bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan umum kerang bakau ...eprints.umm.ac.id/59996/3/bab ii.pdf ·...

20
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Kerang Bakau (Gelonia coaxans) Kerang bakau (Gelonia coaxans) termasuk salah satu jenis kerang yang habitat dan lingkungannya masih dipengaruhi oleh ekosistem mangrove. Gelonia coaxans dapat ditemukan di area hutan mangrove, karena sesuai untuk kehidupan organisme dan merupakan sumber beberapa jenis nutrient (Macintosh et al., 2002). Kerang jenis Gelonia coaxans dapat ditemukan di hampir semua kawasan pesisir pantai yang masih di tumbuhi oleh mangrove, karena merupakan habitat yang sesuai bagi kerang kapah jenis Gelonia coaxans yang dipengaruhi oleh substrat berlumpur serta masih dipengaruhi oleh arus pasang surut air laut. 2.1.1 Morfologi Kerang Bakau (Gelonia coaxans) Kerang jenis Geloina coaxans hidup di dasar perairan dan membenamkan diri dalam lumpur serta memakan serasah dan plankton sebagai sumber makanannya . Kerang jenis ini mempunyai bentuk cangkang seperti piring atau cawan yang terdiri dari dua katub yang bilateral simetris dan pipih pada bagian pinggirnya serta cembung pada bagian tengah cangkang (Saroeng, 2013). Kerang jenis Geloina coaxans memiliki dua cangkang yang setangkup sebagai pelindung tubuhnya dan memiliki ukuran yang berbeda Kerang Geloina coaxans memiliki sifat pertumbuhan allometri negatif dari hubungan dimensi cangkang (panjang, tinggi, tebal) dengan berat kering daging rata-rata lebih dari 54.11% memiliki

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tinjauan Umum Kerang Bakau (Gelonia coaxans)

    Kerang bakau (Gelonia coaxans) termasuk salah satu jenis kerang yang

    habitat dan lingkungannya masih dipengaruhi oleh ekosistem mangrove. Gelonia

    coaxans dapat ditemukan di area hutan mangrove, karena sesuai untuk kehidupan

    organisme dan merupakan sumber beberapa jenis nutrient (Macintosh et al.,

    2002). Kerang jenis Gelonia coaxans dapat ditemukan di hampir semua kawasan

    pesisir pantai yang masih di tumbuhi oleh mangrove, karena merupakan habitat

    yang sesuai bagi kerang kapah jenis Gelonia coaxans yang dipengaruhi oleh

    substrat berlumpur serta masih dipengaruhi oleh arus pasang surut air laut.

    2.1.1 Morfologi Kerang Bakau (Gelonia coaxans)

    Kerang jenis Geloina coaxans hidup di dasar perairan dan membenamkan

    diri dalam lumpur serta memakan serasah dan plankton sebagai sumber

    makanannya . Kerang jenis ini mempunyai bentuk cangkang seperti piring atau

    cawan yang terdiri dari dua katub yang bilateral simetris dan pipih pada bagian

    pinggirnya serta cembung pada bagian tengah cangkang (Saroeng, 2013). Kerang

    jenis Geloina coaxans memiliki dua cangkang yang setangkup sebagai pelindung

    tubuhnya dan memiliki ukuran yang berbeda Kerang Geloina coaxans memiliki

    sifat pertumbuhan allometri negatif dari hubungan dimensi cangkang (panjang,

    tinggi, tebal) dengan berat kering daging rata-rata lebih dari 54.11% memiliki

  • 10

    bentuk tubuh kurus (Salim et al. 2018). Melihat morfologi diatas maka

    diperolehlah gambar perbandingan kerang bakau (Gelonia coaxans) sebagai

    berikut:

    (a) (b)

    Gambar 2.1 (a) Kerang Bakau (Gelonia coaxans) ( Dokumen Pribadi, 2018),

    (b) Kerang Bakau (Gelonia coaxans) (Weliyadi et al., 2018)

    2.1.2 Klasifikasi Kerang Bakau (Gelonia coaxans)

    Klasifikasi Kerang Bakau (Gelonia coaxans) menurut World Register of

    Marine Species (1791) adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Animalia

