982 Pasal 42 memberikan kewenangan

kepada negara yang berbatasan dengan selat yang digunakan untuk

pelayaran internasional untuk membuat peraturan perundang-undangan

yang bertalian dengan lintas transit melalui selat mengenai:

a. Keselamatan pelayaran dan pengaturan lalu lintas di laut;

b. Pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran dengan

melaksanakan peraturan internasional yang berlaku, tentang

pembuangan minyak, limbah berminyak dan bahan berancun lainnya

di selat;

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

c. Bertalian dengan kapal penangkap ikan, pencegahan penangkapan

ikan, termasuk cara penyimpanan alat penangkap ikan;

d. Menaikkan ke atas kapal atau menurunkan dari kapal setiap komoditi,

mata uang atau orang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter negara yang

berbatasan dengan selat.

Peraturan perundang-undangan tersebut tidak boleh mengadakan

diskriminasi formil atau diskriminasi nyata di antara kapal asing atau di

dalam pelaksanaannya yang membawa akibat praktis menolak,

menghambat atau mengurangi hak lintas transit. Namun kapal asing sesuai

dengan Pasal 42 ayat (2) harus memenuhi peraturan perundang-undangan

demikian.

Konvensi Hukum Laut 1982 juga memberikan kewajiban kepada

negara yang berbatasan dengan selat yang diatur dalam Pasal 44 yaitu

negara yang berbatasan dengan selat tidak boleh menghambat lintas transit

dan harus mengumumkan dengan tepat setiap adanya bahaya bagi

pelayaran atau penerbangan lintas di dalam atau di atas selat yang

diketahuinya. Tidak boleh ada penangguhan lintas transit.

3. Ketentuan tentang Perjanjian Internasional

Rumusan mengenai perjanjian internasional dalam arti yang luas

dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja sebagai perjanjian yang diadakan

antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk

mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu (Ardhiwisastra, 2003: 107).

Pengertian perjanjian internasional juga terdapat dalam pasal 2

Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional, perjanjian internasional

didefinisikan sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam

bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen

tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang

diberikan padanya.

Perjanjian internasional yang melibatkan antara negara dan organisasi

internasional diatur dalam Konvensi Wina tahun 1986 tentang Perjanjian

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Internasional antara negara dengan organisasi internasional dan antar

organisasi internasional. Perjanjian internasional diartikan sebagai persetujuan

internasional yang diatur oleh hukum internasional dan dirumuskan secara

tertulis:

a. Antara satu atau lebih negara dengan organisasi internasional; atau

b. Sesama organisasi internasional, baik persetujuan itu berupa satu

instrumen atau lebih instrumen yang saling berkaitan dan tanpa

memandang apapun juga namanya.

Secara fungsional dilihat dari segi sumber hukum, maka pengertian

treaty

Treaty contract adalah perjanjian-

perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian dalam Hukum Perdata yang

mengakibatkan hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian itu saja, contoh perjanjian perbatasan dan perjanjian perdagangan.

Pengertian law making treaty dimaksudkan sebagai perjanjian yang

meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat

internasional secara keseluruhan, misalnya Konvensi Wina 1969 tentang

Hukum Perjanjian Internasional dan Konvensi Hukum Laut 1982

(Ardhiwisastra, 2003:107).

Dalam praktik, perjanjian internasional sering dinamakan dengan

istilah-istilah seperti: treaty, convention protocol, declarartion, agreement,

charter, covenant, pact, statue, exchange of notes, modus vivendi, accord, dan

sebagainya. Dilihat secara yuridis semua istilah tersebut memiliki pengertian

yang sama dengan perjanjian internasional pada umumnya.

Di Indonesia pembuatan perjanjian internasional berpedoman kepada

Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Sesuai

dengan Pasal 6 proses pembuatan perjanjian internasional dapat dibagi atas

beberapa tahapan proses, yaitu:

a. Penjajagan;

b. Perundingan;

c. Perumusan naskah perjanjian;

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

d. Penerimaan;

e. Penandatanganan.

Menurut penjelasannya, penandatanganan merupakan tahap akhir

dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian

internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian

multilatieral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan

pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian

internasional dapat dilakukan melalui pengesahan (ratification/accession/

acceptance/ approval) ( Damos Dumoli Agusman, 2010:44).