    Phylum : Mollusca

    Class : Bivalvia

    Subclass : Heterodonta

    Infraclass : Euheterodonta

    Superorder : Imparidentia

    Order : Venerida

    Superfamily : Cyrenoidea

    Family : Cyrenidae

    Genus : Gelonia

    Species : Gelonia coaxans

  • 11

    2.1.3 Kandungan Kerang Bakau (Gelonia coaxans)

    Kerang bakau (Gelonia coaxans) telah dikonsumsi oleh masyarakat

    dengan harga jual mencapai Rp. 20.000,-/kg. Kandungan gizi biota ini tergolong

    tinggi dengan komposisi protein sebesar 7,06% - 16,87%, lemak sebesar 0,40 -

    2,47%, karbohidrat sebesar 2,36-4,95%, serat 5,53%, air 2,70% serta memberikan

    energi sebesar 69-88 kkal/100 gram daging (Agustini, 2016). Menurut Yanti

    (2017) cangkang kerang bakau (Gelonia coaxans) mengandung kalsium yang

    berfungsi untuk sintesis hidrosiapatit.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Weliyadi et al, 2018

    kandungan komponen aktif yang terkandung dalam ekstrak kerang bakau

    (Gelonia coaxans) yakni alkaloid, tanin, saponin, flavonoid dan steroid. Kerang

    bakau (Gelonia coaxans) dapat dinyatakan memiliki potensi farmaseutikal

    sehingga dapat dikembangkan dalam bidang pangan dan obat-obatan.

    2.2 Tinjauan Umum Tikus Putih (Rattus norvegicus)

    2.2.1 Definisi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

    Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang dengan

    sengaja dipelihara dan diternakan untuk digunakan sebagai hewan model untuk

    mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan

    dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Tikus putih (Rattus

    norvegicus) merupakan hewan mamalia yang memiliki dampak terhadap suatu

    perlakuan dikarena tidak berbeda jauh dari mamalia lainnya (Amir et al. 2015).

    Penggunaan tikus putih (Rattus norvegicus) dalam percobaan didasarkan atas

  • 12

    kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun, lama reproduksi selama 1 tahun

    pertimbangan dan ekonomis (Fitriani, 2016). Tikus putih sebagai hewan

    percobaan relative resisten terhadap infeksi dan cenderung untuk berkumpul

    dengan sesamanya tidak terlalu besar sehingga lebih mudah menjadikan sebagai

    hewan model.

    2.2.2 Morfologi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

    Tikus putih (Rattus norvegicus) termasuk kedalam hewan mamalia yang

    memiliki ekor panjang. Ciri-ciri morfologi tikus putih (Rattus norvegicus) yaitu

    bertubuh panjang dengan kepala lebih kecil dan sempit, telinga tebal dan pendek

    dengan rambut halus, mata berwarna merah, ciri yang paling terlihat yakni

    ekornya yang panjang (Pambudi, 2017). Tikus putih (Rattus norvegicus) memiliki

    ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang

    dibandingkan badannya, dan memiliki pertumbuhan yang cepat (Prasetya, 2011).

    Tikus ini memiliki panjang mencapai 40 cm jika diukur dari hidung sampai ujung

    ekor serta memiliki berat badan mencapai 140-500 gram (Subandi, 2018). Melihat

    morfologi diatas berikut perbandingan tikus putih (Rattus norvegicus):

    (a) (b)

    Gambar 2.2 (a) Tikus Putih (Rattus norvegicus) ( Dokumen Pribadi, 2019),

    (b) Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Subandi, 2018)

  • 13

    2.2.3 Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

    Menurut Akbar (2010) klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah

    sebagai berikut:

    Kingdom : Animalia

    Phylum : Chordata

    Class : Mamalia

    Order : Rodentia

    Suborder : Odontoceti

    Family : Muridae

    Genus : Rattus

    Species : Rattus norvegicus

    2.3 Tinjauan Umum Ekstrak

    2.3.1 Definisi Ekstrak

    Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan cara menarik zat

    aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

    sesuai. Menurut Tiwari et al. (2011) menyebutkan bahwa variasi dalam perbedaan

    metode ekstrasi dapat mempengaruhi kuantitas dan komposisi metabolit sekunder

    dari ekstrak hal tersebut tergantung pada tipe ekstrasi, waktu, suhu, sifat pelarut,

    konsentrasi pelarut, dan polaritas. Metode ekstraksi terdiri dari beberapa macam

    di antaranya yakni maserasi (perendaman), perkolasi, digesti, infusi, dan

    dekoksifikasi. Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi

    secara panas dan dingin. Menurut Fatmawaty et al. (2019) ekstraksi dapat

  • 14

    digolongkan sebagai berikut; 1) Ekstraksi secara dingin yang terdiri dari

    soxhletasi, maserasi dan perkolasi. 2) Ekstraksi Secara panas yang terdiri dari

    infudasi dan refluks.