Menurut Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional pasal

11 terdapat 7 (tujuh) cara negara mengikatkan diri terhadap suatu perjanjian

internasional yaitu:

a. Penandatanganan;

b. Pertukaran instrumen yang menciptakan suatu perjanjian;

c. Ratifikasi;

d. Penerimaan;

e. Pengesahan;

f. Aksesi, atau

g. Cara-cara apapun lainnya yang disetujui

Setelah suatu negara terikat pada perjanjian internasional melalui cara-

cara sebagaimana disebutkan diatas, maka tahapan selanjutnya adalah

kewajiban untuk melaksanakan perjanjian internasional tersebut.

Pengesahan dan pelaksanaan perjanjian internasional adalah dua hal

yang berkaitan erat satu sama lain. Council of Europe mencantumkan

kewajiban untuk melaksanakan perjanjian internasional dalam definisi

ratifikasi/pengesahan sebagai penegasan bahwa pengesahan dan pelaksanaan

perjanjian internasional merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Setiap negara yang meratifikasi atau mengesahkan perjanjian internasional

maka secara otomatis berkewajiban untuk menghormati dan melaksanakan

ketentuan dalam perjanjian internasional tersebut (Hendra Kurnia Putra, 2012:

56)

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Semua pihak tanpa terkecuali harus memiliki itikad baik dalam

melaksanakan perjanjian internasional. Tanpa adanya itikad baik dari semua

pihak, maka mustahil akan menjalin serta memelihara hubungan antar negara

yang terdapat dalam suatu perjanjian internasional. Dalam pelaksanaan suatu

perjanjian internasional, sejauh mana para pihak atau salah satu pihak

menunjukkan itikad baiknya, akan diuji dan dapat diketahui dari praktik atau

perilaku nyata negara-negara yang bersangkutan.

Prinsip pacta sunt servanda menekankan pada kewajiban para pihak

untuk menaati isi perjanjian. Pasal 26 Konvensi Wina mengenai Perjanjian

Internasional secara eksplisit rnenegaskan asas ini dengan rumusan: "every

treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them

in good faith".

Berdasarkan norma Pasal 26 tersebut, asas ini merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari asas itikad baik, sebab kewajiban para pihak untuk

menaati dan melaksanakan ketentuan perjanjian (pacta sunt servanda)

haruslah dijiwai oleh asas itikad baik (good faith).

Pada Konvensi Wina tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional

bahkan terdapat Asas rebus sic stantibus yang terdapat dalam pasal 27 yang

diartikan sebagai pihak-pihak perjanjian tidak boleh mengemukakan

ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya sebagai alasan untuk membenarkan

tindakan suatu negara tidak melaksanakan perjanjian internasional. Ketentuan

ini tidak merugikan pasal 46 Konvensi. Pasal 46 yang dimaksud pasal 27

tersebut berbunyi

suatu perjanjian sebagai ketidaksetujuannya karena telah melanggar hukum

nasionalnya yang pen

4. Tinjauan tentang Sea and Coast Guard

Sea and Coast Guard atau yang sering disebut Coast Guard

merupakan suatu organisasi keamanan maritim yang bertugas dalam bidang

keamanan dan keselamatan pelayaran dengan nama yang kadang berbeda,

namun fungsinya sama.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Menurut TNI AL, diantara tugas yang dipercayakan kepada coast

guard adalah penegakan hukum di laut, pemeliharaan rambu laut, pengawasan

perbatasan, pencarian dan pertolongan (SAR) dan lain-lain. Pada masa perang

coast guard bertanggung jawab pada bidang patroli pertahanan pantai,

pengamanan pelabuhan, dan kontra-intelijen (tnial.mil.id diakses tanggal 3

Maret 2014).

Menurut Alman Helvas Ali, meskipun tidak semua negara

menamakan institusi sipil yang menangani keamanan maritimnya sebagai

Coast Guard, namun sangat jelas ada perbedaan fungsi antara Coast Guard

dengan institusi lain seperti Polisi Perairan, Bea dan Cukai dan lain

sebagainya. Salah satu cirinya adalah institusi tersebut merupakan wakil

negara sekaligus pengemban fungsi-fungsi pemerintahan di laut sebagaimana

diamanatkan oleh hukum nasional dan internasional. Fungsi-fungsi dimaksud

di antaranya mencakup pertolongan di laut, pengaturan navigasi, kelaiklautan

wahana laut, penanganan polusi laut, keamanan maritim dan perlindungan

sumber daya laut (fkp.maritim.org diakses tanggal 3 April 2014).

Negara yang memiliki lembaga Coast Guard diantaranya adalah:

a. Amerika

Amerika memiliki lembaga Coast Guard yang bernama U.S. Coast

Guard. U.S Coast Guard berdasarkan pasal 14 U.S Code bertanggung

jawab pada penegakan hukum federal Amerika pada lingkup seluruh

wilayah perairan Amerika. Lembaga ini memberlakukan peraturan hukum

yang mempromosikan tentang keselamatan jiwa dan harta benda di laut.

Lembaga ini juga bertanggung jawab dalam bidang pengawasan laut,

interdiksi atau pencegatan kapal, lisensi pelaut, pengawasan pelayaran

serta menjamin perairan Amerika layak untuk dilintasi (US.Coast Guard,

2014: 1).

U.S. Coast Guard memiliki tugas pokok sebagaimana dilansir

dalam website resminya (www.uscg.mil/top/missions diakses tanggal 15

April 2014, Pukul 20:16 WIB) yaitu:

1) Operasi Keamanan Laut

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

U.S. Coast Guard berkewajiban pada pengamanan 351 (tiga

ratus lima puluh satu) pelabuhan di seluruh Amerika, perbatasan laut,

serta 95.000 mil laut garis pantai dan wilayah yang yang dapat

dilayari di Amerika.

2) Penegakan Hukum di Laut

U.S Coast Guard melakukan penegakan hukum di laut yang

melingkupi interdiksi atau pencegatan terhadap imigran dan obat-

obatan, serta sumber daya hayati yang bersumber dari lingkungan

laut.

3) Maritime Prevention

Maritime Prevention oleh U.S. Coast Guard adalah membentuk

program pencegahan maritim, yang dirancang untuk melindungi

lingkungan laut dan mencegah hilangnya nyawa atau harta benda di

atas perairan.

4) Maritime Response

Tugas utama Maritime Response dari U.S. Coast Guard

adalah operasi Search and Rescue atau SAR apabila terjadi bahaya

atau kecelakaan di laut.

5) Defense Operation

Peran pertahanan oleh U.S Coast Guard adalah penyediaan

personil dalam rangka pengamanan pelabuhan dan operasi penjagaan

keamanan lingkungan.

6) Maritime Transportation Systems Management

U.S Coast Guard memastikan pelayaran kapal dan transportasi

laut yang aman dengan melakukan perbaikan alat-alat bantu navigasi,

memulihkan keadaan setelah bencana alam atau kecelakaan laut dan

menjamin kelangsungan hidup perairan, serta layanan operasi es

untuk wilayah perairan yang terhalang es.

b. Jepang

Jepang memiliki lembaga Coast Guard yang bernama Japan

Coast Guard - . Tugas pokok dari Japan Coast

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Guard adalah untuk menjamin keamanan dan keselamatan di laut.

Bentuk-bentuk operasi dan layanan yang disediakan oleh Japan Coast

Guard adalah sebagai berikut (Japan Coast Guard,

http://www.kaiho.mlit.go.jp/e/pamphlet.pdf diakses tanggal 15 April

2014 pukul 20:07 WIB)

1) Patroli Maritim

Patroli maritim oleh Japan Coast Guard dilaksanakan di laut

teritorial Jepang dan ZEE Jepang yang melingkupi wilayah seluas

4,470,000 KM2. Operasi patroli maritim tersebut diselenggarakan

untuk:

a) Penanggulangan terhadap Penyelundupan dan Imigrasi Ilegal

b) Penanggulangan terhadap Pembajakan ( berkaitan Perjanjian

Kerjasama Regional tentang Pemberantasan Pembajakan dan

Perampokan Bersenjata terhadap Kapal di Asia - ReCAAP )

c) kontra Terorisme

d) Keamanan terhadap konflik perbatasan laut

e) Pengawasan illegal fishing oleh kapal asing

f) Penanggulangan terhadap kapal mencurigakan dan / atau kapal

mata-mata.

g) Tindakan tindakan yang berurusan dengan tindakan melanggar

hukum oleh kapal penelitian oseanografi asing.