    2.3.2 Ekstraksi Maserasi

    Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan

    dengan cara merendam serbuk simplisia kering dalam cairan penyari. Cairan

    penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

    mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan

    konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel, maka larutan yang

    terletak didalam akan terdesak keluar. Peristiwa tersebut terulang terus hingga

    menjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel.

    Simplisia yang akan diekstraksi diserbukkan dengan derajat tertentu lalu

    dimasukkan ke dalam bejana maserasi. Simplisia tersebut direndam dengan cairan

    penyari, setelah itu dalam waktu tertentu sesekali diaduk. Perlakuan tersebut

    dilakukan selama 2 hari (Afifah, 2011). Keuntungan cara penyarian dengan

    maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan

    mudah di usahakan (Rusmiati, 2010).

    Pemisahan zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling mencampur

    antara lain menggunakan alat corong pisah. Terdapat suatu jenis pemisahan

    lainnya dimana pada satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase

    yang lain, misalnya ekstraksi berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan

    pelarut organik, dalam hal ini digunakan suatu alat yaitu ekstraktor sokhlet.

  • 15

    Menurut Puspitasari (2011) metode sokhlet merupakan metode ekstraksi dari

    padatan dengan pelarut cair secara kontinue. Alatnya dinamakan sokhlet

    (ekstraktor sokhlet) yang digunakan untuk ekstraksi kontinue dari sejumlah kecil

    bahan.

    Ekstraksi yang digunakan yakni pelarut organik dengan kepolaran yang

    semakin meningkat secara berurutan. Pelarut yang digunakan harus memenuhi

    syarat tertentu yakni tidak toksik, tidak meninggalkan residu, harga murah, tidak

    korosif, aman, dan tidak mudah meledak (Aziz et al., 2014). Menurut Rifai et al.,

    (2018) etanol merupakan larutan penyari yang bersifat universal yakni dapat

    melarutkan senyawa polar maupun senyawa nonpolar sehingga dipertimbangkan

    sebagai penyari karena lebih selektif dari pada air. Sukar ditumbuhi mikroba

    dalam etanol 20% ke atas. Etanol memiliki beberapa kelebihan lain yaitu tak

    beracun, netral, absorbsi baik, bercampur dengan air pada segala perbandingan,

    memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut, dan tidak memerlukan panas tinggi

    untuk pemekatan.

    2.4 Tinjauan Umum Kulit

    2.4.1 Definisi Kulit

    Kulit atau integumen adalah organ yang memisahkan, membedakan,

    melindungi terhadap lingkungan sekitarnya. Fungsi utama kulit ialah proteksi,

    absorpsi, ekskresi, presepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan

    pigmen, pembentukan vitamin D dan keranitisasi (Kalagi, 2013). Kulit terdiri dari

    ujung saraf dan reseptor yang dapat mendeteksi stimulus yang berhubungan

  • 16

    dengan sentuhan, tekanan, temperatur dan nyeri. Kulit didalamnya terdapat ujung

    saraf peraba yang mempunyai banyak fungsi, antara lain yakni membantu

    mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh. Kulit terbagi

    menjadi tiga lapisan yaitu lapisan epidermis atau kutikula, lapisan dermis atau

    korium, dan Subkutis (Pearce, 2009).

    Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel

    berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan

    epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfa, oleh karena itu semua

    nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis

    gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit.

    Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang

    secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel ini

    berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam

    sitoplasmanya. Mendekati permukaan, selsel ini mati dan secara tetap dilepaskan

    atau terkelupas (Kalagi, 2013).

    Dermis merupakan lapisan kulit yang terdiri atas kolagen, jaringan fibrosa,

    dan elastin. Lapisan superfisial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah

    papilla kecil . lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan. Lapisan

    ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, dan syaraf (Wibowo, 2012).

    Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan

    ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast (Kalagi, 2013).