2) Search and Rescue (SAR)

3) Survei hidrografi dan oseanografi

4) Manajemen lalu lintas pelayaran

Sedangkan untuk Indonesia, menurut Alman Helvas Ali Indonesia

melalui ditetapkannya TZMKO 1939 secara hukum mempunyai Coast Guard,

karena fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan oleh Jawatan Pelayaran. Namun

sangat disayangkan, kewenangan menjalankan fungsi pemerintahan di laut

oleh Jawatan Pelayaran yang di masa kini bertransformasi menjadi Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) mengalami hambatan dalam

beberapa dekade terakhir karena lahirnya perundang-undangan sektoral yang

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

tidak mengacu kepada TZMKO 1939. Dampaknya, selain membuat

manajemen keamanan maritim tidak tertata dengan baik, juga terkesan

membatasi fungsi Ditjen Hubla sebagai wakil negara di laut (Alman Helvas

Ali, http://www.fkpmaritim.org/coast-guard-dan-manajemen-keamanan-

maritim/ diakses tanggal 15 Desember 2013, Pukul 20:54 WIB)

Berdasarkan uraian mengenai tugas pokok dan fungsi antara U.S

Coast Guard, Japan Coast Guard, dan Ditjen Hubla maka dapat disusun

komparasi dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Sumber: Alman Helvas Ali

5. Tinjauan Mengenai International Maritime Organization (IMO)

International Maritime Organization atau yang sering disingkat

dengan IMO merupakan suatu badan khusus PBB yang dahulu sebelum tahun

1982 bernama Intergorvernmental Maritime Consultative Organization

(IMCO).

IMCO sebagai badan khusus PBB yang mengurus bidang maritim

didirikan di Jenewa pada tahun 1948 dengan diterimanya suatu konvensi

tentang didirikannya IMCO oleh United Nation Maritime Conference di

Jenewa. Sesuai dengan ketentuan konvensi tersebut, IMCO baru akan berlaku

apabila telah diratifikasi oleh sekurang-kurangnya 21 negara, termasuk 7

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

negara masing-masing mulai dengan tonnase kapal 1 juta ton, maka konvensi

IMCO itu mulai berlaku sejak 17 Maret 1958, ketika Jepang menyatakan

turut serta sebagai negara kedelapan yang memiliki tonnase yang melebihi

satu juta ton. (Mochtar Kusumaatmadja, 1978: 209)

Tujuan utama daripada IMCO adalah untuk memajukan kerjasama

antara negara-negara anggotanya dalam masalah teknis di bidang pelayaran,

dengan perhatian khusus akan keselamatan di laut dan untuk menjamin

tercapainya taraf keselamatan serta efisensi pelayaran setinggi-tingginya.

(Kusumaatmadja, 1978:209)

Sekretariat IMO di pimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang di

pilih setiap 4 tahun sekali, dibantu oleh para Direktur yang memimpin setiap

Devisi. Divisi pada sekretariat IMO yaitu:

a. Maritime Safety Division,

b. Marine Environment Protection Division,

c. Legal Affairs and International Relation Division,

d. Conference Division,

e. Technical Co-operation Division, dan

f. Administrative Division

Sampai tahun 2010 anggota IMO terdiri dari 169 negara termasuk

Indonesia, ditambah 3 negara anggota assiciate (Associate Member).

Struktur Organisasi IMO dalam pengambilan keputusan, dilaksanakan

melalui forum sidang Assembly, sidang Council dan 5 sidang Committee,

yaitu: Maritime Safety Committee (MSC), Marine Environment Protection

Committee (MEPC), Legal Committee (LEG), Technical Cooperation

Committee (TCC) dan Facilitation Committee (FAL).

a. Assembly atau Majelis IMO, merupakan lembaga tertinggi IMO

(IMO highest Governing-Body) yang terdiri dari seluruh negara

anggota IMO, yang saat ini berjumlah 169 negara, bersidang sekali

dalam dua tahun pada jadwal reguler, atau Setiap saat bila dianggap

perlu. Assembly bertanggung jawab untuk menentukan program

kerja, voting anggaran dan menentukan pengaturan keuangan dalam

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

organisasi. Assembly juga bertugas melaksanakan pemilihan anggota

Dewan (Council).

b. Council Governing Body

dalam IMO yang melaksanakan tugas-tugas organisasi IMO di antara

dua masa Sidang Majelis. Dewan IMO merupakan badan eksekutif

di bawah Assembly, bertanggung jawab melaksanakan pengawasan

terhadap kerja organisasi. Tugas-tugas lain dari Dewan yaitu:

1) Mengoordinasikan kegiatan badan-badan IMO yang lain,

2) Memperhatikan rancangan anggaran dan program kerja yang

harus disampaikan kepada sidang Assembly,

3) Menerima laporan dan usulan dari Committee dan organ IMO

yang lain serta dari negara-negara anggota untuk diteruskan ke

Assembly dengan beberapa masukan dan rekomendasi yang

tepat.

4) Mengusulkan dan memilih calon Sekretaris Jenderal, yang

kemudian disahkan dalam sidang Assembly.

5) Melakukan upaya pengaturan dan kerja sama dengan berbagai

organisasi di luar IMO, yang kemudian disyahkan melalui

sidang Assembly.

Dewan IMO beranggotakan 40 negara anggota IMO (sejak 7

Nopember 2002). Dari ke 40 negara anggota Dewan IMO tersebut

terbagi dalam 3 kategori yaitu:

1) A

pelayaran niaga internasional terbesar dan sebagai penyedia

angkutan laut internasional terbesar,

2)

International Ship-

borne Trade

3) C

kepentingan khusus dalam angkutan laut atau navigasi, dan

mencerminkan perwakilan yang adil secara geografis.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Pemilihan anggota Dewan IMO dilaksanakan 2 tahun sekali,

yaitu pada saat dilaksanakan sidang Assembly. Negara-negara anggota

yang ingin menjadi anggota Dewan wajib menyampaikan surat

kepercayaan (credential letter) ke Sekretaris Jendral IMO untuk

mencalonkan diri pada kategori yang mereka inginkan. Pada saat sidang

Assembly, negara-negara yang mencalonkan sebagai anggota Dewan

IMO akan diminta untuk menyampaikan pandangan umum dan tujuan

pencalonannya, sebelum pemilihan dilaksanakan.

c. Committee, adalah bagian tubuh IMO yang mengolah aturan-aturan

produk IMO untuk disampaikan ke sidang Dewan. Terdapat 5

Committee yaitu:

1) Maritime Safety Committee (MSC), yaitu komite yang menangani

pengaturan-pengaturan masalah keselamatan dan keamanan

pelayaran (maritime safety and security) seperti: keselamatan

navigasi, stabilitas kapal, konstruksi pembangunan kapal,

komunikasi maritim, keamanan maritime dari anccaman perompakan

di laut dan sejenisnya.

2) Marine Environmet Protection Committee (MEPC), komite yang

menangani pengaturan-pengaturan tentang perlindungan terhadap

pencemaran laut, termasuk pencemaran udara dari kapal-kapal laut.

3) Legal Committee (LEG), yaitu komite yang menangani tentang

pengesahan aturan yang akan diberlakukan oleh IMO.

4) Technical Cooperation Committee (TCC), yaitu komite yang

mempunyai tugas untuk membahas negara-negara yang memerlukan

bantuan teknis dalam kaitannya dengan implementasi instrumen-

instrumen IMO.

5) Facilitation Committee (FAL), yaitu komite yang menangani

masalah pengaturan permasalahan dokumen-dokumen yang harus

dibawa oleh kapal-kapal, membantu menjembatani antar negara

dalam implementasi instrumen IMO sehingga tidak terjadi kerancuan

serta upaya menghindari adanya keterlambatan operasi kapal-kapal

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

berkaitan dengan dokumentasi kapal yang masuk wilayah negara

lain.