  • 17

    Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis yang terdiri atas lemas dan

    jaringan ikat yang berfungsi sebagai peredam kejut dan insulator panas. Lapisan

    subkutis adalah tempat menyimpan kalori dimana pada lapisan ini terdapat ujung-

    ujung syaraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening (Wibowo, 2012).

    Menurut Jeyaratnam (2010) jaringan subkutis dapat berupa jaringan ikat lebih

    longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap

    permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis.

    Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan

    kulit di atas struktur di bawahnya.

    2.5 Tinjauan Umum Luka

    2.5.1 Definisi Luka

    Luka merupakan hilang atau rusaknya suatu jaringan tubuh yang terjadi

    dikarenakan adanya suatu faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh

    yang disebabkan kontak dengan sumber panas (seperti bahan kimia, air panas, api,

    radiasi, dan listrik), hasil tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis.

    Bentuk dari luka berbeda tergantung penyebabnya, ada yang terbuka dan tertutup.

    Insisi/luka sayat merupakan salah satu contoh luka terbuka dimana terdapat

    robekan linier pada kulit dan jaringan terdapat di bawahnya. Luka dapat

    menyebabkan gangguan pada fungsi dan struktur anatomi tubuh (Purnama et

    al.,2016).

  • 18

    2.5.2 Jenis-Jenis Luka

    Luka dibedakan menjadi dua yakni luka akut dan luka kronis berdasarkan

    lama penyembuhannya. Menurut Rahmawati (2014) Luka diklasifikasikan dalam

    dua bagian yakni luka akut dan luka kronik. Menurut Purnama et al (2016) luka

    dapat diklasifikasikan sebagai berikut;

    1. Luka akibat benda tumpul, terbagi menjadi dua, yaitu:

    a. Luka memar atau disebut juga kontusio merupakan perdarahan dalam

    jaringan dibawah kulit akibat pecahnya kapiler dan vena.

    b. Luka Lecet terjadi akibat epidermis yang bersentuhan dengan benda yang

    permukaannya kasar atau runcing.

    2. Luka akibat benda tajam, terbagi menjadi empat, yaitu:

    a. Luka tusuk merupakan luka yang memiliki kedalaman luka lebih dari

    panjang luka, arah kekerasan tegak lurus dengan kulit.

    b. Luka bacok merupakan luka yang memiliki kedalaman luka sama dengan

    panjang luka, arah kekerasan miring dengan kulit.

    c. Luka tangkis merupakan luka akibat perlawanan korban dan lukanya

    terdapat di bagian ekstremitas.

    d. Luka Sayat merupakan luka lebar dengan tepi dangkal, arah luka sejajar

    dengan kulit. Luka ini biasanya ditimbulkan oleh irisan benda tajam;

    contohnya pisau, silet, parang, dan sejenisnya.

  • 19

    2.5.3 Luka Sayat

    Luka sayat (Vulnus scissum) adalah luka garis lurus beraturan yang

    dicirikan dengan tepi luka. Luka sayat umumnya terjadi ketika adanya trauma

    dengan benda-benda tajam yang mengenai tubuh (Culsum et al., 2018). Luka

    sayat adalah suatu bentuk kehilangan atau kerusakan jaringan tubuh yang terjadi

    karena benda tajam. Luka sayat dapat menimbulkan pendarahan yang melibatkan

    peran hemostatis dan akhirnya terjadi peradangan (Nonci et al., 2017). Menurut

    Wibowo (2017) luka sayat yang terjadi akibat trauma benda tajam dapat

    menyebabkan pendarahan, infeksi terjadi dikarenakan kulit terbuka yang

    memungkinan mudah ditumbuhi mikroorganisme sehingga dapat menyebabkan

    luka menjadi kronik yaitu luka yang tidak sembuh dalam waktu yang diharapkan.

    2.5.4 Proses Penyembuhan Luka

    Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya

    kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan.

    Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia

    sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling

    terkait pada proses penyembuhan luka. Ketika terjadi luka, tubuh memiliki

    mekanisme untuk mengembalikan komponenkomponen jaringan yang rusak

    dengan membentuk struktur baru dan fungsional (Purnama et al.,2016).

    Menurut Ferreira et al., (2016) proses penyembuhan luka tidak hanya

    terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh

    faktor endogen, seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, dan

  • 20

    kondisi metabolik. Proses penyembuhan luka melewati tiga fase yaitu fase

    inflamasi, fase proliferase dan fase remodeling. Menurut Handayani et al., (2015)

    Secara singkat, proses penyembuhan luka dibagi dalam 3 fase, yaitu;

    1. Fase inflamasi atau fase inisial (Lag phase)

    Fase inflamasi berlangsung saat terjadinya luka pada hari ke1 sampai hari

    ke-5. Fase ini terjadi pendarahan, pembekuan/penghentian pendarahan akibat

    kontraksi otot polos dinding pembuluh darah oleh trombin, fibrin serta ikut

    keluarnya bahan pertahanan tubuh berupa sel-sel leukosit dan antibodi. Menurut

    (Purnama et al.,2016) pada fase inflamasi sel darah putih dibawa kebagian yang

    cedera, dimana sel-sel tersebut mengeluarkan benda asing seperti bakteri yang

    dapat menyebabkan infeksi. Tahap penyembuhan selanjutnya disebut Fase

    migrasi selama sel epitel bergerak dibawa bekuan kemudian terbentuk kropeng.

    Sel fibroblast, yang bertanggung jawab menghasilkan kolagen juga bermigrasi

    menuju luka. Waktu yang sama pembuluh darah yang rusak diperbaiki dan

    bertumbuh pada Fase granulasi. Melihat fase penyembuhan luka diperoleh

    Gambar 2.3

    Gambar 2.3 Fase inflamasi terjadi segera setelah terjadinya luka dan bertujuan

    untuk hemostasis,membuang jaringan mati dan mencegah infeksi

    oleh mikroba pathogen. Tampak sebukan sel-sel radang berwarna

    ungu (Tanggo, 2019).

  • 21

    2. Fase fibroplasi atau fase poliferasi

    Fase fibroplasi terjadi dari hari ke-6 sampai dengan akhir minggu ke-3

    terjadi poliferasi sel-sel fibroblast yang berasal dari sel-sel mesensim yang belum

    berdiferensiasi, pembentukan jaringan granulasi yang terdiri dari sel-sel fibroblast,

    serat kolagen yang dihasilkan oleh fibroblast, deposit sel-sel radang, pembuluh

    darah baru, hasil angiogenesis dan terjadi penciutan luka akibat kontraksi serat

    serat kolagen yang mempertautkan tepi luka. Epitelisasi akibat proses migrasi dan

    proses mitosis sel-sel stratum basal dan keratinosit lain yang terpapar luka (sel-sel

    kelenjar sebaseus, kelenjar keringat, dan akar rambut) ke tengah luka. Semua

    proses ini akan berhenti bila seluruh permukaan luka sudah tertutup epitel.

    Menurut (Purnama et al.,2016) fase poliferasi ditandai dengan tumbuhnya

    epitelium dibawah kropeng, diikuti dengan tumbuhnya pembuluh darah produksi

    serat kolagen oleh fibroblast, kolagen memberikan kekuatan untuk penyembuhan

    luka. Melihat fase penyembuhan luka diperoleh Gambar 2.4

    Gambar 2.4 Fase proliferasidi mana jaringan granulasi mengisi kavitas luka dan

    keratinosit bermigrasi untuk menutup luka (Tanggo, 2013).

    3. Fase maturasi atau fase remodelling

    Proses penyembuhan akan diresorbsi kembali atau mengkerut menjadi

    matur. Fase ini berlangsung selama 2 bulan atau lebih bahkan bisa sampai 1 tahun.

    Tanda-tanda yang menunjukkan fase ini sudah berakhir, semua tanda radang

  • 22

    hilang, pucat, tidak ada rasa sakit/gatal, lemas tak ada indurasi, pembengkakan

    sudah hilang. Menurut (Purnama et al.,2016) fase terakhir dari proses

    penyembuhan luka yakni fase maturasi, yang berlangsung beberapa bulan

    tergantung dari luas luka , serat kolagen menjadi lebih terorganisir dan menarik

    tepi luka bersama. Jumlah fibroblasts berkurang dan suplai darah kembali normal.

    Melihat fase penyembuhan luka diatas diperoleh Gambar 2.5

    Gambar 2.5 Fase maturasi ditandai dengan jumlah fibrobla berkurang dan suplai

    darah kembali normal (Tanggo, 2013).