Komite (Committee) membentuk sub-sub komite (Sub-

Committee) yaitu:

1) Bulk Liquids and Gases (BLG)

2) Carriage of Dangerous Goods, Solid Cargoes and Containers

(DSC)

3) Fire Protection (FP)

4) Radio-communications and Search and Rescue (COMSAR)

bertugas membahas rancangan-rancangan ketentuan mengenai

komunikasi radio di kapal dan pengaturan tentang SAR (Search and

Rescue = pencarian dan pertolongan),

5) Safety of Navigation (NAV) bertugas membahas rancangan-

rancangan ketentuan mengenai alat bantu navigasi dan alur-alur

pelayaran untuk keselamatan pelayaran serta aturan pencegahan

tubrukan di laut,

6) Ship Design and Equipment (DE)

7) Stability and Load Lines and Fishing Vessels Safety (SLF)

8) Standards of Training and Watchkeeping (STW)

9) Flag State Implementation (FSI)

Berdasarkan struktur dan fungsi dari badan-badan IMO maka dapat

disimpulkan kegiatan-kegiatan IMO secara garis besarnya meliputi:

a. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemeliharaan keselamatan

maritim dan efisiensi pelayaran.

b. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pencegahan dan pengawasan

pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh kapal-kapal, serta

masalah-masalah yang berhubungan dengan hal itu;

c. Kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan perkapalan serta

kegiatan-kegiatan laut yang berhubungan khususnya mengenai bantuan di

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

bidang teknis kepada negara-negara berkembang. (Kusumaatmadja, 1978:

212)

Dalam rangka kerjasama antara negara-negara anggota, terutama untuk

menunjukkan tujuan utama daripada IMO akan keselamatan di laut serta

efisiensi pelayaran, atau inisiatif IMO telah diadakan konvensi-konvensi di

bidang maritim sebagai berikut:

a. International Covention for the Safety of Life at Sea(SOLAS), 1948;

b. International Regulations for Preventing Collicions at Sea(COLREG),

1960;

c. International Convention for Prevention of Pollution of the Sea by Oil

(OILPOL), 1954;

d. The International Convention for the Prevention Pollution from Ships,

1973;

e. Convention on Facilitation of International Maritime Traffic, 1965;

f. The International Convention on Load lines, 1966;

g. The International Convention Tonnage Measurement of Ships, 1969

h. The international convention Relating to Intervention on the High Sea in

Cases of Oil Pollution Casualties, 1969.

i. The International Convention on Civil Liability for oil Pollution Damage,

1969

Konvensi international mengenai keselamatan di laut adalah Safety of Life

at Sea (SOLAS), 1974, dimana secara umum, SOLAS dianggap sebagai

perjanjian yang paling penting di IMO dalam hal pengaturan keamanan kapal

dagang. Konvensi ini diadopsi pada 1 November 1974 dan diberlakukan pada 5

Mei 1980, serta terus-menerus diperbarui melalui amandemen. Pada 30 Juni

2010, sebanyak 159 negara pihak telah mengadopsi SOLAS, termasuk semua

negara-negara ASEAN, kecuali Laos (Beckman, www.tabloiddiplomasi.org

/previous-isuue/105-september-2010/933-konvensi-international-mengenai-

keselamatan-di-laut.html, diakses tanggal 16 Desember 2013 Pukul 17:43 WIB)

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Bab V Pasal 7 dari SOLAS menyatakan bahwa tugas pencarian dan

penyelamatan itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Hal ini untuk