    2.5.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

    Penyembuhan luka yang normal merupakan suatu proses kompleks dan

    dinamis. Proses penyembuhan luka berlangsung secara alami maupun dengan

    bantuan kimiawi, seperti dengan zat-zat obat, salep dan lain-lain. Pembekuan

    darah dapat menghambat penyembuhan luka sehingga mengalmi nyeri, bengkak

    dan panas, reaksi tubuh terhadap mikroorganisme sehingga menyebabkan sistem

    daya tahan tubuh terganggu dan jaringan kulit mati (Lessy, 2013). Menurut

    Darmawati, (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka yakni

    situasi imunologi, kadar gula darah( impaired white cell function), hidrasi (slows

    metabolsm), nutrisi, kadar albumin darah,suplai oksigen dan vaskularisasi, nyeri

    (causes vasocons traction), dan kortikos teroid (depress immune function).

  • 23

    2.5.6 Mekanisme Penyembuhan Luka dengan Menggunakan Kerang

    Bakau (Gelonia coaxans).

    Menurut Weliyadi et al (2018) berdasarkan hasil analisis fitokimia

    komponen bioaktif kerang bakau (Gelonia coaxans) mengandung alkaloid, tanin,

    saponin, flavonoid, triterpenoid dan steroid. Saponin dapat memacu pembentukan

    kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Mappa et al., 2013).

    Mekanisme kerja dari saponin dalam penyembuhan luka adalah menstimulasi

    pembentukan fibronektin yang berperan penting dalam proses penutupan luka dan

    meningkatkan epitelisasi jaringan (Primadina et al. 2019).

    Fibronektin merupakan suatu glikoprotein besar serta multi fungsional,

    mengandung area yang berikatan dengan beberapa makromolekul seperti kolagen,

    proteoglikan, fibrin dan heparin. Fibronektin dapat ditemukan pada fase pertama

    penyembuhan luka. Stimulasinya sintesis fibronektin oleh fibroblas. fibroblas

    digunakan pada fase penyembuhan luka berikutnya untuk menghasilkan kolagen.

    Banyaknya fibroblas yang bermigrasi ke celah luka maka kolagen yang disintesis

    oleh fibroblas juga akan semakin banyak. Kolagen baru ini akan bertumpuk

    dengan kolagen lama yang ada di dalam matriks ekstraseluler. Hal ini

    menyebabkan kolagen di dalam matriks ekstraseluler menjadi lebih tebal dan luka

    menjadi semakin cepat sembuh (Toruan, 2015).

    Flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antiseptik dan antibakteri.

    Mekanisme kerja flavonoid dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri

    dengan jalan merusak permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom

    sebagai hasil dari interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri dan juga mampu

    melepaskan energi tranduksi terhadap membran sitoplasma bakteri serta

  • 24

    menghambat motilitas bakteri. Tanin berfungsi sebagai adstringen yang dapat

    menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat

    dan pendarahan yang ringan, sehingga mampu menutupi luka dan mencegah

    pendarahan yang biasa timbul pada luka (Mappa et al., 2013).

    Penelitian oleh Weliyadi et al., (2018) kerang bakau (Gelonia coaxans)

    memiliki antimikroba yang dapat menghambat bakteri Vibrio parahaemolyticus

    yang menyebabkan keracunan makanan khususnya makanan laut. Penelitian yang

    dilakukan oleh Ravichandran et al. (2011) menyebutkan bahwa kerang bakau

    (Gelonia coaxans) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus

    pyogenes dan Staphylococcus aureus. Penyembuhan luka melewati tiga fase, yaitu

    fase inflamasi, proliferase dan fase remodeling.

    2.6 Tinjauan Umum Sumber Belajar

    2.6.1 Definisi Sumber Belajar

    Belajar merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan secara terencana,

    sistematis, dan menggunakan metode tertentu untuk mengubah perilaku relatif

    menetap melalui interaksi dengan sumber belajar (Prastowo, 2017). Sumber

    belajar merupakan salah satu komponen dalam proses pembelajaran yang

    memungkinkan individu memperoleh pengetahuan, kemampuan, keyakinan,sikap,

    emosi, dan perasaan sehingga menjadikan belajar sebagai kegiatan yang efektif.