memastikan bahwa pengaturan yang diperlukan dibuat untuk

mengkomunikasikan musibah yang terjadi dan melakukan koordinasi dengan

pemerintah mengenai tanggung jawab untuk menyelamatkan orang-orang yang

tengah berada dalam kesulitan di sekitar pantai atau di laut. Pengaturan ini

mencakup pembentukan, operasi dan pemeliharaan fasilitas search and rescue

(SAR) yang dianggap praktis dan diperlukan. (Beckman,

www.tabloiddiplomasi.org /previous-isuue/105-september-2010/933-konvensi-

international-mengenai-keselamatan-di-laut.html, diakses tanggal 16 Desember

2013 Pukul 17:43 WIB)

Konvensi internasional mengenai search and rescue atau SAR diadopsi

pada 1979 dan mulai diberlakukan pada 22 Juni 1985. Konvensi ini kemudian

dirubah melalui resolusi Maritime Safety Committee IMO pada 1998 dan

diberlakukan pada 1 Januari 2000. Kemudian dirubah kembali pada 2004, dan

diberlakukan pada 1 Juli 2006. Pertanggal 30 Juni 2010, sudah sebanyak 95

negara yang menjadi para pihak di konvensi ini, termasuk Singapura dan

Vietnam. Sementara Indonesia baru meratifikasi pada tahun 2012.

Konvensi SAR 1979 ini dimaksudkan untuk membangun sistem

internasional dengan standar dan prosedur yang umum. Tujuannya adalah untuk

mengembangkan International SAR Plan sehingga operasi penyelamatan

terhadap orang-orang yang tengah berada dalam musibah di laut akan

dikoordinasikan oleh organisasi SAR, dan bila perlu dengan melakukan

kerjasama organisasi Search and Rescue antarnegara.

Kerjasama SAR 1979 adalah upaya mendorong para pihak untuk masuk

ke dalam perjanjian SAR dengan melibatkan negara tetangga dalam

pembentukan SAR regional, pengumpulan fasilitas, pembentukan prosedur

umum, serta kerjasama pelatihan dan kunjungan penghubung (Beckman,

www.tabloiddiplomasi.org /previous-isuue/105-september-2010/933-konvensi-

international-mengenai-keselamatan-di-laut.html, diakses tanggal 16 Desember

2013 Pukul 17:43 WIB).

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Proses pelaksanaan penelitian dan penulisan hukum ini merupakan suatu

rangkaian pemikiran yang diarahkan secara sistematis sesuai dengan tujuan

yang hendak dicapai. Kerangka pemikiran dalam penulisan ini dapat dilihat

pada bagan berikut ini :

Keterangan:

UNCLOS 1982 sebagai sumber utama hukum laut internasional telah

mengatur mengenai hak lintas damai, hak lintas transit dan hal lintas melalui alur

laut kepulauan di wilayah perairan suatu negara termasuk Indonesia yang

merupakan suatu negara kepulauan. Sehingga Indonesia diwajibkan untuk

Penerapan Konvensi dan Circular IMO

Pengawasan Hak Lintas dan Pelayaran

Pengamanan Laut

Penegakan Hukum di Laut

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. perundang undangan … · (Adji Samekto, 2009: 17). Dalam mengukur dan menentukan luas wilayah laut diperlukan garis pangkal. Garis pangkal adalah garis-garis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

menjamin kelancaran dan keamanan perairan untuk dilaksanakannya lintas-lintas

tersebut.

Selain itu berdasarkan kondisi geografis Indonesia yang strategis

menyebabkan lalu lintas pelayaran di Indonesia menjadi ramai, sehingga

menimbulkan berbagai ancaman yang dapat diklasifikasikan ke dalam empat

bentuk, yakni ancaman kekerasan, ancaman navigasi, ancaman terhadap sumber

daya laut, ancaman pelanggaran hukum di laut. Dalam bidang penegakan

keamanan tersebut Indonesia mengalami kendala dalam instansi penegak

hukumnya, di Indonesia terjadi tumpang tindih lembaga pengamanan laut. Di sisi

lain, Indonesia merupakan negara anggota IMO yang mengeluarkan konvensi-

konvensi yang telah diratifikasi Indonesia dalam bidang keamanan dan

keselamatan pelayaran sehingga harus menerapkan kaidah-kaidah dalam konvensi

tersebut.

Pembentukan Indonesia Sea and Coast Guard merupakan amanat dari

undang-undang pelayaran untuk mengatasi tumpang tindih dan kekacauan

pengamanan laut saat ini. Untuk itulah, perlu dikaji lebih mendalam mengenai

urgensi pembentukan Indonesia Sea and Coast Guard dalam sistem pengamanan

laut dan penerapan konvensi IMO mengenai keamanan laut.