    Belajar yang efektif dapat membanti siswa untuk meningkatkan kemampuan yang

    diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sehingga dalam belajar yang

    efektif dibutuhkan sumber belajar yang relefan (Darmadi, 2017).

  • 25

    2.6.2 Fungsi Sumber Belajar

    Sumber belajar memiliki fungsi yakni; Meningkatkan produktivitas

    pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru

    untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru

    dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan

    mengembangkan gairah (Prastowo, 2017).

    Menurut Satrianawati (2018) sumber belajar memiliki fungsi sebagai berikut;

    1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran, melalui mempercepat laju

    belajar dan membantu pengajar untuk menggunakan waktu secara lebih baik

    dan mengurangi beban guru/dosen dalam menyajikan informasi.

    2. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran, melalui

    perencanaan program pembelajaran yang lebih sistematis dan

    pengembangan bahan pembelajaran berbasis penelitian.

    3. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual,

    melaluimengurangi kontrol guru/dosen yang kaku dan tradisional dan

    memberikan kesempatan kepada murid/mahasiswa untuk belajar sesuai

    dengan kemampuannya.

    4. Memungkinkan belajar seketika, melalui pengurang jurang pemisah antara

    pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya

    konkrit dan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung.

    5. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, terutama dengan

    adanya media massa.

  • 26

    2.6.3 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar

    Menurut Abdullah (2012), pemanfaatan aneka sumber belajar perlu

    disesuaikan dengan kebutuhan, efisiensi, dan efektivitas penggunaannya. Menurut

    Satrianawati (2018) kriteria sumber belajar sebagai berikut;

    1. Ekonomis, tidak harus terpatok pada harga mahal,

    2. Mudah, dekat, dan tersedia di sekitar lingkungan,

    3. Praktis, tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit, dan langka,

    4. Sesuai dengan tujuan, mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar,

    dapat membangkitkan motivasi dan semangat belajar siswa,

    5. Fleksibel, dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional.

    2.6.4 Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar

    Sumber belajar dapat dipandang dari dua sisi yakni dari sisi hasil dan sisi

    produk. Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar harus

    mempertimbangkan syarat pemanfaatan sumber belajar. Menurut Kustiawan

    (2016) syarat pemanfaatan sumber belajar yakni;

    1.Kejelasan potensi

    2.Kejelasan sasaran

    3. Kesesuaian dengan sumber belajar

    4. Kejelasan informasi yang diungkapkan

    5. Kejelasan pedoman eksplorasinya

    6. Kejelasan perolehan yang didapatkan

  • 27

    Keterangan:

    1. Diteliti

    2. Tidak diteliti

    2.7 Kerangka Konseptual

    Gambar 2.6 Kerangka Konseptual

    Luka

    Akibat benda tajam Akibat benda tumpul

    Luka

    memar

    Luka

    lecet

    Luka

    sayat

    Luka

    lecet

    Luka

    bacok

    Luka

    tangkis

    Obat kimia Obat tradisional

    Digunakan

    secara turun-

    temurun

    Hewan yang digunakan yakni

    Kerang bakau (Gelonia coaxans)

    Mengandung senyawa

    antibakteri yaitu alkaloid,

    flavonoid, tanin, saponin,

    steroid, triterpenoid dan

    steroid (Weliyadi et al.,

    2018)

    Memiliki aktifitas

    antimikroba yang mampu

    menghambat Streptococcus

    pyogenes dan

    Staphylococcus aureus yang

    menyebabkan infeksi luka

    (Ravichandran et al., 2011)

    Ekstrak

    Luka sayat pada tikus putih

    Konsentrasi

    5%, 10%, dan

    15%

    Luka sayat dinyatakan sembuh

    apabila:

    Tidak adanya eritema

    Penurunan panjang luka

    Luka menutup

    Luka sembuh

    Pemanfaatan

    Sumber belajar

  • 28

    2.8 Hipotesis

    1. Ada pengaruh pemberian ekstrak kerang bakau (Gelonia coaxans)

    terhadap penyembuhan luka sayat pada Tikus Putih (Rattus norvegicus).

    2. Hasil penelitian kerang bakau (Gelonia coaxans) terhadap penyembuhan

    luka sayat pada tikus putih (Rattus norvegicus) dapat dimanfaatkan

    sebagai sumber belajar biologi.